OLEH
AL MAYDA ALIF AZZAHRA
NPM : 200106010
Oleh
Al mayda Alif Azzahra
NPM. 200106010
Tim Pembimbing
Apoteker pembimbing lahan Dosen pembinbng interal
Mengetahui,
Ketua program studi S1 Farmasi
Alhamdulillahirabbilalamin,
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah serta shalawat
dan salam yang selalu kita curahkan kepada baginda agung Nabi Muhammad
SAW sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL)
di Rumah Sakit Umum AZ-ZAHRA yang telah dilaksanakan pada tanggal 9
Oktober sampai dengan 4 November 2023.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan dalam penyusunan laporan ini.
Penulis berharap laporan ini memberikan banyak manfaat dan pengetahuan serta
wawasan disiplin ilmu bagi kita semua. Selama pelaksanaan dan penyusunan
laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL), penulis banyak mendapat bimbingan,
petunjuk, dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak
langsung. Untuk itu, dengan segala rasa hormat yang mendalam, Penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Sukarni, S. SiT,. M.Kes selaku Ketua Yayasan Aisyah Lampung
2. Wisnu Prabo Wijayanto, S.Kep., Ners.,MAN selaku Rektor Universitas
Aisyah Pringsewu Lampung
3. Rini Palupi, S.Kep., Ners., M.Kep selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Universitas Aisyah Pringsewu Lampung
4. apt. Mida Pratiwi, M.Farm selaku Ketua Program Studi S1 Farmasi
5. apt. Anita Rahmi Pradani,S.Farm selaku Pembimbing Lahan Praktik
instalasi farmasi
6. Annajim Daskar , M.Farm selaku Pembimbing Akademik
7. Kedua orang tua saya yang sudah mendukung dan memberikan semangat
untuk saya dalam segala hal urusan perkuliahan.
8. Sahabat dan teman-teman saya yang telah mendukung dalam segala hal.
Semoga Allah SWT senantiasa membalas kebaikan serta bantuan yang telah di
berikan dan semoga Laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan PKL
1.3 Manfaat PKL
1.4 Waktu dan Lokasi PKL
BAB II TINJAUAN UMUM
2.1 Pengertian Rumah Sakit
2.2Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
2.3 Tujuan Rumah Sakit
2.4 Persyaratan Rumah Sakit
2.5 Tugas dan Tanggung jawab Apoteker dan Asisten Apoteker
2.6 Pengelolaan Rumah Sakit
2.7 Pelayanan Rumah Sakit
2.8 Peraturan Perundang – Undangan Rumah Sakit
BAB III TINJAUAN UMUM
3.1 Sejarah Rumah Sakit
3.2 Tata Ruang
3.3 Struktur Organisasi
3.5 Pengelolaan IFRS AZ-Zahra Lampung Tengah
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Kegiatan/Pengalaman Praktik Kerja Lapangan (PKL)
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
Nama Pemakaian pertama
DAFTAR kali pada halaman
SINGKATAN DAN
LAMBANG Singkatan
IFRS Instalasi Farmasi 2
Rumah Sakit
TTK Tenaga Teknis 2
Kefarmasian
PKL Praktik Kerja Lapangan 2
PMK Peraturan Menteri 5
Kesehatan
KEMENKES Kementrian Kesehatan 5
DEPKES RI Departemen Kesehatan 6
Republik Indonesia
PIO Pelayanan Informasi 23
Obat
PTO Pemantauan Terapi 23
Obat
MESO Monitoring Efek 23
Samping Obat
EPO Evaluasi Penggunaan 23
Obat
PKOD Pemantauan Kadar Obat 23
dalam Darah
BLU Badan Layanan Umum 24
LASA Look Alike Sound Alike 24
FIFO First In First Out 24
FEFO First Expire First Out 24
DRP Drug Related Problem 33
OOA Onset of Action 44
DOA Duration of Action 44
SABA Short Acting β2-Agonist 44
BAB I
PENDAHULUAN
1. Rumah Sakit Tipe A merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki jumlah
tempat tidur paling sedikit 250 (dua ratus lima puluh) buah.
2. Rumah Sakit Tipe B merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki jumlah
tempat tidur paling sedikit 200 (dua ratus) buah.
3. Rumah Sakit Tipe C merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki jumlah
tempat tidur paling sedikit 100 (seratus) buah.
4. Rumah Sakit Tipe D merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki jumlah
tempat tidur paling sedikit 50 (lima puluh) buah.
2.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009, Rumah Sakit mempunyai
tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk
menjalankan tugas tersebut, Rumah Sakit mempunyai fungsi (Depkes RI, 2009):
2. Bangunan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
terdiri atas ruang :
a. Rawat jalan,
b. Ruang rawat inap,
c. Ruang gawat darurat,
d. Ruang operasi,
e. Ruang tenaga kesehatan,
f. Ruang radiologi,
g. Ruang laboratorium,
h. Ruang sterilisasi,
i. Ruang farmasi
j. Ruang pendidikan dan latihan,
1. Prasarana Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dapat
meliputi:
a. Instalasi air,
b. Instalasi mekanikal dan elektrikal,
c. Instalasi gas medik,
d. Instalasi uap,
e. Instalasi pengelolaan limbah,
f. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran,
g. Petunjuk, standar dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan darurat,
h. Instalasi tata udara,
i. Sistem informasi dan komunikasi, dan
j. Ambulan.
3. Prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dalam keadaan terpelihara
dan berfungsi dengan baik.
4. Pengoperasian dan pemeliharaan prasarana Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai
kompetensi di bidangnya.
5. Pengoperasian dan pemeliharaan prasarana Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus didokumentasi dan dievaluasi secara berkala dan
berkesinambungan.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai prasarana Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
3. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai
dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan
mengutamakan keselamatan pasien.
4. Ketentuan mengenai tenaga medis dan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4. Besaran harga perbekalan farmasi pada instalasi farmasi Rumah Sakit harus
wajar dan berpatokan kepada harga patokan yang ditetapkan Pemerintah.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan kefarmasian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 17 Undang Undang No 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Rumah Sakit
yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8,
Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16
tidak diberikan izin mendirikan, dicabut atau tidak diperpanjang izin operasional
Rumah Sakit.
2.5. Tugas dan Tanggung jawab Apoteker dan Asisten Apoteker
1. Pemilihan
b. Standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
telah ditetapkan.
c. Pola penyakit.
f. Mutu, harga.
2. Perencanaan
1. Metode Konsumsi
2. Metode Morbiditas
3. Kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi
3. Pengadaan
A. Pembelian
a. Tender terbuka, berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada penentuan harga metode ini lebih
menguntungkan. Untuk pelaksanaannya memerlukan staf yang kuat, waktu
yang lama serta perhatian penuh.
b. Tender terbatas, sering disebutkan lelang tertutup. Hanya dilakukan pada
rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki Riwayat yang baik. Harga
masih dapat dikendalikan, tenaga dan beban kerja lebih ringan bila
dibandingkan denan lelang terbuka.
c. Pembelian dengan tawar menawar, dilakukan bila item tidak penting, tidak
banyak dan biasanya dilakukan pendekatan langsung untuk item tertentu.
d. Pembelian langsung, pembelian jumlah kecil, perlu segera tersedia. Harga
tertentu, relatif agak lebih mahal.
