Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

READINESS DALAM BELAJAR


Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur pada mata kuliah Psikologi
Pendidikan Agama Islam Kontemporer

Oleh :
SHUHANDA CHEIRIZAL
SAFRUDIN

Dosen pembimbing :
DR. AFRINALDI, M.A., Ph.D

PASCASARJANA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI
TAHUN AKADEMIK 2021-2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah
ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang Readiness Dalam
Belajar.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita,
pemimpin orang bertaqwa dan menempuh jalan kebenaran yakni Nabi
Muhammad SAW. Yang telah membawa umatnya dari zaman kebodohan menuju
zaman serba dengan ilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.
Penulisan makalah adalah untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata
kuliah Psikologi Pendidikan Agama Islam. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah
SWT, dan tidak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada dosen yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan makalah ini
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari penyusunan ataupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
semua.
Bukittinggi, Mei 2022

Penulis

i
ii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Readiness .................................................................................... 2
B. Prinsip-prinsip Pembentukan Readiness .............................................. 4
C. Kematangan Sebagai Dasar Pembentukan Readiness ......................... 6
D. Lingkungan atau kultur Sebagai Penyumbang Pembentukan
Readiness .................................................................................................. 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................. 11
B. Saran......................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap orang dapat mengalami proses belajar berkali-kali dalam hidupnya
dan membuat perbedaan melalui belajar. Perubahan ini dapat berupa memperoleh
keterampilan tertentu, mengubah sikap, atau memiliki pengetahuan yang berbeda
dari sebelum proses pembelajaran. Belajar adalah kegiatan yang membuat
perbedaan. Artinya, perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, pengetahuan,
keterampilan, dan lain-lain. Perubahan tersebut merupakan tindakan yang
diinginkan karena dapat dikatakan bahwa perubahan yang diinginkan merupakan
tujuan dari proses pembelajaran. Anda harus siap untuk mencapai tujuan
pembelajaran ini.
Ketika seorang individu memiliki kesiapan dalam belajar, individu
tersebut siap untuk menanggapi situasi dengan caranya sendiri untuk
menyelesaikan semua masalah dengan berbagai cara yang dapat memecahkan
masalah yang terjadi. Persiapan adalah jumlah dari semua kondisi individu yang
dia persiapkan untuk bereaksi atau merespons situasi tertentu dengan cara tertentu.
Karena prasyarat tertentu bersifat fisik dan psikis, maka untuk mencapai persiapan
yang maksimal diperlukan kondisi fisik dan psikis yang mendukung persiapan
orang lain dalam proses pembelajaran. Kesediaan individu setiap siswa untuk
belajar menentukan kualitas proses dan kinerja siswa. Pemberdayaan siswa sangat
menentukan keberhasilan kegiatan pembelajaran. Keberhasilan siswa dalam
mempersiapkan diri sebelum kelas dimulai dapat menentukan keberhasilan belajar
siswa dan mempengaruhi kinerja siswa. Berhasil tidaknya belajar tergantung
bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa tersebut.
Kesiapan belajar yang baik, siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan
aktif dan mudah menyerap pelajaran yang disampaikan ketika dalam proses
pembelajaran. Apabila siswa memiliki kesiapan yang matang, maka siswa akan
memperoleh kemudahan dalam memperdalam materi pelajaran dan konsentrasi
dalam proses pembelajaran. Sebagaimana yang dikemukakan Prayitno,
mempersiapkan diri untuk mengikuti pelajaran adalah hal yang perlu diperhatikan

