Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN HIPOVOLEMIA


KLINIK PRATAMA AJONG - JEMBER

Di susun oleh :
ARINI KURNIA
NIM..................

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN GENGGONG -
PROBOLINGGO
2023 - 2024
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP HIPOVOLEMIA
DI RUANG RAWAT INAP KLINIK PRATAMA AJONG - JEMBER

Nama Mahasiswa : ARINI KURNIA


NIM :
Program Studi : Profesi Ners

Laporan pendahulan dan asuhan keperawatan ini telah disahkan pada:


Hari :
Tanggal :

Jember, ................................
MAHASISWA

Arini Kurnia

PEMBIMBING RUANGAN PEMBIMBING AKADEMIK


A. Anatomi Fisiologi Cairan dan Elektrolit
Cairan tubuh sangatlah berperan penting dalam menjaga keseimbangan
(hemodinamik) proses kehidupan. Peranan tersebut dikarenakan air memiliki
karekateristik fisiologis. Menurut Andi, 2012 salah satu peran cairan tubuh yaitu
sebagai media utama pada reaksi intrasel. Sedangkan elektrolit merupakan
senyawa kimia yang diuraikan menjadi ion dalam air (Andi, 2012).
Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan
cairan intravena (IV) kemudian didistribusikan ke seluruh tubuh. cairan dan
elektrolit dalam tubuh haruslah seimbang jumlahnya. Keseimbangan cairan dan
elektrolit saling bergantung satu sama lain sehingga apabila salah satunya
terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.
Cairan dalam tubuh dibagi menajadi dua yaitu intraseluler dan ekstraseluler.
Cairan intraseluler merupakan cadangan cairan tubuh terbesar yang letaknya
berada di dalam sel tubuh (Andi, 2012). Sedangkan cairan ekstraseluler merupakan
cairan yang berada di luar sel dan berjumlah 40% dari cairan tubuh total. Cairan
ekstraseluler dibagi menjadi tiga tiga jenis yaitu cairan intravaskuler (IVF), cairan
interstitial, dan cairan transeluler (Andi, 2012).
Cairan intrvaskuler adalah cairan yang terletak di dalam sistem vaskuler
berjumlah sekitar 10% dari tital cairan tubuh. Cairan interstitial merupakan cairan
yang terletak diantara sel berjumlah sekitar 30% dari cairan tubuh total. Sedangkan
cairan transeluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal, cairan
intraokuler, dan sekresi saluran cerna. (Andi, 2012)

B. Volume dan Distribusi Cairan Tubuh


1. Volume Cairan Tubuh
Komponen cairan tubuh sangat bervariasi jumlahnya tergantung dari
faktor usia. Namun, kondisi komposisi cairan tubuh yang berbeda-beda pada
setiap tahap usia tergantung keadaan individu. Berikut secara umum jumlah
total cairan dalam tubuh ( Total Body Water/ TBW) menurut Andi, 2012:
Karakteristik Volume Cairan Tubuh (Total Body
Water/TBW)
Bayi yang lahir prematur 80% dari berat badan
Bayi baru lahir normal 70% -75% dari berat badan
Usia 1 tahun 60% dari berat badan
Remaja - usia 39 tahun:
a. Pria 60% dari berat badan
b. Wanita 52% dari berat badan
Usia 40 – 60 tahun
a. Pria 55% dari berat badan
b. Wanita 47% dari berat badan
Usia diatas 60 tahun:
a. Pria 52% dari berat badan
b. Wanita 46% dari dari berat badan

2. Sumber Cairan Tubuh


Air memiliki moleku yang kecil, sangat mudah berdifusi dan bersifat
polar (senyawa elektron) sehingga berkohesi satu dengan yang lainnya
membentuk cair. Fungsi vital air adalah pelarut yang sangat baik karena
molekulnya dapat bergabung dengan protein, hidrat arang, gula, dan zat
terlarang lainnya.
Air sebagai asupan pokok dapat diperoleh dari berbagai macam bahan
makanan, seperti buah-buahan, sayuran, dan daging. Proses oksidasi bahan
makanan selama proses pencernaan juga menghasilkan air sekitar kurang
leibih 220 ml dari metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Akan tetapi,
asupan air murni secara oral sangat penting untuk memenuhi kebutuhan air,
sebab kebutuhan air pada manusia sangat besar (Andi. 2012).
Berikut beberapa sumber air beserta jumlahnya menurut Andi, 2012:
Sumber Jumlah
Air minum 1.500 – 2.000 ml/hari
Air dalam makanan 700 ml/hari
Air dari hasil metabolisme tubuh 200 ml/hari
Jumlah 2.400 – 2.900 ml/hari

