Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM

SANITASI INDUSTRI DAN PENGOLAHAN LIMBAH


ACARA I
ANALISIS KUALITAS AIR

Disusun Oleh:
Mohammad Dhiyaul Ghaisan
H0920058

PROGRAM STUDI ILMU TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2023
ACARA I
ANALISIS KUALITAS AIR
A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum Sanitasi Industri dan Pengolahan Limbah
Limbah Acara I “Analisis Kualitas Air” adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mengetahui cara analisis sifat fisik air dengan pengukuran suhu
pada berbagai sampel air
2. Mahasiswa mengetahui cara analisis zat padat tersuspensi pada berbagai
sampel air
3. Mahasiswa mengetahui cara analisis sifat kimia air dengan menganalisis
kesadahan air pada berbagai sampel
B. TINJAUAN PUSTAKA
Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan
makhluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan ini tidak dapat digantikan
oleh senyawa lain. Penggunaan air yang utama dan sangat vital bagi kehidupan
adalah sebagai air minum (Andini, 2017). Air adalah suatu zat cair yang tidak
mempunyai rasa, bau dan warna dan terdiri dari hidrogen dan oksigen dengan
rumus kimia H2O. sampai saat in, air merupakan zat yang paling penting bagi
semua bentuk kehidupan (tumbuhan, hewan, dan manusia) selain matahari
yang merupakan sumber energi (Letterman, 1999). Air mempunyai titik beku
0°C pada tekanan 1atm, titik didih 100°C dan kerapatan 1,0 g/cm3 pada suhu
4°C (Effendi, 2003).
Menurut Rahmani (2015), dari berbagai sumber air bersih yang ada,
sekitar 70% digunakan untuk keperluan pertanian, 20% digunakan dalam
industri (termasuk industri makanan), dan hanya 10% tersisa untuk kebutuhan
air domestik (termasuk air minum). Menurunnya ketersediaan sumber air di
seluruh dunia telah mendorong pemerintah di berbagai negara untuk
memberikan prioritas pada kebutuhan air domestik di atas kebutuhan air
lainnya. Dampaknya, industri harus mencari solusi alternatif untuk mengatasi
keterbatasan sumber air ini. Selain itu, dengan populasi manusia yang terus
meningkat di dunia, permintaan akan makanan juga akan meningkat. Hal ini
menjadi tantangan bagi industri pangan. Dalam industri pangan, air digunakan
untuk berbagai kegiatan operasional seperti mencuci, memberi makan boiler,
dan pendinginan tidak langsung. Selain itu, air juga dicampurkan langsung ke
dalam bahan pangan.
Pengukuran kualitas air dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama
adalah pengukuran kualitas air dengan parameter fisika (suhu, padatan terlarut,
dan konduktivitas), kimia (suhu, O2 terlarut, CO2 bebas, pH, kesadahan,
kecerahan, alkalinitas), dan biologi yang meliputi perhitungan total
mikroorganisme dalam air (Sulistyorini et al., 2016) Kesadahan merupakan
suatu keadaan dengan kandungan kapur yang berlebihan dalam air. Kation-
kation ini dapat bereaksi dengan sabun membentuk endapan maupun dengan
anion-anion yang terdapat di dalam air membentuk endapan atau karat pada
peralatan logam. Kesadahan pada prinsipnya adalah air yang terkontaminasi
dengan unsur kation seperti Na, Ca,Mg (Astuti et al., 2016).
Total suspended solids (TSS) merupakan tempat berlangsungnya reaksi
heterogen yang berfungsi sebagai pembentuk endapan awal dan dapat
menghalangi kemampuan produksi zat organik suatu perairan. Nilai TSS yang
terlalu tinggi dapat menurunkan aktivitas fotosintesis tumbuhan laut sehingga
oksigen yang dilepaskan tumbuhan berkurang dan mengakibatkan ikan
menjadi mati. Konsentrasi TSS yang semakin bertambah dapat menurunkan
kualitas pesisir. Pada perairan yang mempunyai konsentrasi TSS tinggi
cenderung mengalami sedimentasi yang tinggi (Jiyah et al., 2017). Total
Disolved Solid (TDS) atau padatan terlarut total yang biasanya disebabkan oleh
bahan organik yang berupa ion–ion yang biasa ditemukan di perairan. Nilai
TDS perairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan dari tanah
dan pengaruh antropogenik berupa limbah domestik dan industri (Effendi,
2003).
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Buret
b. Corong
c. Desikator
d. Erlenmeyer
e. Gelas Beker 300 ml
f. Gelas ukur 100 ml
g. Oven
h. Penjepit stainless steel
i. Pipet Tetes
j. Pipet Volume
k. Propipet
l. Statif
m. Termometer
n. Timbangan Analitik
2. Bahan
a. Air Danau
b. Air Kemasan
c. Air PDAM
d. Air Selokan
e. Air Sumur
f. Aquades
g. Kertas Saring Whatman
h. Larutan Buffer pH 10
i. Larutan Indikator EBT
j. Larutan Na2EDTA
3. Cara kerja
a. Analisis Sifat Fisik Air
1) Pengukuran Suhu

Sampel Air PDAM/ Air Sumur/ Air


Danau/ Air selokan/Air Kemasan

Pencelupan Termometer dalam air

Pendiaman beberapa saat

Pembacaan suhu thermometer

Pencatatan Hasil

Gambar 1.1 Diagram Alir Pengukuran Suhu

2) Analisis Zat Padat Tersuspensi (TSS)


Kertas Saring

Pemasukkan ke dalam oven suhu 103-


105°C selama 1 jam

Pemasukkan kedalam desikator


selama 15 menit

Penimbangan (A gram)

Gambar 1.2 Diagram Alir Persiapan Kertas Saring


b. Analisis Sifat Kimia Air
1) Perlakuan Sampel

50 ml sampel Air PDAM/ Air Sumur/


Air Danau/ Air selokan/Air Kemasan

Penyaringan menggunakan kertas saring

Pengambilan filtrat dan kertas saring

Pemasukkan ke dalam oven suhu 103-105°C


selama 1 jam

Pemasukkan kedalam desikator selama 15 menit

Penimbangan (B gram)

