Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN JOURNAL READING

BLOK ELEKTIF KESEHATAN HAJI


“Factors Related to the Incidence of Hypertension Among Prospective Pilgrims
in Medan, Indonesia During Embarkation Period 2016”

Disusun oleh : Kelompok 4 Kelas B


Niza Anggi Marlitayani Rizki 016.06.0025
Afiq Ahmed Makarim 017.06.0045
Izar Khairani 018.06.0012
Putu Ariestha Ayu Priscitadewi 018.06.0032
Arini Yulfa Endriani 018.06.0061
I Komang Agus Adi Dharma Guna 018.06.0075
Ardiawati Fedrisa Pertiwi 019.06.0008
Baiq Meisy Arum Anjani 019.06.0017
Bunga Sevia Mitha 019.06.0019
Dalilah Femilia 019.06.0020
I Gusti Bagus Tanaya Kasibhara 019.06.0036
Komang Agus Satria Widiasa 019.06.0048
Moh. Reza Aulia Rahman 019.06.0058
Ni Made Dwita Wiwahani 019.06.0067
Ni Putu Windy Premanisa 019.06.0070
Pengampu : dr. Nurkomariah Dzulhijjah, S.Ked
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Rasa bangga yang tak terhingga dan tak ternilai kami rasakan karena
Tuhan telah memberikan rahmat-Nya kepada kami sehingga Laporan Journal
Reading yang berjudul ““Factors Related to the Incidence of Hypertension
Among Prospective Pilgrims in Medan, Indonesia During Embarkation Period
2016”” dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Dalam
penyelesaian laporan ini diharapkan kepada mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Al-Azhar untuk dapat memahami isi dari laporan ini dan dapat
menjadi ilmu yang berguna di masa yang akan datang.

Kami menyadari dalam proses pembuatan sampai akhirnya selesai, masih


banyak kekurangannya, sehingga kami memohon maaf serta menginginkan kritik
dan saran yang dapat memperbaiki laporan ini.

Mataram, 14 Januari 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

ABSTRAK ............................................................................................................. iv

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 5

1.1 Latar Belakang............................................................................................... 5

1.2 Tujuan ............................................................................................................ 7

1.3 Identitas Jurnal............................................................................................... 7

BAB 2 PEMBAHASAN ......................................................................................... 8

2.1 Definisi Hipertensi......................................................................................... 8

2.2 Etiologi hipertensi ......................................................................................... 8

2.3 Epidemiologi Hipertensi ................................................................................ 9

2.4 Faktor Risiko Hipertensi.............................................................................. 10

2.5 Klasifikasi Hipertensi .................................................................................. 13

2.6 Tatalaksana Hipertensi ................................................................................ 13

2.7 Pencegahan Hipertensi ................................................................................ 15

2.8 Komplikasi Hipertensi ................................................................................. 15

2.9 Metode ......................................................................................................... 16

2.10 Hasil ........................................................................................................... 17

BAB 3 PENUTUP................................................................................................. 24

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25

LAMPIRAN .......................................................................................................... 26

iii
ABSTRAK
Hipertensi disebut sebagai Silent Killer karena gejalanya sering tanpa
keluhan. Penelitian ini dirancang untuk mengetahui faktor risiko dominan
hipertensi pada calon jemaah haji di Medan, Indonesia selama periode embarkasi
tahun 2016 yang memakan waktu kurang dari 24 jam. Studi faktor risiko yang
mungkin untuk perilaku hipertensi di Medan, Indonesia selama periode embarkasi
menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Komputerisasi Sistem Kesehatan
Haji Terpadu. Data sekunder yang dikumpulkan melibatkan total 6.597 calon
jamaah haji sebagai subjek yang memenuhi syarat. Angka kejadian hipertensi
pada calon jemaah haji di Medan, Indonesia (26,2%) lebih tinggi dibandingkan
prevalensinya (25,8%) dan di Sumatera Utara (24,7%). Analisis bivariat Chi-
Square dengan Odds Ratio menghasilkan kejadian hipertensi yang berhubungan
dengan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, riwayat diabetes melitus, dan
overweight/obesitas. Analisis regresi logistik menunjukkan penyakit diabetes
melitus (OR=1.918 [95% CI: 1.613-2.280] p=0.001) sebagai faktor risiko
predominan hipertensi setelah dikontrol oleh usia, kelebihan berat badan/obesitas,
jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan. Hasil ini menunjukkan bahwa
diperlukan strategi yang optimal untuk mengurangi faktor risiko hipertensi yang
dapat dimodifikasi dengan melakukan pemeriksaan kesehatan bagi calon jemaah
haji lebih awal dari saat ini, misalnya 1-2 tahun sebelum periode embarkasi
karena hasil yang diharapkan dari perubahan perilaku untuk pencegahan dan
pengendalian hipertensi. Petugas kesehatan harus lebih memperhatikan mereka
yang berusia ≥60 dan diabetes melitus untuk mencegah kejadian hipertensi di
Arab Saudi.

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi merupakan penyebab kematian ketiga setelah stroke dan
tuberkulosis, mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua usia di
Indonesia. Hipertensi yang terjadi dalam jangka panjang dapat merusak ginjal,
penyakit jantung koroner, stroke, serta kematian dini. Hipertensi merupakan
penyebab utama penyakit kardiovaskular atau sebesar 31% kematian di seluruh
dunia. Hipertensi juga menjadi penyebab utama kematian jemaah haji. Kemenkes
RI juga mengungkapkan 45,16% jemaah haji terdiagnosis hipertensi.

