Anda di halaman 1dari 15

AL - QUR’AN HADITS

HUKUM BACAAN QOLQOLAH DAN MACAM - MACAM WAQOF

Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah ‘AL - QUR’AN HADITS’
yang di ampu oleh Bapak H. Ahmad Labib, M.Pd.I

Oleh :

Vina Amalia

NIM: 2213084

Semester 3

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

SEKOLAH TINGGI ISLAM KENDAL

Tahun Akademik 2023/2024


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan kewajiban penulis, yakni dalam rangka
untuk memenuhi salah satu syarat tugas individu. Sholawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada beliau Baginda Nabi Agung Muhammmad SAW yang telah
mengantarkan kita kepada jalan yang terang dan menjadikan jalan yang indah berupa ajaran
agama Islam.

Ucapan terima kasih kepada beliau bapak H. Ahmad Labib, M.Pd.I selaku dosen
pengampu pada mata kuliah ‘AL QUR – AN HADITS ‘ yang telah memberikan bimbingan
serta arahan sehingga makalah yang berjudul “HUKUM BACAAN QOLQOLAH DAN
MACAM - MACAM WAQOF” ini dapat diselesaikan tepat waktu. Seiring dengan usaha
kerja keras penulis, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu, karena tanpa bimbingan dan dorongannya, penulis tidak akan menyelesaikan
makalah ini sampai selesai.

Penulis pun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dalam rangka perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan mempunyai tanggapan yang positif serta dapat bermanfaat
bagi pembaca semua. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Kendal, 21 September 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I..........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................................1
BAB II.........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.........................................................................................................................2
1. Pengertian Qolqolah.........................................................................................................2
2. Pembagian Qolqolah........................................................................................................2
3. Pengertian Waqof.............................................................................................................5
4. Pembagian Waqof............................................................................................................7
PENUTUP.................................................................................................................................11
A. Kesimpulan....................................................................................................................11
B. Saran..............................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Quran sebagai kitab suci Rahmatan lil 'alamin, Rahmat bagi seluruh alam yang
didalamnya mengandung berbagai macam ilmu, hukum, teologi, souial dan sebagainya.
Al-Quran dipelajari untuk memehami makna atau pesan dibalik teks. Maka untuk
mendapat makna yang sesuai dengan Al-Quran perlu memahami qiroat dan cara membaca
Al-Quran dengan baik dan benar bisa dipelajari dengan ilmu tajwid.

Sebagian besar ulama mengatakan, bahwa tajwid itu adalah suatu cabang ilmu
yang sangat penting untuk dipelajari sebelum mempelajari ilmu qiroat Al- Quran. Ilmu
tajwid itu diajarkan sesudah pandai membaca huruf arab dan telah dapat membaca Al-
Quran sekedarnya. Al-Quran sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW merupakan pedoman hidup bagi umat islam dan membacanya termasuk
ibadah. Dalam membaca Al-Quran harus baik dan benar. Oleh karena itu, kita harus
mengetahui ilmu tajwid (ilmu cara membaca Al-Quran).

B. Rumusan Masalah
1) Pengertian Qalqalah ?

2) pembagian Qalqalah ?

3) Pengertian bacaan waqaf ?

4) Pembagian Waqaf ?

C. Tujuan Penulisan

1) Untuk mengetahui cara membaca Qalqalah dan Waqaf

2) Mengetahui pembagian dari Qalqalah dan Waqaf serta dengan penjelasannya

3) Membantu mahasiswa mengetahui hukum tajwid yang ada dalam Al- Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Qolqolah
Qolqolah menurut bahasa artinya getaran. Sedangkan menurut ilmu tajwid artinya
getaran suara yang terjadi ketika mengucapkan huruf yang sukun sehingga menimbulkan
pantulan yang kuat, baik karena sukun yang asli maupun karena dihentikan (di-waqof-
kan) kemudian memantul lagi ke atas.

