NPM : 226080464
DOSEN PEMBMBING :
AHDUN TRIGONO
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................3
KAJIAN PUSTAKA................................................................................................3
BAB III..................................................................................................................14
PEMBAHASAN………………………………………………………………….14
BAB IV......................................................................................................................
A. Kesimpulan.....................................................................................................18
B. Saran...............................................................................................................18
.BAB I
PENDAHULUAN
Rumah sakit merupakan suatu organisasi kompleks, padat keahlian, padat teknologi, dan
multiproduk. Rumah sakit yang pada awalnya didirikan oleh pemerintah dan organisasi
sosial/keagamaan berkembang pesat dengan banyaknya pendirian rumah sakit oleh pihak swasta.
Rumah sakit yang awalnya bersifat sosial berubah menjadi sosio-ekonomi agar dapat bertahan
dan berkembang. Perubahan lingkungan eksternal yang cepat dan sering kali tidak terduga,
tuntutan lingkungan internal, serta perubahan sifat rumah sakit dari sosial menjadi sosio-
ekonomi; menyebabkan timbulnya peluang/ masalah setiap saat di mana saja, baik yang bersifat
sederhana mau pun kompleks.
Manajer rumah sakit tidak bisa lagi mengelola rumah sakit secara “business as usual,
tetapi wajib kreatif, inovatif, dan berani mengambil risiko. Dalam konteks Hospital Entrepreneur
Leadership, manajer di rumah sakit diharapkan memiliki karakteristik dan kompetensi yang
mendukung pengembangan dan implementasi inovasi. Mereka harus memiliki visi yang jelas,
kemampuan untuk mengidentifikasi peluang bisnis baru, serta mampu menghadapi perubahan
dan tantangan yang ada dalam industri kesehatan. .Kunci Entrepreneurship adalah kreatifitas,
inovasi, kolabotrasi, networking, integritas dan teamwork karena perubahan paradigma
pelayanan saat ini membutuhkan kolaborasi interdisiplin, patient centeredness, dan berbasis tim.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Selain itu, menurut studi di Young Entrepreneur Council, terdapat 12 karakteristik utama yang
dibutuhkan untuk menjadi pemimpin entrepreneurial yang sukses. Ciri-ciri tersebut adalah
sebagai berikut (Young Entrepreneur Council, 2016):
1. Fleksibilitas,
2. Kerendahan Hati,
3. Fokus,
4. Determinasi,
5. Tetap terhubung,
6. Visi,
7. Kepercayaan paranoid,
8. Kepemilikan,
9. Positif,
10.Pemasaran,
2. Visi,
3. Inovasi,
4. Pemecahan masalah,
5. Gigih,
6. Mengambil risiko,
7. Beradaptasi dengan perubahan,
9. Ketegasan konsumen.
Pemimpin entrepreneurial tidak tenggelam dalam skeptisisme dan mereka tidak terus
berada di bawah tekanan masalah. Mereka mengarahkan orang untuk menghadapi masalah yang
tampaknya tidak mungkin diselesaikan dengan membuat analisis dan menemukan solusi dengan
keterampilan berpikir produktif. Keberhasilan bisnis bergantung pada keterampilan
kepemimpinan manajemen yang efektif. Kepemimpinan entrepreneurial adalah salah satu dari
keterampilan kepemimpinan yang efektif ini. Menurut Alvarez dan Barney (2002),
kepemimpinan entrepreneurial adalah jenis kepemimpinan yang terdiri dari tindakan menuju
pembentukan bisnis di tingkat individu, tindakan untuk mengikuti inovasi di tingkat organisasi
dan tindakan untuk mendapatkan manfaat dari peluang yang dibedakan di tingkat pasar (dalam
Altuntas, 2014). Kepemimpinan entrepreneurial merupakan konsep yang muncul dengan
memadukan potensi kepemimpinan dengan jiwa entrepreneurial. Ketika poin-poin penting dan
semangat entrepreneurial ditambahkan ke dalam variabel sifat kepemimpinan, kepemimpinan
entrepreneurial muncul dan dapat mengubah arah dunia. Dalam literatur, terkadang
entrepreneurial dan kepemimpinan digunakan sebagai istilah yang dapat dipertukarkan.
