Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

MENGENAL ASAL-USUL MANUSIA

Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu : Mulyadi Erman, M.Pd.

Disusun oleh :

KELOMPOK 1

Akmal Af Gani 23121045

Filia Ayuningsi 23123009

Isna Nur Annisak 23123002

Luthfiah Juniar Kharisma 210100411

Nica Purnama Wenesia 23123016

Syaima Assyadiah 23123022

FAKULTAS EKONOMI DAN PSIKOLOGI

UNIVERSITAS CENDEKIA MITRA INDONESIA


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………..i

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………………………………....1


1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………………….1
1.3 Tujuan ………………………………………………………………………………...1
1.4 Manfaat ……………………………………………………………………………….2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Apa dan Siapa Manusia ………………………………………………………………3


2.2 Tujuan Manusia Diciptakan ………………………………………………………..3-6
2.3 Paradigma Hidup Manusia sebagai Makhluk Ciptaan Tuhan …………………...…6-7

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN ………………………………………………………………………….8

i
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam suasana kemajuan sains dan teknologi dewasa ini, masalah hakikat manusia dan
kemanusiaan menjadi semakin aktual untuk dikaji. Urgensi kajian ini lebih terasa lagi setelah
disadari bahwa pengetahuan kita sendiri tentang hakikat manusia masih sangat terbatas.
Keterbatasan pengetahuan tersebut, disebabkan multi kompleksnya permasalahan manusia.

Selain itu, manusia adalah satu-satunya makhluk ciptaan Allah yang dihembuskan roh
ciptaan Allah ke dalam dirinya. Persoalan roh adalah urusan Tuhan, sementara manusia
hanya diberikan sedikit pengetahuan tentang hal itu. Kita hanya mengetahui yang bersifat
lahiriyah saja, tidak menjangkau hal-hal yang berisifat immaterial dan dimensi spiritual dari
manusia.

Pertanyaan kita siapa manusia itu? Dan untuk apa manusia diciptakan? Para ahli dari
berbagai disiplin ilmu pengetahuan telah mengemukakan jawaban yang bervariasi tentang
manusia. Pandangan ahli Ilmu mantiq (logika) menyatakan bahwa manusia adalah hewan
yang berfikir, ahli antropologi budaya mengatakan bahwa manusia adalah makhluk budaya
(homo sapiens).

Sementara sosiolog berpendapat manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon), kaum
agamawan mengatakan manusia adalah makhluk yang senantiasa bergantung kepada
kekuatan “supranatural” yang ada di luar dirinya, dan kaum komunis berpandangan bahwa
manusia adalah makhluk biologis dan ekonomis.

Menurut golongan yang terakhir ini, manusia sebagai makhluk biologis, yang diutamakan
adalah unsur materi. Karena itu Tuhan yang bersifat immaterial (transenden) ditolak
eksistensinya dan agama adalah candu masyarakat. Adapun manusia sebagai makhluk
ekonomis (homo economicus), maka faktor kerja dan produksilah yang merupakan hakikat
manusia.

Pandangan yang dikemukakan di atas, hanya memberikan gambaran sebagian dari potensi
dan kemampuan yang dimiliki manusia, dan belum memberikan gambaran secara utuh siapa
sesungguhnya yang dimaksud manusia. Al-Qur‟an berbicara tentang manusia dimulai dari
surat Al-„Alaq, surah yang pertama kali yang diturunkan Allah SWT.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa dan siapakah manusia dalam pandangan islam?
2. Apa tujuan dari Allah menciptakan manusia?
3. Apa paradigma hidup manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa dan siapa manusia dalam pandangan islam

1
2. Untuk mengetahui apa tujuan dari Allah menciptakan manusia
3. Untuk mengetahui apa gambaran paradigm hidup manusia sebagai makhluk ciptaan
Tuhan.

1.4 Manfaat
 Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis
untuk menjelaskan tentang siapa itu manusia dalam pandangan islam.
 Hasil makalah ini juga diharapkan dapat memberikan pengalaman, menjadi rujukan
informasi bagi pembaca lain hingga memberikan referensi baru tentang siapa itu
manusia dalam pandangan islam.

