Anda di halaman 1dari 22

REFARAT NOVEMBER 2023

EPHELIDES

SAMPUL

Disusun Oleh:
REGITA ANGGIE CAHYANI N 111 22060
NI MADE INTAN PARIWARA N 111 22 055

PEMBIMBING KLINIK :

dr. Asrawati Sofyan, M.Kes., Sp. D.V.E

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Regita Anggie Cahyani

No. Stambuk : N 111 22 060

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Profesi Dokter

Universitas : Tadulako

Judul Refleksi Kasus : Ephelides

Bagian : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin


RSUD UNDATA Palu
Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

Palu, November 2023

Pembimbing Dokter Muda

dr. Asrawati Sofyan, M.Kes., Sp. D.V.E Regita Anggie Cahyani

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Ni Made Intan Pariwara

No. Stambuk : N 111 22 055

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Profesi Dokter

Universitas : Tadulako

Judul Refleksi Kasus : Ephelides

Bagian : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin


RSUD UNDATA Palu
Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

Palu, November 2023

Pembimbing Dokter Muda

dr. Asrawati Sofyan, M.Kes., Sp. D.V.E Ni Made Intan Pariwara

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL................................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Tujuan............................................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................. 2
2.1 Definisi ............................................................................................................................. 2
2.2 Epidemiologi .................................................................................................................... 2
2.3 Etiologi ............................................................................................................................. 2
2.4 Patofisiologi ..................................................................................................................... 3
2.5 Diagnosis .......................................................................................................................... 5
2.6 Diagnosis Banding ........................................................................................................... 9
2.7 Tatalaksana ..................................................................................................................... 11
2.8 Komplikasi ..................................................................................................................... 14
2.9 Prognosis ........................................................................................................................ 15
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 17

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada lapisan epidermis di stratum basal, terdapat sitoplasma keratinosit yang
banyak mengandung melanin yaitu pigmen warna yang tersimpan dalam melanosom.
Melanosit mensintesis melanin dan mendistribusikannya pada sekitar 36 keratinosit di
stratum basal. Melanin yang tersebar dalam keratinosit memberikan warna secara
keseluruhan pada kulit seseorang. Melanin dapat menyerap sinar ultraviolet yang
berbahaya bagi DNA.1 Ephelides tampak lebih kelihatan selama musim semi dan ketika
musim panas serta akan berkurang selama musim dingin. Ephelides biasanya terlihat pada
orang berkulit putih dengan rambut pirang atau merah. Pemeriksaan histopatologis
menunjukkan jumlah normal melanosit kadang-kadang hipertrofik tetapi terjadi
peningkatan melanin pada lapisan basal epidermis.2,3 Ephelides memiliki pewarisan
autosomal dominan, menunjukkan bahwa aktivitas melanosit di lapisan basal epidermis
dan paparan sinar matahari merupakan faktor risiko yang signifikan untuk terjadinya lesi.4
Pada keadaan lesinya dapat jinak dan juga kondisi sistemik, tetapi untuk prognosis
keseluruhan ditentukan oleh kondisi yang mendasarinya. Kemudian untuk pengobatan
ephelides adalah tabir surya, hidrokuinon, peeling dan laser serta menghindari faktor
pencetusnya.3

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan refarat ini untuk memahami lebih mendalam mengenai
penyakit kulit dengan manifestasi klinis Ephelides sehingga penegakkan diagnosis dan
tindakan apa yang mesti dilakukan terhadap penderita penyakit tersebut dapat terlaksana
dengan benar.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ephelides merupakan hipermelanosis superfisial berupa bercak miliar sampai
lentikular yang tersebar di wajah. Ephelidestampak dengan lesi makula kecil, dan berbatas
tegas yang terdapat pada area yang terpapar sinar matahari, termasuk kelopak mata atau
konjungtiva. Ephelides adalah bintik berpigmen di lapisan basal kulit yang umum terjadi
pada tipe 1 dan 2 tipe kulit Fitzpatrick. Selanjutnya ephelides muncul atau menjadi gelap
selama terjadinya periode dari paparan sinar UV. 5,6,7,8

