an
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
limpahan rahmat-Nya lah kami bisa menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“Sejarah Sastra Angkatan 70”.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah “ Sejarah Sastra” yang diampuh
oleh Dra. Sesilia Seli, M.Pd. Kami mengucapkan terima kasih telah diberikan kesempatan
untuk bisa menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun agar kedepannya makalah yang kami buat lebih baik dari yang
sebelumnya. Tim penyusun berharap dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat
bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai sejarah sastra
angkatan 70.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Lahirnya Angkatan 70
B. Pengarang dan karya-karya Sastranya
C. Ciri-ciri Karya Sastra Pada Angkatan 70
D. Peristiwa Penting yang Terjadi Pada Angkatan 70-an
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah sastra merupakan cabang ilmu sastra yang mempelajari pertumbuhan dan
perkembangan sastra suatu bangsa. Misalnya, sejarah sastra Indonesia, sejarah sastra Jawa,
dan sejarah sastra Inggris, dengan pengertian dasar itu, dapat dilihat bahwa objek sejarah
sastra adalah segala peristiwa yang terjadi pada rentang masa pertumbuhan dan
perkembangan suatu bangsa.
Dalam sejarah sastra Indonesia periodisasi dibagi sebagai berikut : angkatan balai pustaka,
angkatan pujangga baru, angkatan ’45, angkatan 50-an, angkatan 60-an, angkatan
kontemporer (70-an sampai sekarang). Dalam makalah ini kami akan membahas tentang
angkatan 70-an. Di dalam angkatan70-an mulai bergesernya sikap berpikir dan bertindak
dalam menghasilkan wawasan estetik dalam menghasilkan karya sastra bercorak baru baik
dibidang puisi, prosa maupun drama.
B. Masalah
1. Bagaimana sejarah lahirnya angkatan 70?
2. Apa saja ciri-ciri dari karya sastra pada angkatan 70?
3. Siapa saja pengarang pada angkatan 70?
C. Tujuan
Setiap aktivitas kegiatan yang dilakukan pasti memiliki tujuan, demikan pula dengan diskusi
kelompok yang kami lakukan. Adapun tujuan kelompok diskusi kelompok yang kami
rumuskan sebagai berikut :
1. Melalui diskusi kelompok kami berupaya untuk merealisasikan tri darma perguruan tinggi,
khususnya darma kedua yaitu penelitian.
2. Melalui diskusi ini kami dari kelompok lima menghargai perbedaan pendapat, bahkan antar
peserta diskusi.
3. Melalui diskusi kelompok ini kami berupaya ingin menerapkan kemampuan analisis kami
secara operasional yaitu sebagaimana yang diamanahkan oleh materi inquairi atau kualitas
itu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Lahirnya Angkatan 70
Munculnya periode 70-an karena adanya pergeseran sikap berpikir dan bertindak dalam
menghasilkan wawasan estetik dalam menghasilkan karya sastra bercorak baru baik di bidang
puisi, prosa maupun drama. Pergeseran ini mulai kelihatan setelah gagalnya kudeta G 30
S/PKI. Abdul Hadi W.M. dan damai Toda menamai sastra Indonesia modern pada tahun
1970-an dengan sastra periode 70-an. Korrie Layuan Rampan cenderung menamai Sastra
Indonesia sesudah angkatan ‘45 dengan nama angkatan ‘80. Perbedaan esensial antara kedua
versi tersebut hanyalah pemberian nama saja, karena keduanya memiliki persamaan, yaitu:
a. Keduanya tidak mengakui adanya angkatan ‘66 yang dicetuskan oleh HB. Jassin.
b. Keduanya meyakini adanya pergeseran wawasan estetik sesudah angkatan ’45.
c. Keduanya memiliki persamaan pandangan tentang tokoh-tokoh pembaruan Sastra Indonesia
Modern sesudah angkatan ’45.
Dalam periode 70-an pengarang berusaha melakukan eksperimen untuk mencoba batas-batas
beberapa kemungkinan bentuk, baik prosa, puisi, maupun drama semakin tidak jelas.