2
PEMBAHASAN

2.1 Apa dan Siapa Manusia

Manusia, pada hakikatnya sebagai salah satu makhluk ciptaan Allah SWT, menurut kisah yang
diterangkan dalam sumber utama ajaran Islam yaitu Al-Quran, bahwa Allah menciptakan
manusia berikut dengan tugas-tugas mulia yang diembanya. Islam menjelaskan bahwa Allah
SWT menciptakan manusia berasal dari tanah, kemudian menjadi nutfah, alaqah, dan mudgah
sehingga akhirnya menjadi makhluk Allah SWT yang paling sempurna dan memiliki berbagai
kemampuan. Allah SWT sudah menciptakan manusia ahsanu taqwim, yaitu sebaik-baik cipta
dan menundukkan alam beserta isinya bagi manusia agar manusia dapat memelihara dan
mengelola serta melestarikan kelangsungan hidup di alam semesta ini.

Al-Quran tidak memaparkan secara rinci asal-usul manusia tercipta. Al-Quran hanya
menerangkan tentang prinsipnya saja. Terdapat Ayat-ayat al-Quran mengenai penciptaan
Manusia terdapat pada beberapa surat surat Nuh: 17, surat Ash-Shaffat ayat 11, surat
AlMukminuun 12-13, surat Ar-Rum ayat : 20, Ali Imran ayat: 59, surat As-Sajdah: 7-9, surat Al-
Hijr ayat: 28, dan Al-Hajj ayat: 5.(Depag, 2003) Al-Quran menjelaskan bahwa manusia
diciptakan dari tanah dengan bermacammacam istilah, seperti : Turaab, Thieen, Shal-shal, dan
Sulalah. Dapat diartikan sesungguhnya Allah menciptakan jasad manusia dari berbagai macam
unsur kimiawi yang ada pada tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses berikutnya tidak
terdapat dalam Al-Quran secara rinci. Ayat-ayat Quran yang menyebutkan manusia diciptakan
dari tanah, pada umumnya hanya dipahami secara lahiriah saja. Menimbulkan pendapat
sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah SWT berasal dari tanah, karena Allah maha kuasa,
segala sesuatu pasti dapat terjadi.

Dengan dimensi material (tanah), manusia dipengaruhi oleh kekuatan alam seperti makhluk-
makhluk lain, sehingga ia butuh makan, minum, hubungan seksual, dan sebagainya. Dimensi ini
mengantar manusia ke alam kehidupan yang kurang bermakna, cenderung menjadi makhluk
yang amat aniaya, ingkar nikmat, banyak membangkang, tidak sabar, dan bersifat keluh-kesah.

Sebaliknya, dengan dimensi spiritual (roh), manusia diantar untuk cenderung kepada keindahan,
kebenaran, pengorbanan, kesetiaan, penghambaan kepada Allah, dan sebagainya. Dimensi ini
membawa manusia kepada suatu realitas mengaktualkan posisinya sebagai „abid (hamba) dan
khalifah menuju kepada Yang Maha Sempurna. Dengan memenuhi kebutuhan hidup manusia
berdasarkan pada kedua dimensi tersebut sesuai dengan petunjuk Ilahi, maka manusia akan
menemukan hakikat kemanusiaannya.

2.2 Tujuan Penciptaan Manusia

Al-Ibadah

Ungkapan kata al-Ibadah beserta musytaq-nya dalam al-Quran terulang sebanyak 275 kali (M.
Fuad Abdul Baqiy, t.th.:560-565). Namun demikian disini hanya akan dipaparkan beberapa
ayat yang paling relevan dengan pokok kajian, yaitu:

3
1. QS Al-Baqarah ayat 21:

“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa” (QS Al-Baqarah:21)

2. QS Al-Dzariyat ayat 56:

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”
(QS Al- Dzariyat: 56)

