Anda di halaman 1dari 92

LAPORAN PAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL)

RUMAH SAKIT UMUM AZ-ZAHRA


KALIREJO LAMPUNG TENGAH

OLEH
AL MAYDA ALIF AZZAHRA
NPM : 200106010

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS AISYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
2023
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
RUMAH SAKIT AZZAHRA KALIREJO LAMPUNG TENGAH

Oleh
Al mayda Alif Azzahra
NPM. 200106010

Program Studi S1 Farmasi


Fakultas Kesehatan Universitas Aisyah Pringsewu

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing untuk


Comprehensif Praktik Kerja Lapangan (PKL)

Kalirejo ,11 Oktober 2023

Tim Pembimbing
Apoteker pembimbing lahan Dosen pembinbng interal

apt. Anita Rahmi Pradani, S. Farm Annajim Daskar.,M.Farm

Mengetahui,
Ketua program studi S1 Farmasi

apt. Mida Pratiwi, M.Farm


NIDN. 0223019501
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin,
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah serta shalawat
dan salam yang selalu kita curahkan kepada baginda agung Nabi Muhammad
SAW sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL)
di Rumah Sakit Umum AZ-ZAHRA yang telah dilaksanakan pada tanggal 9
Oktober sampai dengan 4 November 2023.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan dalam penyusunan laporan ini.
Penulis berharap laporan ini memberikan banyak manfaat dan pengetahuan serta
wawasan disiplin ilmu bagi kita semua. Selama pelaksanaan dan penyusunan
laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL), penulis banyak mendapat bimbingan,
petunjuk, dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak
langsung. Untuk itu, dengan segala rasa hormat yang mendalam, Penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Sukarni, S. SiT,. M.Kes selaku Ketua Yayasan Aisyah Lampung
2. Wisnu Prabo Wijayanto, S.Kep., Ners.,MAN selaku Rektor Universitas
Aisyah Pringsewu Lampung
3. Rini Palupi, S.Kep., Ners., M.Kep selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Universitas Aisyah Pringsewu Lampung
4. apt. Mida Pratiwi, M.Farm selaku Ketua Program Studi S1 Farmasi
5. apt. Anita Rahmi Pradani,S.Farm selaku Pembimbing Lahan Praktik
instalasi farmasi
6. Annajim Daskar , M.Farm selaku Pembimbing Akademik
7. Kedua orang tua saya yang sudah mendukung dan memberikan semangat
untuk saya dalam segala hal urusan perkuliahan.
8. Sahabat dan teman-teman saya yang telah mendukung dalam segala hal.
Semoga Allah SWT senantiasa membalas kebaikan serta bantuan yang telah di
berikan dan semoga Laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Pringsewu, 09 Oktober 2023


Penulis

Al mayda Alif Azzahra


DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan PKL
1.3 Manfaat PKL
1.4 Waktu dan Lokasi PKL
BAB II TINJAUAN UMUM
2.1 Pengertian Rumah Sakit
2.2Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
2.3 Tujuan Rumah Sakit
2.4 Persyaratan Rumah Sakit
2.5 Tugas dan Tanggung jawab Apoteker dan Asisten Apoteker
2.6 Pengelolaan Rumah Sakit
2.7 Pelayanan Rumah Sakit
2.8 Peraturan Perundang – Undangan Rumah Sakit
BAB III TINJAUAN UMUM
3.1 Sejarah Rumah Sakit
3.2 Tata Ruang
3.3 Struktur Organisasi
3.5 Pengelolaan IFRS AZ-Zahra Lampung Tengah
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Kegiatan/Pengalaman Praktik Kerja Lapangan (PKL)
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
Nama Pemakaian pertama
DAFTAR kali pada halaman
SINGKATAN DAN
LAMBANG Singkatan
IFRS Instalasi Farmasi 2
Rumah Sakit
TTK Tenaga Teknis 2
Kefarmasian
PKL Praktik Kerja Lapangan 2
PMK Peraturan Menteri 5
Kesehatan
KEMENKES Kementrian Kesehatan 5
DEPKES RI Departemen Kesehatan 6
Republik Indonesia
PIO Pelayanan Informasi 23
Obat
PTO Pemantauan Terapi 23
Obat
MESO Monitoring Efek 23
Samping Obat
EPO Evaluasi Penggunaan 23
Obat
PKOD Pemantauan Kadar Obat 23
dalam Darah
BLU Badan Layanan Umum 24
LASA Look Alike Sound Alike 24
FIFO First In First Out 24
FEFO First Expire First Out 24
DRP Drug Related Problem 33
OOA Onset of Action 44
DOA Duration of Action 44
SABA Short Acting β2-Agonist 44
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan menjadi suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan
manusia sehingga ketika kondisi tubuh tidak baik atau kurang sehat maka
pasien akan berkunjung ke dokter untuk memperoleh pengobatan medis.
Pengobatan medis dipilih karena dianggap sebagai pengobatan rasional dan
ilmiah yang dipercaya dapat memberikan kesembuhan kepada pasien.
Tentunya dengan harapan pengobatan medis akan menjadikan diri pasien
dapat sehat seperti sedia kala atau sembuh dari penyakitnya (Andira &
Pudjibudojo, 2020).
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, perlu dilakukan
sebuah upaya kesehatan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk
masyarakat luas yang berguna untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Menurut
Undang-Undang No.34 Tahun 2016 tentang Pelayanan Kefarmasian adalah
suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Upaya kesehatan
diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif),
dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Tempat yang digunakan untuk
menyelenggaraannya disebut sarana kesehatan (Peraturan Pemerintah RI,
2016).
Terdapat berbagai macam sarana atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan
yang digunakan untuk meningkatkan derajat kesehatan seperti tempat praktik
mandiri tenaga kesehatan, pusat kesehatan masyarakat, klinik, rumah sakit,
apotek, unit transfusi darah, laboratorium kesehatan, optikal, fasilitas
pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan tradisional. Salah satu fasilitas pelayanan kesehatan adalah rumah
sakit. Rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dalam menjalankan
tugasnya di bidang pelayanan kefarmasian melalui Instalasi Farmasi Rumah
Sakit (IFRS) yang mempunyai peranan penting dalam mengelola perbekalan
farmasi, pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan
serta pelayanan farmasi klinik (Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016).
Praktik Kerja Lapangan (PKL) menjadi salah satu bentuk implementasi
secara sistematis dan sinkron antara program pendidikan di sekolah/kampus
dengan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan kerja
secara langsung didunia kerja untuk mencapai tingkat keahlian tertentu.
Selain itu PKL merupakan salah satu kegiatan akademik yang wajib diikuti
oleh seluruh siswa/mahasiswa pada program studi tertentu. Tempat PKL
dapat berupa perusahaan atau instansi yang bekerjasama dengan
sekolah/kampus (Arifin, 2014).

1.2 Tujuan PKL


Adapun tujuan dilakukannya praktik kerja lapangan (PKL) adalah :
1. Praktik Kerja Lapangan (PKL) bertujuan agar mahasiswa dapat
mengaplikasikan kompetensi yang telah diperoleh selama mengikuti
pendidikan pada dunia kerja sesuai dengan kondisi sebenarnya di tempat
kerja.
2. Meningkatkan kualitas kompetensi lulusan bagi sarjana farmasi sebagai
tenaga teknis kefarmasian (TTK).
3. Melaksanakan capaian pembelajaran Praktik Kerja Lapangan (PKL).
4. Melatih mahasiswa dalam menjalin kerjasama dengan lahan praktik
sehingga dapat membentuk lulusan sarjana farmasi yang memiliki sikap,
pengetahuan, dan keterampilan profesional yang dapat melaksanakan
peran dan fungsinya sebagai care giver, educator, communicator, leader,
decision maker, manager, life-long learner, personal & profesional
responsinilities, scientific compherension & research abilities yang
menjunjung tinggi nilai nilai akhlakul karimah.

1.3 Manfaat PKL


Adapun manfaat dari dilakukannya Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini, yaitu:
1. Manfaat Bagi Mahasiswa
a. Mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan hardskil dan shofskil.
b. Mahasiswa mampu melihat hubungan antara dunia kerja dan dunia
pendidikan.
c. Mahasiswa mampu menggunakan pengalaman kerjanya untuk
mendapatkan kesempatan kerja yang diinginkan setelah menyelesaikan
kuliahnya.
d. Sebagai pengalaman kerja awal bagi mahasiswa saat melakukan
pelayanan kebidanan di tempat kerja dan sebagai wadah untuk menjalin
kerjasama yang baik antara pemberi layanan kesehatan.
2. Manfaat Bagi Universitas Aisyah Pringsewu
a. Terlaksananya kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) mahasiswa
berdasarkan kurikulum Program Studi S1 Farmasi Fakultas Kesehatan
Universitas Aisyah Pringsewu.
b. Bahan evaluasi guna sebagai revisi kurikulum yang telah ditetapkan sesuai
dengan kebutuhan dunia kerja.
c. Sebagai sarana pengenalan instansi pendidikan Universitas Aisyah Pringsewu
Program Studi S1 Farmasi kepada fasilitas kesehatan yang membutuhkan
lulusan atau tenaga kesehatan yang di hasilkan oleh Universitas Aisyah
Pringsewu.
d. Menjalin kerjasama dengan wahana praktik
3. Manfaat Bagi Wahana Praktik
a. Sebagai sarana untuk mengetahui kualitas Program Studi S1 Farmasi Fakultas
Kesehatan di Universitas Aisyah Pringsewu.
b. Sebagai sarana untuk menjembatani hubungan antara wahana praktik dengan
Program Studi S1 Farmasi Fakultas Kesehatan Universitas Aisyah Pringsewu
di masa yang akan datang, khususnya mengenai rekruitmen tenaga kerja.
c. Memanfaatkan sumber daya manusia yang potensial.

1.4 Waktu dan Lokasi PKL


1. Waktu PKL
Praktik Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan selama 1 bulan (25 hari
pada hari kerja) terhitung sejak tanggal 9 September sampai tanggal 4
Oktober 2023.
2. Lokasi PKL
Praktik Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan di Rumah Sakit Umum
AZ-ZAHRA yang bertempat Jl. Kartini No.109, Kali Rejo, Kec.
Kalirejo, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung 34174.
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1. Pengertian Rumah Sakit
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 3 Tahun 2020 tentang
klasifikasi dan perizinan rumah sakit menjelaskan bahwa Rumah Sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat. Rumah Sakit dapat berbentuk Rumah Sakit statis, Rumah Sakit
bergerak, atau Rumah Sakit lapangan. Rumah Sakit statis merupakan Rumah
Sakit yang didirikan di suatu lokasi dan bersifat permanen untuk jangka waktu
lama dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan kegawatdaruratan.
Rumah Sakit bergerak merupakan Rumah Sakit yang siap guna dan bersifat
sementara dalam jangka waktu tertentu dan dapat dipindahkan dari satu lokasi ke
lokasi lain. Rumah Sakit lapangan merupakan Rumah Sakit yang didirikan di
lokasi tertentu dan bersifat sementara selama kondisi darurat dan masa tanggap
darurat bencana, atau selama pelaksanaan kegiatan tertentu (Kemenkes RI, 2020)

Berdasarkan Permenkes No 3 Tahun 2020 tentang klasifikasi dan perizinan


rumah sakit, rumah sakit diklasifikasikan menjadi beberapa kelas yakni
(Kemenkes RI, 2020):

1. Rumah Sakit Tipe A merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki jumlah
tempat tidur paling sedikit 250 (dua ratus lima puluh) buah.

2. Rumah Sakit Tipe B merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki jumlah
tempat tidur paling sedikit 200 (dua ratus) buah.

3. Rumah Sakit Tipe C merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki jumlah
tempat tidur paling sedikit 100 (seratus) buah.

4. Rumah Sakit Tipe D merupakan Rumah Sakit umum yang memiliki jumlah
tempat tidur paling sedikit 50 (lima puluh) buah.
2.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009, Rumah Sakit mempunyai
tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk
menjalankan tugas tersebut, Rumah Sakit mempunyai fungsi (Depkes RI, 2009):

a. a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai


dengan standar pelayanan rumah sakit, b.
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis, c.
c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan,
dan d.
d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.3.Tujuan Rumah Sakit


Berdasarkan pasal 3 Undang Undang No 44 tahun 2009 penyelenggaraan
Rumah Sakit bertujuan (Depkes RI, 2009):

a. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan


kesehatan.
b. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit.
c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit,
dan
d. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya
manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.

2.4. Persyaratan Rumah Sakit


Berdasarkan pasal 7 Undang Undang No 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
disebutkan (Depkes RI, 2009):
1. Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber
daya manusia, kefarmasian, dan peralatan.
2. Rumah Sakit dapat didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau swasta.
3. Rumah Sakit yang didirikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari
Instansi yang bertugas di bidang kesehatan, Instansi tertentu, atau Lembaga
Teknis Daerah dengan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan
Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta sebagaimana yang dimaksud pada ayat
(2) harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di
bidang perumahsakitan.

Pasal 8 Undang Undang No 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

1. Persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus


memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan lingkungan, dan tata
ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan
Rumah Sakit.
2. Ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menyangkut Upaya Pemantauan Lingkungan, Upaya
Pengelolaan Lingkungan dan/atau dengan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Ketentuan mengenai tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan
dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.

4. Hasil kajian kebutuhan penyelenggaraan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) harus didasarkan pada studi kelayakan dengan menggunakan prinsip
pemerataan pelayanan, efisiensi dan efektivitas, serta demografi.

Pasal 9 Undang Undang No 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit Persyaratan


bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus memenuhi:

1. persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung pada


umumnya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan
2. persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan
dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan
bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut.
Pasal 10 Undang Undang No 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

1. Bangunan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 harus dapat


digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang paripurna,
pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi kesehatan.

2. Bangunan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
terdiri atas ruang :
a. Rawat jalan,
b. Ruang rawat inap,
c. Ruang gawat darurat,
d. Ruang operasi,
e. Ruang tenaga kesehatan,
f. Ruang radiologi,
g. Ruang laboratorium,
h. Ruang sterilisasi,
i. Ruang farmasi
j. Ruang pendidikan dan latihan,

k. Ruang kantor dan administrasi,


l. Ruang ibadah, ruang tunggu,
m. Ruang penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit,
n. Ruang menyusui,
o. Ruang mekanik,
p. Ruang dapur,
q. Laundry,
r. Kamar jenazah,
s. Taman,
t. Pengolahan sampah,
u. Pelataran parkir yang mencukupi.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Menteri.

