Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

HAK TANGGUNGAN DALAM JAMINAN ATAS TANAH

Dosen Pengampuh :
Sufriyadi A Arif, S.H., M.H.

Disusun oleh :

Awod Dermawan Ali 1011422240


Muh Gempar Dahlan 1011422120
Muh. Nur Fajri Pilomonu 1011421136
Faradhila Hasanati 1011422104
Irsyad Putrawan Gobol

FAKULTAS HUKUM UNG


T.A 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta karunia-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam
senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, yang telah
membawa petunjuk bagi umat manusia. Dalam kesempatan yang penuh rasa syukur
ini, kami dengan rendah hati mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu serta memberikan dorongan dalam penyusunan makalah ini.
Makalah ini berjudul "Hak Tanggungan Dalam Jaminan Atas Tanah," yang
disusun dalam rangka memenuhi tugas akademis mata kuliah Hukum Jaminan. Kami
menyadari bahwa pembahasan mengenai hak tanggungan dan jaminan atas tanah
memiliki relevansi yang tinggi dalam konteks hukum properti, khususnya dalam
aspek jaminan dalam transaksi kepemilikan tanah. Pengetahuan mengenai hak
tanggungan merupakan hal yang sangat penting dalam menjaga stabilitas ekonomi
dan hukum di masyarakat.
Makalah ini disusun dengan harapan dapat memberikan pemahaman yang
lebih mendalam tentang hak tanggungan, peranannya dalam jaminan atas tanah, serta
dampaknya dalam transaksi properti. Kami berusaha sebaik mungkin untuk
menghadirkan informasi yang akurat dan terkini, serta menguraikan konsep-konsep
yang terkait dengan hak tanggungan secara sistematis.
Tentunya, makalah ini tidak lepas dari kekurangan dan keterbatasan. Oleh
karena itu, kritik, saran, serta masukan konstruktif dari pembaca sangat kami
harapkan guna perbaikan di masa yang akan datang. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada dosen pembimbing kami yang telah memberikan arahan serta bimbingan
dalam proses penyusunan makalah ini.
Tanpa berpanjang kata, kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat
dan pemahaman yang lebih luas mengenai hak tanggungan dalam jaminan atas tanah.
Semoga makalah ini dapat menjadi sumber informasi yang bermanfaat bagi para
pembaca. Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan
keberkahan kepada kita semua.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN 3
A. Latar Belakang 3
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Analisis 4
BAB II PEMBAHASAN 5
A. Pengertian Hak Tanggungan 5
B. Unsur-Unsur Dalam Pengertian Hak Tanggungan 6
C. Sifat-Sifat Hak Tanggung 6
D. Unsur-Unsur Hak Tanggung 8
E. Anilisis Kasus 10
BAB III PENUTUP 13
A. Kesimpulan 13
DAFTAR PUSTAKA 14

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsep hak atas tanah telah ada sejak zaman kuno, dimulai dengan
pemahaman sederhana tentang hak kepemilikan. Hukum properti telah
berkembang seiring berjalannya waktu, berdasarkan kebutuhan masyarakat untuk
mengatur hak-hak atas tanah. Di banyak negara Eropa, terutama pada Abad
Pertengahan, sistem hukum feodal mendominasi. Dalam sistem ini, tanah dimiliki
oleh penguasa atau bangsawan tertentu, sementara rakyat biasa, yang dikenal
sebagai tani, memegang hak-hak tertentu atas tanah sebagai imbalan atas
pelayanan atau upeti.
Seiring dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan ekonomi yang
semakin kompleks, sistem hukum properti mengalami perubahan. Pada abad ke-
19 dan ke-20, banyak negara mengadopsi sistem hukum properti yang lebih
modern, yang mengakui hak-hak individu secara lebih eksplisit dan memberikan
dasar hukum yang lebih kuat. Salah satu perkembangan dalam hukum properti
adalah munculnya konsep hak tanggungan.
Hak tanggungan, yang sering digunakan dalam hukum properti dan hukum
perbankan, memungkinkan seseorang untuk menggunakan tanah sebagai jaminan
untuk pinjaman atau utang. Jika peminjam gagal membayar utang, pemberi
pinjaman memiliki hak untuk menjual atau mengambil alih properti yang
digunakan sebagai jaminan. Seiring dengan penggunaan yang luas dari hak
tanggungan, pemerintah mulai mengaturnya untuk melindungi hak-hak semua
pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut. Hal ini melibatkan pembentukan
undang-undang yang mengatur hak tanggungan, termasuk persyaratan dan
prosedur yang harus diikuti. Dalam era modern, teknologi, seperti sistem registrasi
tanah digital, telah mempermudah pelaksanaan hak tanggungan dan
pengelolaannya. Hal ini juga memungkinkan untuk lebih transparansi dan
keamanan dalam transaksi hak tanggungan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan karakteristik utama dari hak tanggungan dalam konteks
jaminan atas tanah?