Gambar 1.3 Diagram Alir Perlakuan Penyaringan


Sampel Perhitungan TSS
a. Pengukuran Kesadahan Air

25 ml sampel Air PDAM/ Air Sumur/


Air Danau/ Air selokan/Air Kemasan

Pemasukkan ke dalam Erlenmeyer

2,5 ml larutan Penambahan


Buffer Ph 10

2-3 tetes Penambahan


Indikator EBT

Penitrasian hingga warna berubah


Na2EDTA 0,1 merah anggur menjadi biru

Pencatatan volume titran

Gambar 1.4 Diagram Alir Penentuan Kesadahan Air


D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gürsoy (2016) memaparkan bahwa secara umum air berdasarkan
sumbernya dibagi menjadi 4 jenis, yaitu air hujan, air permukaan, air tanah dan
air laut. Air hujan adalah uap air yang sudah terkondensasi dan jatuh ke bumi
berbentuk cair. Sifat air hujan tergolong murni sebelum mencapai tanah
sehingga rendah mikroorganisme dengan sifat kimia pH sekitar 5 hingga 7
dan konsentrasi mineral serta logam berat rendah (Untari, dan Kusnadi, 2015).
Air permukaan adalah bagian dari air hujan yang tidak mengalami infiltrasi
(peresapan) atau air hujan yang mengalami peresapan dan muncul kembali ke
permukaan bumi. Air permukaan dapat dibagi menjadi beberapa sumber yaitu
limpasan, sungai, danau, dan rawa (Poedjiastoeti et al., 2017). Selanjutnya air
tanah merupakan air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan dibawah
permukaan tanah. Keberadaan air tanah dipengaruhi oleh letak geografis suatu
wilayah. Pada umumnya air tanah mengandung bahan mineral larut yang terdiri
dari kation (Ca2+, Mg2+, Mn2+, dan Fe3+) dan anion (SO-4, CO-3, HCO-3 dan
C1). Kadar ion-ion tersebut bervariasi, tergantung kepada sifat dan kondisi
tanah setempat, semakin dalam air tanah yang diambil semakin tinggi kadar
ion-ion tersebut (Gürsoy, 2016). Air tanah mengalami proses filtrasi secara
alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan tersebut, di dalam
perjalanannya ke bawah tanah membuat air tanah menjadi lebih baik dan lebih
murni dibandingkan dengan airpermukaan. Secara praktis air tanah adalah air
bebas polutan karena berada di bawah permukaan tanah. Tetapi tidak menutup
kemungkinan bahwa air tanah dapat tercemar oleh zat-zat yang mengganggu
kesehatan (Sutandi, 2012). Air laut adalah air yang berasal dari laut atau
samudera yang memiliki kadar garam rata-rata 3,5%, artinya dalam 1 liter air
laut terdapat 35 gram garam. Pada umumnya air laut relatif murni, sehingga
dapat berfungsi sebagai pelarut bagi zat kimia, baik yang berwujud padat, cair
maupun gas (Suasana, 2003).
Air dalam industri pangan menurut Winarno (1986) bisa dibagi menjadi
beberapa bagian, yaitu air proses, air umpan boiler, air pendingin (cooling
water), air sanitasi dan air limbah. Air proses merupakan air yang digunakan
sebagai pelarut, pencampur, pengencer, media pembawa pencuci dan lainnya.
Air proses berasal dari utilitas yang sudah dilakukan pre-reatment bebas mineral
pengotor dan pH netral. Selanjutnya, air umpan boiler adalah air yang
digunakan di mesin boiler. Air pendingin adalah air limbah yang berasal dari
aliran air yang digunakan untuk penghilangan panas dan tidak berkontak
langsung dengan bahan baku, produk antara dan produk akhir. Air pendingin
sistem mengontrol suhu dan tekanan dengan cara memindahkan panas dari
fluida proses ke air pendingin yang kemudian akan membawa panasnya. Air
sanitasi atau air bersih adalah air bermutu baik dan biasa dimanfaatkan oleh
manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas mereka sehari-hari
dan memenuhi persyaratan untuk pengairan sawah. Air sanitasi memiliki pH
netral dan tidak mengandung racun serta logam berbahaya. Air limbah
merupakan air sisa produksi dari suatuindustri. Air limbah mengandung TSS
atau komponen berbahaya bagi lingkungan dan organisme yang ada, sehingga
perlu dilakukan pengolah dahu sebelum dilakukan pembuangan (Winarno,
1986).
Air minum yang aman bagi manusia harus memenuhi persyaratan dan
ketentuan mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif yang dimuat dalam parameter
wajib dan parameter tambahan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan air yang
sesuai ketentuan maka diperlukan adanya pengujian terhadap sumber air yang
digunakan. Apabila sudah memenuhi standar maka air tersebut dapat langsung
digunakan dan apabila belum memenuhi standar maka perlu dilakukan adanya
pengolahan air (Istianah et al., 2015). Menurut Sulistyorini et al. (2016),
kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, salah satunya parameter
fisika yang meliputi suhu, kekeruhan, padatan terlarut, konduktivitas, dan
sebagainya serta parameter biologi yang meliputi uji keberadaan protozoa,
bakteri, dan sebagainya. Siburian et al. (2017) menambahkan bila dilihat dari
parameter kimia, uji yang dilakukan meliputi derajat keasaman (pH), nitrat
(NO3N), minyak dan lemak, logam berat terlarut, salinitas, biological oxygen
demand (BOD), dan kesadahan. Derajat keasaman (pH) menunjukkan
keseimbangan asam dan basa secara mutlak yang ditentukan oleh besarnya
konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam air. Derajat keasaman penting dalam
menentukan nilai guna perairan untuk kehidupan organisme. Nitrat diperlukan
dalam metabolisme protein sehingga biota air dapat hidup dengan baik. Logam
berat terlarut menunjukkan kandungan logam yang terdapat dalam air. Salinitas
merupakan kadar garam yang terlarut dalam satu liter air. BOD erupakan
jumlah oksigen yang tersedia dalam air yang dapat digunakan mikroorganisme
air untuk menguraikan bahan organik dan senyawa nitrogen. Oksigen terlarut
berperan bagi kehidupan biota air dan faktor pembatas bagi kehidupan biota
air. Kesadahan merupakan kandungan kimia relatif dalam air Kualitas air
dapat diketahui dengan melakukan pengujiantertentu terhadap air tersebut.
Pengujian yang biasa dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji
kenampakan. Persyaratan mutu air minum dalam kemasan menurut pemerintah
