Anda di halaman 1dari 21

SURAT GUGATAN

Palu, 17 September 2023

Hal : Gugatan Perdata


Lampiran :-

Kepada Yth:
Ketua Pengadilan Negeri Palu

di
Palu

Dengan Hormat,
Kami yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Cindy Firlly Dessintalia, S.H., Advokat.
Alamat : Semanggi No. 13, Palu
Telp : (031)1234567

Berdasarkan surat kuasa tertanggal 12 Oktober 2022, bertindak sebagai kuasa hukum untuk dan
atas:

Nama : Ny. Fisya


No KTP : 08976544687896
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jalan Maleo No. 20, Palu

Dalam hal ini telah memilih tempat kediaman hukum (domisili) di kantor kuasa hukumnya
tersebut hendak menandatangani dan mengajukan surat gugatan, selanjutnya akan disebut
sebagai Penggugat.

Dengan ini penggugat hendak mengajukan gugatan terhadap:

Nama : Tn. Argatapura


No KTP : 09684725375869
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : Jalan Cendrawasih No. 22 Palu

Yang selanjutnya disebut sebagai Tergugat.


Adapun mengenai duduk persoalannya adalah sebagai berikut:
BAHWA berdasarkan perjanjian hutang-piutang antara PENGGUGAT sebagai Debitur
TERGUGAT sebanyak Rp. 200.000.000,00 (yang selanjutnya disebut sebagai obyek gugatan),
yang dimana TERGUGAT mendapat jaminan hutang oleh Sdr. Hary yang beralamat di Jalan
Kedondong, Palu yang selain itu sebuah rumah milik TERGUGAT yang terletak di Jalan Maleo,
Palu dijaminkan sebagai agunan beserta bunga 10% per-tahun yang paling lambat harus
dibayarkan pada tanggal 31 Agustus 2023.
BAHWA sejak tanggal 31 Agustus 2023TERGUGAT melakukan wanprestasi dengan
tidak membayar uang pelunasan hutang beserta bunga 10% kepada PENGGUGAT tanpa alasan
yang jelas.

BAHWA dengan tidak dibayarkannya uang sewa ini PENGGUGAT telah mengalami
kerugian berupa pendapatan yang seharusnya diterima sebesar Rp 200,000,000.00

Berdasarkan dalil-dalil yang sudah dikemukakan penggugat tersebut di atas, maka


dengan Ini Izinkanlah penggugat mengajukan permohonan kepada Yang Mulia Ketua Pengadilan
Negeri Kota Palu agar berkenan kiranya memanggil para pihak pada suatu hari yang ditetapkan
untuk keperluan itu, memeriksa, mengadili serta memberikan keputusan dengan amarnya
berbunyi sebagai berikut:

Primair:

1. Mengabulkan gugatan PENGGUGAT untuk seluruhnya;


2. Menyatakan bahwa TERGUGAT telah melakukan tindakan wanprestasi dengan segala
akibat hukumnya terhadap hak milik PENGGUGAT;
3. Menghukum TERGUGAT untuk mngembalikan objek gugatan dan mencabut semua hak
yang melekat padanya;
4. Menghukum TERGUGAT membayar uang pinjaman sebesar Rp 200,000,000.00 beserta
bunganya sebesar 10% per tahun;
5. Menghukum TERGUGAT membayar biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh
PENGGUGAT.
6. Menghukum TERGUGAT untuk membayar uang paksa sebesar Rp 100,000.00 untuk
setiap hari lalai melaksanakan putusan Pengadilan Negeri dalam perkara ini;
7. Menghukum TERGUGAT membayar kerugian imateril sebesar Rp 50,000,000.00
8. Menghukum TERGUGAT untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini;
9. Menyatakan bahwa putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu (uitvoerbaar bijvoorraad)
meskipun ada perlawanan, banding, dan kasasi.

