Anda di halaman 1dari 15

REFARAT

“MELASMA”

Disusun Oleh:
Olyvia Ivana Catherine Lense
201670001

Pembimbing:
dr. Levina Sesa

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PAPUA
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Nama Lengkap Mahasiswa : Olyvia Ivana Catherine Lense

Nomor Induk Mahasiswa : 201670001

Jurusan : Program Pendidikan Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Papua

Bagian Pendidikan : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Judul Refarat Kedokteran : Melasma

Pembimbing : dr. Levina Sesa

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Levina Sesa

ii
DAFTAR ISI

REFARAT ................................................................................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii

BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................................................... 4

1.1. Latar Belakang ................................................................................................................ 4

1.2. Tujuan.............................................................................................................................. 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................. 5

2.1. Definisi ............................................................................................................................ 5

2.2 Epidemiologi .................................................................................................................... 5

2.3 Etiologi ............................................................................................................................. 6

2.4 Patofisiologi ..................................................................................................................... 8

2.5 Diagnosis .......................................................................................................................... 8

2.6 Diagnosis Banding ........................................................................................................... 9

2.7 Tatalaksana ..................................................................................................................... 11

2.8 Prognosis ........................................................................................................................ 13

2.9 Pencegahan ..................................................................................................................... 13

BAB 3. KESIMPULAN ......................................................................................................... 14

REFERENSI ........................................................................................................................... 15
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Melasma merupakan salah satu gangguan hiperpigmentasi kulit yang sering ditemukan,
terutama pada wanita dan pasien dengan kulit yang lebih gelap dari ras tertentu seperti
Hispanik, Asia, dan Afrika-Amerika yang tinggal di daerah dengan radiasi sinar ultraviolet
yang intens. Kelainan ini ditandai dengan adanya pigmentasi berupa bercak atau makula
berukuran cukup besar berwarna coklat muda hingga gelap dengan tepi ireguler, utamanya
pada kulit wajah, dan lebih jarang ditemukan pada kulit kepala, lengan bawah, dan punggung.
Melasma diketahui dipengaruhi oleh berbagai etiologi, di antaranya adalah paparan cahaya,
hormonal, dan genetik. Akibat adanya pengaruh genetik pada ras-ras tertentu terhadap warna
kulit maka seringkali kelainan kulit dengan gambaran gangguan pigmentasi termasuk melasma
pada kelompok ras dengan warna kulit yang cenderung lebih gelap termasuk orang Asia
menjadi kurang dapat terdiagnosis dan terlewatkan. 1,2
Karena komplesitas dan lokasi ditemukannya lesi, melasma dapat menyebabkan
dampak yang cukup signifikan terhadap kualitas hidup terkait kesehatan, dimana beberapa
penelitian menemukan bahwa pasien-pasien dengan melasma cenderung mengeluhkan
memiliki tingkat kepercayaan diri yang rendah, lebih canggung jika bertemu dengan orang lain,
cenderung menghindari aktivitas di luar rumah, dan mengalami stres psikologis berkaitan
dengan terapi yang seringkali membutuhkan biaya besar namun dianggap kurang efektif.
Hingga saat ini diketahui bahwa epidemiologi dan patofisiologi dari melasma belum diteliti
atau dipelajari secara lebih luas, maka penting untuk mengetahui karakteristik dari melasma
yang merupakan kelainan pigmentasi yang cukup sering terjadi, untuk juga dapat menentukan
terapi dan pencegahan yang tepat.1,2