diatur dalam SNI 3553:2015. Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah
menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3553-2006, Air minum
dalam kemasan (AMDK) yang dirumuskan oleh Subkomite Teknis 67-04-S1.
SNI AMDK kemudian direvisi dan sekarang yang berlaku SNI 3553:2015
tentang Air Mineral. Standar mutu air minum yang digunakan pada industri
pangan dapat dilihat pada Tabel 1.1 dan standar mutu limbah cair sebelum
dilepas ke lingkungan dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.1 Persyaratan Mutu Air Minum dalam Kemasan
No Kriteria uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bau - tidak berbau
1.2 Rasa - normal
1.3 Warna Unit Pt-Co maks. 5
2 pH - 6,0 – 8,5 /
min 4,0*)
3 Kekeruhan NTU maks. 1,5
4 Zat yang terlarut mg/L maks. 500
5 Zat organik (angka KMnO4) mg/L maks. 1,0
6 Nitrat (sebagai NO3) mg/L maks. 44
7 Nitrit (sebagai NO2) mg/L maks. 0,1
8 Amonium (NH4) mg/L maks.0,15
9 Sulfat (SO4) mg/L maks. 200
-
10 Klorida (Cl ) mg/L maks. 250
11 Fluorida (F) mg/L maks. 1
12 Sianida (CN) mg/L maks. 0,05
13 Besi (Fe) mg/L maks. 0,1
14 Mangan (Mn) mg/L maks. 0,05
15 Klor bebas (Cl2) mg/L maks. 0,1
16 Kromium (Cr) mg/L maks. 0,05
17 Barium (Ba) mg/L maks. 0,7
18 Boron (B) mg/L maks. 2,4
19 Selenium (Se) mg/L maks. 0,01
20 Bromat mg/L maks. 0,01
21 Perak (Ag) mg/L maks. 0,025
22 Kadar karbon dioksida (CO2) bebas mg/L 3 000 - 5 890
23 Kadar oksigen (O2) terlarut awal**) mg/L min. 40,0
24 Kadar oksigen (O2) terlarut akhir***) mg/L min. 20,0
25 Cemaran logam:
25.1 Timbal (Pb) mg/L maks.0,005
25.2 Tembaga (Cu) mg/L maks. 0,5
25.3 Kadmium (Cd) mg/L maks. 0,003
25.4 Merkuri (Hg) mg/L maks. 0,001
26 Cemaran Arsen (As) mg/L maks.0,01
27 Cemaran mikroba:
27.1 Angka lempeng total awal**) koloni/mL maks. 1,0 x 102
27.2 Angka lempeng total akhir***) koloni/mL maks. 1,0 x 105
27.3 Coliform koloni/250 TTD
mL
27.4 Pseudomonas aeruginosa koloni/250 TTD
mL
CATATAN: *) Air karbonasi
**) Di Pabrik
***) Di Pasaran
TTD : Tidak Terdeteksi
Catatan kaki: No 20 diuji jika dilakukan desinfeksi dengan proses ozonisasiNo 21
diuji jika dilakukan desinfeksi dengan ion perak
No 22 diuji jika dilakukan penambahan CO2
No 23 dan 24 diuji jika dilakukan penambahan O2
Sumber: Badan Standardisasi Nasional (2015)
Menurut Agnes et al., (2005), menjelaskan bahwa air limbah merupakan
air sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair. Air limbah adalah
air yang keluar dan tidak terpakai lagi dari suatu aktivitas, baik industri, rumah
tangga, supermarket, hotel dan sebagainya. Parameter penilaian limbah organik
antara lain adalah padatan tersuspensi, alkalinitas, nitrogen organik, nilai fenol,
kadar logam, dan nilai BOD serta COD. BOD (Biological Oxigen Demand)
adalah kebutuhan oksigan biokimiawi bagi proses deoksigenasi limbah dan
COD (Chemical Oxygen Demand) lingkungan adalah kebutuhan oksigen
kimiawi bagi proses deoksigenasi limbah (Jenie dan Rahayu, 2004).
Tabel 1.2 Standar Mutu Limbah Cair
Golongan Baku Mutu Limbah
Parameter Satuan Cair
I II
Fisika
Temperatur °C 38 40
Zat padat terlarut mg/1 2000 4000
Zat padat tersuspensi mg/1 200 400
Kimia
pH 6,0 – 90
Besi terlarut (Fe) mg/1 5 10
Mangan terlarut (Mn) mg/1 2 5
Barium (Ba) mg/1 2 3
Tembaga (Cu) mg/1 2 3
Seng (Zn) mg/1 5 10
Krom heksavalen (Cr+6) mg/1 0,1 0,5
Kadmium (Cd) mg/1 0,05 0,1
Raksa (Hg) mg/1 0,002 0,005
Timbal (Pb) mg/1 0,1 1
Stanum mg/1 2 3
Arsen (As) mg/1 0,1 0,5
Selenium (Se) mg/1 0,05 0,5
Niken (Ni) mg/1 0,2 0,5
Kobalt (Co) mg/1 0,4 0,6
Sianida (CN) mg/1 0,05 0,5
Sulfida (H2S) mg/1 0,05 0,1
Fluorida (F) mg/1 2 3
Klorin bebas (Cl2) mg/1 1 2
Amoniak Bebas (NH3-N) mg/1 1 5
Nitrat (NO3-N) mg/1 20 30
Nitrit (NO2-N) mg/1 1 3
Kebutuhan Oksigen (BOD) mg/1 50 150
Kebutuhan Oksigen Kimiawi mg/1 100 300
(COD)
Senyawa aktif biru metilen mg/1 5 10
Fenol mg/1 0,5 1
Minyak nabati mg/1 5 10
Minyak mineral mg/1 10 50
Sumber: Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. KEP51/MENLH/10/1995
Standar suhu air minum yang baik menurut Menteri Kesehatan RI yaitu
± 3°C suhu udara. Sedangkan suhu air optimal untuk kehidupan berkisar antara
27º - 30ºC (Mainassy, 2017). Suhu air yang meningkat akan meningkatkan
toksisitas dan kelarutan bahan-bahan polutan serta dapat menimbulkan suhu
bagi kehidupan mikroorganisme patogen dan virus tertentu (Andini, 2017).
Pengukuran suhu pada air perlu dilakukakan karena suhu berperan dalam
reaksi kimia dan biologi (Sidabutar et al., 2019). Suhu yangterlalu tinggi
dapat meningkatkan laju reaksi kimia dan biokimia pada air. Peningkatan
suhu air juga dapat menurunkan kelarutan gas dan meningkatkan kelarutan
mineral air (Gafur et al., 2017). Suhu air sebaiknya sejuk atau tidakpanas, agar
tidak terjadi pelarutan zat kimia. Peningkatan suhu mengakibatkanpeningkatan
viskositas, reaksi kimia, evaporasi, volatilisasi, meningkatkan kecepatan
reaksi. serta menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air (gas O2, CO2,
N2, CH4, dan sebagainya) Peningkatan suhu juga menyebabkanterjadinya
peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Pengukuran suhu pada
air dapat dilakukan menggunakan termometer (Zhao, et. al, 2018).
Tabel 1.3 Hasil Penentuan Suhu dari Berbagai Sampel Air
Kel. Jenis Sampel Suhu (⁰C)
6 Air PDAM 32
7 Air danau 31
8 Air selokan 31
9 Air sumur 31
10 Air kemasan 30
Sumber: Hasil Pengamatan
Berdasarkan Tabel 1.3 hasil penentuan suhu dari berbagai sampel air,
dapat dilihat bahwa suhu air PDAM, air danau, air selokan, air sumur, dan air
kemasan secara berturut-turut sebesar 32ºC, 31ºC, 31ºC, 31ºC, dan 30ºC.
Menurut Suripin (2001), suhu normal air yang ada di alam, yaitu sebesar 20º -
30ºC. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
492/MENKES/PER/IV/2010, suhu air minum yang baik maksimal sebesar
30ºC sehingga sampel air tersebut tidak memenuhi persyaratan kualitas air
minum. Menurut Gusril (2016), tingginya suhu air dapat dikarenakan seringnya