Ayat 21 dari surat al-Baqarah merupakan ajakan untuk menghambakan diri hanya kepada Allah
SWT. Ayat-ayat sebelumnya menggambarkan beberapa kelompok manusia, yaitu kelompok
orang-orang kafir yang menolak hidayah dan kelompok orang-orang munafik yang masih dalam
keadaan ragu-ragu. Lalu pada ayat ini manusia diajak untuk memeluk agama tauhid, yaitu
dengan menghambakan diri pada Allah SWT, Tuhan satu-satunya, tunduk serta mengikhlaskan
diri pada-Nya. Kemudian mereka diingatkan bahwa Allah-lah Tuhan yang telah mencipta,
mengatur urusan dengan sunnah-Nya serta menganugerahi mereka hidayah dan jalan untuk
bertaqarrub. Maka dari itu tidak ada yang layak dan pantas untuk disembah selain Dia, sebab
mensyarikatkan-Nya hanya akan mendatangkan azab dan kehancuran. Lalu dijelaskan bahwa
penghambaan diri kepada-Nya serta sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan, dapat
menghantarkan mereka kepada taqwa, yaitu suatu derajat dimana seseorang dapat merasakan
kehadiran Tuhan dalam diri serta memiliki kesadaran ketuhanan yang matang (Al-Maraghiy, t.th.
juz I: 63).

Kemudian pada ayat 56 surat al- Dzariyat dijelaskan bahwa tujuan hakiki dari penciptaan jin dan
manusia adalah dalam rangka berubudiyah kepada-Nya. Pada ayat sebelumnya diungkapkan
bagaimana pengingkaran orang-orang Quraisy terhadap kerasulan Muhammad bahwa mereka
menuding bahwa Muhammad adalah tukang sihir dan sebagainya. Hal itu bukanlah sesuatu yang
baru, karena umat-umat sebelumnya juga berbuat serupa ketika menolak para nabi yang diutus.
Lalu Nabi Muhammad diajak untuk berpaling dari mereka serta hendaklah ia senantiasa berzikir,
sebab itulah yang dapat mendatangkan manfaat bagi kaum beriman.

Al – Khilafah

Lafaz al-khalifah dan yang semakna dengannya (al-khalifah, alkhalaif dan alkhulafa) terulang
dalam al- Quran sebanyak 9 kali, yaitu dalam al- Quran Surat al-Baqarah ayat 30, surat al-
An‟am ayat 165, surat al-A‟raf ayat 69 dan 74, surat Yunus ayat 14 dan 73,surat al-Namal ayat
62, surat Fathir ayat 39 dan surat Shad ayat 26. (M.Fuad Abdul Baqiy, t.th.: 305). Dalam hal ini
akan dikemukakan beberapa ayat yaitu:
1. Q.S Al-Baqarah ayat 30

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan

4
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui."

2. Q.S Al-An‟am ayat 165

“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa
yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan
Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Ayat 30 dari surat al-Baqarah adalah informasi bagi para malaikat bahwa Allah menciptakan
khalifah (Adam dan keturunannya) di muka bumi. Ayat ini dan ayat-ayat sebelumnya
mengungkapkan betapa banyaknya nikmat yang dianugerahkan kepada manusia beriman,
dimana mereka berpaling serta menghindarkan diri dari kemaksiatan dan kekafiran sekaligus
mengajak manusia lainnya menuju keimanan dan ketaqwaan. Adapun ayat-ayat sesudahnya
mengungkapkan bagaimana pertumbuhan manusia dalam bentuk dialog dan diskusi,
dimana semua itu menggambarkan rahasia dan hikmah yang agung.

Khalifah adalah pengganti Allah yang mengatur urusan-Nya di tengahtengah kehidupan


manusia. Di samping itu khalifah juga dapat dipahami sebagai “suatu regenerasi yang silih
berganti dimana mereka bertugas untuk memakmurkan dan mensejahterakan bumi”
(Hasan al-Himshi, t.th: 6). Dengan demikian khalifah adalah hamba Allah yang ditugaskan untuk
menjaga kemaslahatan dan kesejahteraan dunia.

Adanya “protes” Malaikat kepada Tuhan tentang pengukuhan Adam sebagai khalifah adalah
sebuah isyarat dan gambaran bahwa Adam dan keturunannya memiliki keistimewaan yang khas.
Namun satu hal yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa diantara keturunan adam terdapat
segolongan umat yang lari dari fitrahnya, dimana mereka menyalahi kemaslahatan dan
kebijaksanaan serta berbuat kerusakan dan onar dimuka bumi. Namun demikian, Allah akan
mengirimkan ilham (wahyu) agar mereka tunduk dan berserah kepada-Nya. Sehingga dengan
ikhtiar-nya, mereka mampu mengendalikan dan meminimalisir kecendrungan negatif untuk
berbuat kerusakan. Semua itu mengandung hikmah yang sangat tinggi tentang keagungan
dan kemahakuasan Sang Khaliq.