1
2

siswa, sebab dengan persiapan yang matang siswa merasa mantap dalam belajar
sehingga memudahkan siswa berkonsentrasi belajar.
Seseorang siswa yang belum siap untuk melaksanakan suatu tugas dalam
belajar akan mengalami kesulitan atau malah putus asa. Yang termasuk kesiapan
ini adalah kematangan dan pertumbuhan fisik, intelegensi, latar belakang
pengalaman, prestasi belajar yang baku, motivasi, persepsi dan faktor-faktor lain
yang memungkinkan seseorang dapat belajar. Dari penelitian ini, diharapkan
dapat memberi gambaran praktis tentang hubungan readiness (kesiapan) peserta
didik dalam mengikuti pembelajaran mata pelajaran fisika. Sehingga dapat
dipahami bagi semua pihak utamanya para peserta didik untuk terus
meningkatkan perhatiannya terhadap kesiapan belajar pembelajaran, serta bagi
pengelola institusi untuk terus melakukan upaya optimalisasi dalam meningkatkan
pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Readiness ?
2. Bagaimana prinsip-prinsip pembentukan Readiness ?
3. Bagaimana kematangan sebagai dasar dari pembentukan Readiness ?
4. Bagaimana lingkungan atau kultur sebagai penyumbang pembentukan
Readiness ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk menjelaskan definisi Readiness.
2. Untuk menjelaskan prinsip-prinsip pembentukan Readiness.
3. Untuk menjelaskan kematangan sebagai dasar dari pembentukan
Readiness.
4. Untuk menjelaskan lingkungan atau kultur sebagai penyumbang
pembentukan Readiness.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Readiness
Kesiapan individu akan membawa individu untuk siap memberikan respon
terhadap situasi yang dihadapi melalui cara sendiri. Kesiapan adalah keseluruhan
semua kondisi individu yang membuatnya siap untuk memberikan respon atau
jawaban dengan cara tertentu terhadap situasi tertentu. Kondisi yang dimaksud
adalah kondisi fisik dan psikisnya, sehingga untuk mencapai tingkat kesiapan
yang maksimal diperlukan kondisi fisik dan psikis yang saling menunjang
kesiapan individu tersebut dalam proses pembelajaran. Kesiapan individu sebagai
seorang siswa dalam belajar akan menentukan kualitas proses dan prestasi belajar
siswa. Menurut Agoes Soejanto kesiapan diri siswa sangat penting untuk meraih
keberhasilan dalam kegiatan belajar. Keberhasilan siswa melakukan kesiapan
sebelum mengikuti pelajaran dapat menentukan kesuksesan siswa dalam belajar,
sehingga akan mempengaruhi prestasi belajar siswa. Berhasil atau tidaknya suatu
pembelajaran tergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh
siswa. Slameto mengungkapkan terdapat dua faktor yang mempengaruhi
keberhasilan siswa dalam belajar yaitu: Faktor eksternal (yang berasal dari luar
diri siswa) dan internal (dari dalam diri siwa). Faktor eksternal yaitu faktor yang
berasal dari luar diri individu seperti lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat, sedangan faktor internal yaitu tiga tahap bagian yaitu faktor kelelahan
(kelelahan jasmani dan kelelahan rohani), faktor jasmaniah (kesehatan, cacat
tubuh) dan faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan, keterampilan dan kesiapan belajar).1
Readiness adalah sikap siap secara fisik dan mental untuk melakukan
sesuatu. Readiness turut mempengaruhi kesuksesan program pendidikan yang
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses akademik.
Definisi readiness banyak perbedaan pendapat antara peneliti satu dengan peneliti
lainnya. Readiness merupakan tingkat dimana masyarakat disiapkan untuk

1
Dessy Mulyani, Hubungan Kesiapan Belajar Siswa Dengan Prestasi Belajar, Jurnal
Ilmiah Konseling, Volume 2 Nomor 1, 2013, Hal. 28