air tersebut mengalami perpindahan tempat sehingga terkena cahaya matahari.
Selain itu, penyimpangan suhu juga dapat disebabkan oleh intensitas cahaya
matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, dan
ketinggian geografis (Islam et al., 2006). Hadi (2007) menambahkan bahwa
terdapat beberapa faktor yang memengaruhi distribusi suhu, antara lain
penyerapan panas (heat flux), curah hujan (prespiration), aliran sungai (flux)
dan pola sirkulasi air.
Total Suspended Solid (TSS) atau padatan tersuspensi merupakan bahan
tersuspensi yang dapat menyebabkan kekeruhan air dengan sifat tidak larut
dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan terlarut atau total dissolved solid
(TDS) adalah padatan-padatan yang mempunyai ukuran lebih kecil daripada
padatan tersuspensi yang terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan
organik yang larut air, mineral dan garam-garamnya (Fardiaz, 1992). Menurut
Butler dan Robert (2018), total suspended solid (TSS) merujuk pada materi
organik dan anorganik yang terlarut dalam air dan dapat disaring oleh filter
dengan ukuran sekitar 2 μm. Pengukuran TSS dilakukan dengan menghitung
berat bahan kering yang terdapat pada filter. Zat padat yang terlarut ini menjadi
tempat terjadinya reaksi kimia yang beragam, dan berperan sebagai awal
terbentuknya endapan yang dapat menghambat produksi zat organik di suatu
ekosistem air. Total suspended solids (TSS) atau total padatan tersuspensi
merupakan bahan-bahan berupa lumpur dan jasad renik yang berasal dari
kikisan tanah atau erosi yang terbawa oleh air yang telah tersuspensi.
Komponen yang termasuk TSS berupa lumpur, pasir halus, dan jasad renik
yang menyebabkan kekeruhan air (Effendi, 2003). Menurut Chandra et al.
(2015), terdapat jenis-jenis pengukuran solid dalam air antara lain total solids
(TS), total volatile solids (TVS), total suspended solids (TSS), dan volatile
suspended solids (VSS). Sementara total dissolved solids (TDS) atau total
padatan terlarut merupakan bahan-bahan terlarut non toksik yang terdapatdalam
perairan namun memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan padatan tersuspensi.
Jika berlebih, TDS dapat meningkatkan kekeruhan pada air dan menghambat
masuknya cahaya matahari ke dalam air. Komponen yang termasuk TDS ialah
senyawa kimia seperti fosfat, surfaktan, ammonia, dan nitrogen (Ahmad and
El-Dessouky, 2008).
Komponen yang termasuk TSS adalah partikel-partikel yang ukuran
maupun beratnya lebih kecil daripada sedimen, misalnya tanah liat, bahan-
bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya (Fardiaz,
1992). TSS merupakan bahan-bahan berupa lumpur dan jasad renik yang
berasal dari kikisan tanah atau erosi yang terbawa oleh air yang telah
tersuspensi. Sehingga komponen yang termasuk TSS berupa lumpur, pasir
halus, dan jasad renik yang menyebabkan kekeruhan air (Effendi, 2003).
Sedangkan komponen yang membentuk total dissolved solid (TDS) adalah
bahan-bahan yang terlarut dalam air, termasuk karbonat, bikarbonat, klorida,
sulfat, fosfat, nitrat, kalsium, magnesium, natrium, senyawa organik, koloid,
dan lain-lain (Thu et al. 2019). Komponen TDS meliputi bahan-bahan terlarut
non-toksik yang terdapat dalam perairan namun memiliki ukuran lebih kecil
dibandingkan padatan tersuspensi. Komponen yang termasuk TDS adalah
senyawa kimia seperti fosfat, surfaktan, klorida, sulfat, fosfat, kalsium,
magnesium, ammonia, dan nitrogen (Ahmad dan El-Dessouky, 2008).
Pengukuran total suspended solids (TSS) perlu dilakukan karena TSS
dapat menjadi parameter biofisik perairan dinamis yang mencerminkan
perubahan di daratan dan perairan. TSS dapat menyebabkan perubahan fisika,
kimia, dan biologi sehingga merupakan faktor penting dalam penurunan
kualitas perairan. Nilai TSS berguna dalam mengevaluasi mutu air dan
menganalisa buangan domestik yang mencemari perairan (Bilotta and Brazier,
2008). Bertambahnya zat padat organik dan anorganik ke dalam perairan dapat
meningkatkan kekeruhan yang akan menghambat penetrasi cahaya matahari ke
tubuh air. Hal tersebut menyebabkan terganggunya proses fotosintesis di dalam
air, selain itu dapat menurukan kadar oksigen dalam air, yang dapat
menyebabkan organisme aerob mati. Tingginya TSS juga dapat menyebabkan
biota perairan seperti ikan terganggu (Rinawati et al., 2016). Selain itu, Ilyas et
al. (2013) menambahkan bahwa pengukuran total dissolved solid (TDS)
penting dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat keberadaan zat terlarut dalam
air. Keberadaan TDS dalam konsentrasi tinggi di perairan dapat menyebabkan
pencemaran dan dapat berdampak fatal bagi organisme air. Tingkat TDS yang
tinggi dapat mengurangi kemampuan perairan untuk menjaga keseimbangan
ekosistemnya. Analisis TDS diperlukan untuk menilai tingkat pencemaran dan
merencanakan sistem penanganan limbah air secara biologis.
Tabel 1.4 Hasil Pengamatan TSS Berbagai Jenis Sampel Air
Berat Kertas Berat Kertas
Jenis Volume TSS
Kel Saring Awal Saring +
Sampel Sampel (ml) (mg/L)
(mg) Filtrat (mg)
6 Air PDAM 50 572.3 573.4 22
7 Air danau 50 593.3 597.7 88
8 Air selokan 50 590.7 592.1 28
9 Air sumur 50 590 591.3 26
10 Air kemasan 50 592.6 593 8
Sumber: Hasil Pengamatan
Berdasarkan Tabel 1.4 hasil pengamatan TSS pada beberapa sampel air,
dapat dilihat bahwa nilai TSS dari air PDAM, air danau, air selokan, air sumur,
dan air kemasan berturut-turut sebesar 22 mg/L, 88 mg/L, 28 mg/L, 26 mg/L,
dan 8 mg/L. Dari hasil tersebut maka urutan sampel dengan TSS paling besar
sampai paling kecil adalah air danau, air selokan, air sumur, air PDAM dan
paling kecil air kemasan. Air baku (air permukaan yang diolah menjadi air
minum) seperti air sungai dan air PDAM sesuai dengan teori memiliki nilai
konsentrasi TSS berkisar antara 13,5 sampai dengan 275 mg/L (Nugroho dan
Nusa, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ningrum (2018),