Lebih dari 1 miliar orang hidup dengan hipertensi. Pada tahun 2008,
secara global, prevalensi hipertensi terjadi pada orang dewasa berusia 25 tahun ke
atas atau sekitar 40%. Tertinggi di wilayah Afrika (46%) dan terendah di wilayah
Amerika (35%), Pada wilayah Asia Tenggara, 36% orang dewasa menderita
hipertensi. Pada tahun 2007 prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%
dengan tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat
(20,1%). Pada tahun 2013 prevalensinya menurun menjadi 25,8%, tertinggi di
Bangka Belitung (30,9%), dan terendah di Papua (16,8%). Di Sumatera Utara
prevalensi hipertensi sebesar 24,7% pada tahun 2013. Proporsi jemaah haji yang
memiliki kelompok penyakit sirkulasi yang dihasilkan dari Sistem Kesehatan
Haji Terpadu Komputerisasi sebesar 54,02% pada tahun 2016, meningkat tajam
dari tahun sebelumnya sebesar 33,75%.

Pada kebanyakan kasus, penyebab hipertensi tidak diketahui. Biasanya


tidak memiliki gejala dan disebut “silent killer.” Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui faktor risiko dominan hipertensi pada calon jemaah haji di
Medan, Indonesia selama periode embarkasi tahun 2016. Periode embarkasi

v
memakan waktu kurang dari 24 jam, dimulai sejak calon jemaah haji memasuki
Asrama Haji hingga waktu penerbangan ke Arab Saudi.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menyatakan prevalensi hipertensi


berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia ≥18 tahun sebesar 34,1%,
tertinggi di Kalimantan Selatan (44.1%), sedangkan terendah di Papua sebesar
(22,2%). Estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang,
sedangkan angka kematian di Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218
kematian. Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-
54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%). Dari prevalensi hipertensi sebesar
34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang
yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum
obat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita Hipertensi tidak
mengetahui bahwa dirinya Hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan
(Dewi & Willem, 2020).

Hampir setiap tahun sekitar 67 persen dari total Jemaah haji yang
berangkat ke tanah suci dalam kelompok risiko tinggi. Angka kesakitan dan
kematian juga cenderung berfluktuatif, namun masih dinyatakan tinggi. Penyakit
degeneratif, metabolik dan kronis masih mendominasi sebagai penyakit yang
diderita oleh Jemaah haji terutama Jemaah haji dengan usia lanjut. Setiap
tahunnya, mayoritas Jemaah Calon Haji (JCH) mengalami hipertensi atau tekanan
darah tinggi. Rata-rata usianya di atas 60 tahun dengan penyakit penyerta seperti
hipertensi, jantung, diabetes, dan lainnya (Magfirah, 2020).

Salah satu penyakit tidak menular adalah Hipertensi yang mana


merupakan penyakit yang mendominasi Jamaah haji Indonesia. Hipertensi atau
tekanan darah tinggi merupakan penyakit terbanyak yang diidap oleh Jemaah
Haji. Tekanan darah sendiri terbagi atas tekanan darah sistole dan tekanan darah
diastole. Tekanan sistole adalah tekanan saat jantung bekerja memompa darah
sedangkan tekanan diastole adalah tekanan saat jantung beristirahat. Pada kondisi
normal tekanan darah sistole berkisar antara 110-120 mmHg dan diastole 80-90
mmHg. Meningginya tekanan darah disebabkan oleh mekanisme yang kompleks.

6
Jemaah Haji yang memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg
dikelompokkan sebagai Jemaah Haji dengan penyakit hipertensi atau darah tinggi
(Santoso, 2017).

Penyakit ini banyak ditemukan pada jamaah dikarenakan hipertensi yang


tidak terkontrol, maupun silent hypertension yaitu kondisi di mana
penyakit hipertensi tidak terdeteksi atau tidak ketahuan telah menyerang tubuh
seseorang. Pada sebagian orang, penyakit darah tinggi sering tidak bergejala.
Namun, secara umum, gejala penyakit hipertensi adalah sakit kepala dibagian
tengkuk, telinga berdengung, dan jantung berdebar-debar. Salah satu pemicu
terjadinya hipertensi adalah kurangnya istirahat atau kurang tidur (J et al., 2020).

Pengidap hipertensi atau darah tinggi perlu menjaga kesehatan selama


menjalankan ibadah haji di Mekah, karena aktivitas di sana sangat padat.
Sama ibadah berlangsung, jemaah tak jarang yang kelelahan. Bagi Jemaah Haji
yang mengalami penyakit hipertensi harus segera berkonsultasi dengan dokter
(tiga kali seminggu kontrol ke dokter kloter), minum obat secara teratur, istirahat
yang cukup (6-8 jam), dan menghindari lelah. Jemaah yang memiliki penyakit
hipertensi agar membatasi makan yang asin, menghindari stress, dan berhenti
merokok. Jemaah Haji dianjurkan makan buah dan sayur yang cukup dan
menghindari minuman bersoda (Dewi & Willem, 2020).