Pasal 11 Undang Undang No 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

1. Prasarana Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dapat
meliputi:

a. Instalasi air,
b. Instalasi mekanikal dan elektrikal,
c. Instalasi gas medik,
d. Instalasi uap,
e. Instalasi pengelolaan limbah,
f. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran,
g. Petunjuk, standar dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan darurat,
h. Instalasi tata udara,
i. Sistem informasi dan komunikasi, dan
j. Ambulan.

2.Prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar


pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja penyelenggaraan
Rumah Sakit.

3. Prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dalam keadaan terpelihara
dan berfungsi dengan baik.
4. Pengoperasian dan pemeliharaan prasarana Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai
kompetensi di bidangnya.
5. Pengoperasian dan pemeliharaan prasarana Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus didokumentasi dan dievaluasi secara berkala dan
berkesinambungan.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai prasarana Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 12 Undang Undang No 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit


1. Persyaratan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) yaitu Rumah Sakit harus memiliki tenaga tetap yang meliputi tenaga medis
dan penunjang medis, tenaga keperawatan,tenaga kefarmasian, tenaga manajemen
Rumah Sakit, dan tenaga nonkesehatan.
2. Jumlah dan jenis sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus sesuai dengan jenis dan klasifikasi Rumah Sakit.
3. Rumah Sakit harus memiliki data ketenagaan yang melakukan praktik atau
pekerjaan dalam penyelenggaraan Rumah Sakit.
4. Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga tidak tetap dan konsultan sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan.

Pasal 13 Undang Undang No 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

1. Tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran di Rumah Sakit wajib


memiliki Surat Izin Praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2. Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di Rumah Sakit wajib memiliki izin
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai
dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan
mengutamakan keselamatan pasien.
4. Ketentuan mengenai tenaga medis dan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 14 Undang Undang No 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

1. Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga kesehatan asing sesuai dengan


kebutuhan pelayanan.
2. Pendayagunaan tenaga kesehatan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan alih teknologi dan ilmu
pengetahuan serta ketersediaan tenaga kesehatan setempat.
3. Pendayagunaan tenaga kesehatan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dilakukan bagi tenaga kesehatan asing yang telah memiliki Surat Tanda
Registrasi dan Surat Ijin Praktik.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan tenaga kesehatan asing pada
ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15 Undang Undang No 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

1. Persyaratan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus


menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu,
bermanfaat, aman dan terjangkau.
2. Pelayanan sediaan farmasi di Rumah Sakit harus mengikuti standar pelayanan
kefarmasian.
3. Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai di Rumah
Sakit harus dilakukan oleh Instalasi farmasi sistem satu pintu.

4. Besaran harga perbekalan farmasi pada instalasi farmasi Rumah Sakit harus
wajar dan berpatokan kepada harga patokan yang ditetapkan Pemerintah.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan kefarmasian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 16 Undang Undang No 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

1. Persyaratan peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) meliputi


peralatan medis dan nonmedis harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan
mutu, keamanan, keselamatan dan laik pakai.
2. Peralatan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diuji dan dikalibrasi
secara berkala oleh Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi
pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang.
3. Peralatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi ketentuan dan
harus diawasi oleh lembaga yang berwenang.
4. Penggunaan peralatan medis dan nonmedis di Rumah Sakit harus dilakukan
sesuai dengan indikasi medis pasien.
5. Pengoperasian dan pemeliharaan peralatan Rumah Sakit harus dilakukan oleh
petugas yang mempunyai kompetensi di bidangnya.
6. Pemeliharaan peralatan harus didokumentasi dan dievaluasi secara berkala dan
berkesinambungan.
7. Ketentuan mengenai pengujian dan/atau kalibrasi peralatan medis, standar yang
berkaitan dengan keamanan, mutu, dan manfaat dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 17 Undang Undang No 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Rumah Sakit
yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8,
Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16
tidak diberikan izin mendirikan, dicabut atau tidak diperpanjang izin operasional
Rumah Sakit.
2.5. Tugas dan Tanggung jawab Apoteker dan Asisten Apoteker

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor377/Menkes/Per/V/2009 Tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional
Apoteker Dan Angka Kreditnya, apoteker adalah jabatan yang mempunyai ruang
lingkup, tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan pekerjaan
kefarmasian pada unit pelayanan kesehatan yang diduduki oleh Pegawai Negeri
Sipil dengan hak dan kewajiban yang diberikan secara penuh oleh pejabat yang
berwenang. Apoteker mempunyai tugas pokok melaksanakan pekerjaan
kefarmasian yang meliputi penyiapan rencana kerja kefarmasian, pengelolaan
perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinik dan pelayanan farmasi khusus.
Sedangkan tugas pokok asisten apoteker menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 376/Menkes/Per/V/2009 Tentang Petunjuk Teknis
Jabatan Fungsional Asisten Apoteker Dan Angka Kreditnya adalah melaksanakan
penyiapan pekerjaan kefarmasian yang meliputi penyiapan rencana kerja
kefarmasian, penyiapan pengelolaan perbekalan farmasi dan penyiapan pelayanan
farmasi klinik (Permenkes RI, 2007).

2.6. Pengelolaan Rumah Sakit


Pengelolaan adalah suatu rangkaian kegiatan yang berintikan perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan yang bertujuan menggali dan
memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara efektif untuk mencapai tujuan
organisasi yang telah ditentukan.Pengelolaan rumah sakit adalah semua upaya,
termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis,
perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya manusia dan
implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di
bidang kesehatan, yang dilakukan oleh rumah sakit sebagai Badan Layanan
Umum (BLU) yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna dan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat
(Beddu, 2020).

1. Pemilihan

Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat


Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan :

a. Formularium dan standar pengobatan atau pedoman diagnosa dan terapi.

b. Standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
telah ditetapkan.

c. Pola penyakit.

d. Efektifitas dan keamanan.

e. Pengobatan berbasis bukti.

f. Mutu, harga.

g. Ketersediaan di pasaran (Permenkes, 2016).

2. Perencanaan

Menurut PERMENKES No.72 tahun 2016, Perencanaan kebutuhan


merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil
kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah,
tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan
Obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-
dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi,
kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran
yang tersedia (Permenkes, 2016).

1. Metode Konsumsi
2. Metode Morbiditas
3. Kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi
3. Pengadaan

Menurut PERMENKES No. 72 tahun 2016, Pengadaan merupakan kegiatan


yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang
efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga
yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang
berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan,
penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan
pemasuk, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan
pembayaran. Pengadaan dapat dilakukan melalui :

A. Pembelian

Ada 4 metode pada proses pembelian.

a. Tender terbuka, berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada penentuan harga metode ini lebih
menguntungkan. Untuk pelaksanaannya memerlukan staf yang kuat, waktu
yang lama serta perhatian penuh.
b. Tender terbatas, sering disebutkan lelang tertutup. Hanya dilakukan pada
rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki Riwayat yang baik. Harga
masih dapat dikendalikan, tenaga dan beban kerja lebih ringan bila
dibandingkan denan lelang terbuka.
c. Pembelian dengan tawar menawar, dilakukan bila item tidak penting, tidak
banyak dan biasanya dilakukan pendekatan langsung untuk item tertentu.
d. Pembelian langsung, pembelian jumlah kecil, perlu segera tersedia. Harga
tertentu, relatif agak lebih mahal.
B. Sumbangan/Dropping/Hibah

Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap


penerimaan dan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai sumbangan/dropping/ hibah. Seluruh kegiatan penerimaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dengan cara
sumbangan/dropping/hibah harus disertai dokumen administrasi yang lengkap
dan jelas.

C. Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi,


jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau
surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait
penerimaan barang harus tersimpan dengan baik (Permenkes, 2016).

D. Penyimpanan

Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk


sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired
First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem informasi
manajemen. penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA, Look Alike
Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan
khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat. Rumah Sakit
harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan obat emergency untuk kondisi
gawat darurat. Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari
penyalahgunaan dan pencurian (Permenkes, 2016).

E. Pendistribusian

Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin


terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di unit pelayanan. Sistem distribusi
di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara :

a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)

b. Sistem Resep Perorangan


Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai berdasarkan Resep perorangan/ pasien rawat jalan dan rawat inap
melalui Instalasi Farmasi.

c. Sistem Unit Dosis

Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis


Pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal
atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/ pasien. Sistem unit dosis ini
digunakan untuk pasien rawat inap.

d. Sistem Kombinasi

Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis


Habis Pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a + b
atau b + c atau a + c.

F. Pemusnahan

Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan


Medis Habis Pakai bila :

a. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu


b. Telah kadaluwarsa
c. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan
atau kepentingan ilmu pengetahuan
d. Dicabut izin edarnya

G. Pengendalian

Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan


Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan
Komite/ Tim Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit (Permenkes, 2016).

H. Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi perencanaan
kebutuhan, pengadaan (surat pesanan), penerimaan (faktur) penyimpanan
(kartu stok), pendistribusian, pengendalian persediaan, pemusnahan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pelaporan dibuat
secara periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam periode waktu tertentu

2.7. Pelayanan Rumah Sakit

Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan menjadi


rumah sakit umum dan rumah sakit khusus.Rumah Sakit umum memberikan
pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.Sedangkan Rumah
Sakit khusus memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis
penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit,
atau kekhususan lainnya.Rumah Sakit khusus dapat menyelenggarakan pelayanan
lain di luar kekhususannyameliputi pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
kegawatdaruratan (Kemenkes RI, 2020).

1. Pengkajian dan pelayanan resep


Pengkajian Resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah terkait
Obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada
dokter penulis resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai
persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis
baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi :
a. Nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien
b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter
c. Tanggal Resep
d. Ruangan/unit asal Resep
Persyaratan farmasetik meliputi :
a. Nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan
b. Dosis dan Jumlah Obat
c. Stabilitas
d. Aturan dan cara penggunaan.

Persyaratan klinis meliputi :


a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat
b. Duplikasi pengobatan
c. Alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
d. Kontraindikasi
e. Interaksi Obat
2. Penelusuran Riwayat penggunaan obat
Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses untuk
mendapatkan informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang
pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari
wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan Obat pasien.
3. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan
untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication error) seperti Obat
tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat. Kesalahan
Obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu
Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada
pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan
sebaliknya.

4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak
bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada
dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak
lain di luar Rumah Sakit.
5. Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait
terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya.
Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas
kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter,
keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif
memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker.
Pemberian konseling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi,
meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan
meningkatkan costeffectiveness yang pada akhirnya meningkatkan
keamanan penggunaan Obat bagi pasien (patient safety).
6. Visit
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk
mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah
terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki,
meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat
kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya. Visite juga
dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah Sakit baik atas
permintaan pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit yang
biasa disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy
Care). Sebelum melakukan kegiatan visite apoteker harus mempersiapkan
diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan
memeriksa terapi obat dari rekam medik atau sumber lain.

7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup
kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional
bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan
meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan
setiap respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada
dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis,
diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat adalah reaksi Obat yang tidak
dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.
9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi
penggunaan Obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif
dan kuantitatif.
10. Dispensing sediaan steril
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan
teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan
melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari
terjadinya kesalahan pemberian Obat.
11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi
hasil pemeriksaan kadar Obat tertentu atas permintaan dari dokter yang
merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari Apoteker
kepada dokter.
A. Manajemen Resiko Pelayanan Farmasi Klinik
Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam melaksanakan pelayanan
farmasi klinik adalah:
1. Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien faktor
risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien akan berakibat
terhadap kemungkinan kesalahan dalam terapi. Faktor risiko tersebut
adalah umur, gender, etnik, ras, status kehamilan, status nutrisi, status
sistem imun, fungsi ginjal, fungsi hati.
2. Faktor risiko yang terkait terkait penyakit pasien faktor risiko yang
terkait penyakit pasien terdiri dari 3 faktor yaitu : tingkat keparahan,
persepsi pasien terhadap tingkat keparahan, tingkat cidera yang
ditimbulkan oleh keparahan penyakit.
3. Faktor risiko yang terkait farmakoterapi pasien faktor risiko yang
berkaitan dengan farmakoterapi pasien meliputi: toksisitas, profil
reaksi Obat tidak dikehendaki, rute dan teknik pemberian, persepsi
pasien terhadap toksisitas, rute dan teknik pemberian, dan ketepatan
terapi.
2.8. Peraturan dan Perundang-undangan Rumah Sakit

1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020


Tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
376/Menkes/Per/V/2009 Tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Asisten
Apoteker Dan Angka Kreditnya
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
377/Menkes/Per/V/2009 Tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Apoteker
Dan Angka Kreditnya
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020
Tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2o2i Tentang
Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2018
Tentang Kewajiban Rumah Sakit Dan Kewajiban Pasien

8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2013


Tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 93 Tahun 2015 Tentang
Rumah Sakit Pendidikan
BAB III
TINJAUAN KHUSUS RUMAH SAKIT