1.2 Tujuan
1) Mengetahui definisi dan gejala klinis dari melasma
2) Mengetahui penegakkan diagnosis melasma
3) Mengetahui tatalaksana dan pencegahan melasma
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI)
tahun 2017, melasma adalah hipermelanosis didapat, umumnya bersifat simetris berupa makula
berwarna cokelat muda sampai dengan cokelat tua yang cenderung tidak merata, dan mengenai
area yang terpajan sinar ultraviolet terutama di pipi, dahi, hidung, dagu, dan leher, yang
dipengaruhi oleh faktor hormonal, pajanan sinar matahari, kehamilan, genetik, pemakaian
kontrasepsi oral, obat-obatan, dan kosmetik. Manifestasi klinis pada melasma umumnya
mengikuti 1 dari 3 pola di wajah yang cukup simetris, yaitu: pola sentrofasial meliputi area
pipi, dahi, bibir atas, hidung, dan dagu (63%); pola malar pada pipi dan hidung (21%), dan pola
mandibular pada area mandibula (16%). Lesi berupa makula dengan tepi iregular. 3

Gambar 1. Hiperpigmentasi pada dahi, pipi, bibir atas, dan dagu akibat melasma4

2.2 Epidemiologi
Melasma diketahui dapat terjadi pada semua ras terutama penduduk yang tinggal di
daerah tropis dengan intensitas radiasi sinar ultraviolet tinggi. Walaupun dapat terjadi pada
laki-laki maupun perempuan, namun perbandingan kasus melasma lebih tinggi pada
perempuan dengan perbandingan 24:1 kasus di Indonesia. Insidens melasma terbanyak
ditemukan pada usia 30-40 tahun. Beberapa penelitian telah mencoba untuk memperkirakan
prevalensi dan insiden melasma dari data yang tersedia di klinik dermatologi, akan tetapi hal
tersebut belum cukup dapat menggambarkan prevalensi melasma secara umum karena
diketahui bahwa pasien-pasien yang memiliki gejala ringan-sedang cenderung tidak datang
6

untuk memeriksakan dirinya ke klinik sehingga berpotensi menyebabkan underdiagnosed.


Beberapa penelitian retrospektif terkait prevalensi melasma di praktik dermatologi pribadi di
New York menemukan bahwa prevalensi melasma mencapai 8,2% di antara 1000 pasien
dengan ras Amerika Latin. Secara global, prevalensi melasma pun bervariasi. Sebuah
penelitian di Arab Saudi pada 3.298 subyek menemukan prevalensi melasma sebesar 2,9%,
sementara pada populasi masyarakat Amerika di Michigan ditemukan prevalensi melasma
sebesar 13,4-15,5%, dan sebuah studi retrospektif di Ethiopia menemukan prevalensi melasma
sebesar 1,5%.1

2.3 Etiologi
Melasma diketahui merupakan kondisi yang disebabkan oleh berbagai etiologi, dan
dipengaruhi oleh banyak faktor penting seperti melanosit yang aktif secara biologis, genetik,
hormonal, dan paparan sinar ultraviolet, serta dapat diperberat oleh beberapa presipitan spesifik
seperti kontrasepsi oral dan terapi pengganti estrogen yang dapat menyebabkan eksaserbasi
dari kondisi tersebut. 1

1) Paparan Sinar Ultraviolet


Spektrum sinar ultraviolet dari radiasi sinar matahari terdiri atas sinar UVA, UVB, dan
UVC, namun yang dapat mencapai permukaan bumi adalah sinar UVA (95%) yang memiliki
panjang gelombang terpanjang yaitu sekitar 350 nm dan dapat menembus lapisan kulit hingga
ke lapisan dermis, sementara itu hanya sekitar 2-5% dari sinar UVB dan UVC yang mencapai
permukaan bumi dan mengenai kulit sampai lapisan epidermis basal karena sebagian besar
diserap oleh lapisan ozon dan atmosfer. Spektrum sinar ultraviolet dapat merusak gugus
sulfhidril di lapisan epidermis kulit yang merupakan penghambat enzim tirosinase dengan cara
mengikat ion Cu dari enzim tersebut, akibatnya enzim tirosinase tidak dihambat lagi dan
memicu proses melanogenesis.1,5