B. Sumbangan/Dropping/Hibah
C. Penerimaan
D. Penyimpanan
E. Pendistribusian
d. Sistem Kombinasi
F. Pemusnahan
G. Pengendalian
MISI
%( 60 ( 1 7
9 8
%( 60 ( 1 7
7
0 ( 1 8 - 8 / $ 1 7$ ,
10
11 6
%( 60 ( 1 7
5
20
12
%( 60 ( 1 7
3
12
12 19 1
13
18
15
16 17
KETERANGAN
5 IF RANAP 13 IPAL
6 RM 14 B3
7 AULA 15 PEMULASARAN JENAZAH
8 AZ MART 16 GUDANG
Apoteker melakukan
Petugas poli klinik Petugas farmasi
informed consent
rawat jalan melakukan skrining
(persetujuan pasien)
menyerahkan resep kelengkapan resep,
mengenai harga obat
yang ditulis dokter ke ditelaah oleh apoteker
ditebus sesuai
petugas farmasi & diberi harga
resep/ditebus sebagian
Petugas farmasi
Petugas farmasi menyiapkan obat
melakukan input obat
untuk obat racikan = 60 menit untuk
pada SIM RS &
obat non racikan = 30 menit
pencetakan etiket/label
Penyerahan obat
disertai PIO oleh
Apoteker
Etalase HAM
Etala
Etalase Obat Cair
Meja Racik
Etalase HAM
Lemar
i OKT
E.Sediaan InjeksiInjeksi
E.Sediaan Paten Generik
Meja Racik
Kulkas
DIREKTUR
Dr. Lita Setiawati
A. Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga
perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara
lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi konsumsi yang disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia. Metode yang digunakan dalam perencanaan yaitu:
1. Metode konsumsi
Berdasarkan pada data ril konsumsi perbekalan farmasi pada periode yang lalu
atau sebelumnya.
2. Metode epidemiologi
Perhitungan perbekalan farmasi berdasarkan pola penyakit.
B. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi atau pembuatan sediaan
farmasi, dan sumbangan atau hibah. Tujuan pengadaan adalah untuk
mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, mutu yang baik,
pengiriman barang yang terjamin tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak
memerlukan tenaga serta waktu yang berlebihan. Pembelian perbekalan farmasi
menggunakan metode pembelian langsung yaitu pembelian langsung ke pedagang
besar farmasi dengan membuat surat pesanan. Pembelian langsung adalah
pembelian dalam jumlah kecil, dan relatif mahal.
C. Penerimaan
Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah
diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung dan
tender. Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang
diterima sesuai kontrak baik spesifikasi, jumlah maupun waktu kedatangan.
Adapun prosedur penerimaan barang sebagai berikut :
1. Barang farmasi diterima oleh petugas penerimaan barang
berdasarkan daftar kebutuhan sesuai dengan faktur dan surat
pesanan.
D. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan penyimpanan dan memelihara dengan
cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai
aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak obat. Tujuan
penyimpanan perbekalan farmasi yaitu : memelihara mutu perbekalan farmasi,
menghindari penggunaan yang tidak bertanggungjawab, menjaga ketersediaan dan
memudahkan pencarian dan pengawasan. Penyimpanan Perbekalan farmasi
disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetisntuk memudahkan pengendalian
stok maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Gunakan prinsip FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First
In First Out).
2. Susun perbekalan farmasi dalam kemasan besar diatas pallet
secara rapi dan teratur berdasarkan alphabetis.
3. Gunakan lemari khusus untuk menyimpan narkotika.
4. Simpan perbekalan farmasi yang dapat dipengaruhi oleh
temperatur, udara, cahaya, sesuai.
5. Simpan perbekalan farmasi dalam rak dan berikan nomor kode,
pisahkan perbekalan farmasi dalam dengan perbekalan farmasi
untuk penggunaan luar.
6. Cantumkan nama masing-masing perbekalan farmasi pada rak
dengan rapi.
7. Apabila persediaan perbekalan farmasi cukup banyak, maka biarkan
perbekalan farmasi tetap dalam boks masing-masing. Perbekalan farmasi
yang mempunyai batas waktu penggunaan perlu dilakukan rotasi stok
agar perbekalan farmasi tersebut tidak selalu berada di belakang
sehingga dapat dimanfaatkan sebelum masa kadaluarsa habis.
8. Item perbekalan farmasi yang sama ditempatkan pada satu lokasi
walaupun dari sumber anggaran yang berbeda.
9. Obat yang mudah terbakar, seperti alkohol disimpan dalam ruangan
tersendiri dan diberi alas sehingga tidak meyentuh lantai.
E. Pendistribusian
Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit, untuk
pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk
pelayanan medis. Pendistribusian adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit
pelayanan secara tepat waktu, tepat jenis, dan jumlah. Metode yang digunakan dalam
pendistribusian yaitu:
1) Once Daily Dose (ODD)
Merupakan pendistribusian perbekalan farmasi dimana pasien mendapat obat
yang sudah dipisah –pisah untuk pemakaian sekali pakai , tetapi obat diserahkan
untuk sehari pakai pada pasien
A. Kasus 1 (Dispepsia)
Pasien atas nama Tn.Str dating dengan keluhan nyeri perut, mual,
kembung, dan sedikit sesak.
1) Diagnosa : Dispepsia asites
2) Identitas Pasien
No RM : 074823
Nama : Tn. Str
Umur : 69 th
Jenis Kelamin : Laki – Laki
3) Hasil Pemeriksaan Tanda Vital
TD : 120/80
Suhu : 36o C
HB : 11.0 gr/dl
A.DISPEPSIA
a) Definisi
Kata ‘dispepsia’ berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘dys’ (poor) dan ‘pepse’ (digestion)
yang berarti gangguan percernaan. Awalnya gangguan ini dianggap sebagai bagian
dari gangguan cemas, hipokondria, dan histeria. British Society of Gastroenterology
(BSG) menyatakan bahwa istilah ‘dispepsia’ bukan diagnosis, melainkan kumpulan
gejala yang mengarah pada penyakit/gangguan saluran pencernaan atas. Definisi
dispepsia adalah kumpulan gejala saluran pencernaan atas meliputi rasa nyeri atau
tidak nyaman di area gastro-duodenum (epigastrium/uluhati), rasa terbakar, penuh,
cepat kenyang, mual atau muntah (Kolegium Dokter Indonesia, 2019).
b) Etiologi
Faktor diet (makanan dibakar, cepat saji, berlemak, pedas, kopi, teh) dan pola hidup
(merokok, alkohol, obat NSAID/aspirin, kurang olahraga) diyakini berkontribusi pada
dispepsia.1,3-5 Rokok dianggap menurunkan efek perlindungan mukosa lambung,
sedangkan alkohol dan obat antiinflamasi berperan meningkatkan produksi asam
lambung (Kolegium Dokter Indonesia, 2019).