Huruf-huruf qolqolah ada 5 huruf ( ‫ )َقْطُب َجٍد‬yang yang terkumpul dalam nazham dijelaskan
. kalimat

‫ َو ِاْن َیُك ْن ِفى الَو ْقِف َك اَن َاْبَیَنا‬# ‫َو َبِّیًناُم َقْلَقًال ِاْن َس َك ًنا‬

Dan qolqolah-kanlah dengan jelas apabila terdapat (huruf qolqolah) yang mati atau dalam
keadaan waqof.

2. Pembagian Qolqolah
Qolqolah dibagi menjadi dua, yaitu qolqolah shugro dan qolqolah kubro.

a) Qolqolah Shugro

Shugro artinya kecil. Qolqolah shugro menurut istilah ialah

Jika huruf qolqolah dalam keadaan sukun asli, maka ia dinamakan qolqolah shugro.

Dalam pengertian lain disebutkan:

‫َفَم ا َس َك َن ِم ْنَھا ِفى َو ْس ِط الَك ِلَم ِة ُیَسَّم ى َقْلَقَلُة ُص ْغ َر ى‬

Apabila huruf qolqolah tersebut mati di tengah kalimat, maka dinamakan qolqolah
shugro

Contoh-contoh bacaan qolqolah shugro:


b) Qolqolah Kubro

Kubro artinya besar. Qolqolah kubro menurut istilah ialah:

Jika huruf qolqolah dalam keadaan sukun aridli (sukun baru) karena diwaqofkan,
maka ia dinamakan qolqolah kubro.

Dalam pengertian lain dijelaskan:

‫َو َم ا َس َك َن ِم ْنَھا ِفى آِخ ِر الَك اِلَم ِة ُیَسَّم ى َقْلَقَلٌة ُك ْبَر ى‬

Apabila huruf qolqolah tersebut dalam keadaan mati di akhir kalimat, maka ia
dinamakan qolqolah kubro.

Contoh-contoh bacaan qolqolah kubro:


c) Cara Mengucapkan Qolqolah

Cara mengucapkan qolqolah adalah dengan menekan kuat makhroj huruf


qolqolah yang mati (asli maupun baru) sehingga suaranya memantul dengan pantulan
yang kuat dan jelas. Namun pada qolqolah kubro harus lebih berkumandang dan lebih
jelas dari qolqolah shugro. Bahkan, pengucapan qolqolah kubro harus lebih kuat lagi
ketika huruf qolqolah kubro yang di-waqof-kan tersebut dalam keadaan ber-tasydid.
Untuk qolqolah shugro, pada waktu mengucapkan huruf qof dan tho’, pantulannya
mendekati bunyi “o” karena kedua huruf ini tersifati olehsifat isti’la, sedang untuk
huruf yang lain, akan terdengar mendekatibunyi “e” dalam kata “kera” dalam bahasa
Indonesia. Bahkan bunyi ini cenderung berubah-ubah tergantung pada harakat huruf
sebelum dan sesudahnya. Untuk memperkaya pemahaman Saudara seputar variasi
bunyi pantulan dalam qolqolah, dapat dilihat dalam beberapa buku Pelajaran Tajwid.

d) Perbedaan Qolqolah Sughro dan Qolqolah Kubro

Selain karena faktor sukun asli atau aridli dan di tengah atau diakhir, ada segi
perbedaan yang lain, yaitu: Qolqolah yang terjadi di tengah kalimat disebut shugro,
karena proses qolqolah-nya berlangsung kurang sempurna. Lisan secara serentak
berpindah ke makhroj yang lain untuk mengucapkan huruf selanjutnya. Sedang
qolqolah yang terjadi di akhir kalimat disebut kubro, karena proses qolqolah-nya
berlangsung sempurna. Lisan tidak segera berpindah ke makhroj lain, karena bacaan
berhenti padahuruf qolqolah tersebut. Qolqolah yang bersukun asli disebut shugro,
karena terjadi melalui satu proses saja, yakni proses qolqolah tanpa iskan (penyukunan
huruf qolqolah). Sedangkan qolqolah yang bersukun aridli disebut kubro karena
terjadi melalui dua proses, yaitu: qolqolah dan iskan.

e) Pembagian Lain Huruf Qolqolah

Selain pembagian qolqolah di atas (shugro dan kubro), ada pembagian lain, yaitu:

 Ditinjau berdasarkan kekuatan dan kejelasan suara pantulan dari huruf qolqolah,
huruf-huruf tersebut dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok:
1) A’la (paling tinggi), maksudnya paling kuat dan paling jelas suara pantulannya.
Hurufnya adalah tho’ ( ‫) ط‬.
2) Ausath (sedang). Maksudnya suara pantulannya bersifat sedang atau pertengahan.
Hurufnya adalah Jim ( ‫) ج‬.
3) Adna (paling rendah). Maksudnya paling rendah suara pantulannya dibandingkan
a’la atau ausath. Huruf-hurufnya antara lain: qof ( ‫) ق‬, ba ( ‫) ب‬, dan dal ( ‫) د‬.
 Ditinjau berdasarkan kondisi yang menyertai huruf-huruf qolqolah, dikaitkan dengan
kekuatan dan kejelasan suara pantulan yang dihasilkan dari kondisi tersebut, dapat
dibagi menjadi tiga kondisi antara lain:
1) Shogir (kecil), yakni bila huruf qolqolah dalam keadaan mati ditengah kalimat dan

bacaanpun di-washal-kan. Contoh: ُ‫ْلَبق‬


2) Kabir (besar), yaitu apabila huruf qolqolah dimatikan di akhir kalimat dan

bacaanpun di-waqof-kan. Contoh:ٌ ‫اَبَذ ع‬


3) Akbar (paling besar), yaitu apabila huruf qolqolah dalam keadaan ber-tasydid di
akhir bacaan yang di-waqof-kan.

3. Pengertian Waqof
 Menurut beberapa pendapat :
 Sahabat Ali bin Abi Thalib r.a. pernah mengatakan bahwa membaca Al-Quran
dengan tartil maksudnya adalah membaguskan pengucapan huruf dan mengerti
tempat-tempat waqof. Ahli tajwid juga sepakat menghentikan suatu bacaan waqof
merupakan satu hal yang mutlak diketahui oleh Qori’ (orang yang membaca Al-
Quran), bahkan ada yang berpendapat bahwa seorang guru belum diperkenankan
memberi ijasah bacaan kepada muridnya, sebelum murid mengerti betul masalah
waqof.
 Syekh Abu Hatim mengatakan bahwa orang yang belum mengenal Waqof, berarti
ia belum mengenal (memahami) Al-Quran.
 Syeikh al-Islam Zakariya memberikan ilustrasi yang cukup bagus, beliau
mengatakan bahwa pembaca Al-Quran itu seperti seorang musafir. Qori yang baik
akan berhenti di tempat yang baik sesuai dengan kekuatan nafasnya. Bila nafasnya
tidak memungkinkan untuk meneruskan suatu bacaan, tentu dia akan memilih
berhenti pada tempat yang baik.
 Syeikh al-Ghazali pernah mengatakan: ”Waqof adalah pemanis bacaan, perhiasan
Qori, penyempurna Qori, pemaham (kepada) pendengar, kebanggaan orang
berilmu. Dengan waqof dapat diketahui makna yang berbeda, ketepatan yang
berlainan, dan antara dua hukum yang berbeda.
Dari beberapa pendapat di atas, jelaslah bahwa waqof sangat penting, karena
seorang pembaca Al-Quran tidak mungkin menyelesaikan satu surah atau satu kisah
dalam satu nafas, sedangkan mengambil nafas dalam bacaan itu dilarang. Maka cara yang
terbaik adalah dengan berhenti pada tempat yang baik dan disukai.

Menurut bahasa, waqof adalah al-Habsu, artinya menahan. Sedang menurut istilah,
waqof adalah:

“Memutuskan suara pada suatu kalimat dalam waktu tertentu, tidak begitu lama,
kemudian mengambil nafas satu kali dengan niat untuk memulai kembali bacaan Al-
Quran”.

Waqof menurut etimologi berarti berhenti/menahan. Menurut istilah tajwid berarti


memutuskan suara di akhir kata untuk bernafas sejenak dengan niat meneruskan bacaan
selanjutnya. Dari definisi tersebut, jelaslah bahwa setiap kali bacaan dihentikan dan
menarik nafas, baik di akhir ayat maupun ditengah kalimat, dinamakan waqof, selama
terkandung maksud yang meneruskan bacaan.