3
2. Bagaimana mekanisme pemberian hak tanggungan dalam transaksi properti
dan apa saja syarat-syarat yang perlu dipenuhi?
3. Apa peran hak tanggungan dalam melindungi kepentingan kreditur dalam
transaksi properti?

C. Tujuan Analisis
1. Untuk mengetahui pengertian dan karakteristik utama dari hak tanggungan
dalam konteks jaminan atas tanah.
2. Untuk memahai mekanisme pemberian hak tanggungan dalam transaksi
properti dan apa saja syarat-syarat yang perlu dipenuhi.
3. Untuk mengetahui peran hak tanggungan dalam melindungi kepentingan
kreditur dalam transaksi properti?

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hak Tanggungan
Istilah hak tanggungan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
Tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan, sedangkan jaminan
adalah tanggungan atas jaminan yang di terima1. Dengan digunakannya kata
tanggungan untuk menamai lembaga jaminan atas tanah maka memiliki dua arti,
yaitu jaminan (atas tanah) dan asuransi.
Berikut pengertian hak tanggungan menurut Prof. Budi Harsono, S.H.
Menurut Prof. Budi Harsono mengartikan, bahwa Hak Tanggungan adalah
penguasaan hak atas tanah, berisi kewenangan bagi kredittur untuk berbuat
sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi bukan untuk dikuasai
secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur cedera janji,
dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sebagian sebagai pembayaran lunas
hutang debitur kepadanya2.
Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu
yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap
kreditur-kreditur lain3.
Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan (sealnjutnya
disebut UUHT), hak tanggungan adalah Hak Jaminan yang dibebankan pada hak
atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun
1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut
benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan
hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur
terhadap kreditur-kreditur lainnya4.

1
Fuad Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jilid II, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hlm. 899
2
Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, isi dan Pelaksanaan, (Jakarta
Djambatan, 1999), hlm 24
3
St. Nurjannah, “Eksistensi Hak Tanggungan Sebagai Lembaga Jaminan Hak Atas Tanah (Tinjauan Filosofis)”,
Jurisprudentie Vol 5 No 1 (2018)
4
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

5
B. Unsur-Unsur Dalam Pengertian Hak Tanggungan
Unsur-Unsur dalam pengertian Hak Tanggungan adalah :
a. Hak jaminan yang dibebankan hak atas tanah Yang dimaksud dengan hak
jaminan atas tanah adalah hak penguasaan yang secara khusus dapat diberikan
kepada kreditur, yang memberi wewenang kepadanya untuk, jika debitur
cidera janji, menjual lelang tanah yang secara khusus pula ditunjuk sebagai
agunan piutang dan mengambil seluruh atau sebagian hasilnya untuk
pelunasaan hutangnya tersebut, dengan hak mendahulu daripada
krediturkreditur lain (droit de preference). Selainkedudukannya mendahulu,
kreditur pemegang hak jaminan dan mengambil pelunasan piutangnya dari
hasil penjualan tersebut, sungguhpun tanah tersebut telah dipindahkan kepada
pihak lain (droit de suite) ;
b. Hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan
kesatuan dengan tanah itu. Pada dasarnya, hak tanggungan dapat dibebankan
pada hak atas tanah semata-mata, tetapi dapat juga hak atas tanah tersebut
berikut dengan bendabenda yang ada diatasnya ; c. Untuk pelunasan hutang
tertentu Maksud untuk pelunasan hutang tertentu adalah hak tanggungan itu
dapat membereskan dan selesai dibayar hutang-hutang debitur yang ada pada
kreditur ; d. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu
terhadap kreditur-kreditur lainnya.
c. Untuk pelunasan hutang tertentu Maksud untuk pelunasan hutang tertentu
adalah hak tanggungan itu dapat membereskan dan selesai dibayar hutang-
hutang debitur yang ada pada kreditur ;
d. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap
kreditur-kreditur lainnya.