2.2 Epidemiologi
Ephelides berkembang pada masa kanak-kanak dan secara reversibel akan
meningkat dalam ukuran dan jumlah berdasarkan tingkat paparan sinar matahari.
Terdapatnya sengatan dari cahaya matahari yang diterima sebelum usia 20 tahun dapat
menjadi pencetus terhadap perkembangan untuk terjadinya ephelides. Prevalensi ephelides
diperkirakan berkisar antara 16% sampai 47,8%.4,6,9

Ephelis lebih banyak ditemukan pada wanita (69,5%) dibandingkan pria (30,5%).
Jumlah pasien terbanyak berada pada rentang usia 22-31 tahun. Pekerjaan sebagai
mahasiswa/pelajar mendominasi dan lokasi lesi ephelis paling banyak di vermilion bibir
bawah. Dijumpai pada individu berkulit terang (tipe kulit Fitzpatrick I dan II) dengan onset
pada usia 2-3 tahun, bertambah saat remaja dan memudar seiring bertambahnya usia.21

2.3 Etiologi
Penyebab pasti tidak diketahui, kemungkinan memiliki predisposisi genetik dan
pencetus pajanan sinar matahari. Transmisi ditularkan secara autosomal dominan dan dapat
menjadi bagian dari berbagai kelainan genetik seperti pigmentasi xeroderma,
neurofibromatosis, dan lainnya.5,10 Meskipun jumlah ephelides bisa meningkat pada masa
remaja, ephelides juga bisa hilang seiring bertambahnya usia. Terdapat beberapa gen telah
dikaitkan dengan keberadaan ephelides bahwa sebelumnya dengan jelas menunjukkan
terkait ephelides dan kanker kulit lainnya. Kejadian ephelides mudah diamati meskipun
ephelides merupakan sifat yang diwariskan sehingga efek genetik diperkirakan mencapai
91% dari total varian dalam jumlah ephelides.1

2
2.4 Patofisiologi
Munculnya ephelides bergantung pada genetik dan tipe kulit tiap orang. Varian
produksi melanin bergantung pada mutasi genetik di dalam reseptor melanokortin 1
(MC1R). Kerentanan genetik mempengaruhi kategori melanin yang diproduksi oleh tubuh.
Umumnya, feomelanin dan eumelanin didapat dalam paparan sinar matahari. Diduga
bahwa melanosit menghasilkan pigmen melanin yang berlebihan sehingga terjadinya
ephelides yang dihasilkan dari melanosom yang tersebar luas dalam keratinosit.6

Kelebihan pigmen melanin tanpa peningkatan jumlah melanosit akan mengubah


warna kulit untuk membentuk bintik-bintik. Umumnya ditemukan pada anak-anak sebelum
pubertas. Terbentuknya bintik-bintik disebabkan oleh paparan sinar matahari. Bintik-bintik
sebagian besar ditemukan pada kulit yang terpapar sinar matahari, seperti wajah, bahu, dan
lengan.7

Lesi tampak lebih banyak pada musim panas dan mulai mengurang apabila pada
musim dingin. Ketika terpapar radiasi dari sinar ultraviolet maka lesi tampak muncul.
Sehingga melindungi kulit dari paparan sinar matahari dapat mengurangi terjadinya lesi
baru ephelides. Ephelides akan berkurang selama musim dingin atau dengan terjadinya
keratinosit yang terdenaturasi dengan sel-sel yang baru.6

Kejadian ephelides yang muncul di dalam rongga mulut dapat timbul bersamaan
dengan adanya sindrom Peutz-Jeghers. Ephelides dikaitkan dengan kecenderungan pada
keadaan karsinoma kulit.6

