Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

ADSORPSI KOLOID

Disusun Oleh :

Nama : Abudzar Adhari Yusra


Stambuk : 09320220114
Kelas/Kelompok : C4/ I (Satu)

Asisten

( ULIYAH, S.T )

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Permukaan suatu zat padat memiliki kecenderungan untuk menyerap
atau menarik moleku-molekul lain seperti molekul gas atau molekul cairan.
Zat padat pada proses adsorpsi ini desebut sebagai adsorben, sedangkan
molekul lain yang terserap pada permukaan zat pada disebut sebagai
adsorbat. Ada dua jenis mekanisme penyerapan (Adsorpsi) yang diketahui,
yaitu Adsorpsi fisik (fisisorpsi) dan adsorpsi kimia (kemisorpsi).
Proses adsorpsi biasanya dilakukan dengan mengkontakan larutan atau
gas dengan padatan, sehingga sebagian komponen larutan atau gas diserap
pada permukaan pori padatan, akibatnya akan mengubah komposisi larutan
tersebut. Bahan yang dipakai untuk melakukan proses adsorpsi dinamakan
adsorben, sedangkan bahan yang disebut adsorbat. Adsorben yang baik
harus memiliki kapasitas dan selektifitas adsorpsi terhadap molekul adsorbat
Kebanyakan adsorben adalah bahan yang mempumyai porositas yang
tinggi untuk menempatkan adsorbat pada dinding pori. Pemilihan adsorben
berdasarkan pada kapasitas, selektifitas, kecepatan penyerapan, tidak
mengandung pencemar berbahaya, murah harganya dan mudah
regenerasinya. Dalam proses penyerapan, permukaan adsorben yang sifatnya
polar akan mengikat molekul yang sifatnya polar dan permukaan adsorben
non-polar akan mengikat molekul yang sifatnya non-polar. Adsorpsi terjadi
tidak pada site yang spesifik dan molekul yang teradsorpsi menyelimuti
seluruh permukaan. Panas adsorpsi yang terjadi cukup rendah yaitu dibawah
20 kcal/mol (Atikah., 2017).
Contoh fenomena yang berkaitan dengan koloid adalah sorotan lampu
mobil pada malam yang berkabut dan berkas sinar matahari melalui celah
daun pohon-pohon pada pagi hari yang berkabut. Dua fenomena tersebut
menunjukkan adanya efek pembiasan cahaya oleh partikel koloid yang biasa
disebut efek tyndall (Siahaan et al., 2020)
1.2 Tujuan Percobaan
Untuk mempelajari sistem koloid dan daya adsorpsi arang aktif terhadap
asam asetat dengan berbagai konsentrasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Sistem Koloid


