Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KINETIKA KIMIA

“Adsorbsi Fisika, Adsorbsi Kimia Isoterm Adsorbsi”

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Sunyono, M. Si.
Lisa Tania, S. Pd., M. Sc.

Oleh:
Kelompok 4
1. Kartika Tiara Putri 2113023001
2. Ilham Hadi Kusuma 2113023019
3. Alvito Leonardi 2113023025
4. Tia Amelia 2113023043
5. Dinda Aulia 2113023065
6. Liam Tiolina Simbolon 2113023071

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, hidayah serta inayahNya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada
baginda Rasulullah SAW. sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu
tugas untuk memenuhi mata kuliah Kinetika Kimia. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Adsorbsi Fisika, Adsorbsi Kimia, dan Adsorbsi Isotermis bagi para
pembaca dan penulis

Kami mengucapkan Terima Kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sunyono, M.Si., dan Ibu Lisa
Tania, S.Pd., M.Sc. selaku dosen pengampu mata kuliah Kinetika Kimia Universitas Lampung
yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang
mata kuliah yang sedang kami pelajari.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dalam kesempurnaan, makalah
ini masih memerlukan penyempurnaan terutama pada bagian isi. Oleh karena itu, kami menerima
segala bentuk kritik dan saran dari para pembaca demi penyempurnaan makalah. Apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami memohon maaf. Demkian yang dapat kami
sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Bandarlampung, 06 Juni 2023

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................................1
DAFTAR ISI......................................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................................2
A. DASAR ADSORBSI.............................................................................................................................2
B. FISISORBSI DAN KIMISORBSI.........................................................................................................2
1. Adsorpsi Fisik........................................................................................................................................2
2. Adsorpsi Kimia......................................................................................................................................4
C. ADSORBSI ISOTERM.........................................................................................................................7
1. Isotherm Langmuir.................................................................................................................................7
2. Isoterm Brunair-Emmet-Teller (BET).................................................................................................10
3. Isoterm Lain.........................................................................................................................................13
Isoterm Temkin:...........................................................................................................................................13
KESIMPULAN..............................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adsorpsi merupakan terjerapnya suatu zat (molekul atau ion) pada permukaan adsorben.
Mekanisme penjerapan tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu, jerapan secara fisika
(fisiosorpsi) dan jerapan secara kimia (kemisorpsi). Pada proses fisiosorpsi gaya yang
mengikat adsorbat oleh adsorben adalah gaya-gaya van der waals. Molekul terikat sangat
lemah dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kj/mol.
Sedangkan pada proses adsorpsi kimia, interaksi adsorbat dengan adsorben melalui
pembentuk-an ikatan kimia. Kemisorpsi terjadi diawali dengan adsorpsi fisik, yaitu
partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya van der waals
atau melalui ikatan hidrogen. Kemudian diikuti oleh adsorpsi kimia yang terjadi setelah
adsorpsi fisika. Dalam adsorpsi kimia partikel melekat pada permukaan dengan
membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen) dan cenderung mencari tempat yang
memaksimumkan bilangan koordinasi dengan substrat. Mekanisme proses adsorpsi dapat
digambarkan sebagai proses dimana molekul meninggalkan larutan dan menempel pada
permukaan zat adsorben secara kimia dan fisika.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu adsorbsi fisika, adsorbsi kimia dan adsorbsi isotermis?
2. Bagaimana klasifikasi adsorbsi fisika, adsorbsi kimia dan adsorbsi isotermis?
3. Bagaimana mekanisme adsorbsi fisika, adsorbsi kimia dan adsorbsi isotermis?

C. Tujuan
Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui tentang adsorbsi fisika, adsorbsi kimia dan
isotermis adsorbsi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. DASAR ADSORBSI

Adsorbsi merupakan proses interaksi terikatnya suatu molekul gas atau cair
(adsorbat) pada permukaan padatan (adsorben). Proses ini berbeda dengan
penyerapan gas yang masuk ke bagian dalam cairan yang disebut absorpsi.