Misalnya, prosa dalam bentuk cerpen, pengarang sudah berani membuat cerpen dengan
panjang 1-2 kalimat saja sehingga terlihat seperti bentuk sajak. Dalam bidang drama mereka
mulia menulis dan mempertunjukkan drama yang absurd atau tidak masuk akal. Sedangkan
dalam bidang puisi mulai ada puisi kontemporer atau puisi selindro.
Periode 70-an telah memperlihatkan pembaharuan dalam berbagai bidang, antara lain :
wawasan estetik, pandangan, sikap hidup, dan orientasi budaya. Para sastrawan tidak
mengabaikan sesuatu yang bersifat tradisional bahkan berusahan untuk menjadikannya
sebagai titik tolak dalam menghasilkan karya sastra modern.
Konsepsi improvisasi dalam karya sastra dipahami oleh Putu Wijaya. Ia mengatakan bahwa
sebuah novel hanyalah cerita pendek yang disambung, sehingga yang muncul di dalam
penulisan suatu karya sastra adalah faktor ketiba-tibaan. Sebuah novel, drama, atau cerita
pendek ditulis dengan tiba-tiba karena pada saat menulis berbagai ide yang datang
dimasukkan ke dalam ide pokok. Unsur tiba-tiba seperti ini yang disebut dengan uncur
improvisasi.
Perkembangan sastra Indonesia periode 70-an maju pesat, karena banyak penerbitan yang
muncul dan bebas menampilkan hasil karyanya dalam berbagai bentuk. Sutardji
menampilkan corak baru dalam kesusastraan Indonesia di bidang puisi. Alasan tersebut
menyebabkaan Sutardji dianggap salah satu tokoh periode 70-an dalam sastra Indonesia. Pada
tahun 1979 Sutardji menerima hadiah sastra dari ASEAN.
Sutardji Calzoum Bachri dalam puisinya cenderung membebaskan kata dalam
membangkitkan kembali wawasan estetik mantra, yakni wawasan estetik yang sangat
menekankan pada magic kata-kata, serta melahirkannya dalam wujud improvisasi. Hal itu
nyata bila diperhatikan sikap puisinya berjudul Kredo Puisi yang ditulis di Bandung tanggal
30 Maret 1973 dan dimuat di majalah Horison bulan Desember 1974.
Angkatan 40 istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Dami N. Toda dalam kertas kerjanya
“Peta-Peta Perpuisian Indonesia 1970-an Dalam Sketsa” yang diajukan dalam diskusi sastra
memperingati ulang tahun ke-5 Majalah Tifa Sastra di Fakultas Sastra UI (25 Mei 1977).
Kertas kerja ini kemudian dimuat dalam Majalah Budaya Jaya (September 1977) dan dalam
Satyagraha Hoerip (ed) Semua Masalah Sastra (1982).
Menurut Dami, angkatan 70 dimulai dengan novel-novel Iwan Simatupang, yang jelas punya
wawasan estetika novel tersendiri; lalu teaternya Rendra serta puisinya “Khotbah” dan
“Nyayian Angsa”, juga semakin nyata dalam wawasan estetika perpuisian Sutarji Calzoum
Bachri, dan cerpen-cerpen dari Danarto, seperti “Godlob”, “Rintik”, dan sebagainya.
b) Struktur Temantik
a. Protes terhadap kepincangan masyarakat pada awal industrialisasi.
b. Kesadaran bahwa aspek manusia merupakan subjek dan bukan objek pembangunan.
c. Banyak mengungkapkan kehidupan batin religius dan cenderung mistis.
d. Cerita dan pelukisnya bersifat alegoris atau parable.
e. Perjuangan hak-hak asasi manusia, kebebasan, persamaan, pemerataan, dan terhindar dari
pencemaran teknologi modern.
f. Kritik sosial terhadap si kuat yang bertindak sewenang-wenang terhadap mereka yang lemah,
dan kritik tentang penyelewengan.