Campuran terdiri dari zat atau partikel yang terdispersi (tersebar)
didalam zat lain sehingga disebut juga sistem dipersi. Dalam sistem dispersi,
zat yang didispersikan disebut fasa terdispersi, sedangkan zat dimana
partikel terdispersi disebut medium pendispersi. Partikelpartikel zat yang
terdipersi dalam campuran memiliki ukuran yang berbeda-beda.
Berdasarkan perbedaan ukuran partikelnya, maka campuran dibedakan
menjadi tiga jenis, yaitu larutan, suspensi dan koloid.
Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran antara larutan dan
suspensi (campuran kasar), contohnya lem, kanji, santan, dan jeli . Kata
koloid berasal dari bahas Yunani yaitu ”kolla” yang berarti lem dan "oid"
yang berarti seperti. Sistem koloid pertama kali dilakukan oleh Thomas
Graham ( 1861 ) Thomas Graham menemukan bahwa berbagai larutan
seperti HCl dan NaCl mudah berdifusi, sedangkan zat - zat seperti kanji,
gelatin dan putih telur sangat lambat atau sama sekali tidak berdifusi . Ia
menemukan waktu difusi relatif untuk berbagai zat. Oleh karena itu zat yang
mudah berdifusi biasanya berbentuk kristal dalam keadaan padat, Graham
menyebutnya kristaloid, sedangkan zat yang sukar berdifusi Graham
menyebutnya dengan koloid zat.
Sistem koloid terdiri atas partikel halus dari suatu zat yang terdispersi
dalam suatu media pendispersi. Partikel - partikel koloid memiliki dimensi
dalam kisaran 107-10-5 cm (1-1.000 nm). Fasa terdispersi koloid dapat
berupa zat cair, padat, dan gas . Sebagai contoh, emulsi tersusun dari
partikel-partikel zat cair yang terdispersi dalam medium cair .
Koloid adalah salah satu jenis campuran homogen yang memiliki sifat-
sifat berbeda dengan larutan yang selama ini anda ketahui. Perbedaan sifat
ini disebabkan oleh ukuran partikel zat terlarut yang lebih besar
dibandingkan dengan larutan, tetapi lebih kecil dari suspensi, yaitu 1nm
sampai 100nm. Tapi partikel ini tidak dapat dilihat dengan mata telanjang,
dan hanya bisa dilihat menggunakan mikroskop ultra. Koloid memiliki
aplikasi luas mencakup banyak material yang ada di alam maupun yang
dikembangkan di industri, seperti kosmetik, obat-obatan, pengolahan air
minum, sampai material bangunan.
2.2 Adsorpsi
Adsorpsi adalah suatu proses penyerapan atom, ion, atau molekul
dalam larutan pada suatu permukaan zat penyerap. Proses ini terjadi pada
permukaan dua fase yaitu antara fasa gas-padat atau cair-padat. Zat yang
diserap disebut adsorbat, sedangkan zat yang menyerap disebut adsorben.
Adsorpsi terbagi atas dua jenis yaitu adsorpsi fisika dan kimia. Perbedaan
utama pada kedua jenis adsorpsi ini terletak pada proses laju reaksi yang
terjadi di permukaan adsorben dan energi aktivasinya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi proses adsorpsi adalah konsentrasi adsorbat, pH, waktu
kontak dan suhu (Saputri, 2020)
Pendekatan isoterm adsorpsi dijelaskan oleh Freundlich dan Langmuir.
Menurut Freundlich jika y adalah berat zat terlarut per gram adsorben dan c
adalah konsentrasi zat terlarut maka dapat diturunkan persamaan berikut:
Xm/m = k.C1/n .....................................................................................................(2.1)
log (Xm/m) = log k + 1/n. log Ce.......................................................................(2.2)
dimana:
Xm = massa zat yang diadsorpsi
M = massa adsorben
Ce = konsentrasi zat pada saat setimbang
Berdasarkan persamaan di atas maka konstanta k dan n dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan linear, Langmuir pada tahun 1918
menurunkan teori isoterm adsorpsi dengan menggunakan lima asumsi
mutlak, yaitu:
1. Gas yang diadsorpsi berkelakuan ideal dalam fasa uap
2. Gas yang teradsorpsi dibatasi sampai lapisan monolayer
3. Permukaan adsorbat homogen
4. Tidak ada interaksi lateral antar molekul adsorbat
5. Molekul gas teradsorpsi terlokalisasi.
Adsorpsi merupakan proses pemisahan berdasarkan perbedaan afinitas
atau difusivitas suatu senyawa terhadap suatu padatan, yang pada umumnya
merupakan padatan berpori. Adsorpsi sesungguhnya adalah suatu surface
phenomena. Suatu padatan terbentuk karena adanya gaya tarik menarik dari
komponen atom penyusunnya. Di dalam interior padatan, gaya tarik diantara
atom penyusun lattice seimbang, namun di permukaan padatan tidak
seimbang. Akibatnya, jika ada partikel yang mendekati permukaan padatan
tersebut, akan tertarik sebagai kompensasi adanya ketidakseimbangan gaya
pada permukaan padatan. Fenomena ini disebut adsorpsi. Proses ini berbeda
dengan penyerapan gas yang masuk ke bagian dalam cairan atau disebut
sebagai absorpsi. Dengan demikian, absorpsi dapat didefinisikan sebagai
suatu fenomena fisik atau kimiawi atau suatu proses dimana atom, molekul,
atau ion memasuki suatu fase ruah lain yang dapat berupa gas, cairan,
ataupun padatan (Widi Astuti, 2018)
Perbedaan adsorpsi dengan absorpsi dapat dimodelkan seperti pada
gambar dibawah ini.

Gambar 2.1 Perbedaan antara (a) absorbsi dengan (b) adsorpsi


Berdasarkan mekanismenya, adsorpsi dapat dibedakan menjadi
adsorpsi kimia (kemisorpsi) dan adsorpsi fisika (fisisorpsi). Kedua adsorpsi
tersebut dibedakan oleh panas adsorpsi, reversibility, dan ketebalan lapis
adsorben. Panas adsorpsi pada fisisorpsi relatif rendah, 5-40 kJ.mol -1
sementara pada kemisorpsi relatif besar, 40- 800 kJ.mol -1. Adsorpsi fisika
melibatkan interaksi yang lebih lemah. Interaksi ini dapat terjadi antara
permukaan padatan dengan molekul terjerap melalui ikatan van der Waals,
dimana gaya yang terlibat disebabkan oleh berfluktuasinya dipol dari
adsorbat dengan padatan yang dapat dipolarisasikan. Akibatnya, zat yang
diadsorpsi mudah dilepaskan, sangat reversibel serta memungkinkan
terjadinya desorpsi pada suhu yang sama. Ketebalan lapisan yang diadsorpsi
lebih besar dari diameter adsorbatnya. Sebaliknya, adsorpsi kimia
melibatkan suatu ikatan kimia antara permukaan padatan dengan molekul
terjerap. Karakter ikatan ini dapat terletak antara ionik hingga kovalen
sehingga panas adsorpsi yang dihasilkan tinggi, mendekati nilai ikatan kimia
(Widi Astuti, 2018).
2.3 Sifat Koloid
Koloid mempunyai sifat antaranya sifat kinetik, sifat optik dan sifat
alir (reologi). Sifat kinetik meliputi sedimentasi akibat grafitasi (bumi dan
buatan) dan akibat gerakan termal maka sifat kinetik koloid berupa gerak
brown, difusi, tekanan osmosis, sedimentasi. Gerak Brown (skala
mikroskopik) yaitu gerak partikel koloid secara zig-zag dan garis lurus
akibat tumbukan partikel koloid tersebut dengan molekul tersuspensi, seperti
pada gambar berikut.