Subsidair:

Apabila Pengadilan Negeri Palu berpendapat lain, maka dalam peradilan yang baik mohon
keadilan yang seadil adilnya (ex aequo et bono).
Hormat Kuasa Hukum Penggugat

Cindy Firlly Dessintalia, S.H


Palu, 17 Oktober 2023
KepadaYth :
Ketua Pengadilan Negeri
Di Palu
Perihal : Permohonan Penggantian Nama

Dengan hormat.

Yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : Cindy Firlly Dessintalia


Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tinggal : Jalan Datu Adam No. 11, Palu
Kebangsaan : WNI
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa

Dan selanjutnya disebut Sebagai Pemohon.

Bersama ini, pemohon hendak mengajukan permohonan ke hadapan Bapak/Ibu Ketua


Pengadilan Negeri Palu, dengan alasan-alasan sebagai berikut:

1. Bahwa Pemohon dilahirkan di Kota Palu, pada tanggal 12 Juni 2003, anak Perempuan
dari Lily dan Rendy, sebagaimana bukti dari Akta Lahir No. 1234-3/1 tertanggal 15 Juni
2003 dari kantor Catatan Sipil.
2. Bahwa Pemohon berkeinginan untuk menganti nama Pemohon dengan alasan agar nama
menjadi sesuai dengan KTP, KK, serta ijazah SD, SMP dan SMA. Adapun nama yang
Pemohon kehendaki dari nama asal Cindy Firlly Dessintalia diganti menjadi Cindy Firlly
Dessintalia Putri;
3. Bahwa untuk pergantian nama Pemohon baik nama keluarga maupun nama kecil dari
nama Cindy Firlly Dessintalia diganti menjadi Cindy Firlly Dessintalia Putri menurut
Pasal 52 Undang-undang Nomor 23 tahun 2006, tentang Administrasi Kependudukan,
terlebih dahulu harus mendapatkan ijin/ Penetapan dari Hakim Pengadilan Negeri tempat
Pemohon.

Maka berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Pemohon mohon kepada Bapak Ketua Pengadilan
Negeri Palu agar kiranya berkenan mengabulkan permohonan Pemohon dengan Penetapan:

1. Mengabulkan Permohonan Pemohon,


2. Memberi ljin kepada Pemohon untuk mengganti nama Pemohon dari nama asal Nama
Cindy Firlly Dessintalia diganti menjadi Cindy Firlly Dessintalia Putri;
3. Memerintahkan Kepada Pegawai Kantor Dinas Kependudukan Kota Palu untuk mencatat
tentang penggantian nama Pemohon tersebut pada Akte Kelahiran nomor 1234-3/1,
tanggal 15 Juni 2003 dari semula tercatat atas nama Cindy Firlly Dessintalia diganti
menjadi Cindy Firlly Dessintalia Putri.
4. Membayar Biaya menurut ketentuan yang berlaku.

Demikian permohonan ini diajukan kepada Bapak Ketua Pengadilan Negeri Palu diucapkan
terimakasih.

Hormat saya.

Pemohon, Cindy Firlly Dessintalia


MAKALAH
HUKUM PERDATA
(Hukum Orang Dan Manusia Sebagai Subjek Hukum)

DISUSUN OLEH :
CINDY FIRLLY DESSINTALIA
D10121416

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TADULAKO
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai
“Hukum Pribadi atau Perorangan”

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perdata.
dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk
membantu menyelesaikan tugas makalah ini. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini terutama Dosen Pengampu
kami Ulvanora,SH,MH. yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
menyelesaikan tugas ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada


makalah ini. Oleh karena itu kami mengajak pembaca untuk memberikan saran
serta kritik atau sanggahan bila ada kekurangan yang dapat membangun kami.
Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya.

Akhir kata dari kami semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.