C. Sifat-Sifat Hak Tanggung


Apabila mengacu beberapa ketentuan Pasal dari Undang-Undang Hak
Tanggungan, maka terdapat beberapa sifat dan asas dari Hak Tanggungan.
Adapun sifat dari hak tangggungan adalah sebagai berikut5:

5
Murlyta Nevi Sukmawarti, S.H. “Personal Guarante Terhadap Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak
Tanggungan”, Airlangga Developnment Journal ADJ, Hlm 13-14

6
1. Hak tangguungan mempunyai sifat hak didahulukan, yakni memiliki
kedudukan yang diutamakan bagi kreditur tertentu terhadap kreditur lain
(droit de preference) dinyatakan dalam pengertian Hak Tanggungan
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Hak
Tanggungan.
2. Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi. Hak
Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi menurut Pasal 2 ayat
(1) Undang-undang hak tanggungan, menentukan: Hak tanggungan
mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan dalam
Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dan juga di dalam Pasal 2 ayat (2) Undang- Undang Hak Tanggungan.
3. Hak Tanggungan mempunyai sifat membebani berikut atau tidak berikut
benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Hak Tanggungan dapat
dibebankan selain atas tanah juga berikut benda-benda yang berkaitan
dengan tanah tersebut sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal
1 angka 1 Undang-undang Nomor Hak Tanggungan, menentukan bahwa
Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut
benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu. Hak
Tanggungan dapat saja dibebankan bukan saja pada hak atas tanah yang
menjadi objek Hak Tanggungan, tetapi juga berikut bangunan, tanaman,
dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut.
4. Hak Tanggungan mempunyai sifat Accessoir Hak Tanggungan menurut
sifat accessoir dijelaskan dalam penjelasan umum Undang-undang Hak
tanggungan angka 8 menentukan bahwa, Hak tanggungan menurut
sifatnya merupakan ikutan atau accessoir pada suatu piutang tertentu, yang
didasarkan pada suatu perjanjian hutang piutang atau perjanjian lain, maka
kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin
pelunasannya.
5. Hak Tanggungan mempunyai sifat dapat diberikan lebih dari satu hutang.
Hak Tanggungan dapat menjamin lebih dari suatu hutang dinyatakan
dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan, menentukan:
“Hak tanggungan dapat diberikan untuk suatu hutang yang berasal dari

7
satu hubungan hukum atau untuk satu hutang atau lebih yang berasal dari
beberapa hubungan hukum”
6. Hak Tanggungan mempunyai sifat tetap mengikuti objeknya dalam tangan
siapapun objek tersebut berada. Hak Tanggungan mengikuti objeknya
dalam tangan siapapun objek Hak Tanggungan itu berada berdasarkan
Pasal 7 Undang-undang hak tanggungan menentukan: “Hak Tanggungan
tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada”.
Dengan demikian hak tanggungan tidak akan hapus sekalipun objek Hak
Tanggungan itu berada pada pihak lain.
7. Hak Tanggungan mempunyai sifat dapat beralih dan dialihkan. Hak
Tanggungan dapat beralih dan dialihkan sebagaimana diatur dalam Pasal
16 ayat (1) Undang-undang Hak Tanggungan, menentukan: “Jika piutang
yang dijamin dengan Hak Tanggungan beralih karena cessie, subrogasi,
pewarisan, atau sebab-sebab lain. Hak Tanggungan tersebut ikut beralih
karena hukum kepada kreditur yang baru. “Hak Tanggungan dapat beralih
dan dialihkan karena mungkin piutang yang dijaminkan itu dapat beralih
dan dialihkan. Ketentuan bahwa Hak Tanggungan dapat beralih dan
dialihkan yaitu dengan terjadinya peralihan atau perpindahan hak milik
atas piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan tersebut atau Hak
Tanggungan beralih karena beralihnya perikatan pokok.”