Adsorbsi dapat dikatakan sebagai salah satu metode pemisahan berdasarkan tiga
mekanisme berbeda yakni sterik, kesetimbangan, dan mekanisme kinetik.
Mekanisme sterik terjadi karena adanya interaksi permukaan padatan berpori yang
memungkinkan molekul memasuki dimensi adsorben, sedangkan mekanisme
kesetimbangan didasarkan pada kemampuan yang berbeda dari adsorben untuk
berinteraksi dengan molekul yang berbeda, mekanisme kesetimbangan ini dapat
menentukan sifat permukaan adsorben yang berbeda dalam menentukan kuat-
lemahnya adsorbsi. Mekanisme kinetik berkaitan dengan laju difusi dari molekul
adsorbat kedalam adsorben yang merupakan fungsi dari waktu interaksi dan juga
kinetika molekul pada temperatur yang berbeda. Dapat disimpulkan bahwa, proses
adsorbsi tergantung pada keberadaan dan kuat lemahnya kesetimbangan dan
kinetika.

B. FISISORBSI DAN KIMISORBSI

Molekul dan atom dapat menempel pada permukaan dengan dua cara yaitu:

1. Adsorpsi Fisik

Dalam adsorbsi fisik ada interaksi Van der Waals antara adsorbat. Interaksi Van
der waals ini memiliki jarak yang jauh dan relatif lemah, serta energi yang
dilepaskan ketika sebuah partikel teradsorbsi secara fisik memiliki urutan
besarnya yang sama dengan entalpi kondensasi.
Energi sekecil itu dapat diserap sebagai getaran kisi dan menghilang sebagai
gerakan termal (gerakan yang meningkat saat suhu naik), dan molekul yang
memantul melintasi permukaan secara bertahap akan kehilangannya energi dan
akhirnya menyerapnya dalam proses yang disebut akomodasi. Adsorpsi fisik
mempunyai derajat yang sama dengan panas kondensasi dari gas menjadi cair,
sehinga gaya yang menahan adsorpsi molekul-molekul fluida biasanya cepat
tercapai dan bersifat reversibel karena kebutuhan energi yang sangat kecil.
Entalpi dari fisisorpsi dapat diukur dengan memantau kenaikan suhu sampel
kapasitas panas yang diketahui, dan nilai tipikal berada di wilayah 20 kJ mol−1
(Tabel 25.1). Perubahan entalpi kecil ini tidak cukup untuk menyebabkan
pemutusan ikatan, jadi fisisorpsi molekul mempertahankan identitasnya,
meskipun mungkin terdistorsi oleh kehadiran permukaan.

Menurut Atkins pada tahun 1999, berdasarkan sifatnya adsorpsi fisik sebagai
berikut :
1) Molekul terikat pada adsorben oleh gaya Van der Walls
2) Mempunyai entalpi reaksi -4 sampai -40 kJ/mol
3) Adsorpsi hanya terjadi pada suhu dibawah titik didih adsorbat
4) Jumlah adsorpsi pada permukaan merupakan fungsi adsorbat
5) Tidak melibatkan energi aktivasi tertentu
6) Bersifat tidak spesifik
7) Terjadi adsorpsi multilyer
Contoh adsorpsi fisika adalah adsorpsi dengan menggunakan karbon aktif.
Karbon aktif merupakan salah satu adsorben di mana untuk mengaktifkannya
dapat dilakukan dengan cara membuat pori pada struktur karbon tersebut.
Aktivasi karbon aktif pada temperatur yang tinggi akan menghasilkan struktur
berpori dan luas permukaan adsorpsi yang besar. Substansi terlarut yang melekat
pada permukaan media adsorpsi/adsorben akan semakin banyak seiring dengan
semakin besarnya luas permukaan adsorben.

2. Adsorpsi Kimia

Adsorpsi kimia (chemisorption), yaitu reaksi yang terjadi antara zat padat dan
zat terlarut yang teradsorpsi. Adsorpsi ini bersifat spesifik dan terjadi
berdasarkan ikatan kimia antara adsorbent dengan zat yang teradsorpsi
(adsorbat), sehingga dibandingkan dengan adsorpsi fisik, kerja yang terjadi jauh
lebih besar begitu juga dengan panas adsorpsi dibanding dengan adsorpsi fisik,
selain itu adsorpsi kimia terjadi pada suhu yang tinggi. Sebab terjadinya ikatan
kimia, maka pada permukaan adsorbent dapat berbentuk suatu lapisan dan
apabila hal ini berlanjut maka adsorbent tidak akan mampu lagi menyerap zat
lainnya. Dan proses adsorpsi secara kimia ini bersifat irreversible.

