Anda di halaman 1dari 17

Peranan Nasehat Perkawinan

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Keluarga

Dosen Pengampu: Prof. Dr., Siti Partini Suardiman

Disusun Oleh:

KELOMPOK 10

1. Hari Setyawan (1600001254)


2. Raini Retno Wulansari (1800001145)
3. Afrida Rahma Fauziah (1800001222)
4. Amin Yudanto (1800001013)
5. Ahmad Fadli (1800001008)
6. M Abdullah Sidiq (1800001018)
7. Nunung Sari (1800001049)

Kelas: B (Semester 4)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2020

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah ini bisa selesai pada waktunya. Terima kasih juga kami ucapkan kepada
teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga
makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Yogyakarta, 17 Junit 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................iii
A. LATAR BELAKANG.........................................................................................iii
B. RUMUSAN MASALAH.....................................................................................iv
C. TUJUAN PEMBAHASAN..................................................................................iv
BAB II..............................................................................................................................1
PEMBAHASAN...............................................................................................................1
A. Mengapa Banyak Suami-Isteri Tidak Mampu Menyelesaikan Perselisihan
Mereka..........................................................................................................................1
B. Penasehat Perkawinan (Marriage Counseling)......................................................3
C. Kesulitan-Kesulitan dan Kemungkinan Kesalahan-Kesalahan dalam Penasehat
Perkawinan....................................................................................................................6
BAB III...........................................................................................................................11
KESIMPULAN..............................................................................................................11
DAFTAR ISI..................................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tiap keluarga akan senantiasa menghadapi berbagai masalah, tetapi
kemampuan untuk mengatasinya tidak selalu benar dan tepat, karena itu harus ada
usaha-usaha untuk memperkuat kemampuan keluarga atau anggota keluarga dalam
menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam keluarga itu sendiri maupun dari
luar. Usaha itu harus dimulai oleh keluarga itu sendiri atau oleh seorang ahli yang
dapat membantu mengatasi persoalan keluarga bila masalah keluarga itu
memerlukan orang lain untuk membantu penyelesaian konflik dalam keluarga.

Dewasa ini kita banyak menyaksikan banyak fenomena perceraian yang


kian tahun semakin meningkat jumlahnya. REPUBLIKA (2020) KENDARI --
Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mencatat
sebanyak 1.030 kasus perceraian sudah diputuskan selama periode Januari-April
2020. Fenomena seperti perceraian tidak hanya terjadi di Kendari, Sulawesi
Tenggara akan tetapi juga di beberapa wiliyah seperti Pulau Jawa ataupun Pulau
Sumatra. Tingkat kesiapan dan pengetahuan yang minim tentang parenting
menjadi salah satu penyebab banyaknya permasalahan yang dialami setelah
berumah tangga,baik yang dapat dikategorikan ke Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT), perselingkuhan dll.

Perlunya penangan secara baik dan tepat guna menekan jumlah


permasalahan yang terjadi pasca pernikahan ini bukannlah hal tabu untuk diajarkan
atau di pahami oleh anak-anak di usia remaja maupun dewasa awal. Maka penulis
bermaksud mengedukasi dan memberikan pengertian serta pemahaman agar
fenomena negatif ini dapat diminimalisir.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sepasang suami isrti tidak dapak menyelesaikan masalah

2. Apakah yang dimaksud dengan penasehat perkawinan

3. Bagaimana kesulitan dan kemungkinan kesalahan dalam penasehat pekawinan

C. TUJUAN PEMBAHASAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah memberikan edukasi dan pemahaman
tentang bagaimana peran penasehat perkawinan guna meminimalisir terjadinya
permasalahan yang terjadi pada masa perkawinan.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Mengapa Banyak Suami-Isteri Tidak Mampu Menyelesaikan
Perselisihan Mereka.
Tema kita selalu berkisar disekitar perkawinan yang berhasil dan yang
dilanda derita perselisihan. Telah berulang -ulang dikemukakan bahwa faktor
yang paling penting dalam soal suksesnya atau gagalnya hubungan suami isteri
itu ialah adanya secara cukup dan tidak adanya persamaan -persamaan atau
kecocokan (kompatibilitas).