Palu 17 November 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... 2


DAFTAR ISI................................................................................................................... 3
BAB I............................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ........................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ..................................................................................................... 4
B. Rumusan masalah ................................................................................................. 5
C. Tujuan .................................................................................................................. 5
BAB II ............................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................. 6
A. Hukum Orang ....................................................................................................... 6
1. Pengertian Hukum Orang ..................................................................................... 6
2. Aspek-aspek hukum orang.................................................................................... 6
B. Manusia sebagai subjek hukum ............................................................................ 8
1. Manusia ................................................................................................................ 8
2. Ketidakcakapan .................................................................................................... 9
3. Pendewasaan ...................................................................................................... 10
4. Nama .................................................................................................................. 11
5. Domisili .............................................................................................................. 12
6. Keadaan tidak hadir ............................................................................................ 13
BAB III.......................................................................................................................... 16
PENUTUP ..................................................................................................................... 16
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 16
B. Saran......................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil. Jika
hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta
kepentingan umum, misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara),
kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha
negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur
hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti
kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan,
harta benda, kegiatan usaha, dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata
lainnya.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) terdiri dari


empat bagian, yaitu:

1) Buku I : berisi tentang Orang.

2) Buku II : berisi tentang Kebendaan.

3) Buku III : berisi tentang Perikatan/Perjanjian.

4) Buku IV : berisi tentang Pembuktian dan Kadaluarsa.

Namun, seperti yang tertulis dalam judul makalah, kami hanya akan
membahas Buku I KUH Perdata tentang orang yang lebih spesifik lagi
tentang hukum perorangan atau pribadi.

Pengertian hukum perorangan menurut subekti adalah Peraturan -


peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak dan kewajiban untuk
bertindak sendiri, melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang
mempengaruhi kecakapan itu1.

Definisi ini terlalu sempit karena hukum perorangan tidak hanya

4
mengkaji ketiga hal tersebut, namun juga mengkaji tentang domisili dan
catatan sipil. Jadi, hukum perorangan adalah keselurah kaidah-kaidah
hukum yang mengatur tentang subyek hukum dan kewenangan,
kecakapan, domisili, dan catatan sipil. Definisi ini dititikberatkan pada
wewenang subyek hukum dan ruang lingkup peraturan hukum
perorangan.

Berdasarkan uraian di atas kami sangat tertarik untuk membahas


mengenai hukum orang (personanreacht) yang menjadi salah satu subjek
hukum untuk dipahami secara mendalam tujuannya untuk melindungi
hak maupun kewajiban seorang manusia.

B. Rumusan masalah

1. Apa itu hukum orang?

2. Bagaimana hukum orang (personenrecht) memandang manusia


sebagai subjekhukum?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahuai pengertian hukum orang

2. Untuk mengetahui hukum orang sebagai bagian dari subjek hukum

5
BAB II

PEMBAHASAN
A. Hukum Orang

1. Pengertian Hukum Orang


Hukum orang dapat diartikan dalam arti luas dan arti sempit.
Hukum (tentang) orang dalam arti luas : Hukum orang adalah hukum
yang memuat tentang peraturan-peraturan tentang diri manusia
sebagi subyek dalam hukum, peraturan perihal kecakapan untuk
memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri
melaksanakan haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi
kecakapan-kecakapan Hukum (tentang) orang dalam arti sempit :
Hukum yang mengatur tentang orang sebagai subjek hukum.
Dari pengertian di atas merujuk hukum orang dari aspek ruang
lingkupnya, yang meliputi peraturan tentang manusia, subjek
hukum, kecakapan hukum, dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
2. Aspek-aspek hukum orang

Hukum Perorangan adalah yang memuat kaidah-kaidah hukum


yang mengatur Orang (pribadi) dalam hukum disebut sebagai subjek
hukum, subjek hukum artinya setiap pendukung hak dan kewajiban.
1) Subjek Hukum