Gambar 2.2 Gerak Brown


Osmosis adalah proses berpindahnya molekul-molekul pelarut dari
pelarut murni ke larutan melalui membran semipermeabel sedangkan
tekanan osmosis adalah tekanan yang mencegah terjadinya osmosis.
Prosedur baku untuk penentuan berat molekul zat terlarut adalah dengan
pengukuran sifat koligatif yaitu sifat yang ditentukan oleh jumlah molekul
zat terlarut bukan dipengaruhi oleh jenis zat terlarut. Sifat koligatif adalah
kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan penurunan tekanan uap, dan
tekanan osmosis. Diantara sifat-sifat tersebut, hanya tekanan osmosis
satusatunya yang dapat digunakan untuk mengkaji makromolekul.
Sifat optik sistem koloid adalah hamburan cahaya, penghamburan
berkas cahaya oleh dispersi koloid dikenal dengan efek Tyndal. Efek ini bisa
diamati dalam kehidupan sehari-hari misalnya pada berkas sinar proyektor
film di bioskop dan cahaya lampu mobil pada malam hari berkabut. Efek
Tyndal diaplikasikan pada pengukuran kekeruhan pada suatu larutan karena
koloid dapat menghamburkan cahaya. Gambar 2.2. menjelaskan hubungan
konsentrasi dengan sifat fisik larutan misalnya larutan surfaktan.

Gambar 2.3 Hubungan konsentrasi dengan sifat fisik


larutan

Misel adalah koloid asosiasi yang mulai terbentuk pada konsentrasi


tertentu (CMC = critical micelle consentration). Sehingga pada gambar
diatas terlihat kenaikan turbifitas di atas CMC.
2.4 Arang Aktif
Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95%
karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan
pemanasan pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan
agar tidak terjadi kebocoran udara di dalam ruangan pemanasan sehingga
bahan yang mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak
teroksidasi. Arang aktif biasanya disebut karbon aktif yang dapat menyerap
beberapa jenis zat di dalam cairan ataupun gas. Berarti arang aktif dapat
digunakan sebagai bahan penjernih ataupun untuk menghilang-kan bau
busuk. Pada arang aktif terdapat banyak pori (zone) berukuran nano hingga
mikrometer. Sedemikian banyaknya pori sehingga dalam satu gram arang
aktif bila semua dinding rongga pori direntangkan, luas permukaannya dapat
mencapai ratusan hingga ribuan meter persegi.
Arang aktif adalah suatu karbon yang mempunyai kemampuan daya
serap yang baik terhadap anion, kation, dan molekul dalam bentuk senyawa
organik dan anorganik, baik berupa larutan maupun gas. Beberapa bahan
yang mengandung banyak karbon dan terutama yang memiliki pori dapat
digunakan untuk membuat arang aktif. Pembuatan arang aktif dilakukan
melalui proses aktivasi arang dengan cara fisika atau kimia di dalam retort.
Perbedaan bahan baku dan cara aktivasi yang digunakan dapat menyebabkan
sifat dan mutu arang aktif berbeda pula. Arang aktif digunakan antara lain
dalam sektor industri (pengolahan air, makanan dan minuman, rokok, bahan
kimia, sabun, lulur, sampo, cat dan perekat, masker, alat pendingin,
otomotif), kesehatan (penyerap racun dalam saluran cerna dan obat-obatan),
lingkungan (penyerap logam dalam limbah cair, penyerap residu pestisida
dalam air minum dan tanah, penyerap emisi gas beracun dalam udara,
meningkatkan total organik karbon tanah, mengurangi biomassa mikroba
dan agregasi tanah) dan pertanian (meningkatkan keberhasilan perbanyakan
tanaman secara kultur jaringan dan kesuburan media tanaman serta

mencegah pembusukan akar) (Eboni, 2018).