Kemudian, kepemimpinan entrepreneurial diperkenalkan. Dalam kepemimpinan entrepreneurial,
pemimpin juga memiliki kualitas entrepreneurial. Pemimpin entrepreneurial dapat mengadopsi
peran yang sepenuhnya independen dan membimbing serta 54 strategi yang terkait dengan
organisasi, yang merupakan sistem yang kompleks (Gündüz, 2010). Kepemimpinan
entrepreneurial mengacu pada status entrepreneurial seorang pemimpin. Dengan kata lain,
kepemimpinan entrepreneurial dapat digunakan untuk seorang pemimpin yang memiliki
karakteristik seperti mengambil risiko, mengevaluasi peluang, inovatif, produktif, saling
bertukar, dan strategis. Alhasil, untuk menyiapkan masyarakat Indonesia menghadapi era
Revolusi Industri 4.0 kebutuhan pemimpin entrepreneurial di perusahaan atau organisasi
saat ini meningkat dari hari ke hari. Oleh karena itu, pelatihan terapan, seminar, konferensi dapat
diselenggarakan dan proyek-proyek dapat diterapkan di perusahaan atau organisasi dalam rangka
meningkatkan jumlah pemimpin entrepreneurial. Penyiapan Entrepreneurial Leaders Kempster
dan Cope (2010) menyatakan bahwa upaya pemahaman dan pengembangan tentang kompetensi
entrepreneurial leadership dapat dilakukan melalui pendidikan kewirausahaan. Anderson dan
Jack (2008), Fuchs, Werner, dan 55 Wallau (2008), Man dan Yu (2007), dan Hannon (2006)
menyatakan bahwa pendidikan kewirausahaan perguruan tinggi memiliki peran yang penting
dalam pengembangan kemampuan entrepreneurial mahasiswa. Keterlibatan pendidik di
perguruan tinggi dengan para mahasiswa dalam aktivitas dan proyek-proyek kewirausahaan
berperan penting (Mattare, 2008; Okudan & Rzasa, 2006). Bagheri and Pihie (2011) menyatakan
hasil studi empirisnya di antara para mahasiswa beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta di
Malaysia bahwa kompetensi-kompetensi yang memampukan para mahasiswa agar sukses dalam
aktivitas-aktivitas entrepreneurial diperlukan. Program pendidikan kewirausahaan yang
dilaksanakan di perguruan tinggi dengan tujuan menyiapkan para pemimpin entrepreneurial
masa depan ada yang mencapai keberhasilan, tapi banyak mengalami kegagalan. Kempster dan
Cope (2010), Mattare (2008), dan Okudan dan Rzasa (2006) menyatakan hasil temuannya bahwa
sedikit sekali program pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi yang telah didedikasikan
pada pengembangan kompetensi entrepreneurial leadership mahasiswa. Cassar (2006)
menyampaikan temuannya tentang tingginya tingkat kegagalan bisnis-bisnis baru yang dibuka,
sehingga 56 menyadarkan para akademisi akan pentingnya entrepreneurial leadership bagi
performa dan suksesnya badan usaha entrepreneurial. Okudan dan Rzasa (2006) menyajikan
fakta bahwa dari semua universitas-universitas di Amerika Serikat yang memberikan program-
program pendidikan kewirausahaan di tahun 2004 hanya ada delapan universitas yang
melaksanakan mata kuliah entrepreneurial leadership dengan fokus pada pengembangan
pengetahuan dasar entrepreneurial leadership dan keterampilan motivasi, inovasi, dan
komunikasi. Mattare (2008) melaporkan bahwa dari 25 program kewirausahaan tingkat sarjana
(undergraduate) di tahun 2006, hanya empat persen saja yang menekankan pengembangan
entrepreneurial leadership mahasiswa. Hasil-hasil riset yang lain mengindikasikan bahwa
program-program pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi memainkan peran yang
memberikan pengaruh dalam pengembangan kompetensi-kompetensi entrepreneurial leadership