2) Hormon
Beberapa hormon seperti estrogen, progesteron, dan melanine stimulating hormone
(MSH) berperan terhadap terjadinya melasma, dimana pada kehamilan terutama pada trimester
ke-3 kadar hormon-hormon tersebut cukup tinggi sehingga menyebabkan timbulnya melasma
yang meluas. Sementara itu, pada pemakaian pil kontrasepsi, melasma tampak dalam 1 bulan
sampai 2 tahun setelah konsumsi pil tersebut. Diketahui bahwa hormon-hormon tersebut
merupakan pemicu dari sel pigmen yang hipersensitif karena terjadi peningkatan ekspresi
reseptor progesteron pada lapisan epidermis dan reseptor estrogen pada lapisan dermis
sehingga memicu timbulnya melasma.5
7

3) Obat-obatan
Beberapa jenis obat seperti difenil hidantoin, klopromazin, sitostatik (golongan
penghambat tirosin kinase, dan minosiklin dapat menyebabkan timbulnya melasma karena
terdeposisi di lapisan dermis dan berikatan dengan pigmen melanin sehingga secara kumulatif
dapat merangsang melanogenesis.5

4) Genetik
Beberapa penelitian menemukan bahwa sekitar 55-64% pasien dengan melasma
memiliki keluarga dengan riwayat melasma. Hingga saat ini belum ada penelitian genomik
yang dilakukan untuk mengetahui gen yang terlibat atau berperan, namun penemuan terbaru
menunjukkan bahwa terdapat beberapa gen tertentu yang berperan terhadap pigmentasi,
inflamasi, hormonal, dan respon vaskular terutama pada pasien dengan tipe warna kulit yang
lebih gelap.1,5

5) Penggunaan Kosmetik
Pemakaian kosmetika dengan kandungan parfum, zat pewarna, atau bahan-bahan
kimiawi tertentu dapat menyebabkan fotosensitivitas yang dapat mengakibatkan timbulnya
hiperpigmentasi pada wajah atau kulit yang terpapar sinar matahari.

6) Radikal Bebas
Salah satu faktor risiko yang cukup potensial terhadap timbulnya melasma adalah
radikal bebas akibat polusi udara, dimana beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang positif antara prevalensi melasma dengan polusi udara. Zat-zat polutan dalam
partikulat udara seperti hidrokarbon aromatik polisiklik dapat menembus ke dalam lapisan kulit
dalam bentuk nanopartikel dan membentuk reactive oxygen species (ROS) yang merupakan
bentuk radikal bebas yang dapat memicu terjadinya mekanisme yang menyebabkan penuaan
dan hiperpigmentasi kulit.1,5
8

2.4 Patofisiologi

Gambar 2. Patofisiologi Melasma1-5

2.5 Diagnosis
Penegakkan diagnosis melasma pada umumnya dapat dilakukan hanya dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan dengan sinar
atau lampu Wood dapat dilakukan untuk menentukan tipe melasma, sementara pemeriksaan
histopatologik hanya dilakukan pada kasus-kasus tertentu.6
1) Anamnesis
Pada anamnesis, umumnya pasien mengeluhkan tampak warna kulit yang lebih gelap
dibanding kulit di sekitarnya pada area-area tertentu terutama wajah.

2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dalam mendiagnosis melasma dilakukan terutama dengan inspeksi
pada bagian-bagian tubuh yang dikeluhkan tampak warna kulit yang lebih gelap oleh pasien,
dimana akan tampak berupa bercak-bercak hiperpigmentasi dengan tepi yang tidak tegas
terutama pada area wajah seperti sentrofasial, malar atau pipi, mandibula, dan lebih jarang pada
dada bagian atas dan ekstremitas.1
Selain dengan inspeksi langsung, pemeriksaan fisik pada melasma juga dapat dilakukan
dengan menggunakan sinar atau lampu Wood, untuk membantu membedakan tipe melasma
dermal (warna lesi tidak bertambah kontras), epidermal (warna lesi lebih kontras), dan
9

campuran (bisa bertambah kontras atau tidak) terutama pada pasien-pasien dengan tipe warna
kulit terang.