1.2 Tujuan
Tujuan jurnal reading ini untuk memahami isi jurnal mengenai faktor yang
berhubungan dengan kejadian hipertensi pada calon jemaah haji pada masa
embarkasi yang pada jurnal ini berjudul “Factors Related to the Incidence of
Hypertension Among Prospective Pilgrims in Medan, Indonesia During
Embarkation Period 2016”

1.3 Identitas Jurnal


Adapun identitas jurnal pada pembahasan jurnal reading ini, meliputi:

Nama Jurnal : KnE Life Sciences


Judul Jurnal : Factors Related to the Incidence of Hypertension

7
Among Prospective Pilgrims in Medan, Indonesia
During Embarkation Period 2016
Publikasi : Knowledge E pada 28 Februari 2019

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Hipertensi


Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik >140 mmHg dan tekanan darah diastolik >90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup atau tenang
(Kemenkes RI, 2014).

2.2 Etiologi hipertensi


Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dibagi menjadi dua yakni:

a. Hipertensi Primer/ Hipertensi Esensial

Hipertensi primer merupakan hipertensi yang tidak dapat diketahui penyebabnya


(idiopatik) (Kemenkes RI, 2014). Berbagai faktor diduga turut menjadi penyebab
hipertensi primer seperti pertambahan umur, stres psikologis, dan hereditas
(keturunan). Dari keseluruhan penderita hipertensi, diketahui sebanyak 90%
mengalami hipertensi primer (Herawati & Wahyuni, 2016).

a. Hipertensi Sekunder/ Hipertensi Non Esensial

Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang diketahui penyebabnya yakni oleh


kerusakan suatu organ. Penyebab hipertensi sekunder yakni hipertensi akibat
penyakit jantung, hipertensi akibat stenosis arteri renalis, hipertensi karena
penyakit ginjal, hipertensi akibat diabetes melitus, dan hipertensi sekunder lain
yang tidak memiliki spesifikasi (Herawati & Wahyuni, 2016; Kartika et al.,
2021).

8
2.3 Epidemiologi Hipertensi
Salah satu penyakit tidak menular adalah hipertensi yang merupakan
faktor risiko utama terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke. Penyakit tidak
menular ini berhubungan erat dengan determinan sosial ekonomi, kualitas hidup,
termasuk konsumsi tembakau, pola makan tidak seimbang dan kurang bergerak.
Diperkirakan prevalensi penderita berdasarkan kelompok umur dari screening
dan yang dilaporkan langsung oleh penderita didapatkan : prevalensi tertinggi usia
>65 tahun kemudian usia 20-64 tahun. Dari hasil screening yang terbaru
dilaporkan terjadi penurunan prevalensi penderita hipertensi usia 20-44 tahun,
yang diikuti usia 45-64 tahun, namun meningkat pada usia >65 tahun. Lima
kelompok yang dilaporkan berisiko tinggi menderita hipertensi yaitu laki-laki,
kulit hitam, kelompok Hispanic, pendidikan rendah dan usia dewasa tua.

Di Indonesia data epidemiologi hipertensi dilaporkan, lebih 95%


hipertensi yang dilaporkan tidak diketahui penyebabnya yang disebut hipertensi
esensial, sedangkan 5% adalah disebabkan infeksi sekunder. Hipertensi
diperkirakan 15 juta orang tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol.
Prevalensi 6-15% pada orang dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai
penderita hipertensi sehingga mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat
karena tidak menghindari dan tidak mengetahui faktor risikonya, dan 90%
merupakan hipertensi esensial. Saat ini penyakit degeneratif dan kardiovaskuler
sudah merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Wanita
mempunyai prevalensi lebih tinggi dari pada pria (p0,05). Dari kasus-kasus tadi,
ternyata 68,4% termasuk hipertensi ringan (diastolik 95/104 mmHg), 28,1%
hipertensi sedang (diastolik 105/129 mmHG) dan hanya 3,5% dengan hipertensi
berat (diastolik sama atau lebih besar dengan 130 mmHg). Hipertensi pada
penderita penyakit jantung iskemik ialah 16,1%, suatu persentase yang rendah bila
dibandingkan dengan prevalensi seluruh populasi (33,3%), jadi merupakan faktor
risiko yang kurang penting. Juga kenaikan prevalensi dengan naiknya umur tidak
dijumpai. Oleh karena itu, negara Indonesia yang sedang membangun di segala
bidang perlu memperhatikan tindakan mendidik untuk mencegah timbulnya
penyakit seperti hipertensi, kardiovaskuler, penyakit degeneratif dan lain-lain,

9
sehingga potensi bangsa dapat lebih dimanfaatkan untuk proses pembangunan.
Golongan umur 45 tahun ke atas memerlukan tindakan atau program pencegahan
yang terarah. Tujuan program penanggulangan penyakit kardiovaskuler adalah
mencegah peningkatan jumlah penderita risiko penyakit kardiovaskuler dalam
masyarakat dengan menghindari faktor penyebab seperti hipertensi, diabetes,
hiperlipidemia, merokok, stres dan lain-lain.