nilai maksimal TSS air sumur didapatkan pada angka 2000 mg/L sehingga pada
sampel air sumur nilai TSS (26 mg/L) yang dianalisis pada praktikum ini sudah
sesuai dengan teori. Kemudian menurut penelitian oleh Gusril (2016) air
PDAM memiliki nilai TSS pada air PDAM maksimal sebesar 500 mg/L
sehingga nilai TSS pada sampel air PDAM (22 mg/L) sudah sesuai dengan
teori. Kemudian untuk air kemasan, bila dilihat berdasarkan syarat mutu air
kemasan menurut standar SNI 3553:2015 yang dittapkan oleh Badan
Standardisasi Nasional (2015), nilai TSS pada air kemasan maksimal sebesar
500 mg/L sehingga nilai TSS pada sampel air kemasan (8 mg/L) sudah sesuai
dengan ketentuan syarat mutu air kemasan.
Kesadahan diartikan sebagai jumlah konsentrasi Ca dan Mg, yang
ditentukan dengan metode titrasi EDTA dan dinyatakan dalam mmol/l atau
sebagai ekuivalen CaCO3 dalam mg/l (Ramya, 2015). Kesadahan menurut Tua
(2013) disebabkan oleh adanya logam-logam atau kation-kation yang
bervalensi dua, seperti Fe, Sr, Mn, Ca, dan Mg, tetapi penyebab utama dari
kesadahan adalah kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg). Proses terjadinya air
sadah tidak lepas dari siklus hidrologi. Air hujan yang sampai ke daratan
meresap (infiltrasi) ke dalam tanah lalu mengalami perkolasi (menyusup) di
lapisan tanah dalam. Ketika mengalir di lapisan tanah atas, di dalam air terjadi
aktivitas mikroba yang menghasilkan gas karbondioksida (CO2). Air dan CO2
membentuk asam karbonat (H2CO3). Asam tersebut kemudian bereaksi dengan
batu kapur (CaCO3, MgCO3) menjadi kalsium bikarbonat, Ca(HCO3)2 dan
magnesium bikarbonat, Mg(HCO3)2 Penentuan kadar kesadahan total dapat
dihitung dengan persamaan berikut:
1000
𝐾𝑒𝑠𝑎𝑑𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑥 𝑉𝑜𝑙. 𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥 𝑀 𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥100
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝐿)
(Tua, 2013)
Menurut Gürsoy (2016), kesadahan dapat dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu kesadahan sementara dan kesadahan tetap. Kesadahan sementara
merupakan kesadahan yang mengandung ion bikarbonat (HCO3) atau juga air
tersebut mengandung senyawa kalsium bikarbonat (Ca(HCO3)2) dan
magnesium bikarbonat (Mg(HCO3)2). Senyawa-senyawa tersebut akan
mengendap di dasar ketel. Kesadahan sementara dapat dihilangkan dengan
proses pemanasan air sehingga air tersebut terbebas dari ion Ca2+ dan Mg2+.
Sedangkan kesadahan tetap adalah kesadahan yang mengandung anion selain
ion bikarbonat, dapat berupa ion Cl-, NO3-, dan SO42- . Senyawa tersebut dapat
berupa kalsium klorida, kalsium nitrat, kalsium sulfat, magnesium klorida,
magnesium nitrat, dan magnesium sulfat. Kesadahan tetap sulit dihilangkan
dengan pemanasan kesadahan tetap dapat dihilangkan dengan melakukan
reaksi dengan zat kimia tertentu, seperti larutan soda kapur yang terdiri dari
natrium karbonat dan magnesium hidroksida sehingga terbentuk endapan
kalsium karbonat dan magnesium hidroksida dalam air (Musiam, 2010). Air
sadah mengandung ion-ion kalsium dan magnesium dalam jumlah lebih dari
17,1 ppm. Berdasarkan tingkat kesadahan air dibedakan menjadi 4 yaitu air
lunak (50 mg/l (ppm) CaCO3), air agak sadah (50-100 mg/l (ppm) CaCO3), air
sadah (100-200 mg/l (ppm) CaCO3), dan air sangat sadah (>200 mg/l (ppm)
CaCO3 (Winarno, 1986). Secara lebih lengkapnya, klasifikasi tingkat
kesadahan air menurut Lukito dan Surip (2007) dibagi menjadi lima speerti pada
Tabel 1.5.
Tabel 1.5 Tingkat Kesadahan Air
Tingkat Kesadahan Klasifikasi
0-4 DH (0–70 ppm) Sangat rendah (sangat lunak)
4-8 DH (70–140 ppm) Rendah (lunak)
8-18 DH (140–210 ppm) Sedang
18-30 DH (210–320 ppm) Agak tinggi (agak keras)
>30 DH (320–530 ppm) Tinggi (keras)
Sumber: Lukito dan Surip (2007)
Metode yang digunakan untuk menentukan kesadahan air ialah metode
kompleksometri. Prinsip dari metode titrasi kompleksometri ini ialah
menganalisis adanya kandungan ion metal dari terbentuknya perubahan warna
jika direaksikan menggunakan pewarna metalokromik atau ion elektroda (Zhai
and Bakker, 2016). Mekanisme dari pengujian kesadahan air secara
kompleksometri ini diawali dengan menambahkan larutan buffer pH 10 pada
sampel air lalu dikocok hingga menjadi homogen. Setelah itu larutan tersebut
ditetesi indikator EBT hingga larutan menjadi berwarna merah anggur. Setelah
berubah warna maka larutan kemudian dititrasi menggunakan Na2EDTA
hingga membentuk warna biru (Amor et al., 2004). Reagen yang digunakan
untuk uji kesadahan dengan metode titrasi EDTA menurut Jain et al. (2021)
antara lain regaen eriochrame black T (EBT) konsentrasi 0.2%, larutan buffer,
dan EDTA. Indikator EBT awalnya ditambahkan pada sampel larutan yang
mengandung suatu ion Ca2+ dan Mg2+ akan membentuk warna merah anggur.
EBT berfungsi untuk mempermudah mengetahui titik akhir titrasi. Kemudian
larutan buffer dengan pH 10 (umumnya adalah senyawa natrium hidroksida
yang diencerkan) ditambahkan untuk menjaga pH agar tetap dalam suasana
basa. Etilen diamin tetra asetat (EDTA) berfungsi sebagai titran. EDTA akan
membentuk senyawa kompleks yang stabil dengan semua logam kecuali logam
alkali seperti natrium dan kalium. Logam-logam alkali tanah seperti kalsium
dan magnesium membentuk kompleks yang tidak stabil dengan EDTA pada
pH rendah, karena titrasi logam-logam ini dengan EDTA dilakukan pada
larutan buffer ammonia pH 10. Untuk mendeteksi titik akhir titrasi digunakan
indikator zat warna. Indikator zat warna ditambahkan pada larutan logam pada
saat awal sebelum dilakukan titrasi dan akan membentuk kompleks berwarna
dengan sejumlah kecil logam. Pada saat titik akhir titrasi (ada sedikit kelebihan
EDTA) maka kompleks indikator logam akan pecah dan menghasilkan warna
yang berbeda (Jain et al., 2021).
Tabel 1.6 Hasil Penentuan Kesadahan Air dari Berbagai Sampel Air