1. Idiopatik/dispepsia fungsional (50-70%)
2. Ulkus peptikum (10%)
3. Gastroesophageal reflux disease (GERD) (5-20%)
4. Kanker lambung (2%)
5. Gastroparesis
6. Infeksi Helicobacter pylori
7. Pankreatitis kronis
8. Penyakit kandung empedu
9. Penyakit celiac
10. Parasit usus (Giardia lamblia, Strongyloides)
11. Malabsorpsi karbohidrat (laktosa, sorbitol, fruktosa)
12. Obat non-steroid anti-inflammatory drugs (NSAID)
13. Antibiotik, suplemen besi, dll
14. Metabolik (diabetes melitus, tiroid/paratiroid)
15. Iskemia usus Kanker pankreas atau tumor abdomen
c) Epidemiologi
Diperkirakan sekitar 15-40% populasi di dunia memiliki keluhan dispepsia kronis atau
berulang; sepertiganya merupakan dispepsia organik (struktural). Etiologi terbanyak
dispepsia organik yaitu ulkus peptikum lambung/duodenum, penyakit refluks
gastroesofagus, dan kanker lambung. Namun, sebagian besar etiologi dispepsia tak
diketahui (fungsional) (Kolegium Dokter Indonesia, 2019).
d) Patofisiologi
Saat ini H.pylori merupakan agen yang memiliki peran penting dalam tatalaksana
dispepsia, baik organik maupun fungsional. Hubungan antara infeksi H.pylori dengan
penyakit gastroduodenal yang bermanifestasi dispepsia banyak didukung oleh hasil
studi meta-analisis. Selain H.pylori, faktor utama lain yang dapat menyebabkan
peradangan adalah gangguan motilitas gastroduodenal, asam lambung, obat anti-
inflamasi non-steroid (OAINS), hipersensitivitas viseral dan faktor psikologis. Faktor-
faktor lainnya yang dapat berperan adalah genetik, gaya hidup, lingkungan, diet,
psikososial dan riwayat infeksi gastrointestinal sebelumnya. Kasus dengan dispepsia
fungsional diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam
yang menimbulkan rasa tidak enak di perut. Peningkatan sensitivitas mukosa lambung
dapat terjadi akibat pola makan yang tidak teratur yang akan membuat lambung sulit
untuk beradaptasi dalam pengeluaran sekresi asam lambung yang pekat. Gangguan
motilitas gastroduodenal terjadi akibat perlambatan pengosongan lambung, adanya
hipomotilitas antrum, gangguan akomodasi lambung saat makan. Dalam keadaan
normal, waktu makanan masuk lambung terjadi relaksasi fundus dan korpus gaster
tanpa meningkatkan tekanan dalam lambung. Akomodasi lambung ini dimediasi oleh
serotonin dan nitric oxide melalui saraf vagus dari sistem saraf enterik. Namun pada
penderita dispepsia terjadi penurunan kemampuan relaksasi fundus (Kolegium Dokter
Indonesia, 2019).
e) Tanda dan Gejala
Karakteristik dispepsia secara umum meliputi rasa penuh pasca-makan, cepat
kenyang, rasa terbakar di ulu hati (berhubungan dengan GERD), nyeri epigastrium,
nyeri dada nonjantung, dan gejala kurang spesifik seperti mual, muntah, kembung,
bersendawa, distensi abdomen (Purnamasari, 2017).
a. Perdarahan saluran cerna (hematemesis, melena)
b. Anemia
c. Cepat kenyang/penuh
d. Disfagia (sulit menelan) atau odinofagia (nyeri menelan)
e. Penurunan berat badan (>10% berat normal)
f. Muntah berulang
g. Limfadenopati
h. Riwayat keluarga kanker lambung/esofagus
Teraba massa abdominal
f) Pencegahan
Pola hidup tidak baik pada pasien ini terjadi akibat faktor perilaku/kebiasaan pasien
yang makan tidak pada waktunya dan kebiasaan tidak melakukan olah raga, serta
aktivitas fisik yang kurang. Penatalaksanaan dispepsia yang diberikan kepada pasien
dan keluarganya mencakup edukasi dan terapi medikamentosa. Keluarga dan pasien
diedukasi mengenai pengertian, faktor resiko, cara pengelolaan (terapi farmakologis
dan nonfarmakologis), tujuan dari pengelolaan, dan komplikasi penyakit dispepsia,
serta anjuran untuk tetap rutin kontrol ke pelayanan kesehatan (Pardiansyah & Yusran,
2016).
B.ASCITES
1. Definisi
Asites merupakan suatu kondisi tidak normal di mana rongga perut (abdomen) terisi
oleh cairan yang berlebihan. Pada kondisi normal, seharusnya tidak ada cairan pada
rongga perut atau setidaknya berjumlah 20 ML atau kurang pada wanita. Saat jumlah
cairan melebihi 25 ML, maka seseorang dapat dikatakan mengalami asites dan
mengidap akan tampak buncit dan bengkak pada wilayah perut. kata si tes sendiri
berasal dari bahasa latin " askos " yang berarti kantong atau karung. Penyebab paling
serius dari asites adalah sirosis hati titik selain itu, sintesis juga dapat disebabkan oleh
keganasan dan infeksi seperti tuberkolosis, pankreatitis gagal jantung, gagal ginjal.
Ataupun penyumbatan pembuluh vena hati titik selain sirosis hati tes juga bisa
disebabkan oleh kurangnya albumin. Albumin merupakan salah satu jenis protein
yang berfungsi untuk meningkatkan cairan. Jika tubuh kekurangan albumin
(hipoalbuminemia) cairan di dalam pembuluh darah akan bocor ke jaringan sekitar
sehingga terjadi penumpukan.
2.Etiologi
penyakit paling umum yang menyebabkan pasien terkena asites adalah sirosis, yang
mencakup sekitar 80% kasus. Penyebab asites lainnya termasuk kanker, 10%; gagal
jantung, 3%; TBC, 2%; dialisis, 1%; penyakit pankreas, 1%; dan lainnya, 2%. Hingga
19% pasien sirosis akan mengalami asites hemoragik; penyakit ini dapat berkembang
secara spontan dengan 72% kasus kemungkinan besar disebabkan oleh getah bening
berdarah dan 13% disebabkan oleh karsinoma hepatoseluler. Hal ini juga dapat
berkembang setelah parasentesis.
3.Epidemiologi
Pasien dengan asites sirosis memiliki angka kematian dalam 3 tahun sekitar 50%. Asites refrakter
memiliki prognosis yang buruk, dengan tingkat kelangsungan hidup 1 tahun kurang dari 50%.
Laki-laki memiliki sedikit cairan intraperitoneal, perempuan memiliki sekitar 20 mL, tergantung
pada fase siklus menstruasi mereka.