2.4 Faktor Risiko Hipertensi


Secara garis besar faktor risiko hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu faktor risiko
yang dapat dirubah dan faktor risiko yang tidak dapat dirubah. Faktor risiko yang
tidak dapat dirubah yaitu sebagai berikut (Alfiyani Anik, 2017):

A. Ras
Suku berkulit hitam lebih tinggi terkena hipertensi. Di amerika, penderita
hipertensi berkulit hitam 40% lebih banyak dibandingkan penderita
berkulit putih. Biasanya menimpa ras kulit hitam di usia yang lebih muda.
Warga afrikaamerika jauh lebih peka terhadap natrium daripada orang
kulit putih, dan menu makanan mereka cenderung tinggi natrium, sehingga
risiko menjadi berlipat ganda.
B. Usia
Hipertensi bisa terjadi pada semua usia. Tetapi semakin bertambah usia
seseorang, risiko terserang hipertensi semakin meningkat. Hal ini terjadi
akibat perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon.
Penyakit tekanan darah tinggi lebih lazim diderita pria dewasa muda dan
paruh baya daripada wanita dikelompok usia yag sama. Namun, usia 60
tahun atau lebih justru lebih cenderung diderita kaum wanita. Semakin tua
seseorang, tubuhnya juga semakin sensitif terhadap natrium sehingga
tubuhnya akan menahan natrium didalam tubuh sehingga terjadi retensi air
dan peningkatan tekanan darah.
C. Riwayat keluarga
Hipertensi bisa diturunkan. Anak yang salah satu orang tuanya mengidap
hipertensi, memiliki risiko 25% menderita hipertensi juga. Jika kedua

10
orang tua hipertensi, 60% keturunnya mengalami hipertensi. Hipertensi
yang lebih banyak dijumpai pada kembar identik daripada kembar
nonidentik.
D. Jenis kelamin
Hipertensi banyak ditemukan pada laki-laki dewasa muda dan paruh baya.
Sebaliknya, hipertensi sering terjadi pada sebagian besar wanita setelah
berusia 55 tahun atau yang mengalami menopause. Pada Umumnya
Insidens hipertensi pada pria lebih tinggi darpada wanita. Namun pada
usia pertengahan dan lebih tua, insidens pada wanita mulai meningkat,
sehingga pada usia diatas 65 tahun, insidens pada wanita lebih tinggi.

Yang kedua yaitu faktor risiko yang dapat dirubah/dapat dikendalikan,


yaitu biasanya berupa gaya hidup yang terdiri dari (Alfiyani Anik, 2017):

A. Kegemukan
Massa tubuh yang besar membutuhkan lebih banyak darah untuk
menyediakan oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Artinya, darah yang
mengalir kedalam pembuluh darah semakin banyak sehingga dinding
arteri mendapatkan tekanan lebih besar. Tak hanya itu, kelebihan berat
badan membuat frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah
meningkat sehingga menyebabkan retensi natrium dan air. Lemak jenuh
dan lemak trans yang masuk kedalam tubuh karena konsumsi yang
berlebihan menyebabkan penumpukan lemak didalam pembuluh darah,
akibatnya arteri menyempit dan perlu tekanan yang lebih besar untuk
mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Curah jantung dan sirkulasi volume
darah penderita hipertensi yang Obesitas lebih tinggi dibandingkan yang
berat badannya normal. Makin besar ukuran tubuh, makin banyak pula
darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen ke jaringan-jaringan tubuh
sehingga volume darah yang beredar melalui pembuluh darah meningkat
sehingga tekanan arteri meningkat.
B. Kurangnya aktivitas fisik

11
Aktivitas fisik adalah vasodilator artinya, olahraga dapat mengembangkan
pembuluh darah dan juga mengoptimalkan otot jantung untuk beradaptasi
dan bekerja lebih efisien dalam memompa darah. Kebiasaan bermalas-
malasan meningkatkan risiko serangan jantung karena otot jantung tidak
bekerja secara efisien dan perlu bekerja lebih keras untuk memompa
darah. Jika seseorang kurang gerak, frekuensi denyut jantung menjadi
lebih tinggi sehingga memaksa jantung bekerja lebih keras setiap
kontraksi.
C. Merokok
Zat-zat kimia tembakau seperti nikotin dan karbonmonoksida dari asap
rokok membuat jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah. Selain
itu juga zat yang terkandung didalam rokok dapat merusak lapisan dinding
arteri berupa plak yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah arteri
yang dapat meningkatkan tekanan darah. Nikotin juga dapat meningkatkan
kerja hormon epinefrin sehingga membuat vasokonstriksi pembuluh darah.
Karbonmonoksida dalam rokok dapat menyebabkan jantung bekerja lebih
keras untuk menggantikan pasokan oksigen ke jaringan tubuh.
D. Sensitivitas natrium
Beberapa orang yang sensitif terhadap natrium akan menahan natrium
didalam tubuhnya sehingga terjadi retensi air dan peningkatan tekanan
darah. Umur juga berpengaruh terhadap sensitifitas terhadap natrium.
Makin tua seseorang makin sensitive terhadap natrium. Asupan natrium
dan garam tergolong faktor risiko yang kontroversial, tergantung dari
sensitivitas individu terhadap natrium. Natrium merupakan bentuk mineral
atau elektrolit yang berpengaruh terhadap tekanan darah.
E. Kalium rendah
Kalium membantu tubuh menjaga keseimbangan jumlah natrium didalam
cairan sel. Apabila tubuh kekurangan kalium, natrium didalam tubuh tidak
bisa dikeluarkan sehingga risiko hipertensi meningkat.
F. Konsumsi minuman beralkohol meningkat