Volume Volume N Perubahan Kesadahan


Kel Jenis Sampel
air (ml) Titran (ml) Titran Warna air (DH)
6 Air PDAM 25 0.6 0.1 Ungu-biru 6.72

7 Air danau 25 0.2 0.1 Ungu-biru 2.24


8 Air selokan 25 0.5 0.1 Ungu-biru 5.6
9 Air sumur 25 0.9 0.1 Ungu-biru 10.08

10 Air kemasan 25 0.6 0.1 Ungu-biru 6.72


Sumber: Hasil Analisis
Berdasarkan Tabel 1.6 hasil penentuan kesadahan air dari berbagai
sampel air, dapat diketahui bahwa air PDAM memiliki tingkat kesadahan air
sebesar 6,72 DH, air danau memiliki tingkat kesadahan air sebesar 2,24 DH,
air selokan memiliki tingkat kesadahan air sebesar 5,6 DH; air sumur memiliki
tingkat kesadahan air sebesar 10,08; dan air kemasan memiliki tingkat
kesadahan air sebesar 6,72 DH. Hampir seluruh sampel air memiliki sifat air
sadah rendah atau lunak, kecuali sampel air sumur yang memiliki sifat air sadah
yang sedang. Perbedaan ini dikarenakan adanya kandungan ion Ca2+ dan Mg2+.
Semakin lunak kesadahannya maka semakin sedikit kandungan CaCO3 di
dalam air, yang ditandai dengan perubahan warna saat titrasi (Chandra, 2006).
Kemudian menurut Marsidi (2001), penyebab terjadinya perbedaan nilai
kesadahan air dapat dikarenakan keempat sampel tersebut berasal dari sumber
mata air yang kontak langsung dengan batuan kapur dengan kandungan ion
Ca2+ dan Mg2+ yang berbeda.
Menurut Marsudi (2001), air dengan tingkat kesadahan yang tinggi
sangat tidak diinginkan, baik untuk penggunaan rumah tangga maupun
industri. Kesadahan air dapat menyebabkan masalah dalam penggunaan sabun
di rumah tangga karena sabun menjadi kurang efektif. Hal ini terjadi karena
sebagian molekul sabun terikat oleh kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam
air. Dalam konteks industri, keberadaan kalsium dapat menyebabkan
pembentukan kerak pada peralatan pemanas, yang pada gilirannya dapat
merusak peralatan dan menghambat proses pemanasan. Akibatnya, kinerja
industri menurun dan kerugian pun dapat timbul. Oleh karena itu, untuk
mengatasi dampak negatif yang disebabkan oleh kesadahan air, diperlukan
upaya pengurangan atau penghilangan kandungan kalsium (Ca2+) dan
magnesium (Mg2+) dari air. Salah satu metode yang digunakan adalah
pemanasan dan pertukaran ion, yang dikenal sebagai Ion Exchange (Marsudi,
2001). Selain itu, menurut Rusliasih (2001) upaya mengurangi atau
menghilangkan kesadahan air untuk rumah tangga dan industri dapat dilakukan
dengan cara penambahan CaOH. Pada kesadahan sementara dapat dilakukan
pemanasan garam MgCO3 yang bersifat larut dalam air dingin, namun semakin
tinggi temperatur air, kelarutan MgCO3 semakin kecil, bahkan hingga menjadi
tidak larut dan dapat mengendap. Kemudian cara selanjutnya adalah dengan
penambahan garam. Garam yang tidak larut dalam air adalah Kalsium
Karbonat (CaCO3) dan Magnesium Hidroksida (Mg(OH)2). Selanjutnya untuk
menghilangkan kesadahan sementara kalsium, dapat ditambahkan kapur.
Kemudian untuk menghilangkankesadahan tetap kalsium, dapat ditambahkan
soda abu. Untuk menghilangkan kesadahan magnesium sementara,
ditambahkan kapur dan kapur. Untuk menghilangkan kesadahan magnesium
tetap ditambahkan kapur dan soda abu (Rusliasih, 2001). Selain itu, menurut
Sulistyani dan Annisa (2012), proses pemanasan dapat mengurangi tingkat
kesadahan air hingga 90% dari konsentrasi awalnya. Pemanasan memiliki
kemampuan untuk melepaskan ion kalsium dan magnesium yang
menyebabkan kesadahan air secara sementara. Selain itu, metode destilasi juga
dapat digunakan untuk mengurangi kesadahan air. Dalam metode ini, air
dipanaskan hingga menguap, dan uap air tersebut kemudian dikondensasikan
untuk mengendapkan senyawa kesadahan. Air yang telah mengalami proses
penguapan kemudian disaring untuk mendapatkan air yang lebih bebas dari
kesadahan (Nyoman et al., 2018).
E. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum Sanitasi Industri dan Pengolahan Limbah
Limbah Acara I “Analisis Kualitas Air” dapat disimpulkan yaitu sebagai
berikut:
1. Cara analisis suhu pada sampel air dilakukan dengan cara termometer
dicelupkan ke dalam sampel sehingga diketahui suhu pada masing-masing
sampel. Hasil penentuan suhu dari berbagai sampel air antara lain air PDAM
memiliki suhu sebesar 32oC; air danau memiliki suhu sebesar 31oC. Air
selokan memiliki suhu sebesar 31oC; air sumur memiliki suhu sebesar 31oC;
dan air kemasan memiliki suhu sebesar 30oC.
2. Penentuan nilai TSS dilakukan dengan membagi 1000 dengan ml sampel
kemudian dikali dengan hasil pengurangan berat kertas saring awal dan berat
kertas saring ditambah filtrat. Hasil dari penentuan nilai TSS adalah pada
sampel air PDAM memiliki nilai TSS sebesar 22 mg/L; sampel air danau
memiliki nilai TSS sebesar 88 mg/L; sampel air selokan memiliki nilai TSS
sebesar 28 mg/L; sampel air sumur memiliki nilai TSS sebesar 26 mg/L; dan
sampel air kemasan memiliki nilai TSS sebesar 8 mg/L.
3. Cara penentuan kesadahan air dapat dilakukan dengan titrasi
kompleksometri. Hasil dari penentuan kesadahan air tersebut antara lain air
PDAM memiliki kesadahan 6,72 DH; air danau memiliki nilai kesadahan
2,24 DH; air selokan memiliki nilai kesadahan 5,6 DH; ; air sumur memiliki
nilai kesadahan 10,08 DH; dan air kemasan memiliki nilai DH 6,72 DH.
DAFTAR PUSTAKA
Agnes, A. R., R. Azizah. 2005. Perbedaan Kadar BOD, COD, TSS, dan MPN
Coliform Pada Air Limbah, Sebelum dan Sesudah Pengolahan di RSUD
Nganjuk. Jurnal kesehatan Lingkungan. 2 (1): 97-110.
Ahmad, J. and El-Dessouky, H. 2008. Design of a Modified Low-Cost Treatment
System for The Recycling and a Reuse of a Laundry Waste Water.
Resources, Conservation & Recycling. 52: 973- 978.
Amor, M. Ben; Zgolli, D.; Tlili, M. M.; and Manzola, A. S. 2004. Influence of
Water Hardness, Substrate Nature and Temperature on Heterogeneous
Calcium Carbonate Nucleation. Desalination. 166: 79–84.
Andini, N. F., 2017. Uji Kualitas Fisik Air Bersih pada SaranaAir Bersih Program
Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat Nagari Cupak
Kabupaten Solok. Jurnal Kepemimpinan dan Pengurusan Sekolah. 2(1):
7- 16.
Andini, N. F., 2017. Uji Kualitas Fisik Air Bersih pada SaranaAir Bersih Program
Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat Nagari Cupak
Kabupaten Solok. Jurnal Kepemimpinan dan Pengurusan Sekolah.2(1):7-
16.
Astuti, Dian Wuri., Siti Fatimah dan Sawlenitami Anie. 2016. Analisis Kadar
Kesadahan Total Pada Air Sumur Di Padukuhan Bandung Playen
Gunung Kidul Yogyakarta. Jurnal Analit: Analytical and Environmental
Chemistry. 1(1): 69-73.
Badan Standardisasi Nasional. 2015. Air Mineral SNI 3553:2015. Standar Nasional
Indonesia. Jakarta.
Bilotta, G.S. and Brazier, R. E. 2008. Understanding The Influence of Suspended
Solids on Water Quality and Aquatic Biota. Water Research.42:2849–
2861.
Butler, B. A., Robert G. F. 2018. Evaluating Relationships Between Total
Dissolved Solids (TDS) and Total Suspended Solids (TSS) in a
Mininginfluenced Watershed. Mine Water Environment. 37(1):18-30.
Chandra, Elfina Noviarni; Ahmad, Adrianto; dan Muria, Sri Rezeki. 2015.
Pengaruh Laju Alir Umpan Terhadap Efisiensi Penyisihan Padatan dalam
Limbah Cair Pulp dan Kertas dengan Reaktor Kontak Stabilisasi. Jurnal
Online Mahasiswa Fakultas Teknik. 2(2):1–11.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan. Kanisius. Yogyakarta.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Gafur, Abd., Kartini, Andi Darma, dan Rahman. 2017. Studi Kualitas Fisik Kimia
dan Biologis pada Air Minum dalam Kemasan Berbagai Merek yang
Beredar di Kota Makassar Tahun 2016. Higiene.3(1):37-46.
Gürsoy ¸Önder. 2016. Determining the Most Appropriate Classification Methods
for Water Quality. Earth and Environmental Science.44(2016): 1-6.
Gusril, Henny. 2016. Studi Kualitas Air Minum PDAM di Kota Duri Riau. Jurnal
Geografi. 8(2): 190-196.
Hadi, A. 2007. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. Penerbit
Jakarta: PT. Gramedia.
Ilyas, N. I., Nugraha, W. D., dan Sumiyati, S. 2013. Penurunan Kadar TDS Pada
Limbah Tahu Dengan Teknologi Biofilm Menggunakan Media Biofilter
Kerikil Hasil Letusan Gunung Merapi Dalam Bentuk Random. Jurnal
Teknik Lingkungan. 2(3): 1-10.
Islam, M. et al., 2016. A Study on the Total Dissolved Solids and Hardness Level
of Drinking Mineral Water in Bangladesh. American Journal of Applied
Chemistry. 4(5):164-169.
Istianah, N., Fitriadinda, H., Murtini, E. S. 2019. Perancangan Pabrik untuk
Industri Pangan. UB Press. Malang.
Jain, B. P., Goswami, S. K., Pandey, S. 2021. Protocols in Biochemistry and
Clinical Biochemistry. Academic Press. New Delhi.
Jenie, B.S.L., W.P. Rahayu. 2004. Penanganan Limbah Industri Pangan.
Jiyah., Sudarsono, B., dan Sukmono, A. 2017. Studi Distribusi Total Suspended
Solids (TSS) di Perairan Pantai Kabupaten DemakMenggunakan Citra
Landsat. Jurnal Geodesi Undip. 6(1): 41 – 47.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: KEP51/MENLH/10/1995 tentang
Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.
Letterman, R. D., 1999. Water Quality and Treatment. McGraw-Hill. New York.
Lukito, A., dan Surip P. 2007. Lobster Air Tawar. Bogor: Swadaya.
Mainassy, Meillisa Carlen. 2017. Pengaruh Parameter Fisika dan Kimia terhadap
Kehadiran Ikan Lompa (Thryssa baelama Forsskal) di Perairan Pantai
Apui Kabupaten Maluku Tengah. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah
Mada.19(2):61–66.
Marsidi, Ruliasih. 2001. Zeolit untuk Mengurangi Kesadahan Air. Jurnal
Teknologi Lingkungan. 2(1):1–10.
Musiam, Siska, Siti Darmiani, dan Aditya Maulana Perdana Putra. 2015. Analisis
Kuantitatif Kesadahan Total Air Minum Isi Ulang yang Dijual di
Wilayah Kayu Tangi Kota Banjarmasin Jurnal Ilmiah Manutung. 1(2):
145-148.
Ningrum, Susanti Oktavia. 2018. Analisis Kualitas Badan Air dan Kualitas Air
Sumur di Sekitar Pabrik Gula Rejo Agung Baru Kota Madiun. Jurnal
Kesehatan Lingkungan. 10(1): 1–12.
Nugroho, R., Nusa, I. S. 2011. Perbaikan Kualitas Air Baku Perusahaan Air
Minum (PAM) dengan Biofiltrasi. Jurnal Teknik Lingkungan. 12(2):
121- 129.
Nyoman, R. N., Imtihanah, A., dan Haerani H. 2018. Perbandingan Kadar
Kesadahan Air Pdam Dan Air Sumur Suntik Kelurahan Tondo KotaPalu
Tahun 2017. Jurnal Ilmiah Kedokteran. 5 (3): 12-21.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
Poedjiastoeti, Hermin, S., Sunarto & Suprayogi, S., 2017. Penilaian Kerentanan Air
Permukaan terhadap Pencemaran di Sub DAS Garang Hilir Berbasis
Multi-Indeks. Jurnal Wilayah dan Lingkungan. 5(3): 168 - 180.
Rahmani, Afani. 2015. Pengelolaan Air Industri Pangan. ITB Press. Bandung.
Ramya, P., A. Jagadeesh Babu, E. Tirupathi Reddy dan L. Venkateswara Rao. 2015.
A Study on The Estimation of Hardness in Ground Water Samples By
EDTA Tritrimetric Method. International Journal of Recent Scientific
Research Research. 6(6): 4505 – 4507.
Rinawati, Hidayat, D., Suprianto, R. & Dewi, P. S., 2016. Penentuan Kandungan
Zat Padat (Total Dissolve Solid dan Total Suspended Solid) di Perairan
Teluk Lampung. Jurnal Analit: Analytical and Environmental
Chemistry. 1(1): 36-46.
Rusliasih, M., 2001. Zeolit Untuk Mengurangi Kesadahan Air. Jurnal Teknologi
Lingkungan. 2(1): 1-10.
Sidabutar, Evy Afriani; Sartimbul, Aida; dan Handayani, Muliawati. 2019.
Distribusi Suhu, Salinitas dan Oksigen Terlarut Terhadap Kedalaman di
Perairan Teluk Prigi Kabupaten Trenggalek. Journal of Fisheries and
Marine Research.3(1): 46-52.
Suasana, T. 2003. Air Sebagai Sumber Kehidupan. Oseana. 28(3): 17 – 25.
Sulistyani., S. dan Annisa, F. 2012. Uji Kesadahan Air Tanah di DaerahSekitar
Pantai Kecamatan Rembang Propinsi Jawa Tengah. Jurnal Sains Dasar.
1(1): 33-8.
Sulistyorini, I. S., Muli E., Adriana S. A. 2016. Analisis Kualitas Air Pada Sumber
Mata Air di Kecamatan Karangan dan KaliorangKabupaten Kutai Timur.
Jurnal Hutan Tropis. 4(1): 64-76.
Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi.
Yogyakarta.
Sutandi, Maria C. 2012. Air Tanah. Universitas Kristen Maranatha Bandung.
Bandung.
Thu, T. H., Huong, T. T. T., & Trung, D. T. (2019). Study on the relationship
between total dissolved solids (TDS) and electrical conductivity (EC) of
the aquifers in Ca Mau province. Vietnam Journal of Marine Science and
Technology. 19(2): 303–311.
Tua, F. H. D. 2015. Teknologi Pengolahan Air Sadah. Jurnal Researchgate.
2(1):1-9.
Untari, T., dan Joni, K. 2015. Pemanfaatan Air Hujan Sebagai Air Layak
Konsumsi di Kota Malang Dengan Metode Modifikasi Filtrasi
Sederhana. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(4): 1492-1502.
Winarno, F. G. 1986. Air Untuk Industri Pangan. Gramedia. Jakarta.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Zhai, J., Bakker, E. 2016. Complexometric Titrations: New Reagentsand Concepts
to Overcome Old Limitations. Analyst. 141: 4252–4261.
Zhao, Changsen., Yuan Zhang., Shengtian Yang., Hua Xiang., Ying Sun.,
Zengyuan Yang., Qiang Yu., and Richard P. Lim. 2018. Quatifying
Effects of Hydrological and Water Quality Disturbances on Fish with
Food-Web Modeling. Journal of Hydrology. 560(2018): 1-10.
LAMPIRAN PERHITUNGAN
A. Perhitungan TSS
1000
TSS = × (b - a) mg/L
50