Dalam kimisorpsi (kependekan dari "absorpsi kimia"), partikel melekat pada


permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen), dan
cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasinya
dengan substrat. Entalpi kimisorpsi jauh lebih besar dari pada untuk fisisorpsi,
dan nilai khasnya adalah sekitar -200 kJ mol-1. Molekul yang terkimisorbsi,
dapat terpisah karena tuntutan valensi atom permukaan yang tidak terpenuhi.
Adanya fragmen molekul pada permukaan, sebagai hasil kimisorpsi, merupakan
salah satu alasan mengapa pennukaan mengkatalisa reaksi.
Kecuali dalam kasus khusus, kimisorpsi bersifat eksoterm. Proses spontan
memerlukan ∆G negatif. Karena kebebasan translasi absorpat berkurang jika
terjadi absorpsi, maka ∆S negatif. Oleh karena itu, agar ∆G = ∆H – T ∆S
negatif,
∆H harus negatif (dan proses itu eksoterm). Perkecualian dapat terjadi, jika
absorpat terdisosiasi dan mempunyai mobilitas translasi yang tinggi pada
permukaan. Contohnya, H, terabsorpsi secara endoterm pada kaca, karena
terdapat kenaikan entropi translasi yang besar, yang menyertai disosiasi molekul
itu menjadi atom, yang hergerak cukup bebas di atas permukaan tersebut. Dalam
kasus ini. perubahan entropi dalam proses H2(g) → 2H(kaca), cukup positif
untuk mengatasi sedikit perubahan entalpi positif.

Dulu, pengujian utama untuk membedakan kimisorpsi dan fisisorpsi adalah


ukuran entalpi absorbsinya.Nilai yang kurang negatif dari -25KJ mol -1 dianggap
menunjukkan fisisorpsi,dan nilai yang lebih negatif dari sekitar -40KJ mol-1
dianggap menunjukkan kimisorpsi.Akan tetapi patokan ini tidak aman,dan
sekarang sudah ada teknik spektroskopi yang dapat mengenali spesies
terabsorpsi.

Entalpi absorbsi bergantung pada tingkat penutupan permukaan terutama karena


partikel absorpat itu berinteraksi.jika partikel itu saling menolak kan (kurang
negatif) dengan bertambahnya penutupan.Lagi pula peneliti dengan LEED
menunjukkan bahwa spesies demikian berdiam pada permukaan secara tidak
teratur, sampai pemadatan menuntut keteraturan.jika pertikel absorpat saling
menarik (seperti O2 pada Wolfram), partikel ini cenderung berkumpul
membentuk
pulau-pulau,dan pertumbuhan terjadi pada perbatasan absorpat ini juga
memperlihatkan transisi teratur -tak teratur,jika cukup dipanaskan agar gerakan
termal mengatasi atraksi partikel-partikel, tetapi tidak terlalu panas sehingga
partikel itu terdesorbpsi.

Perbedaan Interaksi antara adsorbsi fisik (fisisorpsi) dan adsorbs kimia


(kemisorpsi)

Dari aspek mekanisme, adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis yakni adsorpsi
kimiawi (chemisorption/kimisorpsi) dan adsorpsi secara fisik
(physisorption/fisisorpsi). Perbedaan karakteristik dari kedua jenis adsorpsi
tersebut dapat dilihat dari gambar berikut ini:

Untuk memilah kimisorpsi dan fisisorpsi, kita dapat menggambarkan adsorpsi


yang merupakan interaksi antara adsorbat dan permukaan dapat digambarkan
sama dengan ikatan antar atomInteraksi yang lemah dapat terjadi jika interaksi
antara permukaan dan sebuah adsorbat terjadi dengan ikatan van der Waals
dimana gaya yang terlibat disebabkan oleh berfluktuasinya dipol dari adsorbat
dengan padatan yang dapat dipolarisasikan. Interaksi keduanya dapat
digambarkan sebagai interaksi antara dua titik dipol, masing-masing memiliki
momen dipol p1. Molekul dapat melawan induksi momen dipol molekul kedua
dengan gaya sebesar p2α α p1r -3 dimana α adalah polarisabilitas molekul ke dua
dengan jarak sebesar r. Gaya akan muncul sebagai hasil interaksi dipol p1 dan p2
dan tergantung pada jarak atau gaya potensial (r -3). Pada jarak yang dekat, awan
elektron dari adsorbat dapat digambarkan mengalami overlapping dengan
permukaan adsorben sehingga energi kinetik mengalami peningkatan. Hal ini
digambarkan dengan peningkatan potensial interaksi pada jarak yang kecil. Atau
dapat dilihat pada tabel berikut ini:

C. ADSORBSI ISOTERM

Isoterm adsorbsi adalah gas bebas dan gas terabsorbsi yang berada dalam
kesetimbangan dinamika, dan penutupan terfraksi permukaan, bergantung pada
tekanan gas pelapis. Ketergantungan θ pada tekanan dan temperature tertentu.