Al-Amanah

Ungkapan kata al-amanah terulang dalam al-Quran sebanyak 6 kali yang juga terdapat dalam
enam ayat. Kata tersebut dalam bentuk mufrad (tunggal/ singular) terulang sebanyak dua kali,
sedangkan dalam bentuk jamak/ plural terulang sebanyak empat kali. Ayat-ayat tersebut terdapat
dalam Al-Quran surat al-Baqarah ayat 283, surat al-Nisa‟ayat 58, surat al-Anfal ayat 27, surat al-
Mukminun ayat 8, surat al-Ahzab ayat 72 dan surat al-Ma‟arij ayat 32. Dalam tulisan ini akan
dikemukakan QS al-Ahzab ayat 72 mengingat bahwa ayat ini sangat terkait erat dengan pokok
permasalahan, khususnya tentang tugas yang diemban oleh manusia. Ayat tersebut ialah:

5
“Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung,
Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya,
dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat
bodoh”

Dua ayat sebelumnya mengutarakan perintah Allah SWT kepada kaum beriman agar senantiasa
bertaqwa kepada Allah SWT serta juga senantiasa mengungkapkan perkataan yang benar
(qaulan sadidan). Dengan mematuhi kedua hal tersebut, Allah akan mengarahkan kaum beriman
pada amal shaleh, mengampuni dosa serta menjauhkannya dari azab. Selanjutnya Allah jelaskan
bahwa siapa saja yang mentaati Dia dan Rasul-Nya, maka kelak mereka akan memperoleh
balasan yang agung serta kemuliaan di hari akhir. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa dalam
kedua ayat ini terdapat dua buah perintah Allah SWT, yaitu berkata benar dan senantiasa berbuat
kebaikan. Dengan melakukan kedua hal ini berarti mereka telah bertaqwa kepada-Nya sekaligus
menjauhi iqab-Nya. Kemudian Allah memotivasi dan memberikan kabar gembira bagi kaum
beriman dengan menjanjikan dua hal, pertama, Allah akan memuliakan amalan mereka, sebab
taqwa dengan sendirinya akan memperindah amalan seseorang, sedangkan amalan akan
mengangkat kedudukan pelakunya ke tempat yang lebih tinggi, dimana disana mereka akan
memperoleh kesenangan dan kebahagian yang abadi. Kedua, Allah SWT menjanjikan mereka
berupa ampunan. Di samping itu, Allah juga akan menutup aibnya serta juga terbebas dari azab
yang maha dahsyat.( Al-Maraghiy,t.th. juz VIII: 45).

Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa sesungguhnya Dia tidaklah menciptakan langit dan bumi
dimana keduanya memiliki fisik yang besar serta kekuatan terpendam untuk mampu mengemban
beban taklif, yaitu berupa perintah, larangan serta kearifan dalam menjaga kemaslahatan agama
dan dunia. Kenyataan adalah bahwasanya Allah SWT memberikan beban itu semua kepada
manusia, yaitu untuk menerima dan menjalankannya plus dengan segala kekurangan yang ia
miliki. Di samping itu, manusia juga sering dikalahkan oleh hasutan yang senantiasa membawa
pada nafsu amarah, sehingga manusia sering berbuat zalim sesamanya. Selanjutnya manusia juga
sering ditunggangi oleh nafsu syahwat serta kecendrungan untuk lepas tangan dari tanggung
jawab, sehingga mendatangkan akibat fatal dan kerusakan dari semua apa yang mereka lakukan.
Maka dari itu Allah SWT membebankan taklif kepada manusia agar ia mampu mematahkan
semua bentuk kekerasan (kekejaman), meminimalisir pengaruhnya serta membendung hawa
nafsu agar manusia terhindar dari perbuatan dan kejadian yang membawa kehancuran (Al-
Maraghiy, t.th. juz VIII: 45).