4. Patofisiologi
Kelainan pertama yang berkembang adalah hipertensi portal pada kasus sirosis. Tekanan
portal meningkat melebihi ambang batas kritis dan kadar oksida nitrat dalam sirkulasi
meningkat, menyebabkan vasodilatasi. Ketika keadaan vasodilatasi menjadi lebih buruk,
kadar plasma hormon penahan natrium vasokonstriktor meningkat, fungsi ginjal menurun,
dan terbentuk cairan asites, yang mengakibatkan dekompensasi hati. Melalui produksi
cairan berprotein oleh sel tumor yang melapisi peritoneum, karsinomatosis peritoneum
juga dapat menyebabkan asites. Pada gagal jantung dengan output tinggi atau output
rendah atau sindrom nefrotik, volume darah arteri efektif menurun, dan vasopresin, renin-
aldosteron, dan sistem saraf simpatis diaktifkan, menyebabkan vasokonstriksi ginjal serta
retensi natrium dan air.
Terapi Obat
a) Furosemid
Komposisi : Furosemid
Indikasi : Udem karena penyakit jantung, hati, dan ginjal.
Kontraindikasi : Gagal ginjal dengan anuria, prekoma dan koma hepatik,
defisiensi elektrolit, hipovolemia, hipersensitivitas
Dosis : Furosemid 20 mg, 40 mg
Efek samping : Gangguan elektrolit, dehidrasi, hipovolemia, hipotensi,
peningkatan kreatinin darah, peningkatan volume urin.
Mekanisme kerja : Meningkatkan produksi dan aliran urine, sehingga air dan
garam berlebih dalam tubuh dapat dikeluarkan.
b) Curcuma
Komposisi : Ekstrak curcuma
Indikasi : Membantu memperbaiki nafsu makan
Kontraindikasi : Pada pasien yang memiliki riwayat hipersensitifitas
terhadap kandungan komposisi pada produk ini
Dosis : Penggunaan obat harus sesuai petunjuk pada kemasan dan
anjuran dokter 1-2 tablet sebanyak tiga kali/hari
Efek samping : Anoreksia (kehilangan nafsu makan), ikterus (menjadi
kuningnya warna kulit, selaput lendir, dan berbagai jaringan
tubuh oleh zat warna empedu) akibat
obstruksi/penyumbatan saluran empedu, amenore (tidak
haid).
Mekanisme kerja : Mekanisme kurkumin dapat meningkatkan nafsu makan
adalah kurkumin dapat mempercepat proses pengosongan
isi lambung sehingga nafsu makan ternak akan meningkat,
selain itu kurkumin akan menstimulasi proses pengeluaran
empedu sehingga aktivitas saluran pencernaan akan
meningkat.
c) Ondancetron
Komposisi : Ondancetron 4 mg
Indikasi : Mual dan muntah karena kemoterapi dan radioterapi, mual
dan muntah paska operasi
Kontraindikasi : Hipersensitivitas. Sindrom QT panjang bawaan.
Penggunaan bersamaan dengan apomorphine.
Dosis : Mual muntah paska operasi: 16 mg dosis tunggal 1 jam
sebelum anestesi.
Efek samping : Nyeri dada, bradikardia, hipotensi, aritmia, hipoksia,
peningkatan sementara enzim hati.
Mekanisme kerja : Memblokir efek serotonin (5HT3). Dengan begitu, efek
mual dan muntah pada kondisi-kondisi di atas dapat teratasi
atau bahkan dicegah.
d) Rebamipid
Komposisi : Rebamipid 100 mg
Indikasi : Tukak lambung dalam kombinasi dengan faktor inhibitor
ofensif (penghambat pompa proton, antikolinergik dan
antagonis H2), gastritis.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap komponen dalam obat.
Dosis : Dewasa : 3 x sehari 1 tablet
Efek samping : Konstipasi, rasa tidak nyaman pada abdomen, diare, mual,
muntah, mulas, nyeri ulu hati, nyeri abdomen, sendawa,
gangguan pengecapan, gangguan menstruasi, peningkatan
BUN, udem, merasa benda asing pada faring.
Mekanisme kerja : Menstimulasi prostaglandin dan mengaktifkan gen yang
merangsang siklooksigenase-2 sehingga menimbulkan efek
sitoprotektif terhadap dinding lambung.
e) Sucralfat
Komposisi : Sucralfat 500 mg
Indikasi : Tukak lambung dan tukak duodenum
Kontraindikasi : Hipersensitivitas
Dosis : 1-2 tablet
Efek samping : Konstipasi, diare, mual, gangguan pencernaan, gangguan
lambung, mulut kering, ruam, reaksi hipersensitifitas, nyeri
punggung, pusing
Mekanisme kerja : membentuk kompleks ulser dan melindungi dari serangan
asam, serta menghambat aktivitas pepsin dan membentuk
ikatan garam dengan empedu.
f) Omeprazole
Komposisi : Omeprazole 20 mg
Indikasi : Tukak lambung dan tukak duodenum, tukak lambung dan
duodenum yang terkait dengan AINS, lesi lambung dan
duodenum, regimen eradikasi H. pylori pada tukak peptik,
refluks esofagitis, Sindrom Zollinger Ellison.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap obat ini atau bahan lain yang
terdapat dalam formulasi.
Dosis : 20-40 mg
Efek samping : Sakit kepala, sakit perut atau perut kembung, mual atau
muntah, diare, sembelit, gejala flu, seperti demam, sakit
tenggorokan, atau pilek (biasanya pada anak)
Mekanisme kerja : Menurunkan asam lambung dengan cara menghambat
pompa proton yang berperan besar dalam produksi asam
lambung.
Analisis Resep
Nama pasien : TN.STR
No rekam medik : 074823
JK/Umur : L/69 Th
Alamat : SIDODADI RT005 RW003
Nama dokter : dr.Metra
R/ Furosemid No II
Curcuma No III
Ondancetron No III
Rebamipid No III
Sucralfat No I
3 dd 2 cth
Omeprazole No II
Analisis Resep
1. Administrasi
2. Farmasetis
No. Kriteria Keterangan
1. Bentuk Sediaan -
2. Stabilitas -
3. Inkopabilitas -
4. Cara Pemberian -
5. Jumlah dan Aturan Pakai
3. Klinis
SOAP
a) Subyek
Nyeri perut, mual, muntah
b) Obyek
Tekanan darah : 100/70 mmHg
HR : 74 x/menit
Suhu : 36.6 0C
c) Assasment
- Furosemid untuk mengatasi penumpukan cairan di dalam tubuh
- Curcuma untuk menambah nafsu makan dan memilhara fungsi hati
- Ondancetron untuk mengatasi mual muntah pada pasien dyspepsia
- Rebamipid untuk mengatasi nyeri perut (tukak lambung, dan gastritis)
- Sucralfate untuk mengatasi nyeri perut
- Omeprazole untuk mengatasi gejala perut yang berkaitan dengan asam
lambung sehingga tidak memperparah nyeri perut pada pasien
d) Plan
- Pemantauan gejala hypomagnesemia dan irama jantung
- Konsumsi sucralfate + furosemide harus diberi jeda setidaknya 2 jam agar efek
terapi lebih optimal
DRP
Konsumsi Furosemid + Omeprazole dalam jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan hypomagnesemia (kadar magnesium rendah) dapat
menyebabkan irama jantung tidak teratur
Konsumsi Sucralfat + Furosemid dalam waktu yang bersamaan dapat
mengurangi efek terapi furosemide karena menyebabkan penghambatan
penyerapan GI
a. Rekomendasi
Konsumsi sucralfate terlebih dahulu sebagai mukoprotektor, setelah 2 jam baru dapat
dikonsumsi obat furosemide.
b. Penyerahan
c. Kesimpulan
Terapi dapat dilanjutkan
Kasus 2 (ASMA)
Pasien datang ke RSU AZ-ZAHRA dengan keluhan Sesak nafas, batuk pilek, jika pada
malam hari nafas berbunyi.