3.1. Sejarah Rumah Sakit


Rumah Sakit Umum Az-Zahra merupakan rumah sakit umum dengan
pelayanan kesehatan mulai dari yang bersifat umum sampai dengan yang bersifat
spesialistik, yang dilengkapi dengan pelayanan penunjang medis 24 jam. Rumah
Sakit Umum Az- Zahra berlokasi di JL. Kartini No. 109 Desa Kalirejo Kec.
Kalirejo, 34174, Lampung Tengah, Indonesia. Telp (0279) 370089, (hunting)
dengan alamat e-mail care@rsazzahra.co.if Rumah Sakit Umum Az-Zahra
diresmikan pada tanggal 11 Mei 2014, dengan status berada dibawah kepemilikan
PT. Tirtablater Kesuma Sejahtera. Rumah Sakit Umum Az-Zahra merupakan
rumah sakit tipe madya yang setara dengan rumah sakit pemerintah tipe C. Pada
saat ini RS Rumah Sakit Umum Az-Zahra dipimpin oleh dr. Lita Setiawati, selaku
direktur.
Pada permulaan kepemimpinan beliau pada tahun 2008 Motto Rumah Sakit
Umum Az-Zahra Kalirejo yang lama yaitu "Kami Melayani Dengan Sepenuh
Hati". Demikian juga visi, misi, dan nilai dasar yang lama mengalami perubahan
untuk menyusun rencana strategi Rumah Sakit Umum Az-Zahra sesuai kebutuhan
dan perkembangan Rumah Sakit Umum Az-Zahra Kalirejo. Pada tahun 2009
Rumah Sakit Umum Az-Zahra Kalirejo sudah terakreditasi 5 pelayanan dasar
untuk Pelayanan Administrasi, Pelayanan Rekam Medik, Pelayanan Instalasi
Gawat Darurat, Pelayanan Medik dan Pelayanan Keperawatan Rumah Sakit
Umum Az-Zahra Kalirejo memberikan beragam jenis pelayanan medis antara lain
klinik umum, klinik gigi dan mulut, dan klinik spesialis, Instalasi Gawat Darurat,
serta rawat inap yang terdiri dari kelas I, II, III, VIP yang dilengkapi pelayanan
laboratorium, radiologi, farmasi, fisioterapi. Kapasitas tempat tidur Rumah Sakit
Umum Az-Zahra Kalirejo sebanyak 107 tempat tidur. Kebijakan umum rumah
sakit adalah setiap pasien yang datang dilayani kebutuhannya secara tuntas
dengan menyediakan keperluan perawatan dan pengobatan pasien, baik obat
maupun alat yang diperlukan, tanpa memberi resep yang harus dibeli oleh pasien,
tanpa uang muka. Semua baru dibayar oleh pasien setelah pasien siap pulang.
Kebijakan ini merupakan kebijakan yang telah ada sejak Rumah Sakit Umum Az-
Zahra Kalirejo berdiri dan merupakan nilai dasar bagi Rumah Sakit Umum Az-
Zahra.
Rumah Sakit Umum Az-Zahra Kalirejo mulai dibangun pada tahun 2013,
berlokasi di Jl. Kartini No. 109 Desa Kal rejo Kec. Kalirejo, 34174, Lampung
Tengah, Indonesia. Di atas areal tanah seluas +/- 3 hektar. Secara legalitas
disahkan pada tanggal 11 Mei 2014. Rumah Sakit Umum Az-Zahra Kalirejo
didirikan sebagai pengembangan Rumah Sakit Umum Az-Zahra, diprakarsai oleh
Meria Holistina, S.ST, M.Kes, selaku pemilik Rumah Sakit Umum Az-Zahra
Kalirejo, yang didukung oleh seluruh staf Rumah Sakit Umum Az-Zahra Kalirejo.
Sedangkan direktur Rumah Sakit Umum Az-Zahra Kalirejo, yaitu dr. Ukhron
Novansyah, Sp. OG Pada awal pembukaan, Rumah Sakit Umum Az-Zahra
Kalirejo sebagian besar karyawan adalah karyawan Rumah Sakit Umum Az-
Zahra Kalirejo yang bersedia dipindah tugas. Visi Rumah Sakit Umum Az-Zahra
Kalirejo merupakan visi yang tumbuh dari hati para misionaris yang mendirikan
Rumah Sakit Umum Az-Zahra Kalirejo.
Pelayanan kesehatan yang ada pada waktu itu adalah klinik umum, klinik
spesialis (bedah, kandungan, penyakit dalam dan kesehatan anak), klinik gigi,
instalasi gawat darurat, rawat inap yang terdiri dari kelas I, II, III, VIP, serta
dilengkapi pelayanan laboratorium, USG, EKG, fisioterapi. Sebagian besar
peralatan medis dan non medis berasal dari Rumah Sakit Umum Az-Zahra
Kalirejo.
VISI
Menjadi Rumah Sakit Bernuansa Isami Yang Dipercaya Masyarakat.

MISI

1. Memberikan pelayanan yang bermutu, profesional dan ramah

2. Mewujudkan citra islami pada semua karyawan, baik tindakan maupun


penampilan
3. Mengembangkan jiwa melayani secara amanah dan tanggung jawab pada setiap
karyawan

3.2 Tata Ruang


JALAN
KELUAR

%( 60 ( 1 7
9 8

%( 60 ( 1 7
7

0 ( 1 8 - 8 / $ 1 7$ ,
10
11 6

%( 60 ( 1 7
5
20
12

%( 60 ( 1 7
3
12

12 19 1
13

18
15

16 17
KETERANGAN

1 PARKIRAN 9 RI ARRAUDHAH 17 RUANG ISOLASI


AMBULANCE MINA
2 GUDANG OKSIGEN 10 VIP SHOFA 18 LOUNDRY

3 GIZI 11 TAMAN 19 PARKIRAN MOTOR

RUANG KA GIZI 12 RI ANNISA 20 INFORMASI

5 IF RANAP 13 IPAL
6 RM 14 B3
7 AULA 15 PEMULASARAN JENAZAH

8 AZ MART 16 GUDANG

Gambar 3.1 tata lokasi RSU AZ-ZAHRA

ALUR PELAYANAN RESEP OBAT DI INSTALASI FARMASI


RUMAH SAKIT UMUM AZ - ZAHRA KALIREJO

Apoteker melakukan
Petugas poli klinik Petugas farmasi
informed consent
rawat jalan melakukan skrining
(persetujuan pasien)
menyerahkan resep kelengkapan resep,
mengenai harga obat
yang ditulis dokter ke ditelaah oleh apoteker
ditebus sesuai
petugas farmasi & diberi harga
resep/ditebus sebagian

Petugas farmasi
Petugas farmasi menyiapkan obat
melakukan input obat
untuk obat racikan = 60 menit untuk
pada SIM RS &
obat non racikan = 30 menit
pencetakan etiket/label

Apoteker melakukan Pasien Umum/Non Pasien melakukan


double check & BPJS administrasi di kasir
verifikasi obat yang
akan di berikan kepada
pasien Pasien BPJS

Penyerahan obat
disertai PIO oleh
Apoteker

Gambar 3.2 Alur Pelayaran Resep IFRS

Instalasi Farmasi RSU AZ-ZAHRA rawat jalan


R.Konsultasi R.Penerimaan/Telaah/Etiket Resep dan
penyerahan Resep

Etalase HAM
Etala
Etalase Obat Cair
Meja Racik

Etalase Obat Padat Paten Etalase Obat Padat Generik

Gambar 3.3 IFRS RAWAT JALAN

Instalasi Farmasi Rawat Inap


INSTALASI FARMASI RAWAT INAP

Etalase HAM

Lemar
i OKT

E.Sediaan InjeksiInjeksi
E.Sediaan Paten Generik

Meja Racik

E. Sediaan Padat Generik

Kulkas

E. Cairan Infus Ruang Dispensing

Gambar 3.4 IFRS RAWAT INAP

3.3 Struktur Organisasi

DIREKTUR
Dr. Lita Setiawati

KEPALA BIDANG JANGMED


3.4 Kegiatan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum AZ-Zahra
Adapun Kegiatan Rumah Sakit Umum Azahra Sebagai Berikut
3.5 Pengelolaan
Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai merupakan salah
satu kegiatan pelayanan kefarmasian yaitu perencanaaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pencatatan dan pelaporan.

A. Perencanaan

Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga
perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara
lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi konsumsi yang disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia. Metode yang digunakan dalam perencanaan yaitu:
1. Metode konsumsi
Berdasarkan pada data ril konsumsi perbekalan farmasi pada periode yang lalu
atau sebelumnya.
2. Metode epidemiologi
Perhitungan perbekalan farmasi berdasarkan pola penyakit.
B. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi atau pembuatan sediaan
farmasi, dan sumbangan atau hibah. Tujuan pengadaan adalah untuk
mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, mutu yang baik,
pengiriman barang yang terjamin tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak
memerlukan tenaga serta waktu yang berlebihan. Pembelian perbekalan farmasi
menggunakan metode pembelian langsung yaitu pembelian langsung ke pedagang
besar farmasi dengan membuat surat pesanan. Pembelian langsung adalah
pembelian dalam jumlah kecil, dan relatif mahal.

C. Penerimaan
Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah
diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung dan
tender. Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang
diterima sesuai kontrak baik spesifikasi, jumlah maupun waktu kedatangan.
Adapun prosedur penerimaan barang sebagai berikut :
1. Barang farmasi diterima oleh petugas penerimaan barang
berdasarkan daftar kebutuhan sesuai dengan faktur dan surat
pesanan.

2. Petugas penerima barang di gudang, memeriksa kualitas dan


kuantitas jenis barang, expired date (minimal 1 tahun).

3. Petugas penerima barang di gudang menandatangani faktur dengan


nama jelas, tanggal penerimaan dan stempel.
4. Petugas penerima barang di gudang mengarsipkan faktur, kemudian
memberi nomor urut.
5. Petugas penerimaan barang di gudang mencatat barang yang
diterima pada kartu stok dengan mencatumkan jenis barang, expired
date, harga barang, dll.
6. Petugas penerima di gudang mencatat pada buku penerimaan barang.
7. Petugas penerima barang di gudang mencatat faktur pada buku
monitoring sesuai dengan permintaan.

D. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan penyimpanan dan memelihara dengan
cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai
aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak obat. Tujuan
penyimpanan perbekalan farmasi yaitu : memelihara mutu perbekalan farmasi,
menghindari penggunaan yang tidak bertanggungjawab, menjaga ketersediaan dan
memudahkan pencarian dan pengawasan. Penyimpanan Perbekalan farmasi
disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetisntuk memudahkan pengendalian
stok maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Gunakan prinsip FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First
In First Out).
2. Susun perbekalan farmasi dalam kemasan besar diatas pallet
secara rapi dan teratur berdasarkan alphabetis.
3. Gunakan lemari khusus untuk menyimpan narkotika.
4. Simpan perbekalan farmasi yang dapat dipengaruhi oleh
temperatur, udara, cahaya, sesuai.
5. Simpan perbekalan farmasi dalam rak dan berikan nomor kode,
pisahkan perbekalan farmasi dalam dengan perbekalan farmasi
untuk penggunaan luar.
6. Cantumkan nama masing-masing perbekalan farmasi pada rak
dengan rapi.
7. Apabila persediaan perbekalan farmasi cukup banyak, maka biarkan
perbekalan farmasi tetap dalam boks masing-masing. Perbekalan farmasi
yang mempunyai batas waktu penggunaan perlu dilakukan rotasi stok
agar perbekalan farmasi tersebut tidak selalu berada di belakang
sehingga dapat dimanfaatkan sebelum masa kadaluarsa habis.
8. Item perbekalan farmasi yang sama ditempatkan pada satu lokasi
walaupun dari sumber anggaran yang berbeda.
9. Obat yang mudah terbakar, seperti alkohol disimpan dalam ruangan
tersendiri dan diberi alas sehingga tidak meyentuh lantai.

E. Pendistribusian
Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit, untuk
pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk
pelayanan medis. Pendistribusian adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit
pelayanan secara tepat waktu, tepat jenis, dan jumlah. Metode yang digunakan dalam
pendistribusian yaitu:
1) Once Daily Dose (ODD)
Merupakan pendistribusian perbekalan farmasi dimana pasien mendapat obat
yang sudah dipisah –pisah untuk pemakaian sekali pakai , tetapi obat diserahkan
untuk sehari pakai pada pasien

2) Unit Daily Dose (UDD)


Merupakan suatu sistem distribusi obat kepada pasien rawat inap yang disiapkan
dalam bentuk dosis tunggal siap pakai selama 24 jam.

F. Pencatatan dan pelaporan


 Pencatatan adalah memonitor transaksi perbekalan farmasi yang masuk
dan keluar, baik secara manual (buku dan kartu stok) dan komputerisasi.

 Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi


perbekalan farmasi, dengan tujuan agar transaksi perbekalan farmasi
yang masuk dan keluar dapat dimonitor dan membuat laporan-laporan
sebagaiberikut :

1. Membuat laporan pembelian


2. Membuat laporan mutasi
3. Membuat laporan permintaan perbekalan farmasi tidak terlayani
4. Membuat laporan perbekalan farmasi yang stagnan (jarang/tidak ditulis
dokter)
5. Membuat laporan perbekalan farmasi yang hampir kadaluarsa (maksimal 6
bulan sebelum kadaluarsa) untuk di informasikan ke dokter penulis resep
6. Membuat laporan perbekalan farmasi yang kadaluarsa
7. Membuat laporan ketersediaan obat
8. Membuat laporan stok opname
G. Pengelolaan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum AZ-Zahra Lampung
Tengah
.
1. Pelayanan Resep
a. Pelayanan Dengan Resep
Pelayanan resep dibagi menjadi pelayanan rawat jalan, rawat inap dan pelayanan
untuk UGD, ICU, dan OK. Pelayanan untuk resep tunai (resep umum) adalah petugas
menerima resep dari pasien kemudian memeriksa obat yang di resep ada atau tidak, jika
ada maka obat tersebut di beri harga dan di informasikan kepada pembeli, jika pembeli
setuju dengan harga yang di informasikan maka resep dilayani dan disiapkan obatnya,
kemudian di beri etiket, di periksa dan di kemas, obat di berikan pada bagian penjualan
untuk di periksa kembali dan kemudian di serahkan pada pembeli serta diinformasikan
pemakaian obat seperlunya, pembeli membayarkan harga resep ke kasir dan resep asli di
simpan untuk di arsipkan, sedangkan untuk pelayanan resep kredit (BPJS, KIS, ASKES)
di buat dengan tanda terima obat yang di tanda tangani oleh pembeli agar nantinya di
tagih debitur yang bersangkutan. Langkah-langkah dalam pelayanan dengan resep yaitu:
b. Skrining Resep (Dilakukan Oleh Apoteker)

1) Melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep yaitu nama


dokter, nomor ijin praktek, alamat, tanggal penulisan resep, tanda
tangan atau paraf dokter serta nama, alamat, umur, jenis kelamin dan
berat badan pasien.
2) Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik yaitu bentuk sediaan,
dosis, frekuensi, kekuatan, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama
pemberian obat.
3) Mengkaji aspek klinis dengan cara melakukan patient assessment
kepada pasien yaitu adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian
(dosis, durasi, jumlah obat dan kondisi khusus lainnya), keluhan pasien
dan hal lain yang terkait dengan kajian aspek klinis. Instruksi kerja:
patient assessment terlampir (sebagai contoh : menggunakan metode 3
prime question).
4) Menetapkan ada tidaknya Drug Releated Problem (DRP) dan membuat
keputusan profesi (komunikasi dengan dokter, merujuk pasien ke
sarana kesehatan terkait dsb).
5) Mengkomunikasikan kepada dokter tentang masalah resep apabila
diperlukan.
c. Penyiapan Sediaan Farmasi
 Menyiapkan sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai dengan
permintaan pada resep. Menghitung kesesuaian dosis dan tidak melebihi
dosis maksimum.
 Mengambil obat dan pembawanya dengan nampan/ box.
 Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan mengembalikan
ke tempat semula.
 Mencatat pengeluaran obat pada kartu stok.
 Menyiapkan etiket obat yang berisi nama pasien, umur pasien, tanggal
resep, nama obat, dosis obat dan cara pakai obat.
d. Penyerahan Sediaan Farmasi (Dilakukan Oleh Apoteker)
 Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan
penyerahan (kesesuaian antara penulisan etiket dengan
resep).
 Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli jika obat yang
diminta dalam resep tidak ada dan diparaf oleh apoteker.
 Memanggil nama pasien.
 Memeriksa identitas dan alamat pasien.
 Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.
 Meminta pasien untuk mengulang informasi yang telah
disampaikan.
 Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikannya.
 Monitoring ke pasien tentang keberhasilan terapi, efek samping
dan sebagainya.

e. Pelayanan Resep Narkotika


Melayani resep narkotika jika resep disertai paraf dokter dan kelengkapan
resep lainnya.
f. Pengenalan Tempat Obat
Perbekalan farmasi disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis. Untuk
memudahkan pengendalian stok maka dilakukan langkah- langkah sebagai
berikut:
1. Gunakan prinsip FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First
Out).
2. Susun perbekalan farmasi dalam kemasan besar diatas pallet secara rapi h dan
teratur, berdasarkan alphabetis.
3. Gunakan lemari khusus untuk menyimpan narkotika.
4. Simpan perbekalan farmasi yang dapat dipengaruhi oleh temperatur, udara,
dan cahaya pada tempat yang sesuai.
5. Simpan perbekalan farmasi dalam rak dan berikan nomor kode, pisahkan
perbekalan farmasi dalam dengan perbekalan farmasi untuk penggunaan luar.
6. Cantumkan nama masing-masing perbekalan farmasi pada rak dengan rapih.
7. Apabila persediaan perbekalan farmasi cukup banyak, maka biarkan
perbekalan farmasi tetap dalam boks masing-masing. Perbekalan farmasi yang
mempunyai batas waktu penggunaan perlu dilakukan rotasi stok agar perbekalan
farmasi tersebut tidak selalu berada di belakang sehingga dapat dimanfaatkan
sebelum masa kadaluarsa habis.
8. Item perbekalan farmasi yang sama ditempatkan pada satu lokasi walaupun
dari sumber anggaran yang berbeda.
9. Obat yang mudah terbakar, seperti alkohol disimpan dalam ruangan tersendiri
dan diberi alas sehingga tidak meyentuh lantai.
Adapun cara penyimpanan obat sebagai berikut:

g. Obat-Obatan Lasa(Look alike sound alike)


1) Tidak menyimpan obat dalam setiap kotak lebih dari satu item.
2) Beri label dengan tulisan yang jelas pada tiap kotak penyimpanan obat.
3) Obat-obat LASA disimpan pada tempat yang jelas perbedaannya.
4) Berikan stiker kuning bertuliskan “LASA” pada setiap obat lasa.

h. Obat High Alert


1) Pisahkan obat-obatan yang termasuk obat high alert sesuai dengan daftar
obat high alert.
2) Tempelkan stiker merah bertuliskan “high alert” pada setiap obat high alert.
3) Simpan obat narkotika sesuai dengan aturan penyimpanan narkotika.
i. Obat-obat Injeksi
1) Simpan ditempat aman dan terpisah dari obat lain dan hanya bisa
dikeluarkan oleh petugas yang ditunjuk untuk bertanggung jawab, baik
untuk penyimpanan di apotek maupun diruang perawatan khusus.
2) Tidak boleh disimpan diruang perawatan umum, hanya boleh disimpan
diperawatan intensive dan ruang operasi, dibawah pengawasan ketat.
3) Larutan injeksi disimpan disuhu kamar, jangan dibekukan.
4) Hanya boleh digunakan larutan yang jernih.
5) Larutan yang sudah diencerkan hanya boleh digunakan dalam waktu 24
jam.
j. Administrasi
Pelayanan administrasi di Rumah Sakit AZ-Zahra Lampung Tengah meliputi
pencatatan dan pelaporan keuangan, pemasukan dan pengeluaran sediaan farmasi,
membukukan surat masuk dan keluar, laporan kegiatan, laporan penggunaan
narkotika, psikotropika dan high alert, input data pasien, rekam medik pasien dan
hasil pemeriksaan pasien, data pegawai dan tenaga kesehatan yang bekerja di rumah
sakit, serta standar operasional prosedur rumah sakit.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Kegiatan/Pengalaman Praktik Kerja Lapangan (PKL)


Adapun kegiatan yang saya lakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum
AZ-Zahra Lampung Tengah yaitu antara lain :
A. Membersihkan ruangan
Ruangan dibersihkan di pagi hari meliputi membersihkan debu yang menempel
diruang racik dan etlase yang ada di Instalasi Farmasi baik rawat inap dan rawat jalan,
kemudian merapihkan ruangan dan alat-alat untuk meracik obat. Tujuannya agar ruangan
terlihat bersih dan alat -alat untuk meracik obat yang akan digunakan kembali menjadi
bersih, agar kotoran atau debu serta sisa-sisa obat tidak tercampur dengan obat yang akan
diracik sehingga tidak merubah komposisi dan kandungan obat yang berakibat fatal bagi
pasien.

B. Membantu menyiapkan obat dan bahan medis habis pakai


Menyiapkan obat merupakan bantuan pelayanan yang dilakukan untuk melayani
resep rawat jalan, rawat inap dan pasien pulang atau obat lainnya yang dibutuhkan oleh
pasien, dalam menyiapkan obat dan bahan medis habis pakai, mahasiswa dan petugas
instalasi farmasi rumah sakit selalu bekerjasama dalam menyiapkan obat dan bahan medis
habis pakai.

C. Membantu mengerjakan resep


Misalnya resep rawat jalan setelah resep diterima dari pasien, resep dicek untuk
kelengkapan obatnya, kemudian diberi nomor. Tujuannya agar resep yang masuk dapat
berurutan, sebelum obat disiapkan terlebih dahulu resep di inputkan kedalam SIM RS
yang dikerjakan oleh petugas instalasi farmasi Rumah sakit baik di rawat jalan maupun di
rawat inap dan jika pasien rawat jalan umum diberitahukan untuk melakukan pembayaran
obat terlebih dahulu sebelum melakukan pengambilan obat dan untuk pasien yang
menggunakan BPJS harus melengkapi persyaratan agar dapat mengambil obat, setelah
obat disiapkan dimasukkan kedalam plastik obat dan diberi etiket yang terdapat nama
pasien, tanggal, nama obat dan aturan pakainya, setelah selesai dibungkus dan di cek
ulang oleh apotekernya obat bisa langsung diserahkan kepada pasien sambal memberikan
penjelasan terhadap aturan pakai obatnya.

1. Meracik sediaan obat (kapsul, puyer dan salep)


Meracik sediaan obat sesuai permintaan resep, biasanya obat yang diracik baik
dalam bentuk kapsul dan puyer merupakan obat – obat an untuk dikonsumsi oleh anak-
anak. Adapun beberapa obat yang diracik dalam bentuk kapsul biasanya obat untuk pasien
penyakit jantung.

4.2 Tugas Khusus

A. Kasus 1 (Dispepsia)
Pasien atas nama Tn.Str dating dengan keluhan nyeri perut, mual,
kembung, dan sedikit sesak.
1) Diagnosa : Dispepsia asites
2) Identitas Pasien
No RM : 074823
Nama : Tn. Str
Umur : 69 th
Jenis Kelamin : Laki – Laki
3) Hasil Pemeriksaan Tanda Vital
TD : 120/80
Suhu : 36o C
HB : 11.0 gr/dl

A.DISPEPSIA
a) Definisi
Kata ‘dispepsia’ berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘dys’ (poor) dan ‘pepse’ (digestion)
yang berarti gangguan percernaan. Awalnya gangguan ini dianggap sebagai bagian
dari gangguan cemas, hipokondria, dan histeria. British Society of Gastroenterology
(BSG) menyatakan bahwa istilah ‘dispepsia’ bukan diagnosis, melainkan kumpulan
gejala yang mengarah pada penyakit/gangguan saluran pencernaan atas. Definisi
dispepsia adalah kumpulan gejala saluran pencernaan atas meliputi rasa nyeri atau
tidak nyaman di area gastro-duodenum (epigastrium/uluhati), rasa terbakar, penuh,
cepat kenyang, mual atau muntah (Kolegium Dokter Indonesia, 2019).
b) Etiologi
Faktor diet (makanan dibakar, cepat saji, berlemak, pedas, kopi, teh) dan pola hidup
(merokok, alkohol, obat NSAID/aspirin, kurang olahraga) diyakini berkontribusi pada
dispepsia.1,3-5 Rokok dianggap menurunkan efek perlindungan mukosa lambung,
sedangkan alkohol dan obat antiinflamasi berperan meningkatkan produksi asam
lambung (Kolegium Dokter Indonesia, 2019).
1. Idiopatik/dispepsia fungsional (50-70%)
2. Ulkus peptikum (10%)
3. Gastroesophageal reflux disease (GERD) (5-20%)
4. Kanker lambung (2%)
5. Gastroparesis
6. Infeksi Helicobacter pylori
7. Pankreatitis kronis
8. Penyakit kandung empedu
9. Penyakit celiac
10. Parasit usus (Giardia lamblia, Strongyloides)
11. Malabsorpsi karbohidrat (laktosa, sorbitol, fruktosa)
12. Obat non-steroid anti-inflammatory drugs (NSAID)
13. Antibiotik, suplemen besi, dll
14. Metabolik (diabetes melitus, tiroid/paratiroid)
15. Iskemia usus Kanker pankreas atau tumor abdomen
c) Epidemiologi
Diperkirakan sekitar 15-40% populasi di dunia memiliki keluhan dispepsia kronis atau
berulang; sepertiganya merupakan dispepsia organik (struktural). Etiologi terbanyak
dispepsia organik yaitu ulkus peptikum lambung/duodenum, penyakit refluks
gastroesofagus, dan kanker lambung. Namun, sebagian besar etiologi dispepsia tak
diketahui (fungsional) (Kolegium Dokter Indonesia, 2019).
d) Patofisiologi
Saat ini H.pylori merupakan agen yang memiliki peran penting dalam tatalaksana
dispepsia, baik organik maupun fungsional. Hubungan antara infeksi H.pylori dengan
penyakit gastroduodenal yang bermanifestasi dispepsia banyak didukung oleh hasil
studi meta-analisis. Selain H.pylori, faktor utama lain yang dapat menyebabkan
peradangan adalah gangguan motilitas gastroduodenal, asam lambung, obat anti-
inflamasi non-steroid (OAINS), hipersensitivitas viseral dan faktor psikologis. Faktor-
faktor lainnya yang dapat berperan adalah genetik, gaya hidup, lingkungan, diet,
psikososial dan riwayat infeksi gastrointestinal sebelumnya. Kasus dengan dispepsia
fungsional diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam
yang menimbulkan rasa tidak enak di perut. Peningkatan sensitivitas mukosa lambung
dapat terjadi akibat pola makan yang tidak teratur yang akan membuat lambung sulit
untuk beradaptasi dalam pengeluaran sekresi asam lambung yang pekat. Gangguan
motilitas gastroduodenal terjadi akibat perlambatan pengosongan lambung, adanya
hipomotilitas antrum, gangguan akomodasi lambung saat makan. Dalam keadaan
normal, waktu makanan masuk lambung terjadi relaksasi fundus dan korpus gaster
tanpa meningkatkan tekanan dalam lambung. Akomodasi lambung ini dimediasi oleh
serotonin dan nitric oxide melalui saraf vagus dari sistem saraf enterik. Namun pada
penderita dispepsia terjadi penurunan kemampuan relaksasi fundus (Kolegium Dokter
Indonesia, 2019).
e) Tanda dan Gejala
Karakteristik dispepsia secara umum meliputi rasa penuh pasca-makan, cepat
kenyang, rasa terbakar di ulu hati (berhubungan dengan GERD), nyeri epigastrium,
nyeri dada nonjantung, dan gejala kurang spesifik seperti mual, muntah, kembung,
bersendawa, distensi abdomen (Purnamasari, 2017).
a. Perdarahan saluran cerna (hematemesis, melena)
b. Anemia
c. Cepat kenyang/penuh
d. Disfagia (sulit menelan) atau odinofagia (nyeri menelan)
e. Penurunan berat badan (>10% berat normal)
f. Muntah berulang
g. Limfadenopati
h. Riwayat keluarga kanker lambung/esofagus
Teraba massa abdominal
f) Pencegahan
Pola hidup tidak baik pada pasien ini terjadi akibat faktor perilaku/kebiasaan pasien
yang makan tidak pada waktunya dan kebiasaan tidak melakukan olah raga, serta
aktivitas fisik yang kurang. Penatalaksanaan dispepsia yang diberikan kepada pasien
dan keluarganya mencakup edukasi dan terapi medikamentosa. Keluarga dan pasien
diedukasi mengenai pengertian, faktor resiko, cara pengelolaan (terapi farmakologis
dan nonfarmakologis), tujuan dari pengelolaan, dan komplikasi penyakit dispepsia,
serta anjuran untuk tetap rutin kontrol ke pelayanan kesehatan (Pardiansyah & Yusran,
2016).

B.ASCITES
1. Definisi
Asites merupakan suatu kondisi tidak normal di mana rongga perut (abdomen) terisi
oleh cairan yang berlebihan. Pada kondisi normal, seharusnya tidak ada cairan pada
rongga perut atau setidaknya berjumlah 20 ML atau kurang pada wanita. Saat jumlah
cairan melebihi 25 ML, maka seseorang dapat dikatakan mengalami asites dan
mengidap akan tampak buncit dan bengkak pada wilayah perut. kata si tes sendiri
berasal dari bahasa latin " askos " yang berarti kantong atau karung. Penyebab paling
serius dari asites adalah sirosis hati titik selain itu, sintesis juga dapat disebabkan oleh
keganasan dan infeksi seperti tuberkolosis, pankreatitis gagal jantung, gagal ginjal.
Ataupun penyumbatan pembuluh vena hati titik selain sirosis hati tes juga bisa
disebabkan oleh kurangnya albumin. Albumin merupakan salah satu jenis protein
yang berfungsi untuk meningkatkan cairan. Jika tubuh kekurangan albumin
(hipoalbuminemia) cairan di dalam pembuluh darah akan bocor ke jaringan sekitar
sehingga terjadi penumpukan.

2.Etiologi

penyakit paling umum yang menyebabkan pasien terkena asites adalah sirosis, yang
mencakup sekitar 80% kasus. Penyebab asites lainnya termasuk kanker, 10%; gagal
jantung, 3%; TBC, 2%; dialisis, 1%; penyakit pankreas, 1%; dan lainnya, 2%. Hingga
19% pasien sirosis akan mengalami asites hemoragik; penyakit ini dapat berkembang
secara spontan dengan 72% kasus kemungkinan besar disebabkan oleh getah bening
berdarah dan 13% disebabkan oleh karsinoma hepatoseluler. Hal ini juga dapat
berkembang setelah parasentesis.

3.Epidemiologi

Pasien dengan asites sirosis memiliki angka kematian dalam 3 tahun sekitar 50%. Asites refrakter
memiliki prognosis yang buruk, dengan tingkat kelangsungan hidup 1 tahun kurang dari 50%.
Laki-laki memiliki sedikit cairan intraperitoneal, perempuan memiliki sekitar 20 mL, tergantung
pada fase siklus menstruasi mereka.

4. Patofisiologi

Kelainan pertama yang berkembang adalah hipertensi portal pada kasus sirosis. Tekanan
portal meningkat melebihi ambang batas kritis dan kadar oksida nitrat dalam sirkulasi
meningkat, menyebabkan vasodilatasi. Ketika keadaan vasodilatasi menjadi lebih buruk,
kadar plasma hormon penahan natrium vasokonstriktor meningkat, fungsi ginjal menurun,
dan terbentuk cairan asites, yang mengakibatkan dekompensasi hati. Melalui produksi
cairan berprotein oleh sel tumor yang melapisi peritoneum, karsinomatosis peritoneum
juga dapat menyebabkan asites. Pada gagal jantung dengan output tinggi atau output
rendah atau sindrom nefrotik, volume darah arteri efektif menurun, dan vasopresin, renin-
aldosteron, dan sistem saraf simpatis diaktifkan, menyebabkan vasokonstriksi ginjal serta
retensi natrium dan air.

5. Tanda dan gejala

6. Pencegahan dan pengobatan

Terapi Obat
a) Furosemid
Komposisi : Furosemid
Indikasi : Udem karena penyakit jantung, hati, dan ginjal.
Kontraindikasi : Gagal ginjal dengan anuria, prekoma dan koma hepatik,
defisiensi elektrolit, hipovolemia, hipersensitivitas
Dosis : Furosemid 20 mg, 40 mg
Efek samping : Gangguan elektrolit, dehidrasi, hipovolemia, hipotensi,
peningkatan kreatinin darah, peningkatan volume urin.
Mekanisme kerja : Meningkatkan produksi dan aliran urine, sehingga air dan
garam berlebih dalam tubuh dapat dikeluarkan.
b) Curcuma
Komposisi : Ekstrak curcuma
Indikasi : Membantu memperbaiki nafsu makan
Kontraindikasi : Pada pasien yang memiliki riwayat hipersensitifitas
terhadap kandungan komposisi pada produk ini
Dosis : Penggunaan obat harus sesuai petunjuk pada kemasan dan
anjuran dokter 1-2 tablet sebanyak tiga kali/hari
Efek samping : Anoreksia (kehilangan nafsu makan), ikterus (menjadi
kuningnya warna kulit, selaput lendir, dan berbagai jaringan
tubuh oleh zat warna empedu) akibat
obstruksi/penyumbatan saluran empedu, amenore (tidak
haid).
Mekanisme kerja : Mekanisme kurkumin dapat meningkatkan nafsu makan
adalah kurkumin dapat mempercepat proses pengosongan
isi lambung sehingga nafsu makan ternak akan meningkat,
selain itu kurkumin akan menstimulasi proses pengeluaran
empedu sehingga aktivitas saluran pencernaan akan
meningkat.
c) Ondancetron
Komposisi : Ondancetron 4 mg
Indikasi : Mual dan muntah karena kemoterapi dan radioterapi, mual
dan muntah paska operasi
Kontraindikasi : Hipersensitivitas. Sindrom QT panjang bawaan.
Penggunaan bersamaan dengan apomorphine.
Dosis : Mual muntah paska operasi: 16 mg dosis tunggal 1 jam
sebelum anestesi.
Efek samping : Nyeri dada, bradikardia, hipotensi, aritmia, hipoksia,
peningkatan sementara enzim hati.
Mekanisme kerja : Memblokir efek serotonin (5HT3). Dengan begitu, efek
mual dan muntah pada kondisi-kondisi di atas dapat teratasi
atau bahkan dicegah.
d) Rebamipid
Komposisi : Rebamipid 100 mg
Indikasi : Tukak lambung dalam kombinasi dengan faktor inhibitor
ofensif (penghambat pompa proton, antikolinergik dan
antagonis H2), gastritis.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap komponen dalam obat.
Dosis : Dewasa : 3 x sehari 1 tablet
Efek samping : Konstipasi, rasa tidak nyaman pada abdomen, diare, mual,
muntah, mulas, nyeri ulu hati, nyeri abdomen, sendawa,
gangguan pengecapan, gangguan menstruasi, peningkatan
BUN, udem, merasa benda asing pada faring.
Mekanisme kerja : Menstimulasi prostaglandin dan mengaktifkan gen yang
merangsang siklooksigenase-2 sehingga menimbulkan efek
sitoprotektif terhadap dinding lambung.
e) Sucralfat
Komposisi : Sucralfat 500 mg
Indikasi : Tukak lambung dan tukak duodenum
Kontraindikasi : Hipersensitivitas
Dosis : 1-2 tablet
Efek samping : Konstipasi, diare, mual, gangguan pencernaan, gangguan
lambung, mulut kering, ruam, reaksi hipersensitifitas, nyeri
punggung, pusing
Mekanisme kerja : membentuk kompleks ulser dan melindungi dari serangan
asam, serta menghambat aktivitas pepsin dan membentuk
ikatan garam dengan empedu.
f) Omeprazole
Komposisi : Omeprazole 20 mg
Indikasi : Tukak lambung dan tukak duodenum, tukak lambung dan
duodenum yang terkait dengan AINS, lesi lambung dan
duodenum, regimen eradikasi H. pylori pada tukak peptik,
refluks esofagitis, Sindrom Zollinger Ellison.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap obat ini atau bahan lain yang
terdapat dalam formulasi.
Dosis : 20-40 mg
Efek samping : Sakit kepala, sakit perut atau perut kembung, mual atau
muntah, diare, sembelit, gejala flu, seperti demam, sakit
tenggorokan, atau pilek (biasanya pada anak)
Mekanisme kerja : Menurunkan asam lambung dengan cara menghambat
pompa proton yang berperan besar dalam produksi asam
lambung.

Analisis Resep
Nama pasien : TN.STR
No rekam medik : 074823
JK/Umur : L/69 Th
Alamat : SIDODADI RT005 RW003
Nama dokter : dr.Metra

R/ Furosemid No II

Curcuma No III

Ondancetron No III

Rebamipid No III

Sucralfat No I
3 dd 2 cth
Omeprazole No II

Analisis Resep
1. Administrasi

No. Bagian Keterangan


1. Nama Dokter 
2. SIP Dokter 
3. Alamat Dokter 
4. Paraf Dokter 
5. Tanggal Resep 
6. Tanda R/ 
7. Nama Pasien 
8. Umur Pasien 
9. Berat badan -
10. Jenis Kelamin Pasien 
11. Alamat Pasien 
12. Nomor hp Pasien -
13. Nama obat 
14. Kekuatan obat -
15. Jumlah obat 
16. Aturan pakai 

2. Farmasetis
No. Kriteria Keterangan
1. Bentuk Sediaan -
2. Stabilitas -
3. Inkopabilitas -
4. Cara Pemberian -
5. Jumlah dan Aturan Pakai 

3. Klinis

No. Kriteria Keterangan


1. Ada indikasi tidak ada obat -
2. Over dose -
3. Under dose -
4. Duplikasi -
5. Interaksi -
6. Obat tidak tepat -
7. Alergi -

Persyaratan farmasetik meliputi :


1) Nama obat, bentuk, kekuatan sediaan, dosis dan jumlah obat

Nama Obat Bentuk Kekuatan Dosis Jumlah Aturan


Sediaan Sediaan obat pakai
Furosemid injeksi 10 mg 2 Ampul 2 x sehari
Curcuma Tablet 3 tablet 3 x sehari
Ondancetron injeksi 4mg/2ml 4 mg 3 Ampul 3 x sehari
Rebamipid Tablet 100 mg 100 mg 3 tablet 3 x sehari
Sucralfate Sirup 250mg/5ml 2 sdt 1 botol 1 x sehari
Omeprazole injeksi 40 mg 40 mg 2 vial 2 x sehari

SOAP

a) Subyek
Nyeri perut, mual, muntah
b) Obyek
Tekanan darah : 100/70 mmHg
HR : 74 x/menit
Suhu : 36.6 0C
c) Assasment
- Furosemid untuk mengatasi penumpukan cairan di dalam tubuh
- Curcuma untuk menambah nafsu makan dan memilhara fungsi hati
- Ondancetron untuk mengatasi mual muntah pada pasien dyspepsia
- Rebamipid untuk mengatasi nyeri perut (tukak lambung, dan gastritis)
- Sucralfate untuk mengatasi nyeri perut
- Omeprazole untuk mengatasi gejala perut yang berkaitan dengan asam
lambung sehingga tidak memperparah nyeri perut pada pasien

d) Plan
- Pemantauan gejala hypomagnesemia dan irama jantung
- Konsumsi sucralfate + furosemide harus diberi jeda setidaknya 2 jam agar efek
terapi lebih optimal
DRP
 Konsumsi Furosemid + Omeprazole dalam jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan hypomagnesemia (kadar magnesium rendah) dapat
menyebabkan irama jantung tidak teratur
 Konsumsi Sucralfat + Furosemid dalam waktu yang bersamaan dapat
mengurangi efek terapi furosemide karena menyebabkan penghambatan
penyerapan GI

a. Rekomendasi
Konsumsi sucralfate terlebih dahulu sebagai mukoprotektor, setelah 2 jam baru dapat
dikonsumsi obat furosemide.

b. Penyerahan

c. Kesimpulan
Terapi dapat dilanjutkan
Kasus 2 (ASMA)

Pasien datang ke RSU AZ-ZAHRA dengan keluhan Sesak nafas, batuk pilek, jika pada
malam hari nafas berbunyi.

1) Diagnosa : Asma bronkhial


2) Identitas Pasien
No RM : 060578
Nama : An. Rks
Umur : 11 th
Jenis Kelamin : Perempuan
3) Hasil Pemeriksaan Tanda Vital
TD : 90/60
Suhu : 36o C
HB : 13.4 gr/dl

1. Pengertian
Definisi asma berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1023/Menkes/SK/XI/2008, asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan)
kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak
napas dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya
bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan. Asma bersifat fluktuatif (hilang
timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak mengganggu aktifitas tetapi dapat
eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan kematian

2. Etiologi

Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor genetik dan faktor
lingkungan
1) Faktor genetik
a. Hipereaktivitas
b. Atopi/alergi bronkus
c. Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
d. Jenis kelamin
e. Ras/ etnik

2) Faktor lingkungan
a. Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur
b. Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari)
c. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,makanan laut, susu
sapi, telur)
d. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, B bloker dll)
e. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan lain-lain)
f. Ekpresi emosi berlebih
g. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
h. Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
i. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktifitas
tertentu
j. Perubahan cuaca

3. Patofisiologi
Gejala asma, yaitu batuk seseak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi bronkus
yang didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus.Gejala ini merupakan ciri
khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus ini dapat diukur secara tidak
langsung.Pengukuran ini merupakan parameter objektif untuk menentukan beratnya
hiperaktivitas bronkus yang ada pada seseorang pasien. Berbagai cara digunakan untuk
mengukur hipereaktivitas bronkus ini, antara lain dengan uji provokasi beban kerja,
inhalasi udara dingin, inhalasi antigen maupun inhalasi zat nonspesifik (Menkes, 2008).
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus,
dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma dini
(early asthma reaction = EAR) dan reaksi asma lambat (late asthma reaction = LAR).
Setelah reaksi asma awal dan reaksi asma lambat, proses dapat terus berlanjut menjadi
reaksi inflamasi sub-akut atau kronik.Pada keadaan ini terjadi inflamasi di bronkus dan
se-kitarnya, berupa infiltrasi sel-sel inflamasi terutama eosinofil dan monosit dalam
jumlah besar ke dinding dan lumen bronkus (Menkes, 2008).
Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal yang
kompleks.Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak ditemukan
di permukaan mukosa bronkus, lumen jalan napas dan di bawah membran basal.Berbagai
faktor pencetus dapat mengaktivasi sal mast. Selain sel mast, sel lain yang juga dapat
melepaskan mediator adalah sel makrofag alveolar, eosinofil, sel epitel jalan napas,
netrofil, platelet, limfosit dan monosit (Menkes, 2008).
Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus
dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus,
sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat
epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa,
sehingga memperbesar reaksi yang terjadi (Menkes, 2008).
Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan serangan asma,
melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil, netrofil, platelet dan limfosit.Sel-sel
inflamasi ini juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti lekotriens.Tromboksan, PAF
dan protein sitotoksis yang memperkuat reaksi asma.Keadaan ini menyebabkan inflamasi
yang akhirnya menimbulkan hipereaktivitas bronkus (Menkes, 2008).

4. Tanda dan Gejala


Adapun beberapa tanda dan gejala yang dapat meningkatkan kecurigaan terhadap asma
adalah (Menkes, 2008). :Di dengarkan suara mengi (wheezing) → sering pada anak-anak
Apabila didapatkan pemeriksaan dada yang normal, tidak dapat mengeksklusi diagnosis
sama, apabila terdapat :
1. Memiliki riwayat dari:
a. Batuk, yang memburuk dimalam hari
b. Mengi yang berulang
c. Kesulitan bernafas
d. Sesak nafas yang berulang
2. Keluhan terjadi dan memburuk saat malam
3. Keluhan terjadi atau memburuk saat musim tertentu
4. Pasien juga memiliki riwayat eksema, hay fever, atau riwayat keluarga asma atau
penyakit atopi
5. Keluhan terjadi atau memburuk apabila terpapar :
a. Bulu binatang
b. Aerosol bahan kimia
c. Perubahan temperatur
d. Debu tungau
e. Obat-obatan (aspirin,beta bloker)
f. Beraktivitas
g. Serbuk tepung sari
h. Infeksi saluran pernafasan
6. Pencegahan

Upaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi 3, yaitu (Menkes, 2008).:


1) Pencegahan primer

Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko asma
(orangtua asma), dengan cara:

 Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilandan


masaperkembangan bayi/ anak
 Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet tersebut
tidakmengganggu asupan janin
 Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan
 Diet hipoalergenik ibu menyusui
2) Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah
tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan
terutama tungau debu rumah.
3) Pencegahan tersier

Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah
menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang dikenal
dengan nama ETAC Study (early treatment of atopic children) mendapatkan bahwa
pemberian Setirizin selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE
spesifik terhadap serbuk rumput (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian
asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian setirizin pada penelitian ini
bukan sebagai pengendali asma (controller).
7. Pengobatan

Beberapa contoh obat bronkodilator pada asma yaitu golongan β2-agonis adalah
salbutamol, terbutalin, fenoterol yang mempunyai OOA (Onset of Action) cepat dan DOA
(Duration of Action) pendek atau biasa disebut sebagai Short Acting β2-Agonist (SABA)
(Carima, 2016).

Terapi Obat
A) Ceftriaxone
Indikasi
Menangani masalah bakteri
Antibiotik sefalosporin.
Manfaat
Infeksi bakteri eperti paru-paru, telinga, kulit, saluran kemih, darah, tulang,
sendi, dan perut.

Dosis
Dewasa: 1000-2000 (mg) per hari. Pada kasus infeksi berat, dosis bisa kamu
tingkatkan menjadi 4000 mg, 1-2 kali sehari.
Anak-anak usia 15 hari hingga 12 tahun: 50-80 mg/kgBB per hari. Dosis
maksimal 4000 mg per hari.
Anak-anak di bawah usia 15 hari: 20-50 mg/kgBB, 1 kali sehari yang bisa
kamu berikan melalui infus selama 60 menit.

Efek samping
Bengkak, kemerahan, dan rasa nyeri di tempat injeksi, demam, Panas, dingin,
diare, batuk,Sesak napas,nyeri dada,Sakit tenggorokan,luka atau sariawan di
bibir atau di mulut,Perdarahan atau memar yang tidak biasa,Kelelahan atau
kelemahan yang tidak biasa.

B) Attaroc
Indikasi
Tablet untuk membantu mengatasi sesak nafas akibat asma, bronkitis, dan
emfisema paru

Komposisi
Procaterol HCl

Perhatian
Hipertiroidisme, penyakit jantung, hipertensi, DM, hamil, laktasi, lanjut usia,
dan anak

Dosis
Dewasa : 2 x sehari 50mg,
Anak > 6 tahun 2 x sehari 25mcg, Anak < 6 tahun : 2 x sehari 1,125mcg atau
0,2-0,25mg/kgBB

Efek samping
Palpitasi, takikardi, tremor dan sakit kepala, mual dan muntah, ruam kulit

C) Trilac mg
Indikasi
TRILAC merupakan obat antiinflamasi dengan kandungan Triamcinolone
Acetonide.Triamcinolone bekerja terutama sebagai glukokortikoid dan
mempunyai daya antiinflamasi yang kuat, mempunyai efek hormonal dan
metabolik seperti kortison.

Kandungan
Triamcinolone acetonide 4 mg

Dosis
Dewasa: Dosis awal dapat bervariasi dari 4-48 mg/hari tergantung dari
penyakit spesifik tertentu yang sedang diobati. Untuk bayi dan anak-anak:
Dosis yang direkomendasikan harus dengan aturan yang ketat terhadap rasio
usia atau berat badan.

Efek Samping
Gangguan cairan dan elektrolit, kelemahan otot, fatigue, miopati steroid,
kehilangan massa otot, gangguan saluran pencernaan, insomnia, peningkatan
tekanan intraokular, Hiperglikemia, glikosuria dan keseimbangan nitrogen
negatif disebabkan oleh katabolisme protein, tromboflebitis,
tromboembolisme, memburuknya infeksi atau menutupi gejala infeksi.

D) Efexol syr
Indikasi

Epexol merupakan obat batuk yang mengandung Ambroxol hydrochloride.


Ambroxol adalah agen mukolitik yang bekerja dengan cara meningkatkan
sekresi saluran pernapasan dengan meningkatkan produksi surfaktan paru dan
merangsang aktivitas silia dan menghasilkan peningkatan pembersihan
mukosiliar serta peningkatan sekresi cairan yang memfasilitasi pengeluaran
dan meredakan batuk.

Komposisi
Tiap 5 ml mengandung : Ambroxol HCl 15 mg.

Dosis
PENGGUNAAN OBAT INI HARUS SESUAI DENGAN PETUNJUK
DOKTER. Dewasa & anak > 12 tahun : 2 x sehari 2 sendok takar (10 ml).
Anak 6-11 tahun : 2-3 x sehari 1 sendok takar (5 ml).
Anak 2-5 tahun : 3 x sehari 1/2 sendok takar (2.5 ml). Anak <2 tahun : 2 x
sehari 1/2 sendok takar (2.5 ml)

Efek Samping
Pemakaian obat umumnya memiliki efek samping tertentu dan sesuai dengan
masing-masing individu. Jika terjadi efek samping yang berlebih dan
berbahaya, harap konsultasikan kepada tenaga medis. Efek samping yang
mungkin terjadi dalam penggunaan obat adalah: Mual, muntah, diare,
dispepsia, mulut atau tenggorokan kering, sakit perut, mulas, hipoestesia oral
atau faring, dysgeusia. Berpotensi Fatal: Jarang, reaksi anafilaksis (misalnya
syok anafilaksis, angioedema, ruam, urtikaria, pruritus).

E) Ranitidine inj

Indikasi
Tukak lambung, tukak duodenum, refluks esophagitis, hipersekresi patologis
(sindroma Zollinger Ellison)
Kontraindikasi
Hipersensitif, porfiria.
Peringatan / Perhatian
Keganasan lambung, gangguan ginjal dan hati, kehamilan, menyusui.
Efek samping
Sakit kepala, mual, diare, konstipasi, nyeri abdomen, ruam kulit.
Indikasi Obat
Penggunaan bersamaan dengan antasida dapat mengurangi biovailitas ranitidine
sehingga berikan ranitdine berselang 2 jam setelah pengunaan antasida.
Pemberian bersama warfarin dapat meningkatkan atau menurunkan waktu
protombin.
Dosis
Oral : 150mg 2 x sehari ( pagi dan malam) atau 300mg 1 x sehari sesudah
makan malam atau sebelum tidur.
Injeksi : 50mg diberikan selama tidak kurang dari 2 menit dapat di ulang setiap
6-8 jam.
F) Ventolin

Indikasi Umum
Penatalaksanaan rutin bronkospasme kronis yang tidak responsif terhadap terapi
konvensional; asma berat akut (status asmatikus).

Komposisi
Per ampul : Salbutamol sulfate 2.5 mg

Dosis
Dewasa & anak: Awal 2.5 mg, lalu dapat ditingkatkan s/d 5 mg. Dapat diulangi 4
kali per hari dengan nebulizer. Obstruksi saluran napas berat dewasa s/d 40 mg per
hari.

Aturan Pakai
Masukkan ke dalam nebulizer untuk dibuat menjadi partikel gas dan dihirup

Kontra Indikasi

Hipersensitif, alergi terhadap zat aktif, tidak sesuai untuk abortus yang mengancam
& persalinan prematur tanpa komplikasi.

Efek Samping

Tremor halus terutama pada tangan, takikardia ringan, palpitasi, sakit kepala,
gangguan gastrointestinal, dan gangguan tidur.

Analisis Resep
Nama pasien : An. Rks
No rekam medik : 060578
JK/Umur : P/11 Th
Alamat : Kaliwungu
Nama dokter : dr. Kamalina Yustikarini,Sp.A
1. Administrasi

No. Bagian Keterangan


1. Nama Dokter 
2. SIP Dokter 
3. Alamat Dokter 
4. Paraf Dokter 
5. Tanggal Resep 
6. Tanda R/ 
7. Nama Pasien 
8. Umur Pasien 
9. Berat badan -
10. Jenis Kelamin Pasien 
11. Alamat Pasien 
12. Nomor hp Pasien -
13. Nama obat 
14. Kekuatan obat -
15. Jumlah obat 
16. Aturan pakai 

2. Farmasetis

No. Kriteria Keterangan


1. Bentuk Sediaan -
2. Stabilitas -
3. Inkopabilitas -
4. Cara Pemberian -
5. Jumlah dan Aturan Pakai 

3. Klinis

No. Kriteria Keterangan


1. Ada indikasi tidak ada obat -
2. Over dose -
3. Under dose -
4. Duplikasi -
5. Interaksi -
6. Obat tidak tepat -
7. Alergi -

Persyaratan farmasetik meliputi :

1).Nama obat, bentuk, kekuatan sediaan, dosis dan jumlah obat

Nama Obat Bentuk Kekuatan Dosis Jumlah Aturan


Sediaan Sediaan obat pakai
Ceftriaxone
Attaroc
Trillac
Epexol syr
Ventolin

Kasus 3 (CKD + ANEMIA)


Pasien datang ke RSU AZ-ZAHRA dengan keluhan

1) Diagnosa : CKD + Anemia


2) Identitas Pasien
No RM : 067406
Nama : Tn. Pdn
Umur : 45 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
3) Hasil Pemeriksaan Tanda Vital
TD : 120/80
Suhu :36 oC
HB : 8.4gr/dl

A. CKD
1. Definsi

Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan kerusakan ginjal yang

menyebabkan ginjal tidak dapat membuang racun dan produk sisa darah, yang

ditandai adanya protein dalam urin dan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG)

yang berlangsung selama lebih dari tiga bulan (Hanggraini dkk, 2020). Chronic

Kidney Disease (CKD) adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan

penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada suatu derajat dimana memerlukan

terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Salah

satu sindrom klinik yang terjadi pada gagal ginjal adalah uremia. Hal ini

disebabkan karena menurunnya fungsi ginjal.

2. Etiologi

Anemia pada penyakit ginjal kronis disebabkan oleh multifaktorial,

etiologi yang diterima secara luas adalah penurunan produksi eritropoietin (EPO)

ginjal, hormon yang bertanggung jawab untuk merangsang produksi sel darah

merah. Penurunan eritropoietin baru-baru ini dikaitkan dengan penurunan regulasi

faktor yang diinduksi hipoksia (HIF), sebuah faktor transkripsi yang mengatur

ekspresi gen eritropoietin. Mekanisme lain termasuk uremia (menyebabkan

kelainan bentuk sel darah merah yang menyebabkan hemolisis), defisiensi folat
dan vitamin B12, defisiensi besi, perdarahan akibat disfungsi trombosit, dan jarang

terjadi kehilangan darah akibat hemodialisis.

Fragmentasi sel darah merah oleh kerusakan endotelium renovaskular pada

kondisi tertentu seperti glomerulopati dan hipertensi maligna memperburuk

anemia, yang menjelaskan mengapa anemia bisa menjadi sangat parah pada

glomerulopati ginjal, termasuk glomerulonefritis, nefropati diabetik, dan tingkat

kegagalan ekskresi.

3. Patofisiologi

Pasien GGK biasanya mengalami anemia. Penyebab utamanya adalah

defisiensi produksi eritropoietin (EPO) yang dapat meningkatkan risiko kematian,

uremia penghambat eritropoiesis, pemendekan umur eritrosit, gangguan

homeostasis zat besi. Antagonis EPO yaitu sitokin proinflamasi bekerja dengan

menghambat sel-sel progenitor eritroid dan menghambat metabolisme besi.

Resistensi EPO disebabkan oleh peradangan maupun neocytolysis. Beberapa 9

mekanisme patofisiologi mendasari kondisi ini, termasuk terbatasnya ketersediaan

besi untuk eritropoiesis, gangguan proliferasi sel prekursor eritroid, penurunan

EPO dan reseptor EPO, dan terganggunya sinyal transduksi EPO. Penyebab lain

anemia pada pasien GGK adalah infeksi dan defisiensi besi mutlak. Kehilangan

darah adalah penyebab umum dari anemia pada GGK. Hemolisis, kekurangan

vitamin B12 atau asam folat, hiperparatiroidisme, hemoglobinopati dan

keganasan, terapi angiotensin-converting-enzyme (ACE) inhibitor yang kompleks

dapat menekan eritropoiesis.Pasien GGK mengalami defisiensi zat besi yang

ditunjukkan dengan ketidakseimbangan pelepasan zat besi dari penyimpanannya

sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk eritropoiesis yang sering disebut

juga reticuloendothelial cell iron blockade. Reticuloendothelial cell iron blockade

dan gangguan keseimbangan absorbsi zat besi dapat disebabkan oleh kelebihan

hepsidin. Hepsidin merupakan hormon utama untuk meningkatkan homeostasis


sistemik zat besi yang diproduksi di liver dan disekresi ke sirkulasi darah.

Hepsidin mengikat dan menyebabkan pembongkaran ferroportin pada enterosit

duodenum, retikuloendotelial makrofag, dan hepatosit untuk menghambat zat besi

yang masuk ke dalam plasma. Peningkatan kadar hepsidin pada pasien GGK dapat

menyebabkan defisiensi zat besi dan anemia

4. Epidemiologi

5. Tanda gejala

1). Kelelahan Atau Kelelahan

2). Sesak Napas

3). Kulit Pucat Luar Biasa

4). Kelemahan

5). Pegal-Pegal

6). Nyeri Dada

7). Pusing

8). Pingsan

9). Detak Jantung Cepat Atau Tidak Teratur

10). Sakit Kepala

11). Masalah Tidur

12). Kesulitan Berkonsentrasi

6. Pencegahan dan pengobatan

a. Terapi nonfarmakologi

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada gangguan ginjal kronis stadium V, pada

LFG kurang dari 15 ml/mnt/1,73 m2. Terapi pengganti ginjal tersebut berupa

hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal Hemodialisa

merupakan terapi pengganti ginjal yang dilakukan dengan mengalirkan darah


ke dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser). Tujuan hemodialisis yakni

mengeliminasi sisa – sisa metabolisme protein dan koreksi gangguan

keseimbangan elektrolit antara kompartemen darah dengan kompartemen

dialisa melalui membran semipermiabel

B. Anemia
1) Definisi
Anemia merupakan suatu keadaan dimana terjadinya penurunan jumlah
eritrosit sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya dalam membawa
oksigen dengan jumlah cukup ke jaringan perifer, ditunjukan oleh penurunan
kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit.

2) Fisiologi sel darah merah


a. Eritrosit
Eritrosit memiliki fungsi didalam pengaturan kadar oksigen tubuh,
karena eritrosit dapat mengangkut oksigen dari paru menuju organ-organ
dan jaringan perifer, serta dapat mengangkut karbondioksida dan ion
hidrogen dalam tingkat yang lebih rendah.Rata-rata orang dewasa
memiliki jumlah eritrosit kira-kira 5 juta/mm3 yang dalam setiap mililiter
darah terdapat sekitar 5 milyar erirosit. Masing-masing eritrosit memiliki
silklus hidup 120 hari.
b. Eritropoiesis
Eritropoiesis merupakan proses pembentukan eritrosit yang
berasal dari sel induk melaui sel progenitor colony forming unit
granulocyte, erythroid, monocyte and megakaryocyte (CFUGEMM),
burst forming unit erythroid (BFUE), dan colony forming unit
erythroid (CFUE) menjadi prekursor eritrosit yang dapat dikenali
pertama kali di sumsum tulang yaitu pronormoblas.Pronormoblas
adalah selbesar dengan sitoplasma biru tua, dengan inti di tengah dan
nukleoli serta kromatin yang sedikit menggumpal serta memiliki
reseptor terhadap hormon eritropoietin. Pronormoblas megalami
pembelahan sel dan membentuk rangkaian normoblas yang lebih kecil.
Normoblas mengandung hemoglobin (warna merah muda) yang makin
banyak dalam sitoplasma, warna sitoplasma makin biru pucat sejalan
dengan hilangnya RNA dan aparatus yang mensitesis protein,
sedangkan kromatin inti menjadi semakin padat. Inti keluar dari
normoblas lanjut didalam sumsum tulang dan membentuk retikulosit
yang masih mengandung sedikit RNA ribosom dan masih mampu
mensintesis hemoglobin. Retikulosit sedikit lebih besar daripada
eritrosit matur, berada selama 1-2 hari di sumsum tulang dan juga
beredar di sirkulsi selama 1-2 hari sebelum menjadi matur. Retikulosit
yang kehilangan RNA berada di limpa dan berubah menjadi eritrosit.
Eritrosit matur berwarna merah muda seluruhnya merupakan cakram
bikonkaf tak berinti. Satu pronormoblas biasanya menghasilkan
eritrosit matur. Normoblas lazimnya tidak ditemukan dalam darah tepi
individu normal, tetapi apabila berada dalam darah tepi, dapat
disebabkan oleh eritropoiesis yang terjadi diluar sumsum tulang
(eritropoiesis ekstramedular) atau beberapa penyakit sumsum tulang.
c. Hemoglobin
Hemoglobin adalah suatu protein yang memiliki pigmen karena
besi yang diikatnya apabila berikatan dengan oksigen akan kemerahan
seperti darah yang terdapat pada arteri karena teroksigenasi penuh dan
keunguan jika terjadi deoksigenasi pada darah vena.Molekul
hemoglobin terdiri dari dua bagian yaitu globin, suatu protein yang
terbentuk dari empat rantai polipeptida yang berlipat-lipat dan empat
gugus nonprotein yang mengandung besi yang dikenal sebagai gugus
heme yang masing-masing terikat dengan polipeptida globin.

3) Klasifikasi Anemia
Sesuai dengan definisi anemia yang merupakan penurunan jumlah
massa eritrosit, anemia dapat diklasifikasikan menjadi anemia absolut dan
anemia relatif. Anemia relatif dikarakteristikan oleh massa eritrosit yang
normal, kondisi ini terjadi karena kelainan didalam regulasi volume plasma
tanpa adanya kelainan hematologi. Contoh anemia pada anemia relatif ialah
anemia pada kehamilan. Anemia absolut dengan penurunan massa eritrosit
dibagi menjadi anemia yang disebabkan karena penurunan produksi dan
anemia yang disebabkan karena peningkatan destruksi eritrosit.
4) Epidiomologi
Anemia yang paling banyak dijumpai ialah anemia defisiensi besi
terutama pada negara berkembang karena berhubungan dengan tingkat sosial
ekonomi masyarakatnya. Anemia defisiensi besi di Indonesia terjadi pada 16-
50% laki-laki dan 25-48% perempuan, 46-92% ibu hamil dan 55,5% balita.
Sedangkan pada anemia defisiensi asam folat umumnya terjadi usia lebih dari
40 tahun dan semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Pada kasus
anemia hemolitik hanya 5% dari keseluruhan anemia, lebih sering terjadi pada
perempuan dan umumnya terjadi pada individu usia pertengahan. Sickle cell
anemia lebih sering terjadi pada individu dengan ras Afrika, Afrika-Amerika,
Arab dan India Selatan. Anemia defisiensi G6PD merupakan penyakit
herediter dengan x-link resesif sehingga dapat dijumpai pada laki-laki.
Anemia hemolitik non imun umumnya terjadi pada bayi. Anemia aplastik
jarang terjadi, insidensinya 2-6 kasus per 1 juta penduduk per tahun.
Umumnya terjadi pada usia 15-25 tahun dan setelah usia 60 tahun (tetapi lebih
jarang daripada usia 15-25 tahun).
5) Patofisiologi
Patofisiologi Anemia gizi besi terjadi ketika pasokan zat besi tidak
mencukupi untuk pembentukan sel darah merah optimal, sehingga sel sel
darah merah yang terbentuk berukuran lebih kecil (mikrositik), warna lebih
muda (hipokromik)
6) Tanda dan gejala
Penurunan hemoglobin pada anemia defisiensi besi terjadi perlahan sehingga
memungkinkan tubuh masih dapat melakukan kompensasi sehingga gejala anemia
tidak terlalu tampak atau penderita tidak merasa adanya keluhan.Gejala klinis
anemia defisiensi besi dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : Gejala umum
anemia disebut juga sindrom anemia yaitu kumpulan gejala anemia yang akan
tampak apabila kadar hemoglobin dalam darah dibawah 7-8g/dl berupa badan
lemah, mudah lelah, lesu, pucat, pusing, palpitasi, mata berkunang-kunang,
konsentrasi menurun, sulit napas, telinga mendenging, letargi,keringat dingin.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien pucat terutama pada konjunctiva dan
jaringan dibawah kuku. Gejala yang ditimbukan dari penyakit yang mendasari
terjadinya anemiadefisiensi besi tersebut, misalkan penyebabnya ialah perdarahan
gastrointestinal maka akan ditemukan gejala dispepsia, mual muntah(Nisa jannah
2016).

TERAPI OBAT

1. Ketos

Indikasi
Digunakan sebagai terapi insufisiensi ginjal kronik pada retensi yang
terkompensasi atau dekompensasi.

Kandungan
Tiap tablet mengandung threonine, alpha-keto-isoleucin calcium, alpha-keto-
phenylalanine calcium, alpha-keto-valine calcium, alpha-hydroxy methionine
calcium, tryptophan, histidine, tyrosine, lysine acetate dan alpha-keto-leucine
calcium

Dosis
ATURAN PAKAI HARUS SESUAI DENGAN PETUNJUK DOKTER.
Insufisiensi ginjal kronik diberikan 4-8 tablet 3 kali perhari. Retensi yang
terkompensasi diberikan 4-6 tablet 3 kali perhari. Dengan nutrisi rendah protein,
tinggi kalori. Retensi dekompensasi diberikan 4-8 tablet 3 kali perhari dengan
nutrisi rendah protein

2. Ceftriaxone injeksi
Indikasi
Menangani masalah bakteri Antibiotik sefalosporin.

Manfaat

Infeksi bakteri eperti paru-paru, telinga, kulit, saluran kemih, darah, tulang,
sendi, dan perut.
Dosis
Dewasa: 1000-2000 (mg) per hari. Pada kasus infeksi berat, dosis bisa kamu
tingkatkan menjadi 4000 mg, 1-2 kali sehari.
Anak-anak usia 15 hari hingga 12 tahun: 50-80 mg/kgBB per hari. Dosis
maksimal 4000 mg per hari.
Anak-anak di bawah usia 15 hari: 20-50 mg/kgBB, 1 kali sehari yang bisa
kamu berikan melalui infus selama 60 menit.
Efek samping
Bengkak, kemerahan, dan rasa nyeri di tempat injeksi, demam, Panas, dingin,
diare, batuk,Sesak napas,nyeri dada, Sakit tenggorokan,luka atau sariawan di
bibir atau di mulut,Perdarahan atau memar yang tidak biasa,Kelelahan atau
kelemahan yang tidak biasa.
3. Metronidazole
Indikasi - Uretritis dan vaginitis
- Amebiasis
- Pencegahan infeksi anaerob pasca operasi
- Giardiasis

Mekanisme : Menghambat sintesis asam nukleat dengan merusak DNA

Dosis - Dewasa: 500 mg tiap 8 jam


- Anak: 7,5 mg/kgBB tiap 8 jam

Kontra indikasi : Pasien yang Hipersensitif terhadap metronidazole


Efek samping Mual, muntah, anoreksia, nyeri epigastrium, urtikaria,
kemerahan, pruritus.

4. Omeprazole injeksi

Komposisi : Omeprazole 20 mg
Indikasi : Tukak lambung dan tukak duodenum, tukak lambung dan
duodenum yang terkait dengan AINS, lesi lambung dan
duodenum, regimen eradikasi H. pylori pada tukak peptik,
refluks esofagitis, Sindrom Zollinger Ellison.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap obat ini atau bahan lain yang
terdapat dalam formulasi.
Dosis : 20-40 mg
Efek samping : Sakit kepala, sakit perut atau perut kembung, mual atau
muntah, diare, sembelit, gejala flu, seperti demam, sakit
tenggorokan, atau pilek (biasanya pada anak)
Mekanisme kerja : Menurunkan asam lambung dengan cara menghambat
pompa proton yang berperan besar dalam produksi asam
lambung.

5. Paracetamol tablet

Indikasi

Meringankan rasa sakit pada keadaan sakit kepala,sakit gigi dan menurunkan
demam (ISO, 2019; 31)

Dosis
Dewasa:
500 – 1.000 mg, setiap 4 – 6jam
Pada usia dewasa, dosis maksimal paracetamol sebesar 4.000 mg per hari
(Tjay, T & Rahardja K, 2015). Hal 919.

Kontra indikasi:
Penderita hipersensitifitas dan gangguan fungsi hati (ISO, 2019; 31)

Efek samping:
Penggunaan jangka panjang dan dosis besar dapat menyebabkan kerusakan hati
dan reaksi hipersensitifitas

6. Asam folat tablet


Indikasi
Pencegahan dan pengobatan defisiensi folat.suplemen folat juga dibutuhkan
pada wanita hamil karena kebutuhan asam folat pada wanita yang hamil
mengalami peningkatan kebutuhan folat pada wanita hamil minimal 500 mg
per hari defisiensi folat pada wanita hamil dapat menyebabkan terjadinya efek
neural tube.
Dosis
Dosis awal 5 mg setiap hari selama 4 bulan proses pemeliharaan 5 mg setiap
1-7 hari tergantung penyakit dasarnya.

Efek samping
Mual, Kehilangan nafsu makan.Kembung.Rasa pahit atau tidak enak di
mulut.Gangguan tidur.Perubahan mood.

Peringatan

Asam folat tidak diindikasikan untuk anemia pernisiosa, maupun sebagai

monoterapi untuk anemia megaloblastik yang hanya disebabkan oleh

defisiensi vitamin B12. Penggunaan suplementasi asam folat pada pasien

anemia yang penyebabnya belum jelas sebaiknya tidak dilakukan, karena

dapat menyamarkan gejala hematologik dan dapat memperparah komplikasi

neurologisnya.

7. Bicnat

Indikasi :
Pada natrium bikarbonat digunakan untuk mengobati gangguan pencernaan dan
sakit maag.
Mekanisme :
Natrium bikarbonat yang diberikan peroral dapat di absorbsi dengan baik. Obat
ini tidak mengalami metabolisme, ekresi utamanya melalui urin dan dapat
mengkolisasi urin.
Dosis :
Metabolik kronis : 325-2000mg (1-4x sehari)
Sakit maag : 1000-5000 mg setiap 4-6 jam(Kemenkes RI)
Efek samping :
Mual,cepat merasa haus, perut kembung

Analisis Resep
Nama pasien : Tn.Pdn
No rekam medik : 067406
JK/Umur : L/45th
Alamat : Kuripan 004/002
Nama dokter : Dr.Ari Supiyanto s
1. Administrasi

No. Bagian Keterangan


1. Nama Dokter 
2. SIP Dokter 
3. Alamat Dokter 
4. Paraf Dokter 
5. Tanggal Resep 
6. Tanda R/ 
7. Nama Pasien 
8. Umur Pasien 
9. Berat badan -
10. Jenis Kelamin Pasien 
11. Alamat Pasien 
12. Nomor hp Pasien -
13. Nama obat 
14. Kekuatan obat -
15. Jumlah obat 
16. Aturan pakai 

2. Farmasetis

No. Kriteria Keterangan


1. Bentuk Sediaan -
2. Stabilitas -
3. Inkopabilitas -
4. Cara Pemberian -
5. Jumlah dan Aturan Pakai 

3. Klinis

No. Kriteria Keterangan


1. Ada indikasi tidak ada obat -
2. Over dose -
3. Under dose -
4. Duplikasi -
5. Interaksi -
6. Obat tidak tepat -
7. Alergi -

Persyaratan farmasetik meliputi :

1).Nama obat, bentuk, kekuatan sediaan, dosis dan jumlah obat

Nama Obat Bentuk Kekuatan Dosis Jumlah Aturan


Sediaan Sediaan obat pakai
Ketos Tablet
Ceftriaxone Injeksi
Metronidazole Infus
Paracetamol Tablet
Bicnat Tablet
Omeprazole Injeksi
Asam folat Tablet
Kasus 4 (Tb Paru)
Pasien datang ke RSU AZ-ZAHRA dengan keluhan batuk berdarah,selama 1 bulan lemas
dan merasa sesak nafas.

1) Diagnosa : Tb paru
2) Identitas Pasien
No RM : 076662
Nama : Sdr.Mrd
Umur : 21 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
3) Hasil Pemeriksaan Tanda Vital
TD : 110/70
Suhu :36,5 oC
HB : 14 gr/dl

SOAP

a) Subyek
Batuk kronis selama 1 bulan
b) Obyek
Tekanan darah : 150/90 mmHg
HR : 20x/menit
Suhu : 36 0C
c) Assasment
- Asam traxenamat diberikan untuk mengatasi nyeri
- Caviplex diberikan sebagai multivitamin
- Ceftriaxon diberikan sebagai obat untuk mengatasi penyakit akibat infeksi
bakteri (antibiotik sefalosporin)
- Paracetamol obat untuk meredakan demam dan nyeri ringan hingga sedang
- Acethylsistein obat yang digunakan untuk mengencerkan dahak
- Azitromycin diberikan sebagai obat untuk mengatasi penyakit akibat infeksi
bakteri
- Omeprazole untuk mengatasi gejala perut yang berkaitan dengan asam
lambung sehingga tidak memperparah nyeri perut pada pasien

d) Plan
- Pemantauan gejala hypomagnesemia dan irama jantung

e) Rekomendasi
Konsumsi sucralfate terlebih dahulu sebagai mukoprotektor, setelah 2 jam baru dapat
dikonsumsi obat furosemide.

f) Penyerahan

g) Kesimpulan

Terapi dapat dilanjutkan


Kasus 5 (HIPERTENSI)
Pasien datang ke RSU AZ-ZAHRA dengan keluhan

1) Diagnosa : Hipertensi
2) Identitas Pasien
No RM : 071972
Nama : Ny. Hlm
Umur : 38th
Jenis Kelamin : Perempuan
3) Hasil Pemeriksaan Tanda Vital
TD : 150/90
Suhu :
HB :

1. Definisi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan
darah diatas normal (>140mmHg untuk sistolik dan > 90mmHg untuk diastolik).
Hipertensi adalah gangguan yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah
secara menetap (Dipiro, 2015). Umumnya, seseorang dikatakan mengalami
hipertensi jika tekanan darah berada di atas 140/90 mmHg. Hipertensi dibedakan
menjadi dua macam, yakni hipertensi primer (esensial) dan hipertensi sekunder.
Hipertensi dipicu oleh beberapa faktor risiko, seperti faktor genetik, obesitas,
kelebihan asupan natrium, dislipidemia, kurangnya aktivitas fisik, dan defisiensi
vitamin D.