3. Distribusi Cairan Tubuh


Cairan yang masuk ke dalam tubuh berguna untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Namun, untuk menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh, maka cairan
yang masuk tersebut akan dikeluarkan kembali oleh tubuh melalui distribusi
ke beberapa organ tubuh. Cairan yang dieskresikan ini akan bercampur
dengan sisa-sisa metabolisme. Menurut Andi, 2012 cairan dalam tubuh akan
dikeluarkan melalui berbagai jalan, antara lain :
a. Ginjal dan Gastrosional
Secara normal pada orang dewasa, ginjal menerima plasma sekitar
125 ml/menit untuk dilakukan filtrasi. Ginjal juga memproduksi urine
sekitar 40-80 ml/jam. Jadi, hasil proses di ginjal pada akhirnya akan
dieksresikan keluar tubuh. proses di ginjal terkait dengan keseimbangan
cairan dipengaruhi oleh 2 hormon yaitu Adh ( Anti Deuretic Hormone)
dan hormon aldosteron. Hormon-hormon tersebut mempengaruhi eksresi
dan natrium (Perry & Potter, 2006 dalam Andi, 2012).
b. Kulit
Selain melalui ginjal, air juga bisa dieskresikan melalui kulit.
Pengeluaran ini dipengaruhi oleh sistem saraf simpatis untuk
mengaktifkan kelenjar keringat. Kelenjar keringat akan distimulasi dengan
olahraga otot, peningkatan suhu lingkungan, dan peningkatan aktivitas
metabolik seperti pada klien demam.
Insensible water los merupakan kehilangan air dari tubuh tanpa kita
rasakan. Kehilangan tersebut pada orang dewasa sekitar 6 ml/kgBB/24
jam. IWL bisa melalui keringat, udara pernapasan, dan eliminasi alvi.
Berbeda dengan IWL, SWL (Sensible water loss) merupakan
pengeluaran air dari tubuh yang dapat kita rasakan. Keringat berlebihan
merupakan faktor utama dalam pengeluaran cairan tubuh. SWL dapat
mencapai 1000 ml atau lebih dalam 24 jam jika dirangsang dengan latihan
fisik.
c. Pernapasan
Saat melakukan ekspirasi, paru tidak hanya mengeluarkan CO 2 tetapi
juga ada unsur air yang ikut keluar bersama karbondioksida (Andi, 2012).
Jumlah IWL yang keluar dari udara pernapasan sekitar 400 ml setiap
harinya. Akan tetapi, jumlah tersebut bisa meningkat terkait perubahan
frekuensi dan kedalaman pernapasan. Alat bantu oksigen pun dapat
meningkankan kehilangan air karena oksigen lebih kering daripada udara
di pernapasan.
Dalam bukunya, Andi membagi beberapa distribusi atau haluaran cairan
sebagai berikut.
Lingkungan Suhu Normal Suhu Panas Kerja Berat
Insensible water loss 350 350 350
of skin
Saluran napas 350 250 650
Urine 1400 1200 500
Keringat 100 1400 5000
Feses 100 100 100
Total 2300 3300 6600
C. Konsep Dasar Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit Hipovolemia
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akan memberikan dampak yang
sangat berarti bagi tubuh. hal ini dikarenakan terjadinya kelebihan atau
kekurangan pada salah satu ruang. Ketidakseimbangan ini sangat dipengaruhi oleh
osmolalitas atau tekanan osmotik, misalnya ketidakseimbangan antara intersitital
dan intravaskuler. Salah satu gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yaitu
hipovolemia atau kekurangan volume cairan.