1. Pengertian
Definisi asma berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1023/Menkes/SK/XI/2008, asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan)
kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak
napas dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya
bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan. Asma bersifat fluktuatif (hilang
timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak mengganggu aktifitas tetapi dapat
eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan kematian
2. Etiologi
Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor genetik dan faktor
lingkungan
1) Faktor genetik
a. Hipereaktivitas
b. Atopi/alergi bronkus
c. Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
d. Jenis kelamin
e. Ras/ etnik
2) Faktor lingkungan
a. Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur
b. Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari)
c. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,makanan laut, susu
sapi, telur)
d. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, B bloker dll)
e. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan lain-lain)
f. Ekpresi emosi berlebih
g. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
h. Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
i. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktifitas
tertentu
j. Perubahan cuaca
3. Patofisiologi
Gejala asma, yaitu batuk seseak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi bronkus
yang didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus.Gejala ini merupakan ciri
khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus ini dapat diukur secara tidak
langsung.Pengukuran ini merupakan parameter objektif untuk menentukan beratnya
hiperaktivitas bronkus yang ada pada seseorang pasien. Berbagai cara digunakan untuk
mengukur hipereaktivitas bronkus ini, antara lain dengan uji provokasi beban kerja,
inhalasi udara dingin, inhalasi antigen maupun inhalasi zat nonspesifik (Menkes, 2008).
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus,
dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma dini
(early asthma reaction = EAR) dan reaksi asma lambat (late asthma reaction = LAR).
Setelah reaksi asma awal dan reaksi asma lambat, proses dapat terus berlanjut menjadi
reaksi inflamasi sub-akut atau kronik.Pada keadaan ini terjadi inflamasi di bronkus dan
se-kitarnya, berupa infiltrasi sel-sel inflamasi terutama eosinofil dan monosit dalam
jumlah besar ke dinding dan lumen bronkus (Menkes, 2008).
Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal yang
kompleks.Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak ditemukan
di permukaan mukosa bronkus, lumen jalan napas dan di bawah membran basal.Berbagai
faktor pencetus dapat mengaktivasi sal mast. Selain sel mast, sel lain yang juga dapat
melepaskan mediator adalah sel makrofag alveolar, eosinofil, sel epitel jalan napas,
netrofil, platelet, limfosit dan monosit (Menkes, 2008).
Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus
dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus,
sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat
epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa,
sehingga memperbesar reaksi yang terjadi (Menkes, 2008).
Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan serangan asma,
melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil, netrofil, platelet dan limfosit.Sel-sel
inflamasi ini juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti lekotriens.Tromboksan, PAF
dan protein sitotoksis yang memperkuat reaksi asma.Keadaan ini menyebabkan inflamasi
yang akhirnya menimbulkan hipereaktivitas bronkus (Menkes, 2008).
Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko asma
(orangtua asma), dengan cara:
Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah
menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang dikenal
dengan nama ETAC Study (early treatment of atopic children) mendapatkan bahwa
pemberian Setirizin selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE
spesifik terhadap serbuk rumput (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian
asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian setirizin pada penelitian ini
bukan sebagai pengendali asma (controller).
7. Pengobatan
Beberapa contoh obat bronkodilator pada asma yaitu golongan β2-agonis adalah
salbutamol, terbutalin, fenoterol yang mempunyai OOA (Onset of Action) cepat dan DOA
(Duration of Action) pendek atau biasa disebut sebagai Short Acting β2-Agonist (SABA)
(Carima, 2016).
Terapi Obat
A) Ceftriaxone
Indikasi
Menangani masalah bakteri
Antibiotik sefalosporin.
Manfaat
Infeksi bakteri eperti paru-paru, telinga, kulit, saluran kemih, darah, tulang,
sendi, dan perut.
Dosis
Dewasa: 1000-2000 (mg) per hari. Pada kasus infeksi berat, dosis bisa kamu
tingkatkan menjadi 4000 mg, 1-2 kali sehari.
Anak-anak usia 15 hari hingga 12 tahun: 50-80 mg/kgBB per hari. Dosis
maksimal 4000 mg per hari.
Anak-anak di bawah usia 15 hari: 20-50 mg/kgBB, 1 kali sehari yang bisa
kamu berikan melalui infus selama 60 menit.
Efek samping
Bengkak, kemerahan, dan rasa nyeri di tempat injeksi, demam, Panas, dingin,
diare, batuk,Sesak napas,nyeri dada,Sakit tenggorokan,luka atau sariawan di
bibir atau di mulut,Perdarahan atau memar yang tidak biasa,Kelelahan atau
kelemahan yang tidak biasa.
B) Attaroc
Indikasi
Tablet untuk membantu mengatasi sesak nafas akibat asma, bronkitis, dan
emfisema paru
Komposisi
Procaterol HCl
Perhatian
Hipertiroidisme, penyakit jantung, hipertensi, DM, hamil, laktasi, lanjut usia,
dan anak
Dosis
Dewasa : 2 x sehari 50mg,
Anak > 6 tahun 2 x sehari 25mcg, Anak < 6 tahun : 2 x sehari 1,125mcg atau
0,2-0,25mg/kgBB
Efek samping
Palpitasi, takikardi, tremor dan sakit kepala, mual dan muntah, ruam kulit
C) Trilac mg
Indikasi
TRILAC merupakan obat antiinflamasi dengan kandungan Triamcinolone
Acetonide.Triamcinolone bekerja terutama sebagai glukokortikoid dan
mempunyai daya antiinflamasi yang kuat, mempunyai efek hormonal dan
metabolik seperti kortison.
Kandungan
Triamcinolone acetonide 4 mg
Dosis
Dewasa: Dosis awal dapat bervariasi dari 4-48 mg/hari tergantung dari
penyakit spesifik tertentu yang sedang diobati. Untuk bayi dan anak-anak:
Dosis yang direkomendasikan harus dengan aturan yang ketat terhadap rasio
usia atau berat badan.
Efek Samping
Gangguan cairan dan elektrolit, kelemahan otot, fatigue, miopati steroid,
kehilangan massa otot, gangguan saluran pencernaan, insomnia, peningkatan
tekanan intraokular, Hiperglikemia, glikosuria dan keseimbangan nitrogen
negatif disebabkan oleh katabolisme protein, tromboflebitis,
tromboembolisme, memburuknya infeksi atau menutupi gejala infeksi.
