Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH MEKANISME TERAPI SEFT SEBAGAI TERAPI KOMPLEMENTER

PENYAKIT DM

DISUSUN OLEH:
1. Stefani Andini Talu (2201140713)
2.Christhela Stevani Jelita Dengi (2201140696)
3. Exan Julian Yermogoin (2201140724)

SEK0LAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES KENDEDES MALANG


TA.2023/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, kami
dapat menyelesaikan tugas makalah mekanisme terapi SEFT sebagai terapi komplemeter
penyakit Deman melitus.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan.untuk itu, saran dan kritik yang bersifat konstrukti- diharapkan, demi
terciptanya tujuan yang ingin dicapai. Atas bantuan dan kritikan serta saran dari semua pihak,
maka penulis mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Malang 15,November 2023

Penulis
DAFTRA ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang……………………………………………………………………………….

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………….


…………...

1.3 Tujuan penelitian…………………………………………………………………………….

1.4 Manfaat penilitian…………………………………………………………………….


……...

1.5 Keaslian Penilitian……………………………………………………….


…………………..

BAB II PENDAHULUAN

2.1 Definisi Seft……………………………………………………….


…………………………

2.2 Cara Melakukan Seft………………………………………………………………………...

2.3 Inti Seft………………………………………………………………………………………

2.4 Keunggulan Seft……………………………………………………………………………..

2.5 Pengaruh SEFT terhadap Psychological Well-Being Penderita


DM…………………………

2.6 Keaslian
penelitian……………………………………………………………………………

BAB III PENUTUP


3.1
Kesimpulan…………………………………………………………………………………..

3.2
Saran…………………………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik kronis, yang ditandai dengan gangguan
dalam metabolisme karbohidrat, lipid dan asam amino, baik sebagai akibat dari sekresi insulin
menurun, atau karena penurunan sensitivitas insulin dari sel sel tubuh (Papazafiropoulou et al,
2008). Diabetes melitus adalah penyakit yang memperoleh bentuk epidemi, seperti
prevalensinya sudah meningkat lima kali lipat selama lima belas tahun terakhir dan
merupakan salah satu ancaman utama kesehatan manusia di abad ke-21 (Zimmet, et al, 2001)

Indonesia pada tahun 2011 telah menduduki rangking keempat jumlah penyanding
diabetes terbanyak setelah Amerika Serikat. China dan India Berdasarkan data dari Badan
Pusat Statistik (BPS jumlah penyadang diabetes pada tahun 2003 sebanyak 13.7 juta orang
dan berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan pada 2030 akan ada 20.1 juta
penyandang diabetes dengan tingkat prevalensi 14.7 persen untuk daerah urban dan 7.2 persen
di rural. Sementara itu. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi kenaikan jumlah
penyandang diabetes mellitus di Indonesia dari 8.4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21.3
juta pada tahun 2030 Sedangkan Badan Federasi Diabetes Internasional (IDF) pada tahun
2009 memperkirakan kenaikan jumlpenyandang diabetes mellitus dan 7.0 juta tahun 2009
menjadi 12.0 juta pada tahun 2030 (Pdpersi 2011 Demikian juga untuk Diabetes melitus yang
berdasarkan wawancara juga terjadi peningkatan dari 1.1 persen pada tahun 2007 menjadi 2,1
persen pada tahun 2013 (Riskedas, 2013). Sedangkan di Puskesmas Gladag Kota Rogojampi
jumlah penderita pada 2014 mencapai 530 pasien sedangkan sampai dengan bulan november
2015 jumlahnya meningkat menjadi 624 pasien (Dinkes Banyuwangi.2015)

Diabetes melitus diklasifikasikan dalam empat jenis yaitu; (a) Tipe 1 yang disebabkan
oleh kerusakan sel beta pankreas akibat proses autoimun yang menyebabkan kekurangan
insulin. (b) Tipe 2 yang merupakan hasil dari kerusakan sekresi insulin yang progresif
bersamaan dengan resistensi insulin, biasanya berhubungan dengan obesitas. (3) Gestasional
yang didiagnosa selama kehamilan. (4) Tipe lain dapat muncul akibat kerusakan fungsi
pankreas yang bersifat genetik, penyakit pankreas, atau penyakit yang dipengaruhi oleh obat
(Smeltzer & Bare. 2009; Black & Hawks, 2009). Diabetes tipe 2 adalah yang terbanyak yaitu
90. 95% dan 90% dari diabetes tipe 2 ini disebabkan oleh faktor keturunan dan obesitas
Williams & Hopper, 2007).

Diabetes tipe 2 yang merupakan hasil dari kerusakan sekresi insulin yang progresif
bersama dengan resistensi insulin, biasanya berhubungan dengan obesitas, penuaan, dan
keturunan (Smeltzer & Bare, 2009). Dari berbagai macam tipe diabetes, diabetes tipe 2 adalah
yang terbanyak yaitu 90-95% dan 90% dari diabetes tipe 2 ini disebabkan oleh faktor
keturunan dan obesitas (Williams & Hopper, 2007).

Seseorang yang menderita DM tipe II biasanya mengalami peningkatan frekuensi


buang air (poliuri), rasa lapar (polifagia), rasa haus tpolidipsi), cepat lelah, kehilangan tenaga,
dan merasa tidak fit, kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya, mudah sakit
berkepanjangan, biasanya terjadi pada usia di atas 30 tahun, tetapi prevalensinya kini semakin
tinggi pada golongan anak-anak dan remaja (Smeltzer & Bare, 2009).

Individu dengan diabetes melitus dibebani dengan faktor-faktor sosio- demografi dan
perilaku pribadi, yang berkontribusi terhadap munculnya manifestasi dari gejala cemas.
Wanita dengan diabetes mellitus mendapatkan pengaruh yang lebih tinggi dari munculnya
cemas dibandingkan dengan laki-laki sebagai akibat dari penyakit ini. Orang yang hidup
sendiri lebih rentan dan menghadapi risiko lebih besar dariorang-orang yang hidup dengan
orang lain yang signifikan (Roupa et al. 2009). Sebuah studi cross-sectional di Inggris
menemukan bahwa hampir sepertiga dari penderita diabetes menderita kecemasan dan pasien
seperempat menderita depresi (Collins, Corcorant, Perry, 2009) Hasil dari banyak survei dan
meta-analisis yang dilakukan pada diabetes mellitus dan deprest dan cemus telah
menunjukkan bahwa keberadaan diabetes mellitus menggandakan probabilitas kejadian
depresi dan gejala depresi yang muncul lebih signifikan pada wanita, daripada laki-laki
(Anderson et al, 2001., Ali et al, 2006).

Penyebab lain terjadinya diabetes melitus adalah stres, yang merupakan penyumbang
utama untuk diabetes, tetapi kebanyakan orang tidak mengerti apa yang harus dilakukan
ketika hal itu muncul. Ketika tubuh akan merasakan ancaman yang berbahaya, tubuh secara
otomatis akan merespon. Kelenjar adrenal kita akan memompa keluar sejumlah hormon
Hormon itu adalah kortisol, yang memberitahu hati dan sel-sel lain untuk menuangkan semua
gula yang disimpan (glukosa) ke dalam aliran darah. Hal ini dilakukan agar kaki dan lengan
otot dapat menggunakan glukosa sebagai bahan bakar untuk melarikan diri melawan atau
mungkin memanjat pohon saat darurat Ketika tubuh di bawah tekanan, sebagian besar sel- sel
Anda menjadi resisten insulin, sebagian dari glukosa ekstra tetap dalam darah dan
menyebabkan kerusakan saraf dan pembuluh darah. Hal inilah yang menyebabkan kadar ga
darah meningkat. Jika proses ini terus berlangsung maka kita akan memiliki gula darah yang
berlebih didalam darah (Spero, 2006).

Loyd & Johnson dalam buku The Healing Code: 6 Minutes to Heal the Source of
Your Health, Success, or Relationship Issue mengeluarkan hasil riset terbaru bahwa
pembunuh nomor satu di dunia saat ini adalah stres emosional Lebih dari 95% penyakit fisik
maupun nonlisik memiliki akar permasalahan yang sama yaitu stres emosional. Ini
membuktikan adanya hubungan yang eral antara tekanan emosional dengan penyakit, inilah
hubungan pikiran-tubuh (body mind). Keadaan mi bila tidak cepat diatasi maka akan
menyebabkan mudahnya seseorang terjangkiti penyakit yang berat (Loyal 2011). Masalah-
masalah fisik, pikiran dan jiwa, yang kalau terganggu aliran energinya akan timbul keluhan
dan gejala yang menurunkan kualitas hidup manusia yang mengalaminya (Saputra, 2012).

Pada penelitian ditemukan bahwasanya EFT mampu untuk menurunkan glukosa darah
(Mahnaz, et al. 2014). Metode ini dikembangkan kembali di Indonesia dengan menambahkan
unsur spiritual menjadi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Metode terapi SEFT
dikembangkan berdasarkan pandangan bahwa behan emosional (pikiran negatif) yang dialami
individu menjadi penyebab utama dari penyakit isik maupun penyakit nonfisik yang
dideritanya. Tekanan emosional yang tidak teratasi akan menghambat alitan energi di dalam
tubuh sehingga tubuh menjadi lemah dan mudah terjangkan penyakit Untuk mengatasinya
perlu menetralisir pikiran-pikiran negatif dengan kalimat doa dan menumbuhkan sikap positif
bahwa apapun masalah pikiran, jiwa dan rasa sakitnya ia ikhlas menerimanya serta
mempasrahkan kesembuhannya pada Allah SWT (Zainuddin, 2009; Saputra, 2012).

Cara pandang manusia sebagai makhluk yang holistik dan memiliki kemampuan
beradaptasi dengan lingkungannya sesuai dengan teori keperawatan yang dikemukakan oleh
Calista Roy. Dalam konsepnya. Roy menguraikan bagaimana individu mampu meningkatkan
kesehatannya dengan cara mempertahankan perilaku secara adaptif. Manusia adalah sebagai
sebuah sistem adaptif yang menerima input rangsangan dari lingkungan luar dan lingkungan
dalam diri individu itu sendiri. Manusia memiliki fungsi fisiologi berhubungan dengan
struktur tubuh dan fungsinya. Kebutuhan dasar ini meliputi kebutuhan oksigenasi, nutrisi,
eliminasi, aktifitas dan istirahat, proteksi. penginderaan, cairan dan elektrolit persarafan
(neurologi, fungsi endokrin (Alligood & Tomay, 2006)

Manusia juga dipandang memiliki konsep diri yang berhubungan dengan psikososial
dengan penekanan spesifik pada aspek psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari
konsep diri ini berhubungan dengan integritas psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan
ekspresi perasaan. Konsep diri menurut Roy terdiri dari dua komponen yaitu the physical self
dan the personal self. Physical self yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya
berhubungan dengan sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Sedangkan personal self yaitu
berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral- etik dan spiritual diri orang tersebut.
Perasaan cemas. hilangnya kekuatan atau takut menjadi beban emosional dan merupakan hal
yang berat dalam area in Oleh sebab itu manusia juga membutuhkan interaksi satu sama lain
yang fokusnya adalah untuk saling memberi dan menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan
saling menghargai (Alligood & Tomay, 2006).

SEFT merupakan salah satu terapi komplementer yang dapat digunakan untuk
menurunkan tingkat stres. Keefektifan terapi ini terletak pada pengabungan antara Spiritual
Power dengan Energy Psychology. Spiritual Power memiliki lima prinsip utama yaitu ikhlas,
yakin, syukur, sabar dan khusyu. Energy Psychology merupakan seperangkat prinsip dan
teknik memanfaatkan system energy tubuh untuk memperbaiki kondisi pikiran, emosi dan
perilaku (Freinstein dalam Zamudin. 2012). Jika dilihat dari aspek reaksi fisiologis terhadap
SEFT. maka perangsang dengan cara mengetuk-ngetuk ringan tapping) pada titik 12 titik
meridian tubuh tersebut dapat menstimulasi gland pituitary untuk mengeluarkan hormon
endorphins Johnson. 1999. Nopadow etc 2008 dalam Rokade, 2011),dimana hormon
endorphins tersebut dapat memberikan efek menenangkan serta menimbulkan perasaan
bahagia (Goldstein dan Lowry, 1975 dalam Rokade, 2011). Hal yang diharapkan dari
keluarnya hormon endorphin yaitu bisa menurunkan hormon kortisol dan epineprin karena
hormon ini berkerja berlawanan. Sehingga bisa menekan produksi glukagon dan glukosa
darah.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis dengan prevalensi yang meningkat di seluruh
dunia, termasuk di Indonesia terutama di kalangan kelompok dewasa Padahal penderita DM
juga memiliki risiko komplikasi penyakit kardio- sebrovaskular seperti retinopati, kebutaan,
stroke, hipertensi dan serangan jantung yang jauh lebih tinggi daripada populasi normal. Oleh
karena itu, peneliti ingin memberikan penyuluhan sekaligus melakukan penelitian akan
penyakit ini dengan menggunakan terapi SEFT. Hal ini peneliti lakukan karena terapi ini
sudah terbukti diberbagai negara dan universitas - universitas di indonesia akan manfaat
darinya. Dengan harapan dapat mengetahui akan pengaruh terapi ini pada penderita diabetes
mellitus di daerah kami.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Menganalisis pengaruh terapi SEFT terhadap penurunan kadar glukosa darah pada
pasien diabetes mellitus tipe 2.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis perbedaan kadar glukosa darah sebelum dan sesudah terapi SEFT
pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi

b. Mengidentifikasi karakteristik usia, jenis kelamin, pendidikan, dan lama menderita


pada pasien diabetes melitus tipe 2

c. Menganalisis perbedaan kadar glukosa darah sebelum dan sesudah terapi SEFT
pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.

d. Menganalisis perbedaan kadar glukosa darah pada kelompok kontrol dan kelompok
intervensi.
e. Menganalisis variabel SEFT, usia, jenis kelamin, pendidikan, dan lama menderita
yang berpengaruh terhadap penurunan kadar glukosa darah.

1.4 MANFAAT PENILITIAN

1. Untuk pelayanan kesehatan masyarakat. Memberikan informasi kepada pihak pelayanan


kesehatan akan manfaat terapi SEFT sebagai salah satu terapi komplementer yang
memungkinkan digunakan menjadi intervensi inovatif keperawatan guna meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat khususnya dalam hal menurunkan gula darah pada penderita
diabetes mellitus tipe 2.

2. Untuk institusi pendidikan. Memberikan informasi dan acuan penelitian akan manfaat
terapi SEFT dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya dalam hal
menurunkan gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2.

3. Untuk perkembangan ilmu keperawatan. Dapat digunakan sebagai bahan referensi dan
kajian tentang manfaat dan potensi akan terapi SEFT. Memperkuat dukungan teori akan
penggunaan terapi SEFT untuk penelitian selanjutnya

4. Untuk penelitian keperawatan Menjadi landasan dalam melakukan penelitian selanjutnya


tentang terapi SEFT dan diabetes melitus tipe 2. Sehingga bisa memperoleh data penelitian
yang lebih mudah dan cepat

1.5 KEASLIAN PENELITIAN

Berdasarkan penelusuran pustaka, beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian


ini yaitu:

1. Masyitah. Dewi (2013) Pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Di Rumah Sakit Umum Daerah Raden
Mattaher Jambi. Penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimen dengan pendekatan the
one group pretest posttest. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling.
Penelitian dilakukan selama 3 hari, instrumen yang akan digunakan untuk pengumpulan data
berupa lembar observasi pelaksanaan terapi SEFT, kuesioner karakteristik responden dan alat
ukur tekanan darah (tensimeter air raksa, manset ukuran dewasa dan stetoskop). Analisa data
menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat degan uji statistik Uji t dependent
(paired-sample t test). Hasil analisis data menunjukkan ada pengaruh terapi SEFT terhadap
tekanan darah pasien hipertensi. Faktor karakteristik umur, jenis kelamin, riwayat penyakit
keluarga dan penyakit penyerta tidak ada hubungan dengan penurunan tekanan darah setelah
terapi SEFT. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi dasar terapi SEFT sebagai intervensi
keperawatan yang mandiri dan inovatif pada asuhan keperawatan Klien dengan hipertensi.

2. Yanti, Nova (2012) Perbandingan Efektifitas Terapi Zikir Dengan Relaksasi Benson
Terhadap Kadar Glukosa Darah Pasien Diabetes Melitus Di Sumatera Barat. Penelitian ini
menggunakan desain quasi eksperiment pre test and post test nonequivalent control group.
Variabel independen adalah terapi zikir dan relaksasi Benson sedangkan variabel dependen
adalah kadar glukosa darah pasien diabetes melitus. Karakteristik (faktor konfounding) yang
dapat membedakan antara kadar glukosa darah adalah usia, jenis kelamin. komplikasi dosis
insulin, dan stress. Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive
sampling Peneliti memilih responden berdasarkan pada pertimbangan subjektit bahwa
responden tersebut dapat memberikan informasi yang memadai untuk menjawab pertanyaan
penelitian Penelu membandingkan efektifitas terapi zikir dengan relaksasi Benson terhadap
kadar glukosa darah pada tiga kelompok independen. Pengukuran kadar glukosa darah
dilakukan dengan menggunakan glukometer. Glukometer yang digunakan adalah GlucoDR.
Biosensor AGM 2100, Terumo Finetouch Blood Glucose meter MS GRI02M, dan Accu-
Chek Active meter system. Volume sampel 2µl, minimal 1,5ul. Rentang pengukuran 20-900
mg/dl, waktu test 10 detik. Sistem kalibrasi menggunakan kode chip. Penelitian dilakukan
selama lima hari dan kadar glukosa darah ketiga kelompok diukur sebanyak dua kali sehari
yaitu kadar glukosa darah sewaktu. Kerangka penelitian yang dikembangkan dalam penelitian
ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel independen dan variable dependen. variabel
independen adalah terapi zikir dan relaksasi Benson sedangkan variabel dependen adalah
kadar glukosa darah pasien diabetes melitus. Karakteristik (faktor konfounding) yang dapat
membedakan antara kadar glukosa darah adalah usia. jenis kelamin. komplikasi, dosis insulin,
dan stress. Analisis data pada penelitian ini adalah analisis univariat dan analisis bivariat Hasil
penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar glukosa darah
sebelum dan setelah intervensi pada masing-masing kelompok (p=0,00), selisih rata-rata
kadar glukosa darah sebelum dan setelah intervensi antar kelompok (p=0,000), dan rata-rata
kadar glukosa darah setelah intervensi antar kelompok (p=0,00). Terapi zikir lebih efektif
dibandingkan relaksasi Benson dalam menurunkan kadar glukosa darah.

3. Burhanudin (2013) Pengaruh Hypnotherapy Terhadap Kadar Glukosa Darah Pasien


Diabetes Melitis Di Puskesmas Kedungwuni II Kabupaten Pekalongan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui Pengaruh hypnotherapy terhadap kadar glukosa darah pasien
diabetes melitus di Puskesmas Kedungwuni II kecamatan Kedungwuni Kabupaten
Pekalongan. Desain penelitian pre eksperimental menggunakan metode one group pretest-
posttest. Jumlah sampel sebanyak 20 pasien. Uji statistik yang digunakan yaitu uji Wilcoxon
Signed Ranks Test dengan 5%. Variabel independen dalam penelitian ini adalah hypnoterapy
dan variabel dependen adalah kadar glukosa darah. Hasil dari penelitian ini yaitu terdapat
pengaruh hypnotherapy terhadap kadar glukosa darah pasien diabetes melitus.

4. Anwar, Zainul (2011). Model Terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique)
Untuk Mengatasi Gangguan Fobia Spesifik Penelitian ini merupakan penelitian kasus tunggal.
Desain dalam penelitian ini menggunakan desain ABA penelitian ini peneliti menggunakan
rancangan penelitian studi-kasus tunggal atau small-N-design. Rancangan penelitian studi-
kasus tunggal ini biasa diterapkan pada penelitian yang bersifat behavioral analysis. Subyek
penelitian ini adalah orang yang mengalami fobia spesifik sesuai dengan kriteria DSM IV.
Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisa kualitatif dengan menggunakan teknik
visual inspection terhadap Subjective Units of Disturbance Scale (SUDS) selama tahap pra-
terapi serta sesi terapi. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisa kualitatif
dengan menggunakan teknik visual inspection terhadap Subjective Units of Disturbance Scale
(SUDS) selama tahap pra-terapi serta sesi terapi. SEFT diberikan sebanyak 8 putaran selama
3 kali pertemuan terapi. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat
ukur Subjective Units Disturbance Scale (SUDS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
SEFT mampu menurunkan ketakutan yang berlebihan secara signifikan pada penderita
gangguan fobia spesifik. Penurunan level kecemasan atau ketakutan berdasarkan SUDS
(Subjective Units Disturbance Scale) selama pemberian terapi sangat signifikan dan terdapat
perubahan reaksi fisiologis dan respon pada perilaku subyek.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi SEFT


Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) merupakan
teknik terapi hasil dari pengembangan EFT yang digabungkan dengan
spiritual berupa doa, kepasrahan, dan keihklasan (Zainuddin, 2006). Terapi
ini bertujuan untuk mengatasi gangguan emosi manusia dengan
memanfaatkan sistem energi tubuh. Adanya gangguan pada sistem energi
tubuh (disruption of body energy system) dapat menyebabkan masalah
secara nyata pada tubuh kita (Benjamin, 2006; Nurlatifah, 2016). Teori utama
yang menjadi dasar dalam terapi SEFT adalah Energy Psychology. Teori
Energy Psychology memiliki bentuk kesamaan dengan konsep terapi
akupuntur yang merupakan pengobatan konvensional dari China (Church,
Yount and Brooks, 2012).

Teori Energy Psychology mempunyai pandangan bahwa setiap


manusia memiliki system energy yang mengatur seluruh sistem tubuh baik
fisik maupun psikologis. Sistem energy tersebut terdiri dari life force atau
ocupoint yang berfungsi sebagai pembangkit dan penyuplai energy ke sel
tubuh manusia, dan 365 jalur meridian tubuh yang berfungsi sebagai jalurnya
(chi) (Church, Yount and Brooks, 2012).

Spiritual merupakan komponen yang membedakan antara SEFT


dan EFT (Zainuddin, 2006). Penambahan unsur spiritual berupa doa kepada
Tuhan merupakan komponen yang mendasari terapi SEFT, selain itu unsur
spiritual merupakan salah satu aspek penting dalam membangun ksejahteraan
sosial. Aspek spiritual dapat dibangun dengan membangun 5 aspek, yaitu
1.keyakinan
2.keikhlasan
3.kekhusyukan
4.kepasrahan
5.dan rasa syukur (Kusnanto, Pradanie and Alifi Karima, 2017).

2.2 Cara Melakukan SEFT

1.Set-Up

Set-Up merupakan doa penetralisir yang bermanfaat untuk “psychological

reversal” atau perlawan psikologis, hal tersebut berpengaruh terhadap aspek psikologis

yang akan menimbulkan harapan, ketabahan, hikmah dan terhadap aspek sosial yang

akan menetralkan emosi (Inas, 2016). Langkah-langkah dalam melakukan psychological

reversal atau perlawanan psikologis, yaitu (Church, Yount and Brooks, 2012) :

1) Saya tidak bisa sembuh dari penyakit ini

2) Saya tidak bisa mencapai impian saya

3) Saya kesal dengan anak-anak, karena mereka susah diatur

The Set-Up terdiri dari 2 akitivitas, yang pertama adalah mengucapkan

kalimat “Yaa Tuhan meskipun saya sakit, saya ikhlas menerima sakit ini, saya

pasrahkan pada-Mu kesembuhan saya” dengan penuh rasa khusyu’, ikhlas,

dan pasrah sebanyak 3 kali. Dilanjutkan dengan langkah kedua yaitu


mengucapkan dengan penuh perasaan, menekan dada tepatnya di bagian

“Sore Spot” (titik nyeri = daerah di sekitar dada atas yang jika ditekan terasa

agak sakit) atau mengetuk dengan dua ujung jari di bagian “Karate Chop”.

Setelah menekan titik nyeri atau mengetuk karate chop sambal mengucapkan

kalimat Set-Up, seperti (Zainuddin, 2006) :

1) Ya Tuhan meskipun saya sakit DM dan merasa hidup saya tidak

mempunyai tujuan, namun saya ikhlaskan merima sakit ini, saya

pasrahkan pada-Mu kesembuhan saya.

2) Ya Tuhan meskipun saya sakit hati karena dilecehkan, saya ikhlas

menerima sakit hati saya ini, saya pasrahkan pada-Mu kedamaian hati

saya.

3) Ya Tuhan meskipun leher saya kaku, saya ikhlas, saya pasrah.

2.Tune-In

Langkah kedua adalah melakukan Tune-In, untuk masalah fisik dilakukan tune-

in, dengan cara merasakan rasa sakit yang dialami, lalu mengarahkan pikiran ke tempat

rasa sakit, diikuti dengan hati dan mulut mengatakan, “Ya Tuhan, saya pasrah, saya

ikhlas menerima sakit ini.” Namun untuk emosi, kita melakukan Tune-In dengan cara

memikirkan sesuatu atau peristiwa spesifik tertentu yang dapat membangkitkan emosi

negatif yang ingin kita hilangkan. Ketika terjadi reaksi negatif (marah, sedih, takut) hati

dan mulut kita mengatakan “Ya Tuhan, saya ikhlas, saya pasrah”.

Bersamaan dengan Tune- In dilakukan langkah ketiga (Tapping). Pada proses

inilah terjadi proses menetralisir emosi negatif atau rasa sakit fisik (Zainuddin, 2006).

3.Tapping
Gambar 2.4 Titik Tapping pada terapi SEFT (Zainuddin, 2006)

Pada tahap tapping ketukan yang dilakukan akan merangsang

“electrically active cells” sebagai pusat aktif yang terdiri dari kumpulan sel

aktif yang ada di permukaan tubuh. Tapping dalam SEFT akan menimbulkan

hantaran rangsang berupa sinyal transduksi yang terjadi dalam proses

biologik akibat rangsangan pada titik utama SEFT. Dua belas jalur utama

meridian tubuh yang terdapat dalam SEFT adalah small intestine, triple

heater, large intestine, stomach, liver, spleen, kidney, heart, governing

vessel, lungs, bladder, dan gall bladder (Zainuddin, 2012; Kusnanto et al.,

2017).

Berikut adalah titik-titik tapping :

1) Cr = Crown

Pada titik di bagian atas kepala

2) EB = Eye Brow

Pada titik permulaan alis mata

3) SE = Side of The Eye

Di atas tulang di samping mata

4) UE = Under The Eye

2 cm di bawah kelopak mata


5) UN = Under The None

Tepat di bawah hidung


6) Ch = Chin

Di antara dagu dan bagian bawah bibir

7) CB = Collar Bone

Di ujung tempat bertemunya tulang dada, collar bone, dan tulang rusuk

pertama

8) UA = Under The Arm

Di bawah ketiak sejajar dengan puting susu (pria) atau tepat di bagian

tengah tali bra (wanita)

9) BN = Bellow Nipple

2,5 cm di bawah puting susu (pria) atau di perbatasan antara tulang dada

dan bagian bawah payudara

10) IH = Inside The Hand

Di bagian dalam tangan yang berbatasan dengan telapak tangan

11) OH = Outside of Hand

Di bagian luar tangan yang berbatasan dengan telapak tangan

12) Th = Thumb

Ibu jari di samping luar bagian bawah kuku

13) IF = Index Finger Jari

Jari telunjuk di samping luar bagian bawah kuku (di bagian yang

menghadap ibu jari).

14) MF = Middle Finger

Jari tengah samping luar bagian bawah kuku (di bagian yang menghadap

ibu jari)

15) RF = Ring Finger

Jari manis di samping luar bagian bawah kuku (di bagian yang

menghadap ibu jari)


16) BF = Baby Finger

Di jari kelingking di samping luar bagian bawah kuku (di bagian yang

menghadap ibu jari)

17) KC = Karate Chop

Di samping telapak tangan, bagian yang kita gunakan untuk mematahkan

balok saat karate

18) GS = Gamut Spot

Di bagian antara perpanjangan tulang jari manis dan tulang jari

kelingking

Setelah menyelesaikan langkah di atas, proses terakhir adalah mengulang lagi

tapping dari titik pertama hingga ke-17 (berakhir di karate chop). Dan

diakhiri dengan mengambil napas panjang dan menghembuskannya, sambil

mengucapkan syukur (Zainuddin, 2006).

2.3 Inti SEFT


Ada 5 hal yang harus kita perhatikan agar SEFT yang kita lakukan efektif. Lima
hal ini harus kita lakukan selama proses terapi, mulai dari Set- Up, Tune-In, hingga
Tapping. Kelima hal tersebut, yaitu (Zainuddin, 2006) :
1. Yakin

Anda tidak perlu yakin kepada SEFT atau diri anda sendiri, anda hanya
perlu yakin kepada Tuhan atas kuasa-Nya dapat mengangkat penyakit dan
menyembuhkan. Semakin anda percaya diri SEFT tidak akan efektif,
namun jika anda pasrah menyerahkan segalanya atas kehendak-Nya SEFT
akan bekerja secara efektif.
2. Khusyu’

Selama melakukan terapi, khusus saat Set-Up, kita harus kosentrasi, atau
khusyu’. Pusatkan pikiran kita pada saat melakukan Set-Up (berdoa) pada
“Sang Maha Penyembuh”, berdoalah dengan penuh kehati-hatian.
3. Ikhlas
Ikhlas dalam menerima rasa sakit (fisik atau psikologis) dengan sepenuh
hati. Ikhlas juga yang membuat sakit apapun yang kita alami menjadi
sarana menyucikan diri dari dosa dan keselahan yang pernah kita lakukan.
Semakin kita ikhlas, semakin cepat sakit itu pergi.
4. Pasrah

Pasrah adalah menyerahkan sepenuhnya apa yang terjadi pada Tuhan


disertai dengan usaha semaksimal mungkin. Pasrah membuat kedamaian
jiwa dan ketenangan pikiran.
5. Syukur

Perlu untuk “discipline of gratitude”, mendisiplinkan pikiran, hati dan


tindakan kita untuk selalku bersyukur, dalam kondisi yang berat sekalipun.

2.4 Keunggulan SEFT


SEFT mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan terapi
lainnya, beberapa keunggulan tersebut yaitu (Zainuudin, 2006) :

1. Efektif

SEFT sangat efektif untuk memberikan kesembuhan atas gangguan fisik


ataupun emosi, tingkat efektifitas teknik SEFT mencapai 80%-95%.
2. Mudah

SEFT bisa dipelajari dan mudah dipraktikan oleh siapa saja, tidak
memerlukan kualifikasi khusus untuk menguasai SEFT.
3. Cepat

Satu kali terapi SEFT hanya memerlukan 5-50 menit, bahkan kadang
terjadi “one minute wonder” atau keajaiban 1 menit.
4. Murah

Tidak memerlukan biaya dalam melakukan terapi ini, namun jika ingin
lebih mengusai teknik SEFT cukup pelatihan 1 kali secara tuntas.
5. Permanen
Efektifitas SEFT bisa dirasakan secara permanen, dan bisa dilakukan
setiap hari untuk menjaga kondisi tubuh.
6. Tidak ada efek samping

Terapi ini tidak menimbulkan rasa sakit atau efek samping yang berarti
jika diterapkan secara baik dan benar.
7. Kompatibel

SEFT bisa digabungkan dengan teknik apapun yang telah dikuasai, seperti

: NLP, Hypnotherapy, Reiki, Prana, Ruqyah, dll.

2.5 Pengaruh SEFT terhadap Psychological Well-Being Penderita DM

Pada penderita DM tipe 2 yang mempunyai perawatan jangka


panjang akan sulit dikontrol secara efektif, karena itu sangat penting
memperhatikan aspek psikologis selain aspek fisik pada DM tipe 2. Pada
aspek psikologis penderita Diabetes Mellitus akan menyebabkan penurunan
Psychological Well-Being, hal tersebut senada dengan teori Ryff (1995) yang
menyebutkan bahwa kesehatan fisik mempengaruhi Psychological Well-
Being.
SEFT merupakan penggabungan antara spiritualitas melalui doa, keikhlasan, dan
kepasrahan dengan energy psychology (Zainuddin, 2006). Diawali dengan Set-Up
yang merupakan doa kepasarahan yang bertujuan untuk memastikan agar aliran
tubuh terarahkan dengan tepat. Hal ini dilakukan untuk menetralisir emosi negatif
penderita DM tipe 2. Langkah kedua adalah Tune-In dengan merasakan rasa sakit
pada tubuh yang dirasakan, kemudian mengarahkan pikiran ke tempat rasa sakit
sehingga membangkitkan emosi negatif yang ingin kita hilangkan (Self-Hypnosis).
Proses Tune-In terdiri dari Tapping atau ketukan ringan pada 18 titik energi tubuh
yang melewati 12 jalur meridian tubuh (The Major Energy Meridians). SEFT
menyederhanakan 361 titik yang digunakan pada akupuntur menjadi 18 titik utama
pada tubuh (Zainuddin, 2006). Ketukan pada 18 titik utama tersebut akan
merangsang electrically active cells sebagai pusat aktif yang terdiri dari kumpulan
sel aktif di permukaan tubuh. Selanjutnya akan menimbulkan hantaran rangsang
berupa sinyal transduksi yang terjadi dalam proses biologis. 12 jalur utama SEFT
pada meridian tubuh adalah small intestine, triple heater, large intestine,
stomach, liver, spleen, kidney, hearth, governing vessel, lungs, bladder, and
gall bladder. Reaksi rangsangan melalui titik-titik utama tapping pada SEFT
akan mensekresikan ACTH yang merangsang produksi β endorfin dan pro
opiomularocortin yang mempunyai efek mengurangi reaksi inflamasi
(Kusnanto, Pradanie and Alifi Karima, 2017). Proses tune-in diikuti dengan
set-up untuk menetralisir emosi negatif dan rasa sakit fisik. Kemudian
terbentuklah pandangan positif seperti ketabahan hati, harapan untuk sembuh
dan pandai mengambil hikmah (Zainudin, 2006).

SEFT yang sudah dilakukan akan menimbulkan keikhlasan bagi


penderita DM tipe 2, sehingga penderita akan lebih menerima penyakitnya
dengan positif, melalui ketabahan hati, harapan sembuh, serta mampu
mengambil hikmah. Hal tersebut mampu meningkatkan Psychological Well-
Being penderita DM tipe 2.

2.6 Keaslian penelitian


Keaslian Penulisan Pengaruh Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Terhadap
Psycological Well-Being pada penderita DM tipe 2.

Judul Metode Hasil


Personal Project D : Experimental Qualitative Tingkat kepuasan hidup
and Psychological penderita DM akan lebih
S : 131 anak tidak dengan
Well-Being : rendah daripada orang yang
DM, 132 anak dengan DM
Emerging Adults tidak menderita DM. Selain
With and V : Personal Projects and itu, penderita DM memiliki
Without Diabetes Psychological Well-being tujuan hidup (yaitu, merasa
(Helgeson, 2019) bahwa kehidupan itu
I : Personal projects Little
bermakna) yang sama dari
(1993), Depression
tahun ke tahun. Hal itu
Scale
berbeda dengan orang yang
(Radloff,
tidak menderita DM akan
memiliki tujuan hidup yang
1977), Psychological well-
meningkat seiring
being (Ryff&Keyes, 1995),
Life Satisfaction (Diener
et
al,1985), Perceived Stress
Scale (Cohen et al,1983). berjalannya waktu.

A : Chi-square
and regression
analysis
Lighten UP! A D : Quasy Experiment Metode terapi community-
Community- based group terbukti efektif
S : 103 laki-laki dan
Based Group dalam meningkatkan
perempuan dengan umur
Intervention To psychological well-being
≥60.
Promote pada lansia
Psychological V : Community based group
Well-Being In and Psychological Well-
Older being
Adults (Ruini,
I : Ryff’s Psychological
Ryff and
Well-Being Scale (PWB),
Sampson, 2015)
Life Satisfaction Scale,
Geriatric Depression Scale,
Symptom Questionnaire,
And Items Measuring Sleep
Complaints And Social Well-
Being.

A : Estimate Pre-Post
Change
Work Routines D : Quantitative Terdapat hubungan antara
Moderate The kesejahteraan psikologis
S : 987 orang dengan umur
Association dengan pola tidur-bangun
rata-rata 44 tahun.
Between dan self-efficacy,serta
Eveningness And V : Work Routines adanya keterkaitan antara
Poor Moderate, Eveningness, rutinitas kerja dan pola tidur-
Psychological poor Psychological well- bangun.
Well-Being being.
(Carvalho, De
I : Munich Chronotype
Souza and
Questionnaire (MCTQ) to
Loayza Hidalgo,
evaluate sleep-wake
2018).
patterns, World Health
Organization Five-item
Wellbeing Index (WHO-5),
General Self-Efficacy Scale
(GSE).

A : Pearson’s test,
(ANOVA)/Post-hoc.

Relationship D : Cross Sectional Citra tubuh buruk yang


between Body disebabkan oleh obesitas
Image and S : 124 orang obesitas dapat mempengaruhi pada
Psychological kesejahteraan psikologis
V : Body Image dan
Well-being in yang negatif dalam semua
Psychological Well-Being
Patients with aspek. Pencegahan dan
Pasien Morbiditas Obesitas
Morbid Obesity dukungan intervensi harus
(Yazdani, Hosseini I : body image dan Skala dilakukan sebagai metode
and Amini, 2018). Ryff Psychological Well- yang efektif untuk
Being menghadapi dan mengatasi
efek psikologis dari obesitas.
A : descriptive statistics,
Pearson correlation
coefficient test, ANOVA,
and Regression analysis.
Hubungan D : Cross Sectional Penderita yang mempunyai
Antara Self- self-managment of diabetes
S : 51 orang penderita
Management of yang baik akan mempunyai
diabetes mellitus tipe 2 usia
Diabetes dengan psycholoical well-being yang
dewasa akhir (>60 tahun)
Psychological tinggi begitu juga sebaliknya.
Well-Being V : Self Management dan
Penderita Psychological Well-Being
Diabetes Mellitus Pasien DM tipe 2
tipe 2 pada
I : Skala Self-Management
Dewasa Akhir
dan Skala Ryff
(Handayani,
Psychological Well-Being
2018).
A : Korelasi Product
Moment
Kesejahteraan D : Deskriptif Proses pasien DM tipe 2
Psikologis Pada mengalami proses transisi
S : 7 pasien DM tipe 2
Pasien Diabetes dari kondisi sehat dalam
Mellitus Tipe 2 di V : Psychological Well- kondisi sakit.
Puskesmas Being Pasien DM tipe 2
Mulyorejo
I : Pedoman Wawancara dari
Surabaya
teori Ryff dan teori transisi
(Tristiana Rr.D.,
Meleis, Catatan lapangan,
Widyawati I.Y.,
dan Perekam.
Yusuf A., 2016).
A : Colaizi
Clinical EFT D : Quasy Experiment EFT akan menghasilkan
(Emotional penurunan yang signifikan
S : 203 partisipan di 6 klinik
Freedom dalam konstruksi psikologis
EFT
Technique) kecemasan, depresi, PTSD,
Improves V : EFT dan Multiple serta manifestasi klinis
Multiple fisiologis seperti HRV,
Physiological Physiological Markers kortisol, RHR, dan BP dan
Markers of of Health mengalami peningkatan pada
Health (Bach, respon imun (SigA), HC, dan
I : Anxiety,
Groesbeck and akan diidentifikasi.
Depression,
Stapleton, 2019).
Physiological
Markers,
Generalizability,
Dismantling Studies.

A : Memo dan Darft Insight


The Effect of D : Pilot Study EFT efektif dalam membantu
Emotional mahasiswa keperawatan
S : 39 mahasiswa
Freedom dalam management stress
keperawatan
Technique on dan mengurangi ansietas.
Stress and V : EFT, stress, dan anxiety
Anxiety in
I : One Group pretest-
Nursing Study :
posttest, Perceived Stress
A Pilot Study
Scale, State-Trait Anxiety
(Patterson, 2016).
Inventory

A : RMANOVA
The Effectiveness D : Pilot Study EFT dan CBT merupakan
of Cognitive strategi pengobatan yang
S : 10 orang dengan
Behavioral efektif untuk mengurangi
diagnosis MDD
Therapy depresi dan ansietas.
and Emotional V : CBT, EFT, dan
Freedom Depression, and Anxiety
Techniques in
I : MiniInternational
Reducing
Neuropsychiatric Interview
Depression and
(MINI) 6.0, and they
Anxiety Among
completed the following
Adults: A Pilot
validated questionnaires: (1)
Study
the Beck Depression
(Chatwin,
Inventory, second edition
Stapleton and
(BDI-2) and (2) the
Porter, 2016).
Depression, Anxiety, and
Stress Scales (DASS-21).

A : MANOVA
Emotional D : Systematic Review with EFT secara efektif dapat
Freedom Meta Analysis mengurangi ansietas dan
Techniques for pada gangguan emosi seperti
S : 658 partisipan
Anxiety (Clond, PTSD
2016) V : EFT dan Anxiety
I : APA division 12 criteria

A : Meta Analysis
Pengaruh D : Quasy Experiment Setelah dilakukan SEFT ada
Spiritual peningkatan terhadap QOL
S : 22 pasien Pasien
Emotional penderita Tuberkulosis paru
Tuberkulosis Paru
Freedom baik dalam dimensi fisik,
Technique V : Quality Of Life, psikologis, dan sosial.
(SEFT) Terhadap Spiritual
Peningkatan
Quality Of Emotional Freedom
Life Pada Technique (SEFT)
Penderita
I : World Health
Tuberkulosis
Organization Quality Of
Paru di
Life-100 (whoqol-100),
Puskesmas Perak
SEFT SOP
Timur Surabaya
(Kusnanto, A : Wilcoxon test and Mann
Pradanie and Whitney test
Alifi Karima,
2017).
Spiritual D : Quasy Experiment Spiritual Emotional
Emotional Freedom Technique (SEFT)
S : 6 orang wanita usia 20-
Freedom dapat meningkatkan kualitas
40 tahun yang mengalami
Technique hidup pada wanita yang
bencana tanah longsor
(SEFT) untuk mengalami bencana tanah
Meningkatkan V : Kualitas Hidup, dan longsor di purworejo.
Kualitas Spiritual
Hidup pada
Wanita Emotional Freedom
yang Mengalami Technique (SEFT)
Bencana Tanah
I : Kuesioner WHOQOL-
Longsor
BREF
(Aftrinanto,
Hayati and
A : Wilcoxon Signed Rank
Urbayatun,
Test.
2018).

2.1.1 Literatur Review

Pada 12 jurnal di atas dijelaskan bahwa seseorang yang mempunyai


psychological well-being yang buruk akan dapat berpengaruh terhadap buruknya
kepuasan hidup, tujuan hidup, dan self-efficacy seseorang. Pada penderita DM tipe
2 akan berpengaruh terhadap buruknya managemen diabetes termasuk diet
pengobatan, dan aktivitas fisiknya. Terapi EFT dan SEFT efektif sebagai
intervensi dalam mengatasi masalah psikologis termasuk mengurangi stress,
meningkatkan self-efficacy dan kualitas hidup, serta dapat mengatasi gangguan
emosi sepeti PTSD. Namun terapi SEFT belum pernah dilakukan untuk
meningkatkan psychological well-being pada penderita DM tipe 2.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Terapi SEFT mempengaruhi penurunan kadar glukosa darah pada penderita diabetes
melitus tipe 2. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan kadar glukosa darah pada
penderita.Karakteristik tingkat pendidikan merupakan variabel yang paling berpengaruh jika
dibandingkan dengan variabel usia, jenis kelamin dan lama menderita diabetes melitus tipe 2.
Karakteristik Jenis kelamin menjadi faktor yang berpengaruh setelah tingkat pendidikan.
Sedangkan usia dan jenis kelamin tidak memiliki pengaruh terhadap penurunan kadar
glukosa darah.Keberhasilan dari penurunan kadar glukosa darah tidak lepas dari kerja sama
dan peran aktif responden saat penelitian.

3.2 SARAN

Terapi SEFT dapat dijadikan salah satu tindakan mandiri perawat untuk membantu
menurunkan kadar glukosa darah pasien. Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan perawat
dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dengan mengikuti seminar atau pelatihan
terapi SEFT dan melakukan evidence based practice. Perawat dapat memberikan terapi SEFT
ini pada pasien diabetes melitus dan hipertensi yang dirawat minimal 1 kali sehari. Perawat
dapat juga mengajarkan teknik ini pada pasien dan keluarga sehingga mereka dapat
melakukannya secara mandiri.
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/8455/6.BAB%20I.pdf?
sequence=4&isAllowed=y

https://repository.unair.ac.id/102097/5/5.BAB%202.pdf

Anda mungkin juga menyukai