Anda di halaman 1dari 59

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELITUS DI RUANG


BOUGENVILLE RUMAH SAKIT TK II DUSTIRA
LAPORAN SEMINAR
Diajukan untuk memenuhi Kompetensi Keperawatan Medikal Bedah
Dosen Koordinator: Hikmat Rudyana, S.Kp., M. Kep
Dosen Pembimbing: Diki Ardiansyah, S. Kep., Ners., M. Kep

Disusun Oleh
Kelompok 7
Ai Setianah (2350321084)
Lasari Triska (2350321085)
Tiara Rahma Putri (2350321086)
N Wafiq Bagis (2350321087)
Maudina Mardiyanti (2350321088)
Devi Puspitasari (2350321089)
Dewi Pertiwi Nuraeni (2350321090)
Widia Rahma Safitri (2350321091)
Linda Sari (2350321092)
Tasya Nur Afifah O. Q (2350321093)
Mega Alifiani Futri (2350321094)

PRODI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI


KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL AHMAD YANI CIMAHI
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat dan karunia-Nyalah kami dapat menyusun dan menyelesaikan
Laporan Seminar Keperawatan Medikal Bedah dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya, kami juga berterimakasih kepada Bapak Hikmat
Rudyana, S. Kp., M. Kep selaku dosen koordinator Stase Keperawatan Medikal
Bedah dan Bapak Diki Ardiansyah S.Kep., Ners., M.Kep yang telah membimbing
kami.
Kami sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kami penerapan senam kaki diabetes pada pasien
dengan Diabetes Melitus. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
laporan ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat. Mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga laporan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan sarannya.

Cimahi, 20 November 2023

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 3
C. Tujuan ...................................................................................................................... 3
D. Manfaat .................................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4
A. Konsep Teori Diabetes Mellitus Tipe 2 ................................................................... 4
1. Definisi ................................................................................................................ 4
2. Etiologi ................................................................................................................ 6
3. Patofisiologi ......................................................................................................... 7
4. Tanda dan Gejala ................................................................................................. 8
5. Pemeriksaan Diagnostik .................................................................................... 10
6. Komplikasi......................................................................................................... 11
7. Penatalaksanaan ................................................................................................. 12
B. Konsep Teori Senam Kaki Diabetes ...................................................................... 20
1. Definisi Senam Kaki Diabetes ........................................................................... 20
2. Tujuan Senam Kaki Diabetes ............................................................................ 20
3. Indikasi dan Kontraindikasi ............................................................................... 21
4. Pelaksanaan Senam Kaki Diabetes .................................................................... 22
a. Persiapan.................................................................................................................... 22
Persiapan alat dan lingkungan: .......................................................................................... 22
a. Prosedur ..................................................................................................................... 22
C. Konsep Asuhan Keperawatan ................................................................................ 25
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................................. 42
BAB IV PENUTUP ........................................................................................................... 56

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit metabolisme yang ditandai
dengan tingginya kadar gula darah akibat gangguan dalam sekresi insulin,
kerja insulin, atau keduanya. Penyakit ini bersifat kronis dan seringkali
menyebabkan komplikasi kronis atau akut (Sudoyo, 2007). DM adalah
penyakit jangka panjang yang ditandai oleh tingginya kadar glukosa darah dan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein karena kekurangan
insulin secara relatif atau mutlak. Jika tidak terkontrol, dapat menyebabkan
komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskuler jangka panjang, baik
mikroangiopati maupun makroangiopati (Darmono, 2007).
Menurut data Federasi Diabetes Internasional (IDF), prevalensi DM global
adalah 8,4% dari populasi dunia pada tahun 2012, meningkat menjadi 382 juta
kasus pada tahun 2013. IDF memperkirakan peningkatan 55% (592 juta) kasus
DM pada tahun 2035 di antara mereka yang berusia 40-59 tahun (IDF, 2013).
Indonesia menempati peringkat ketujuh dengan insiden diabetes mellitus
tertinggi, dengan 8,5 juta kasus, setelah China (98,4 juta), India (65,1 juta),
Amerika Serikat (24,4 juta), Brasil (11,9 juta), Rusia (10,9 juta), dan Meksiko
(8,7 juta) (IDF, 2013).
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), diperkirakan akan terjadi
peningkatan jumlah penderita DM di Indonesia pada tahun 2030 menjadi 20,1
juta dengan prevalensi 14,7% di perkotaan dan 7,2% di pedesaan. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) juga memprediksi jumlah penderita DM akan
meningkat menjadi 21,3 juta pada tahun 2030 (PdPersi, 2011). Riskesdas
tahun 2013 mencatat peningkatan prevalensi DM di 17 provinsi di Indonesia
dari 1,1% (2007) menjadi 2,1% pada tahun 2013 dari total penduduk sekitar
250 juta.
Pengelolaan penderita DM menurut Mardi Santoso (2008) terdiri dari 4
pilar: Edukasi, Perencanaan Makanan, Olahraga, dan Obat-obatan DM (OHO,
Insulin). Olahraga teratur merupakan bagian penting dari program pengobatan

1
DM, terutama tipe II, selain dari diet dan obat-obatan. Aktivitas fisik/olahraga
memainkan peran penting dalam mengelola peningkatan glukosa darah pada
penderita diabetes mellitus. Salah satu latihan yang disarankan adalah Senam
Diabetes Mellitus.
Senam diabetes adalah kegiatan fisik yang didesain sesuai dengan usia dan
kondisi fisik penderita, menjadi bagian dari pengobatan diabetes mellitus
(Persadia, 2000). Senam ini dikembangkan oleh para ahli yang berkaitan
dengan diabetes, seperti rehabilitasi medis, penyakit dalam, olahraga
kesehatan, ahli gizi, dan instruktur senam (Sumarni, 2008). Selain senam
diabetes, senam kaki diabetes juga dapat menurunkan kadar gula darah pada
pasien DM. Ini adalah latihan yang membantu mencegah luka dan
meningkatkan peredaran darah pada kaki (Soebagio, 2011).
Perawat, sebagai bagian dari tim kesehatan, tidak hanya memberikan
edukasi kesehatan tetapi juga dapat membimbing penderita DM dalam
melakukan senam kaki hingga mereka bisa melakukannya sendiri (Anggriyana
& Atikah, 2010). Gerakan dalam senam kaki dapat memperlancar peredaran
darah, memperbaiki sirkulasi darah, menguatkan otot kaki, dan memudahkan
gerakan sendi kaki. Dengan demikian, diharapkan perawatan kaki pada
penderita diabetes dapat ditingkatkan, meningkatkan kualitas hidup mereka
(Anneahira, 2011).
Olahraga teratur merupakan bagian penting dari pengelolaan DM,
terutama pada tipe II, selain dari diet dan obat-obatan. Olahraga berperan
utama dalam mengatur kadar gula darah pada DM tipe ini. Produksi insulin
umumnya tidak terganggu pada awal penyakit, masalah utamanya adalah
kurangnya respons reseptor insulin terhadap insulin. Oleh karena itu, olahraga
teratur dapat mengurangi kebutuhan insulin, karena otot yang bergerak tidak
memerlukan insulin untuk memasukkan glukosa ke dalam sel. Dengan
demikian, olahraga teratur dapat menurunkan kadar glukosa darah pada DM
tipe II (Ermita I. Ilyas yang dikutip oleh Pradana Soewondo, 2005).

2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, bagaimana asuhan keperawatan
dengan pemberian senam kaki diabetes dalam mengatasi masalah keperawatan
ketidakstabilan kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Melitus Tipe II?
C. Tujuan
Menganalisis dan menggambarkan penerapan senam kaki diabetes dalam
mengatasi masalah keperawatan ketidakstabilan kadar glukosa darah pada
penderita Diabetes Melitus Tipe II.
D. Manfaat
1. Manfaat teoritis
Hasil laporan mengenai penerapan senam kaki diabetes dalam
mengatasi ketidakstabilan kadar glukosa darah dapat membuktikan secara
ilmiah tentang manfaat senam kaki diabetes.
2. Manfaat Praktis
Laporan ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pasien
dengan Diabetes Melitus Tipe II, sehingga diharapkan pasien serta
keluarga dapat memahami akan manfaat dari senam kaki diabetes untuk
memperbaiki kadar glukosa darah.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori Diabetes Mellitus Tipe 2
1. Definisi
Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang di
tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas atau gangguan fungsi insulin (resistensi insulin), diabetes
melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun
karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin
secara normal, keadaan ini lazim disebut sebagai resistensi insulin
(Fatimah, 2015).
Resistensi insulin banyak terjadi akibat dari obesitas dan kurangnya
aktivitas fisik serta penuaan, pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat
juga terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi
pengrusakan sel-sel B langerhans secara autoimun seperti diabetes melitus
tipe 2 (Fatimah, 2015). Ketidakefektifan insulin akan mengakibatkan
glukosa tetap bersirkulasi dalam darah dan akan mengakibatkan
peningkatan kadar glukosa dalam darah atau dikenal sebagai
hyperglikemia, yang seiring waktu akan menyebabkan kerusakan pada
berbagai organ tubuh dan dapat mengancam jiwa diantaranya, ialah
pengembangan komplikasi dari diabetes seperti penyakit kardiovaskular,
neuropati, nefropati, dan penyakit mata, yang menyebabkan retinopati dan
kebutaan (IDF, 2017).
Personal hygiene (kebersihan diri) merupakan perawatan diri
yang
dilakukan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan diri sendiri baik
secara fisik maupun mental. Tingkat kebersihan diri seseorang umumnya
di lihat dari penampilan yang bersih dan rapi serta upaya yang dilakukan
seseorang untuk menjaga kebersihan dan kerapian tubuhnya setiap hari
(Lyndon saputra, 2013).