2.4.1 Pembuatan arang aktif
Arang yang dihasilkan melalui proses karbonisasi bahan baku,
sebahagian besar pori-porinya masih tertutup oleh hidrokarbon, ter,
dan komponen lain, seperti abu, air, nitrogen, dan sulfur, sehingga
keaktifannya atau daya serapnya rendah. Untuk meningkatkan daya
serap arang, maka bahan tersebut dapat diubah menjadi arang aktif
melalui proses aktivasi. Pada prinsipnya arang aktif dapat dibuat
dengan dua cara, yaitu cara kimia dan cara fisika. Mutu arang aktif
yang dihasilkan sangat tergantung dari bahan baku yang digunakan,
bahan pengaktif, suhu dan cara pengaktifannya.
2.4.2 Pembuatan arang kayu
Untuk membuat arang dari bahan baku kayu menggunakan kiln
drum, maka bahan tersebut harus dipotong menjadi ukuran kecil
dengan diamater ± 8 cm dan panjang ± 20 cm. Kiln drum diletakkan
di atas tungku dan potongan kayu dimasukkan dan ditata sedemikian
rupa sehingga kiln drum tidak terisi seluruhnya, atau bagian atas kiln
drum dikosongkan sekitar 7,0 cm. Kemudian api dinyalakan di
dalam tungku menggunakan ranting kayu atau bahan bakar lainnya.
Api yang sedang menyala di dalam tungku akan masuk ke dalam kiln
drum melalui lubang udara dan membakar bahan baku kayu yang
terdapat di dalamnya. Sesudah bahan baku kayu menyala dan
diperkirakan tidak akan padam, maka kiln drum ditutup dan
cerobong asap dipasang. Pengarangan dianggap selesai apabila asap
yang keluar dari cerobong menipis dan berwarna kebiru-biruan.
Selanjutnya lubang tungku ditutup, cerobong asap dilepas dan lubang
pada penutup kiln drum di tutup menggunakan batu bata atau bahan
penutup lainnya yang tidak dapat terbakar. Pinggir dasar tungku
drum juga harus ditutup menggunakan pasir atau tanah, agar tidak
ada celah yang dapat dilalui udara masuk ke dalam kiln drum. Pada
saat arang dalam kiln drum sudah dingin, maka penutup kiln drum
dapat dibuka dan arang yang dihasilkan dapat dikeluarkan.
2.4.3 Arang tempurung
Apabila bahan baku untuk pembuatan arang menggunakan
tempurung (kelapa atau kemiri), maka bahan tersebut harus
dimasukkan ke dalam kiln drum secara bertahap (tiga tahap). Pada
tahap pertama bahan baku tempurung dimasukkan sekitar sepertiga
tinggi kiln drum. Kemudian api dinyalakan di dalam tungku
menggunakan ranting kayu atau bahan bakar lainnya. Api yang
sedang menyala di dalam tungku akan masuk ke dalam kiln drum
melalui lubang udara dan membakar bahan baku tempurung yang
terdapat di dalamnya. Sesudah bahan baku tempurung menyala dan
diperkirakan tidak akan padam, maka kiln drum ditutup dan
cerobong asap dipasang. Setelah bahan baku tempurung tersebut
diperkirakan sudah terbakar seluruhnya, maka penutup kiln drum
dibuka dan bahan baku tempurung ditambahkan lagi sekitar sepertiga
tinggi kiln drum.
Penambahan bahan baku tempurung ke dalam kiln drum tahap
ketiga dilakukan sama seperti tahap kedua, akan tetapi diusahakan
agar kiln drum tidak sampai penuh atau terdapat ruang yang kosong
sekitar 7,0 cm pada bagian atas kiln drum. Pengarangan dianggap
selesai apabila asap yang keluar dari cerobong menipis dan berwarna
kebiru-biruan. Selanjutnya lubang tungku ditutup, cerobong asap
dilepas dan lubang pada penutup kiln drum di tutup menggunakan
bata atau bahan penutup lainnya yang tidak dapat terbakar. Pinggir
dasar tungku drum juga harus ditutup menggunakan pasir atau tanah
agar tidak ada celah yang dapat dilalui udara masuk ke dalam kiln
drum. Pada saat arang dalam kiln drum sudah dingin, maka penutup
kiln drum dapat dibuka dan arang yang dihasilkan dapat dikeluarkan
(Eboni, 2018).
2.5 Aktivasi Arang Secara Kimia
Aktivasi cara kimia pada prinsipnya adalah perendaman arang dengan
senyawa kimia sebelum dipanaskan. Pada proses pengaktifan secara kimia,
arang direndam dalam larutan pengaktifasi selama 24 jam, lalu ditiriskan
dan dipanaskan pada suhu 600- 900 °C selama 1 - 2 jam. Pada suhu tinggi
bahan pengaktif akan masuk di antara selasela lapisan heksagonal dan
selanjutnya membuka permukaan yang tertutup. Bahan kimia yang dapat
digunakan yaitu H3PO4, NH4Cl, AlCl3, HNO3, KOH, NaOH, KMnO4, SO3,
H2SO4 dan K2S. Pemakaian bahan kimia sebagai bahan pengaktif sering
mengakibatkan pengotoran pada arang aktif yang dihasilkan. Umumnya
aktivator meninggalkan sisa-sisa berupa oksida yang tidak larut dalam air
pada waktu pencucian. Oleh karena itu, dalam beberapa proses sering
dilakukan pelarutan dengan HCl untuk mengikat kembali sisa-sisa bahan
kimia yang menempel pada permukaan arang aktif dan kandungan abu yang
terdapat dalam arang aktif.
2.6 Aktivasi Arang Secara Fisika
Aktivasi arang secara fisika menggunakan oksidator lemah, misalnya
uap air, gas CO2, N2, O2 dan gas pengoksidasi lainnya. Oleh karena itu, pada
proses ini tidak terjadi oksidasi terhadap atom-atom karbon penyusun arang,
akan tetapi oksidator tersebut hanya mengoksidasi komponen yang
menutupi permukaan pori arang. Prinsip aktivasi ini dimulai dengan
mengaliri gas-gas ringan, seperti uap air, CO 2, atau udara ke dalam retort
