Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)

Disusun Oleh :
Kelompok 5
1. I Wayan Rudana
2. Leony Agista
3. Lusiana
4. Widiyanti
5. Nu'manudin
6. Dedeh Sri Mulyati
7. M. Nursaroni
8. Nunik Kurnia Dewi
9. Yayan Saripudin
10. Muhamad Wahid
11. Eka S

STIKES ABDI NUSANTARA JAKARTA

TAHUN 2023
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Duktus arteriosus persisten (patent ductus arteriosus) yang disingkat dengan PDA
merupakan salah satu Penyakit Jantung Bawaan (PJB) yang ditandai dengan adanya
kegagalan penutupan Duktus Arteriosus segera setelah lahir (Dimiati & Fasli, 2018)
Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah sebuah tabung berbentuk kerucut yang
menghubungkan antara aorta desending dengan pangkal dari arteri pulmonal kiri (Butera
dkk, 2019).
Patent Ductus Arteriosus atau PDA adalah adanya pembuluh darah yang
menghubungkan Aorta dan Arteri Pulmonal. Duktus Arteriousus ini normal pada saat bayi
dalam kandungan. Oleh karena suatu hal, maka pembuluh darah ini tidak menutup secara
sempurna setelah bayi lahir (Dakota, 2020).

2. Etiologi
Duktus arteriosus normalnya akan menutup sendiri dalam rentang beberapa jam atau
hari setelah lahir. Proses penutupan ini disebabkan oleh karena terjadinya vasokonstriksi
pada duktus arteriosus akibat meningkatnya kadar oksigen pada saat paru mengembang
dan menurunnya kadar Prostaglandin E (PGE2) dalam darah yang bersumber dari plasenta.
Kejadian duktus arteriosus yang tidak menutup lebih besar terjadi pada bayi prematur
karena selain kadar PGE2 yang masih tinggi juga karena otot polos ductus yang belum
terbentuk sempurna sehingga respons konstriksi terhadap oksigen sering tidak efektif
(Wijayanthie, 2021).

Gambar 1

Selain prematuritas, terdapat berbagai kondisi maupun paparan yang menjadi faktor
risiko kejadian patent ductus arteriosus, antara lain (Halomoan, n.d):
a. Kelainan genetik, seperti sindrom Char, sindrom Cantu, sindrom Down, maupun
sindrom Noonan.
2
b. Kehamilan dengan diabetes mellitus.
c. Paparan dengan zat/obat tertentu saat kehamilan, seperti kokain, magnesium,
calcium channel blocker.
d. Paparan dengan zat/obat tertentu setelah kelahiran, seperti loop diuretics,
aminoglikosida, cimetidine, dan heparin.
e. Respiratory distress syndrome.
f. Kelahiran didataran tinggi.
g. Sepsis neonatorum.

3. Klasifikasi
Berdasarkan ukuran diameternya, PDA dibagi menjadi lima yaitu:
a. Silent PDA, biasanya dengan diameternya kurang dari 1,5 mm tanpa ada murmur.
b. Very Small PDA, diameter kurang dari 1,5 mm disertai murmur.
c. Small PDA, diameter 1,5 mm – 3,0 mm disertai murmur
d. Moderate PDA, dengan diameter 3,5 mm disertai murmur.
e. Large PDA, dengan diameter lebih dari 3,5 mm disertai murmur.
Berdasarkan bentuk dari PDA, Krichenko membagi PDA menjadi lima tipe yaitu
(Djer, 2014):
a. Tipe A. CONIAL shape
Bentuk kerucut dengan bagian sempitnya (isthmus) berada disebelah PA dan bagian
lebarnya (ampula) berada disebelah aorta. Tipe A adalah jenis PDA dengan tingkat
keberhasilan penutupan transkateter paling tinggi.

Gambar 2

3
b. Tipe B. Short and wide ductub WINDOWS
Merupakan kebalikan dari tipe A. Bentuk kerucut dengan bagian tersempit dekat
aorta dan ampula dekat PA.

Gambar 3

c. Tipe C. Long TUBULAR ductus without constriction


Berbentuk tabung tanpa ada penyempitan dengan diameter dari pangkal PA sampai
aorta relatif sama.

Gambar 4

d. Tipe D. Long tubular ductus with multiple constriction COMPLEX.


Berbentuk tabung dengan bagian sempit yang banyak.

4
e. Tipe E. ELONGATED ductus Gambar 5

Bizarre atau aneh, berbentuk memanjang dan tidak biasa.

Gambar 6

4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis akibat adanya PDA tergantung pada ukuran PDA dan beda tekanan
antara sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal. Pada bayi baru lahir karena tahanan paru
masih tinggi, meskipun PDA nya besar, belum menimbulkan gejala klinis. Pada saat lahir
pirau kiri ke kanan masih minimal karena tidak ada beda tekanan yang bermakna antara
tekanan di Aorta dan di Arteri Pulmonal. Gejala klinis baru akan muncul pada usia 8 – 12
minggu, pada saat itu tahanan paru sudah mulai turun dan mencapai titik terendah
sehingga pirau kiri kekanan akan menjadi maksimal. Pada pemeriksaan fisik akan nadi
akan teraba pulsus seler, yaitu pada perabaan nadi teraba kuat karena tekanan nadi yang
meningkat akibat menurunnya tekanan diastolik sehingga beda sistolik dan diastolik
meningkat. Pada auskultasi jantung terdengar bising kontinyu derajat 3 sampai 6 dari 6
skala dengan Pungtum maksimum disela iga kedua garis parasternal kiri (Djer, 2014).
Berdasarkan Panduan Tatalaksana Penyakit Jantung Dewasa yang dikeluarkan oleh PERKI
tahun 2020, presentasi klinis pasien PDA dewasa meliputi:
a. PDA kecil: tanpa beban volume LV dan PAP normal (biasanya asimptomatik).
b. PDA sedang dengan predominan beban volume LV: terjadi dilatasi LV dengan fungsi
LV normal/berkurang (timbul gejala gagal jantung kiri seperti sesak napas, mudah
lelah).
c. PDA sedang dengan predominan PH pra-kapiler: beban tekanan di RV (timbul gejala
gagal jantung kanan seperti edema atau pembengkakan pada anggota gerak tubuh).