3
Gambar 2.1 Jalur biosintesis melanin.23

Terdapat dua tipe melanin pada kulit, yaitu eumelanin yang menghasilkan warna
coklat kehitaman dan disintesis dari 1-DOPAkrom, serta feomelanin yang menghasilkan
warna kuning kemerahan dan disintesis dari sulfihidril dalam melanosom. Biosintesis
melanin dimulai dari biosintesis asam amino tirosin yang diubah menjadi DOPA (3,4-
dihidroksifenilalanin) dan dikatalisis oleh enzim yang sama. Enzim DHI (5,6-
dihidroksindol) dan DHICA (5,6-dihidroksindol-2-asam karboksilat) dibentuk untuk
menghasilkan eumelanin hitam atau coklat. Melalui inkorporasi glutation atau sistein,
DOPAkuinon dapat membentuk feomelanin. MW=molecular weight, TRP= tyrosinase-
related protein.23

Jumlah relative melanin menentukan warna rambut dan warna kulit seseorang.
Rasio eumelanin dan feomelanin juga berperan dalam pigmentasi kulit. Rasio feomelanin
yang lebih tinggi disbanding eumelanin ditemukan pada individu berkulit terang (tipe kulit
Fitzpatrick I dan II), berambut merah, sedangkan eumelanin yang lebih tinggi ditemukan
pada individu berkulit gelap (tipe kulit Fitzpatrick IV dan V) dengan warna rambut selain
merah.23

4
Gambar 2.2 Algoritma bercak hitam di wajah.24

2.5 Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamnesis berupa perubahan warna kulit di area yang terpapar sinar
matahari seperti wajah, bahu, dan punggung. Perubahan warna kulit berupa warna
merah atau coklat muda – tua dengan ukuran yang bulat, lonjong atau tidak
beraturan. Dapat ditemukan pada orang yang memiliki sifat genetik dengan kriteria
kulit putih dan rambut merah. Timbul saat masa musim panas dan mulai berkurang
saat musim dingin. Umumnya, penampilan seseorang dengan riwayat ephelides
merupakan keluhan yang sering didapatkan.12
Ephelides dapat muncul sebagai lesi berwarna merah dan coklat yang
umumnya muncul karena kelebihan pigmen melanin. Secara umum berbentuk
bulat, ephelides besarnya biasanya bervariasi sekitar dari 3 milimeter sampai 10
milimeter.6
Ephelides pada wajah ditandai dengan adanya lesi yang datar dengan
penyebaran yang luas. Faktor pendorong terdiri dari genetik dan paparan sinar
matahari. Ephelides muncul pada usia > 2 tahun dengan lokasi di area yang terpapar
sinar matahari seperti wajah, leher, dada, lengan, dan punggung. Bentuk ephelides
berupa tepi yang tidak beraturan dengan tampakan yang jelas.6

5
Ephelides biasanya muncul setelah paparan sinar matahari yang berlebihan
(baik kronis atau intermiten) pada individu yang berkulit terang atau berambut
merah. Ephelides tampak makula hiperpigmentasi dengan bentuk bulat atau oval.
Di masa saat musim dingin, ephelides cenderung berkurang atau bahkan bisa
menghilang.8

Gambar 2.3 Ephelides menunjukkan macula hiperpigmentasi yangtersebar pada


area pipi atas dan pangkal hidung.6

Gambar 2.4 Ephelides.8

6
Gambar 2.5 Makula coklat muda, ukuran milier, lentikuler, multiple.22

b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik tampak makula hiperpigmentasi yang ukurannya
bulat, lonjong, atau tidak beraturan. Lesi dapat muncul di area yang sering terkena
paparan sinar matahari seperti di wajah, bahu dan punggung. Lesi biasanya
berukuran dengan diameter kurang dari 5mm.12

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu biopsy/PA dan sinar
wood. Biopsi kulit memiliki kegunaan untuk melihat gambaran histopatologik kulit
berupa ada tidaknya peradangan, keganasan, dan berbagai patologi kulit lainnya.
Biopsi pada kulit dan area sekitarnya kurang lebih 5 cm dan dibersihkan dengan
alkohol 70% atau antiseptik lain. Anestesi dilakukan dengan menggunakan
lidokaian dengan atau tanpa epinefrin. Anestesi dengan bahan pendingin cair harus
melakukan biopsi dengan cepat. Irisan biopsi dapat menggunakan alat plong atau
bila perlu jaringan lebih besar digunakan alat bedah scalpel serta gunting dan kuret.
Bekas irisan dijahit sebaik mungkin.1

