BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Tujuh langkah menuju keselamatan rumah sakit adalah upaya
untuk menggerakkan program keselamatan pasien di RSUD
Gunungsitoli. Berdasarkan langkah keenam dari tujuh langkah tersebut
yaitu rumah sakit mengembangkan kebijakan yang mencakup insiden
yang terjadi dan minimum satu kali per tahun melakukan Failure Modes
and Effects Analysis (FMEA) untuk proses risiko tinggi.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka Komite PMKP RSUD
Gunungsitoli menyusun panduan Failure Modes and Effects Analysis
(FMEA) sebagai alat untuk penilaian risiko pada proses yang belum
dilakukan, sedang dilakukan dan proses baru dengan pendekatan
proaktif.
2. TUJUAN
I. Tujuan Umum
Buku panduan ini sebagai dasar bagi Komite PMKP RSUD
Gunungsitoli untuk meningkatkan mutu layanan RS melalui
kegiatan re-design proses pelayanan untuk menganalisis modus
kegagalan dan dampaknya.
Tata laksana Analisis Modus Kegagalan & Dampak (Failure Mode Effect and
Analysis /FMEA) ada 8 tahap yaitu :
I. Tahap 1 Pilih proses yang beresiko tinggi dan Membentuk Tim.
A. Pilih proses yang beresiko tinggi.
1. Proses yang beresiko tinggi meliputi :
a. Proses baru.
Misalnya : staf mengoperasikan alat/instrumen medis yang
baru.
b. Proses yang sedang berjalan.
Misalnya : proses pengadaan, penyimpanan & distribusi
tabung gas medis (O2, N2O).
c. Proses klinis.
Misalnya : proses pengambilan darah di laboratorium.
d. Proses non klinis.
Misalnya : mengkomunikasikan hasil laborat ke dokter atau
identifikasi pasien yang beresiko jatuh.
2. Proses yang beresiko tinggi biasanya memiliki satu atau lebih
karakteristik.
a. Variabel individu:
- Pasien : tingkat keparahan penyakit, keinginan pribadi
pasien, proses pengobatan.
- Pemberi layanan : tingkat ketrampilan, cara pendekatan
dalam pelaksanaan tugas.
b. Kompleksitas:
- Proses dalam layanan kedokteran sangat kompleks, terdiri
puluhan langkah. Semakin banyak langkah dalam suatu
proses, semakin tinggi probabilitas terjadinya kesalahan.
- Teori Donald Berwick bahwa :
Bila proses terdiri dari 1 langkah, kemunginan salah
1%.
Bila proses 25 langkah, kemungkinan salah 22%
Panduan Failure Modes and Effects Analysis
Bila proses 100 langkah, kemungkinan salah 63%
c. Tidak standar.
Proses dilakukan menurut persepsi pemberi pelayanan
berdasarkan kebiasaan atau prosedur yang sudah
ketinggalan jaman.
Diperlukan : SPO, Protokol atau Clinical Pathways untuk
membatasi pengaruh dari variabel ini.
d. Proses tanpa jeda.
- Perpindahan satu langkah ke langkah lain dalam waktu
berurutan tanpa jeda sehingga seringkali baru disadari
terjadi penyimpangan pada langkah berikutnya. Misal :
NORUM.
- Keterlambatan dalam suatu langkah akan mengakibatkan
gangguan pada seluruh proses.
- Kesalahan dalam suatu langkah akan menyebabkan
penyimpangan pada langkah berikut.
- Kesalahan biasanya terjadi pada perpindahan langkah
atau adanya langkah yang diabaikan. Kesalahan pada
satu langkah akan segera diikuti oleh kesalahan
berikutnya, terutama karena koreksi tidak sempat
dilakukan.
e. Proses yang sangat tegantung pada intervensi petugas.
- Ketergantungan yang tinggi akan intervensi seseorang
dalam proses dapat menimbulkan variasi kesalahan. Misal
: penulisan resep dengan singkatan dapat menimbulkan
Medication error.
- Sangat tergantung pada pendidikan dan pelatihan yang
memadai sesuai dengan tugas dan fungsinya.
f. Kultur garis komando (Hierarchical culture).
Suatu proses akan menghadapi resiko kegagalan lebih tinggi
dalam unit kerja dengan budaya hirarki dibandingkan dengan
unit kerja yang budayanya berorientasi tim. Hal ini karena :
- Staf enggan berkomunikasi & berkolaborasi satu dengan
yang lain.
Panduan Failure Modes and Effects Analysis
- Perawat enggan bertanya kepada dokter atau petugas
farmasi tentang medikasi, dosis serta elemen perawatan
lainnya.
g. Keterbatasan waktu.
Proses yang memiliki keterbatasan waktu cenderung
meningkatkan resiko kegagalan.
3. Pertimbangkan :
- Yang paling tinggi potensi resikonya.
- Yang paling “saling berkaitan” dengan proses lain
- Ketertarikan orang untuk memperbaiki.
B. Membentuk tim.
1. Komposisi tim.
a) Multidisiplin & multi personal
- Berbagai macam profesi yang terkait dilibatkan menjadi
anggota tim.
- Beberapa karakter seperti : orang yang memiliki
kewenangan memutuskan, orang yang penting untuk
penerapan perubahan yang mungkin diperlukan,
pemimpin yang memiliki pengetahuan-dipercaya-
dihormati, orang dengan pengetahuan yang sesuai,
b) Jumlahnya tidak lebih dari 10 orang (idealnya 4-8 orang).
2. Pembagian peran tim
a) Team leader
- Pemimpin yang memiliki pengetahuan, dipercaya dan
dihormati.
- Mempunyai kemampuan membuat keputusan.
- Orang yang memiliki ‘critical thinking’ saat perubahan
akan dilaksanakan.
b) Fasilitator.
- Fungsi fasilitator bisa dirangkap oleh team leader.
- Orang yang ditunjuk sebagai fasilitator bukan berasal dari
area yang dianalisis.
- Memandu tim dalam proses diskusi.
- Memilah temuan atau masukan yang tidak penting.
Panduan Failure Modes and Effects Analysis
- Memastikan bahwa anggota tim menyelesaikan setiap
langkah dan mendokumentasikan hasil.
- Mengarahkan tim untuk fokus pada masalah yang sedang
dibicarakan.
- Anggota tim merasa nyaman dengan adanya fasilitator.
c) Expert
- Petugas yang menguasai dan ahli dalam bidang yang
dianalisis.
- Dengan keahliannya diharapkan memberikan masukan
berupa perubahan proses.
d) Perwakilan dari disiplin ilmu terkait.
e) Notulen
- Bertanggung jawab mencatat dan membagikan notulen.
- Fungsi notulen bisa dirangkap oleh anggota secara
bergantian. Fungsi notulis dapat menghambat
kemampuannya dalam mengemukakan pendapat,
sehingga perlu bergantian.
- Membuat dokumentasi.
ED See See
Registratio Triage Nurse ED
n Nurse
C. Detection
- Menggunakan skala 1-10
BAB V
DOKUMENTASI