5
d. PDA besar: fisiologi Eisenmenger dengan hipoksemia dan sianosis yang berbeda
(ekstremitas bawah kadang juga lengan kiri mengalami sianosis, sedangkan lengan
kanan tidak).

5. Patofisiologi
Dengan adanya PDA, sebagian darah dari aorta akan masuk ke dalam arteri
pulmonalis sehingga terjadi kelebihan darah pada sirkulasi paru. Pada sirkulasi paru
darah dari arteri pulmonalis akan melewati jaringan kapiler paru untuk difusi oksigen,
kemudian masuk ke dalam atrium kiri melewati vena pulmonalis dan selanjutnya ke
ventrikel kiri sehingga lama-lama akan terjadi dilatasi atrium kiri dan ventrikel kiri.
Akibat adanya kelebihan darah pada sirkulasi paru, tubuh akan mengadakan
kompensasi untuk mengurangi aliran darah ke paru dengan meningkatkan tahanan paru
sehingga timbul hipertensi pulmoner. Peningkatan tekanan paru akibat aliran darah yang
berlebih disebut dengan hipertensi pulmoner hiperkinetik. Reaksi tubuh untuk meningkatan
tahanan di paru mula-mula dilakukan dengan vasokonstriksi, selanjutnya terjadi
penebalanan dinding tunika intima dan media sehingga lumen kapiler paru mengecil.
Jika peningkatan tekanan dilakukan dengan vasokonstriksi, keadaan ini masih
reversibel dan akan membaik dengan penutupan PDA. Tetapi jika hipertensi pulmoner
terjadi akibat penebalan tunika intima dan media sehingga lumen kapiler menyempit, inilah
yang disebut dengan hipertensi pulmoner yang ireversibel atau yang disebut dengan
Sindroma Eisenmenger (Djer, 2014).
Sindroma Eisenmenger (SE) merupakan kumpulan gejala dari PAH lanjut yang
berhubungan dengan PJB. Termasuk semua defek intra dan ekstra kardiak yang besar di
mulai dengan pirau dari sistemik ke pulmonal dan berkembang dengan waktu terjadi
peningkatan resistensi vakular paru yang meningkat tinggi dan akhirnya berbalik menjadi
pirau dari pulmoner ke sistemik atau aliran yang seimbang (bidirectional). Biasanya
penderita dengan SE dapat bertahan hidup sampai dekade tiga atau empat, dengan gejala
sesak, sianosis, eritositosis sekunder, cepat lelah, pusing juga harapan hidup yang
berkurang. Aritmia jantung juga merupakan komplikasi lambat dari suatu SE yang
merupakan penyebab tersering kejadian kematian mendadak pada pasien SE (PERKI,
2021).
Sindroma Eisenmeger pada PDA ditandai dengan adanya sianosis dan jari- jari tabu
(clubbing fingers) pada jari kaki namun tidak pada jari tangan karena aliran balik kanan ke
kiri yang melewati Duktus Arteriosus aliran darahnya langsung menuju Aorta Desenden.
Sianosis akan bertambah pada saat tahanan sistemik meningkat seperti pada cuaca panas
6
atau saat aktivitas berat. Jika ditemukan edema pada tungkai dan kaki, menandakan telah
adanya kegagalan pada jantung kanan (Basit dkk, 2022).

6. Pathway

7. Komplikasi
Jika tidak diobati , PDA dapat menyebabkan komplikasi seperti :
a. Gagal jantung
7
b. Endokarditis
c. Edema Paru (Cairan di Paru-paru)
d. Hipertensi Pulmonal

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pada pemeriksaan darah tepi ataupun analisa gas darah mungkin masih didapatkan hasil
normal, kecuali pada PDA yang sudah irreversibel (eisenmenger) mungkin didapatkan
nilai saturasi O2 yang rendah.
b. EKG
Pada pemeriksaan EKG didapatkan QRS biasanya masih normal. Bisa tampak adanya
gelombang P mitral yang menandakan adanya hipertropi atrium kiri dan tampak
gelombang R tinggi di sandapan V5/V6 (lebih dari 27 mm) atau gelombang S di V1
ditambah gelombang R di V5/V6 lebih dari 35 mm yang menandakan adanya hipertropi
ventrikel kiri.
c. Foto Thorak
Pada pemeriksaan foto ronsent thorak bisa ditemukan kardiomegali dengan peningkatan
nilai CTR, apeks tertanam, segmen pulmonal menonjol dan terdapat peningkatan
corakan pembuluh darah paru (Park & Salamat, 2021).

Gambar 7

8
d. Ekokardiografi
Biasanya akan ditemukan dilatasi atrium dan ventrikel kiri. Pada pandangan parasternal
sumbu pendek tinggi akan tampak PDA. Pada doppler berwarna akan tampak arus pirau
(shunt) yang berwarna merah terlihat baik pada saat sistolik ataupun diastolik (arus
kontinyu). Pada neonatus atau anak-anak dengan PH, arus yang melewati PDA mungkin
hanya saat sistolik saja karena pada keadaan ini tekanan diparu tinggi sehingga beda
tekanan antara aorta dan arteri pulmonal hanya terjadi pada saat sistolik.