7
Secara histologi bahwa terjadinya peningkatan pigmen melanin pada kulit
normal diamati dengan kekurangan melanosit. Di samping itu, melanosit tampak
normal sekalipun produksi melanin yang diinduksi melanosit meningkat.
Umumnya, ephelides tidak disertai dengan keganasan kulit meskipun kemungkinan
dapat terjadi adanya transformasi.6

Gambar 2.6 Ephelides menunjukkan hiperkeratosis dan akantosis dari


lapisan epitel skuamosa berlapis dengan melanosit dan pigmen melanin
yang tersebar di dermis bagian atas.6

Gambar 2.7 Ephelides dengan akantosis,


hiperkeratosisdan spongiosis dari lapisan
epidermis.6

8
Gambar 2.8 Ephelides dengan akantosis,
hiperkeratosisdan parakeratosis dari epitel skuamosa
berlapis.6

2.6 Diagnosis Banding


a. Hiperpigmentasi pasca inflamasi
Hiperpigmentasi pasca inflamasi terjadi setelah adanya suatu reaksi
peradangan pada kulit, misalnya psoriasis, dermatitis, acne, juga pada reaksi iritasi,
infeksi pada kulit (infeksi virus, jamur, dan bakteri), atau trauma pada kulit (luka
lecet, jatuh). Gangguan pigmentasi atau bercak kecokelatannya akan muncul benar
– benar di bekas reaksi peradangan sebelumnya berada. Kondisi ini lebih sering
terjadi pada tipe kulit berwarna (tipe kulit Fitzpatrick III – VI) dan dapat terjadi
pada semua usia. Hiperpigmentasi pasca inflamasi dimulai dengan reaksi
peradangan yang terjadi sebelumnya menstimulasi melanosit sehingga terbentuk
melanin yang lebih banyak, sehingga muncul bercak kecokelatan di lokasi bekas
peradangan tersebut. Intensitas warna (kepekatan) bercak kecokelatan berbanding
lurus dengan derajat peradangan yang terjadi, makin berat peradangan sebelumnya,
makin lama terjadi reaksi peradangannya, dan makin gelap hiperpigmentasi yang
muncul. Dari berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa hiperpigmentasi yang

9
berkaitan dengan acne maka peningkatan melanin secara eksklusif di lapisan basal
epidermis.13,14

Gambar 2.9 Hiperpigementasi pasca inflamasi.24

b. Melasma
Melasma ditandai dengan munculnya bercak – bercak hiperpigmentasi pada
wajah, terutama pada dahi, kedua pipi, hidung, di atas bibir, dagu, dan kadang di
leher yang disebabkan meningkatnya pigmen melanin atau jumlah melanosit di
epidermis. Melasma disebabkan oleh banyak faktor yaitu faktor genetik, ras,
paparan sinar matahari, perubahan hormon (akibat kehamilan atau kontrasepsi),
penggunaan kosmetika, anti kejang, ataupun fotosensitizer. Pada basal epidermis
terdapat melanosit yang letaknya berdekatan dengan ujung saraf. Permukaan
melanosit terdapat reseptor corticotropin-releasing hormone (CRH) dan
neuropeptide lainnya. Dalam kondisi stress, terjadi overproduksi melanin pada
corticotropin-releasing hormone sehingga menimbulkan hipermelanosit.15

Gambar 2.10 Melasma.13

10
c. Lentigo Senilis
Lentigo senilis dengan tampakan makula yang berkembang seiring
terjadinya penuaan. Lesi lentigo senilis berwarna coklat muda sampai tua dan
berkembang di area wajah dan lengan bawah yang terpapar sinar matahari. Lesi ini
terus membesar hingga beberapa sentimeter. Lesi lentigo senilis tidak mempunyai
batas. Tampak makula hiperpigmentasi pada area kulit yang terpapar sinar matahari
termasuk kelopak mata. Terjadi pada lebih dari 90% orang Kaukasia dengan usia
lanjut. Lesi dengan ukuran makula hiperpigmentasi berdiameter 3 – 5 mm, dan
secara bertahap akan berkembang diameternya. 16,17

Gambar 2.11 Lentigo Senilis.22

2.7 Tatalaksana
Pengobatan didasarkan dengan menghindari paparan langsung sinar matahari dan
menggunakan bahan kosmetik untuk menutupi lesi. Penggunaan peeling, cryotherapy, dan
penggunaan hydroquinone juga efektif.12
1. Non medikamentosa.5
a. Hindari pajanan langsung sinar matahari terutama antara pukul 08.00 – 16.00.
b. Gunakan tabir surya berspektrum luas dengan SPF minimal 30 bila keluar
rumah.
c. Menghilangkan faktor pencetus.