12
Sekitar 5-20% kasus hipertensi disebabkan oleh alkohol. Risiko hipertensi
meningkat 2 kali lipat jika mengkonsumsi alkohol 3 gelas atau lebih.
Tetapi hubungan antara alkohol dengan hipertensi masih belum jelas. Ada
yang mengatakan bahwa alkohol dapat meningkatkan tekanan darah,
sementara konsumsi dalam jumlah secukupnya dapat menurunkan tekanan
darah. banyak penelitian juga membuktikan bahwa alkohol dapat merusak
jantung dan organ-organ lain termasuk pembuluh darah.
G. Stress
Saat stress terjadi pelepasan hormon epinefrin atau adrenalin. Aktivitas
hormon ini meningkatkan tekanan darah secara berkala. Jika stress
berkepanjangan, peningkatan tekanan darah menjadi permanen. Stress
mempercepat produksi senyawa berbahaya, meningkatkan kecepatan
denyut jantung dan kebutuhan akan suplai darah dan tidak lama kemudian
meningkatkan tekanan darah serta meningkatkan serangan jantung dan
stroke.

2.5 Klasifikasi Hipertensi


Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII
Klasifikasi tekanan Tekanan darah sistol Tekanan darah diastole
darah (mmhg) (mmhg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi grade I 140-159 90-99
Hipertensi grade II 160 atau >160 100 atau >100
(Alfiyani Anik, 2017)

2.6 Tatalaksana Hipertensi


A. Terapi farmakologis
Secara umum, terapi farmakologis pada hipertensi dimulai bila pada
pasien hipertensi derajat I yang tidak mengalami penurunan tekanan darah
setelah > 6 bulan menjalani pola hidup sehat dan dengan pasien hipertensi

13
derajat ≥ 2. Prinsip terapi hipetensi untuk menjaga kepatuhan dan
meminimalisir efek samping yaitu sebagai berikut (Alfiyani Anik, 2017):
a) Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal
b) Berikan obat generik (non paten) bila sesuai dan dapat mengurangi
biaya
c) Berikan obat pada pasien lanjut usia (diatas usia 80 tahun) seperti
55-80 tahun dengan memperhatikan komorbid
d) Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzim inhibitors
(ACE-I) dengan angiotensin reseptor blocker (ARB)
e) Berikan edukasi menyeluruh kepada pasien mengenai terapi
farmakologi
f) Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur
B. Tatalaksana non farmakologi
Pada hipertensi derajat I dapat dilakukan penerapan pola hidup sehat
selama 4-6 bulan untuk menurunkan tekanan darah. Beberapa pola hidup
sehat yang dianjurkan guidelines yaitu:
a) Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan
memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat
memberikan manfaat lebih selain penurunan tekanan darah seperti
menghindari diabetes dan dyslipidemia
b) Mengurangi asupan garam. Di Negara kita, makanan tinggi garam
dan lemak merupakan makanan tradisional pada kebanyakan
daerah. Tidak jarang pula pasien tidak menyadari kandungan
garam pada masakan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan
dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam bermanfaat untuk
mengurangi dosis obat antihipertensi oada pasien hipertensi derajat
≥ 2. Dianjurkan konsumsi garam tidak melebihi 2 gr/hari.
c) Olahraga. Olahraga yang dilakukan secara teratur 30-60 menit
perhari, minimal 3 hari/minggu. Bagi pasien yang tidak memiliki
waktu untuk olahraga dianjurkan untuk berjalan kaki, bersepeda,
menaiki tangga sebagai aktifitas rutin di kantornya.

14
d) Mengurangi konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol > 2 gelas per
hari pada pria atau 1 gelas perhari bagi wanita dapat meningkatkan
tekanan darah.
e) Berhenti merokok. Pengobatan hipertensi bisa dilakukan dengan
cara modifikasi gaya hidup baik pada pasien hipertensi maupun
pre-hipertensi.

2.7 Pencegahan Hipertensi


Pencegahan hipertensi dapat dilakukan dengan cara merubah gaya hidup
(lifestyle modification) karena sifat penyakit hipertensi yaitu sebagai penyakit
yang tidak bisa disembuhkan atau penyakit seumur hidup. Rekomendasi gaya
hidup yang dianjurkan untuk pasien hipertensi menurut CHEP 2011 yaitu
sebagai berikut (Alfiyani Anik, 2017):
a) Menurunkan asupan garam sampai dibawah 1500 mg/hari
b) Diet sehat sehari-hari dengan mengkonsumsi buah-buahan, sayurran,
makanan rendah lemah, makanan kaya serat, protein tanaman,
c) Olahraga teratur dengan frekuensi 4-7 kali per minggu , intensitas
moderate yaitu dengan waktu sekitar 30-60 menit dengan tipe aktivitas
kardirespi seperti berjalan, jogging, bersepeda, berenang yang non
mompetitif
d) Tidak mengkonsumsi alcohol, atau membatasi alcohol dengan kadar ≤
2 teguk perhari
e) Mempertahankan berat badan ideal
f) Tidak merokok

2.8 Komplikasi Hipertensi


Komplikasi hipertensi yang tidak diobati sampai mencapai target akan
menimbulkan terjadinya penyakit-penyakit berikut (Alfiyani Anik, 2017):
C. gagal jantung
D. iskemia dan infark miokard
E. stroke iskemik
F. aneurisma dan diseksi aorta