Gambar 8

9. Penatalaksanaan Medis
Berdasarkan panduan dari PERKI tahun 2016 tentang Panduan Praktik Klinis dan
Clinical Pathway Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, penatalaksanaan pasien dengan
PDA yaitu;
a. Neonatus / bayi dengan gagal jantung kongestif (GJK)
Pada Neonatus, terutama prematur dengan PDA besar akan terjadi GJK.
1) Perbaiki keadaan umum.
2) Atasi Hipoglikemi serta hipokalsemi yang sering dijumpai pada bayi prematur, yang
dapat memperburuk kondisi miokard sehingga mempermudah terjadinya GJK.
3) Berikan obat anti gagal jantung seperti digitalis, diuretika dan vasodilator. Pada bayi
prematur, bila tidak perlu sebaiknya pemberian diuretika dan vasodilator dihindari
karena akan menghambat penutupan PDA secara spontan.
9
b. Bayi prematur dengan GJK dan usia kurang dari 10 hari
1) Berikan obat anti gagal jantung
2) Berikan Indometasin intravena atau peroral dengan dosis 0,2 mg/kgBB
sebanyak 3x interval 12 jam untuk menutup PDA.
Kontra indikasi pemberian Indometasin:
1) Gangguan fungsi ginjal, perdarahan intracranial atau gastro- intestinal.
2) Necrotizing Entero Colitis (NEC).
3) Gangguan fungsi hati dan Sepsis.
Bila PDA gagal menutup, pemberian Indometasin dapat diulangi. Tetapi bila tetap tidak
menutup atau bahkan terbuka kembali maka harus dilakukan operasi ligasi PDA.
c. Bayi cukup bulan dengan GJK.
1) GJK diatasi dulu dengan obat-obat anti gagal jantung.
2) Bila berhasil, maka operasi ligasi PDA dapat ditunda sampai usia 12–16 minggu,
karena ada kemungkinan PDA menutup spontan.
3) Bila GJK tak teratasi, maka ligasi PDA harus segera dilakukan.
d. Bayi tanpa GJK
Tindakan penutupan PDA secara bedah (ligasi PDA) atau pun non bedah dengan
pemasangan device dilakukan elektif pada usia diatas 12 – 16 minggu, tanpa didahului
pemeriksaan sadap jantung.
e. Anak dan orang dewasa tanpa PH
Bila klinis tidak ada tanda-tanda PH dan ekokardiogram memper- lihatkan aliran pirau
melalui PDA yang kontinyu dari kiri ke kanan, maka intervensi non bedah atau bedah
dapat dilakukan tanpa pe- meriksaan sadap jantung.
f. Anak atau dewasa dengan PH
Pada anak atau orang dewasa jarang disertai GJK. Bila PDA cukup besar maka dengan
bertambahnya usia kemungkinan terjadi PH dengan PVD semakin besar. Pemasangan
device tidak dianjurkan bila ada PH.
1) Bila ada PH tetapi pada ekokardiogram aliran pirau melalui PDA masih kontinu dari
kiri kekanan, maka operasi ligasi PDA perlu segera dilakukan.
2) Bila ada PH tetapi aliran pirau sudah dua arah, maka perlu dilakukan pemeriksaan
sadap jantung untuk menilai reaktifitas vaskuler paru. Apabila perhitungan PARi
atau PVRi kurang dari 8 WU setelah PDA dioklusi dengan kateter balon dan
dilakukan test O2 100%, maka operasi ligasi PDA dapat dilakukan. Operasi tidak
dianjurkan lagi pada PH dengan vaskuler paru yang sudah tidak reaktif.

10
Tindakan ADO

Ligasi PDA

10. Konsep Tumbuh Kembang


a. Tumbuh kembang anak

11
Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup kepada dua peristiwa yang
sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. yaitu pertumbuhan dan
perkembangan.
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran,
atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang diukur dengan ukuran berat,
ukuran panjang, umur tulang, dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan
nitrogen tubuh).
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh
yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari
proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh,
jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa
sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan
emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.
Menginjak usia 9 bulan bayi sudah bisa bangun untuk duduk dengan bantuan otot
perutnya dengan aman dan seimbang. Selain itu bayi akan semakin pintar membaca
mimik muka dan emosi orang tua. Bayi mulai bisa merangkak dan berdiri sambil
berpegangan.
Menurut standar Antropometri Anak Kemenkes RI bayi usia 8 bulan mempunyai berat
badan ideal 7,1 kg sampai 9,9 kg dengan TB 67,5 cm sampai 74,2 cm.
b. Denver Development Sreening Test (DDST)

Merupakan salah satu alat skrining perkembangan, alat ini membantu tenaga
kesehatan untuk mengetahui sedini mungkin penyimpangan perkembangan yang
terjadi pada anak sejak lahir sampai berusia 6 tahun. Pemeriksaan bertujuan menilai
perkembangan personal sosial, motorik halus, bahasa dan motorik kasar. Pemeriksaan
ini dilakukan secara rutin yaitu setiap bulan.
Tes DDST bukanlah tes diagnostik atau tes IQ. DDST memenuhi semua
persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining yang baik. Tes ini dilakukan
kurang lebih 20 menit, dapat diandalkan dan menunjukkkan validitas yang tinggi. Dari
beberapa penelitian yang pernah dilakukan ternyata DDST secara efektif dapat
mengidentifikasikan antara 85-100% bayi dan anak-anak prasekolah yang mengalami
keterlambatan perkembangan, dan pada “follow up” selanjutnya ternyata 89% dari
kelompok DDST abnormal mengalami kegagalan di sekolah 5-6 tahun kemudian.