1. Pengertian Hipovolemia
Hipovolemia merupakan penipisan volume cairan ekstraseluler.
Hipovolemia dapat terjadi karena kekurangan pemasukan air (anoreksia, mual,
muntah, tidak mampu menelan, depresi) atau pengeluaran yang berlebihan
(kehilangan melalui kulit, GI, ginjal, perdarahan). Kekurangan cairan dapat
terjadi sendiri atau kombinasi dengan ketidakseimbangan elektrolit. Mekanisme
kompensasi hipovolemia termasuk peningkatan rangsang sistem saraf simpatis
(peningkatan frekuensi jantung dan tahanan vaskuler), rasa haus, pelepasan
hormon antidiuretik (ADH), dan pelepasan aldosteron (Andi, 2012).
Hipovolemia adalah kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan
defisiensi cairan dan elektrolit di ruang ekstraselular, tetapi proporsi antara
kedua (cairan dan elektrolit) mendekati normal. Hipovolemia dikenal juga
dengan sebutan dehidrasi atau defisit volume cairan 18 (fluid volume defisit
atau FVD). Secara umum, dehidrasi dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
a. Dehidrasi isotonic, yaitu jumlah cairan yang hilang sebanding dengan
jumlah elektrolit yang hilang.
b. Dehidrasi hipertonik, yaitu jumlah cairan yang hilang lebih besar dari pada
jumlah elektrolit yang hilang.
c. Dehidrasi hipotonik, yaitu jumlah cairan yang hilang lebih sedikit dari pada
jumlah elektrolit yang hilang.
Kehilangan cairan ekstrasel secara berlebihan dapat menyebabkan
penurunan volume ekstrasel (Hipovolemia) dan perubahan hematokrit.
Berdasarkan derajat keparahan dehidrasi dapat dibagi menjadi :
a. Dehidrasi ringan Pada dehidrasi ringan, tubuh kehilangan cairan sebesar 5%
dari berat badan atau sekitar 1,5-2 L. kehilangan cairan yang berlebihan
dapat berlangsung melalui kulit, saluran pencernaan, saluran kemih, paru,
atau pembuluh darah.
b. Dehidrasi sedang Pada dehidrasi sedang tubuh kehilangan cairan sebesar 5-
10% dari berat badan atau sekitar 2-4 L. natrium serum dalam tubuh 19
mencapai 152-158 mEq/L. salah satu ciri-ciri fisik dari penderita dehidrasi
sedang adalah mata cekung.
c. Dehidrasi berat Pada dehidrasi berat tubuh kehilangan cairan sebesar 4-6
liter atau lebih dari 10% dari berat badan. Natrium serum mencapai 159-166
mEq/L. penderita dehidrasi berat dapat mengalami hipotensi, oliguria, turgor
kulit buruk, serta peningkatan laju pernapasan.

2. Etiologi Hipovolemia
Menurut Andi, 2012 secara ringkas penyebab hipovolemia adalah sebagai
berikut.
a. Kehilangan cairan melalui saluran pencernaan seperti daire dan muntah
b. Poliuria atau BAK berlebihan
c. Demam
Demam merupakan peningkatan suhu tubuh sehingga dapat meningkatkan
metabolisme tubuh dan pengeluaran air dalam tubuh.
d. Keringat yang berlebihan
Keringat yang berlebihan dapat meningkatkan pengeluran cairan tubuh
melalui keringat yang dikeluarkan
e. Kurang intake cairan
Kurang minum dan makan dapat menurunkan volume asupan cairan
dalam tubuh sehingga tidak dapat memenuhi kebutan cairan.

3. Manifestasi Klinis Hipovolemia


Menurut Andi, 2012 beberapa tanda dan gejala dari hipovolemia adalah
sebagai berikut.
a. Pusing, lemah, letih, sinkope, anoreksia, mual, muntah haus, kekacauan
mental, konstipasi, oliguria.
b. Menurunnya turgor kulit dan lidah
c. Menurunnya kelembaban di mulut/keringnya mukosa mulut
d. Menurunnya produksi urine (kurang dari 30 ml/jam untuk orang dewasa)
e. Nadi cepat dan lemah
f. Meningkatnya temperatur tubuh
g. Ektremitas dingin
h. Hipotensi, frekuensi nafas cepat
i. Kehilangan berat badan yang cepat