11
2. Medikamenotsa
a. Topikal.5
1. Tretinoin 0,025-0,1%
Tretinoin adalah bentuk asam karboksilat dari vitamin A (retinol).
Mekanisme kerja tretinoin melibatkan penghambatan induksi tirosinase,
dispersi butiran pigmen keratinosit, penghambatan transfer melanin dan
percepatan pergantian epidermal. Namun, tretinoin disertai dengan iritasi
kulit yang tergantung pada dosis tertentu. Penggunaan tretinoin dibatasi
oleh kelarutan air yang rendah dan ketidakstabilan yang tinggi di udara,
cahaya dan panas. Produk degradasi yang dihasilkan adalah isomer dari
tretinoin.19
2. Hidrokuinon 2 – 5%
Hidrokuinon adalah senyawa hidroksifenolik yang menghambat
sintesis melanin dengan menghambat enzim tirosinase, selain itu juga
dengan mengganggu pembentukan atau degradasi melanosom dan dengan
menghambat sintesis DNA dan RNA dalam melanosit. Namun, hidrokuinon
menyebabkan permasalahan dermatologis seperti dermatitis, ochronosis,
depigmentasi permanen dan efek samping karsinogenik. Pada konsentrasi
mulai dari 2% hingga 5%, dapat menyebabkan beberapa efek yang tidak
diinginkan seperti iritasi dermatitis, dermatitis kontak, pigmentasi pasca -
inflamasi, ochronosis, dan perubahan warna kuku. 19
3. Asam azelaik 20%.
Asam azelaik adalah senyawa rantai lurus alami dari asam
dikarboksilik jenuh yang diproduksi oleh ragi Pityrosporum ovale, dan
Malassezia furfur. Jamur yang menghasilkan lipoksigenase yang mampu
bekerja pada asam lemak tak jenuh di permukaan kulit. Dalam kultur, jamur
ini mampu mengoksidasi asam oleat menjadi asam azelaik. Asam azelaik
adalah kompetitif yang agak lemah terhadap inhibitor tirosinase. Sebagai
tambahan, juga memiliki antiproliferatif dan efek sitotoksik pada melanosit.
Asam azelaik tidak dapat menginduksi depigmentasi pada kulit yang
berpigmen normal, sehingga asam azelaik lebih selektif antiproliferatif dan