3
4

berpartisipasi dalam teknologi yang dapat membantu untuk membangun menuju


masyarakat yang lebih baik.
Menurut Borotis & Poulymenakou, Readiness merupakan kesiapan mental
atau fisik suatu organisasi untuk suatu pengalaman atau tindakan belajar. Pendapat
yang hampir sama dengan pendapat oleh Dada yang menyatakan bahwa
Readiness merupakan tingkat dimana masyarakat siap untuk mendapatkan
keuntungan yang bisa didapatkan melalui teknologi informasi dan komunikasi. 2
Readiness (kesiapan) dalam penelitian ini adalah kesiapan seorang peserta
didik untuk mengikuti pelajaran dengan baik. Menurut Slameto kesiapan adalah
keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respon atau
jawaban di dalam cara tertentu terhadap situasi tertentu. Kesiapan belajar terdiri
atas perhatian, motivasi, dan perkembangan kesiapan. Kesiapan atau readiness
adalah kondisi individu yang memungkinkan ia dapat belajar. Berkenaan dengan
hal itu, terdapat berbagai macam taraf kesiapan belajar untuk suatu tugas khusus.
Seorang siswa yang belum siap untuk melaksanakan suatu tugas dalam
belajar akan mengalami kesulitan atau malah putus asa. Yang termasuk dalam
kesiapan ini adalah kematangan dan pertumbuhan fisik, intelegensi, latar belakang
pengalaman, prestasi belajar yang baku, motivasi, persepsi dan faktor-faktor lain
yang memungkinkan seseorang dapat belajar.3 Terdapat juga definisi lain yang
dikemukakan oleh Thorndike yang memberikan definisi Readiness dengan
mengaitkannya ke dalam hukum yakni hukum kesiapan (Law of Readiness) yaitu
semakin siap peserta didik memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka
pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan, sehingga
asosisasi cenderung diperkuat.4
Different people have defined readiness for learning in different ways, but
the most accepted definition is that given in The Dictionary of Education. This

2
https://www.psychologymania.com/2013/01/definisi-e-readiness.html, diakses 13 Mei
2022, 06.59 WIB
3
Effendi, Hubungan Readiness (Kesiapan) Belajar Siswa Dengan Hasil Belajar Fisika
Siswa Kelas X SMK Muhammadiyah 03 Sukaraja, Jurnal Pendidikan Fisika, Vol. 5, No. 1, 2017,
Hal. 17-18
4
Herpratiwi, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta : Media Akademi, 2016),
Hal. 5
5

definition states that readiness for learning is "the level of development at which
an individual has the capacity to undertake the learning of a specified subject of
study; usually the age at which the average group of individuals has the specified
capacity (such as reading readiness)".5
Maksudnya defenisi di atas adalah Orang yang berbeda telah
mendefinisikan kesiapan untuk belajar dengan cara yang berbeda, tetapi definisi
yang paling diterima adalah yang diberikan dalam The Dictionary of Education.
Definisi ini menyatakan bahwa kesiapan untuk belajar adalah "tingkat
perkembangan di mana seorang individu memiliki kapasitas untuk melakukan
pembelajaran subjek studi tertentu; biasanya usia di mana kelompok rata-rata
individu memiliki kapasitas yang ditentukan (seperti kesiapan membaca).
Jadi Readiness dalam belajar adalah kesiapan mental, fisik, psikis dari
peserta didik dalam memperoleh suatu ilmu pengetahuan atau dalam proses
penuntutan akademik oleh peserta didik dan prosesnya dalam menggunakan
teknologi dan informasi untuk proses lancarnya sebuah pendidikan bagi peserta
didik. Kesiapan ini bertujuan apakah peserta didik mendapatkan proses
pelaksanaan pendidikan dengan baik dari guru ataupun dari orang lain yang
mampu memberikan suatu pengajaran atau menjadi pribadi dan individu yang
baik melalui proses pendidikan.
B. Prinsip-prinsip pembentukan Readiness
Menurut Slameto prinsip-prinsip kesiapan meliputi:
1. Semua aspek perkembangan berinteraksi (saling pengaruh
mempengaruhi).
2. Kematangan jasmani dan rohani adalah perlu untuk memperoleh manfaat
dari pengalaman.
3. Pengalaman-pengalaman mempunyai pengaruh yang positif terhadap
kesiapan.

5
Charles R. May dan Rose Marie Campbell, Readiness for Learning : Assumptions and
Realities, Theory Into Practice, Vol. 20, Nomor 2, 2014, Hal. 131
6