4
Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang
artinya perorangan dan hygiene yang berarti sehat. Dapat diartikan bahwa
pemeliharaan personal hygiene berarti memelihara kebersihan dan
kesehatan diri seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya (Prayogi
& Kurniawan, 2016). Kebersihan diri merupakan langkah awal dalam
mewujudkan kesehatan diri karena tubuh yang bersih meminimalkan
risiko seseorang terjangkit suatu penyakit, terutama penyakit yang
berhubungan dengan kebersihan diri yang buruk (Haswita & Reni,
2017).
Seseorang yang sakit, biasanya kurang memperhatikan
masalah kebersihannya. Hal ini terjadi karena orang yang sakit
menganggap masalah kebersihan adalah masalah sepele padahal jika hal
tersebut dibiarkan terus menerus maka akan mempengaruhi kesehatan
secara umum. Oleh karena itu, hendaknya setiap orang selalu berusaha
untuk menjaga personal hygienenya. Personal hygiene (kebersihan diri)
merupakan perawatan diri yang dilakukan untuk memelihara kebersihan
dan kesehatan diri sendiri baik secara fisik maupun mental. Tingkat
kebersihan diri seseorang umumnya di lihat dari penampilan yang bersih
dan rapi serta upaya yang dilakukan seseorang untuk menjaga kebersihan
dan kerapian tubuhnya setiap hari (Lyndon saputra, 2013).
Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal
yang artinya perorangan dan hygiene yang berarti sehat. Dapat diartikan
bahwa pemeliharaan personal hygiene berarti memelihara kebersihan
dan kesehatan diri seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya
(Prayogi & Kurniawan, 2016). Kebersihan diri merupakan langkah
awal dalam mewujudkan kesehatan diri karena tubuh yang bersih
meminimalkan risiko seseorang terjangkit suatu penyakit, terutama
penyakit yang berhubungan dengan kebersihan diri yang buruk
(Haswita & Reni, 2017). Seseorang yang sakit, biasanya kurang
memperhatikan masalah kebersihannya. Hal ini terjadi karena orang
yang sakit menganggap masalah kebersihan adalah masalah sepele,

5
padahal jika hal tersebut dibiarkan terus menerus maka akan
mempengaruhi kesehatan secara umum. Oleh karena itu, hendaknya
setiap orang selalu berusaha untuk menjaga personal hygienenya.
2. Etiologi
Dalam faktor risiko pada penderita diabetes ada dua yaitu : Faktor
risiko yang tidak dapat di ubah :
a. Jenis kelamin
Diabetes melitus tipe 2 banyak diderita oleh wanita, dikarenakan
faktor hormonal yang menyebabkan indeks masa tubuh pada
wanita lebih meningkat (Trisnawati and Setyorogo, 2013).
b. Umur
Pada diabetes melitus tipe 2 banyak dan rentan terjadi pada usia
>45 tahun (Fatimah, 2015).
c. Faktor genetik
Diabetes melitus bukan lah penyakit menular namun, cenderung
diturunkan jika orang tua atau saudara kandung mengalami
diabetes melitus dan akan diturunkan kepada anaknya (Fatimah,
2015).
Faktor risiko yang dapat di ubah :
a. Merokok
Asap rokok dapat merangsang kelenjar adrenal dan tentunya
merangsang hormon kortisol yang menyebabkan kadar gula dalam
darah meningkat (Trisnawati and Setyorogo, 2013).
b. Konsumsi alkohol
Mengonsumsi alkohol biasanya pada lingkungan kebarat-baratan.
Perubahan gaya hidup juga akan meningkatkan prevalensi
terjadinya penderita diabetes melitus. Dengan mengonsumsi
alkohol dapat mempengaruhi peningkatan tekanan darah yang
nantinya akan mengganggu metabolisme gula dalam darah.
Tekanan darah akan meningkat ketika seseorang mengkonsumsi
etil alkohol >60 ml/ hari (Fatimah, 2015).

6
c. Indeks Masa Tubuh (IMT)
Nilai IMT yang meningkat atau >23 dapat meningkatkan kadar
glukosa dalam tubuh sebesar 200 mg% (Fatimah, 2015).
d. Lingkar pinggang
Ukuran lingkar pinggang yang berlebihan juga tidak baik untuk
kesehatan, salah satunya pada penderita diabetes melitus lingkar
pinggang pada wanita tidak boleh >80 cm dan pada pria tidak
boleh >90 cm (Fatimah, 2015).
e. Hipertensi
Faktor risiko terjadinya diabetes melitus salah satunya adalah
dengan tingginya tekanan darah atau tekanan darah >140/90
mmHg (Perkumpulan Endrokrinologi Indonesia (PERKENI),
2015).
f. Dislipidemia
Terjadinya peningkatan atau penurunan kadar lemak atau lipid di
dalam darah disebut dengan dislipidemia. Pada dislipidemia akan
terjadi peningkatan kadar trigliserida dan peningkatan kadar Low
Density Lipoprotein (LDL), sedangkan kadar High Densiti
Lipoprotein (HDL) menurun (Asysyifa et al., 2018).
3. Patofisiologi
DM tipe 2 di pengaruhi oleh beberapa keadaan yang berperan
diantaranya, resistensi insulin dan Disfungsi sel beta pankreas (Fatimah,
2015). Perkembangan gangguan fungsi sel pankreas sangat mempengaruhi
kontrol jangka panjang glukosa darah, sementara pasien dalam tahap awal
setelah penyakit mulai menunjukkan peningkatan postprandial glukosa
darah sebagai hasil dari peningkatan resistensi insulin, resistensi insulin
adalah suatu kondisi di mana insulin dalam tubuh tidak mengerahkan
tindakan yang memadai sesuai dengan konsentrasi darahnya. Kerusakan
aksi insulin pada organ target utama seperti hati dan otot adalah fitur
patofisiologis yang umum dari diabetes tipe 2 (Kohei, 2010).

7
Hiperglikemia pada pasien DM tipe 2 diakibatkan oleh
ketidakmampuan tubuh untuk merespon insulin, kondisi seperti ini sering
disebut dengan resistensi insulin, keadaan resistensi insulin ini
menyebabkan ketidakefektifan dalam penggunaan insulin, sehingga hal ini
dapat mendorong sel beta pankreas untuk produksi insulin, sebagai respon
terhadap peningkatan kadar gula dalam darah, sel beta pankreas lama
kelamaan mengalami kelelahan sehingga timbul DM tipe 2 pada pasien
(IDF, 2017). Pada penderita DM tipe 2 biasanya ditemukan dua kondisi
yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin. Pada awal perkembangan
DM tipe 2, sel beta mengalami gangguan dalam produksi insulin akibat
dari kegagalan sel beta mengkompensasi resistensi insulin, sehingga lama
kelamaan terjadi kerusakan sel beta pankreas, kerusakan sel beta pankreas
menyebabkan defisiensi insulin sehingga memerlukan suntikan insulin
(Fitri, 2016).
4. Tanda dan Gejala
Gaya hidup yang tidak baik menyumbang terjadinya faktor risiko
terjadinya diabetes melitus. Secara umum, penderita diabetes melitus
ditandai dengan merasakan haus, lapar, buang air kecil yang berlebihan
hingga menurunnya berat badan secara drastis (Fox dan Kliven, 2011:24).
Ini menjadikan masyarakat dapat melakukan identifikasi pada gejala-
gejala yang timbul. Lebih lanjut dikemukakan, diabetes melitus tipe 2
dominan penyakit yang bersifat bawaan (genetik), terutama pada anggota
keluarga yang mempunyai riwayat obesitas dan diabetes melitus
sebelumnya. (Askandar, 2013:17).
Askandar (2013:16) mengklasifikasi gejala diabetes menjadi dua, yaitu
gejala akut dan gejala kronik. Masing-masing diuraikan sebagai berikut:
a. Gejala Akut
Gejala ini umum ditemui pada mayoritas penderita DM, dan
porsinya tidak selalu sama. Bahkan ada penderita DM yang tidak
menunjukkan gejala ini. Tahapan gejala akut pada penderita DM
dikelompokkan menjadi beberapa fase, diantaranya:

8
1) Dimulai dengan gejala yang dikenal dengan 3P-serba-banyak
yaitu banyak makan (polifagia), banyak minum (polidipsia),
dan banyak kencing (poliuria). Pada fase ini ditandai dengan
berat badan yang bertambah naik atau gemuk.
2) Fase selanjutnya merupakan dampak dari tidak terobatinya fase
pertama. Pada fase ini, penderita tidak lagi mengalami 3P,
melainkan hanya 2P, yaitu polidipsia dan poliuria. Biasanya
juga disertai dengan berat badan yang turun drastis dalam
kurun waktu 2-4 minggu, mudah lelah, hingga timbul rasa mual
hingga rasa ingin jatuh.
b. Gejala Kronik
Gejala ini merupakan gejala yang timbul pada penderita yang
terdiagnosis DM setelah beberapa bulan atau beberapa. Penderita
cenderung menyadari dirinya menderita DM setelah mengalami
gejala. Beberapa yang termasuk gejala kronik diantaranya
kesemutan lebih sering, kulit penderita terasa panas, seperti
tertusuk jarum, mudah lelah, mengantuk, kulit merasa tebal, kram,
pandangan mata mulai kabur, gatal di area kemaluan, gigi mudah
goyah, kemampuan seksual yang menurun atau impoten, hingga
keguguran yang dialami oleh ibu hamil. Pada fase awal penderita
diabetes melitus sering kali tidak menyadari gejala-gejala yang
timbul. Ini karena beberapa orang memiliki tingkat pengetahuan
yang berbeda. Beberapa gejala seperti mudah lelah sering kali
diartikan sebagai respon tubuh yang kurang tidur atau depresi.
Tandra (2017:27) menyebutkan bahwa dalam mengidentifikasi
gejala DM, penderita hanya perlu 9 Universitas Muhammadiyah
Surabaya mengenali dua kondisi utama yaitu (1) gula darah tinggi
akan membuat seseorang mudah buang air kecil (poliuria), dan (2)
melalui poliuria, seseorang akan merasa mudah haus (polidipsia).