15
G. stroke hemoragik
H. Nefrosklerosis dan gagal ginjal
I. Retinopati

2.9 Metode
Penelitian pada jurnal ini adalah studi analisis data sekunder tentang
kemungkinan faktor risiko hipertensi yang dilakukan di Medan, Indonesia selama
periode embarkasi menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Sistem
Kesehatan Haji Komputerisasi Terpadu. Data yang dikumpulkan dari laporan
akhir menunjukkan hasil pemeriksaan kesehatan dari 6.597 calon jemaah haji
sebagai subjek pilihan dari seluruh kabupaten di Sumatera Utara pada tahun 2016.
Kriteria eksklusi termasuk mereka yang tidak dapat terbang ke Arab Saudi
berdasarkan hasil pemeriksaan.

Sistem Komputerisasi Kesehatan Haji Terpadu yang menghasilkan data


usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan sebagai faktor risiko yang tidak
dapat dimodifikasi. Merokok, diabetes melitus, kelebihan berat badan/obesitas,
dan hiperkolesterolemia menjadi faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Data pada
sistem dihasilkan dari laporan inspeksi selama periode embarkasi dan pra-
embarkasi. Usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan diawali dengan huruf,
namun kode kebiasaan merokok menjadi TRUE/FALSE dalam sistem. Penyakit
diberi kode berdasarkan ICDX sebagai I10-I15 untuk hipertensi, E10-E14 untuk
Diabetes Mellitus, E66 untuk kelebihan berat badan/obesitas, dan E78.0-E78.5
untuk hiperkolesterolemia. Status kejadian hipertensi didapatkan dari laporan
penyebab rawat jalan dan rawat inap pada saat embarkasi setelah diinput ke dalam
sistem.

Data yang dikumpulkan dianalisis, dan temuan dijelaskan mengenai


proporsi dan interval kepercayaan 95%. Analisis univariat dilakukan secara
terpisah untuk setiap faktor. Analisis bivariat dengan metode Chi-Square
dilakukan untuk menguji perbedaan tiap elemen dengan kejadian hipertensi
dengan Odds Ratio. Analisis multivariat menggunakan analisis regresi logistik

16
diambil untuk menentukan risiko dominan faktor hipertensi di kalangan calon
jemaah haji. Tingkat probabilitas kurang dari 0,05 dianggap signifikan.

2.10 Hasil

Studi ini mengungkapkan bahwa 26,2% subjek telah didiagnosis dengan


hipertensi. Di antara 6.597 item, 32,8% di antaranya berusia ≥60 tahun, 39,8%
adalah laki-laki, 48,3% berpendidikan di tingkat menengah, 44,3% adalah pekerja
formal, 8% adalah perokok, hampir 10% didiagnosis dengan Diabetes Melitus,
1,5% mengalami obesitas atau kelebihan berat badan dan 5,3% didiagnosis
mengalami hiperkolesterolemia (Tabel 1).

Kelompok usia ≥ 60 memiliki risiko terkena hipertensi 1,98 kali lebih


tinggi dibandingkan dengan kelompok umur <60 (95% CI: 1,767-2,217) dan
signifikan secara statistik dengan p=0,001. Hasil analisis bivariat juga
menunjukkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, diabetes Melitus, dan
kelebihan berat badan/obesitas menunjukkan perbedaan substansial antara
masing-masing faktor dan kejadian hipertensi (Tabel 2). Hasilnya juga
menunjukkan kebiasaan merokok saat ini dan hiperkolesterolemia tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan antara masing-masing elemen dan
prevalensi hipertensi (Tabel 2).

Analisis multivariat menggunakan analisis regresi logistik menunjukkan


diabetes Melitus disease sebagai faktor risiko dominan hipertensi setelah
dikendalikan oleh usia, kelebihan berat badan/obesitas, jenis kelamin, pendidikan,
dan pekerjaan. Calon jamaah haji dengan diabetes Melitus memiliki risiko 1,918
kali (95% CI: 1,613-2,280, p=0,001) lebih tinggi dibandingkan mereka yang
tidak terdiagnosis diabetes Melitus setelah dikontrol usia, kelebihan berat
badan/obesitas, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan. Selain itu, mereka yang
berusia ≥ 60 tahun memiliki risiko 1,787 kali (95% CI: 1,568-2,036, p=0,001)
setelah dikendalikan oleh kelebihan berat badan/obesitas, jenis kelamin,
pendidikan, dan pekerjaan.

17
Hasilnya, kejadian hipertensi di kalangan calon jemaah haji di Medan,
Indonesia (26,2%) lebih tinggi dari prevalensinya di Indonesia (25,8%) dan di era
Sumatera Utara, Indonesia (24,7%). Dalam penelitian ini, kelompok usia yang
lebih senior menunjukkan risiko kejadian hipertensi yang lebih tinggi. WHO
mengungkapkan bahwa prevalensi hipertensi lebih tinggi pada pria daripada
wanita di dunia, tetapi prevalensi hipertensi pada wanita cenderung lebih tinggi
daripada laki-laki di Indonesia. Dalam penelitian ini, perempuan dan laki-laki
memiliki risiko hipertensi yang sama dan signifikan secara statistik.