4. Kesiapan dasar untuk kegiatan tertentu terbentuk dalam periode tertentu


selama masa pembentukan dalam masa perkembangan. 6
Pendapat lain juga dikatakan oleh Soemanto prinsip-prinsip bagi
perkembangan readiness meliputi:
1. Semua aspek pertumbuhan berinteraksi dan bersama membentuk
readiness.
2. Pengalaman seseorang ikut mempengaruhi pertumbuhan fisiologis
individu.
3. Pengalaman mempunyai efek kumulatif dalam perkembangan fungsi-
fungsi kepribadian individu, baik yang jasmaniah maupun yang rohaniah.
4. Apabila readiness untuk melaksanakan kegiatan tertentu terbentuk pada
diri seseorang, maka saat-saat tertentu dalam kehidupan seseorang
merupakan masa formatif bagi perkembangan pribadinya. 7
C. Kematangan sebagai dasar dari pembentukan Readiness
Kematangan disebabkan karena perubahan “genes” yang menentukan
perkembangan struktur fisiologis dalam sistem saraf, otak, dan indra sehingga
semua itu memungkinkan individu matang mengadakan reaksi-reaksi terhadap
setiap stimulus lingkungan. Kematangan (Maturity) membentuk sifat dan
kekuatan dalam diri untuk bereaksi dengan cara tertentu, yang disebut
“readiness”. Rediness yang dimaksud yaitu readiness untuk bertingkah laku, baik
tingkah laku yang instingtif, maupun tingkah laku yang dipelajari. Yang dimaksud
dengan tingkah laku instingtif yaitu suatu pola tingkah laku yang diwariskan
(melalui proses hereditas). Ada 3 ciri tingkah laku instingtif, yaitu:
1. Tingkah laku instingtif terjadi menurut pola pertumbuhan hereditas.
2. Tingkah laku instingtif adalah tanpa didahului dengan latihan atau praktek
sebelumnya.
3. Tingkah laku instingtif berulang setiap saat tanpa adanya syarat yang
menggerakkannya.

6
Heri Rahyubi, Teori-teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Mototrik, (Bandung:
Nusa Media, 2012), Hal. 115
7
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), Hal. 192
7

Individu mengalami pertumbuhan materil jasmaniah bahwa pertumbuhan


pada masing-masing individu tidak sama. Perbedaan itu dapat disebabkan oleh
pengaruh fisiologis, psikologis dan bahkan sosial. Antara kondisi fisik dan
kehidupan sosial terdapat hubungan timbal balik. Superioritas jasmanilah tidak
mesti berarti menjadikan superioritas tingkah laku. Sering orang beranggapan,
apabila seseorang memiliki kondisi fisik yang menonjol seperti bertubuh gemuk,
kuat, cantik atau tampan dan sebagainya dapat menunjukkan pola tingkah laku
yang dipuji oleh orang lain. Pengaruh kondisi jasmaniah terhadap pola tingkah
laku atau pengakuan sosial sangat tergantung kepada:
1. Pengakuan individu yang bersangkutan terhadap diri sendiri (self concept)
2. Pengakuan dari orang lain atau kelompoknya. Masing-masing individu
mempunyai sikap tersendiri terhadap keadaan fisiknya.
Perubahan jasmaniah memerlukan bantuan “motor learning” agar
pertumbuhan itu mencapai kematangan. Kematangan ataupun kondisi baru akan
memperoleh pengakuan sosial, apabila individu yang bersangkutan mengusahakan
“sosial learning”. Dengan demikian sesuai dengan tahap-tahap pertumbuhannya,
berlajarnya, dan lingkungan sosialnya.8
Tingkah laku individu didasari oleh pertumbuhan biologisnya. System
saraf merupakan penggerak tingkah laku manusia secara biologis. System saraf
terdiri atas komposisi sel-sel yang disebut neurons. Tiap-tiap neuron mengandung
tenaga yang berasal dari proses kimiawi dan elektronik. Apabila mendapat
stimulasi, neurons melepaskan dorongan-dorongan elektronis yang merangsang
gerakan neurons lainnya guna merangsang gerakan urat-urat dan otot-otot tubuh.
Pusat system saraf terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. Itulah yang
berfungsi sebagai pengatur gerakan jasmaniah pada tubuh. Berbagai fungsi otak
telah dilokalisasi melalui proses-proses kegiatan neural sebagai berikut:
1. Lokalisasi fungsi otak melalui stimulus elektris dari kimiawi terhadap
semua bagian otak.