Selain pendapat di atas, ada juga yang memahami bahwa yang dimaksud dengan ‫ األمانة‬dalam
ayat tersebut adalah ‫ الطاعة‬, sebab ketaatan itu harus ada sebagaimana halnya dengan al-amanah
dimana ia harus ditunaikan dan dibayarkan.

2.3 Paradigma Hidup Manusia sebagai Makhluk Ciptaan Tuhan


Manusia hidup di dunia mengemban tugas sebagai hamba. Ada misi yang perlu direalisasikan.
Tanggung jawab yang harus diemban. Amanah hidup yang senantiasa dijaga.
Sebagai bentuk tanggung jawab karena sudah diberikan kehidupan, manusia harus mengabdikan
6
dirinya kepada Sang Pencipta. Allah SWT berfirman: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (QS az-Zariyat: 56).
Kehadiran kita di dunia bukan kebetulan, tapi sudah kehendak Allah yang harus disyukuri.
Karena hidup adalah amanah, maka perlu diisi dengan sesuatu yang baik. Dunia ini fana.
Manusia cepat atau lambat akan meninggalkan kehidupan. Oleh karena itu, jangan sia-siakan
kehidupan saat ini.

Manusia diciptakan bukan untuk hidup sekehendaknya, bukan pula untuk makan, hura-hura, dan
mencari kebebasan tanpa batas. Tujuan hidup manusia adalah untuk mendapatkan ridha Allah
(mardhatillah), sebagaimana pernyataan Allah dalam firman-Nya: “Katakanlah: Sesungguhnya
sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada
sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan Aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” Katakanlah: “Apakah Aku akan mencari
Tuhan selain Allah, padahal dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang
membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang
berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan
akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.” (QS: Al-An‟am: 162-164).

Dalam mencari ridha Allah, manusia diwajibkan untuk menghambakan diri kepada-Nya dalam
segala aktivitas yang dilakukannya. Tugas suci inilah yang disebut ibadah dalam pengertian
umum dan sekaligus sebagai tujuan diciptakannya manusia. Sebagaimana Allah menjelaskan
dalam firmannya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku.” (QS: Adz-Dzariyat: 56).

Dalam mengemban tugas pengabdian, manusia diberi peran oleh Allah SWT sebagai khalifah di
muka bumi ini. Peran kekhalifahan ini dalam rangka memelihara, melestarikan dan
memakmurkan dalam jagad raya ini. Hakikat manusia menurut Al-Qur‟an adalah makhluk
ciptaan Allah yang memiliki dua dimensi, yaitu dimensi meterial dan dimensi spiritual.

7
KESIMPULAN

Manusia, pada hakikatnya sebagai salah satu makhluk ciptaan Allah SWT, menurut kisah yang
diterangkan dalam sumber utama ajaran Islam yaitu Al-Quran, bahwa Allah menciptakan
manusia berikut dengan tugas-tugas mulia yang diembanya. Dan tujuan Allah menciptakan
manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya, menjadi khalifah dimuka bumi dan mengemban
amanah yang sudah Allah berikan kepadanya. Maka manusia harus memiliki paradigm atau
pandangan bahwa sesungguhnya ia adalah seorang hamba dari Tuhan semesta alam, maka sudah
sepatutnya ia menghambakan diri dan melakukan semuanya karena Allah semata.

8
DAFTAR PUSTAKA

Sada, H J. (2016) “Manusia dalam Perspektif Agama Islam”. Jurnal Pendidikan Islam. 7. 129-
142.

Mustofa, H. (2019) Manusia yang Diceritakan Al-Qur’an. Dibuka 1 November


https://sumsel.kemenag.go.id/opini/view/2032/manusia-yang-diceritakan-alqur%E2%80%99an
-
:~:text=Hakikat%20manusia%20menurut%20Al%2DQur,%2C%20hubungan%20seksual%2C%20d
an%20sebagainya

Abdillah. (2022) Menyadari Hakikat Hidup. Dibuka 5 November.


https://www.republika.id/posts/35520/menyadari-hakikat-hidup

Satriadi, I. ( 2009) Tujuan Penciptaan Manusia dan Nilai Edukasinya (Kajian Tafsir Tematis). 12
(1). 33 – 42.

Anda mungkin juga menyukai