12
aksi sitotoksik pada melanosit abnormal. Telah di laporkan zat ini menjadi
efektif dalam hipermelanosis disebabkan secara fisik dan agen kimia, serta
gangguan kulit lainnya ditandai dengan proliferasi abnormal melanosit.
Selain itu masalah dalam penggunaan asam azelaik adalah respon terapi
yang agak lambat.19
4. Asam kojik (KA) 4%
Asam kojik adalah bahan kimia dengan produk jamur hidrofilik yang
berasal dari spesies tertentu Acetobacter, Aspergillus dan Penicillium. Zat
ini mengurangi hiperpigmentasi dengan menghambat produksi tirosinase
bebas dan juga antioksidan kuat. Aktivitas penghambatannya dilakukan
oleh penghambatan aktivitas katekolase tirosinase, yang merupakan enzim
esensial dalam biosintesis pigmen melanin. Mirip dengan whitening agent
kulit lainnya seperti hidrokuinon dan arbutin, asam kojik menghambat
enzim tirosinase, terutama disebabkan karena asam kojik dapat
mengkelatkan tembaga. Telah dilaporkan bahwa asam kojik memiliki
potensi sensitisasi yang tinggi dan dengan demikian dapat menyebabkan
dermatitis kontak iritan.19
b. Tindakan
1. Chemical peeling meliputi zat kimia untuk menginduksi dipercepatnya
eksfoliasi, juga digunakan untuk mengobatasi lesi yang aktif. Menggunakan
asam trikloroasetat 10 – 15%, asam alfa hidroksi (AHA), asam salisilat,
tretinoin topikal dan 1 – 2 lapis Jessner’s dapat mencapai stratum korneum
dan lapisan atas stratum spinosum merupakan tindakan yang paling aman
dan dapat dilakukan pada semua tipe kulit.14
2. Terapi laser, terapi laser dilakukan pada kelainan hiperpigmentasi dengan
tujuan untuk mengurangi risiko timbulnya jaringan parut dan komplikasi
lainnya. Jenis laser yang biasa digunakan yaitu laser Q-switched ruby, laser
Q-switched aleksandrit, dan laser Q-switched Nd:Yag.1
Perawatan ephelides beragam, agen depigmentasi menghambat enzim tirosin,
seperti hidrokuinon. Efek samping hidrokuinon adalah iritasi kulit, dan okronosis.
Asam kojik dapat menyebabkan dermatitis kontak dan memiliki corak mutagen.

13
Penggunaan chemical peeling akan menyebabkan masalah kulit sementara. Sampai
saat ini belum ditemukan terapi yang sesuai, maka perlu dicari agen depigmentasi
lain yang memiliki efektivitas tinggi dan efek samping yang lebih sedikit. Vitamin
C banyak digunakan sebagai agen depigmentasi karena interaksinya dengan ion Cu
di tempat tirosinase, sehingga mengurangi pembentukan melanin. Namun,
komponen vitamin C tidak stabil. Oleh karena itu, sering digabungkan dengan yang
lain agen depigmentasi untuk menghasilkan efek depigmentasi yang lebih baik,
seperti asam glikolat. 7
Asam glikolat memiliki efek keratolitik, secara alami menginduksi
epidermolisis, menghancurkan melanin lapisan basal, dan meningkatkan sintesis
kolagen dermal. Di sisi lain, vitamin C sebagai antioksidan yang paling banyak
mencegah pembentukan melanin. Vitamin C pada dasarnya aman dan efektif untuk
mencegah pembentukan pigmen akibat sinar matahari. Studi klinis juga
menunjukkan bahwa vitamin C memiliki efek mencerahkan pada kulit dan efektif
menghambat mekanisme melanogenesis, menjadi penghambat tirosinase, sehingga
menurunkan pembentukan melanin dan intermediasi melanin seperti dopaquinone.
Komponen vitamin C tidak stabil, oleh karena itu sering digunakan lebih efektif
ketika berikatan dengan agen depigmentasi lain, seperti asam glikolat untuk
mengembangkan depigmentasi yang lebih baik.7
Terdapatnya ephelides di wajah tidak hanya mempengaruhi penampilan, tetapi
juga dapat menyebabkan penyakit kulit lainnya dalam keadaan tertentu, merusak
citra pribadi dan kualitas hidup pasien. Pengobatan mempunyai efek samping yang
dapat menyebabkan pigmentasi parah, meninggalkan bekas luka yang jelas di
wajah. 20

2.8 Komplikasi
Adanya perkembangan lesi mengenai tanda keganasan yang menyertai. Ephelides
memerlukan evaluasi tambahan dengan munculnya modifikasi seperti pruritus, perdarahan,
pembesaran, asimetri atau penampilan yang berubah. 4

14
2.9 Prognosis
Lesi yang tidak terkait dengan adanya kelainan genetik memiliki prognosis yang
baik karena lesi bersifat jinak. Pada lesi dengan kondisi sistemik juga jinak, tetapi
prognosis keseluruhan ditentukan oleh kondisi yang mendasarinya. Keadaan pada orang
dengan kulit terang dan rambut merah termasuk dalam indikator peningkatan risiko
terjadinya kanker kulit. 3,9