12
Gambar 9. Halaman depan formulir Denver II

13
Gambar 10. Halaman belakang formulir Denver II

14
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, berat badan dan tinggi
badan. Pada bayi dikaji berat badan lahir serta apakah bayi lahir cukup bulan
atau tidak, tanggal pengkajian dan diagnosa medik.
b. Identitas Orang Tua
Identitas kedua orang tua baik ayah dan ibu atau yang mewakili dalam hak asuh
anak, meliputi nama, usia, pendidikan, pekerjaan dan agama.
c. Reaksi Alergi
Perlu dikaji apakah anak memiliki alergi terhadap obat atau makanan, atau
kemungkinan alergi terhadap benda logam yang lebih spesifik seperti nikel.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang menyebabkan pasien untuk datang dan
berobat kerumah sakit. Biasanya keluhan pada bayi adalah rewel dan tidak mau
menyusui, sianosis terutama saat menangis. Pada anak atau dewasa biasanya
sesak dan mudah capek atau lelah, edema pada ekstremitas, kadang disertai
dada berdebar dan nyeri dada saat aktivitas meningkat.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan yang biasa muncul adalah nafas anak sesak, lemas, ujung jari kaki
teraba dingin, pada bayi akan cepat berhenti saat menyusu, keringat yang
berlebihan, berat badan bayi atau anak tidak bertambah, sianosis atau kebiruan
pada bibir dan kuku. Pada dewasa bisa muncul keluhan sesak dan mudah lelah
atau capek, bisa saja edema dan atau sering merasa kesemutan pada ekstremitas
bawah.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat kesehatan dahulu pada neonatus juga mencakup riwayat kelahiran
prematur, faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya patent ductus arteriosus
pada ibu saat hamil seperti rubella, pengunaan obat- obatan dan lain-lain. Pada
pasien dewasa terkait riwayat penyakit yang pernah dijalani oleh pasien
sebelumnya seperti diabetes melitus, hipertensi dan lain-lain.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji kesehatan keluarga apakah dalam keluarga memiliki riwayat penyakit
jantung bawaan, atau kelainan kromosom.
15
e. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
PDA yang kecil biasanya tumbuh kembang anak berjalan normal, namun pada
PDA yang besar dengan sindroma eisenmenger biasanya pertumbuhan fisik
anak terganggu terutama berat badannya rentan untuk tidak bertambah,
sehingga anak kelihatan kurus dan mudah terserang penyakit terutama infeksi
saluran nafas. Sedangkan untuk perkembangannya mengalami gangguan aspek
motorik.
f. Pemerikasaan Fisik
1) Tanda-tanda vital
Biasanya denyut nadi cepat, pulsasi perifer taraba kuat dan melebar.
Tekanan darah dengan beda sistolik dan diastolik meningkat, suhu
ekstremitas bawah bisa teraba lebih dingin dari ekstremitas bawah.
Pernapasan bisa saja meningkat dengan penggunaan otot bantu pernapasan.
2) Kepala
Biasanya normal.
3) Mata
Pada pasien PDA dengan defisit nutrisi, bisa ditemukan mata cekung, sklera
ikterik, konjungtiva anemis.
4) Hidung
Pada pasien yang sianosis, mungkin saja ditemukan pernapasan cuping
hidung.
5) Mulut
Bisa ditemukan sianosis pada bibir terutama saat menangis terutama pada
PDA dengan sindroma eisenmenger. Mukosa kering bisa ditemukan pada
pasien dengan defisit nutrisi.
6) Telinga
Biasanya normal.
7) Leher
Diperiksa apakah ada pembengkakan kelejar tiroid dan kelenjar getah
bening. Pada pasien dengan edema ekstremitas bisa ditemukan distensi
pada vena jugularis.
8) Jantung dan Paru
a) Inspeksi
Pada pemeriksaan jantung anak biasanya iktus kordis tampak terlihat.
Penggunaan otot-otot bantu pernapasan pada pasien yang mengalami
16
sesak napas.
b) Palpasi
Biasanya tidak ada nyeri tekan. Iktus kirdis teraba kuat.
c) Perkusi
Biasanya ditemukan pembesaran jantung.
d) Auskultasi
Pada suara jantung biasanya terdengar bising kontinyu (Machinery
Murmur). Pada PDA kecil P2 (bunyi jantung akibat penutupan katup
Pulmonal) akan terdengar normal, pada PDA sedang dan besar, P2 akan
terdengar cukup kuat. Suara paru pada PDA ukuran kecil dengan aliran
kiri ke kanan, biasanya terdengar Vesikuler.
9) Eliminasi
Kemungkinan ditemukannya oliguria (produksi urin menurun).
10) Integumen
Kemungkinan ditemukan kulit pucat, lembab pada ekstremitas, sianosis,
CRT lebih dari 3 detik.
11) Muskoloskeletal
Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kelelahan. Kemungkinan
ditemukannya edema pada ekstremitas bawah. Clubbing finger.

3. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


a. Penurunan curah jantung
b. Ketidakseimbangan Nutrisi
c. Gangguan Tumbuh kembang
d. Bersihan jalan Nafas tidak efektif
e. Intoleransi aktivitas

17
4. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan (SDKI)
1. Penurunan curah Curah jantung Intervensi Utama :
jantung meningkat. Observasi:
Kriteria hasilnya 1. Identifikasi tanda/gejala
adalah: Ekspektasi primer penurunan curah
Meningkat. jantung (meliputi Dispnea,
a. Kekuatan nadi Kelelahan, Edema,
perifer Orthopnea, Paroxysmal
b. Ejection Fraction Nocturnal Dyspnea,
(EF) peningkatan CVP).
Ekspektasi menurun: 2. Identifikasi tanda/gejala
a. Palpitasi sekunder penurunan curah
b. Gambaran EKG jantung (meliputi
Aritmia peningkatan berat badan,
c. Lelah Hepatomegali, Distensi Vena
d. Edema Jugularis, Palpitasi, ronkhi
e. Pucat/ sianosis basah.
f. Distensi vena 3. Monitor tekanan darah
jugularis (termasuk tekanan darah
g. Dispnea Ortostatik, jika perlu)
h. Oliguri 4. Monitor intake output cairan
i. Bradikardi 5. Monitor berat badan setiap
j. Takikardi hari pada waktu yang sama
Ekspetasi membaik 6. Monitor saturasi oksigen
a. Tekanan darah 7. Monitor keluhan nyeri dada
b. Pengisian kapiler (mis. intensitas, lokasi,
radiasi, durasi, presivitasi
yang mengurangi nyeri)
8. Monitor EKG 12 sadapan
9. Monitor aritmia (kelainan
irama dan frekuensi)
10. Monitor nilai laboratorium

18
Diagnosa
No Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan (SDKI)
jantung (mis. elektrolit,
enzim jantung, BNP, NT pro-
BNP)
11. Monitor fungsi alat pacu
jantung
12. Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan
sesudah aktivitas
13. Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum
pemberian obat (mis. Beta
Blocker, ACE Inhibitor,
Calcium Channel Blocker,
Digoksin)
Terapeutik:
1. Posisikan pasien semi-Fowler
atau Fowler dengan Kaki ke
bawah atau posisi nyaman
2. Berikan diet jantung yang
sesuai (mis. batasi asupan
kafein, natrium, kolesterol, dan
makanan tinggi lemak)
3. Gunakan stocking elastis atau
Pneumatik intermiten, sesuai
indikasi
4. Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk modifikasi gaya hidup
sehat
5. Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stres, jika perlu
6. Berikan dukungan emosional
dan spiritual
7. Berikan oksigen untuk