2. Etiologi
a) 90-95% hipertensi tidak diketahui penyebabnya (hipertensi primer).
b) 5-10% disebabkan penyakit lain ( hipertensi sekunder) : ganguuan ginjal,
gangguan pembuluh darah, penyakit pembuluh darah bawaan drug induced
our drug related hipertention (oral NSAID).
c) Obat yang menyebabkan hipertensi : amfetamin, kafein, kokain,
kortikosteroid.
a) Faktor resiko : tidak dapat dimodifikasi (umur, keturunan), dapat
dimodifikasi (kegemukan/obesitas, asupan garam berlebih, kurang
bergerak/beraktivitas, merokok,stress).

3. Patofisiologi
Pada dasarnya hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang timbul
akibat berbagai interaksi faktor-faktor resiko tertentu. Faktor-faktor resiko
yang mendorong timbulnya kenaikan. Mekanisme yang mengontrol konstriksi
dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di
otak, dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke
bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan
dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,
yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah
kapiler, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah kapiler. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa
terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal
mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon
vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi. Perubahan struktural dan
fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada
perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan
dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta
dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume
darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer. perifer sebenarnya
tekanan darah dipengaruhi juga oleh tebalnya atrium kanan, tetapi tidak
mempunyai banyak pengaruh. Dalam tubuh terdapat sistem yang berfungsi
mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh
gangguan sirkulasi yang berusaha untuk mempertahankan kestabilan tekanan
darah dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat
kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem yang bereaksi dengan cepat
misalnya reflek kardiovaskuler melalui sistem saraf, reflek kemoreseptor,
respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, arteri
pulmonalis otot polos, dari sistem pengendalian yang bereaksi sangat cepat
diikuti oleh sistem pengendalian yang bereaksi kurang cepat, misalnya
perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang
dikontrol hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem
yang poten dan berlangsung dalam jangka panjang misalnya kestabilan
tekanan darah dalam jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang
mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ. Peningkatan
tekanan darah pada hipertensi primer dipengaruhi oleh beberapa faktor
genetik yang menimbulkan perubahan pada ginjal dan membran sel, aktivitas
saraf simpatis dan renin, angiotensin yang mempengaruhi keadaan
hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme natrium dalam ginjal serta
obesitas dan faktor endotel. Akibat yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi
antara lain penyempitan arteri yang membawa darah dan oksigen ke otak, hal
ini disebabkan karena jaringan otak kekurangan oksigen akibat penyumbatan
atau pecahnya pembuluh darah otak dan akan mengakibatkan kematian pada
bagian otak yang kemudian dapat menimbulkan stroke. Komplikasi lain yaitu
rasa sakit ketika berjalan kerusakan pada ginjal dan kerusakan pada organ
mata yang dapat mengakibatkan kebutaan, sakit kepala, jantung berdebar-
debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban kerja,
mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah, sering
buang air kecil.

4. Tanda dan gejala

a) Sakit kepala

b) Gelisah

c) Jantung berdebar

d) Pusing

e) Penglihatan kabur

f) Telinga berdengung

g) Tekanan darah >140/90 mmhg

5. Epidiomologi
a) 30% populsi mengalami tekanan darah tinggi (>140/90 mmHg)
b) Prevalensi :30,1% pada pria dan 27,1% pada wanita
c) Tekanan darah meningkat seiring bertambahnya usia

6. Pencegahan dan pengobatan terapi non farmakologi


a) Mengonsumsi makanan sehat
b) Batasi asupan garam
c) Mengurangi konsumsi kafein yang berlebihan
d) Berhenti merokok
e) Berolahraga secara teratur
f) Menjaga berat badan
g) Tidak mengkonsumsi minuman beralkohol

7. Terapi farmakologi

1) ACEI/ (ARB)/ ALFA 1-BLOCKER


Mekanisme kerja obat golongan ACEI : obat golongan ACE inhibitor
bekerja dengan cara menghambat enzim yang dibutuhkan untuk
memproduksi hormon angiotensin II. Mekanisme kerja obat golongan ARB
bekerja dengan cara menghambat efek dari angiotensin II yaitu
menyempitkan pembuluh darah.
2) BETA BLOCKERS

Mekanisme kerja obat golongan beta blockers : beta-blocker


merupakan golongan obat yang bekerja melalui mekanisme penghambatan
reseptor reseptor beta adrenergik di beberapa organ seperti jantung,
pembuluh darah perifer, bronkus, pankreas dan hati.
3) CA-CHANNEL BLOCKER

Mekanisme kerja dari Calsium Chanel Blocker (CCB) yaitu, relaksasi


jatung dan otot polos dengan menghambat saluran kalsium yang sensitife
terhadap tegangan, sehingga mengurangi masuknya kalsium ekstraseluler
ke dalam sel
4) DIURETIK
Mekanisme kerja obat golongan diuretik : diuretik thiazide
mengurangi hipertensi dengan memblokir transporter natrium-
klorida – Na + Cl - transporter.

Terapi Obat

1. Nifedipin

Indikasi

Hipertensi, angina pektoris kronik stabil.

Kontra Indikasi

Hipersensitivitas. Syok kardiogenik, 8 hari pertama setelah episode infrak


miokard akut. Pasien dengan Kock pouch (liestomi setelah proktokolektomi).
Terapi Bersama dengan rifampicin. Kehamilan sebelum minggu ke-20 & selama
menyusui

Perhatian / Peringatan

Hipotensi, gagal jantung, kardiomiopati hipertrofik obstruktif, diabetes militus


dan penyempitan saluran gastrointestinal.

Efek Samping

Edema parifer, palpitasi, sakit kepala, konstipasi, merasa tidak sehat.

Indikasi Obat

Potensiasi dengan antihipertensi lain.peningkatan konsentrasi plasma digoxin,


quindine.

Dosis

30mg 1 x/hari. Maksimal 60mg 1x/hari.


Nifedipin formula lepas lambat : memiliki durasi kerja 24 jam sehingga lebih
stabil dalam menurunkan tekanan darah dan tidak memiliki efek refleks tskiksrdia
yang nyata. (Kabo P. 2010)

2. Dexametashone

Skrining Resep

Nama pasien : Ny.Hlm


No rekam medik : 071972
JK/Umur : Perempuan / 38th
Alamat : Kalirejo lampung tengah
Nama dokter : Dr. Wibi Aditia Permana

1. Administrasi
No. Bagian Keterangan
1. Nama Dokter 
2. SIP Dokter 
3. Alamat Dokter 
4. Paraf Dokter 
5. Tanggal Resep 
6. Tanda R/ 
7. Nama Pasien 
8. Umur Pasien 
9. Berat badan -
10. Jenis Kelamin Pasien 
11. Alamat Pasien 
12. Nomor hp Pasien -
13. Nama obat 
14. Kekuatan obat -
15. Jumlah obat 
16. Aturan pakai 

2. Farmasetis

No. Kriteria Keterangan


1. Bentuk Sediaan -
2. Stabilitas -
3. Inkopabilitas -
4. Cara Pemberian -
5. Jumlah dan Aturan Pakai 

3. Klinis

No. Kriteria Keterangan


1. Ada indikasi tidak ada obat -
2. Over dose -
3. Under dose -
4. Duplikasi -
5. Interaksi -
6. Obat tidak tepat -
7. Alergi -

Persyaratan farmasetik meliputi :

1).Nama obat, bentuk, kekuatan sediaan, dosis dan jumlah obat

Nama Obat Bentuk Kekuatan Dosis Jumlah Aturan


Sediaan Sediaan obat pakai
Nifedipin Tablet
Dexamethasone Injeksi

SOAP

a) Subyek
Kaki bengkak dan tensi tinggi
b) Obyek
Tekanan darah : 150/90 mmHg
HR : 20x/menit
Suhu : 36 0C
c) Assasment
- Nifedipine diberikan sebagai obat anti hipertensi
- Dexamethason diberikan sebagai obat yang digunakan untuk
meredakan peradangan pada beberapa kondisi, seperti reaksi alergi

d) Plan
- Pemantauan tekanan darah pada pasien

e) Penyerahan

f) Kesimpulan
Terapi dapat dilanjutkan

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang


menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
gawat darurat,ICU dan OK.
2. Instalasi farmasi merupakan bagian dari rumah sakit yang bertugas
menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi
seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan
teknis kefarmasian di Rumah sakit.

3. Pengelolaan obat yang dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit


Umum Daerah Pringsewu sudah sesuai dengan Permenkes RI No.72
tahun 2016 pasal 3 ayat 2 yaitu meliputi perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian, pencatatan dan pelaporan.

5.2 Saran

1. Bagi Universitas Aisyah Pringsewu

Sebaiknya untuk PKL tahun-tahun yang akan datang dilaksanakan


pada semester V atau VI agar mempermudah mahasiswa dalam
penyusunan skripsi di semester VII.
2. Bagi rumah sakit

a. Ruangan instalasi farmasi rumah sakit di perluas untuk


memudahkan dalam proses penyiapan obat dan sebaiknya di beri
instalasi perdepo agar lebih cepat pasien mendapatkan obat.

b. Untuk di gudang farmasi sebaiknya ruangannya diperlebar dan


diperbesar lagi, dan untuk tempat penyimpanan obat expired
date di gudang harus diperhatikan lagi agar obat nya tidak
hancur sampai dilakukan pemusnahan.
DAFTAR PUSTAKA

Andira, D. A., & Pudjibudojo, J. K. (2020). Pengobatan Alternatif Sebagai Upaya


Penyembuhan Penyakit. Insight : Jurnal Pemikiran Dan Penelitian
Psikologi, 16(2), 393–401. https://doi.org/10.32528/ins.v16i2.2053

Andriani, Fivetriati. (2020). Proporsi Hepatitis B Virus Pada Donor Sukarela Pada
Proses Screaning Test Tahap Ii Di Instalasi Unit Transfusi Darah Rsud
Sultan Sulaiman Serdang Bedagai. Karya Tulis Ilmiah

Arifin, M. (2014). Analisa Dan Perancangan Sistem Informasi Praktek Kerja


Lapangan Pada Instansi/Perusahaan. Simetris : Jurnal Teknik Mesin, Elektro
Dan Ilmu Komputer, 5(1), 49. https://doi.org/10.24176/simet.v5i1.130

Beddu, H. (2020). Pengelolaan Kelompok Dalam Pembinaan Usaha Tani


Masyarakat Di Desa Cikowang Kecamatan Mangarabombang Kabupaten
Takalar Group Management in Community Farming Business Development
in Cikowang Village, Mangarabombang District, Takalar Regency Clavia
Clavia : Clavia : Journal Of Law, 18(1), 75–96.

BPOM, B. P. O. dan M. (2014). IONI. In PIONAS. Badan POM.


pionas.pom.go.id.

Chaudhari, Rodrigues, S. M. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
Di Rumah Sakit. 390–392.

Carima, Anindya. (2016). Studi Penggunaan Obat Golongan Β2-Agonis Pada


Pasien Asma (Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Jalan Paru RSUD Dr.
Soetomo Surabaya). 4.

Depkes RI. (2009). UU no. 44 Tahun 2009 Tentang RS. Undang-Undang


Republik Indonesia, 1, 41.
https://peraturan.go.id/common/dokumen/ln/2009/uu0442009.pdf
Kabo P.Bagaimana menggunakan obat obat kardiovaskular secara
rasional.Jakarta: BP FKUI .2010

Kartika, S. D., et al. (2020). Analisis Faktor Risiko Yang Mempengaruhi


Outcome Pasien Sepsis Di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. Scientia
Jurnal Farmasi dan Kesehatan, 10 (1): 17-32.

Kemenkes RI. (2017). NOMOR HK.01.07/MENKES/342/2017 Tentang Pedoman


Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Sepsis. Jakarta. 76
Kemenkes RI. (2020). Permenkes No 3 Tahun 2020 Tentang Klasifikasi dan
Perizinan Rumah Sakit. Tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit, 3,
1–80. http://bppsdmk.kemkes.go.id/web/filesa/peraturan/119.pdf

Kolegium Dokter Indonesia. 2019. Dispepsia & Gastritis. Perhimpunan Dokter


Umum Indonesia.

Lestari, L. P. Angganing., et.al. (2022). Diagnosis dan Tatalaksana Faringitis


Strepcococcus Grup A. Jurnal Lingkungan dan Pengembangan. 6(2). 89-90.
Millizia, A. (2019). Penatalaksanaan Sepsis. Jurnal Kedokteran Nanggroe
Medika, 2 (3): 28-37.

Pardiansyah, Robby & Yusran Muhammad. 2016. Upaya Pengelolaan Dispepsia


dengan Pendekatan Pelayanan Dokter Keluarga. Universitas Lampung.

Peraturan Pemerintah RI. (2016). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 34 Tahun 2016 Tentang Pajak Penghasil,An Atas Penghasilan Dari
Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan, Dan Per"Ianjian
Pengikatan Jual Beli Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Beserta
Perubahannya.

Permenkes RI. (2007). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


377/MENKES/SK/III/2007 Tentang Profesi Perekam Medis Dan informasi
kesehatan. In keputusan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
377/MENKES/SK/III/2007 (p. 7).

Pittara. (2022). Sepsis. Kemenkes RI. Jakarta.

Purnamasari, Lina. 2017. Faktor Risiko, Klasifikasi, dan Terapi Sindrom


Dispepsia. Semarang.

Wande, I. Nyoman. 2016. Buku Panduan Interpretasi Analisis Cairan Ascites.


Universitas Udayana.

Yusuf, Fauzi. 2018. Diagnosis dan Penatalaksanaan Ascites Pada Berbagai


Keadaan. Universitas Syiah Kuala
LAMPIRAN

DAFTAR HADIR KARTU STOK

PENYIAPAN RESEP DENGAN UDD

Anda mungkin juga menyukai