Anda di halaman 1dari 3

MENGENAL DAN MEWASPADAI PENYIMPANGAN SYI’AH

Oleh Tim Penulis MUI


Judul Buku : Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah

Penerbit : Forum Masjid Ahlus Sunnah

Bahasa : Indonesia

Jumlah Halaman : 152 halaman

Resensi Buku :

Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah

oleh Muhammad Rizki Mulyana


Buku ini menjelaskan tentang Syi’ah untuk dijadikan pedoman agar tidak terpengaruh pahamnya
dan dapat terhindar dari bahaya yang akan mengganggu stabilitas serta keutuhan NKRI.

Perkembangan Syi’ah di Indonesia memiliki pola penyebaran dan dakwah dengan berdirinya
organisasi, lembaga, penerbitan, dan perpustakaan. Berikut ini kelompok-kelompok pengemban
ajarannya:

1. Lembaga Komunikasi Ahlul Bait sejak 2001 yang kemudian berkembang menjadi Organisasi
Ahlul Bait Indonesia.
2. Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia yang dideklarasikan di Bandung pada 1 Juli 2000.
3. Yayasan Al-Qurba yang berada di Ampenan, Lombok dan dipimpin oleh Hasyim Umar Al-
Habsyi.
4. Yayasan Pendidikan Islam di Bangil, Jawa Timur.
5. Islamic Cultural Centre / Yayasan AL-Huda di Jalan Buncit Raya Kav. 35 Pejaten Barat,
Jakarta Selatan.
6. Garda Merah Putih.
7. Penerbit Mizan, Pustaka Hidayah, dan Lentera.
8. Pesantren, sekolah menengah umum, dan sekolah tinggi. Diantaranya Pesantren YAPI
Bangil, Pesantren Al-Hadi di Pekalongan, Pesantren Dar Al-Taqrib di Bangsri Jepara,
Pesantren Al-Mukarramah di Bandung, Pesantren Nurul Tsaqalain di Leihitu Maluku
Tengah, SMA Plus Muttahari di Bandung. Sekolah Lazuardi di Jakarta, dan Islamic College
for Advanced Studies di Jakara.
9. Pengiriman pelajar ke hawzah ilmiyah (pesantren) di Qom, Iran.
10. Iranian Corner di beberapa universitas negeri dan swasta di Indonesia.

Berdasarkan pandangan MUI, berikut sikap dan responnya terkait paham Syi’ah:
1. MUI sangat peka terhadap penyimpangan agama dan akan segera menghadapinya dengan
serius dan sungguh-sungguh.
2. Fatwa MUI berdasarkan dalil-dalil yang jelas untuk mendapatkan kebenaran dan keurnian
agama.
3. Penggunaan dalil-dalil yang membawa kepada kebenaran dan kemurnian agama ialah apabila
didasarkan atas pemahaman dan pengalaman Ahlussunnah wal Jamaah dalam pengertian
yang luas.
4. Paham syiah yang menolak hadis yang tidak diriwayatkan oleh Ahlul Bait, memandang
imam itu maksum, tidak mengakui ijma’ tanpa imam, memandang bahwa menegakkan
kepemimpinan termasuk rukun agama, tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar, Umar, dan
Utsman, radhiyallahu ‘anhum adalah menyimpang dan harus diwaspadai.
5. MUI menegaskan sikap mayoritas Umat Islam Indonesia dalam konsideran fatwa MUI
tentang nikah mut’ah.
6. Keterangan tentang penyimpangan ajaran Syi’ah dari kemurnian ajaran Islam diperkuat oleh
Sepuluh Kriteria Aliran Sesat.
7. Kriteria aliran sesat menurut keputusan Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh di Banda
Aceh pada tahun 2009 menetapkan kriteria yang sama dengan keputusan MUI Pusat dalam
Rakernas 2006.
8. Penegasan tentang kesesatan Syi’ah difatwakan oleh MUI Jatim, no:
Kep-01/SKF-MUI/JTM/I/2012, tanggal 21 Januari 2012.
9. Fatwa MUI Jatim di nomor delapan relevan dengan fatwa MUI Pusat sehingga MUI daerah
hanya berhak melaksanakannya.
10. Karena aqidah dan ajaran Syi’ah bertentangan dengan aqidah Ahlussunnah wal Jamaah yang
diyakini kebenaran dan kemurniannya dari Al-Quran dan sunnah, maka itu menyimpang,
harus diwaspadai, ditolak, dan tidak diakui.
11. MUI dalam sejarah perjalanannya selalu mengupayakan terwujudnya persatuan Umat Islam
di Indonesia.
12. MUI menuntut kepada pihak-pihak yang mewakili dakwah dan kepentingan paham Syi’ah di
Indonesia untuk tidak berambisi mensyiahkan umat Islam di Indonesia terutama
menghentikan setiap upaya menyebarkan paham-pahamnya yang menyimpang seperti
keyakinan Tahrif Al-Qur’an dan kebiasaan mencela juga melaknat para sahabat dan istri-istri
nabi dalam bentuk tertulis, media cetak, dan elektronik karena hal itu sangat jelas memfitnah
ajaran-ajaran prinsip Islam dan memecah belah umat Islam di Indonesia.
13. Terkait upaya Taqrib antara Sunni-Syi’ah, MUI memandang upayanya selama ini
dikendalikan Syi’ah untuk kepentingan mereka dengan mengorbankan aqidah dan simbol-
simbol Ahlussunnah.
14. Selain menolak ekspor mazhab Syi’ah ke Negara-negara Sunni, MUI juga menyoroti isi
kesepakatan Risalah Amman tahun 2005.
15. MUI memandang akar masalah menjamurnyasyiah di Indonesia karena adanya perhatian
besar dari pemerintah Iran melalui jalur pendidikan, kebudayaan, dan keagamaan.
Kelebihan buku ini adalah bahasa yang digunakan Bahasa Indonesia sehingga mudah untuk
dipahami pembaca. Selain itu dilengkapi dengan dalil-dalil dan hadis sehingga terpercaya.
Ukurannya yang tidak terlalu besar menjadikan buku ini ringan untuk dibawa. Kekurangan buku
ini adalah sudut pandang yang lebih kritis terhadap Syi’ah sehingga tidak objektif. Lalu penulis
tidak menjelaskan terlebih dahulu mengenai istilah Syi’ah.

Anda mungkin juga menyukai