Gambar 3. Gambaran klinis melasma dengan lampu Wood. (a)tipe dermal, (b)tipe epidermal, (c)tipe campuran7

3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan reflectance confocal
microscopy (RCM) untuk mengevaluasi melasma pada tingkat seluler melalui perubahan
pigmentasi yang tampak. Pada lapisan epidermis secara histologis akan tampak peningkatan
sel-sel hyperrefractile cobblestone dan sel-sel dendritic epidermal sebagai akibat dari
proliferasi dari sel-sel keratinosit basalis yang mengalami hiperpigmentasi, sementara pada
lapisan dermis akan tampak sel-sel besar berwarna cerah berupa melanofag.1

2.6 Diagnosis Banding3


No Diagnosis Tanda/ciri Khas Gambar
Banding
1. Lichen planus Makula
pigmentosus hiperpigmentasi gelap-
kecoklatan pada area
yang terpapar matahari
atau area lipatan
seperti aksila dan
paha, berbatas tegas,
10

kadang disertai
pruritus.3
2. Discoid lupus Plak eritematosus
eritematosus berbatas tegas, bisa
ditemukan pada area
wajah terutama pipi
dan sekitar hidung

3. Hiperpigmentasi Hipermelanosis reaktif


post-inflamasi akibat adanya
inflamasi, misalnya
akne vulgaris

4. Okronosis Perubahan warna kulit


eksogen menjadi kehitaman,
akibat penggunaan
obat-obatan seperti
hidrokuinon dan
merkuri.
Pada biopsy kolagen
dermis didapatkan
deposit menyerupai
bentuk pisang
berwarna kuning
kecoklatan akibat
akumulasi
homogentisic acid
(HGA)
11

5. Freckles Makula
hiperpigmentasi
berwarna kecoklatan,
ukuran miliar-
lentikular berbatas
tegas di wajah. 3

2.7 Tatalaksana
Tatalaksana melasma umumnya diketahui memerlukan waktu yang cukup panjang,
kontrol yang teratur, serta kerja sama yang baik antara pasien dan dokter yang merawat, karena
melasma merupakan kondisi yang bersifat kronis residif dan dapat berulang jika terdapat faktor
pencetus eksaserbasinya. Kebanyakan pasien datang untuk alasan kosmetika. 3,8
1) Non-medikamentosa
Tatalaksana nonmedikamentosa pada melasma dapat meliputi edukasi untuk
menghindari paparan sinar matahari langsung dengan menggunakan topi, payung, atau jaket,
menggunakan tabir surya dengan SPF  30 jika berada di luar ruangan, dan menghilangkan
atau mengurangi faktor risiko yang dapat dimodifikasi.
2) Medikamentosa
Pengobatan medikamentosa pada melasma diberikan dengan durasi jangka panjang,
sehingga diperlukan pertimbangan pengawasan terhadap efektifitas dan efek samping obat.
Beberapa obat-obatan yang dapat digunakan yaitu:
a. Pengobatan Topikal
Meliputi hidroquinon krim/gel 2-5%, asam retinoat krim 0,05-0,1%, asam glikolat
krim/gel 8-15%, asam kojik 4%, arbutin, dan asam tranexamat 500-700 mg/hari.2

Gambar 4. Terapi medikamentosa pada melasma4


12

b. Pengobatan Sistemik
Pengobatan sistemik dianjurkan bila pigmentasi meliputi area yang lebih luas dan
sampai ke lapisan dermis, meliputi asam askorbat/vitamin C dan glutation. 3
3) Tindakan Khusus
a. Pengelupasan Kimiawi
Teknik ini dapat membantu mengatasi kelainan hiperpigmentasi, dilakukan dengan
mengoleskan krim asam glikolat 50-70% selama 4-6 menit setiap 3 minggu
sebanyak 6 kali, setelah sebelumnya telah diberikan krim asam glikolat 10% selama
14 hari.
b. Bedah Laser
Tindakan bedah laser dapat dilakukan dengan menggunakan laser Q-Switched Ruby
dan laser Argon, namun dapat berisiko untuk terjadi kekambuhan. 5