D. Unsur-Unsur Tanggungan

Objek Hak Tanggungan


Untuk dapat dibebani hak jaminan atas tanah, obyek hak tanggungan yang
bersangkutan harus memenuhi 4 syarat, yaitu:6
1. Dapat dinilai dengan uang;
2. Termasuk hak yang didaftar dalam daftar umum;
3. Mempunyai sifat dapat dipindahtangankan;

6
Sinta, Bab II Tinjauan Umum Mengenai Hak Tanggungan dan Jaminan Atas Tanah, Universitas Udayana,
Hlm. 56-67

8
4. Memerlukan penunjukan oleh undang-undang.
Adapun obyek dari hak tanggungan dalam Pasal 4 ayat (1) UUHT
disebutkan bahwa hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan adalah hak
milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan. Dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1)
UUHT, yang dimaksud dengan hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan
adalah hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA. Hak guna bangunan
meliputi hak guna bangunan di atas tanah negara, di atas tanah hak pengelolaan,
maupun di atas tanah hak milik. Sebagaimana telah dikemukakan dalam Penjelasan
Umum dari UUHT, dua unsur mutlak dari hak atas tanah yang dapat dijadikan obyek
tanggungan adalah:7
1. Hak tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku wajib didaftar dalam daftar
umum, dalam hal ini pada Kantor Pertanahan. Unsur ini berkaitan dengan
kedudukan diutamakan (preferent) yang diberikan kepada kreditor pemegang
hak tanggungan terhadap kreditor lainnya. Untuk itu harus ada catatan
mengenai hak tanggungan tersebut pada buku tanah dan sertipikat hak atas
tanah yang dibebaninya, sehingga setiap orang dapat mengetahuinya (asas
publisitas), dan
2. Hak tersebut menurut sifatnya harus dapat dipindahtangankan, sehingga
apabila diperlukan dapat segera direalisasi untuk membayar utang yang
dijamin pelunasannya.
Dalam Pasal 4 ayat (2) UUHT disebutkan bahwa selain hak-hak atas tanah
sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (1) UUHT, Hak Pakai atas tanah negara
yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat
dipindahtangankan dapat juga dibebani hak tanggungan.8

Subjek Hak Tanggungan


Dalam perjanjian pemberian hak jaminan atas tanah dengan hak
tanggungan, ada dua pihak yaitu pihak yang memberikan hak tanggungan dan
pihak yang menerima hak tanggungan tersebut.9

7
Ibid Hlm. 57
8
Ibid Hlm 57-58
9
Ibid Hlm 58-59

9
1. Pemberi Hak Tanggungan
Yang dimaksud dengan pemberi hak tanggungan adalah pemilik persil
yang dengan sepakatnya dibebani dengan hak tanggungan sampai sejumlah
uang tertentu untuk menjamin suatu perikatan/hutang.
Dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 menentukan
bahwa pemberi hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum
yang mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum terhadap
obyek hak tanggungan yang bersangkutan. Kewenangan untuk melakukan
perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan sebagaimana dimaksud di
atas harus ada pada pemberi hak tanggungan pada saat pendaftaran hak
tanggungan dilakukan.
Dalam hal pemberi hak tanggungan adalah suatu perseroan terbatas,
pelaksanaannya harus tetap mengacu kepada ketentuan Undang Undang Nomor 1
Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Menurut ketentuan Pasal 88 ayat (1) UU
tersebut, Direksi wajib meminta persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan hutang seluruh atas sebagian besar
kekayaan perseroan. Selanjutnya menurut Pasal 88 ayat (4) UU tersebut, bahwa untuk
melakukan perbuatan hukum mengalihkan atau menjadikan jaminan hutang seluruh
atau sebagian besar kekayaan perseroan itu diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar
harian paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak perbuatan hukum itu dilakukan.
2. Pemegang Hak Tanggungan
Selain pihak yang memberi hak tanggungan, maka sudah barang tentu ada
pihak yang menerima hak tanggungan tersebut yang lazim disebut pemegang
hak tanggungan. Menurut Pasal 9 UUHT, pemegang hak tanggungan adalah
orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang
berpiutang. Dengan demikian yang dapat menjadi pemegang hak tanggungan
adalah siapapun juga yang berwenang melakukan perbuatan perdata untuk
memberi uang, baik orang perseorangan warga negara Indonesia maupun
orang asing.