D) Efexol syr
Indikasi
Komposisi
Tiap 5 ml mengandung : Ambroxol HCl 15 mg.
Dosis
PENGGUNAAN OBAT INI HARUS SESUAI DENGAN PETUNJUK
DOKTER. Dewasa & anak > 12 tahun : 2 x sehari 2 sendok takar (10 ml).
Anak 6-11 tahun : 2-3 x sehari 1 sendok takar (5 ml).
Anak 2-5 tahun : 3 x sehari 1/2 sendok takar (2.5 ml). Anak <2 tahun : 2 x
sehari 1/2 sendok takar (2.5 ml)
Efek Samping
Pemakaian obat umumnya memiliki efek samping tertentu dan sesuai dengan
masing-masing individu. Jika terjadi efek samping yang berlebih dan
berbahaya, harap konsultasikan kepada tenaga medis. Efek samping yang
mungkin terjadi dalam penggunaan obat adalah: Mual, muntah, diare,
dispepsia, mulut atau tenggorokan kering, sakit perut, mulas, hipoestesia oral
atau faring, dysgeusia. Berpotensi Fatal: Jarang, reaksi anafilaksis (misalnya
syok anafilaksis, angioedema, ruam, urtikaria, pruritus).
E) Ranitidine inj
Indikasi
Tukak lambung, tukak duodenum, refluks esophagitis, hipersekresi patologis
(sindroma Zollinger Ellison)
Kontraindikasi
Hipersensitif, porfiria.
Peringatan / Perhatian
Keganasan lambung, gangguan ginjal dan hati, kehamilan, menyusui.
Efek samping
Sakit kepala, mual, diare, konstipasi, nyeri abdomen, ruam kulit.
Indikasi Obat
Penggunaan bersamaan dengan antasida dapat mengurangi biovailitas ranitidine
sehingga berikan ranitdine berselang 2 jam setelah pengunaan antasida.
Pemberian bersama warfarin dapat meningkatkan atau menurunkan waktu
protombin.
Dosis
Oral : 150mg 2 x sehari ( pagi dan malam) atau 300mg 1 x sehari sesudah
makan malam atau sebelum tidur.
Injeksi : 50mg diberikan selama tidak kurang dari 2 menit dapat di ulang setiap
6-8 jam.
F) Ventolin
Indikasi Umum
Penatalaksanaan rutin bronkospasme kronis yang tidak responsif terhadap terapi
konvensional; asma berat akut (status asmatikus).
Komposisi
Per ampul : Salbutamol sulfate 2.5 mg
Dosis
Dewasa & anak: Awal 2.5 mg, lalu dapat ditingkatkan s/d 5 mg. Dapat diulangi 4
kali per hari dengan nebulizer. Obstruksi saluran napas berat dewasa s/d 40 mg per
hari.
Aturan Pakai
Masukkan ke dalam nebulizer untuk dibuat menjadi partikel gas dan dihirup
Kontra Indikasi
Hipersensitif, alergi terhadap zat aktif, tidak sesuai untuk abortus yang mengancam
& persalinan prematur tanpa komplikasi.
Efek Samping
Tremor halus terutama pada tangan, takikardia ringan, palpitasi, sakit kepala,
gangguan gastrointestinal, dan gangguan tidur.
Analisis Resep
Nama pasien : An. Rks
No rekam medik : 060578
JK/Umur : P/11 Th
Alamat : Kaliwungu
Nama dokter : dr. Kamalina Yustikarini,Sp.A
1. Administrasi
2. Farmasetis
3. Klinis
A. CKD
1. Definsi
menyebabkan ginjal tidak dapat membuang racun dan produk sisa darah, yang
ditandai adanya protein dalam urin dan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG)
yang berlangsung selama lebih dari tiga bulan (Hanggraini dkk, 2020). Chronic
Kidney Disease (CKD) adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada suatu derajat dimana memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Salah
satu sindrom klinik yang terjadi pada gagal ginjal adalah uremia. Hal ini
2. Etiologi
etiologi yang diterima secara luas adalah penurunan produksi eritropoietin (EPO)
ginjal, hormon yang bertanggung jawab untuk merangsang produksi sel darah
faktor yang diinduksi hipoksia (HIF), sebuah faktor transkripsi yang mengatur
kelainan bentuk sel darah merah yang menyebabkan hemolisis), defisiensi folat
dan vitamin B12, defisiensi besi, perdarahan akibat disfungsi trombosit, dan jarang
anemia, yang menjelaskan mengapa anemia bisa menjadi sangat parah pada
kegagalan ekskresi.
3. Patofisiologi
homeostasis zat besi. Antagonis EPO yaitu sitokin proinflamasi bekerja dengan
EPO dan reseptor EPO, dan terganggunya sinyal transduksi EPO. Penyebab lain
anemia pada pasien GGK adalah infeksi dan defisiensi besi mutlak. Kehilangan
darah adalah penyebab umum dari anemia pada GGK. Hemolisis, kekurangan
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk eritropoiesis yang sering disebut
dan gangguan keseimbangan absorbsi zat besi dapat disebabkan oleh kelebihan
yang masuk ke dalam plasma. Peningkatan kadar hepsidin pada pasien GGK dapat
4. Epidemiologi
5. Tanda gejala
4). Kelemahan
5). Pegal-Pegal
7). Pusing
8). Pingsan
a. Terapi nonfarmakologi
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada gangguan ginjal kronis stadium V, pada
LFG kurang dari 15 ml/mnt/1,73 m2. Terapi pengganti ginjal tersebut berupa
B. Anemia
1) Definisi
Anemia merupakan suatu keadaan dimana terjadinya penurunan jumlah
eritrosit sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya dalam membawa
oksigen dengan jumlah cukup ke jaringan perifer, ditunjukan oleh penurunan
kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit.
3) Klasifikasi Anemia
Sesuai dengan definisi anemia yang merupakan penurunan jumlah
massa eritrosit, anemia dapat diklasifikasikan menjadi anemia absolut dan
anemia relatif. Anemia relatif dikarakteristikan oleh massa eritrosit yang
normal, kondisi ini terjadi karena kelainan didalam regulasi volume plasma
tanpa adanya kelainan hematologi. Contoh anemia pada anemia relatif ialah
anemia pada kehamilan. Anemia absolut dengan penurunan massa eritrosit
dibagi menjadi anemia yang disebabkan karena penurunan produksi dan
anemia yang disebabkan karena peningkatan destruksi eritrosit.
4) Epidiomologi
Anemia yang paling banyak dijumpai ialah anemia defisiensi besi
terutama pada negara berkembang karena berhubungan dengan tingkat sosial
ekonomi masyarakatnya. Anemia defisiensi besi di Indonesia terjadi pada 16-
50% laki-laki dan 25-48% perempuan, 46-92% ibu hamil dan 55,5% balita.