Gambar 5. Bagan Alur Tatalaksana Melasma3


13

2.8 Prognosis
Walaupun bercak hiperpigmentasi pada melasma dapat dihilangkan dengan terapi,
namun perlu diingat bahwa melasma merupakan kondisi yang bersifat kronis dan mudah terjadi
kekambuhan dengan adanya faktor pemicu eksaserbasi. 3
• Quo ad vitam : bonam
• Quo ad functionam : dubia ad bonam
• Quo ad sanactionam : bonam
• Quo ad cosmeticum : dubia ad bonam3

2.9 Pencegahan
Pencegahan terhadap timbulnya melasma atau perburukannya adalah dengan
perlindungan terhadap sinar matahari, dimana penderita dapat diberikan edukasi untuk
menghindari pajanan langsung sinar matahari terutama antara pukul 09.00 – 15.00,
menggunakan pelindung seperti payung atau topi lebar jika keluar rumah, dan menggunakan
tabir surya 30 menit sebelum terkena pajanan sinar matahari. Selain itu, pencegahan terhadap
timbulnya melasma dapat juga dilakukan dengan menghilangkan faktor pemicunya, misalnya
dengan menghentikan pemakaian pil kontrasepsi, pemakaian kosmetika dengan campuran
pewarna atau pewangi, dan penggunaan obat-obatan seperti hidantoin, sitostatika, dan
antimalaria.5,6
BAB 3

KESIMPULAN
Melasma merupakan salah satu gangguan hiperpigmentasi kulit yang sering ditemukan,
ditandai dengan adanya pigmentasi berupa bercak atau makula berukuran cukup besar
berwarna coklat muda hingga gelap dengan tepi ireguler, utamanya pada kulit wajah, dan lebih
jarang ditemukan pada kulit kepala, lengan bawah, dan punggung. Melasma diketahui
dipengaruhi oleh berbagai etiologi, di antaranya adalah paparan cahaya, hormonal, dan genetik.
Prevalensi melasma secara global pun bervariasi, sehingga dibutuhkan pemeriksaan untuk
penegakkan diagnosis melasma dengan cermat dan teliti.
REFERENSI

1. Ogbechie-Godec OA, Elbuluk N. Melasma: an up-to-date comprehensive review.


Dermatol Ther [internet]. 2017 [cited 2022 Oct 20];7:305-18. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5574745/
2. Gonzalez-Molina V, Marti-Pineda A, Gonzalez N. Topical treatments for melasma and
their mechanism of action. J Clin Aesthet Dermatol [internet]. 2022 [cited 2022 Oct
20];15(5):19-28. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9122278/
3. Widaty S, Soebono H, Nilasari H, Listiawan Y, Siswati AS, Triwahyudi D, et al. Panduan
praktik klinis bagi dokter spesialis kulit dan kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI;
2017. Hal 273-6.
4. Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, et al.
Fitzpatrick’s dermatology. 9th ed. New York: McGrawHill Education; 2019. 1379-81p.
5. Wu MX, Antony R, Mayrovitz HN. Melasma: a condition of Asian skin. Cureus [internet].
2021 Apr 10 [cited 2022 Oct 20];13(4):1-9. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8110291/pdf/cureus-0013-
00000014398.pdf.
6. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi
ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016. Hal
342-5.
7. Novarina RM, Rahmadewi, Sukanto H. Gambaran dermoskopi dan lampu Wood pada
melasma. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin [internet]. 2017 [disitasi 21 Okt
2022];29(1):8-14. Diambil dari: https://e-
journal.unair.ac.id/BIKK/article/download/4146/2794/11821
8. Daili ES, Menaldi SL, Wisnu IM. Penyakit kulit yang umum di Indonesia: sebuah
panduan bergambar. Edisi pertama. Jakarta: PT Medical Multimedia Indonesia; 2017. Hal
87.

Anda mungkin juga menyukai