19
Diagnosa
No Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan (SDKI)
mempertahankan saturasi
oksigen lebih dari 94%
Edukasi:
1. Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
3. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan harian
4. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi:
5. Membatasi asupan cairan 450
cc / 24 jam
2. Ketidakseimbangan Status Nutrisi Intervensi Utama
Nutrisi membaik Observasi :
Kriteria hasilnya : 1. Identifikasi status nutrisi
a. Porsi makan yang 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
dihabiskan makanan
meningkat 3. Identifikasi makanan yang disukai
b. Kekuatan otot 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
menelan meningkat jenis nutrien
c. Kekuatan otot 5. Identifikasi perlunya penggunaan
penguyah selang nasogastrik
meningkat 6. Monitor asupan makanan
d. Berat Badan 7. Monitor berat badan
membaik 8. Monitor hasil pemeriksaan
e. Frekuensi makan laboratorium
membaik Terapeutik :
f. Nafsu makan 1. Lakukan oral hygiene sebelum
membaik makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman

20
Diagnosa
No Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan (SDKI)
diet
3. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika
perlu
7. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi :
1. Anjurkan posisi duduk jika
mampu
2. Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu
3. Gangguan Tumbuh Gangguan tumbuh Intervensi utama
kembang kembang membaik Observasi :
Kriteria hasilnya : 1. Identifikasi kebutuhan khusus anak
a. Keterampilan/ dan kemampuan adaptasi anak
perilaku sesuai usia 2. Identifikasi pencapaian tugas
meningkat perkembangan anak
b. Kontak mata 3. Identifikasi isyarat perilaku dan
meningkat fisiologis yang di tunjukkan bayi
c. Pola tidur membaik (mis; lapar, tidak nyaman)
d. BB sesuai usia Terapeutik :
meningkat 1. Pertahankan sentuhan seminimal
e. Panjang/TB sesuai mungkin pada bayi prematur

21
Diagnosa
No Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan (SDKI)
usia meningkat 2. Berikan sentuhan yang bersifat
f. Asupan nutrisi gentle dan tidak ragu-ragu
membaik 3. Minimalkan kebisingan ruangan
g. Indeks masa tubuh 4. Pertahankan lingkungan yang
membaik mendukung perkembangan optimal
5. Pertahankan kenyamanan anak
Edukasi :
1. Jelaskan pada orang tua dan atau/
pengasuh tentang perkembangan
dan perilaku anak
2. Anjurkan orang tua menyentuh/
menggendong bayinya
3. Anjurkan orang tua berinteraksi
dengan anakya
Kolaborasi :
1. Rujuk atau konseling, jika perlu
4. Bersihan Jalan Nafas Kriteria hasilnya : Intervensi utama :
tidak efektif a. Dispneu menurun Observasi :
b. Produksi Sputum 1. Monitor pola nafas (frekuensi,
menurun kedalaman, usaha nafas)
c. Frekuensi nafas 2. Monitor bunyi nafas tambahan
membaik (Rales, Ronchi)
d. Gelisah menurun Terapeutik :
1. Posisikan semi fowler
2. Berikan minum hangat
3. Berikan oksigen jika perlu
4. Fisiotherapi dada bila perlu
5. Lakukan penghisapan lendir bila
perlu
Edukasi :
1. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
1. Pemberian bronkodilator, Ekspetoran

22
Diagnosa
No Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan (SDKI)
dan Mukolitik jika perlu
5. Intoleransi aktivitas Intoleransi aktivitas Intervensi utama :
meningkat Observasi :
1. Identifikasi defisit tingkat aktivitas
Kriteria hasilnya :
2. Identifikasi sumber daya untuk
a. Kemudahan aktivitas yang diinginkan
melakukan aktivitas 3. Monitor respon emosional, fisik,
sehari-hari sosial, dan spiritual terhadap
meningkat aktivitas
Terapeutik :
b. Kekuatan tubuh
1. Fasilitasi fokus pada kemampuan,
meningkat
bukan defisit yang dialami
c. Keluhan lelah 2. Sepakati komitmen untuk
menurun meningkatkan frekuensi dan rentang
aktivitas
d. Frekuensi nafas
3. Fasilitas memilih aktivitas dan
membaik
tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan fisik,
psikologis dan sosial
4. Fasilitasi aktivitas rutin
5. Tingkatkan aktivitas fisik untuk
memelihara BB, jika sesuai
6. Libatkan keluarga dalam aktivitas,
jika perlu
7. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas
sehari-hari
Edukasi :
1. Jelaskan metode aktivitas fisik
sehari-hari, jika perlu
2. Ajarkan cara melakukan aktivitas
yang di pilih
3. Anjurkan melakukan aktivitas fisik,
sosial, spiritual, dan kognitif dalam

23
Diagnosa
No Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan (SDKI)
menjaga fungsi dan kesehatan
4. Anjurkan terlibat dalam aktivitas
kelompok atau terapi, jika sesuai
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan

5. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan perawat
untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi menuju status
kesehatan yang lebih baik dan optimal. Tahap pelaksanaan adalah tahap ke empat dalam
memberikan asuhan keperawatan merupakan tahap dimana perawat melaksanakan rencana
tindakan yang sudah direncanakan pada tahap perencanaan (Trisnowati, 2022).

6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi dalam keperawatan
merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk
mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan. Evaluasi ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil akhir yang teramati
dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat dalam rencana keperawatan. Penilaian
keberhasilan adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai (Trisnowati, 2022).