Didalam buku I KUH Perdata yang disebut subjek hukum ialah


hanya orang yang disebut pribadi kodrat tidak termasuk badan
hukum yang disebut dengan pribadi hukum. Namun dalam
perkembangan selanjutnya badan hukum tidak dimasukkan
menjadi subjek hukum yang diatur dalam kitab undang-undang
hukum dagang, sehingga subjek hukum itu meliputi :
a. Orang disebut pribadi kodrati

6
b. Badan hukum disebut pribadi hukum Orang sebagai subjek h
ukum mulai sejak lahir hingga meninggal dunia. Namun ada
pengecualian yaitu sebagai perluasan yang diatur dalam
pasal 2 KUH perdata yang mengatakan : “bayi yang masih
berada dalam kandungan ibunya dianggap telah dilahirkan
hidup apabila ada kepentingan bayi itu yang menghendaki”.
Jadi walaupun anak itu belum lahir dapat dianggap sebagai
subjek hukum. Terhadap asas ini harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut :
(1) Anak telah dibenihkan pada saat timbul kepentingan anak.

(2) Anak dilahirkan hidup pada saat dilahirkan walaupun


sekejap dan meninggal.
(3) Ada kepentingan anak yang menghendaki bahwa anak
dianggap telah lahir.
Pengakuan Sebagai Subyek Hukum Manusia sebagai subjek
hukum, pembawa hak dan kewajiban terjadi sejak manusia itu
lahir, dan berakhir setelah ia meninggal dunia. Bahkan
pengakuan manusia sebagai subjek hukum dapat dilakukan sejak
manusia masih di dalam kandungan ibunya, asal ia dilahirkan
hidup. Hal ini telah disebutkan dalam Pasal 2 KUH Perdata,
bahwa: “Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan,
dianggap sebagai telah lahir, bila mana juga kepentingan si anak
menghendakinya. Mati sewaktu dilahirkannya, dianggaplah ia
tak pernah telah ada.”Indonesia sebagai negara hukum,
mangakui manusia pribadi sebagai subyek hukum, pendukung
hak dankewajiban.
Di dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat (1) disebutkan bahwa:
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Selain subyek hukum dikenal juga objek hukum, sebagai

7
lawan dari subyek hukum. Objek hukum adalah benda yang
tidak mempunyai hak dan kewajiban dan berguna bagi subyek
hukum yang mana djadikan pokok hubungan hukum oleh subyek
hukum. Yang menjadi objek hukum adalah ialah benda dan
barang.
B. Manusia sebagai subjek hukum

1. Manusia

Manusia adalah pengertian biologis ialah gejala dalam alam, gejala


biologika yaitu makhluk hidup yang mempunyai pancaindera dan mempunyai
budaya. Sedangkan orang adalah pengertian yuridis ialah gejala dalam hidup
bermasyarakat. Dalam hukum yang menjadi pusat perhatian adalah orang
atau person.2 Menurut hukum modern,3 seperti hukum yang berlaku sekarang
di Indonesia, setiap manusia diakui sebagai manusia pribadi. Artinya diakui
sebagai orang atau persoon. Karena itu, setiap manusia diakui sebagai subyek
hukum (rechtspersoonlijkheid) yaitu pendukung hak dan kewajiban. Hak dan
kewajiban perdata tidak bergantung kepada agama, golongan, kelamin, umur,
waganegara ataupun orang asing. Demikian pula hak dan kewajiban perdata
tidak bergantung pula kepada kaya atau miskin, kedudukan tinggi atau rendah
dalam masyarakat, penguasa (pejabat) ataupun rakyat biasa, semuanya sama.
Manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban mulai sejak lahir dan baru
berakhir apabila mati atau meningal dunia. Pengecualian mulainya mendukung
hak dan kewajiban dalam BW disebut pada Pasal 2 yang menentukan sebagai
berikut: (1) "Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap
sebagai telah dilahirkan, bilamana juga kepentingan si anak menghendakinya".
(2) "Mati sewaktu dilahirkan, dianggaplah ia tidak pernah telah ada".
Ketentuan yang termuat dalam Pasal 2 BW di atas ini sering disebut
"rechtsfictie". Ketentuan ini sangat penting dalam hal warisan misalnya. Dalam
Pasal 638 BW ditentukan bahwa seseorang hanya dapat menjadi ahli waris
kalau ia telah ada pada saat pewaris meninggal dunia. Ini berarti bahwa