Sedangkan pada anemia defisiensi asam folat umumnya terjadi usia lebih dari
40 tahun dan semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Pada kasus
anemia hemolitik hanya 5% dari keseluruhan anemia, lebih sering terjadi pada
perempuan dan umumnya terjadi pada individu usia pertengahan. Sickle cell
anemia lebih sering terjadi pada individu dengan ras Afrika, Afrika-Amerika,
Arab dan India Selatan. Anemia defisiensi G6PD merupakan penyakit
herediter dengan x-link resesif sehingga dapat dijumpai pada laki-laki.
Anemia hemolitik non imun umumnya terjadi pada bayi. Anemia aplastik
jarang terjadi, insidensinya 2-6 kasus per 1 juta penduduk per tahun.
Umumnya terjadi pada usia 15-25 tahun dan setelah usia 60 tahun (tetapi lebih
jarang daripada usia 15-25 tahun).
5) Patofisiologi
Patofisiologi Anemia gizi besi terjadi ketika pasokan zat besi tidak
mencukupi untuk pembentukan sel darah merah optimal, sehingga sel sel
darah merah yang terbentuk berukuran lebih kecil (mikrositik), warna lebih
muda (hipokromik)
6) Tanda dan gejala
Penurunan hemoglobin pada anemia defisiensi besi terjadi perlahan sehingga
memungkinkan tubuh masih dapat melakukan kompensasi sehingga gejala anemia
tidak terlalu tampak atau penderita tidak merasa adanya keluhan.Gejala klinis
anemia defisiensi besi dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : Gejala umum
anemia disebut juga sindrom anemia yaitu kumpulan gejala anemia yang akan
tampak apabila kadar hemoglobin dalam darah dibawah 7-8g/dl berupa badan
lemah, mudah lelah, lesu, pucat, pusing, palpitasi, mata berkunang-kunang,
konsentrasi menurun, sulit napas, telinga mendenging, letargi,keringat dingin.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien pucat terutama pada konjunctiva dan
jaringan dibawah kuku. Gejala yang ditimbukan dari penyakit yang mendasari
terjadinya anemiadefisiensi besi tersebut, misalkan penyebabnya ialah perdarahan
gastrointestinal maka akan ditemukan gejala dispepsia, mual muntah(Nisa jannah
2016).
TERAPI OBAT
1. Ketos
Indikasi
Digunakan sebagai terapi insufisiensi ginjal kronik pada retensi yang
terkompensasi atau dekompensasi.
Kandungan
Tiap tablet mengandung threonine, alpha-keto-isoleucin calcium, alpha-keto-
phenylalanine calcium, alpha-keto-valine calcium, alpha-hydroxy methionine
calcium, tryptophan, histidine, tyrosine, lysine acetate dan alpha-keto-leucine
calcium
Dosis
ATURAN PAKAI HARUS SESUAI DENGAN PETUNJUK DOKTER.
Insufisiensi ginjal kronik diberikan 4-8 tablet 3 kali perhari. Retensi yang
terkompensasi diberikan 4-6 tablet 3 kali perhari. Dengan nutrisi rendah protein,
tinggi kalori. Retensi dekompensasi diberikan 4-8 tablet 3 kali perhari dengan
nutrisi rendah protein
2. Ceftriaxone injeksi
Indikasi
Menangani masalah bakteri Antibiotik sefalosporin.
Manfaat
Infeksi bakteri eperti paru-paru, telinga, kulit, saluran kemih, darah, tulang,
sendi, dan perut.
Dosis
Dewasa: 1000-2000 (mg) per hari. Pada kasus infeksi berat, dosis bisa kamu
tingkatkan menjadi 4000 mg, 1-2 kali sehari.
Anak-anak usia 15 hari hingga 12 tahun: 50-80 mg/kgBB per hari. Dosis
maksimal 4000 mg per hari.
Anak-anak di bawah usia 15 hari: 20-50 mg/kgBB, 1 kali sehari yang bisa
kamu berikan melalui infus selama 60 menit.
Efek samping
Bengkak, kemerahan, dan rasa nyeri di tempat injeksi, demam, Panas, dingin,
diare, batuk,Sesak napas,nyeri dada, Sakit tenggorokan,luka atau sariawan di
bibir atau di mulut,Perdarahan atau memar yang tidak biasa,Kelelahan atau
kelemahan yang tidak biasa.
3. Metronidazole
Indikasi - Uretritis dan vaginitis
- Amebiasis
- Pencegahan infeksi anaerob pasca operasi
- Giardiasis
4. Omeprazole injeksi
Komposisi : Omeprazole 20 mg
Indikasi : Tukak lambung dan tukak duodenum, tukak lambung dan
duodenum yang terkait dengan AINS, lesi lambung dan
duodenum, regimen eradikasi H. pylori pada tukak peptik,
refluks esofagitis, Sindrom Zollinger Ellison.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap obat ini atau bahan lain yang
terdapat dalam formulasi.
Dosis : 20-40 mg
Efek samping : Sakit kepala, sakit perut atau perut kembung, mual atau
muntah, diare, sembelit, gejala flu, seperti demam, sakit
tenggorokan, atau pilek (biasanya pada anak)
Mekanisme kerja : Menurunkan asam lambung dengan cara menghambat
pompa proton yang berperan besar dalam produksi asam
lambung.
5. Paracetamol tablet
Indikasi
Meringankan rasa sakit pada keadaan sakit kepala,sakit gigi dan menurunkan
demam (ISO, 2019; 31)
Dosis
Dewasa:
500 – 1.000 mg, setiap 4 – 6jam
Pada usia dewasa, dosis maksimal paracetamol sebesar 4.000 mg per hari
(Tjay, T & Rahardja K, 2015). Hal 919.
Kontra indikasi:
Penderita hipersensitifitas dan gangguan fungsi hati (ISO, 2019; 31)
Efek samping:
Penggunaan jangka panjang dan dosis besar dapat menyebabkan kerusakan hati
dan reaksi hipersensitifitas
Efek samping
Mual, Kehilangan nafsu makan.Kembung.Rasa pahit atau tidak enak di
mulut.Gangguan tidur.Perubahan mood.
Peringatan
neurologisnya.
7. Bicnat
Indikasi :
Pada natrium bikarbonat digunakan untuk mengobati gangguan pencernaan dan
sakit maag.
Mekanisme :
Natrium bikarbonat yang diberikan peroral dapat di absorbsi dengan baik. Obat
ini tidak mengalami metabolisme, ekresi utamanya melalui urin dan dapat
mengkolisasi urin.