4. Patofisologi
Kekurrangan volume cairan atau hipovolemia terjadi ketika tubuh
kehilangan cairan dan elektrolit ekstraselular dalam jumlah yang proporsional
(isotonik). Umumnya gangguan ini diawali dengan kehilangan cairan
intravaskuler, lalu diikuti dengan perpindahan cairan interstitial menunju
intravaskuler sehingga menyebabkan penurunan cairan ekstaseluler. Untuk
mengkompensasi kondisi ini, tubuh melakukan pemindahan cairan intraselular.
Secara umum, defisit volume cairan disebabkan beberapa hal yaitu kehilangan
cairan abnormal melalui kulit, penurunan asupan cairan, perdarahan, dan
pergerakan cairan ke lokasi ketiga (lokasi tempat cairan berpindan dan tidak
mudah untuk mengembalikannya ke lokasi semula dalam kondisi cairan
ekstraseluler istirahat). Pada saat kekurangan cairan dan elektrolit, tekanan
osmotik mengalami perubahan sehingga cairan interstitial kosong dan cairan
intrasel masuk kedalamnya.
Pathway

Diare Mual + muntah

BAB > 3x/hari Proses pencernaan


makanan terganggu di
lambung
Penyerapan cairan
terganggu di kolon
Cairan lambung
keluar bersama asam
lambung
Pengeluaran cairan
berlebihan di ekstrasel

Kekurangan cairan di
ekstra sel
Proses kompensasi
tubuh
Tubuh memindahkan cairan
intrasel ke ekstrasel

Intrasel kekurangan Turgor kulit menurun


cairan

Mengirim sinyal pada


otak

Otak merespon

Sitem Uriniaria Kulit Jantung Pencernaan

Kompensasi eksresi Cairan dalam sel Percepat aliran darah Mukosa/ Bibir kering
cairan oleh ginjal kulit berkurang di vaskuler

Produksi urine Elastisitas / turgor Denyut jantung Haus


menurun kulit menurun meningkat
5. Dampak Hipovolemia
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan masalah penting dan
dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik yang cepat. Kehilangan
sepuluh elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis
metabolik. Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis dapat
mengakibatkan syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi
sehingga menimbulkan komplikasi lain yakni Tubular Nekrosis Akut pada
ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ (Irianto Koes, 2013).

6. Pencegahan Hipovolemia
Pada beberapa kasus penyebab hipovolemia mengganti kehilangan cairan
dan elektrolit merupakan hal yang penting untuk mencegah terjadinya
hipovolemia, hal ini dapat dilakukan dengan memberikan banyak minum air,
larutan gula-garam, kuah sup, sari buah, oralit, atau bila kondisi klien buruk
biasanya diberi cairan infus. Berikan juga susu yang berkadar penuh ataupun
yang sedikit diencerkan, lewat mulut atau dengan sonde lambung bila ada
muntah dan hilangnya nafsu makan (Irianto Koes, 2013).

7. Penatalaksaan Medis
Berikut penatalaksanaan yang dapat dilakukan apabila terjadi
hipovolemia menurut Arfandi, 2008 dalam Andi, 2012.
a. Pemulihan volume cairan normal dan koreksi gangguan penyerta asam-basa
dan elektrolit.
b. Perbaikan perfusi jaringan pada syok hipovolemik.
c. Rehidrasi oral pada diare pediatrik. Tindakan berupa hidrasi harus secara
berhati-hati dengan cairan intravena sesuai pesanan / order dari medis.
Catatan : Rehidrasi pada kecepatan yang berlebihan dapat menyebabkan
GJK (gagal ginjal jantung kongestif)
d. Tindakan terhadap penyebab dasar.