8
seseorang hanya dapat menjadi ahli waris kalau ia hidup sebagai manusia biasa
pada saat pewaris meninggal dunia. Akan tetapi, dengan adanya Pasal 2 BW,
seorang anak yang masih dalam kandungan ibunya sudah dianggap seolah-olah
sudah dilahirkan, manakala anggapan ini menjadi keuntungan si anak. Tapi
kalau anak dalam kandungan itu kemudian dilahirkan mati, maka ia dianggap
sebagai tidak pernah telah ada. Artinya kalau anak (bayi) itu lahir hidup,
meskipun hanya sedetik dan ini dapat ditentukan, maka ia ketika dalam
kandungan dianggap sudah hidup, sehingga dalam kandunganpun ia sudah
merupakan orang yakni pendukung hak. 4 Pentingnya Pasal 2 BW terlihat pada
contoh kasus sebagai berikut. Seorang ayah pada tanggal 1 Agustus 1984
meninggal dunia. Pada saat meninggal dunia ini ia mempunyai dua orang anak,
sedangkan isterinya dalam keadaan hamil (mengandung).

2. Ketidakcakapan

Wewenang seseorang dalam hukum dapat dibedakan menjadi dua macama yaitu:

(1) wewenang untuk mempunyai hak (rechtsbevoegheid). (2) wewenang untuk


melakukan (menjalankan) perbuatan hukum dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Menurut hukum manusia pribadi (natuurlijk person)
mempunyai hak dan kewajiban, akan tetapi tidak selalu cakap hukum (
rechtsbekwaam ) untuk melakukan perbuatan hukum. Kecakapan bertindak
hukum diatur oleh pasal-pasal:
1) Pada pasal 1330 BW yang tidak memiki kecakapan bertindak yaitu:
seseorang yang belum dewasa (umurnya belum mencapai 21 tahun
dan belum pernah menikah sejak memasuki umur 19 tahun) dan
wanita yang bersuami.
2) Pada pasal 433 KUH Per, ketidakcakapan sungguh-sungguh ialah
orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan (curatele), karena
gangguan jiwa seperti sakit syaraf atau gila, imbisil (tolol, dungu,
bodoh), pemabuk atau pemboros, lemah daya atau lemah fikiran, dan
perbuatannya akan merugikan dan menelantarkan keluarga terutama

9
bagi anak-anak.
Akan tetapi, pada pasal 1330 BW yang mengatakan bahwa wanita
yang bersuami tidak memiliki kecakapan bertindak hukum sudah tidak
berlaku lagi. Karena, menurut UU tentang perkawinan No. 1 tahun
1974 pasal 31 yang mengatakan bahwa, kedudukan istri dan suami
adalah sama dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup
bersama dalam masyarkat, masing-masing pihak berhak melakukan
perbuatan hukum. Hanya tugasnya dibagi, suami sebagai kepala rumah
tangga dan istri sebagai ibu rumah tangga.