 Dasar Hukum Waqof


Sebagai dasar hukum dari waqof adalah Al-Quran dan Hadis, antara
lain:

“Dan bacalah Al-Quran itu dengan tartil”.

“Dari ummu Salamah, ia berkata: Rasulullah saw memutuskan bacaannya satu ayat
demi satu ayat, seperti Bismillahirrahmanirrahim, Alhamdulillahirabbil ’alamiin –
Arrahmanirrahim – dan seterus {HR. Abu Daud}
“Diriwayatkan bahwa dua orang laki-laki pernah menghadap Rasulullah saw salah
seorang diantaranya mengucapkan kesaksian dan berkata: Siapa yang taat kepada
Allah dan Rasul-Nya sungguh ia telah mendapat petunjuk, dan siapa yang ingkar
kepada keduanya, kemudian ia berhenti. Rasulullah saw kemudian berkata: berdirilah,
engkau pembicara yang jelek, ucapkan: siapa yang ingkar kepada keduanya, sungguh
ia sia-siadan celaka”.

Hadis pertama menunjukan bahwa Rasulullah saw berhenti pada setiap akhir
ayat. Sedangkan dalam Hadis kedua, Rasulullah saw marah kepada orang yang
berhenti bicara pada kata yang tidak sempurna. Berhenti pada kata yang tidak tepat,
bukan hanya megakibatkan orang tidak mengerti dengan maksud ayat yang dibaca,
tetapi juga dapat mengakibatkan rusaknya makna (arti) yang dikehendaki oleh ayat
tersebut. Pengertian yang berubah akan merusak kalamullah dan menghilangkan
keagungan dan kesuciannya. Meningat pentingnya pembahasan waqof ini, para ahli
tajwid menjadikan bab ini sebagai bahasan tersendiri. Syeikh al-Asmuni menulis
secara khusus masalah waqof ini dalam kitabnya yang berjudul: AlMunarul Huda Fi
Bayani Waqfi Wal Ibtida’.

4. Pembagian Waqof

waqaf ketika membaca Al-Quran dapat dibagi menjadi empat macam. Berikut
penjelasannya:

a) waqaf idtirari (terpaksa)


adalah bacaan waqaf yang dilakukan oleh qari karena terpaksa tanpa keinginannya,
seperti kehabisan nafas, bersin, batuk, lupa dan lain sebagainya. Qari boleh berhenti
pada bacaan manapun namun wajib memulai lagi dari bacaan dimana ia berhenti, jika
memulai disitu dibenarkan (tidak merusak makna kalimat).

Misalnya dalam Q.S al-Baqarah [2]: 5


‫ٰۤل‬ ‫ٰۤل‬
‫ُاو ِٕىَك َع ٰل ى ُهًد ى ِّم ْن َّرِّبِهْم ۙ َو ُاو ِٕىَك ُهُم اْلُم ْفِلُحْو َن‬
Merekalah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang
yang beruntung. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 5)

Ketika qari berhenti pada kata “‫”ُهًدى‬ maka memulainya dari kata “‫”َع َلى ُهًدى‬
karena jika memulainya dari kata “‫ ”ُهًدى‬atau kata setelahnya maka dapat merusak
makna

b) waqaf intidzari (menunggu)


adalah bacaan waqaf yang dilakukan ketika seorang qari mengumpulkan beberapa
qiraat yang berbeda riwayat dalam satu kalimat. Hal tersebut bertujuan untuk
melancarkan qira’at-qira’at yang lain. Namun, qari harus memilih satu qira’at saja
ketika hendak melanjutkan bacaannya.