1. Isotherm Langmuir

Pada tahun 1916, Irving Langmuir mengusulkan isoterm adsorbsi menjelaskan


hubungan adsorbsi dengan tekanan. Berdasarkan teorinya, persamaan
menyatakan hubungan antara jumlah situs aktif permukaan pada
kesetimbangan adsorbsi dengan tekanan.

Isotherm Langmuir berkaitan dengan pembentukan monolayer (single layer)


fraksi penutupan permukaan padatan oleh adsorbat. Asumsi yang digunakan
dalam isotherm ini adalah bahwa permukaan hanya dapat menampung adsorbat
pada lapisan tunggal. Besarnya fraksi penutupan adsorbsi tergantung pada
proses kesetimbangan permukaan adsorbat dan tekanan gas teradsorbsi.
Banyaknya molekul yang mengalami kesetimbangan dengan permukaan
adsorben tergantung pada tekanannya.
Teori Langmuir diusulkan berdasarkan asumsi berikut:
1) Jumlah situs kosong untuk adsorbs tersedia pada permukaan padat
2) Semua situs kosong permukaan adsorben memiliki ukuaran dan bentuk
yang sama
3) Setiap situs dapat menyimpan maksimum satu molekul gas dengan panas
adsorbs yang kosntan
4) Terjadi kesetimbangan dinamis antara molekul gas teradsorbsi dan
molekul gas bebas
Molekul + permukaan molekul teradsorbsi
5) Adsrobsi terjadi pada lapisan monolayer

Langmuir mengajukan teori bahwa terdapat kesetimbangan dinamis antara


molekul gas teradsorbsi dan molekul gas bebas. Dengan berdasarkan
persamaan reaksi kesetimbangan, konstanta kesetimbangan dapat dihitung.

Isotherm Langmuir merupakan isotherm paling sederhana, didasarkan pada


asumsi bahwa setiap tempat adsorbs adalah ekuivalen, dan kemampuan partikel
untuk terikat ditempat itu, tidak bergantung pada ditempati atau tidaknya
tempat yang berdekatan

Kesetimbangan dinamika adalah:


Kads
A (g) + B (permukaan) AB
Kdes
Dengan ilustrasi kesetimbangan berikut :

Dimana Kads merupakan konstanta kesetimbangan kearah kanan dan Kdes


merupakan konstanta kesetimbangan kea rah kiri. Dengan konstanta laju K ads
untuk adsorbsi dan Kdes untuk desorbsi. Laju perubahan penutupan permukaan
karena adsorbs, sebanding dengan tekanan A sebesar p dan jumlah tempat
kosong N(1- θ), dengan N merupakan jumlah tempat total:
Ӫ = kads pN(1- θ)

Laju perubahan θ karena desorpsi, sebanding dengan jumlah spesies yang


terabsorpsi, Nθ.
Ӫ = kdes Nθ

Pada kesetimbangan, kedua laju itu sama, dan penyelesaian untuk θ


menghasilkan isotherm Langmuir:
𝑲𝒑 𝑲𝒂
θ = 𝟏+𝑲𝒑 K = 𝑲𝒅

untuk adsorbsi dengan disosiasi, laju adsorbsinya sebanding dengan tekanan


dan peluang kedua atom menemukan tempat:

Ӫ = kads p{N(1-
θ)}2

Laju desorbsi sebanding dengan frekuensi pertemuan atom dengan permukaan,


dan oleh karena itu berorde kedua terhadap jumlah atom yang ada:

Ӫ = kdes p(Nθ)2

Syarat kedua laju ini sama, menghasilkan isotherm:

𝟏
(𝑲𝒑)𝟐
θ= 𝟏
𝟏+(𝑲𝒑)𝟐

Sekarang, penutupan permukaan bergantung pada tekanan dengan lebih lemah

Bentuk Isoterm Langmuir, dengan dan tanpa disosiasi diperlihatkan pada


gambar berikut.
Isotherm Langmuir untuk adsorbs nondisosiatif (garis penuh) dan
disosiatif (garis putus-putus) untuk berbagai nilai K