3. Pendewasaan

Menurut Konsep hukum perdata barat, istilah Pendewasaan


adalah menunjuk pada keadaan belum dewasa yang oleh hukum
dinyatakan sebagai dewasa. Untuk dapat mengetahui apakah batasan
dewasa dan belum dewasa dapat kita lihat dalam Pasal 330
KUHPerdata, yang kurang-lebih berbunyi : “Belum dewasa adalah
mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun, dan tidak
terlebih dahulu telah kawin. Apabila perkawinan tersebut dibubarkan
sebelum umur mereka genap 21 tahun, maka mereka tidak kembali
dalam keadaan belum dewasa”. Keadaan dewasa yang memenuhi
syarat Undang-undang ini maka disebut sebagai kedewasaan, maka
orang yang berada dalam keadaan dewasa ini telah cakap untuk
melakukan semua perbuatan hukum. Dari keterangan ini maka jelas
bahwa KUHPerdata menggunakan kriteria umur dalam menentukan
dewasa atau belum dewasanya seseorang. Namun akan lain lagi
apabila dalam keadaan- keadaan sangat penting tertentu, ada kalanya
diperlukan bahwa kedudukan orang yang belum dewasa ini disamakan
dengan orang yang telah dewasa, maksudnya agar orang tersebut
mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan atau mengurus
kepentingannya sendiri dan melakukan beberapa perbuatan hukum

10
tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka pengertian inilah
yang disebut sebagai Pendewasaan(Handlichting).
Terdapat dua macam handlichting yaitu:

(1) Pendewasaan penuh (Ps. 421) dengan cara pengajuan surat


pernyataan sudah cukup umur (venia aetatis) dengan syarat
berumur 20 tahun dan mengajukan permohonan kepada
Presiden RI
(2) Pendewasaan terbatas (Ps. 426-431) yaitu orang dinyatakan
dewasa apabila berumur 18 tahun dan orang tuanya (wali)
tidak merasa keberatan. Diajukan ke Pengadilan Negeri dan
dapat ditarik kembali misalkan untuk membuat surat wasiat.

4. Nama

Bagi golngan Eropa dan mereka yang dipersamakan, soal nama


mereka ini diatur dalam Buku I titel II bagian kedua (Pasal 5a s.d 12)
yang menentukan tentang nama-nama, perubahan namanama, dan
perubahan nama-nama depan. Akan tetapi, dengan adanya Undang-
undang No. 4 tahun 1961 yang mengatur tentang penggantian nama,
maka pasal-pasal BW tentang nama yang telah diatur dalam undang-
undang ini tidak berlaku lagi.
Masalah nama bagi orang-orang golongan Eropa dan mereka
yang dipersamakan, merupakan hal yang cukup penting, karena nama
itu merupakan identifikasi seseorang sebagai subyek hukum. Bahkan,
dari nama itu sudah dapat diketahui keturunan siapa seorang yang
bersangkutan. Hal mana sangat penting dalam urusan pembagian
warisan serta soal-soal lain yang berhubungan dengan kekeluargaan.5
Nama seorang golongan Eropa pada umumnya terdiri dari dua bagian
yaitu '[nama kecil" (misalnya Karel, Jan, Robert, dan sebagainya)
yang biasa diberikan sendiri oleh orang tuanya dan "nama
keluarga" (seperti Bakker, Koch, Tounissen dan sebagainya) yang

11
dipakai oleh bapak dan ibunya.6

5. Domisili

Tiap orang menurut hukum, harus mempunyai tempat tinggal


yang dapat dicari. Tempat tersebut dinamakan Domisisili. Bahwa
domisili adalah tempat kediaman mana seseorang melakukan
perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah segala perbuatan yang
menimbulkan akibat hukum, yang termasuk perbuatan hukum adalah
jual-beli, tukar-menukar, beli sewa, leasing, sewa-menyewa, hibah
dll. Tujuan daripada domisili ini adalah untuk mempermudah para
pihak dalam mengadakan hubungan hukum dengan pihak-pihak lain
yang terkait. Unsur-unsur daripada domisili, meliputi :
(1) Adanya tempat tertentu (baik tetap maupun sementara)

(2) Adanya orang yang selalu hadir dalam tempat tersebut

(3) Adanya hak dan kewajiban

(4) Adanya prestasi.

Menurut sistem Common Law (Hukum Inggris), perihal


domisili dibagi ke dalam tiga macam domisili, yaitu : 1.