9
5. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis menurut Haryanto (2011) adalah suatu proses penentuan
penyebab penyakit atau kelainan dan mendiskripsikan penyembuhan yang
cocok. Untuk diagnosis Diabetes Melitius dan gangguan toleransi glukosa
lainnya, penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan cara melakukan
pemeriksaan pada kadar glukosa darah.
a. Gula darah sewaktu
Pemeriksaan kadar gula darah sewaktu adalah pemeriksaan yang
dilakukan pada seseorang tanpa melihat atau memperhatikan waktu
penderita terakhir makan (Perkumpulan Endrokrinologi Indonesia
(PERKENI), 2015).
b. Gula darah puasa
Pemeriksaan kadar gula darah puasa adalah pemeriksaan yang
dilakukan pada seseorang yang tidak makan dan tidak
mendapatkan asupan kalori minimal 8 jam (Perkumpulan
Endrokrinologi Indonesia (PERKENI), 2015). Pemeriksaan
glukosa plasma puasa ≥126mg/dL, ini adalah kondisi di mana
tubuh tidak menerima asupan kalori minimal 8 jam.
c. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Pemeriksaan kadar gula TTGO adalah pemeriksaan yang dilakukan
pada seseorang yang tidak mendapatkan asupan kalori minimal 8
jam. Setelah didapatkan hasil gula darah puasa, pasien diberi
minum larutan gula atau glukosa dengan komposisi 250 ml air
dengan 75 gram glukosa pada orang dewasa atau 1,75 gr/kgBB
pada anak-anak yang diminum dalam waktu 5 menit. Setelah
meminum larutan tersebut, pasien dianjurkan kembali berpuasa
selama 2 jam. Dan dilanjutkan pemeriksaan kadar gula darah yang
ke 2 (Suyono, 2014).
Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal
untuk konfirmasi diagnosis Diabetes Melitius pada hari yang lain atau Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi tidak

10
diperlukan pada keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi
metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat.
Namun, apabila saat pemeriksaan glukosa darah diiringi dengan
keluhan khas, akan dilakukan pemeriksaan dan hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah menunjukkan ≥200 mg/dl, maka diagnosis diabetes melitius
sudah dapat ditegakkan. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa
≥126 mg/dl, pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan persentase ≥6,5%
juga dapat digunakan sebagai patokan diagnosis DM. Lebih lanjut,
pemeriksaan HbA1c tidak dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis
atau evaluasi bila adanya anemia, hemoglobinopati, riwayat transfusi
darah 2-3 bulan terakhir, kondisi yang mempengaruhi umur eritrosit dan
adanya gangguan fungsi ginjal pada penderita (Perkumpulan
Endrokrinologi Indonesia (PERKENI), 2015).
6. Komplikasi
Komplikasi DM terdiri dari komplikasi akut dan komplikasi kronis.
Komplikasi kronis terdiri dari gangguan microvascular dan macrovascular.
Kerusakan vascular merupakan gejala khas sebagai akibat dari DM, dan
dikenal dengan nama angiopati perifer diabetik atau dikenal dengan istilah
lain yaitu Diabetic Peripheral Angiopathy (DPA). Macroangiopathy
(kerusakan makrovaskuler) biasanya muncul sebagai gejala klinik berupa
penyakit jantung iskemik, stroke dan kelainan pembuluh darah perifer.
Adapun microangiopathy (kerusakan mikrovaskuler) memberikan
manifestasi retinopati, neuropati, dan nefropati (Putri, 2015:110).
a. Komplikasi akut
Hiperglikemia, hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah
meningkat secara tiba-tiba, dapat berkembang menjadi keadaan
metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik,
Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis
(Fatimah, 2015).

11
b. Komplikasi kronis
Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler yang umum
berkembang pada penderita DM adalah trombosit otak (pembekuan
darah pada sebagian otak), mengalami penyakit jantung koroner
(PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke (Fatimah, 2015).
7. Penatalaksanaan
a. Terapi non Farmakologi
1) Terapi Nutrisi dan Pengaturan diet
Terapi nutrisi medis dianjurkan untuk semua pasien. Untuk tipe
1 DM, fokusnya adalah pada fisiologis yang mengatur
pemberian insulin dengan diet seimbang untuk mencapai dan
mempertahankan berat badan yang sehat. Merencanakan makan
dengan jumlah karbohidrat yang moderat dan rendah lemak
jenuh, dengan fokus pada makan seimbang. Pasien dengan DM
tipe 2 sering membutuhkan keseimbangan kalori untuk
meningkatkan berat badan (DiPiro, 2015). Dianjurkan diet
dengan komposisi makan yang seimbang dalam hal
karbohidrat, lemak dan protein sesuai dengan kecukupan gizi
yang baik sebagai berikut:
• Karbohidrat : 60-70%
• Protein : 10-15%
• Lemak : 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi,
umur, stress akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya
ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan
ideal (DEPKES RI, 2005).
2) Olah Raga / Aktivitas Fisik
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga
kadar gula darah tetap normal. Prinsipnya, tidak perlu olah raga
berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat
baik pengaruhnya bagi kesehatan. Disarankan olah raga yang

12
bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive,
Endurance Training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran
75-85% denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan
kemampuandan kondisi penderita. Beberapa contoh olah raga
yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda,
berenang, dan lain sebagainya. Olahraga aerobik ini paling
tidak dilakukan selama total 30-40 menit per hari didahului
dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara
5-10 menit. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan
meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga
meningkatkan penggunaan glukosa (DEPKES RI, 2005).
Selain itu latihan aerobik dapat meningkatkan sensitivitas
insulin dan kontrol glikemik dan dapat mengurangi faktor
risiko kardiovaskular, membantu untuk penurunan berat badan
atau pemeliharaan dan meningkatkan kesehatan (DiPiro, 2015).
b. Terapi Farmakologi
Apabila terapi non farmakolgi belum berhasil mengendalikan kadar
glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan terapi farmakologi,
baik dalam bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insulin, atau
kombinasi keduanya.
1) Obat Antihiperglikemia
Oral Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral
dibagi menjadi 5 golongan :
a) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue):
Sulfonilurea dan Glinid
(1) Sulfonilurea
Merupakan obat hipoglikemik oral yang paling dahulu
ditemukan. Sampai beberapa tahun yang lalu, dapat
dikatakan hampir semua obat hipoglikemik oral
merupakan golongan sulfonilurea. Obat hipoglikemik
oral golongan sulfonylurea merupakan obat pilihan

13
(drug of choice) untuk penderita diabetes dewasa baru
dengan berat badan normal dan kurang serta tidak
pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya. Senyawa-
senyawa sulfonilurea sebaiknya tidak diberikan pada
penderita gangguan hati, ginjal dan tiroid. Obat-obat
kelompok ini bekerja merangsang sekresi insulin
dikelenjar pancreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila
sel-sel β Langerhans pankreas masih dapat berproduksi.
Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah
pemberian senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan
oleh perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar
pancreas. Sifat perangsangan ini berbeda dengan
perangsangan oleh glukosa, karena ternyata pada saat
glukosa dalam kondisi 15 Universitas Muhammadiyah
Surabaya hiperglikemia gagal merangsang sekresi
insulin, senyawasenyawa obat ini masih mampu
meningkatkan sekresi insulin. Oleh sebab itu, obat-obat
golongan sulfonilurea sangat bermanfaat untuk
penderita diabetes yang kelenjar pankreasnya masih
mampu memproduksi insulin, tetapi karena sesuatu hal
terhambat sekresinya. Pada penderita dengan kerusakan
sel-sel β Langerhans kelenjar pancreas, pemberian obat-
obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea tidak
bermanfaat. Pada dosis tinggi, sulfonylurea
menghambat degradasi insulin oleh hati. Absorpsi
senyawa-senyawa sulfonilurea melalui usus cukup baik,
sehingga dapat diberikan per oral. Setelah diabsorpsi,
obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstrasel. Dalam
plasma sebagian terikat pada protein plasma terutama
albumin (70-90%). Efek samping obat hipoglikemik
oral golongan sulfonylurea umumnya ringan dan