para mahasiswa melalui pelibatan dalam perkumpulan-perkumpulan dan dalam proyekproyek
kewirausahaan terkemuka (Plumly et al., 2008; Okudan & Rzasa, 2006). 57 Dari studi-studi yang
telah dilakukan tersebut nyata bahwa tidak banyak yang melihat dari aspek penyelenggara
program. Penyelenggara program memiliki peran yang tidak kalah penting bagi kesuksesan
program-program yang direncanakan termasuk program kewirausahaan. Sebagai pihak yang
memegang otoritas dalam program studi, maka penyelenggara program mempunyai peran dan
posisi yang sentral. Tanpa adanya kepemimpinan, kapabilitas, kreativitas, dan daya inovasi dari
penyelenggara program sebagai pemimpin, maka suatu program akan dikhawatirkan menemui
jalan terjal. Adalah penting melakukan riset-riset yang difokuskan pada sejauh mana peran
penyelenggara program dalam membawa organisasi yang dipimpinnya meraih performa yang
diharapkan. " Kebiasaan Pemimpin Entrepreneurial Yang Efektif Inilah yang diperlukan untuk
menjadi pemimpin entrepreneurial, sebagai berikut (Wesman, 2016):
Jika hal tersebut dihubungkan dengan RS, maka pimpinan/ manajer dimasa sekarang
menghadapi tantangan yang besar. Paling sedikit ada empat tantangan yang dihadapi Rumah
Sakit:
1, Semakin banyak pekerjaan hilang karena perkembangan teknologi. Hal ini juga terjadi di
sektor lain. Contoh, dengan adanya kartu elektronik, kini gerbang masuk jalan Tol tidak perlu
dijaga oleh manusia.
2. Dengan perkembangan teknologi yang terus meningkat, bakal muncul banyak pesaing baru
dalam layanan kesehatan yang tidak terduga.
3.Para pemilik modal besar (konglomerasi) akan ‘bermain’ disemua lini dan meraup semua
segmen pasar kesehatan dengan memanfaatkan teknologi.
4.Pengalaman pasien selama di rawat, dapat lebih berarti dari pada hasil klinis. Termasuk disini,
setiap titik kontak selama perawatan. Jadi bila pengalamannya baik, mereka akan kembali. Atau
sebaliknya. Terlihat, selain berkiprah di fungsi sosial, saat ini RS juga dituntut untuk melakukan
fungsi usaha sosial/ komersial/ bisnis.
Dengan perkembangan faktor lingkungan yang sangat cepat, terutama setelah era tahun
1980-an, para manajer harus memeriksa faktor lingkungan yang ternyata tumbuh menjadi
elemen-elemen yang menekan. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup
organisasi RS.Keterlibatan pemerintah dalam perjanjian General Agreement on Tariffs and
Trade (secara internasional) ataupun Asia Pasific Economic Cooperation (secara regional Asia-
Pasifik) pada era tahun 1990-an, memaksa pemerintah untuk membuka pintu bagi penanaman
modal di bidang perumahsakitan di Indonesia, baik dari dalam negeri maupun asing (PMDN dan
PMA). Oleh sebab itu, mulailah perkembangan iklim persaingan yang sangat ketat di bidang
perumahsakitan, yang memunculkan elemen penekan yang baru bagi organisasi RS. Demikian
pula dengan timbulnya iklim reformasi di bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial budaya;
yang akan sangat berpengaruh kepada kelangsungan hidup organisasi RS.Keadaan ini membuat
para ahli, khususnya di bidang manajemen untuk menempatkan faktor lingkungan (eksternal)
setara dengan faktor internal organisasi dalam memengaruhi dan dipengaruhinya oleh organisasi
RS.
Menurut Laksmono, tantangan yang dihadapi oleh para manajer saat ini sangat besar dan
kompleks sehingga menempatkan mereka dalam sebuah panci pemasak cepat (pressure-cooker).
Demikian pula para manajer RS, yang saat ini mengalami banyak sekali tekanan dari berbagai
jurusan, baik yang berasal dari dalam organisasi maupun luar organisasi. Tekanan dari dalam
organisasi ini seperti tuntutan dari karyawan akan kesejahteraan yang semakin baik serta
keterbatasan dana bagi penye lenggaraan pelayanan yang semakin meningkat. Sementara itu,
tekanan dari luar organisasi seperti kritikan masyarakat, serangan dari berbagai media massa, dan
ketatnya persaingan. Tekanan-tekanan yang dialami oleh para manajer ini jauh lebih berat
dibandingkan dengan tekanan pada para manajer dalam periode 20 (dua puluh) tahun yang lalu.
Hal ini disebabkan oleh semakin besar nya serta semakin banyaknya tekanan-tekanan saat ini
dibandingkan dengan waktu yang lalu. Besarnya tekanan pada organisasi RS akan membawa RS
ke dalam situasi yang serba tidak menentu, sehingga membuat masyarakat di luar RS
menyangsikan kemampuan para manajer RS dalam mengelola organisasinya. Akibat lain dari
besarnya tekanan yang dialami oleh para manajer RS adalah timbulnya “ketakutan” atau
“kebingungan” di kalangan para manajer dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini bisa dilihat
dengan timbulnya sikap “reaktif” dalam memecahkan persoalan (masalah) yang dihadapi
organisasi ataupun sifat “menunggu” petunjuk/ pengarahan dari atasan/pemilik dalam
menghadapi masalah.Keadaan tersebut jelas tidak akan menguntungkan RS karena RS hanya
akan bersifat bertahan dalam menghadapi tekanan-tekanan. Sementara itu, tekanan tersebut akan
semakin banyak, baik kuantitas maupun kualitasnya. Dengan begitu, para pimpinan RS di masa
sekarang menghadapi tantangan yang besar.
Ada minimal 6 (enam) tantangan yang dihadapi RS. Pertama, semakin banyak pekerjaan
hilang karena perkembangan teknologi. Hal ini juga terjadi di sektor lain. Contoh, dengan adanya
kartu elektronik, gerbang masuk jalan tol tidak perlu dijaga oleh manusia. Kedua, dengan
perkembangan teknologi yang terus meningkat akan memunculkan banyak pesaing baru dalam
layanan kesehatan yang tidak terduga. Ketiga, para pemilik modal besar (konglomerasi) akan
‘bermain’ di semua lini dan meraup semua segmen pasar kesehatan dengan memanfaatkan
teknologi. Keempat, para manajer RS dituntut harus selalu berpikir kritis, kreatif, dan inovatif
dalam menghadapi kecenderungan jangka panjang, dengan RS bukan menambah jumlah pasien,
melainkan justru menguranginya. Kelima, pengalaman pasien selama dirawat dapat lebih berarti
daripada hasil klinis. Termasuk di antaranya setiap titik kontak selama perawatan. Apabila
pengalaman pasien baik maka mereka akan kembali, ataupun sebaliknya. Keenam, khusus dalam
kasus RS di Indonesia, Prof. Hasbullah Thabranya mengatakan bahwa dalam era JKN, dengan
desain JKN memaksa RS prolaba dan RS nirlaba bersaing dalam kualitas layanan. Tantangan
bagi RS prolaba adalah memuaskan juga pemilik/investor, sedangkan tantangan RS nirlaba
adalah survival dan growth.
BAB III
PEMBAHASAN
1. Problem solver
Tahapannya diawali dengan mengurai masalah yg ada, lihat masalah dari berbagai sudut
pandang yg berbeda, secara jelas dan objektif, buat form tentang solusi yg potensial
secara fleksibel, kumpulkan serta integrasikan informasi2 penting, formulasikan inform
plan of action untuk pemecahan masalah, dan implementasikan solusi.
Delapan tahap berpikir kritis sebagai manajer perlu dimiliki yaitu Keterampilan
memecahkan masalah terdiri dari 4 (empat) tahap yaitu Memilah masalah,
Mengidentifikasi masalah,, Mencari penyebab dan akar masalah, dan Solusi.. Seteleah itu
dilanjutkan dengan Proses pengambilan keputusan terdiri dari 4 tahap yaitu Persiapan,
Perencanaan awal , Implementasi, dan Penyempurnaan.