Misalnya dalam Q.S Ali Imran[3]: 80

‫ٰۤل‬
‫َو اَل َيْأُمَر ُك ْم َاْن َتَّتِخ ُذ وا اْلَم ِٕىَكَة َو الَّنِبّٖي َن َاْر َباًباۗ َاَيْأُم ُر ُك ْم ِباْلُك ْفِر َبْع َد ِاْذ َاْنُتْم ُّم ْس ِلُم ْو َن‬
dan tidak (mungkin pula baginya) menyuruh kamu menjadikan para malaikat dan para
nabi sebagai Tuhan. Apakah (patut) dia menyuruh kamu menjadi kafir setelah kamu
menjadi Muslim? (Q.S. Ali Imran [3]: 80)

Ketika qari berhenti pada kata ‫َيْأُمَر ُك ْم‬ kemudian mengulanginya lagi karena selain

dengan memfathahkan huruf ra, kata ‫ َي ْأُمَر ُك ْم‬dapat juga dibaca dengan

mendhamahkan huruf ra menjadi ‫ َيْأُم ُر ُك ْم‬maka waqaf seperti ini diperbolehkan dalam
proses belajar bagi orang-orang yang mengkaji qira’at.

c) waqaf ikhtibari (memberi kabar/keterangan)


adalah bacaan waqaf yang dilakukan oleh qari dengan bertujuan untuk menguji,
memperbaiki bacaan, dan mengajarkan tentang tata cara waqaf dalam suatu kalimat.

Misalnya dalam Q.S al-Maidah[5]: 27


‫َو اْتُل َع َلْيِهْم َنَبَا اْبَنْي ٰا َد َم ِباْلَح ِّۘق ِاْذ َقَّر َبا ُقْر َباًنا َفُتُقِّبَل ِم ْن َاَح ِدِهَم ا َو َلْم ُيَتَقَّبْل ِم َن‬
‫اٰاْل َخ ِۗر َقاَل َاَلْقُتَلَّنَك ۗ َقاَل ِاَّنَم ا َيَتَقَّبُل ُهّٰللا ِم َن اْلُم َّتِقْي‬

Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua
putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah
seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima.
Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti membunuhmu!” Dia (Habil) berkata,
“Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.” (Q.S. Al-
Maidah [5]: 27)

Qari berhenti pada kata ‫اْبَنْي‬ yang sebenarnya tidak diperbolehkan, kecuali untuk
kepentingan pengajaran. Jika terpaksa harus waqaf maka seharusnya dibaca dengan

tambahan ‫ن‬ pada ujung lafadznya menjadi ‫اْبَنْيْن‬. Namun jika dibaca bersambung
dengan kata sesudahnya maka membacanya sebagaimana yang tertulis dalam mushaf.

d) waqaf ikhtiyari (memilih)


adalah bacaan waqaf yang dilakukan oleh qari karena pilihan dan kehendaknya
sendiri tanpa disebabkan oleh sebab-sebab sebelumnya, seperti karena alasan idtirari
(terpaksa), intidzari (menunggu), maupun ikhtibari (member kabar/keterangan).
Menurut Ad-Dani dan M. Basori Alwi, waqaf ikhtiyari dapat dibagi lagi
menjadi empat macam, yaitu waqaf tamm, waqaf kafi, waqaf hasan dan waqaf qabih.
Berikut penjelasannya :
 waqaf tamm (sempurna)
adalah berhenti pada perkataan yang sempurna susunan kalimatnya, baik
lafadz maupun maknanya tidak berkaitan dengan kalimat sesudahnya. Adapun
tanda waqaf yang dapat dijadikan sebagai pedoman waqaf tamm adalah tanda
waqaf lazim (‫)م‬, tanda waqaf mutlaq (‫)ط‬, dan tanda waqaf al-waqfu aula (‫)قلى‬.
Pada umumnya terdapat di akhir ayat, misalnya pada Q.S al-Fatihah [1]: 4,
terkadang sebelum akhir ayat, misalnya pada Q.S an-Naml [27]: 34, terkadang
di pertengahan ayat, misalnya pada Q.S al-Furqan[25]: 29, dan terkadang di
akhir ayat tambah sedikit seperti pada Q.S ash-Shaffat [37]: 137-138.
 waqaf kafi (cukup)
adalah berhenti pada perkataan yang sempurna kalimatnya, tetapi masih
berkaitan makna dengan kalimat sesudahnya, tidak berkaitan lafadznya.
Adapun tanda waqaf yang dapat dijadikan sebagai pedoman waqaf kafi adalah
tanda waqaf jaiz (‫)ج‬.