D. Konsep Asuhan Keperawatan Pasien Diare Dengan Masalah Keperawatan


Hipovolemia
1. Pengkajian
a. Identitas pasien/biodata
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir,
umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua,
penghasilan.
b. Keluhan utama
Buang air besar (BAB) lebih tiga kali sehari. BAB kurang dari empat
kali dengan konsistensi cair (diare tanpa dehidrasi). BAB 4-10 kali dengan
konsistensi cair (dehidrasi ringan/sedang). BAB lebih dari sepuluh kali
(dehidrasi berat). Bila diare berlangsung kurang dari 14 hari adalah diare
akut. Bila berlangsung 14 hari atau lebih adalah diare persisten.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) gelisah suhu badan mungkin meningkat. Nafsu makan berkurang atau
tidak ada, kemungkinan timbul diare. Tinja makin cair, mungkin
disertai lender atau lender dan darah. Warna tinja berubah menjadi
kehijauan karena bercampur empedu. Anus dan daerah sekitarnya
timbul lecet karena sering defekasi dan sifatnya makin lama makin
asam. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
b) Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala
dehidrasi mulai tampak. Dieresis, yaitu terjadi oliguri (kurang 1
ml/kg/BB/jam bila terjadi dehidrasi.
c) Urin normal pada diare tanpa dehidrasi. Urin sedikit gelap pada
dehidrasi ringan atau sedang. Tidak ada urine dalam waktu enam jam
(dehidrasi berat).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita diare dan yang
berhubungan dengan distribusi penularan.
Fisiologi dari masalah keperawatan hipovolemia adalah sebagai berikut :
a) Tanda dan gejala mayor diantaranya :
Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering,
volume urin menurun.
b) Tanda dan gejala minor diantaranya :
Merasa lemah, mengeluh haus, pengisian vena menurun, status mental
berubah, suhu tubuh meningkat, konsentrasi urin meningkat, beran badan
turun tiba-tiba.
2. Diagnosa Keperawatan
Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif. (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2016)
3. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan yang dapat dirumuskan pada hipovolemia yaitu :
a. Kriteria NOC :
a) Fluid balance
b) Hydration
c) Nutritional status : Food and Fluid Intake
b. Kriteria hasil :
a) Mempertahankan pengeluaran urin sesuai dengan usia dan berat badan,
jenis urine normal, dan hematokrit normal.
b) Tekanan darah, nadi, dan suhu tubuh berada dalam batas normal.
c) Tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik,
membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
c. Adapun intervensi yang dapat dirumuskan sesuai dengan NIC yaitu :
a) Fluid management :
1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
2. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik) jika diperlukan.
3. Monitor tanda – tanda vital.
4. Monitor masukan makanan/ cairan dengan hitung intake kalori harian.
5. Kolaborasi pemberian cairan IV.
6. Monitor status nutrisi.
7. Berikan cairan IV pada suhu ruangan.
8. Dorong masukan oral.
9. Berikan penggantian nesogatrik sesuai output.
10. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan.
11. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat.
b) Hypovolemia Management
1. Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan.
2. Pelihara IV line.
3. Monitor tingkat hemoglobin dan hematokrit.
4. Monitor tanda - tanda vital.
5. Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan.
6. Monitor berat badan.
7. Dorong pasien untuk menambah intake oral.
8. Pemberian cairan iv, monitor adanya tanda dan gejala kelebihan cairan.
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan atau implementasi merupakan bagian aktif dalam asuhan
keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai dengan rencana tindakan.
Tindakan ini bersifat intelektual, teknis, dan interpersonal berupa berbagai
upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.
Adapun implementasi yang dapat dilakukan sesuai dengan perencanaan,
yaitu:
a) Mengobservasi tanda dan gejala dehidrasi (kulit membran mukosa kering,
kenaikan berate jenis urin tiap 4 jam, dan rasa haus).
b) Pantau masukan dan keluaran dengan cermat meliputi frekuensi, warna, dan
konsistensi.
c) Pantau ketidakseimbangan elektrolit (natrium klorida dan kalium).
d) Timbang berat badan setiap hari.
e) Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam.
f) Monitor pemeriksaan laboratorium (elektrolit, berat jenis urin, dan nitrogen
urea darah).
g) Lakukan tindakan untuk mengurangi demam (ganti pakaian katun dan
kompres hangat).
h) Kolaborasi dengan dokter tentang dehidrasi, terutama untuk dehidrasi berat
dan jika terdapat penyakit berat lainnya).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan fase kelima dan fase terakhir dalam proses
keperawatan. Evaluasi adalah evaluasi yang direncanakan, berkelanjutan, dan
terarah ketika klien dan profesional kesehatan menentukan kemajuan klien
menuju pencapaian tujuan/hasil dan keefektifan rencana asuhan keperawatan
(Kozier et al., 2010).
Hasil yang diharapkan:
1. Mempertahankan pengeluaran urin sesuai dengan usia dan berat badan,
jenis urine normal, dan hematokrit normal.
2. Tekanan darah, nadi, dan suhu tubuh berada dalam batas normal.
3. Tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik,
membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus
REFERENSI

Andi, Eka P. 2012. Management Cairan & Elektrolit. Yogyakarta: Nuha Medika.
Irianto, Koes. 2013. Anatomi Dan Fisiologi. Bandung: Alfabeta.
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan. Jakarta: PPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai