Laporan Journal Reading Kelompok 4 Keshaj
Laporan Journal Reading Kelompok 4 Keshaj
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
BAB 3 PENUTUP................................................................................................. 24
LAMPIRAN .......................................................................................................... 26
iii
ABSTRAK
Hipertensi disebut sebagai Silent Killer karena gejalanya sering tanpa
keluhan. Penelitian ini dirancang untuk mengetahui faktor risiko dominan
hipertensi pada calon jemaah haji di Medan, Indonesia selama periode embarkasi
tahun 2016 yang memakan waktu kurang dari 24 jam. Studi faktor risiko yang
mungkin untuk perilaku hipertensi di Medan, Indonesia selama periode embarkasi
menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Komputerisasi Sistem Kesehatan
Haji Terpadu. Data sekunder yang dikumpulkan melibatkan total 6.597 calon
jamaah haji sebagai subjek yang memenuhi syarat. Angka kejadian hipertensi
pada calon jemaah haji di Medan, Indonesia (26,2%) lebih tinggi dibandingkan
prevalensinya (25,8%) dan di Sumatera Utara (24,7%). Analisis bivariat Chi-
Square dengan Odds Ratio menghasilkan kejadian hipertensi yang berhubungan
dengan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, riwayat diabetes melitus, dan
overweight/obesitas. Analisis regresi logistik menunjukkan penyakit diabetes
melitus (OR=1.918 [95% CI: 1.613-2.280] p=0.001) sebagai faktor risiko
predominan hipertensi setelah dikontrol oleh usia, kelebihan berat badan/obesitas,
jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan. Hasil ini menunjukkan bahwa
diperlukan strategi yang optimal untuk mengurangi faktor risiko hipertensi yang
dapat dimodifikasi dengan melakukan pemeriksaan kesehatan bagi calon jemaah
haji lebih awal dari saat ini, misalnya 1-2 tahun sebelum periode embarkasi
karena hasil yang diharapkan dari perubahan perilaku untuk pencegahan dan
pengendalian hipertensi. Petugas kesehatan harus lebih memperhatikan mereka
yang berusia ≥60 dan diabetes melitus untuk mencegah kejadian hipertensi di
Arab Saudi.
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
Lebih dari 1 miliar orang hidup dengan hipertensi. Pada tahun 2008,
secara global, prevalensi hipertensi terjadi pada orang dewasa berusia 25 tahun ke
atas atau sekitar 40%. Tertinggi di wilayah Afrika (46%) dan terendah di wilayah
Amerika (35%), Pada wilayah Asia Tenggara, 36% orang dewasa menderita
hipertensi. Pada tahun 2007 prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%
dengan tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat
(20,1%). Pada tahun 2013 prevalensinya menurun menjadi 25,8%, tertinggi di
Bangka Belitung (30,9%), dan terendah di Papua (16,8%). Di Sumatera Utara
prevalensi hipertensi sebesar 24,7% pada tahun 2013. Proporsi jemaah haji yang
memiliki kelompok penyakit sirkulasi yang dihasilkan dari Sistem Kesehatan
Haji Terpadu Komputerisasi sebesar 54,02% pada tahun 2016, meningkat tajam
dari tahun sebelumnya sebesar 33,75%.
v
memakan waktu kurang dari 24 jam, dimulai sejak calon jemaah haji memasuki
Asrama Haji hingga waktu penerbangan ke Arab Saudi.
Hampir setiap tahun sekitar 67 persen dari total Jemaah haji yang
berangkat ke tanah suci dalam kelompok risiko tinggi. Angka kesakitan dan
kematian juga cenderung berfluktuatif, namun masih dinyatakan tinggi. Penyakit
degeneratif, metabolik dan kronis masih mendominasi sebagai penyakit yang
diderita oleh Jemaah haji terutama Jemaah haji dengan usia lanjut. Setiap
tahunnya, mayoritas Jemaah Calon Haji (JCH) mengalami hipertensi atau tekanan
darah tinggi. Rata-rata usianya di atas 60 tahun dengan penyakit penyerta seperti
hipertensi, jantung, diabetes, dan lainnya (Magfirah, 2020).
6
Jemaah Haji yang memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg
dikelompokkan sebagai Jemaah Haji dengan penyakit hipertensi atau darah tinggi
(Santoso, 2017).
1.2 Tujuan
Tujuan jurnal reading ini untuk memahami isi jurnal mengenai faktor yang
berhubungan dengan kejadian hipertensi pada calon jemaah haji pada masa
embarkasi yang pada jurnal ini berjudul “Factors Related to the Incidence of
Hypertension Among Prospective Pilgrims in Medan, Indonesia During
Embarkation Period 2016”
7
Among Prospective Pilgrims in Medan, Indonesia
During Embarkation Period 2016
Publikasi : Knowledge E pada 28 Februari 2019
BAB 2
PEMBAHASAN
8
2.3 Epidemiologi Hipertensi
Salah satu penyakit tidak menular adalah hipertensi yang merupakan
faktor risiko utama terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke. Penyakit tidak
menular ini berhubungan erat dengan determinan sosial ekonomi, kualitas hidup,
termasuk konsumsi tembakau, pola makan tidak seimbang dan kurang bergerak.
Diperkirakan prevalensi penderita berdasarkan kelompok umur dari screening
dan yang dilaporkan langsung oleh penderita didapatkan : prevalensi tertinggi usia
>65 tahun kemudian usia 20-64 tahun. Dari hasil screening yang terbaru
dilaporkan terjadi penurunan prevalensi penderita hipertensi usia 20-44 tahun,
yang diikuti usia 45-64 tahun, namun meningkat pada usia >65 tahun. Lima
kelompok yang dilaporkan berisiko tinggi menderita hipertensi yaitu laki-laki,
kulit hitam, kelompok Hispanic, pendidikan rendah dan usia dewasa tua.
9
sehingga potensi bangsa dapat lebih dimanfaatkan untuk proses pembangunan.
Golongan umur 45 tahun ke atas memerlukan tindakan atau program pencegahan
yang terarah. Tujuan program penanggulangan penyakit kardiovaskuler adalah
mencegah peningkatan jumlah penderita risiko penyakit kardiovaskuler dalam
masyarakat dengan menghindari faktor penyebab seperti hipertensi, diabetes,
hiperlipidemia, merokok, stres dan lain-lain.
A. Ras
Suku berkulit hitam lebih tinggi terkena hipertensi. Di amerika, penderita
hipertensi berkulit hitam 40% lebih banyak dibandingkan penderita
berkulit putih. Biasanya menimpa ras kulit hitam di usia yang lebih muda.
Warga afrikaamerika jauh lebih peka terhadap natrium daripada orang
kulit putih, dan menu makanan mereka cenderung tinggi natrium, sehingga
risiko menjadi berlipat ganda.
B. Usia
Hipertensi bisa terjadi pada semua usia. Tetapi semakin bertambah usia
seseorang, risiko terserang hipertensi semakin meningkat. Hal ini terjadi
akibat perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon.
Penyakit tekanan darah tinggi lebih lazim diderita pria dewasa muda dan
paruh baya daripada wanita dikelompok usia yag sama. Namun, usia 60
tahun atau lebih justru lebih cenderung diderita kaum wanita. Semakin tua
seseorang, tubuhnya juga semakin sensitif terhadap natrium sehingga
tubuhnya akan menahan natrium didalam tubuh sehingga terjadi retensi air
dan peningkatan tekanan darah.
C. Riwayat keluarga
Hipertensi bisa diturunkan. Anak yang salah satu orang tuanya mengidap
hipertensi, memiliki risiko 25% menderita hipertensi juga. Jika kedua
10
orang tua hipertensi, 60% keturunnya mengalami hipertensi. Hipertensi
yang lebih banyak dijumpai pada kembar identik daripada kembar
nonidentik.
D. Jenis kelamin
Hipertensi banyak ditemukan pada laki-laki dewasa muda dan paruh baya.
Sebaliknya, hipertensi sering terjadi pada sebagian besar wanita setelah
berusia 55 tahun atau yang mengalami menopause. Pada Umumnya
Insidens hipertensi pada pria lebih tinggi darpada wanita. Namun pada
usia pertengahan dan lebih tua, insidens pada wanita mulai meningkat,
sehingga pada usia diatas 65 tahun, insidens pada wanita lebih tinggi.
A. Kegemukan
Massa tubuh yang besar membutuhkan lebih banyak darah untuk
menyediakan oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Artinya, darah yang
mengalir kedalam pembuluh darah semakin banyak sehingga dinding
arteri mendapatkan tekanan lebih besar. Tak hanya itu, kelebihan berat
badan membuat frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah
meningkat sehingga menyebabkan retensi natrium dan air. Lemak jenuh
dan lemak trans yang masuk kedalam tubuh karena konsumsi yang
berlebihan menyebabkan penumpukan lemak didalam pembuluh darah,
akibatnya arteri menyempit dan perlu tekanan yang lebih besar untuk
mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Curah jantung dan sirkulasi volume
darah penderita hipertensi yang Obesitas lebih tinggi dibandingkan yang
berat badannya normal. Makin besar ukuran tubuh, makin banyak pula
darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen ke jaringan-jaringan tubuh
sehingga volume darah yang beredar melalui pembuluh darah meningkat
sehingga tekanan arteri meningkat.
B. Kurangnya aktivitas fisik
11
Aktivitas fisik adalah vasodilator artinya, olahraga dapat mengembangkan
pembuluh darah dan juga mengoptimalkan otot jantung untuk beradaptasi
dan bekerja lebih efisien dalam memompa darah. Kebiasaan bermalas-
malasan meningkatkan risiko serangan jantung karena otot jantung tidak
bekerja secara efisien dan perlu bekerja lebih keras untuk memompa
darah. Jika seseorang kurang gerak, frekuensi denyut jantung menjadi
lebih tinggi sehingga memaksa jantung bekerja lebih keras setiap
kontraksi.
C. Merokok
Zat-zat kimia tembakau seperti nikotin dan karbonmonoksida dari asap
rokok membuat jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah. Selain
itu juga zat yang terkandung didalam rokok dapat merusak lapisan dinding
arteri berupa plak yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah arteri
yang dapat meningkatkan tekanan darah. Nikotin juga dapat meningkatkan
kerja hormon epinefrin sehingga membuat vasokonstriksi pembuluh darah.
Karbonmonoksida dalam rokok dapat menyebabkan jantung bekerja lebih
keras untuk menggantikan pasokan oksigen ke jaringan tubuh.
D. Sensitivitas natrium
Beberapa orang yang sensitif terhadap natrium akan menahan natrium
didalam tubuhnya sehingga terjadi retensi air dan peningkatan tekanan
darah. Umur juga berpengaruh terhadap sensitifitas terhadap natrium.
Makin tua seseorang makin sensitive terhadap natrium. Asupan natrium
dan garam tergolong faktor risiko yang kontroversial, tergantung dari
sensitivitas individu terhadap natrium. Natrium merupakan bentuk mineral
atau elektrolit yang berpengaruh terhadap tekanan darah.
E. Kalium rendah
Kalium membantu tubuh menjaga keseimbangan jumlah natrium didalam
cairan sel. Apabila tubuh kekurangan kalium, natrium didalam tubuh tidak
bisa dikeluarkan sehingga risiko hipertensi meningkat.
F. Konsumsi minuman beralkohol meningkat
12
Sekitar 5-20% kasus hipertensi disebabkan oleh alkohol. Risiko hipertensi
meningkat 2 kali lipat jika mengkonsumsi alkohol 3 gelas atau lebih.
Tetapi hubungan antara alkohol dengan hipertensi masih belum jelas. Ada
yang mengatakan bahwa alkohol dapat meningkatkan tekanan darah,
sementara konsumsi dalam jumlah secukupnya dapat menurunkan tekanan
darah. banyak penelitian juga membuktikan bahwa alkohol dapat merusak
jantung dan organ-organ lain termasuk pembuluh darah.
G. Stress
Saat stress terjadi pelepasan hormon epinefrin atau adrenalin. Aktivitas
hormon ini meningkatkan tekanan darah secara berkala. Jika stress
berkepanjangan, peningkatan tekanan darah menjadi permanen. Stress
mempercepat produksi senyawa berbahaya, meningkatkan kecepatan
denyut jantung dan kebutuhan akan suplai darah dan tidak lama kemudian
meningkatkan tekanan darah serta meningkatkan serangan jantung dan
stroke.
13
derajat ≥ 2. Prinsip terapi hipetensi untuk menjaga kepatuhan dan
meminimalisir efek samping yaitu sebagai berikut (Alfiyani Anik, 2017):
a) Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal
b) Berikan obat generik (non paten) bila sesuai dan dapat mengurangi
biaya
c) Berikan obat pada pasien lanjut usia (diatas usia 80 tahun) seperti
55-80 tahun dengan memperhatikan komorbid
d) Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzim inhibitors
(ACE-I) dengan angiotensin reseptor blocker (ARB)
e) Berikan edukasi menyeluruh kepada pasien mengenai terapi
farmakologi
f) Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur
B. Tatalaksana non farmakologi
Pada hipertensi derajat I dapat dilakukan penerapan pola hidup sehat
selama 4-6 bulan untuk menurunkan tekanan darah. Beberapa pola hidup
sehat yang dianjurkan guidelines yaitu:
a) Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan
memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat
memberikan manfaat lebih selain penurunan tekanan darah seperti
menghindari diabetes dan dyslipidemia
b) Mengurangi asupan garam. Di Negara kita, makanan tinggi garam
dan lemak merupakan makanan tradisional pada kebanyakan
daerah. Tidak jarang pula pasien tidak menyadari kandungan
garam pada masakan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan
dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam bermanfaat untuk
mengurangi dosis obat antihipertensi oada pasien hipertensi derajat
≥ 2. Dianjurkan konsumsi garam tidak melebihi 2 gr/hari.
c) Olahraga. Olahraga yang dilakukan secara teratur 30-60 menit
perhari, minimal 3 hari/minggu. Bagi pasien yang tidak memiliki
waktu untuk olahraga dianjurkan untuk berjalan kaki, bersepeda,
menaiki tangga sebagai aktifitas rutin di kantornya.
14
d) Mengurangi konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol > 2 gelas per
hari pada pria atau 1 gelas perhari bagi wanita dapat meningkatkan
tekanan darah.
e) Berhenti merokok. Pengobatan hipertensi bisa dilakukan dengan
cara modifikasi gaya hidup baik pada pasien hipertensi maupun
pre-hipertensi.
15
G. stroke hemoragik
H. Nefrosklerosis dan gagal ginjal
I. Retinopati
2.9 Metode
Penelitian pada jurnal ini adalah studi analisis data sekunder tentang
kemungkinan faktor risiko hipertensi yang dilakukan di Medan, Indonesia selama
periode embarkasi menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Sistem
Kesehatan Haji Komputerisasi Terpadu. Data yang dikumpulkan dari laporan
akhir menunjukkan hasil pemeriksaan kesehatan dari 6.597 calon jemaah haji
sebagai subjek pilihan dari seluruh kabupaten di Sumatera Utara pada tahun 2016.
Kriteria eksklusi termasuk mereka yang tidak dapat terbang ke Arab Saudi
berdasarkan hasil pemeriksaan.
16
diambil untuk menentukan risiko dominan faktor hipertensi di kalangan calon
jemaah haji. Tingkat probabilitas kurang dari 0,05 dianggap signifikan.
2.10 Hasil
17
Hasilnya, kejadian hipertensi di kalangan calon jemaah haji di Medan,
Indonesia (26,2%) lebih tinggi dari prevalensinya di Indonesia (25,8%) dan di era
Sumatera Utara, Indonesia (24,7%). Dalam penelitian ini, kelompok usia yang
lebih senior menunjukkan risiko kejadian hipertensi yang lebih tinggi. WHO
mengungkapkan bahwa prevalensi hipertensi lebih tinggi pada pria daripada
wanita di dunia, tetapi prevalensi hipertensi pada wanita cenderung lebih tinggi
daripada laki-laki di Indonesia. Dalam penelitian ini, perempuan dan laki-laki
memiliki risiko hipertensi yang sama dan signifikan secara statistik.
18
Tabel 1 : Analisis Univariat
19
(OR=0,923[95% CI: 0,752-1,133, p=0,475]). Sumber bias potensial termasuk
perilaku terkait kesehatan yang dilaporkan sendiri dengan kebiasaan merokok saat
ini sementara riwayat kebiasaan merokok atau lamanya kebiasaan merokok
tidak diperoleh di penelitian ini.
Hipertensi lebih umum pada orang dengan diabetes tipe 1 dan tipe 2
daripada pada populasi non-diabetes (apakah mereka kelebihan berat badan atau
tidak), sebagai konsekuensi dari kerusakan ginjal dan resistensi insulin masing-
masing. Di Inggris, sebanyak 70% orang dewasa dengan diabetes tipe 2 memiliki
hipertensi, menggandakan risiko kejadian kardiovaskular. Hipertensi dan diabetes
terkait erat, dan yang satu tidak dapat mengelola dengan tepat tanpa
memperhatikan yang lain. Dalam penelitian ini, calon jamaah dengan diabetes
melitus memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak didiagnosis
menderita diabetes.
20
Tabel 2 : Distribusi dari Hipertensi
21
dibandingkan dengan calon peziarah dengan BMI normal. Adanya peningkatan
evidence tubuh untuk mendukung berbagai perubahan gaya hidup untuk
mencegah hipertensi termasuk mengurangi asupan garam, memperbanyak buah
dan sayuran, meningkatkan aktivitas fisik kebiasaan ke tingkat yang
direkomendasikan, menjaga asupan alkohol dalam batas patokan yang
direkomendasikan, pengurangan dan kontrol merokok berat.
22
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin (20). Untuk mensukseskan GERMAS
tidak bisa hanya mengandalkan peran sektor kesehatan saja, semua jajaran
kementerian dan masyarakat harus mendukung program tersebut sebagaimana
disebutkan dalam Instruksi Presiden Pemerintah Indonesia No. 1 Tahun 2017
tentang Gerakan Masyarakat untuk Hidup Sehat.
23
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Angka hipertensi masih terus meningkat dan harus dianggap sebagai
masalah kesehatan masyarakat yang serius. Studi ini memberikan informasi
penting tentang kejadian dan faktor risiko terkait hipertensi di kalangan calon
jemaah haji. Lebih dari seperempat populasi penelitian ini terserang hipertensi
selama periode embarkasi yang memakan waktu kurang dari 24 jam. Penelitian ini
menunjukkan bahwa penyakit diabetes melitus, faktor usia, dan kelebihan berat
badan/obesitas sebagai faktor risiko dominan penyakit hipertensi disamping jenis
kelamin, tingkat pendidikan, dan pekerjaan. Tanpa pengetahuan yang memadai
dan langkah intervensi yang tepat, mereka berisiko terkena hipertensi dan
komplikasinya di Arab Saudi. Semua orang harus mendukung program
pemerintah untuk mengurangi paparan faktor risiko perilaku yang terbukti
berpengaruh pada penurunan bertahap angka kematian akibat hipertensi.
Rekomendasi utama dari penelitian ini adalah:
24
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, S., & Willem, I. (2020). Kesehatan Pelabuhan Makassar Wilayah Kerja
Parepare Risk Factors for Hypertension in Umrah Pilgrims at the Makassar
Port Health Office in the Parepare. 3(2), 270–278.
J, H., Andri, J., Payana, T. D., Andrianto, M. B., & Sartika, A. (2020). Kualitas
Tidur Berhubungan dengan Perubahan Tekanan Darah pada Lansia. Jurnal
Kesmas Asclepius, 2(1), 1–11. https://doi.org/10.31539/jka.v2i1.1146
Alfiyani Anik. (2017). Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Calon Jamaah Haji
Bekasi Kloter 34 dan 54 Tahun 2017. Artikel, 1–3.
Herawati, I., & Wahyuni. (2016). Manfaat Latihan Pengaturan Pernafasan Untuk
Menurunkan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Primer. The 3Rd
University Research Coloquium, 79–87.
Kartika, M., Subakir, S., & Mirsiyanto, E. (2021). Faktor-Faktor Risiko Yang
Berhubungan Dengan Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Rawang Kota
Sungai Penuh Tahun 2020. Jurnal Kesmas Jambi, 5(1), 1–9.
https://doi.org/10.22437/jkmj.v5i1.12396
25
LAMPIRAN
26
27
28
29
30
31
32
33