2. Decision maker
Sebagai manajer harus mampu menemukan masalah, mengembangkan alternatif
keputusan,dan evaluasi, menilai resiko sebelum membuat keputusan, membuat
keputusan, implementasi dan monitor.
3. Leadership skill
4 hal yg harus dikuasai manajer:
1. Interpersonal skill
Kesuksesan seorang leader menurut Employment Research Institute sangat ditentukan
80 % oleh soft skill yaitu:
Inisiatif
Etika
Kritis
Kemauan belajar
Komitmen
Motivasi
Bersemangat
Dapat diandalkan
Komunikasi lisaan yg baik
Kreatif
Kemampuan anlisis
Mampu mengatasi stress
Manajemen diri
Problem solving
Dapat meringkas
Bekerja sama
Fleksibel
Kerjasama tim
Mandiri
Kemampuan mendengarkan
Tangguh
Beragumentasi
Logis
Manajemen waktu
2. Komunikasi
Pentingnya komunikasi efektif dalam memimpin karena harus dapat menyampaikan
pesan dengan baik. Hambatan seperti persepsi, emosi, time pressure, inattention,
perbedaan informasi overload, distractionstruktur organisasi yg kompleks, poor
retention sebaiknya dapt diatasi.
3. Directing
Kemampuan dalam mengarahkan harus berdasarkan paradigm baru yaitu manajer
sebagai fasilotator bukan hanya memerintah saja, lalu mampu berkolaborasi dengan
tim, fleksibel merubah gaya kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi dan
kondisi.
4. Personality
Karakter yg harus dimiliki: Jujur,kompeten, forward looking, inspiring, intelligent,
fair minded, broad minded, courageous, straightforward dan imaginative.
Sebagai manajer di rumah sakit, hampir seluruh waktunya digunakan untuk melakukan
analisis dan pengambilan keputusan. Dengan demikian, seorang manajer RS, dituntut
mempunyai kemampuan untuk menguasai problem solving skills and decision making process.
Dengan kata lain, para manejer rumah sakit dituntut untuk mampu berpikir cepat dan berpikir
kritis.. Ditambah dengan memasuki era Industri 4.0 dan era distruption, cara berbisnis rumah
sakit akan berubah. Perubahannya bahkan secara fundamental, mulai dari struktur biaya sampai
dengan budaya dan bahkan ideologi industri rumah sakit. Dengan demikian, kini para pimpinan
di rumah sakit harus memiliki jiwa entrepreneurship sehingga rumah sakit mampu bertahan serta
membuat inovasi-inovasi baru dan lebih produktif., yaitu para entrepreneur rumah sakit akan
lebih berhasil memasuki era baru bila ditopang dengan penguasaan problem solving skills and
decision making process.
.Kedua, variabel BPJS. Sejak diberlakukan secara nasional pada 1 Januari 2014 oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dunia kesehatan memasuki era SJSN. Keberadaan SJSN
diharapkan akan melindungi masyarakat dari risiko ekonomi ketika sakit, mengalami kecelakaan
kerja, pada hari tua dan pensiun, serta kematian. Di dalamnya terdapat operator, yaitu BPJS
badan yang akan mengelola sistem SJSN tersebut. Tujuan yang mulia ini pasti didukung oleh
semua pihak. Akan tetapi, faktanya di tahun 2018 ini, defisit BPJS dan komplain dari banyak RS
yang belum dibayarkan klaimnya sangat mengganggu tujuan mulia tersebut.
Ketiga, variabel mutu pelayanan. Sebagai pelanggan tentu menginginkan kualitas layanan
yang prima dari penyedia jasa RS. Fenomena pasien Indonesia yang berobat ke luar negeri
menunjukkan bahwa pelayanan RS di Indonesia secara umum masih belum optimal. Hal inilah
yang dibidik oleh AKREDITASI RS. Bagaimana standar pelayanan dan kenyamanan RS di
Indonesia bisa setara dengan pelayanan di negara maju atau negara Jiran.
KESIMPULAN
SARAN