24
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : An. M
Umur : 8 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum menikah
Suku Bangsa : Indonesia
Tinggi Badan : 63 cm
Berat Badan : 4,9 kg
Tanggal Masuk RS : 15 Oktober 2023
Tanggal Pengkajian : 16 Oktober 2023
Diagnose medis : CHF Ross criteria IV pada PDA L-R shunt,
Bronkopneumonia
Nomor Rekam Medis : 2023-53-82-XX
Riwayat Alergi : Tidak ada alergi terhadap makanan dan obat

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Alasan pasien datang dengan keluhan sesak napas yang memberat sejak 1 hari
SMRS. Batuk pilek dirasakan sejak 1 minggu SMRS. Demam (+) sejak 3 hari ini.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang memberat sejak 1 hari SMRS.
Batuk pilek diraskan sejak 1 minggu SMRS. Demam (+) sejak 3 hari ini.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Sebelum ke RSPJNHK pasien dibawa ke RS Siloam dan dilakukan Echo,
kemudian pasien di rujuk ke RSPJNHK. Pasien minggu lalu sudah ke poli
RSPJNHK dengan PDA L-R Shunt. Direncanakan Echocardiography hari Senin
tgl 16 Oktober 2023, namun sejak sabtu bayi batuk dan sesak semakin memberat
akhirnya bayi dibawa ke IGD RSJPDHK pada minggu sore tgl 15 Oktober 2023.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
25
Ibu pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit jantung bawaan dalam
keluarganya.
e. Riwayat kehamilan
Riwayat kehamilan sakit selama kehamilan disangkal. Riwayat konsumsi obat/
herbal di luar resep dokter disangkal. Usia ibu saat hamil 36 th, usia Ayah 49 th.
Ayah pasien merokok.
Riwayat kelahiran lahir normal di bidan cukup bulan. Lahir langsung menangis,
Riwayat biru saat lahir disangkal. Berat Badan Lahir 2,5 kg. Pasien anak ke-3 dan
Riwayat sakit jantung bawaan disangkal.

3. Pemerikasaan Fisik
a. Keadaan umum: baik
b. Kesadaran: Composmentis
c. Tanda-tanda vital
1) TD: 83/55 (60) mmHg
2) HR: 144x/ mnt
3) RR: 35x/ mnt
4) S: 37,2 C
5) SPO2: 88%
d. Kepala
bentuk kepala simetris, rambut tipis warna kecoklatan
e. Mata
Simetris kiri dan kanan.
Mata agak cekung.
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor
f. Hidung
Bentuk simetris, pernafasan cuping hidung, septum normal
g. Mulut dan tenggorokan
Normal, bersih, gigi belum tumbuh
Ada batuk, ada sputum sulit dikeluarkan
h. Telinga
Masih dalam batas normal
i. Leher
Trakhea simetris, tidak ada pembesaran kelenjar Tyroid.
Tidak terdapat distensi vena jugularis kiri dan kanan.
26
j. Dada (jantung dan paru)
Inspeksi :bentuk simetris, ada retraksi dinding dada, pengembangan dada simetris
Palpasi : iktus kordis teraba di sela iga V
Auskultasi : suara nafas Vesikuler kanan dan kiri, Rales (+) dan Whezzing (+) BJ
I normal, BJ II normal murmur (+)
k. Abdomen
Abdomen datar, supel, tidak ada hepatomegali, bising usus 8x/mnt
l. Genetalia
Tidak terpasang cateter, terpasang pampers
m. Ekstremitas
Fungsi motorik baik, CRT >3 detik, akral agak dingin, tidak ada edema, tidak ada
sianosis, tidak ada clubbing finger

4. Kebutuhan Dasar Manusia


a. Pola Kebutuhan Nutrisi
Sebelum sakit : ibu mengatakan anaknya sulit menyusu, BB 5,2kg TB 63 cm
Saat di rumah sakit : ibu mengatakan anaknya sulit menyusu, BB 4,9 kg TB 63
cm
b. Pola Eliminasi
Sebelum sakit : pola BAK 5-6 x/hari (pampers), BAB 1x/hari konsistensi lembek,
warna kecoklatan
Saat di rumah sakit : pola BAK 5-6x/hari (pampers), BAB belum selama di RS
c. Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit : ibunya mengatakan anaknya tidurnya cukup
Saat di rumah sakit : ibunya mengatakan anaknya tidur pulas bila di gendong.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Ibu mengatakan anaknya belum bisa duduk sendiri dan merangkak.
B. Hasil Pemerikasaan Penunjang
a. Lab tanggal 15 Oktober 2023

Pemerikasaan Hasil Satuan


Hemoglobin 12,3 g/dl
Hematrokit 39,3 %
Leukosit 17120 /µL
Trombosit 246 ribu/µL

27
Segmen 42,1 %
Limfosit 50,9 %
NLR (Neutrophyl 0,83
Lymphocyte Ratio)
CRP <0,6 mg/L
Ureum 44,9 mg/dl
Kreatinin 0,51 mg/dl
eGFR 51 mL/mnt/1,73m2
pH 7,350
pCO2 29,9 mmHg
pO2 60,6 mmHg
HCO3 16,7 mmol/L
BE -7,0
SPO2 89,9 %
Asam Laktat 1,2 mmol/L
Natrium 139 mEq/L
Kalium 4,3 mEq/L
Clorida 107 mEq/L

b. Hasil Pemeriksaan Foto Thorax

Gambar 11

CXR : Proyeksi AP Erect. CTR 64%, Segmen Aorta Elongasi, Segmen Pulmonal
28
kesan menonjol, pinggang jantung mendatar, apex upward, kongesti (+), infiltrat (+),
efusi (-).

c. EKG

Interpretasi EKG :
Irama : Sinus Rhytm
HR : 140x/menit
Gelombang P : Normal, setiap gelombang P diikuti kompleks QRS
ST elevasi : Tidak ada
ST depresi : Tidak ada
T invertid : Tidak ada
Gambaran EKG : Sinus Rhytm dengan RVH (+)

d. Hasil Echo
Telah dilakukan echo full study tgl 15 Oktober 2023
Dengan hasil :
Situs Solitus
AV-VA concordance
Dilated LA-LV
IAS cembung ke kanan
AII PV to LA
ASD-, VSD-, PFO L-Rshunt
PDA 4-5 mm, L-Rshunt, continuous flow, PG 63 mm
Kontraktilitas LV baik, EF 77 %
Kontraktilitas RV baik, TAPSE 0,9 cm
Aorta : baik, LV Ao 6 mmhg
Pulmonal : PR mild, dilated PA, RV PA 4 mmhg
Mitral : Trivial MR
Trikuspid : Trivial TR
29
Arkus aorta dikiri, CoA-, AoDPG 4 mmhg
Kesimpulan : PDA L-R Shunt Trivial MR, Trivial TR, PR mild, PFO (+)
e. Terapi
1) Total cairan 450 cc/ 24 jam
2) Oksigenasi 1 LPM
3) Captopril 3 x 2 mg
4) Fluimucil 2 x 25 mg
5) Ceftriaxone 1 x 250 mg IV
6) Inhalasi

C. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
1. DS: Adanya Sekresi akibat Bersihan jalan nafas
- Ibu pasien mengatakan aliran paru yang kurang efektif
anaknya sesak nafas, meningkat
batuk, dahak sulit keluar
- Ibu pasien mengatakan
anaknya sulit menyusu
DO:
- TD: 83/55mmhg
- HR: 144x/mnt
- RR: 35x/mnt
- Bayi nampak batuk
- Ada retraksi dinding
pernapasan
- Suara nafas Rales
- Tampak pernapasan
cuping hidung
- Pasien tampak sesak
- Hasil foto thorax
infiltrat (+)
- Terpasang O2 nasal 1
Lpm, SPO2 88%
-
2. DS : Peningkatan beban Resiko Penurunan
30
No. Data Etiologi Masalah
jantung dan perubahan Curah jantung
- Ibu pasien mengatakan afterload
anaknya sesak
- Ibu pasien mengatakan
anaknya rewel
DO
- Gambaran Rontgen Paru
terdapat Kongesti
- EKG : RVH
- Akral agak dingin, CRT
>3detik
- Tensi 83/55mmhg
- Urine 50cc/3jam
- Hasil echo
fullstudy(fellow) tgl
15/10/2023 :
Kesimpulannya PDA L-
R Shunt,Trivial
MR,Trivial TR, PR Mild,
PFO(+)

3. DS : Ketidakmampuan menelan Defisit nutrisi


Ibu pasien mengatakan makanan
anaknya tidak bisa menyusu
lama, BB sulit naik dan
sampai sekarang belum bisa
duduk sendiri dan belum
bisa merangkak.
DO :

- BB 4,9 kg (BBI 7,1 kg


sampai 9,9 kg)

- TB 63 cm (TB 67,5 cm

31
No. Data Etiologi Masalah

sampai 74,2 cm)

- Bayi tampak menyusu


hanya sebentar saja.
D. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya sekresi
2. Resiko penurunan curah jantung b.d peningkatan beban jantung
3. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan

E. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No. Kriteria Hasil (SLKI) Perencanaan (SIKI)
keperawatan
1. Bersihan Jalan Kriteria hasilnya : Intervensi utama :
Nafas tidak a.Dispneu menurun Observasi :
efektif b. Produksi Sputum 1. Monitor pola nafas (frekuensi,
menurun kedalaman, usaha nafas)
c.Frekuensi nafas 2. Monitor bunyi nafas tambahan
membaik (Rales, Ronchi)
d. Gelisah menurun Terapeutik :
1. Posisikan Semi Fowler
2. Berikan minum hangat
3. Berikan oksigen jika perlu
4. Fisiotherapi dada bila perlu
5. Lakukan penghisapan lendir bila
perlu
Edukasi :
1. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
1. Pemberian bronkodilator,
Ekspetoran dan Mukolitik jika
perlu
2. Resiko Curah jantung Intervensi utama
Penurunan curah meningkat. Observasi :
jantung b.d Kriteria hasilnya adalah: 1. Identifikasi tanda/gejala
32
Diagnosa
No. Kriteria Hasil (SLKI) Perencanaan (SIKI)
keperawatan
peningkatan Ekspektasi Meningkat. primer penurunan curah
beban jantung a. Kekuatan nadi perifer jantung (meliputi Dispnea,
kiri b. Ejection Fraction (EF) Kelelahan, Edema,
Ekspektasi menurun : Orthopnea, Paroxysmal
a. Palpitasi Nocturnal Dyspnea,
b. Gambaran EKG peningkatan CVP).
Aritmia 2. Identifikasi tanda/gejala
c. Lelah sekunder penurunan curah
d. Edema jantung (meliputi
e. Pucat/ sianosis peningkatan berat badan,
f. Distensi vena jugularis Hepatomegali, Distensi Vena
g. Dispnea Jugularis, Palpitasi, ronkhi
h. Oliguri basah.
i. Bradikardi 3. Monitor tekanan darah
j. Takikardi (termasuk tekanan darah
Ekspetasi membaik : Ortostatik, jika perlu)
a. Tekanan darah 4. Monitor intake output cairan
b. Pengisian kapiler 5. Monitor berat badan setiap
hari pada waktu yang sama
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor EKG 12 sadapan
8. Monitor aritmia (kelainan
irama dan frekuensi)
9. Monitor nilai laboratorium
jantung (mis. elektrolit,
enzim jantung, BNP, NT pro
-BNP)
10. Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan
sesudah aktivitas
Terapeutik:
1. Posisikan pasien semi fowler
atau Fowler dengan Kaki ke

33
Diagnosa
No. Kriteria Hasil (SLKI) Perencanaan (SIKI)
keperawatan
bawah atau posisi nyaman
2. Berikan diet jantung yang
sesuai (mis. batasi asupan
kafein, natrium, kolesterol,
dan makanan tinggi lemak)
3. Gunakan stocking elastis
atau Pneumatik intermiten,
sesuai indikasi
4. Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stres, jika
perlu
5. Berikan dukungan emosional
dan spiritual
6. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen lebih dari 94%
Edukasi
1. Anjurkan ibu untuk
mengajak bayi beraktivitas
fisik secara bertahap
2. Ajarkan ibu untuk mengukur
berat badan harian
3. Ajarkan ibu untuk mengukur
intake dan output cairan
harian
4. Kolaborasi:
Membatasi asupan cairan
450 cc / 24 jam
3. Defisit nutrisi Nutrisi membaik Intervensi utama
b.d Kriteria hasilnya : Observasi :
ketidakmampua - Kekuatan otot 1. Identifikasi kemampuan
n menelan menelan menurun 1, menelan
makanan cukup menurun 2, 2. Identifikasi makanan yang