(1) Domicili of Origin, yaitu tempat tinggal seseorang yang


mana sesuai tempat kelahiran ayahnya yang sah
(2) Domicili of Dependence, yaitu tempat tinggal disesuaikan
dengan tempat tinggal ayah bagi anak yang belum dewasa,
domisili ibu bagi anak yang tidak sah, dan bagi seorang istri
ditentukan oleh domisili suaminya
(3) Domicili of Choice, yaitu tempat tinggal yang ditentukan
oleh/ dari pilihan seseorang yang telah dewasa, disamping
tindak tan-duknya sehari-hari.

12
Ketentuan-ketentuan yang mengatur tempat kediaman yang
dipilih, dibedakan ke dalam dua macam seperti dikemukakan
berikut ini : 1.

(1) Domisili yang ditentukan oleh Undang-undang, adalah


tempat kediaman yang ditentukan ditentukan oleh Peraturan
Perun- dang-undangan. Hal ini biasa terjadi di dalam hukum
acara, ketika melakukan eksekusi dan orang yang akan
mengajukan eksepsi/ keberatan (Pasal 66 UU No. 7 Tahun
1989 Tentang Pengadilan Agama, yang berbunyi kurang lebih
:“Seorang suami yang ingin menggugat istrinya maka ia
harus mengajukan gugatan di tempat tinggal istrinya”.
(2) Domisili secara bebas, adalah tempat kediaman yang dipilih
secara bebas oleh para pihak yang mengadakan hubungan
kontrak atau hubungan hukum lainnya.

6. Keadaan tidak hadir


Ketentuan mengenai keadaan tidak di tempat atau keadaan tidak
hadir (afwezigheid) termuat dalam BW Buku I Pasal 463 s.d. 495 dan
dalam Stb. 1946 No. 137 jo Biblad V dan Stb. 1949 No. 451.
Undang-undang mengatur keadaan tidak di tempat atas tiga masa atau
tingkatan, yaitu masa persiapan (Pasal 463 s.d. 466), masa yang
berhubungan dengan pernyataan bahwa, orang yang meninggalkan
tempat itu mungkin meninggal dunia (Pasal 467 s.d. 483) dan masa
pewarisan secara definitif (484).
Dalam masa persiapan (tindakan sementara) tidak perlu ada
keraguan apakah orang yang meninggalkan tempat tinggal itu masih
hidup atau sudah meninggal dunia; tetapi ada alasan yang mendesak
guna mengurus seluruh atau sebagian harta kekayaannya atau guna
mengadakan seorang wakil baginya. Pada masa ini itu menunjuk
Balai Harta Peninggalan (weeskamer) untuk menjadi pengurus harta
kekayaan dan kepentingan orang yang tidak di tempat tidak banyak,

13
maka untuk mengurus harta kekayaan dan mewakili kepentingannya
itu, Pengadilan Negeri dapat memerintahkan kepada seorang atau
lebih dari keluarga sedarah atau semenda atau kepada isteri atau
suaminya.
Masa yang berhubungan dengan pernyataan bahwa orang yang
meninggalkan tempat itu mungkin meninggal dunia, yaitu setelah
lewat 5 tahun sejak keberangkatannya dari tempat tinggalnya atau 5
tahun sejak diperolehnya kabar terakhir yang membuktikan bahwa
pada waktu itu masih hidup, setelah diadakan pemanggilan secara
umum dengan memuat di surat kabar sebanyak tiga kali. Hak- hak
dan kewajiban-kewajiban orang yang tidak di tempat beralih kepada
ahli warisnya, tetapi ini hanya bersifat sementara dan dengan
pembatasan-pembatasan. Sedangkan masa pewarisan secara definitif
adalah masa dimana persangkaan bahwa orang yang tidak di
tempat itu telah meninggal dunia semakin kuat yaitu setelah
lampau 30 tahun sejak hari pernyataan kemungkinan meninggal dunia
atau setelah lampau 100 tahun terhitung sejak hari lahir orang yang
tidak di tempat itu.
Meskipun demikian, dalam setiap masa itu orang yang tidak di
tempat tersebut tetap mempunyai wewenang berhak dan wewenang
bertindak atas harta kekayaan yang ditinggalkannya, dimana kalau ia
muncul kembali, maka hak-hak dan kewajiban-kewajibannya kembali
kepadanya dengan pembatasan-pembatasan tertentu (Pasal 486 dan
Pasal 487). Kemudian dalam Pasal 489 s.d. 492 diatur tentang
akibatakibat keadaan tidak di tempat yang berhubungan dengan
perkawinan, tetapi dengan berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan, pasal-pasal BW mengenai afwezigheid
yang berhubungan dengan perkawinan ini kiranya sudah tidak relevan
lagi.
Pentingnya pengaturan mengenai keadaan tidak di tempat atau
keadaan tidak hadir terutama adalah pada masa dahulu dimana

