Anda di halaman 1dari 1

A.

FASISME JEPANG

Fasisme Jepang dikembangkan oleh Perdana Menteri Hideki Tojo pada


pemerintahan Kaisar Hirohito. Di masa itu Jepang mengalami kemajuan di bidang
perdagangan, industri, dan militer. Bangsa Jepang menganggap dirinya keturunan Dewa
Matahari dan menganggap bangsa lain lebih rendah. Dengan pedoman itu, Jepang
melancarkan politik ekspansi ke negara-negara maju di kawasan Asia.

Penguasaan wilayah-wilayah di Asia Timur merupakan salah satu strategi untuk


menjalankan ideologi fasis Jepang dan mengurangi pengaruh bangsa Barat di kawasan
Asia. Penguasaan sumber daya negara-negara Asia diupayakan untuk mewujudkan
“Kemakmuran Bersama Asia Timur”, dan Jepang sebagai negara pemimpin di Asia. Ilmu
pengetahuan dan teknologi dimanfaatkan oleh Jepang untuk menjalankan ideologi fasis
dan menguasai negara-negara di wilayah Asia

Jauh sebelum menguasai Indonesia, Jepang sudah mempersiapkan diri untuk


mengambil hati rakyat Indonesia yang ketika itu masih berada di bawah kekuasaan
kolonialis Belanda. Propaganda menjadi alat utama bagi Jepang untuk menarik simpati
rakyat Indonesia, sehingga bangsa itu telah mempersiapkannya secara sistematis selama
beberapa tahun sebelum melaksanakan invasi ke wilayah Selatan. Propaganda disiarkan
melalui radio, pers, dan pamflet dan dilaksanakan oleh organisasi-organisasi propagandis.
Di dalam propagandanya Jepang telah mengeluarkan controversial issue untuk
menimbulkan rasa antipathy terhadap bangsa-bangsa Barat yang telah melakukan
kolonialisme dan imperialisme di wilayah Asia. Dalam hal ini Jepang telah menunjukkan
sifat fasisme lagi.1

Pada umumnya kedatangan balatentara Jepang itu disambut secara entusias oleh
rakyat Indonesia. Pada awalnya tentara Jepang menciptakan hubungan yang baik dengan
penduduk, sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan mereka. Sambutan positif rakyat
Jawa itu semakin mendorong pemerintah militer Jepang untuk memantapkan sistem
propagandanya di wilayah tersebut.

1
Hendri F. Isnaeni dan Apid, Romusa Sejarah Yang Terlupakan, (Yogyakarta: Ombak, 2008), 15.

Anda mungkin juga menyukai