yang berisi arang dan dipanaskan pada suhu 800-1000 °C. Pada suhu di
bawah 800 °C, proses aktivasi dengan uap air atau gas CO 2 berlangsung
sangat lambat, sedangkan pada suhu di atas 1000 °C, akan menyebabkan
kerusakan struktur kisi-kisi heksagonal arang.
Pembuatan arang aktif dari arang limbah pembalakan kayu puspa
menggunakan retort produksi skala pilot kapasitas 100 kg yang dilengkapi
dengan pemanas listrik dilaporkan oleh. Arang dari limbah pembalakan
kayu puspa dibuat ukuran 0,5 x 1 x 1 cm, direndam dalam larutan H3PO4
5% selama 24 jam, kemudian ditiriskan dan dimasukkan ke dalam retort dan
selanjutnya dipanaskan pada suhu 700 0C. Apabila suhu telah tercapai,
dialirkan uap air (H2O) panas dari steam boiler ke dalam retort selama 120
menit pada tekanan 4 bar dengan laju alir 1,5 - 2,5 m/detik. Setelah 120
menit, aliran uap air panas dari steam boiler ke dalam retort dan pemanasan
retort di hentikan dan dibiarkan selama beberapa waktu sampai menjadi
dingin. Arang aktif yang dihasilkan baru dapat diambil dari dalam retort
setelah betul-betul sudah dingin.
Lempang dkk. (2012) membuat arang aktif tempurung kemiri
menggunakan retort listrik skala laboratorium. Arang aktif dibuat dengan
cara mengaktivasi arang tempurung kemiri di dalam retort listrik
berkapasitas 500 g. Sebanyak 300 g arang tempurung kemiri dimasukkan ke
dalam retort listrik dan diaktivasi pada suhu 750 0C dengan menggunakan
aktivator uap air (H2O) selama 120 menit. Setelah suhu tercapai, uap air
(H2O) panas dialirkan dari steam boiler ke dalam retort selama 120 menit
pada tekanan 4 bar dengan laju alir ± 2,0 m/detik. Setelah 120 menit, aliran
uap air panas dihentikan dan retort listrik tetap dipanaskan pada suhu 750
0C selama ± 10 menit agar uap air yang dialirkan ke dalam retort habis
menguap. Pemanasan retort kemudian dihentikan dan dibiarkan selama satu
malam agar retort listrik dan arang aktif yang dihasilkan di dalamnya
menjadi dingin.
2.7 Sifat-sifat Arang Aktif
Perbedaan bahan baku dan cara aktivasi yang digunakan dapat
menyebabkan sifat dan mutu arang aktif berbeda pula. Berdasarkan
fungsinya arang aktif dibedakan dalam dua jenis, yaitu arang aktif penyerap
gas yang memiliki pori yang berukuran mikropori dan digunakan untuk
menyerap material dalam bentuk uap atau gas, dan arang aktif fasa cair yang
memiliki pori berukuran makropori dan digunakan untuk menyerap
kotoran/zat yang tidak diinginkan dari cairan atau larutan.
2.7.1 Sifat kimia
Arang aktif tidak hanya mengandung atom karbon saja, tetapi
juga mengandung sejumlah kecil oksigen dan hidrogen yang terikat
secara kimia dalam bentuk gugus-gugus fungsi yang bervariasi,
misalnya gugus karbonil (CO), karboksil (COO), fenol, lakton, dan
beberapa gugus eter. Oksigen pada permukaan arang aktif, kadang-
kadang berasal dari bahan baku atau dapat juga terjadi pada proses
aktivasi dengan uap (H2O) atau udara. Keadaan ini biasanya dapat
menyebabkan arang bersifat asam atau basa. Pada umumnya bahan
baku arang aktif mengandung komponen mineral. Komponen ini
menjadi lebih pekat selama proses aktivasi arang. Di samping itu,
bahan-bahan kimia yang digunakan pada proses aktivasi sering kali
menyebabkan perubahan sifat kimia arang yang dihasilkan.
2.7.2 Sifat fisika
Berdasarkan sifat fisika, arang aktif mempunyai beberapa
karakteristik, antara lain berupa padatan yang berwarna hitam, tidak
berasa, tidak berbau, bersifat higroskopis, tidak larut dalam air,
asam, basa ataupun pelarut-pelarut organik. Di samping itu, arang
aktif juga tidak rusak akibat pengaruh suhu maupun penambahan pH
selama proses aktivasi.
2.7.3 Struktur
Arang aktif mempunyai struktur berupa jaringan berpilin dari
lapisan-lapisan karbon yang tidak sempurna, yang
dihubungsilangkan oleh suatu jembatan alifatik. Luas permukaan,
dimensi dan distribusi atom-atom karbon penyusun struktur arang
aktif sangat tergantung pada bahan baku, kondisi karbonasi dan
proses aktivasinya.
Ukuran pori dari kristalit-kristalit arang aktif selain tergantung
pada suhu karbonisasi juga bahan baku yang digunakan. Ukuran pori
arang aktif dapat berkisar antara 10 Å sampai lebih besar dari 250 Å
dan ukuran pori tersebut dibagi dalam tiga kategori yaitu :
a) Makropori yang berukuran diameter lebih besar dari 250 Å
dengan volume sebanyak 0,8 ml/g dan permukaan spesifik antara
0,5 - 2 m2/g.
b) Mesopori yang berukuran diameter berkisar antara 50 - 250 Å
dengan volume 0,1 ml/g dan permukaan spesifik antara 20 - 70
m2 /g.
c) Mikropori yang berukuran diameter lebih kecil dari 50 Å.
Distribusi ukuran pori merupakan parameter yang penting
dalam hal kemampuan daya serap arang aktif terhadap molekul
yang ukurannya bervariasi. Disamping distribusi pori, bentuk
pori merupakan parameter yang khusus untuk daya serap arang
aktif yang terjadi. Pori-pori dengan bentuk silinder lebih mudah
tertutup yang menyebabkan tidak aktifnya bagian permukaan dari
arang aktif tersebut. Bila arang aktif digunakan untuk
penjernihan air, lebih banyak dibutuhkan pori-pori yang terbuka
