Anda di halaman 1dari 4

HASIL UJI NORMALITAS SHAPIRO WILK

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
PRE-TEST ,208 40 ,000 ,876 40 ,000
POST-TEST ,246 40 ,000 ,877 40 ,000
a. Lilliefors Significance Correction

Interpretasi :
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data tersebut berdistribusi normal atau tidak.
Dasar pengambilan keputusan dalam pengujian normalitas data pre test dengan menggunakan uji
saphiro wilk yaitu :
 Nilai sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05, maka data berdistribusi normal.
 Nilai sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05, maka data berdistribusi data
tidak normal.
Hasil uji normalitas pada tabel test of normality data pre test menunjukkan nilai signifikan
pada uji shapiro wilk sebesar 0,000. Artinya nilai signifikan tersebut < 0,05, maka data tersebut
tidak berdistribusi normal. Hasil uji shapiro wilk data post test menunjukkan nilai signifikan
sebesar 0,000. Artinya nilai signifikan dari uji tersebut < 0,05, maka data post test juga
berdistribusi tidak normal.
Berdasarkan data hasil uji shapiro wilk, karena data pre dan post test menunjukkan tidak
berdistribusi normal, maka dilanjutkan uji beda dengan uji wilcoxon.

HASIL UJI BEDA WILCOXON

Ranks
Sum of
N Mean Rank Ranks
a
POST-TEST – Negative 7 6,50 45,50
PRE-TEST Ranks
Positive Ranks 10b 10,75 107,50
Ties 23c
Total 40
a. POST-TEST < PRE-TEST
b. POST-TEST > PRE-TEST
c. POST-TEST = PRE-TEST
Berdasarkan tabel tersebut, diketahui ada 7 responden yang memiliki nilai post test
kurang dari nilai pre test sebelumnya yang artinya mengalami penurunan. Sedangkan yang
mengalami peningkatan nilai pada post test sebesar 10 orang dengan rata-rata peningkatan
sebesar 10,75. Sebanyak 23 orang lainnya memiliki nilai post test yang sama dengan pre test.

Test Statisticsa
POST-TEST
- PRE-TEST
Z -1,531b
Asymp. Sig. (2- ,126
tailed)
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on negative ranks.

Dasar pengambilan keputusan dalam pengujian normalitas data pre test dengan menggunakan
uji saphiro wilk yaitu :
 Jika nilai asymp.sig < 0,05, maka hipotesis diterima
 Jika nilai asymp.sig < 0,05, maka hipotesis ditolak
Berdasarkan output tersebut, diketahui nilai Asymp.Sig (2-tailed) adalah 0,126 dan lebih besar
dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis ditolak. Artinya, tidak ada perbedaan yang
signifikan antara nilai pre test dan post test responden. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
ada pengaruh dari edukasi yang diberikan terhadap nilai pre test dan post test responden.
PEMBAHASAN
Stunting adalah salah satu masalah gizi kronis dimana balita mengalami kegagalan
pertumbuhan yang disebabkan oleh beberapa faktor pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)
(Yadika et al., 2019). Gagalnya pertumbuhan ini ditandai dengan kurangnya pertumbuhan
tinggi badan balita apabila memiliki nilai z-score tinggu badan menurut umur (TB/U) kurang
dari minus dua standar deviasi (Erwina Sumartini & Keb, 2020). Menurut hasil Studi Status
Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan pada tahun 2021 prevalensi balita yang
mengalami stunting di Indonesia sebanyak 24,4%.
Faktor-faktor penyebab terjadinya stunting dibedakan menjadi dua yaitu penyebab secara
langsung dan tidak langsung. Secara langsung penyebab stunting berkaitan dengan 4 faktor
utama yaitu praktik menyusui, ketersediaan makanan serta lingkungan rumah tangga dan
keluarga. Penyebab stunting secara tidak langsung adalah faktor ekonomi politik, sistem
makanan, air, sanitasi dan lingkungan. Faktor penyebab stunting juga dibedakan menjadi 2 jika
ditinjau dari jangka waktunya faktor jangka panjang dan faktor jangka pendek. Faktor jangka
panjang adaIah pemberian supIemen gizi seperti Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pedamping
Air Susu Ibu (MP-ASI), sedangkan faktor jangka pendek adalah pengetahuan ibu tentang
makanan yang bergizi, pendidikan orangtua dan ekonomi dalam keluarga (Kemenkes, 2019).
Salah satu faktor penyebab stunting adalah Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI).
Menurut WHO (2011), Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang baik harus memperhatikan
kualitas dan kuantitas serta waktu pemberian yang tepat yaitu diberikan pada anak ketika berusia
≥ 6 bulan. Dalam praktik pemberian MPASI tidak hanya dilihat dari usia pemberiannya saja,
namun dapat juga dilihat dari asupan zat gizi makro dan mikro pada anak. Kekurangan zat gizi
baik makro (energi dan protein) maupun zat gizi mikro (zinc) tidak hanya sejak anak dilahirkan
hingga mencapai usia 3 tahun, tetapi defesiensi zat gizi dalam masa kehamilan juga
mempengaruhi terjadinya stunting.
REFERENSI
Handayani, U., Fujiana, F., & Murtilita, M. (2019). Pemberian Makanan Pendamping Asi
Diniterhadap Kejadian Stunting Pada Balita: Literature Review. ProNers, 6(2).

Putri, S. S. I., Tirtayanti, S., & Pujiana, D. (2023). HUBUNGAN PEMBERIAN ASI
EKSKLUSIF DAN MPASI DENGAN KEJADIAN STUNTING. MOTORIK Jurnal Ilmu
Kesehatan, 18(1), 7-13.

Sentana, L. F., Hrp, J. R., & Hasan, Z. (2018). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
stunting pada anak usia 12-24 bulan di Kelurahan Kampung Tengah Kecamatan Sukajadi
Pekanbaru. Jurnal Ibu dan Anak, 6(1), 01-09.

Sutarto., Mayasari, D., & Indriyani, R. 2018. Stunting, faktor resiko dan pencegahannya. Jurnal
Agromedicine, 5(1):540-545

Anda mungkin juga menyukai