Tetapi jangan mengira bahwa suami-suami dan istri-istri yang berhasil


dalam hubungan mereka itu ,yang rukun dan berbahagia itu, tidak memiliki
perbedaan -perbedaan diantara mereka. Tidak ada suami-istiri yang secara
lengkap dan sempurna kompatibel. Bila mana saudara mencari jodoh yang
cocok dalam sagala-galanya dengan saudara sendiri, saudara boleh mencari
seumur hidup dan akhimya tidak mendapatkan nya dan menjadi seorang
bujangan tua. Suami-istri yang berbahagia ada saja perbedaanya-perbedaannya,
terapi tidak banyak dan tidak mengenai perkara-perkara yang sangat
fundamentil seperti iman, pandangan hidup dan cara hidup (way oflife) yang
ingin diselenggarakan.

Diantara mereka ini terjadi juga perselisihan-perselisihan. Bedanya


dengan suami-isteri yang tidak sukses dalam perkawinan mereka, ialah bahwa
suami-istri yang sukses itu berkemauan dan mampu mengatasi perbedaan-
perbedaan mereka dan menyelesaikan perselisihan mereka.

Bagaimana mereka bisa mampu ?.

Soalnya mereka ini memiliki kecocokan dalam beberapa hal yang pokok
(iman, pandangan hidup). Mereka itu berahklak dan mencintai satu sama lain.
Asset-asset (hal-hal yang dimiliki secara positif) ini oleh mereka dijadikan
pangkalan, modal dan pegangan dalam membentuk dan mengembangkan
hubungan mereka dan dijadikan modal dan pedoman untuk memikirkan,
merundingkan, mendesain dan mengembangkan cara-cara untuk menghadapi
dan menggarap kesulitan-kesulitan yang mereka duga mungkin sekali akan
terjadi, karena mereka mengetahui bahwa "conflict is inherent in marital life".

Tetapi mereka juga tahu bahwa konflik itu mesti diselesaikan dan
mereka sebagai orang cerdas yakin bahwa konflik-konflik itu pada umumnya
dapat dipecahkan dan di selesaikan . Mereka mengerti bahwa kehidupan dunia
dan hidup dalam masyarakat ini penuh dengan persoalan dan kesulitan, tetapi
manusia itu oleh penciptanya telah diberi akal, dan cita-cita. Dengan akal ini
telah dikonsipiir, suatu sistim penyelesaian yang disebut Problim Solving. Yang
tidak sanggup mengambil manfaatnya atau tidak cukup memiliki kekerasan hati
untuk menempuh jalan perjuangan ini, mereka tentu tidak akan dapat keluar
dari kesulitan-kesulitan mereka, sehingga perkawinan mereka menjadi tidak
berhasil. Padahal macam dan isi kesulitan mereka itu, pada pokoknya mungkin
saja sama dengan yang dialami oleh rekannya yang berhasil itu. Yaitu yang
berhasil karena mau dan pandai memperoleh ilmu problem solving dan tekun
memanfaatkannya.

Mengapa sebagian orang berkemauan dan berusaha memiliki


kepandaian untuk menyelesaikan kesulitan-kesulitan mereka itu dan ada pula
orang-orang lain yang tidak?. Padahal kalau sekedar untuk mengatasi kesulitan-
kesulitan pada tahap permulaan, yaitu yang belum begitu rumit dan gawat, ilmu
itu tidak telalu susah untuk di pelajari dan dimilikinya.

Sebagian dari kepandaian ini sebenarnya hanya merupakan keterampilan


yang dapat diperoleh sambil hidup dan bergaul sehari-hari, dengan mencoba-
coba, tetapi dengan berfikir dan dengan niat yang baik. Dan lagi antara suami
dan istri harus ada komunikasi sehingga terwujud pengertian. Suami-istri yang
tidak mampu memiliki dan memanfaatkan ilmu penyelesaian konflik itu
rupanya kekurangan dalam pendidikan dan pembinaan jiwa, sehingga mereka
tidak mengerti bahwa kita manusia ini dapat dan di suruh oleh Tuhan untuk
menguasai dan mengendalikan perasaan-perasaan kemarahan, kejengkelan, dan
lain -lain bentuk emosi. Dan bahwa manusia itu dapat mengatur hidup mereka.
dan jangan malahan kita dihanyutkan atau diombang-ambingkan saja oleh
segala macam kekuatan yang ada didalam dan diluar diri kita.