karena air sebagian besar mengandung macam-macam partikel.
2.7.4 Daya serap
Daya serap arang aktif merupakan suatu akumulasi atau
terkonsentrasinya komponen di permukaan/antar muka dalam dua
fasa. Bila ke dua fasa saling berinteraksi, maka akan terbentuk suatu
fasa baru yang berbeda dengan masing-masing fasa sebelumnya. Hal
ini disebabkan karena adanya gaya tarik-menarik antar molekul, ion
atau atom dalam ke dua fasa tersebut. Gaya tarik-menarik ini dikenal
sebagai gaya Van der Walls. Pada kondisi tertentu, atom, ion atau
molekul dalam daerah antar muka mengalami ketidak seimbangan
gaya, sehingga mampu menarik molekul lain sampai keseimbangan
gaya tercapai.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap arang
aktif, yaitu sifat arang aktif, sifat komponen yang diserapnya, sifat
larutan dan sistem kontak. Daya serap arang aktif terhadap
komponen-komponen yang berada dalam larutan atau gas
disebabkan oleh kondisi permukaan dan struktur porinya. Beberapa
literatur lain melaporkan bahwa pada umumnya penyerapan oleh
arang aktif tergolong penyerapan secara fisik. Hal ini disebabkan
oleh pori arang aktif banyak dan permukaannya luas. Faktor lain
yang mempengaruhi daya serap arang aktif, yaitu sifat polaritas dari
permukaan arang aktif. Sifat ini sangat bervariasi untuk setiap jenis
arang aktif, karena hal ini sangat tergantung pada bahan baku, cara
pembuatan arang dan bahan pengaktif yang digunakannya.
2.8 Jenis Arang Aktif
Ada dua jenis arang aktif yang dibedakan menurut fungsinya :
2.8.1 Arang Aktif Penyerap Gas (Gas adsorbent activated carbon)
Jenis arang aktif ini digunakan untuk menyerap material dalam
bentuk uap atau gas. Pori-pori yang terdapat pada arang jenis ini
adalah mikropori yang menyebabkan molekul gas akan dapat
melewatinya, tetapi molekul dari cairan tidak dapat melewatinya.
Karbon jenis ini dapat ditemui pada karbon tempurung kelapa.
2.8.2 Arang Aktif Fasa Cair (Liquid-phase activated carbon)
Arang aktif jenis ini digunakan untuk menyerap kotoran/zat yang
tidak diinginkan dari cairan atau larutan. Jenis pori-pori dari karbon
ini adalah makropori yang memungkinkan molekul besar untuk
masuk. Arang jenis ini biasanya berasal dari batubara dan selulosa.
2.9 Kegunaan Arang Aktif
Arang aktif dapat digunakan dalam berbagai bidang, antara lain
industri, kesehatan, lingkungan dan pertanian:
2.9.1 Industri
Produk arang aktif lebih dari 70% digunakan di sektor industri.
Penggunaan utama dari arang aktif adalah untuk pemurnian larutan,
seperti industri gula, sirop, air minum, sayuran, lemak, minyak,
minuman alkohol, bahan kimia dan farmasi; penyerap gas beracun
pada masker; penghilang bau pada sistem alat pendingin; penyerap
emisi uap bahan bakar pada otomotif serta sebagai filter rokok.
Arang aktif juga telah digunakan sebagai bahan tambahan dalam
produk untuk pemeliharaan kebersihan dan kehalusan kulit dan
rambut, antara lain sabun, lulur dan sampo.
2.9.2 Kesehatan
Di dalam bidang kesehatan, arang aktif digunakan dalam
penanganan keracunan eksternal dan terapi diare sekretonik. Pada
keracunan secara oral, untuk menghindari penyerapan sejumlah
racun yang masih ada dalam saluran cerna dapat dilakukan dengan
pemberian adsorben. Adsorben yang paling berkasiat dan kurang
berbahaya sehingga paling banyak digunakan adalah arang aktif.
Toksin Kolera, Salmonella dan Shigella serta galur Coli patogen
menyebabkan meningkatnya sekresi elektrolit dan air kedalam lumen
usus (diare sekretonik). Terapi diare sekretonik dapat dilakukan
dengan penggunaan adsorben (misalnya arang aktif), zat
pengembang (misalnya pektin) atau astrigen (preparat yang
mengandung tanin).
2.9.3 Lingkungan
Kadirvelu et al. (2001) telah membuktikan kemampuan arang
aktif sebagai adsorben terhadap logam Hg, Pb, Cd, Ni, Cu dalam
limbah cair industri radiator, pelapisan nikel dan pelapisan tembaga.
Kemampuan arang aktif sebagai penghilang logam tersebut
dipengaruhi oleh pH dan konsentrasi karbon. Kenaikan kadar karbon
menaikkan persen adsorpsi arang aktif terhadap ion logam.
Penggunaan arang aktif sangat penting dalam proses penjernihan air
dan udara Harris. Dalam proses penjernihan air, arang aktif selain
mengadsorpsi logam-logam seperti besi, tembaga. nikel, juga dapat
menghilangkan bau, warna dan rasa yang terdapat dalam larutan atau
buangan air. Di beberapa negara arang aktif dilaporkan telah
digunakan sebagai penyerap residu pestisida pada proses penjernihan
air untuk mendapatkan air minum yang bebas pestisida. Arang aktif
dapat mendeaktivasi kontaminan pestisida yang terdapat di dalam
tanah dengan dosis antara 100-400 kg/ha. Arang aktif dalam tanah
dapat meningkatkan total organik karbon dan mengurangi biomassa
mikroba, respirasi, dan agregasi serta pengaruh pembekuan cahaya
pada tanah, karena arang aktif dapat menyerap dan menyimpan
panas.
Arang aktif digunakan untuk penyerap gas beracun pada
industri pengolahan cat dan perekat dan dapat mereduksi emisi
formaldehida dari 3,46 mg/l menjadi 0,66 mg/l pada pembuatan