Tingkat pendidikan yang lebih tinggi dikaitkan dengan kesadaran yang


lebih besar akan kesehatan dan penyakit. Beberapa penelitian telah menunjukkan
bahwa pelatihan secara signifikan mengurangi prevalensi penyakit. Melaporkan
bahwa tingkat pendidikan yang rendah telah berkontribusi pada risiko hipertensi
sebagai studi lanjutan untuk Penelitian Kesehatan Dasar 2013. Dalam penelitian
ini, risiko calon jemaah haji dengan tingkat pendidikan rendah 1,6 kali lebih
tinggi dibandingkan calon jemaah haji dengan tingkat pendidikan tinggi.
Bekerja sebagai penentu sosial berdampak pada faktor risiko perilaku dan
dengan cara ini mempengaruhi perkembangan hipertensi. Studi ini menunjukkan
bahwa pekerjaan dikaitkan dengan kejadian hipertensi. Deteksi dini dan
pengobatan hipertensi dan faktor risikolainnya, serta kebijakan kesehatan
masyarakat yang mengurangi paparan faktor risiko perilaku, telah berkontribusi
secara bertahap penurunan kematian akibat penyakit jantung dan stroke di
negara-negara berpenghasilan tinggi seperti yang dilakukan di Finlandia sejak
1972. Dalam lima tahun, banyak perubahan positif telah diamati dalam bentuk
perubahan pola makan, peningkatan kontrol hipertensi, dan pengurangan
merokok. Oleh karena itu, keputusan dibuat untuk memperluas intervensi secara
nasional.

18
Tabel 1 : Analisis Univariat

Sekarang, sekitar 35 tahun kemudian, tingkat kematian penyakit


kardiovaskular tahunan di antara populasi usia kerja di Finlandia adalah 85%
lebih rendah dibandingkan dengan standar pada tahun 1977. Namun, dalam
penelitian ini, kebiasaan merokok saat ini berkontribusi terhadap risiko hipertensi

19
(OR=0,923[95% CI: 0,752-1,133, p=0,475]). Sumber bias potensial termasuk
perilaku terkait kesehatan yang dilaporkan sendiri dengan kebiasaan merokok saat
ini sementara riwayat kebiasaan merokok atau lamanya kebiasaan merokok
tidak diperoleh di penelitian ini.

Hipertensi lebih umum pada orang dengan diabetes tipe 1 dan tipe 2
daripada pada populasi non-diabetes (apakah mereka kelebihan berat badan atau
tidak), sebagai konsekuensi dari kerusakan ginjal dan resistensi insulin masing-
masing. Di Inggris, sebanyak 70% orang dewasa dengan diabetes tipe 2 memiliki
hipertensi, menggandakan risiko kejadian kardiovaskular. Hipertensi dan diabetes
terkait erat, dan yang satu tidak dapat mengelola dengan tepat tanpa
memperhatikan yang lain. Dalam penelitian ini, calon jamaah dengan diabetes
melitus memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak didiagnosis
menderita diabetes.

20
Tabel 2 : Distribusi dari Hipertensi

Kegemukan dan obesitas meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan


diabetes. Ini juga meningkatkan risiko terkena hipertensi. Pada tahun 2008,
prevalensi global obesitas hampir dua kali lipat sejak 1980. Ini didokumentasikan
dengan baik bahwa tingkat kelebihan berat badan dan obesitas telah meningkat
selama dekade terakhir. Di Inggris, sekitar dua pertiga pria dan lebih dari
setengah wanita kelebihan berat badan (BMI 25- 29,9kg/m2) atau obesitas (BMI
30kg/m2). Rahajeng menemukan ada risiko hipertensi di antara orang-orang
dengan kelebihan berat badan atau obesitas. Dalam penelitian ini, calon jamaah
haji dengan obesitas/kelebihan berat badan memiliki risiko 1,555 kali lebih tinggi

21
dibandingkan dengan calon peziarah dengan BMI normal. Adanya peningkatan
evidence tubuh untuk mendukung berbagai perubahan gaya hidup untuk
mencegah hipertensi termasuk mengurangi asupan garam, memperbanyak buah
dan sayuran, meningkatkan aktivitas fisik kebiasaan ke tingkat yang
direkomendasikan, menjaga asupan alkohol dalam batas patokan yang
direkomendasikan, pengurangan dan kontrol merokok berat.

Tabel 3 : Analisis Multivariat

Prevalensi global kolesterol tinggi adalah 39%, dan insiden diabetes


adalah 10% pada orang dewasa di atas 25 tahun. Feryadi dkk. mengungkapkan
bahwa beberapa profil lipid mempengaruhi insiden hipertensi di Minangkabau
Etnik di Padang, terutama kolesterol total dan trigliserida. Namun, HDL dan LDL
tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian hipertensi. Dalam
penelitian ini, hiperkolesterolemia tidak secara statistik signifikan dengan
kejadian hipertensi.

Pemerintah Indonesia telah menginisiasi program nasional untuk


mempromosikan dan mencegah tanpa mengesampingkan upaya kuratif-
rehabilitatif dengan melibatkan seluruh komponen bangsa dalam
mengembangkan paradigma yang sehat disebut oleh GERMAS (Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat). Tiga kegiatan yang dapat dilaksanakan dari diri sendiri
dan keluarga serta tidak memerlukan biaya yang signifikan dalam GERMAS
melakukan aktivitas fisik 30 menit per hari, makan buah dan sayuran serta

22
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin (20). Untuk mensukseskan GERMAS
tidak bisa hanya mengandalkan peran sektor kesehatan saja, semua jajaran
kementerian dan masyarakat harus mendukung program tersebut sebagaimana
disebutkan dalam Instruksi Presiden Pemerintah Indonesia No. 1 Tahun 2017
tentang Gerakan Masyarakat untuk Hidup Sehat.

Pemeriksaan kesehatan bagi calon jemaah haji dilaksanakan sebanyak tiga


kali. Pertama, satu di registration untuk mendapatkan nomor porsi, yang kedua
setelah mendapatkan kepastian keberangkatan, dan yang terakhir diadakan di
embarkasi. Saat ini, proses pemeriksaan kesehatan dilaksanakan 3-6 bulan
sebelum boarding. Ketika proses pemeriksaan yang dilaksanakan lebih awal,
dapat mendorong perubahan perilaku untuk pencegahan dan pengendalian
hipertensi di kalangan calon jemaah haji sebagaimana dimaksud dalam GERMAS .

23
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Angka hipertensi masih terus meningkat dan harus dianggap sebagai
masalah kesehatan masyarakat yang serius. Studi ini memberikan informasi
penting tentang kejadian dan faktor risiko terkait hipertensi di kalangan calon
jemaah haji. Lebih dari seperempat populasi penelitian ini terserang hipertensi
selama periode embarkasi yang memakan waktu kurang dari 24 jam. Penelitian ini
menunjukkan bahwa penyakit diabetes melitus, faktor usia, dan kelebihan berat
badan/obesitas sebagai faktor risiko dominan penyakit hipertensi disamping jenis
kelamin, tingkat pendidikan, dan pekerjaan. Tanpa pengetahuan yang memadai
dan langkah intervensi yang tepat, mereka berisiko terkena hipertensi dan
komplikasinya di Arab Saudi. Semua orang harus mendukung program
pemerintah untuk mengurangi paparan faktor risiko perilaku yang terbukti
berpengaruh pada penurunan bertahap angka kematian akibat hipertensi.
Rekomendasi utama dari penelitian ini adalah:

1. Meningkatkan pengetahuan calon jemaah haji tentang faktor risiko


hipertensi sehingga bersedia mengikuti program skrining untuk deteksi
dini hipertensi
2. Petugas kesehatan (dari Dinas Kesehatan dan Kementerian Kesehatan)
sebaiknya melakukan pemeriksaan kesehatan calon jemaah haji lebih awal,
misalnya 1-2 tahun sebelum masa embarkasi, sehingga hasil pemeriksaan
dapat mendorong perubahan perilaku untuk pencegahan dan pengendalian
hipertensi kalangan calon jemaah sebagaimana disosialisasikan dalam
GERMAS. Saat ini pemeriksaan kesehatan sebelum embarkasi dilakukan
sekitar 3 – 6 bulan sebelum boarding.
3. Petugas kesehatan lebih memperhatikan jemaah yang berusia ≥60 tahun
dan terdiagnosis diabetes melitus yang dikategorikan dalam jemaah haji
dengan resiko tinggi, untuk mencegah kejadian hipertensi di Arab Saudi.

24
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, S., & Willem, I. (2020). Kesehatan Pelabuhan Makassar Wilayah Kerja
Parepare Risk Factors for Hypertension in Umrah Pilgrims at the Makassar
Port Health Office in the Parepare. 3(2), 270–278.

J, H., Andri, J., Payana, T. D., Andrianto, M. B., & Sartika, A. (2020). Kualitas
Tidur Berhubungan dengan Perubahan Tekanan Darah pada Lansia. Jurnal
Kesmas Asclepius, 2(1), 1–11. https://doi.org/10.31539/jka.v2i1.1146

Magfirah, N. (2020). Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Jemaah Haji


Embarkasi Makassar Tahun 1439 H/2018 M. E-Journal.Poltekkes-
Palangkaraya.Ac24–27.
http://ejournal.poltekkespalangkaraya.ac.id/jfk/article/view/142

SANTOSO, A. (2017). Sosialisasi Upaya Pencegahan Penyakit Hipertensi


Terhadap Jemaah Haji Kota Semarang Melalui Iklan Layanan. 0–1.

Alfiyani Anik. (2017). Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Calon Jamaah Haji
Bekasi Kloter 34 dan 54 Tahun 2017. Artikel, 1–3.

Kemenkes.RI. (2014). Pusdatin Hipertensi. Infodatin, Hipertensi, 1–7.


https://doi.org/10.1177/109019817400200403

Herawati, I., & Wahyuni. (2016). Manfaat Latihan Pengaturan Pernafasan Untuk
Menurunkan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Primer. The 3Rd
University Research Coloquium, 79–87.

Kartika, M., Subakir, S., & Mirsiyanto, E. (2021). Faktor-Faktor Risiko Yang
Berhubungan Dengan Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Rawang Kota
Sungai Penuh Tahun 2020. Jurnal Kesmas Jambi, 5(1), 1–9.
https://doi.org/10.22437/jkmj.v5i1.12396

25
LAMPIRAN

26
27
28
29
30
31
32
33

Anda mungkin juga menyukai