Orang yang kurang imannya, yang kurang ketawakkalannya,


membiarkan dirinya dilanda nafsu angkara murka, kecemasan, atau kesedihan,
dan mengira bahwa dia menderita karena menjadi korban kejahatan, kekejaman
atau kesalahan orang lain, atau menjadi korban peristiwa-peristiwa tertentu.
Sampai dia percaya bahwa kesulitan-kesulitannya itu ditimpakan kepadanya
oleh kekuatan-kekuatan dalam diri pribadi, yang tidak dapat di kendalikan.
Pendidikan yang salah dan ajaran-ajaran yang menyesatkan telah menjadikan
banyak orang di negeri kita ini memiliki kepercayaan bahwa mereka sebagai
manusia tidak dapat menguasai emosi-emosi mereka. Jadi, bilamana dilanda
kesulitan dan menderita, mereka itu menyerah saja. Itu nasib, katanya. Sampai-
sampai sikap demikian dibawa juga kedalam hubungan antara suami dan istri.
Dari orang-orang semacam ini tentu tidak dapat diharapkan bahwa mereka akan
mampu atau berkemauan, untuk berusaha keras kearah memecahkan dan
menyelesaikan kesulitan-kesulitan mereka.

ltulah sebab utama yang menjadikan banyak suami dan istri sampai
berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan mereka yang telah merupakan suatu
konflik. Padahal mereka sebenarnya tidak ada maksud untuk membubarkan
persekutuan mereka dan tetap berkeinginan untuk terus melanjutkan ikatan
cinta-kasih mereka. Hanya mereka tidak mengerti bagaimana caranya dan apa
yang mereka harus perbuat. Inilah saatnya mereka harus diberitahu bahwa
harapan masih ada dan masih ada satu jalan yang dapat ditempuh. yaitu pergi
kepada seorang panasehat perkawinan. Hendaknya ada teman-teman atau
kerabat sendiri yang mendorong mereka untuk mencani ”professional
assistance” itu.

B. Penasehat Perkawinan (Marriage Counseling)


1. Maksud, Fungsi dan Proses Penasehat Perkawinan.
Baik istilah “penasehatan” maupun bahasa Inggrisnya, yaitu
“Counseling”. kurang melukiskan makna yang sebenarnya dan yang
dimaksud. Kadang-kadang dipakai juga istilah "Counsulling”, lazimnya
dipakai dibidang lain, umpamanya dibidang bisnis. “Penasehatan
perkawinan” atau ”marriage counseling" bukan hanya berupa “nasehat” saja
yang disampaikan kepada para suami dan istri yang datang meminta
“counsel" kepada counselor itu. Pekerjaan seorang marriage counselor
terdiri dari serentetan kegiatan yang secara singkatnya berupa :

a. Mengumpulkan sebanyak mungkin infomasi dari sebab-sebab konflik


tersebut: issue-nya, faktor-faktor yang telah menimbulkannya,. sebab-
sebab yang lebih mendalam, tingkatan dari kegawatan konflik, caranya
mereka berselisih, posisi (pendirian) dan tuntutan setiap pihak,
keinginan-keinginan dan kejengkelan dari masing-masing patner, apakah
pada mereka masih ada hasrat untuk melanjutkan perkawinan mereka,
apakah diantara mereka sebenarnya masih ada rasa cinta yang untuk
sementara waktu terdesak karena emosi dan amarah. Ataukah antara
mereka sudah tumbuh rasa benci yang mendalam, sampai dimana antara
mereka itu terdapat, “compatibilities” dan "incompatibilities", dan
sebagainya.

Usaha mendapatkan keterangan-keterangan dan gambaran yang


jelas ini dilakukan dengan menyelenggarakan wawancara (interviews)
dengan mereka satu-persatu, dan kemudian dengan mereka berdua
secara bersama.

b. Diusahakan pula untuk mengetahui apa yang selama ini oleh suami dan
istri itu telah dilakukan untuk menyelesaikan perselisihannya, dan
mengapa mereka itu gagal.

c. Setelah banyak data-data diperoleh. dan konselor sudah mendapat


gambaran yang jelas tentang situasi, kondisi dan posisi suami dan istri
tentang apa-apa yang merupakan “assets” yang positif, yang dapat
menguntungkan dan “liabelities” (hal-hal yang negatif dan merupakan
hambatan dalam usaha-usaha penyelesaian), maka sang penasehat

d. Diselenggarakan lagi pertemuan dan wawancara, bilamana mungkin


langsung saja dengan mereka berdua. kepada mereka dijelaskan bahwa,
persoalan mereka tidak “ hopeles” dan persengaktaan mereka dapat
diselesaikan ( dalam hal ini konselor harus jujur dan tidak boleh
membohongi mereka).