14
hubungan antar daerah masih sukar. Berbeda dengan zaman modern
sekarang dimana hubungan antar daerah maupun antar negara sudah
lancar. Untuk masa sekarang pengaturan mengenai keadaan tidak di
tempat tetap ada gunanya, satu dan lain hal bila terjadi perang atau
terjadi kekacauan-kekacauan, dimana orang banyak yang hilang dan
perhubungan dengan beberapa daerah atau negara terputus.7

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

a. Hukum orang adaah hukum yang mengatru orang sebagai subyek


hukum. Hukum perorangan adalah kaidah hukum yang mengatur
kedudukan hukum (status orang) berkaitan dengan wewenang hukum
dan kecakapan bertindak dalam lalu lintas hukum.
b. Buatan hukum atau siapa yang mempunyai hak dan cakap untuk
bertindak dalam hukum. Pada dasarnya yang dapat menjadi subyek
hukum manusia atau orang atau person. Ada dua pengertian orang
atau person sebagai subyek hukum :
a) Natuurlijk person (orang atau manusia pribadi)
b) Recht person (badan hukum)

Secara hukum termasuk hukum perdata semua manusia adalah subyek hukum
sejak dilahirkan sampai meninggal dunia, bahkan dalam kandunganpun, menurut
pasal 2 KUH Perdata sudah dianggap manusia dan karenanya menjadi subyek
hukum perdata apabila ada kepentingan hukumnya dan pada saat lahir dia hidup.
Namun apabila ketika lahir meninggal, maka dianggaplah dia tidak pernah ada.
Status manusia sebagai subyek hukum perdata disandang sampai meninggal
dunia, sejalan dengan logika hukum yang ditentukan pasal 3 KUHPerdata: “Tiada
suatu hukumanpun yang mengakibatkan seseorang kehilangan hak
keperdataannya.”

B. Saran
Sesungguhnya makalah kami ini pastilah tidak luput dari
kesalahan.Karenanya kami sungguh sangat mengharapkan kritik dan saran dari
segala pihak. Yang dapat lebih membangun kami lagi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Ichsan. S.H. cet. I, (1969).Hukum Perdata. Pembimbing Masa.

Cahyono, Akhmad Budi and Surini Ahlan Sjarif (2008). Mengenal Hukum
Perdata. Depok:CV Gitama Jaya.

Darmabrata, Wahyono (2003). Asas-asas Hukum Perdata, Jakarta : Fakultas


HukumUniversitas Indonesia.

Prof. Sudiman Kartohadiprodjo, S.H. cet. VII, (1977). Pengantar Tata


Hukum Indonesia.

Ghalia Indonesia, Jakata.

Sri Soedewi M. Sofwan, S.H., Prof. Dr. Ny (1980). Hukum Jaminan di


Indonesia, Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan,
Liberty, Yogyakarta.

Subekti, (2003). Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta:Intermassa.

17

Anda mungkin juga menyukai