E. Analisis Kasus
Kasus Sengketa Tanah Meruya Selatan (Jakarta Barat)10
10
Kompasiana, Analisa Kasus Sengketa Tanah Meruya Selatan (Jakarta Barat), diakses melalui
Analisa Kasus Sengketa Tanah Meruya Selatan (Jakarta Barat) - Kompasiana.com , pada tanggal
25 Oktober 2023

10
Proses sengketa tanah untuk mencari keadilan yang berlangsung 30 tahun
lalu tidak menghasilkan keadilan yang diharapkan,bahkan justru menimbulkan
ketidak adilan baru. Sehingga tidak ada penanggung jawab tunggal untuk
disalahkan kecuali berlarut-larutnya waktu sehingga problema baru bermunculan.
Putusan pengadilan seharusnya dapat dilaksanakan dengan cara-cara
mudah, sederhana, dan mengikutsertakan institusi terkait. Sistem peradilan
Indonesia memiliki asas yang menyatakan bahwa proses peradilan dilaksanakan
dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Putusan yang jelas-jelas sulit atau
tidak bisa dilaksanakan dapat mencederai kredibilitas lembaga peradilan.
Pihak ketiga yakni warga yang menempati tanah tersebut dengan sertifikat
tanah yang asli harus beriktikad baik (apalagi tidak tahu sama sekali mengenai
adanya sengketa) seharusnya memperoleh pertimbangan hukum. Jangan sampai
mereka menjadi korban atau dikorbankan sebab dapat menimbulkan gejolak serta
problem kemasyarakatan yang sifatnya bukan sekedar keperdataan.
Perlu dilakukan penelitian apakah prosedur pembebasan tanah pada saat
itu telah sesuai ketentuan, siapakah yang membayar pajak (PBB) atas tanah
sengketa. Juga dilakukan penyelesaian atas tanah sengketa yang akan dieksekusi
apabila ternyata telah menjadi sarana umum: sekolah, lapangan bola, perkantoran,
puskesmas, ataupun kompleks pertokoan.
Pemerintah daerah dan BPN dalam pengeluaran sertifikat Hak Milik
terutama pemberian setifikat dalam jumlah massal seharusnya benar – benar
memperhatikan aspek – aspek apakah orang yang bersangkutan sudah sesuai
menerima hak untuk memiliki sertifikat Hak Milik atau belum. Hal ini berkaitan
dengan dampak pemberian sertifikat Hak Milik kepada orang yang tidak
semestinya. Dalam kasus ini, sesusai putusan MA seharusnya sertifikat Hak Milik
jatuh kepada PT. Portanigra. Mengingat pencabutan sertifikat Hak Milik tidak
mudah dan memerlukan waktu yang lama.
Dalam hal ini terlihat kesemrawutan hukum pertanahan oleh aparat
pemerintah daerah dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang bisa menerbitkan
sertifikat pada tanah yang masih bersengketa. Selain itu, PT. Portanigra yang tidak
serius dalam kasus sengketa tanah ini. PT. Portanigra yang menang dalam putusan
MA pada tahun 1996 tidak langsung mengeksekusi tanahnya, baru 11 tahun
kemudian yakni tahun 2007 baru melaksanakan eksekusi tanahnya yang lahan