8
Akhmad Riadi, Tantangan Guru Pendidikan Agama Islam di Era 4.0, Jurnal Ilmiah
Pengkajian dan Penelitian Pendidikan Islam, Volume 2, No.1, 2019, Hal. 41-42
8

2. Lokalisasi fungsi otak melalui pencatatan aktivitas neural di bagian-bagian


otak yang berlainan posisi dan manfaat.
3. Lokalisasi fungsi otak melalui teknik pelukaan (penggarisan jejak-jejak
neural).
4. Lokalisasi melalui penelitian-penelitian neuroanatomis dan komparatif.
5. Lokalisasi melalui penelitian-penelitian biokimiawi.
Otak-otak kita terdiri dari tiga bagian yaitu:
1. Cerebrum Bagian yang mengatur segenap proses mental dan aktivitasnya.
2. Cerebrum Bagian yang mengkoordinasi aktifitas urat saraf.
Brain Stem bagian pusat-pusat pengatur system badani yang vital seperti
jantung, paru-paru, dan respirasi. Kesadaran individu terhadap stimulus di alam
sekitar maupun dalam tubuh dipimpin oleh aktifitas sel-sel khusus di dalam
system saraf yang disebut “receptors”. Tingkah laku manusia dapat terbagi atas
dua macam reaksi yaitu:
1. Respondent behavior; yaitu tingkah laku bersyarat dan tidak sengaja,
selalu tergantung kepada stimuli.
2. Operant behavior, yaitu tingkah laku disengaja dan tidak selalu tergantung
kepada stimuli.9
D. Lingkungan atau kultur sebagai penyumbang pembentukan Readiness
Perkembangan pada diri seorang anak tergantung pada pengaruh
lingkungan dan kultur di samping akibat tumbuhnya pada pola jasmaniah.
Stimulisasi lingkungan serta hambatan-hambatan mental individu mempengaruhi
perkembangan mental, kebutuhan, minat, tujuan-tujuan, perasaan, dan karakter
individu yang bersangkutan. Anak mengalami pertumbuhan fisik merupakan
penyumbang terpenting bagi rediness, akan tetapi kita tidak boleh melupakan,
bahwa tidak tumbuh dalam kevakuman. Perkembangan mereka tergantung pada
penaruh lingkungan dan kultur disamping akibat tumbuhnya pada pola jasmaniah.
Dalam perkembangan kehidupan induvidu, lingkungan yang dihadapi atau

9
http://gprtm007.blogspot.com/2012/11/intelegensi-kematangan-dan-readiness.html,
diakses 12 Mei 2022, 10:09 WIB
9

direaksi semakin luas. Meluasnya lingkungan dapat melalui beberapa cara, antara
lain:
1. Perluasan paling nyata adalah dalam arah setimulasi fisik anak. Makin tua
umur manusia makin luas pula medan geografis yang dihadapi, dan arah
stimulasinya semakin melebar pula.
2. Manusia yang mengalami perkembangan kapasitas intelektual dan di
samping itu pemikirannya meningkat, maka dalam hidupnya terjadi
banyak perubahan lingkungan. Dengan perkataan lain, lingkungan banyak
mengalami perubahan di dalam diri manusia, misalnya di dalam
pengamatannya, kesan-kesannya, ingatannya, imajinasinya, dan yang
terlebih penting adalah dalam pemikirannya.
3. Akibat dari keadaan itu, terjadilah perubahan lingkungan di dalam
kemampuan individu membuat keputusan. Perubahan lingkungan itu
terjadi akibat belajar serta bertambahnya kematangan manusia. Semakin
tua atau dewasa, manusia pun menjadi merdeka dan bertanggung jawab.
Dengan adanya kemampuan mengontrol lingkungan yang lebih luas, maka
makin banyaklah kesempatan manusia untuk belajar. Dengan makin
banyaknya manusia belajar, maka kematangan tidak semakin berkurang,
melainkan dapat lestari bahkan mengikat.10
Kesiapan seorang peserta didik tentunya akan mempengaruhi
perkembangan dan pertumbuhannya, begitu juga halnya dengan budaya ataupun
lingkungannya jika dalam lingkungan seorang anak atau peserta didik tidak
berada dalam lingkungan yang baik dan di daerah tersebut memiliki budaya yang
buruk artinya budaya yang tidak sesuai dengan ajaran agama islam artinya
bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah itu dapat membuat perkembangan dan
pertumbuhan seorang peserta didik menjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan
karena lingkungan merupakan penyumbang untuk pembentukan kesiapan seorang
peserta didik ataupun anak. Jika anak tersebut tidak dalam lingkungan yang sesuai
dengan ajaran agama Islam tentunya kesiapan dari seorang anak atau peserta didik