Keterangan:
a = massa awal kertas saring (mg)
b = massa akhir kertas saring (mg)
1. Air PDAM
1000
TSS = × (b - a) mg/L
50
1000
= × (573,4 - 572,3) mg/L
50

= 22 mg/L
2. Air danau
1000
TSS = × (b - a) mg/L
50
1000
= × (597,7 - 593,3) mg/L
50

= 88 mg/L
3. Air selokan
1000
TSS = × (b - a) mg/L
50
1000
= × (592,1 - 590,7) mg/L
50

= 28 mg/L
4. Air sumur
1000
TSS = × (b - a) mg/L
50
1000
= × (591,3 - 590) mg/L
50

= 26 mg/L
5. Air kemasan
1000
TSS = × (b - a) mg/L
50
1000
= × (593 - 592,6) mg/L
50

= 8 mg/L
B. Perhitungan Kesadahan Air
1000
Kesadahan = volume yang dipipet × (ml × M)Na2 EDTA × 2,8 DH

1. Air PDAM
1000
Kesadahan = volume yang dipipet × (ml × M)Na2 EDTA × 2,8 DH
1000
= × (0,6 × 0,1)Na2 EDTA × 2,8 DH
25

= 40 × 0,06 × 2,8 DH
= 6,72 DH
2. Air danau
1000
Kesadahan = volume yang dipipet × (ml × M)Na2 EDTA × 2,8 DH
1000
= × (0,2 × 0,1)Na2 EDTA × 2,8 DH
25

= 40 × 0,02 × 2,8 DH
= 2,24 DH
3. Air selokan
1000
Kesadahan = volume yang dipipet × (ml × M)Na2 EDTA × 2,8 DH
1000
= × (0,5 × 0,1)Na2 EDTA × 2,8 DH
25

= 40 × 0,05 × 2,8 DH
= 5,6 DH
4. Air sumur
1000
Kesadahan = volume yang dipipet × (ml × M)Na2 EDTA × 2,8 DH
1000
= × (0,9 × 0,1)Na2 EDTA × 2,8 DH
25

= 40 × 0,09 × 2,8 DH
= 10,08 DH
5. Air kemasan
1000
Kesadahan = volume yang dipipet × (ml × M)Na2 EDTA × 2,8 DH
1000
= × (0,6 × 0,1)Na2 EDTA × 2,8 DH
25

= 40 × 0,06 × 2,8 DH
= 6,72 DH
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Gambar 1.5 Pengukuran Suhu Gambar 1.7 Titrasi Sampel dengan


Sampel Air Titran Na2EDTA

Gambar 1.6 Penuangan Sampel Air Gambar 1.8 Perubahan Warna yang
ke Dalam Gelas Ukur Terjadi Setelah Titrasi

Anda mungkin juga menyukai