15
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Ephelides ditandai dengan timbulnya makula hiperpigmentasi berukuran miliar


sampai lentikular yang tersebar di wajah. Muncul dengan tampilan berupa lesi yang
berbatas tegas terdapat pada area yang terpapar sinar matahari termasuk kelopak mata atau
konjungtiva. Penyebab pastinya tidak diketahui, namun kemungkinan terdapat dari
predisposisi genetik dan pencetus pajanan sinar matahari. Prognosis ephelides
kemungkinan bisa menjadi baik maupun buruk yang dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Penatalaksanaan ephelides membutuhkan waktu terapi yang lama baik secara topikal
maupun tindakan.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. FK UI. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Badan Penerbit FK UI


2. Wolff, K., et al. 2016. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. Seventh Edition.
McGraw Hill
3. Brinster, N, K., et al. 2011. A Volume In The High Yield Pathology Series. Elsevier
4. Noroozi, S., et al. (2022). Novel Preventive and Therapeutic Strategies for Ephelides
(Freeckles) From A Persian Medicine Perspective: A Narrative Review. J Skin Stem Cell,
9 (3)
5. PERDOSKI. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit DanKelamin Di
Indonesia. Jakarta: Perdoski
6. Bajaj, A. (2021). The Mniature Macula – Ephelis. Cell & Cellular Life ScienceJournal. 6
(2)
7. Wignjosoesastro, T, S., Widyawati., Sugianto, R. (2021). The Effect of GlycolicAcid and
Vitamin C Topical In Freeckles Efficacy. Diponegoro Medical Journal, 10 (1)
8. Stefanaki, I., Antoniou, C., Stratigos, A. 2016. Rook’s Texbook of Dermatology. Ninth
Edition. Blackwell Publishing
9. Ko, E., Panchal, N. (2020). Pigmentes Lesions. Dermatologic Clinics. 38 (4)
10. Srinivasan, S. 2021. Facial Dermatoses. First Edition. Prowess Publishing
11. Bartoszek, M, K., et al. (2019). DNA-based Predictive Models For The Presence of
Freckles. Forensic Science International: Genetics, 42
12. Bonamigo, R, R., Dornelles, S, IT. 2018. Dermatolgy In Public Health Enviroments.
Springer
13. Nugraha, R, H. 2022. Beauty and The Best: Cara Mendapatkan Kulit Sehatdan Mulus
“Head to Toe”. UB Press
14. Wasiataatmadja, S, M. 2020. Kelompok Studi Dermatologi Kosmetik Indonesia Akne. UI
Publishing
15. Wardani, H, K., et al. 2022. Imunologi Dasar. PT Global Eksekutif Teknologi
16. Nerad, J, A. 2021. Techniques In Ophtalmic Plastic Surgery: A PersonalTutorial.
Elsevier
17. Mannis, M, J., Holland, E, J. 2022. Cornea: Fundamentals, Diagnosis andManagement.
Elsevier
18. Migliorati, S, A., Panagakos, F, S. 2014. Diagnosis and Management of OralLesions and
Conditions. Intech Open
19. Soyata, A., Chaerunisaa, A, Y. (2021). Whitening Agent: Mekanisme, SumberDari Alam
dan Teknologi Formulasinya. Majalah Farmasetika, 6 (2)
20. Xiao, Y. (2019). A Clinical Study On Treatment of Facial Freeckles withIntense
Pulsed Light. IAECST, 145
21. Choirunnisa, A., Budiarti, S., Supriatno. Prevalensi Ephelis berdasarkan Jenis Kelamin,
Usia, Pekerjaan, dan Lokasi pada Pasien Departemen Penyakit Mulut RSGM Prof.

17
Soedomo periode 2011-2015. Diss. Universitas Gadjah Mada, 2016.
22. Sjamsoe, E, S., Menaldi, S, L. 2016. Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia. Jakarta :
Medical Multimedia Indonesia.
23. PERDOSKI. Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana Melasma di Indonesia. Jakarta : FK
UI; 2018.
24. Danarti, R., Budiyanto, A., Pudjiati, S. Clinical Decision Making Series Dermatologi dan
Venerologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2020.

18

Anda mungkin juga menyukai