10
http://santriuniversitas.blogspot.com/2011/08/readiness-dalam-hal-belajar.html, diakses
13 Mei 2022, 10:14 WIB
10

tidak akan muncul dan bahkan hingga tidak ada niatan untuk memperoleh ilmu
yang akan ditempuh nantinya.
Orang tua maupun masyarakat yang merupakan bagian dari lingkungan
tentunya haruslah mengajarkan apa yang harus dia lakukan untuk membangun
kesiapan dari peserta didik atau anak tersebut agar apa yang diberikan dapat
diselesaikan oleh dirinya sendiri tanpa ada keraguan dan ketakutan yang terjadi
pada dirinya dan juga orang lain, jika dia diberikan sebuah masalah tentunya dia
tidak akan pernah ragu untuk menyelesaikannya dengan menggunakan cara-cara
ataupun metode-metode yang menurut dia dapat menyelesaikan masalah tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ketika seorang individu memiliki kesiapan dalam belajar, individu
tersebut siap untuk menanggapi situasi dengan caranya sendiri untuk
menyelesaikan semua masalah dengan berbagai cara yang dapat memecahkan
masalah yang terjadi. Kesiapan belajar yang baik, siswa dapat mengikuti
pembelajaran dengan aktif dan mudah menyerap pelajaran yang disampaikan
ketika dalam proses pembelajaran. Apabila siswa memiliki kesiapan yang matang,
maka siswa akan memperoleh kemudahan dalam memperdalam materi pelajaran
dan konsentrasi dalam proses pembelajaran.
Kesiapan untuk belajar adalah "tingkat perkembangan di mana seorang
individu memiliki kapasitas untuk melakukan pembelajaran subjek studi tertentu;
biasanya usia di mana kelompok rata-rata individu memiliki kapasitas yang
ditentukan (seperti kesiapan membaca).
1. Semua aspek perkembangan berinteraksi (saling pengaruh
mempengaruhi).
2. Kematangan jasmani dan rohani adalah perlu untuk memperoleh manfaat
dari pengalaman.
3. Pengalaman-pengalaman mempunyai pengaruh yang positif terhadap
kesiapan.
4. Kesiapan dasar untuk kegiatan tertentu terbentuk dalam periode tertentu
selama masa pembentukan dalam masa perkembangan.
B. Saran

11
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad Riadi, Tantangan Guru Pendidikan Agama Islam di Era 4.0, Jurnal
Ilmiah Pengkajian dan Penelitian Pendidikan Islam, Volume 2, No.1, 2019

Charles R. May dan Rose Marie Campbell, Readiness for Learning : Assumptions
and Realities, Theory Into Practice, Vol. 20, Nomor 2, 2014

Dessy Mulyani, Hubungan Kesiapan Belajar Siswa Dengan Prestasi Belajar,


Jurnal Ilmiah Konseling, Volume 2 Nomor 1, 2013

Effendi, Hubungan Readiness (Kesiapan) Belajar Siswa Dengan Hasil Belajar


Fisika Siswa Kelas X SMK Muhammadiyah 03 Sukaraja, Jurnal
Pendidikan Fisika, Vol. 5, No. 1, 2017

Heri Rahyubi, Teori-teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Mototrik,


(Bandung: Nusa Media, 2012)

Herpratiwi, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta : Media Akademi,


2016)

http://gprtm007.blogspot.com/2012/11/intelegensi-kematangan-dan-
readiness.html, diakses 12 Mei 2022, 10:09 WIB

http://santriuniversitas.blogspot.com/2011/08/readiness-dalam-hal-belajar.html,
diakses 13 Mei 2022, 10:14 WIB

https://www.psychologymania.com/2013/01/definisi-e-readiness.html, diakses 13
Mei 2022, 06.59 WIB

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), Hal. 192

Anda mungkin juga menyukai