14
frekuensinya rendah, antara lain gangguan saluran cerna
dan gangguan susunan syaraf pusat. Gangguan saluran
cerna berupa mual, diare, sakit perut, hipersekresi asam
lambung dan sakit kepala. Gangguan susunan syaraf
pusat berupa vertigo, bingung, ataksia dan lain
sebagainya. Gejala hematologik termasuk leukopenia,
trombositopenia, agranulosistosis dan anemia aplastic
dapat terjadi walau jarang sekali. Klorpropamida dapat
meningkatkan ADH (Antidiuretik Hormon).
Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis tidak tepat atau
diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau
ginjal atau pada lansia. Hipogikemia sering diakibatkan
oleh obat-obat hipoglikemik oral dengan masa kerja
panjang. Banyak obat yang dapat berinteraksi dengan
obat-obats ulfonilurea, sehingga risiko terjadinya
hipoglikemia harus diwaspadai. Obat atau senyawa-
senyawa yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia
sewaktu pemberian obat-obat hipoglikemik sulfonilurea
antara lain: alkohol, insulin, fenformin, sulfonamida,
salisilat dosis besar, fenilbutazon, 16 Universitas
Muhammadiyah Surabaya oksifenbutazon, probenezida,
dikumarol, kloramfenikol, penghambat MAO (Mono
AminOksigenase), guanetidin, steroida anabolik,
fenfluramin, dan klofibrat.
(2) Glinid
Mirip dengan sulfonilurea, glinid menurunkan glukosa
lebih rendah dengan merangsang sekresi insulin
pankreas, tetapi pelepasan insulin tergantung glukosa
dan akan hilang pada konsentrasi glukosa darah rendah.
Ini bisa mengurangi potensi untuk hipoglisemi yang
buruk. Agen ini menghasilkan pelepasan insulin

15
fisiologis lebih banyak dan lebih hebat menurunkan
glukosa post-prandial dibandingkan dengan sulfonilurea
durasi panjang. Pengurangan A1C rata-rata 0,8%
menjadi1%. Obat-obatan ini dapat digunakan untuk
memberikan peningkatan sekresi insulin saat makan
(bila diperlukan) dengan tujuan glikemik. Obat-obat ini
sebaiknya diberikan sebelum makan (sampai 30 menit
sebelumnya). Jika ada waktu makan yang dilewatkan,
maka obat ini juga tidak diminum. Saat ini tidak ada
penyesuaian dosis yang diperlukan untuk lansia.
(a) Repaglinide (Prandin): dimulai pada 0,5-2 mg
secara oral dengan dosis maksimum 4 mg tiap
makan (Sampai empat kali sehari atau 16 mg / hari).
(b) Nateglinide (Starlix): diberikan 120 mg secara oral
tiga kali sehari sebelum makan. dosis awal dapat
diturunkan sampai 60 mg tiap makan pada pasien
yang A1C mendekati target terapi ketika terapi
dimulai.
b) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin : Metformin dan
Tiazolidindion (TZD)
(1) Metformin
Metformin meningkatkan sensitivitas insulin dari hati
dan jaringan perifer (otot) untuk meningkatkan
penyerapan glukosa. Hal ini mengurangi tingkat A1C
1,5% menjadi 2%, tingkat FPG 60 sampai 80mg / dL
(3,3-4,4 mmol / L), dan mempertahankan 17
Universitas Muhammadiyah Surabaya kemampuan
untuk mengurangi tingkat FPG sangat tinggi yaitu (>
300 mg / dL atau> 16,7mmol / L). Metformin
mengurangi trigliserida plasma dan low-
densitylipoprotein (LDL) kolesterol sebesar 8% menjadi

16
15% dan sederhana meningkatkan highdensity
lipoprotein (HDL) kolesterol (2%). Metformin tidak
menyebabkan hipoglikemia ketika digunakan sendirian.
Metformin digunakan dalam obesitas / kelebihan berat
badan DM tipe 2 pasien (jika ditoleransi dan tidak
kontraindikasi) karena satu-satunya obat anti
hiperglikemik oral yang terbukti mengurangi risiko
kematian total. Efek samping yang paling umum adalah
abdominal discomfort, stomach upset, diare, dan
anoreksia. Efek ini dapat diminimalkan dengan
mentitrasi dosis perlahan dan menggunakannya bersama
makan. Extended-release metformin (Glucophage XR)
dapat mengurangi efek samping GI. Asidosis laktat
jarang terjadi dan dapat diminimalkan dengan
menghindari penggunaan pada pasien dengan
insufisiensi ginjal (kreatinin serum 1,4 mg / dL atau
lebih [ ≥124 μmol /L] pada wanita dan 1,5 mg / dL atau
lebih [ ≥133μmol / L] pada laki-laki), gagal jantung
kongestif atau kondisi predisposisi hipoksemia atau
asidosis laktat bawaan.
(a) Metformin aksi cepat (Glucophage) diberikan 500
mg dua kali sehari dengan makan (atau 850 mg
sekali sehari) dan ditingkatkan 500 mg tiap minggu
(atau 850 mg tiap 2 minggu) sampai dicapai total
2000 mg/hari. Dosis harian maksimum yang
dianjurkan adalah 2550 mg/hari.
(b) Metformin lepas lambat (Glucophage XR) bisa
dimulai dengan 500 mg dengan makan sore hari dan
ditingkatkan 500 mg tiap minggu sampai total 2000
mg/hari. Jika kontrol suboptimal bisa didapat
dengan dosis sekali sehari pada dosis maksimum,

17
bisa diberikan dosis 100 mg dua kali sehari. 18
Universitas Muhammadiyah Surabaya 2.
Tiazolidindion (TZD) Obat ini meningkatkan
sensitivitas insulin pada jaringan otot, hati dan
lemak secara tidak langsung. Ketika diberikan
selama 6 bulandengan dosis maksimal, pioglitazone
dan rosiglitazone mengurangi A1C oleh ~ 1,5% dan
FPG dari 60 menjadi 70 mg / dL (3,3-3,9 mmol /L).
Efek maksimum tidak dapat dilihat sampai 3 sampai
4 bulan terapi. Pioglitazone menurunkan trigliserida
plasma sebesar 10% sampai 20%, sedangkan
rosiglitazone cenderung tidak berpengaruh.
Pioglitazone tidak menyebabkan peningkatan yang
signifikan pada LDL kolesterol, sedangkan
kolesterol LDL dapat meningkat 5% sampai 15%
dengan rosiglitazone. Retensi cairan dapat terjadi,
dan edema perifer dilaporkan dalam 4% sampai 5%
pasien. Ketika digunakan dengan insulin, angka
kejadian edema adalah ~ 15%. Glitazones
merupakan kontraindikasi pada pasien dengan kelas
New York Heart Association III atau gagal jantung
IV dan harus digunakan dengan hati-hati pada
pasien dengan kelas I atau gagal jantung II atau
lainnya yang mendasari penyakit jantung. Berat
badan 1,5 sampai 4 kg tidak lazim. Jarang terjadi,
kenaikan yang cepat dari sejumlah berat badan
sehingga bila terjadi mungkin memerlukan
penghentian terapi. Glitazones juga telah dikaitkan
dengan kerusakan hati, peningkatan patah tulang,
dan sedikit peningkatan risiko kanker kandung
kemih.

18
(2) Insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita
DM Tipe 1. Pada DM Tipe I, sel- sel β Langerhans
kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi
dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya,
maka penderita DM Tipe I harus mendapat insulin
eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat
di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun
sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan
terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan
terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral.
Insulin yang disekresikan oleh sel-sel β pankreas akan
langsung diinfusikan ke dalam hati melalui vena porta,
yang kemudian akan di 19 Universitas Muhammadiyah
Surabaya distribusikan ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah. Efek kerja insulin yang sudah sangat
dikenal adalah membantu transpor glukosa dari darah
ke dalam sel. Kekurangan insulin menyebabkan glukosa
darah tidak dapat atau terhambat masuk kedalam sel.
Akibatnya, glukosa darah akan meningkat, dan
sebaliknya sel-sel tubuh kekurangan bahan sumber
energi sehingga tidak dapat memproduksi energi
sebagaimana seharusnya. Disamping fungsinya
membantu transport glukosa masuk kedalam sel, insulin
mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap
metabolisme, baik metabolisme karbohidrat dan lipid,
maupun metabolisme protein dan mineral. Insulin akan
meningkatkan lipogenesis, menekan lipolisis, serta
meningkatkan transport asam amino masuk ke dalam
sel. Insulin juga mempunyai peran dalam modulasi
transkripsi, sintesis DNA dan replikasi sel. Itu

19
sebabnya, gangguan fungsi insulin dapat menyebabkan
pengaruh negatif dan komplikasi yang sangat luas pada
berbagai organ dan jaringan tubuh.
B. Konsep Teori Senam Kaki Diabetes
1. Definisi Senam Kaki Diabetes
Senam kaki adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien
diabetes mellitus untuk mencegah terjadinya luka dan membantu
melancarakan peredaran darah bagian kaki. Senam kaki dapat membantu
memperbaiki terjadinya kelainan bentuk kaki. Selain itu dapat
meningkatkan kekuatan otot betis, otot paha, dan juga mengatasi
keterbatasan pergerakan sendi (Proverawati & Widianti, 2010). Senam
kaki diabetik yang dilakukan pada telapak kaki terutama diarea organ yang
bermasalah akan memberikan rangsangan pada titik-titik saraf yang
berhubungan dengan pankreas agar menjadi aktif sehingga menghasilkan
insulin melalui titik-titik saraf yang berada di telapak kaki. Sehingga
dengan adanya peningkatan sirkulasi darah perifer dapat meminimalkan
kerusakan saraf perifer sehingga neuropati dapat menurun dan sensitivitas
kaki meningkat.
Latihan fisik merupakan salah satu prinsip dalam penatalaksanaan
penyakit diabetes mellitus. Kegiatan fisik sehari-hari dan latihan fisik
teratur (3-4 kali seminggu lebih 30 menit) merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan diabetes. Latihan fisik yang dimaksud adalah berjalan,
bersepeda santai, jogging, senam dan berenang. Latihan fisik sebaiknya
disesuaikan dengan unsur dan status kesegaran jasmani (Perkeni,2002
dalam Priyanto, 2012).
2. Tujuan Senam Kaki Diabetes
Menurut Damayanti (2015). Ada 6 tujuan dilakukan senam kaki :
a. Membantu melancarkan peredaran darah
b. Memperkuat otot-otot
c. Mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki
d. Meningkatkan kekuatan otot betis dan paha

20
e. Mengatasi keterbatasan gerak sendi
f. Menjaga terjadinya luka
3. Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi dari senam kaki ini dapat diberikan kepada seluruh penderita
Diabetes melitus dengan tipe 1 maupun 2. Namun sebaiknya diberikan
sejak pasien didiagnosa menderita Diabetes Melitus sebagai tindakan
pencegahan dini. Senam kaki ini juga dikontraindikasi pada klien yang
mengalami perubahan fungsi fisiologis seperti dispnea atau sesak . Orang
yang depresi, khawatir atau cemas. Keadaan-keadaan seperti hal ini perlu
diperhatikan sebelum dilakukan tindakan senam kaki. Selain itu kaji
keadaan umum dan keadaaan pasien apakah layak untuk dilakukan senam
kaki tersebut, cek tanda-tanda vital dan status respiratori (adakah Dispnea
atau nyeri dada), kaji status emosi pasien (suasana hati/mood, motivasi),
serta perhatikan indikasi dan kontraindikasi dalam pemberian tindakan
senam kaki (Damayanti, 2015).

21
4. Pelaksanaan Senam Kaki Diabetes
a. Persiapan
Persiapan alat dan lingkungan:
1) Kertas koran dua lembar
2) Kursi (jika tindakan dilakukan dalam posisi duduk)
3) Sarung tangan
4) Lingkungan yang nyaman dan jaga privasi
Persiapan Klien :
Lakukan kontrak topik, waktu, tempat, dan tujuan dilaksanakan
senam kakidiabetes kepada klien.
a. Prosedur
1) Perawat cuci tangan
2) Jika dilakukan dalam posisi duduk maka posisikan pasien
duduk tegakdiatas bangku dengan kaki menyentuh lantai.
Dapat juga dilakukan dalamposisi berbaring dengan
meluruskan kaki.

Sumber : Damayanti,2015

22
3) Dengan meletakkan tumit di lantai, jari-jari kedua belah kaki
diluruskan keatas lalu dibengkokkan kembali ke bawah
seperti cakar ayam sebanyak 10kali. Pada posisi tidur, jari-jari
kedua belah kaki diluruskan ke atas lalu dibengkokkan
kembali ke bawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali

Sumber : Damayanti, 2015


4) Dengan meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat
telapak kaki ke atas.Pada kaki lainnya, jari-jari kaki
diletakkan di lantai dengan tumit kakidiangkatkan ke atas.
Dilakukan pada kaki kiri dan kanan secara bergantiandan
diulangi sebanyak 10 kali. Pada posisi tidur, menggerakkan
jari dan tumit kaki secara bergantian antara kaki kiri dan kaki
kanan sebanyak 10 kali.

Sumber : Damayanti, 2015


5) Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat
ke atas dan buatgerakan memutar dengan pergerakkan pada
pergelangan kaki sebanyak 10 kali. Pada posisi tidur, kaki
lurus ke atas dan buat gerakan memutardengan pergerakkan
pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.

23
Sumber : Damayanti, 2015
6) Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan buat
gerakan memutardengan pergerakkan pada pergelangan kaki
sebanyak 10 kali. Pada posisitidur kaki harus diangkat sedikit
agar dapat melakukan gerakan memutarpada pergelangan
kaki sebanyak 10 kali.

Sumber : Damayanti,2015

7) Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada


pergelangan kaki,tuliskan pada udara dengan kaki dari angka
0 hingga 10 lakukan secarabergantian . Gerakan ini sama
dengan posisi tidur.

24
Sumber : Damayanti,2015
8) Letakkan sehelai koran dilantai. Bentuk kertas itu menjadi
seperti boladengan kedua belah kaki. Kemudian, buka bola
itu menjadi lembaran seperti semula menggunakan kedua
belah kaki. Cara ini dilakukan sekalisaja, lalu robek Koran
menjadi 2 bagian, pisahkan kedua bagian Koran. Sebagian
Koran di sobek- sobek menjadi kecil-kecil dengan kedua
kaki. Pindahkan kumpulan sobekan-sobekan tersebut dengan
kedua kaki lalu letakkan sobekkan kertas pada bagian kertas
yang utuh. Bungkus semuanya dengan kedua kaki menjadi
bentuk bola.

Sumber : Damayanti, 2015


C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan pengumpulan informasi subjektif dan objektif
(mis: tanda-tanda vital, wawancara pasien/keluarga, pemeriksaan fisik
dan peninjauan informasi riwayat pasien pada rekam medik (NANDA,
2018).
a. Identitas Klien
Di identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, status
perkawinan, tanggal MRS, dan diagnosa medis.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama
Pada pasien dengan diabetes melitus biasanya akan merasakan
badannya lemas dan mudah mengantuk terkadang juga muncul

25
keluhan berat badan turun dan mudah merasakan haus. Pada
pasien diabetes dengan ulkus diabetic biasanya muncul luka
yang tidak kunjung sembuh.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien biasanya merasakan nyeri, merasakan paresthesia
ekstremitas bawah, luka yang susah untuk sembuh, turgor kulit
jelek, mata cekung, nyeri kepala, mual dan muntah, kelemahan
otot, letargi, mengalami kebingungan dan bisa terjadi koma.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya hipertensi dan penyakit jantung. Gejala yang muncul
pada pasien DM tidak terdeteksi, pengobatan yang di jalani
berupa kontrol rutin ke dokter maupun instansi kesehatan
terdekat.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Muncul akibat adanya keturunan dari keluarga yang menderita
penyakit DM.
c. Pengkajian Pola Sehari – hari
1) Pola persepsi
Persepsi pasien ini biasanya akan mengarah pada pemikiran
negative terhadap dirinya yang cenderung tidak patuh berobat
dan perawatan.
2) Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya kurang
insulin maka kadar gula darah tidak bisa dipertahankan
sehingga menyebabkan keluhan sering BAK, banyak makan,
banyak minum, BB menurun dan mudah lelah. Keadaan
tersebut dapat menyebabkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang mempengaruhi status kesehatan.
3) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis
osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan

26
pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria). Pada eliminasi
alvi relatif tidak ada gangguan.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan
istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan
aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka
gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas
sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami
kelelahan.
5) Pola tidur dan istirahat
Istirahat kurang efektif adanya poliuri, nyeri pada kaki diabetic,
sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
6) Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati/mati
rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri.
Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan .
7) Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran
diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya
biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self
esteem).
8) Peran hubungan
Luka gangren yang susah sembuh dan berbau menjadikan
penderita kurang percaya diri dan menghindar dari keramaian.
9) Seksualitas
Menyebabkan gangguan kualitas ereksi, gangguan potensi seks,
adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun

27
dan terjadi impoten pada pria risiko lebih tinggi terkena kanker
prostat berhubungan dengan nefropati.
10) Koping toleransi
Waktu peraatan yang lama, perjalanan penyakit kronik, tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negatif seperti marah, cemas,mudah tersinggung, dapat
mengakibatkan penderita kurang mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif/adaptif.
11) Nilai keprercayaan Perubahan status kesehatan, turunnya
fungsi tubuh
dan luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
melakukan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadahnya.
d. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum : meliputi keadaan penderita yang
sering muncul adalah kelemahan fisik.
2) Tingkat kesadaran : normal, letargi, stupor, koma (tergantung
kadar gula yang dimiliki dan kondisi fisiologis untuk
melakukan kompensasi kelebihan kadar gula dalam darah)
3) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah (TD) : biasanya mengalami hipertensi dan
juga ada yang mengalami hipotensi.
b) Nadi (N) : biasanya pasien DM mengalami takikardi saat
beristirahat maupun beraktivitas.
c) Pernapasan (RR) : biasanya pasien mengalami takipnea
d) Suhu (S) : biasanya suhu tubuh pasien mengalami
peningkatan jika terindikasi adanya infeksi.
e) Berat badan : pasien DM biasanya akan mengalami
penuruan BB secara signifikan pada pasien yang tidak
mendapatkan terapi dan terjadi peningkatan BB jika
pengobatan pasien rutin serta pola makan yang terkontrol.
4) Kepala dan leher

28
a) Wajah : kaji simetris dan ekspresi wajah, antara lain
paralisis wajah (pada klien dengan komplikasi stroke).
b) Mata : kaji lapang pandang klien, biasanya pasien
mengalami retinopati atau katarak, penglihatan kabur, dan
penglihatan ganda (diplopia).
c) Telinga : pengkajian adakah gangguan pendengaran,
apakah telinga kadang-kadang berdenging, dan tes
ketajaman pendengaran dengan garputala atau bisikan.
d) Hidung : tidak ada pembesaran polip dan tidak ada
sumbatan, serta peningkatan pernapasan cuping hidung
(PCH).
e) Mulut : Bibir : sianosis (apabila mengalami asidosis atau
penurunanperfusi jaringan pada stadium lanjut).
f) Mukosa : kering, jika dalam kondisi dehidrasi akibat
diuresis osmosis.
g) Pemeriksaan gusi mudah bengkak dan berdarah, gigi
mudah goyah.
h) Leher : pada inspeksi jarak tampak distensi vena jugularis,
pembesaran kelenjar limfe dapat muncul apabila ada infeksi
sistemik
5) Thorax dan paru-paru
a) Inspeksi : bentuk dada simetris atau asimetris, irama
pernapasan, nyeri dada, kaji kedalaman dan juga suara
nafas atau adanya kelainan suara nafas, tambahan atau
adanya penggunaan otot bantu pernapasan.
b) Palpasi : lihat adnya nyeri tekan atau adanya massa.
c) Perkusi : rasakan suara paru sonor atau hipersonor.
d) Auskultasi : dengarkan suara paru vesikuler atau
bronkovesikuler.

29
e) Gejala : merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau
tanpa sputum purulent (tergantung adanya infeksi atau
tidak)
f) Tanda : frekuensi pernapasan meningkat dan batuk
6) Abdomen
a) Inspeksi : amati bentuk abdomen simetris atau
asimetris.
b) Auskultasi : dengarkan apakah bising usus meningkat.
c) Perkusi : dengarkan thympany atau hiperthympany.
d) Palpasi : rasakan adanya massa atau adanya nyeri
tekan.
7) Integumen
a) Kulit : biasanya kulit kering atau bersisik
b) Warna : tampak warna kehitaman disekitar luka
karena adanya gangren, daerah yang sering terpapar yaitu
ekstremitas bagian bawah.
c) Turgor : menurun karena adanya dehidrasi
d) Kuku : sianosis, kuku biasanya berwarna pucat
e) Rambut : sering terjadi kerontokan karena nutrisi
yang kurang.
8) Sirkulasi
a) Gejala : adanya riwayat hipertensi, klaudikasi, kebas, dan
kesemutan pada ektremitas, ulkus pada kaki dan
penyembuhan lama.
b) Tanda : adanya takikardia, perubahan tekanan darah
postural, hipertensi, disritmia.
9) Genetalia : adanya perubahan pada proses berkemih, atau
poliuria, nokturia, rasanyeri seperti terbakarpada bagian organ
genetalia, kesulitan berkemih (infeksi).

30
10) Neurosensori : terjadi pusing, pening, sakit kepala, kesemutan,
kebas pada otot. Tanda : disorientasi; mengantuk, letargi,
stupor/koma (tahap lanjut)

1. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


a. Analisa Data
Data Pathway Masalah
Keperawatan
DS: Obesitas, Usia, Ketidakstabilan Kadar
− Lelah atau lesu Genetik Glukosa Darah
DO: v (D.0027)
− Kadar glukosa DM Tipe 2
dalam darah/urin v
tinggi Sel beta pancreas
hancur
v
Defisiensi Insulin
v
Penurunan pemakaian
glukosa
v
Hiperglikemia
v
Ketidakstabilan Kadar
Glukosa dalam Darah
DS: Obesitas, Usia, Perfusi Perifer Tidak
− Tidak ada Genetik Efektif (D.0009)
DO: v
− Pengisian kapiler DM Tipe 2
(cappilary refill) v

31
>3 detik Sel beta pancreas
− Nadi perifer hancur
menurun atau tidak v
teraba Defisiensi Insulin
− Akral teraba v
dingin Penurunan pemakaian
− Warna kulit pucat glukosa
− Turgor kulit v

menurun Hiperglikemia
v
Vaskositas darah
meningkat
v
Aliran darah melambat
v
Iskemik jaringan
v
Perfusi perifer tidak
efektif
DS: Obesitas, Usia, Gangguan Integritas
− Tidak tersedia Genetik Kulit (D.0129)
DO: v
− Kerusakan DM Tipe 2
jaringan dan/atau v
lapisan kulit Sel beta pancreas
hancur
v
Defisiensi Insulin
v
Glukosa tidak dapat
masuk ke dalam sel

32
v
Proses penyembuhan
luka terhambat
v
Luka tidak mendapat
suplai O2 dari darah
v
Kerusakan dan
kematian jaringan
v
Gangguan integritas
kulit

b. Merangkai Diagnosa Keperawatan


1) Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah (D.0027) berhubungan
dengan resistensi insulin dibuktikan dengan kadar glukosa
dalam darah/urin tinggi, lelah atau lesu.
2) Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009) berhubungan dengan
hiperglikemia dibuktikan dengan pengisian kapiler 5 detik,
akral dingin, kulit pucat, turgor kulit menurun.
3) Gangguan Integritas Kulit (D.0129) berhubungan dengan
perubahan sirkulasi dibuktikan dengan kerusakan lapisan kulit.
3. Planning
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
Ketidakstabilan Kadar Setelah dilakukan Manajemen
Glukosa Darah intervensi keperawatan Hiperglikemia
(D.0027) selama 1 x 24 jam, (I.03115)
maka kadar glukosa Observasi
darah membaik, 1. Identifikasi

33
dengan kriteria hasil: kemungkinan
1. Pusing menurun penyebab
2. Lelah/lesu hiperglikemia
menurun 2. Identifikasi situasi
3. Mulut kering yang menyebabkan
menurun kebutuhan insulin
4. Kadar glukosa meningkat (mis:
dalam darah penyakit
membaik kambuhan)
3. Monitor kadar
glukosa darah, jika
perlu
4. Monitor tanda dan
gejala
hiperglikemia (mis:
polyuria,
polydipsia,
polifagia,
kelemahan,
malaise, pandangan
kabur, sakit kepala)
5. Monitor intake dan
output cairan
6. Monitor keton urin,
kadar Analisa gas
darah, elektrolit,
tekanan darah
ortostatik dan
frekuensi nadi
Terapeutik
1. Berikan asupan

34
cairan oral
2. Konsultasi dengan
medis jika tanda
dan gejala
hiperglikemia tetap
ada atau memburuk
3. Fasilitasi ambulasi
jika ada hipotensi
ortostatik
Edukasi
1. Anjurkan
menghindari
olahraga saat kadar
glukosa darah lebih
dari 250 mg/dL
2. Anjurkan monitor
kadar glukosa
darah secara
mandiri
3. Anjurkan
kepatuhan terhadap
diet dan olahraga
4. Ajarkan indikasi
dan pentingnya
pengujian keton
urin, jika perlu
5. Ajarkan
pengelolaan
diabetes (mis:
penggunaan
insulin, obat oral,

35
monitor asupan
cairan, penggantian
karbohidrat, dan
bantuan
professional
kesehatan
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian insulin,
jika perlu
2. Kolaborasi
pemberian cairan
IV, jika perlu
3. Kolaborasi
pemberian kalium,
jika perlu
Perfusi Perifer Tidak Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi
Efektif (D.0009) intervensi keperawatan (I.02079)
selama 1 x 24 jam, Observasi
maka perfusi perifer 1. Periksa sirkulasi
meningkat, dengan perifer (mis: nadi
kriteria hasil: perifer, edema,
1. Pengisian kapiler pengisian kapiler,
membaik warna, suhu, ankle-
2. Akral membaik brachial index)
3. Warna kulit pucat 2. Identifikasi faktor
menurun risiko gangguan
4. Turgor kulit sirkulasi (mis:
membaik diabetes, perokok,
orang tua,
hipertensi, dan

36
kadar kolesterol
tinggi)
3. Monitor panas,
kemerahan, nyeri,
atau bengkak pada
ekstremitas
Terapeutik
1. Hindari
pemasangan infus,
atau pengambilan
darah di area
keterbatasan perfusi
2. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan
dan pemasangan
tourniquet pada
area yang cidera
4. Lakukan
pencegahan infeksi
5. Lakukan perawatan
kaki dan kuku
6. Lakukan hidrasi
Edukasi
1. Anjurkan berhenti
merokok
2. Anjurkan
berolahraga rutin
3. Anjurkan

37
mengecek air
mandi untuk
menghindari kulit
terbakar
4. Anjurkan
menggunakan obat
penurun tekanan
darah,
antikoagulan, dan
penurun kolesterol,
jika perlu
5. Anjurkan minum
obat pengontrol
tekanan darah
secara teratur
6. Anjurkan
menghindari
penggunaan obat
penyekat beta
7. Anjurkan
melakukan
perawatan kulit
yang tepat (mis:
melembabkan kulit
kering pada kaki)
8. Anjurkan program
rehabilitasi
vaskular
9. Ajarkan program
diet untuk
memperbaiki

38
sirkulasi (mis:
rendah lemak
jenuh, minyak ikan
omega 3)
10. Informasikan tanda
dan gejala darurat
yang harus
dilaporkan
Gangguan Integritas Setelah dilakukan Perawatan Luka
Kulit (D.0129) intervensi keperawatan (I.14564) Observasi
selama 3 x 24 jam, 1. Monitor
maka integritas karakteristik luka
kulitmeningkat, (mis: drainase,
dengan kriteria hasil: warna, ukuran ,
1. Kerusakan lapisan bau)
kulit menurun 2. Monitor tanda-
2. Kerusakan jaringan tanda infeksi
kulit menurun Terapeutik
1. Lepaskan balutan
dan plester secara
perlahan
2. Cukur rambut di
sekitar daerah luka,
jika perlu
3. Bersihkan dengan
cairan NaCl atau
pembersih
nontoksik, sesuai
kebutuhan
4. Bersihkan jaringan
nekrotik

39
5. Berikan salep yang
sesuai ke kulit/lesi,
jika perlu
6. Pasang balutan
sesuai jenis luka
7. Pertahankan Teknik
steril saat
melakukan
perawatan luka
8. Ganti balutan
sesuai jumlah
eksudat dan
drainase
9. Jadwalkan
perubahan posisi
setiap 2 jam atau
sesuai kondisi
pasien
10. Berikan diet
dengan kalori 30 –
35 kkal/kgBB/hari
dan protein 1,25 –
1,5 g/kgBB/hari
11. Berikan suplemen
vitamin dan
mineral (mis:
vitamin A, vitamin
C, Zinc, asam
amino), sesuai
indikasi
12. Berikan terapi

40
TENS (stimulasi
saraf
transcutaneous),
jika perlu
1. Edukasi
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi
kalori dan protein
3. Ajarkan prosedur
perawatan luka
secara mandiri
2. Kolaborasi
1. Kolaborasi
prosedur
debridement (mis:
enzimatik, biologis,
mekanis, autolitik),
jika perlu
2. Kolaborasi
pemberian
antibiotik, jika
perlu

41
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. IDENTITAS
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Umur : 64 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Gol. Darah :O
Alamat : Jl. Raya Timur No. 49 Cimahi Utara Kota Cimahi
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. C
Umur : 74 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Jl. Raya Timur No. 49 Cimahi Utara Kota Cimahi
Hub. dengan Klien : Suami
B. KELUHAN UTAMA
1. Keluhan Utama Saat MRS : Pasien mengatakan nyeri pinggang
2. Keluhan Utama Saat Pengkajian : Pasien mengatakan nyeri pinggang
C. DIAGNOSA MEDIS : Diabetes Melitus
D. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh nyeri punggung sejak 1 hari, nyeri seperti di tusuk-
tusuk dengan skala nyeri 5, nyeri dirasakan secara tiba-tiba disertai sulit
BAB dan nyeri saat saat BAK. Badan terasa lemas dan kaki sering
kesemutan.

42
2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Pasien mengatakan tidak mempunyai penyakit yang lalu
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat kesehatan keluarga
E. RIWAYAT KEPERAWATAN KLIEN
1. Pola Aktivitas Sehari-hari
ADL Di Rumah Di Rumah Sakit
Pola pemenuhan Makan/minum Makan/minum
kebutuhan nutrisi dan Jumlah: 3x sehari Jumlah: 3x sehari
cairan (makan dan Jenis: Jenis:
minum) • Nasi: nasi putih • Nasi: nasi putih
• Lauk: ayam, ikan, • Lauk: ayam, ikan,
tahu, tempe tahu tempe
• Sayur: semua jenis • Sayur: semua jenis
sayur sayur
• Minum: air putih • Minum: air putih
Pantangan: makanan Pantangan: makanan
tinggi garam dan gula tinggi garam dan gula
Kesulitan Kesulitan
makan/minum: tidak makan/minum: tidak
ada kesulitan ada kesulitan
Usaha mengatasi Usaha mengatasi
kesulitan: tidak ada kesulitan: tidak ada
Pola eliminasi
BAK
Jumlah: 3-5 x sehari 3-4x sehari
Warna: Kekuningan Kekuningan
Bau: Normal Normal
Masalah: Tidak ada Tidak ada
Cara mengatasi: Tidak ada Tidak ada

43
BAB
Jumlah: 1x sehari 1x sehari
Warna: Normal Normal
Bau: Normal Normal
Masalah: Tidak ada masalah Tidak ada masalah
Cara mengatasi: Tidak ada Tidak ada
Pola istirahat tidur
Jumlah/waktu 7-8 jam sehari 4-5 jam sehari
Pola kebersihan diri
(personal hygienen)
• Frekuensi mandi 2x sehari Diseka setiap pagi
• Frekuensi Dua hari 1x Belum keramas
mencuci rambut
• Frekuensi gosok 2x sehari Belum gosok gigi
gigi
• Keadaan kuku Dipotong jika kuku Bersih
panjang

• Ganti baju 2x sehari 1x sehari

Aktivitas lain
Aktivitas apa yang Berbincang dengan Berbincang dengan
dilakukan untuk tetangga orang sekitar
mengisi waktu luang?

2. Riwayat Psikologi
a. Status Emosi
Pasien tampak gelisah tetapi tetap tenang denan keadaan saat ini.
Pasien tampak stabil selama diajak berbicara. Hal yang
membahagiakan pasien adalah saat keluargan menemaninya.
b. Gaya Komunikasi
Pasien dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan.
c. Pola Pertahanan

44
Pasien berusaha melawan penyakitnya dengan cara melakukan
pengobatan.
3. Riwayat Sosial
a. Orang yang Berarti
Pasien mengatakan orang yang berarti adalah keluarganya.
b. Peran Serta dalam Kegiatan Kelompok/Masyarakat
Pasien mengatakan komunikasi dengan baik.
c. Hambatan dalam Berhubungan dengan Orang Lain
Pasien mengatakan tidak ada hambatan.
4. Riwayat Spiritual
a. Nilai dan Keyakinan
Pasien menganut agama islam.
b. Kegiatan Ibadah
Pasien menjalankan ibadah solat 5 waktu.
c. Hambatan/Kesulitan dalam Kegiatan Ibadah
Pasien mengatakan tidak ada hambatan.
F. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : pasien tampak lemah
Kesadaran : Composmentis
2. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
a. Tekanan Darah : 130/80 mmHg
b. Nadi : 82x/menit
c. Suhu : 36,7°C
d. Respirasi : 20x/menit
e. Spo2 : 95 %
3. Pemeriksaan Wajah
a. Mata
Mata simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera putih, tidak ada
odem di kelopak mata, tidak ada luka, tidak ada peradangan, tidak
ada benjolan, bulu mata tidak rontok, tidak ada nyeri.

45
b. Hidung
Tidak ada pembengkokan tulang hidung, tidak ada perdarahan, tidak
ada nyeri tekan.
c. Mulut
Tidak ada kelainan, tidak ada lesi, mukosa bibir kering, tidak
menggunakan gigi palsu, tidak ada perdarahan.
d. Telinga
Tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan, tidak mengalami gangguan
pendengaran, tidak ada penumpukan serumen, tidak ada perdarahan,
bentuk telinga simetris.
4. Pemeriksaan Kepala dan Leher
a. Kepala
Bentuk kepala bulat, simetris, tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan.
b. Leher
Bentuk leher simetris, tidak ada peradangan, tidak ada jaringan parut,
tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid.
5. Pemeriksaan Thoraks/dada
a. Pemeriksaan paru
Inspeksi
• Bentuk torak: normal chest
• Susunan ruas tulang belakang: normal
• Bentuk dada: simetris
• Keadaan kulit: turgor kulit baik, tidak ada lesi, warna sawo
matang
• Retraksi otot bantu pernapasan: tidak ada
• Pola nafas: normal
Palpasi
Pemeriksaan taktil/vocal fremitus: getaran antara kanan dan kiri
teraba sama
Perkusi

46
Area paru: sonor
Auskultasi
Suara terdengar normal, tidak ada suara tambahan
b. Pemeriksaan jantung
Ictus cordis +, pulsasi pada dinding torak teraba kuat, batas-batas
jantung normal adalah: batas atas: ICS III, batas bawah: ICS V, batas
kiri: ICS V mid clacikula sinistra, atas kanan: ICS IV mid sternalis
dextra, bunyi jantung normal.
6. Pemeriksaan Abdomen
Bentuk abdomen datar, simetris, frekuensi peristaltik usus 11x/menit,
terdapat nyeri tekan.
7. Pemeriksaan Genetalia dan Rektal
Pada wanita
Inspeksi
Rambut pubis bersih, lesi (-), peradangan (-)

8. Pemeriksaan Punggung Dan Tulang Belakang


Tidak ada lesi, tidak ada kelainan bentuk tulang belakang, tidak terdapat
deformitas pada tulang belakang, tidak ada fraktur, tidak ada nyeri tekan.
9. Pemeriksaan Ekstremitas/Muskuloskeletal
a. Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri simetris, deformitas (+), fraktur (-)
b. Palpasi
Kekuatan otot 5
10. Pemeriksaan Fungsi Pendengaran/Penghidu/Tenggorokan
Uji ketajaman pendengaran: tidak ada gangguan
Uji ketajaman penciuman: tidak ada gangguan
Pemeriksaan tenggorokan: tidak ada gangguan
11. Pemeriksaan Fungsi Penglihatan
Penglihatan kurang jelas

47
12. Pemeriksaan Fungsi Neurologis
a. Menguji tingkat kesadaran dengan GCS (Glasgow Coma Scale)
Menilai respon membuka mata 4
Menilai repon verbal 5
Menilai respon motorik 6
Kesimpulan 15 compos mentis
b. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak: kaku kuduk (-)
c. Peningkatan suhu tubuh (-), nyeri kepala (-), mual dan muntah (-),
kejang (-), penuruan tingkat kesadaran (-).
d. Memeriksa nervus cranialis
1) Nervus I : Olfaktorius (pembau), tidak ada gangguan fungsi
penghidu
2) Nervus II : Opticus (penglihatan), ketajaman penglihatan kurang
3) Nervus III : Ocumulatorius, mampu membuka mata
4) Nervus IV : Throclearis, mampu menggerakan mata ke arah
hidung
5) Nervus V : Thrigeminus, mampu membedakan sentuhan halus
dan tajam
6) Nervus VI : Abdusen, mampu menggerakan mata ke samping
7) Nervus VII : Facialis, mampu melakukan beberapa ekspresi
8) Nervus VIII : Auditorius, mampu mengulangi bisikan yang
diucapkan
9) Nervus IX: Glosopharingeal, reflek muntah (+)
10) Nervus X : Vagus normal
11) Nervus XI : Accessorius, normal
12) Nervus XII : Hypoglosal, mampu menggerakkan lidah
e. Memeriksa fungsi motorik
Ukuran otot simetris, atropi (+), gerakan-gerakan yang tidak disadari
oleh klien (-)
f. Memeriksa fungsi sensorik

48
Kepekaan saraf perifer (+), menguji sensasi panas/dingin, kapas
halus, minyak wangi (+)
g. Memeriksa reflek kedalaman tendon
Reflek fisiologis: R. Bisep (+), R. Trisep (+), R. Patella (+), R.
Achiles (+)
Reflek pathologis: R. Chaddok (+), R. Babinski (+), R. Oppenheim
(+), R. Gordon (+)
13. Pemeriksaan Kulit/Integumen
a. Integumen/kulit
Tidak terdapat lesi, turgor kulit < 3 detik, warna kulit pucat, nyeri
tekan (-).
b. Pemeriksaan rambut
Penyebaran rambut merata, tidak ada bau, tidak rontok
c. Pemeriksaan kuku
Inspeksi dan palpasi: kuku bersih

14. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik Medik


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Keterangan
Hematologi
Hemgolobin 13.1 11.0-16.0 N
Eritrosit 5.0 4.0-5.5 TN
Lekosit 7.72 4.00-10.00 N
Hematokrit 40.6 36.0-48.0 N
Trombosit 149 150-450 TN
MCV, MCH,MCHC
MCV 80.6 75.0-100.0 N
MCH 26.0 25.0-32.0 N
MCHC 32.3 32.0-36.0 N
RDW 16.1 10.0-16.0 N
Hitung Jenis

49
Basofil 0.8 0.0-1.0 N
Eosinofil 3.4 1.0-4.0 N
Neutrofi Segmen 63.2 50.0-80.0 N
Limfosit 24.1 25.0-50.0 TN
Monosit 8.5 4.0-8.0 TN
NLR 262
Waktu Pendarahan 1.30 1-3 N
Waktu Pembekuan 6.30 4-12 N
Diabetes
Gula Darah Puasa 126

G. Terapi dan Tindakan


1. Terapi
No. Terapi Dosis Cara Pemberian Kegunaan
1. Cefixime 200 mg Oral Untuk mengobati
berbagai infeksi
bakteri
2. Urief 4 mg Oral Untuk saluran
kemih dan prostat
3. Dexketoprofren 50 mg Injeksi Untuk meredakan
nyeri ringan
hingga sedang
4. Metformin 500 mg Oral Untuk
menurunkan
kadar gula darah

50
2. Tindakan
a. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
1. DS : Defisiensi insulin Nyeri Akut
Klien mengatakan ↓
mengeluh nyeri Hiperglikemia
punggung, nyeri seperti ↓
di tusuk dengan skala Fleksibilitas darah
nyeri 5, nyeri dirasakan merah
secara tiba-tiba ↓
DO : Pelepasan O2
a. Klien tampak ↓
meringis Hipoksia perifer
b. TTV : ↓
TD : 130/80 Nyeri Akut
N : 82 x/menit
R : 20 x/menit
S : 36,7
SPO2 : 95 %
2. DS : Defisiensi insulin Perfusi Perifer
Klien mengatakan ↓ Tidak Efektif
badan terasa lemas dan Hiperglikemia
kaki terasa kesemutan ↓
DO : Fleksibilitas darah
a. Warna kulit merah
pucat ↓
b. akral teraba Pelepasan O2
dingin ↓

51
c. TTV : Hipoksia perifer
TD : 130/80 ↓
N : 82 x/menit Perfusi Perifer
R : 20 x/menit Tidak Efektif
S : 36,7
SPO2 : 95 %

b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d klien mengeluh nyeri
(D.0077)
2) Perfusi perifer tidak efektif b.d hiperglikemia d.d klien mengeluh
badan terasa lemas (D.0009)
c. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosis Tujuan Intervensi Rasional
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
b.d agen tindakan (1.08238)
pencedera keperawatan 1x24 Observasi :
fisiologis jam di harapkan 1. Identifikasi skala 1. Mengetahui skala
Tingkat Nyeri nyeri nyeri
menurun dengan 2. Identifikasi lokasi, 2. Mengetahui
kriteria hasil durasi, lokasi, durasi,
(L.08066) : karakteristik, karakteristik,
1. Keluhan nyeri frekuensi nyeri frekuensi nyeri
menurun Terapeutik :
2. Meringis 1. Berikan teknik 1. Untuk
menurun nonfarmakologis mengurangi rasa
3. Gelisah menurun untuk mengurangi nyeri
rasa nyeri 2. Memfasilitasi
2. Fasilitasi istirahat istirahat dan tidur

52
dan tidur
Edukasi :
1. Anjurkan 1. Untuk
menggunakan mengurangi rasa
analgetik secara nyeri
tepat 2. Untuk
2. Ajarkan teknik mengurangi rasa
nonfarmakologis nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi 1. Untuk
pemberian analgetik mengurangi rasa
nyeri

2. Perfusi Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi


perifer tidak tindakan (1.02079)
efektif b.d keperawatan 1x24 Obervasi :
hiperglikemia jam di harapkan 1. Periksa sirkulasi 1. Memeriksa
Perfusi Perifer perifer sirkulasi perifer
meningkat dengan 2. Identifikasi faktor 2. Mengetahui
kriteria hasil gangguan sirkulasi gangguan
(L.02011) : (diabetes) sirkulasi
1. Denyut nadi 3. Monitor panas, 3. Memonitor
perifer kemerahan, nyeri, panas,
meningkat bengkak pada kemerahan, nyeri,
2. Warna kulit ekstremitas bengkak pada
pucat Terapeutik : ekstremitas
3. Akral 1. Hindari
membaik pengukuran
4. Parastesia tekanan darah pada 1. Menghindari
menurun ekstremitas dengan adanya tekanan
keterbatasan pada ekstremitas

53
perfusi dengan
Edukasi : keterbatasan
1. Anjurkan perfusi
melakukan
perawatan kulit 1. Untuk menjaga
yang tepat perawatan kulit

d. Implementasi dan Evaluasi


No. Diagnosa Tanggal Impelementasi Evaluasi Paraf
1. Nyeri akut b.d 2-11-2023 1. Mengidentifikasi S:
agen Jam 14.00 skala nyeri Klien mengatakan
pencedera 2. Mengidentifikasi nyeri berkurang
fisiologis lokasi, durasi, O :
karakteristik, 1. Skala nyeri 3
frekuensi nyeri 2. TTV :
3. Memberikan TD : 120/90
teknik N : 74x/menit
nonfarmakologis R : 20x/menit
untuk S : 36,4°C
mengurangi rasa SPO2 : 99%
nyeri A:
4. Memfasilitasi Masalah teratasi
istirahat dan tidur sebagian
5. Menganjurkan P:
menggunakan Intevensi
analgetik secara dilanjutkan
tepat
6. Mengajarkan
teknik

54
nonfarmakologis
7. Mengkolaborasi
pemberian
analgetik
2. Perfusi perifer 2-11-2023 1. Memperiksa S:
tidak efektif Jam 14.00 sirkulasi perifer Klien mengatakan
b.d 2. Mengidentifikasi kesemutan dan
hiperglikemia faktor gangguan badan terasa
sirkulasi lemas berkurang
(diabetes) O:
3. Memonitor TTV :
panas, TD : 120/90
kemerahan, nyeri, N : 74x/menit
bengkak pada R : 20x/menit
ekstremitas S : 36,4°C
4. Menghindari SPO2 : 99%
pengukuran A:
tekanan darah Masalah teratasi
pada ekstremitas sebagian
dengan P:
keterbatasan Intevensi
perfusi dilanjutkan
5. Menganjurkan
melakukan
perawatan kulit
yang tepat

55
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit metabolisme yang ditandai
dengan tingginya kadar gula darah akibat gangguan dalam sekresi insulin, kerja
insulin, atau keduanya. Penyakit ini bersifat kronis dan seringkali menyebabkan
komplikasi kronis atau akut (Sudoyo, 2007). Senam kaki adalah kegiatan atau
latihan yang dilakukan oleh pasien diabetes mellitus untuk mencegah terjadinya
luka dan membantu melancarakan peredaran darah bagian kaki. Senam kaki dapat
membantu memperbaiki terjadinya kelainan bentuk kaki. Selain itu dapat
meningkatkan kekuatan otot betis, otot paha, dan juga mengatasi keterbatasan
pergerakan sendi (Proverawati & Widianti, 2010).
B. Saran
1) Untuk penderita DM diharapkan untuk melakukan senam kaki tersebut untuk

meningkatkan kekutan otor, dan juga untuk melancarkan peredarandarahnya.

2) Diharapkan semua penderita DM dapat menerapkan senam kaki dalam

kehidupan sehari-hari.

56

Anda mungkin juga menyukai