Dosis :
Metabolik kronis : 325-2000mg (1-4x sehari)
Sakit maag : 1000-5000 mg setiap 4-6 jam(Kemenkes RI)
Efek samping :
Mual,cepat merasa haus, perut kembung
Analisis Resep
Nama pasien : Tn.Pdn
No rekam medik : 067406
JK/Umur : L/45th
Alamat : Kuripan 004/002
Nama dokter : Dr.Ari Supiyanto s
1. Administrasi
2. Farmasetis
3. Klinis
1) Diagnosa : Tb paru
2) Identitas Pasien
No RM : 076662
Nama : Sdr.Mrd
Umur : 21 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
3) Hasil Pemeriksaan Tanda Vital
TD : 110/70
Suhu :36,5 oC
HB : 14 gr/dl
SOAP
a) Subyek
Batuk kronis selama 1 bulan
b) Obyek
Tekanan darah : 150/90 mmHg
HR : 20x/menit
Suhu : 36 0C
c) Assasment
- Asam traxenamat diberikan untuk mengatasi nyeri
- Caviplex diberikan sebagai multivitamin
- Ceftriaxon diberikan sebagai obat untuk mengatasi penyakit akibat infeksi
bakteri (antibiotik sefalosporin)
- Paracetamol obat untuk meredakan demam dan nyeri ringan hingga sedang
- Acethylsistein obat yang digunakan untuk mengencerkan dahak
- Azitromycin diberikan sebagai obat untuk mengatasi penyakit akibat infeksi
bakteri
- Omeprazole untuk mengatasi gejala perut yang berkaitan dengan asam
lambung sehingga tidak memperparah nyeri perut pada pasien
d) Plan
- Pemantauan gejala hypomagnesemia dan irama jantung
e) Rekomendasi
Konsumsi sucralfate terlebih dahulu sebagai mukoprotektor, setelah 2 jam baru dapat
dikonsumsi obat furosemide.
f) Penyerahan
g) Kesimpulan
1) Diagnosa : Hipertensi
2) Identitas Pasien
No RM : 071972
Nama : Ny. Hlm
Umur : 38th
Jenis Kelamin : Perempuan
3) Hasil Pemeriksaan Tanda Vital
TD : 150/90
Suhu :
HB :
1. Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan
darah diatas normal (>140mmHg untuk sistolik dan > 90mmHg untuk diastolik).
Hipertensi adalah gangguan yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah
secara menetap (Dipiro, 2015). Umumnya, seseorang dikatakan mengalami
hipertensi jika tekanan darah berada di atas 140/90 mmHg. Hipertensi dibedakan
menjadi dua macam, yakni hipertensi primer (esensial) dan hipertensi sekunder.
Hipertensi dipicu oleh beberapa faktor risiko, seperti faktor genetik, obesitas,
kelebihan asupan natrium, dislipidemia, kurangnya aktivitas fisik, dan defisiensi
vitamin D.
2. Etiologi
a) 90-95% hipertensi tidak diketahui penyebabnya (hipertensi primer).
b) 5-10% disebabkan penyakit lain ( hipertensi sekunder) : ganguuan ginjal,
gangguan pembuluh darah, penyakit pembuluh darah bawaan drug induced
our drug related hipertention (oral NSAID).
c) Obat yang menyebabkan hipertensi : amfetamin, kafein, kokain,
kortikosteroid.
a) Faktor resiko : tidak dapat dimodifikasi (umur, keturunan), dapat
dimodifikasi (kegemukan/obesitas, asupan garam berlebih, kurang
bergerak/beraktivitas, merokok,stress).
3. Patofisiologi
Pada dasarnya hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang timbul
akibat berbagai interaksi faktor-faktor resiko tertentu. Faktor-faktor resiko
yang mendorong timbulnya kenaikan. Mekanisme yang mengontrol konstriksi
dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di
otak, dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke
bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan
dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,
yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah
kapiler, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah kapiler. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa
terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal
mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon
vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi. Perubahan struktural dan
fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada
perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan
dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta
dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume
darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer. perifer sebenarnya
tekanan darah dipengaruhi juga oleh tebalnya atrium kanan, tetapi tidak
mempunyai banyak pengaruh. Dalam tubuh terdapat sistem yang berfungsi
mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh
gangguan sirkulasi yang berusaha untuk mempertahankan kestabilan tekanan
darah dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat
kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem yang bereaksi dengan cepat
misalnya reflek kardiovaskuler melalui sistem saraf, reflek kemoreseptor,
respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, arteri
pulmonalis otot polos, dari sistem pengendalian yang bereaksi sangat cepat
diikuti oleh sistem pengendalian yang bereaksi kurang cepat, misalnya
perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang
dikontrol hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem
yang poten dan berlangsung dalam jangka panjang misalnya kestabilan
tekanan darah dalam jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang
mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ. Peningkatan
tekanan darah pada hipertensi primer dipengaruhi oleh beberapa faktor
genetik yang menimbulkan perubahan pada ginjal dan membran sel, aktivitas
saraf simpatis dan renin, angiotensin yang mempengaruhi keadaan
hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme natrium dalam ginjal serta
obesitas dan faktor endotel. Akibat yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi
antara lain penyempitan arteri yang membawa darah dan oksigen ke otak, hal
ini disebabkan karena jaringan otak kekurangan oksigen akibat penyumbatan
atau pecahnya pembuluh darah otak dan akan mengakibatkan kematian pada
bagian otak yang kemudian dapat menimbulkan stroke. Komplikasi lain yaitu
rasa sakit ketika berjalan kerusakan pada ginjal dan kerusakan pada organ
mata yang dapat mengakibatkan kebutaan, sakit kepala, jantung berdebar-
debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban kerja,
mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah, sering
buang air kecil.
a) Sakit kepala
b) Gelisah
c) Jantung berdebar
d) Pusing
e) Penglihatan kabur
f) Telinga berdengung
5. Epidiomologi
a) 30% populsi mengalami tekanan darah tinggi (>140/90 mmHg)
b) Prevalensi :30,1% pada pria dan 27,1% pada wanita
c) Tekanan darah meningkat seiring bertambahnya usia
7. Terapi farmakologi
Terapi Obat
1. Nifedipin
Indikasi
Kontra Indikasi
Perhatian / Peringatan
Efek Samping
Indikasi Obat
Dosis
2. Dexametashone
Skrining Resep
1. Administrasi
No. Bagian Keterangan
1. Nama Dokter
2. SIP Dokter
3. Alamat Dokter
4. Paraf Dokter
5. Tanggal Resep
6. Tanda R/
7. Nama Pasien
8. Umur Pasien
9. Berat badan -
10. Jenis Kelamin Pasien
11. Alamat Pasien
12. Nomor hp Pasien -
13. Nama obat
14. Kekuatan obat -
15. Jumlah obat
16. Aturan pakai
2. Farmasetis
3. Klinis
SOAP
a) Subyek
Kaki bengkak dan tensi tinggi
b) Obyek
Tekanan darah : 150/90 mmHg
HR : 20x/menit
Suhu : 36 0C
c) Assasment
- Nifedipine diberikan sebagai obat anti hipertensi
- Dexamethason diberikan sebagai obat yang digunakan untuk
meredakan peradangan pada beberapa kondisi, seperti reaksi alergi
d) Plan
- Pemantauan tekanan darah pada pasien
e) Penyerahan
f) Kesimpulan
Terapi dapat dilanjutkan
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Andriani, Fivetriati. (2020). Proporsi Hepatitis B Virus Pada Donor Sukarela Pada
Proses Screaning Test Tahap Ii Di Instalasi Unit Transfusi Darah Rsud
Sultan Sulaiman Serdang Bedagai. Karya Tulis Ilmiah