11
sudah di tempati warga meruya sekarang dengan sertifikat tanah asli. Dengan kata
lain di sengketa meruya ada mafia tanah yang terlibat.
Pada kasus sengketa tanah meruya ini antara PT. Portanigra dan warga
duduk bersama melalui musyawarah mufakat untuk mencapai solusi yang
dilandasi akal sehat merupakan penyelesaian yang lebih baik daripada saling
menyalahkan secara emosional.
Dalam menyelesaikan kasus sengketa tanah ada beberapa jalur hukum
yang dapat ditempuh seperti gugatan perlawanan oleh pihak ketiga yang merasa
mempunyai hak (telah dilakukan), mengajukan permohonan peninjauan kembali
(PK) oleh para pihak yang bersengketa seperti antara PT. Portanigra denga
Hdjuhri, mengajukan gugatan baru oleh para pihak yang merasa dirugikan dalam
permasalahan sengketa. Untuk memperjuangkan hak-haknya seyogianya warga
melandasinya dengan surat-surat yang kuat (sertifikat), batas-batas tanah jelas,
asal-usulnya dapat ditelusuri serta tidak terkena sengketa.
Kasus Meruya memberi pembelajaran tentang proses hukum yang tidak
boleh berlarut-larut, pentingnya sertifikat dalam kepemilikan tanah, tentang
putusan pengadilan serta pelaksanaannya yang berkeadilan, dan juga perlunya
kerja sama antara pengadilan dan lembaga negara yang menangani masalah
pertanahan.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hak tanggungan adalah instrumen hukum yang penting dalam jaminan
atas tanah, yang memberikan kepastian kepada pihak-pihak yang terlibat
dalam transaksi properti. Dalam makalah ini, telah dibahas berbagai aspek
terkait hak tanggungan, termasuk asal-usul, kepentingan, dan prosedur
penerapannya. Kesimpulannya adalah bahwa hak tanggungan memainkan
peran kunci dalam memfasilitasi transaksi properti dan melindungi hak-hak
kreditur.
Pentingnya pemahaman yang baik tentang hak tanggungan dalam
konteks jaminan atas tanah tidak hanya relevan bagi pemilik properti, tetapi
juga bagi kreditur, pengembang, dan pemangku kepentingan lainnya.
Pengetahuan yang mendalam tentang peraturan dan prosedur yang terkait
dengan hak tanggungan akan membantu menghindari potensi masalah hukum,
meminimalkan risiko keuangan, dan memastikan kelancaran transaksi
properti.
Dalam menjalankan transaksi properti, penting untuk memahami peran
hak tanggungan dalam mengamankan kredit dan memberikan perlindungan
hukum terhadap risiko. Dengan mematuhi peraturan dan prosedur yang
berlaku, semua pihak yang terlibat dapat memastikan bahwa hak dan
kewajiban mereka dilindungi dengan baik.

13
DAFTAR PUSTAKA

Buku / Kitab
Fuad Hasan. Kamus Besar Bahasa Indonesia Jilid II. (Jakarta: Balai Pustaka, 1991)
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

Jurnal
Budi Harsono. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, isi dan
Pelaksanaan. (Jakarta Djambatan, 1999).
St. Nurjannah. “Eksistensi Hak Tanggungan Sebagai Lembaga Jaminan Hak Atas
Tanah (Tinjauan Filosofis)”. Jurisprudentie Vol 5 No 1 (2018)
Murlyta Nevi Sukmawarti. S.H. “Personal Guarante Terhadap Perjanjian Kredit
Dengan Jaminan Hak Tanggungan”. Airlangga Developnment Journal ADJ.
Hlm 13-14
Sinta, Bab II Tinjauan Umum Mengenai Hak Tanggungan dan Jaminan Atas
Tanah. Universitas Udayana. Hlm. 56-67

Artikel
Kompasiana, Analisa Kasus Sengketa Tanah Meruya Selatan (Jakarta
Barat), diakses melalui Analisa Kasus Sengketa Tanah Meruya Selatan
(Jakarta Barat) - Kompasiana.com , pada tanggal 25 Oktober 2023

14

Anda mungkin juga menyukai