Penutupan terfraksi bertambah dengan bertambahnya tekanan, dan mendekati 1


hanya pada tekanan sangat tinggo. Ketika gas secara efektif ditekankan pada
setiap tempat yang tersedia pada permukaan. Kurva yang berbeda (dan
karenanya nilai K) diperoleh pada temperature yang berbeda. Ketergantungan
K pada temperature dapat digunakan untuk menentukan entalpi sisterik
adsrobsi
∆Hado, yaitu entalpi adsorbs pada penutypan permukaan tertentu. Untuk
melakukan ini,kita menyadari bahwa K merupakan konstanta kesetimbangan,
sehingga menggunakan persamaan van’t Hoff untuk menuliskan persamaan
berikut:

2. Isoterm Brunair-Emmet-Teller (BET)

Teori BET bertujuan untuk menjelaskan adosbsi fisik molekul gas pada
permukaan padatan (solid) dan berfungsi sebagai dasar untuk suatu teknis
analisis penting bagi pengukuran luas permukaan spesifik dari suatu material.
Pada tahun 1938, Stephen Brunauer, Paul Hugh Emmet, dan Edward Teller
menerbitkan sebuah artikel tentang teori BET dalam jurnal. Konsep dasar teori
ini merupakan perpanjangan dari teori Langmuir, yang merupakan teori untuk
adsobsi monolayer molekul menuju adsorbsi multilayer yakni bahwa lapisan
monolayer pada isotherm Langmuir dapat berperan sebagai permukaan
adsorben sehingga terjadi beberapa lapis adsorbat.

Salah satu asumsi dasar isotherm adsorbs Langmuir adalah adsorbs


berlangsung pada tekanan rendah. Dengan kondisi tersebut, molekul gas akan
memiliki energi panas tinggi dan kecepatan tinggi untuk meninggalkan
permukaan. Pada kondisi tekanan tinggi dan suhu rendah, energi panas
berkurang dan molekul gas semakin banyak akan tersedia per satuan luas
permukaan. Akibatnya, adsorbs multilayer dapat terjadi, pemebnetukan
multilayer dijelaskan oleh teori BET.

Isoterm Langmuir mengabaikan kemungkinan bahwa monolapisan awal dapat


berlaku sebagai substrat untuk adsorbs (fisika) selanjutnya. Dalam hal ini,
isotherm itu tidak mendatar pada suatu nilai jenuh ada tekanan tinggi. Tetapi
dapat diharapkan naik secara tak terbatas.

Isotherm BET merupakan isotherm yang paling banyak digunakan dalam


pembahasan adsorbs multilapisan diturunkan oleh Stepher Brunauer, Paul
Emmett, dan Edward Teller.

Persaaan BET dituliskan sebagai berikut:

𝑽
𝑪𝖰 𝖰= 𝒑
𝑽ₘₒ = (𝟏− 𝖰 ) {𝟏−(𝟏−𝑪)𝖰} 𝒑∗

Dengan p* merupakan tekanan uap diatas lapisan tebal makroskopis dari cairan
mjrni pda permukaannya, Vmon adalah volume yang sesuai dengan penutupan
monolapisan, dan c merupakan konstanta yang nilainya besar jika entalpi
desorbsi dari monolapisan lebih besar dibandingkan dengan entalpi penguapan
adsorbat cair.
Persamaan diatas, tersusun ulang menjadi:

𝖰
𝟏 (𝑪− 𝟏)𝖰
(𝟏− = 𝒄𝑽ₘₒₙ + 𝒄𝑽ₘₒₙ
𝖰)𝑽

Dengan demikian (c-1)/cVmon dapat diperoleh dari kemiringan rafik ungkapan


disebalah kiri terhadap 𝖰, dan cVmon dapat ditemukan dari perpotingan pada 𝖰
=
0. Hasilnya kemudian digabungkan untuk menghasilkan c dan Vmon. Bentuk
isotermBET ditunjuukan pada gambar berikut.

Grafik isotherm BET untuk berbagai nilai c. nilai V/Vmon naik secara tak
terbatas, karena adsorbat dapat berkondensasi pada permukaan substrat yang
tertutup

Isotherm naik secara tak terbatas saat tekanan dinaikkan, karena tidak ada
Batasan terhadap kauntitas material yang dapat berkondensasi, jika penutupan
multilapisan terjadi.