papan partikel menggunakan bahan perekat Urea Formaldehida.
2.9.4 Pertanian
Walaupun penelitian penggunaan arang aktif untuk pertanian
telah banyak dilaporkan, namun sampai saat ini praktik penggunaan
arang aktif pada bidang tersebut belum banyak dilakukan.
Penambahan arang aktif bambu pada media tumbuh dapat
meningkatkan pertumbuhan tinggi anakan Eucalyptus urophylla
lebih baik dibandingkan kontrol, namun pertumbuhannya akan lebih
baik bila pada waktu penanaman arang aktif dicampur dengan
kompos. Media tumbuh semai melina (Gmelina arborea Roxb) yang
ditambahkan arang aktif dengan kadar 15% dapat meningkatkan
pertumbuhan tinggi 8,20%, diameter batang 45,95% dan bobot
biomassa 58,82% (Lempang dan Tikupadang, 2013). Penggunaan
arang aktif juga menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap
pertumbuhan akar dan bobot biomassa tanaman pule landak, serta
pengembangan stek tanaman Capsicum omnium juga mencegah
pembusukan akar pada tanaman melon. Arang aktif selain digunakan
sebagai komponen tambahan pada media tanah, juga dapat
digunakan pada media kultur in vitro.
2.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Adsorpsi
Laju adsorpsi keseluruhan dikendalikan oleh kecepatan difusi dari
molekul-molekul zat terlarut dalam pori-pori kapiler dari partikel karbon.
Kecepatan itu berbanding terbalik dengan kuadrat diameter partikel,
bertambah dengan kenaikan konsentrasi zat terlarut, bertambah dengan
kenaikan temperatur dan berbanding terbalik dengan kenaikan berat molekul
zat terlarut. Morris dan Weber menemukan bahwa laju adsorpsi bervariasi
seiring dengan akar pangkat dua dari waktu kontak dengan adsorben.
Kecepatan ini juga meningkat dengan menurunnya pH sebab perubahan
muatan pada permukaan karbon. Kapasitas adsorpsi dari karbon terhadap
suatu zat terlarut tergantung pada duaduanya, karbon dan zat terlarutnya.
Kebanyakan limbah cair adalah kompleks dan bervariasi dalam hal
kemampuan adsopsi dari campuran-campuran yang ada. Struktur molekul,
kelarutan dan sebagainya.
Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi
adalah sebagai berikut:
2.10.1 Luas permukaan
Suatu molekul dapat teradsorpsi jika gaya adhesi antara molekul
adsorbat dengan molekul adsorben lebih besar dibanding dengan
gaya kohesi pada masing-masing molekul ini. Proses adsorpsi
biasanya dilakukan untuk mengurangi senyawa organik yang
terdapat dalam limbah cair, sehingga limbah cai dapat dimurnikan.
Proses adsorpsi terjadi karena adanya luas permukaan, makin luas
permukaan adsorben yang disediakan maka makin banyak molekul
yang diserap (Wijayanti & Kurniawati, 2019).
2.10.2 Jenis adsorbat
Peningkatan polarisabilitas adsor-bat akan meningkatkan
kemampu-an adsorpsi molekul yang mempunyai polarisabilitas yang
tinggi (polar) memiliki kemampuan tarik menarik terhadap molekul
lain dibdaningkan molekul yang tidak dapat membentuk dipol (non
polar). Peningkatan berat molekul adsorbat dapat meningkatkan
kemampuan adsorpsi. Adsorbat dengan rantai yang bercabang
biasanya lebih mudah diadsorbsi dibandingkan rantai yang lurus.
2.10.3 Struktur molekul adsorbat
Hidroksil dan amino mengakibatkan mengurangi kemampuan
penyisihan sedangkan Nitrogen meningkatkan kemampuan
penyisihan.
2.10.4 Konsentrasi adsorbat
Semakin besar konsentrasi adsorbat dalam larutan maka semakin
banyak jumlah substansi yang terkumpul pada permukaan adsorben.
Adsorbsi akan meningkat dengan kenaikan konsentrasi adsorbat.
Adsorpsi akan tetap jika terjadi kesetimbangan antara konsentrasi
adsorbat yang diserap dengan konsentrasi adsorbat yang tersisa
dalam larutan (Irawan Politeknik Negeri Balikpapan Jl Soekarno
hatta Km, 2018).
2.10.5 Temperatur
Pemanasan atau pengaktifan adsorben akan meningkatkan daya
serap adsorben terhadap adsorbat menyebabkan pori-pori adsorben
lebih terbuka pemanasan yang terlalu tinggi menyebabkan rusaknya
adsorben sehingga kemampuan penyerapannya menurun.
2.10.6 pH
pH larutan mempengaruhi kelarutan ion logam, aktivitas gugus
fungsi pada biosorben dan kompetisi ion logam dalam proses
adsorpsi.
2.10.7 Kecepatan pengadukan
Menentukan kecepatan waktu kontak adsorben dan adsorbat. Bila
pengadukan terlalu lambat maka proses adsorpsi berlangsung lambat
pula, tetapi bila pengadukan terlalu cepat kemungkinan struktur
adsorben cepat rusak, sehingga proses adsorpsi kurang optimal.
2.10.8 Waktu kontak
Penentuan waktu kontak yang menghasilkan kapasitas adsorpsi
maksimum terjadi pada waktu kesetimbangan.
2.10.9 Waktu kesetimbangan
Tipe biomasa (jumlah dan jenis ruang pengikatan), ukuran dan
fisiologi biomasa (aktif atau tidak aktif), ion yang terlibat dalam
sistem biosorpsi konsentrasi ion logam.
Adsorben dengan porositas yang besar mempunyai kemampuan
menyerap yang lebih tinggi dibandingkan dengan adsorben yang
memiliki porositas kecil. Untuk meningkatkan porositas dapat
dilakukan dengan mengaktivasi secara fisika seperti mengalirkan uap
air panas ke dalam poripori adsorben atau mengaktivasi secara kimia.
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat

Gambar 3.1 Gelas Piala Gambar 3.2 Batang Gambar 3.3 Corong
250 mL Pengaduk

Gambar 3.4 Erlenmeyer Gambar 3.5 Buret 50 Gambar 3.6 Statif


250 mL mL

Gambar 3.7 Pipet Tetes Gambar 3.8 Kertas Gambar 3.9 Pipet
Saring Skala 25 mL
Gambar 3.10 Pipet
Skala
3.2 Bahan
1. Asam Asetat (CH3COOH) Konsentrasi 0,5 M, 0,4 M, 0,3 M, 0,2 M,
0,1 M
2. Natrium Hidroksida (NaOH) 0,2 M
3. Indikator PP
4. Arang aktif 0,5215, 0,5264, 0,5327, 0,5011, 0,5241
3.3 Cara Kerja
Pertama kami menyiapkan asam asetat (CH3COOH) dalam 5
konsentrasi yaitu 0,5 M, 0,4 M, 0,3 M, 0,2 M, 0,1 M. Kemudian mengambil
5 buah gelas piala, untuk gelas pertama tambahkan arang sebanyak 0,5 gram
dan seterusnya sampai gelas kelima. Lalu kami menambahkan 20 mL
CH3COOH ke dalam 5 gelas yang berisi arang tadi. Setelah itu diaduk dan
diamkan kira-kira 15 menit, sering kali diaduk pada selang 5 menit. Saring
dengan menggunakan kertas saring kemudian pipet sebanyak 10 mL filtrat
pada gelas 1 kedalam erlenmeyer nomor 1, kemudian meneteskan larutan
indikator pp dan titrasi dengan NaOH 0,2 M dan mencatat volume NaOH
yang digunakan.kemudian melakukan prosedur tersebut sampai dengan
filtrat nomor 5. Dari data yang kami ambil kami menghitung berat molekul
asam asetat yang teradsorpsi untuk masing-masing konsentrasi dan
selanjutnya lengkapi tabel dan membuat grafik hubungan antar log x/m vs
log Co, hitung tetapan K dan t.
DAFTAR PUSTAKA

buku lignoselulosa - Widi Astuti. (n.d.).


Efektifitas Bentonit Sebagai Adsorben Pada Proses Peningkatan Kadar Bioetanol.
(n.d.).
Irawan Politeknik Negeri Balikpapan Jl Soekarno hatta Km, C. (2018). Pengaruh
Konsentrasi Adsorbat Terhadap Efektivitas Penurunan Logam Fe Dengan
Menggunakan Fly Ash Sebagai Adsorben The Effect Of Adsorbate Concentration
On The Effectiveness Of Decreasing Fe Using Fly Ash As Adsorben.
Mody Lempang. (2014). Pembuatan dan kegunaan arang aktif. Jurnal Info Teknis
Eboni, 11(2), 65–80.
Saputri, C. A. (2020). Kapasitas Adsorpsi Serbuk Nata De Coco (Bacterial Sellulose)
Terhadap Ion Pb2+ Menggunakan Metode Batch. Jurnal Kimia, 71.
https://doi.org/10.24843/jchem.2020.v14.i01.p12
Siahaan, K. W. A., Simangunsong, A. D., Nainggolan, L. L., & Simanjuntak, M. A.
(2020). Pengembangan Bahan Ajar Kimia Materi Koloid Untuk Sma Dengan
Model Inkuiri Terbimbing Dengan Media Animasi. Jurnal Nalar Pendidikan,
8(2), 130. https://doi.org/10.26858/jnp.v8i2.15376
Wijayanti, I. E., & Kurniawati, E. A. (2019). Studi Kinetika Adsorpsi Isoterm
Persamaan Langmuir dan Freundlich pada Abu Gosok sebagai Adsorben.
EduChemia (Jurnal Kimia Dan Pendidikan), 4(2), 175.
https://doi.org/10.30870/educhemia.v4i2.6119
 

Anda mungkin juga menyukai