1. Kepada mereka diterangkan bahwa perselisihan mereka itu adalah suatu


persoalan (problem) biasa yang lazim terjadi antara manusia dan antara
suami istri, kerena itu cara mengatasinyapun bukanlah suatu yang selalu
sulit untuk dipikirakan dan sisusun; soalnya mereka itu :

a. Telah dilanda oleh emosi, sehingga tidak mampu lagi mempergunakan


akan sehat,antara lain tidak lagi dapat berbicara secara intelijen, bersikap
secara adil dan bertindak secara objektif.
b. Tidak memiliki pengetahuan dan pengalam tentang bagaimana
menyelesaikan suatu persoalan (problem solving ).
c. Mungkin kita juga korban dari suatu pandangan hidup telah menjadikan
mereka tidak berkemauan berjuang, tidak berambisi dan lebih suka
menyerah.
d. Mungkin juga masih belum cukup dewasa secara emosional sehingga
mereka “berkelahi” bagaikan anak-anak atau seperti orang-orang yang
tidak perna bersekolah, dan.
e. Tidak perna lagi berkomunikasi secara wajar, sehingga antara mereka
selalu terjadi salah paham atau tidak ada pengertian sama sekali.

2. Dengan menyinggung apa yang penulis namakan dasar-dasar dari pada


penasehat perkawinan ( the principles of marriage counseling ), yaitu :

a. Konselor bukan hanya memberi nasehat, tetapi juga memberikan


pertolongan lebih lanjut berupa bimbingan dan bantuan yang nyata.
b. Tapi harus dijaga agar penyelesaian persengkataan itu tetap menjadi
tanggung jawab dan kewewenang para suami dan istri.
c. Harus diusahkan oleh counselor agar suami dan istri yang ditolong ini
selanjutnya mampu mengurus mereka semdiri jangan sampai mereka
terus menerus saja mengandalkan jasa-jasa dari counselor, bail counselor
yang ini atau counselor yang lain.

C. Kesulitan-Kesulitan dan Kemungkinan Kesalahan-Kesalahan dalam


Penasehat Perkawinan
Beberapa macam kesulitan yang mungkin dialami oleh para penasehat
perkawinan kita diindonesia dan beberapa keselahan yang mengkin mereka buat
dan sebagai penutup akan disebut pula persyaratan yang menurut penulis harus
dipenuhi lebih dahulu oleh mereka.

1. Kesulitan-kesulitan
a. Kesulitan pertama yang mungkin dihadapi oleh counselor ialah bahwa
suami istri yang bersengkatan itu benar-benar tidak cocok atau terlalu
jauh berbeda ( incompatible ) dalam sejumlah perkara yang sangat
fundamental.
b. Counselor juga akan repot bilamana suami dan istri yang berselisih itu
menderita neuroses atau “mental deficienciens” lainnya, mereka terlebih
dahulu atau sekaligus mereka itu harus dibikin “tenang “ hal mana tentu
tidak mudah. Atau salah satu atau keduanya terlalu egosentris, tidak
bertanggu jawab banyak menuntut ( demading ) terlalu menggantukan
diri pada yang lain ( dependent ) selalu dalam ketakutan ( fearfull )
bersikaf suka atau mudah memusuhi atau menyerang yang lain ( hostile
dan agresif ), mudah tersinggung ( erotic ) atau menunjukan sifat
kekanak-kenakkan lainnya.

c. Suami atau istri atau kedua - duanya terlalu rendah sehingga tidak dapat
diajak untuk tingkat kecerdasannya kesulitan mereka.
d. Mereka duhulu kawinnya itu bukan karena alasan atau untuk mencapai
tujuan yang sesuai dengan konsepsi menginginkan perkawinan yang
berhasil sebagaimana dipaparkan dalam bab pertama dari naskah ini .
Sehingga tidak pernah berusaha untuk membina dan malahan tidak
memerlukan kerukunan dan keserasian .
e. Kesulitan mereka bersumber dalam hubungan seks mereka yang
ternyata tidak dapat berfungsi , dan salah seorang mereka tetap tidak
mau menerima situasi ini . Sebenarnya bila benar - benar diperiksa "
kerusakan " atau disorder " dibidang seks ini mungkin masih dapat
dihilangkan , karena tidak semua infortensi dan frigidity tidak dapat
diobati
f. Kesulitan mereka itu semata - mata atau terutama karena persoalan
ekonomi yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi dalam negara pada
umumnya .

2. Kesalahan - Kesalahan

Dalam melakukan tugas yang begitu berat dan rumit, para counselor
mungkin saja membuat kesalahan kesalahan. Kesalahan - kesalahan ini
mengenai beberapa soal dan terjadi dalam bermacam bentuk . . Penulis ,
menyebut disini beberapa kesalahan yang bersifat fundamentil conselor tidak
atau kurang mengikuti cara penyelesaian menurut apa yang oleh penulis
dinamakan metode " problem solving " umpamanya:

a. Penasehat mengambil kesimpulan tentang (menetapkan) macamdan


ukuran kesulitan yang sedang dialami sepasang suami-istri yang
meminta "counsel" atau "counsult" itu, dan mengambil kesimpulan
mengenai sebab-sebab dari persengketaan itu, tanpaterlebih dahulu
mengumpulkan data-data atau informasi secara lengkap dan teliti
melalui wawancara yang dilakukan dengan menggunakan tehnik - tehnik
wawancara yang telah "accepted" dalam counseling practise. Akibat dari
kesalahan yang dibuat oleh counselor ini mungkin serius sekali, yaitu
"diagnose" yang dibuatnya itu tidak betul, sehingga resep program
penyelesaian yang direkomendasikannya itupun menjadi salah.
b. Dalam mengidentifikasi sebab - sebab dari kesulitan ( konflik ),dalam
mengambil kesimpulan mengenai nama , macam , sifat danukuran dari
problem yang dialami para patient counselor hanya atau telah di dorong ,
oleh " pendapat " pribadi , dan tidak secara "detached" ( melepas diri
sendiri dari ikatan - ikatan yangditimbulkan oleh perasaan - perasaan dan
"ketertarikan" sendiri ) . Setiap orang dewasa , apalagi yang sepintar
seorang konsultan, tentu mempunyai pendapat tertentu mengenai
berbagai masalah. Pendapat yang telah melekat pada pikiran dan
hatinya . Ia dinamakan dewasa , pandai dan berpengalaman itu , justru
karena ia selalu siap dengan suatu pendapat. Tetapi pendapat ini
sebenarnya tidak lain dari suatu “prasangka” atau “prejudice” dan dalam
usaha mencari sebab - sebab dari suatu perselisihan
itu , seorang counselor sama sekali dan sifat perselisihan, seorang
conselor sama sekali
tidak boleh didorong oleh pendapat pribadi yang bersifat " prejudice " itu
. Yang demikian itu melanggar prinsip dan cara " problems solving " .
Apa yang harus ia perbuat?. Ia harus mampu mencari dan
mengembangkan beberapa ( 3 . 4 atau 5 ) " alternative " mengenai "
solution " ( secara penyelesaian ) yang tepat dan praktis . Setiap altenatif
itu ditelitinya , dan semuanya itu dibanding - bandingkan . Dicari mana
yang paling besar kemungkinan berhasilnya bilamana hendak
dilaksanakan . Kemudian dipilih satu yang dianggap terbaik . Yang
inilah akhirnya menjadi " program
penyelesaian " . Yang akan diusulkan pada para patient .
c. Counselor kurang rajin dan kurang " gigih " dalam mengumpulkan
informasi dan khususnya dalam usaha mengidentifikasi dan
memverifikasi posisi masing - masing pihak dalam konflik .
d. Counselor kurang obyektif dalam mengambil kesimpulan tentang posisi
masing – masing. Terlalu banyak mendengarkan satu pihak saja , terlalu
cenderung kepada
posisi atau nasib dari salah satu pihak saja .
e. Counselor terlalu banyak berbicara pada mereka berupa ajaran yang
terlalu tinggi atau yang sebenarnya yang hanya merupakan - umum dan
slogan sudah slogan terlalu atau sering ucapan didengar - ucapan yang
( " cliches bersifat " . " commonplaces " ) . Penulis tidak mau
pergunakan perkataan " ngecap " .
f. Counselor mengusulkan cara penyelesaian yang tidak diperiksa terlebih
dahulu secara sungguh - sungguh : apakah itu benar - benar didalam
kemampuan suami - isteri yang
bersangkutan untuk melaksanakannya , mengingat kondisi kondisi
mereka .
g. Mungkin pula seorang counselor menghadapi sepasang patient yang
begitu " angel " sehingga counselor mengambil kesimpulan bahwa
persoalan mereka itu tidak dapat diselesaikan lagi ( hopeless ) dan
bubarnya perkawinan adalah satu - satunya pemecahan . Padahal ,
bilamana counselor lebih teliti , lebih gigih dan lebih sabar , mungkin
kemudian ternyata bahwa kasus tersebut tidak begitu hopeless .
Akhirnya seorang counselor mungkin membuat suatu kesalahan yang
sangat fundamentil yaitu seakan - akan ia ( counselor ) mengambil alih
tanggung - jawab dan wewenang atas pengurus dalam ( manajemen )
hubungan seorang suami dan isteri itu diatas sudah ditegaskan bahwa
counselor . hanya " membantu " , walaupun bantuan yang diberikannya
itu sangat mendalam ( intensif ) . Harus dijaga dan diusahakan bahwa
suami dan istri itu sendirilah yang menyelesaikan persengketan mereka
itu. Dalam mereka bila perlu persengketaan ini counselor itu harus
penyelesaian suami - isteri lagi harus menyelesaikan program
melaksanakan lagi . Tetapi akhirnya sendiri membantu diatas kaki
mereka itu terus saja pandai berdiri jawab lagi , tidak boleh mereka itu
terus saja seumur hidup bergantung pada counselor.
3. Prasyarat Penasehatan
Ada prasyarat yang harus lebih dahulu dipenuhi . Hal ini tidak lain , ialah
a. Seorang marriage counselor harus memandang dan meyakini bahwa
pekerjaannya itu adalah suatu " profesi " , dan bukan suatu hobi atau
pekerjaan sambilan . Ia harus bersikap dan bertindak secara " profesional "
.
b. Walaupun ia menerima honorarium , tetapi ia harus memandang tugasnya
itu dan melaksanakannya sebagai amal yang baik yang diperintahkan oleh
Tuhan . Yaitu menolong sepasang insan yang berada dalam kesulitan lahir
, dan terutama bathin . Marriage counselors - menurut pendapat penulis -
tidak boleh menganggap atau meng - approach kegiatan - kegiatan mereka
sebagai bisnis semata - mata . Jangan sampai terjadi praktek praktek
mengeksploitasi orang - orang yang sedang menderita.
c. Seorang counselor harus obyektif dan tidak berpihak (inpartial, netral). Ia
diberikan kepada keduanya secara banyaknya sama
BAB III

KESIMPULAN
Banyaknya kasus yang terjadi di Indonesia pada konteks pasca pernikahan
merupakan cikal bakal dari ketidakcocokan. Hal tersebut dapat diakibatkan dari
berbagai aspek, seperti perbedaan pendapat ataupun visi. Adanya Marriage Counseling
merupakan salah satu usaha yang dapat menekan jumlah masalah pernikahan di
Indonesia, dengan tidak melupakan kesalahan-kesalahan yang perlu dihindari ketika
pelaksanaan Marriage Counseling, sehingga pelaksanaanya dapat benar-benar
berdampak konkrit.
DAFTAR ISI

Sukadji, Soetarlinah. 2010. Keluarga Indonesia: Aspek dan Dinamika Zaman.Jakarta:


PT. Rajafrafindo Persada

Ilham Tirta. 2020. 1.030 Pasangan Bercerai di Sulawesi Utara.


https://republika.co.id/berita/qadj2g485/1030-pasangan-bercerai-di-sulawesi-utara. Jumat 15
May 20:06 WIB

Anda mungkin juga menyukai