Jika koefisien c besar (c>>1), maka isotherm BET berbentuk lebih sederhana :

𝑽
𝑪𝖰
𝑽ₘₒ = (𝟏− 𝖰 )

Persamaan ini berlaku pada gas yang tak reaktif pada permukaan polar, dengan
c = 102 karena dengan demikian ∆Hdo jauh lebih besar dari pada ∆Hvapo.
isotherm BET cukup sesuai dengan pengamatan eksperimen pada jarak tekanan
terbatas. Pada tekanan rendah, isotherm ini menaksir tingkat adsorbs terlalu
rendah, dan pada tekanan tinggi menaksir tingkat adsorbs terlalu tinggi.
3. Isoterm Lain

Asumsi isotherm Langmuir adalah ketergantungan dan ekuivalensi dengan


tempat adsorbs. Penyimpangan dari isotherm ini, sering kali berasal dari
kegagalan asumsi tersebut. Contohnya, entalpi adsorbs sering menjadi kurang
negative saat θ bertambah. Ini menunjukkan bahwa tempat yang paling
menguntungkan dari segi energinya, akan ditempati lebih dulu. Orang
mengusahakn berbagai cara untuk memperhitungkan valensi ini.

Isoterm Temkin:

θ = c1 ln c2 p
dengan c1 dan c2 merupakan konstantayang sesuai dengan pengandaian bahwa
entalpi adsorbs berubah secara linear terhadap tekanan isotherm Freundlich :

θ = c1 p1/c2
yang sesuai dengan perubahan logaritmik. Isotherm yang berbeda beda lebih
kurang sesuai dengan eksperimen, pada jarak temperature terbatas, tetapi
isotherm itu tetap bersifat empiris. Walaupun empiris, bukan berarti tidak
berguna, karena jika parameter dari isotherm yang dapat diandalkan itu
diketahui, hasil yang diandalkan, dapat diperoleh untuk tingkat penutupan
permukaan pada berbagai kondisi.
KESIMPULAN

Adsorbsi merupakan proses interaksi terikatnya suatu molekul gas atau cair (adsorbat) pada
permukaan padatan (adsorben). Proses ini berbeda dengan penyerapan gas yang masuk ke
bagian dalam cairan yang disebut absorpsi. Adsorbsi dapat dikatakan sebagai salah satu
metode pemisahan berdasarkan tiga mekanisme berbeda yakni sterik, kesetimbangan, dan
mekanisme kinetik.
Molekul dan atom dapat menempel pada permukaan dengan dua cara yaitu: Adsorpsi Fisik
dan Adsorpsi Kimia . Dalam adsorbsi fisik ada interaksi Van der Waals antara adsorbat.
Interaksi Van der waals ini memiliki jarak yang jauh dan relatif lemah, serta energi yang
dilepaskan ketika sebuah partikel teradsorbsi secara fisik memiliki urutan besarnya yang
sama dengan entalpi kondensasi. Sedangkan Adsorpsi kimia (chemisorption), yaitu reaksi
yang terjadi antara zat padat dan zat terlarut yang teradsorpsi. Adsorpsi ini bersifat spesifik
dan terjadi berdasarkan ikatan kimia antara adsorbent dengan zat yang teradsorpsi
(adsorbat), sehingga dibandingkan dengan adsorpsi fisik, kerja yang terjadi jauh lebih besar
begitu juga dengan panas adsorpsi dibanding dengan adsorpsi fisik, selain itu adsorpsi kimia
terjadi pada suhu yang tinggi. Sebab terjadinya ikatan kimia, maka pada permukaan
adsorbent dapat berbentuk suatu lapisan dan apabila hal ini berlanjut maka adsorbent tidak
akan mampu lagi menyerap zat lainnya. Dan proses adsorpsi secara kimia ini bersifat
irreversible.
DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P. (1999). Kimia Fisika Jilid II. Jakarta: Erlangga.

Fatimah. (2014). Adsorpsi dan Katalis Menggunakan Material Berbasis Clay.


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Muchlisyiyah, J., Laeliocattleya, R., & Putri, W. (2017). Kimia Fisik Pangan. Malang:
UB Press.

Mortimer, R. (2000). Physical Chemistry. San Diego: Academic Press.

Anda mungkin juga menyukai