Misalnya pada kata ‫ ال ُيْؤ ِم ُنوَن‬dalam Q.S al-Baqarah [2]: 6-7 mempunyai arti
mereka tidak akan beriman, kemudian pada kata sesudahnya yaitu ‫َخَتَم ُهَّللا‬
mempunyai arti Allah telah mengunci. Kedua ayat tersebut masih berkaitan
maknanya yaitu penyebab mereka tidak akan beriman adalah karena hati,
pendengaran, dan penglihatan mereka sudah dikunci oleh Allah.
 waqaf hasan (baik)
adalah berhenti pada perkataan yang sempurna susunan kalimatnya, tetapi
masih berkaitan makna dan lafadznya dengan kalimat sesudahnya. Adapun
tanda waqaf yang dapat dijadikan sebagai pedoman waqaf hasan adalah tanda
waqaf al-washlu aula (‫ )صلى‬dan waqaf murakhas (‫)ص‬.
Misalnya dalam Q.S al-Fatihah[1]: 2-3, qari berhenti pada kata ‫َر ِّب اْلَع اَلِم يَن‬
kemudian memulai pada kata ‫ ال••َّرْح َمِن ال••َّر ِح يِم‬karena kata sesudahnya masih
berkaitan dengan sifatnya Allah.
 waqaf qabih (buruk)
adalah berhenti pada perkataan yang tidak sempurna susunan kalimatnya,
karena berkaitan dengan lafadz dan makna perkataan atau kalimat sesudahnya.
Adapun tanda waqaf yang dapat dijadikan sebagai pedoman waqaf qabih
adalah tanda waqaf adamul waqf (‫)ال‬.
Misalnya dalam Q.S al-Fatihah [1]: 2, qari berhenti pada kata ‫ اْلَحْم ُد‬dari kata
‫اْلَحْم ُد ِهَّلِل‬. Kedua kata tersebut merupakan susunan mubtada dan khobar.
Karenanya, qari tidak boleh berhenti dengan sengaja pada waqaf ini, kecuali
karena darurat, seperti kehabisan nafas, bersin dan sebagainya. Demikian juga
tidak boleh ibtida’ pada kata sesudah waqaf ini.

Pada akhirnya, pembagian waqaf antara satu dengan yang lainnya dapat
dikatakan sama sekaligus berbeda. Persamaannya terletak pada tujuan waqaf yaitu
untuk menjaga keselamatan makna suatu ayat, sedangkan perbedaannya terletak pada
kesempurnaan waqaf dari segi bahasa dan tafsirnya.
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Qalqalah berarti goyangan istilah(terminologis)qalqalah adalah pantulan.
 Secara umum qalqalah terbagi menjadi dua yakni:
o qalqalah shughra
o qalqalah kubra
 Waqaf adalah memutuskan pembacaan suatu kata dari setelahnya sesaat sambil
menarik nafas yang kemudian melanjutkan bacaannya kembali. 4.Sebab terjadinya
waqaf pada umumnya terbagi menjadi empat macam yaitu:
 waqaf idhtirary
 waqaf intizhary
 waqaf ikhtibari
 waqaf ikhtiary
B. Saran

Saran yang mampu diberikan penulis yaitu hendaknya setiap hukum- hukum
bacaan pada Alqur'an ditaati sesuai dengan ketentuan atau hukum ilmu tajwid. Sehingga
makna ada arti yang terkandung di dalam Al-Qur'an sesuai dengan wahyu yang telah
Allah turunkan kepada baginda Rasulullah SAW Demikian makalah ini penulis buat, jika
terdapat kesalahan dalam penulis maupun penyampaiannya penulis mengharapkan
kritikan dan saran dari pembaca. Atas kritikan dan saran dari pembaca penulis ucapkan
terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

https://tafsiralquran.id/mengenal-empat-waqaf-dalam-membaca-al-quran/

203/Al%20Quran%20Hadits/qurdis%20mi.pdf

Anda mungkin juga menyukai