34
Diagnosa
No. Kriteria Hasil (SLKI) Perencanaan (SIKI)
keperawatan
Sedang 3, Cukup diprogramkan
Meningkat 4, Terapeutik :
Meningkat 5 1. Berikan posisi duduk atau semi
fowler saat makan
2. Lakukan kebersihan tangan dan
mulut sebelum makan
3. Pertahankan perhatian saat
menyusui
Edukasi :
1. Anjurkan orang tua atau
keluarga membantuu memberi
makan kepada pasien
Kolaborasi :
1. Rujuk atau konseling, jika perlu
2. Pemasangan alat bantu akan
(NGT/ OGT)

35
F. Implementasi dan Evaluasi
No Tanggal /
Implementasi Evaluasi
Dx. Jam
1 16/10/2023 Observasi :
S: Ibu pasien mengatakan anaknya masih
16.00 1. Memonitor pola
sesak, masih batuk dan dahak masih
nafas (frekuensi,
sulit keluar
kedalaman, usaha
O:K/U Sedang, kesadaran:
nafas)
composmentis
RR: 30 x/m dengan
TD : 83/55 mmhg, HR : 130x/mnt,
nasal 1 lpm
RR : 30x/mnt, Suhu : 36,8C, SpO2:
Retraksi dinding
90%, Capillary Refill Time < 2 detik,
dada (+), cuping
akral hangat, nadi teraba kuat, Posisi
hidung (+)
dipangku oleh ibu
16.15 2. Memonitor bunyi
nafas tambahan A: Masalah belum teratasi
Ronchi (+), batuk
P: Lanjutkan Intervensi
(+), dahak sulit
1. Monitor pola nafas dan bunyi
dikeluarkan,
nafas tambahan
2. Posisikan semi fowler
3. Berikan minum hangat
4. Berikan oksigen jika perlu
5. Fisiotherapi dada bila perlu
6. Lakukan penghisapan lendir bila
perlu
2 16/10/2023 1. Memonitor tanda- S : Ibu mengatakan BB bayinya sulit naik
16.00 tanda vital O : K/u Sedang, kesadaran:
composmentis
Respon : K/U
Sedang, kesadaran: TD : 83/55 mmhg, HR : 130x/mnt,
composmentis, TD : RR : 30x/mnt, Suhu : 36,8C, SpO2:
83/55 mmhg, HR : 90%, Capillary Refill Time < 2
130x/mnt, RR : detik, akral hangat, nadi teraba kuat,
30x/mnt, Suhu : Posisi di pangku ibunya. BB=
36,8°C, SpO2 : 4,9kg , TB= 63cm
90% A : Gangguan tumbuh kembang belum
teratasi
No Tanggal /
Implementasi Evaluasi
Dx. Jam
2. Memonitor
P : Lanjutkan intervensi
pertumbuhan dan
1. Memonitor pertumbuhan dan
perkembangan (BB,
perkembangan
TB).
Respon: BB: 4,9 2. Mempertahankan
Kg, TB : 63 cm lingkungan yang
3. Memonitor tenang dan aman
asupan minum
3. Memotivasi ibu bayi
bayi
agar lebih telaten
Respon :
waktu memberi susu,
menyusu tidak
dengan cara sedikit
lama
tapi sering

4. Melakukan
kolaborasi dengan
ahli gizi
3 16/10/2023 1. Mengidentifikasi S : Ibu pasien mengatakan sesak
16.30 tanda dan gejala berkurang, batuk berkurang dan
penurunan curah menyusu masih sebentar-sebentar
jantung O : K/u Sedang, kesadaran :
Respon : pasien composmentis
merasa sesak bila
TD : 83/55 mmhg, HR : 144x/mnt,
beraktifitas, posisi
RR : 35x/mnt, Suhu : 37,2 C,
tidur terlentang
SpO2 : 90%, Capillary Refill Time
semakin sesak
< 2 detik, akral hangat, nadi teraba
2. Mengidentifikasi
kuat, BB= 4,9 kg, TB= 63 cm,
tanda/gejala
produksi urine : 50 cc/2 jam
sekunder
Sinus Rhytm dengan RVH (+)
penurunan curah
A : Risiko penurunan curah jantung
jantung (meliputi
belum teratasi
peningkatan BB,
P : Lanjutkan intervensi
hepatomegali,
1. Mengidentifikasi tanda/gejala
distensi vena
penurunan curah jantung
2
No Tanggal /
Implementasi Evaluasi
Dx. Jam
jugularis, oliguri,
2. Memonitor tanda- tanda vital
palpitasi, ronki
3. Memonitor dan mencatat intake
basah, batuk, kulit
dan output
pucat)
Respon : pasien 4. Hindari terjadi konstipasi dengan
batuk, BB sulit menganjurkan untuk
naik. mempertahankan intake cairan
3. Memonitor tanda- yang adekuat
tanda vital
5. Memonitor elektrolit yang dapat
Respon: K/U
meningkatkan risiko aritmia
Sedang, kesadaran
Memeriksa TD dan HR sebelum
CM, TD : 83/55
dan sesudah aktivitas
mmhg, HR :
130x/mnt, RR :
30x/mnt, Suhu :
36,8 C, SpO2 :
93%
4. Memonitor EKG
12 sandapan
Respon : Sinus
Rhytm dengan
RVH(+)
5. Memonitor dan
mencatat intake
dan output cairan
darijam 10.00 s/d
16.30 Respon :
intake 60 cc,
output 50 cc =
defisit 10cc/6,5
jam

3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Patent Ductus Arteriosus atau PDA adalah adanya pembuluh darah yang
menghubungkan Aorta dan Arteri Pulmonal. Duktus Arteriousus ini normal pada saat
bayi dalam kandungan. Oleh karena suatu hal, maka pembuluh darah ini tidak menutup
secara sempurna setelah bayi lahir (Dakota, 2020).
Pengkajian yang diukur meliputi pengjkajian secara head to-to dengan
menggunakan inspeksi, palpasi, perkusi, serta auskultasi. Diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada pasien PDA penurunan curah jantung, ketidakseimbangan nutrisi,
gangguan tumbuh kembang, pola napas tidak efektif, intoleransi aktivitas. Intervensi,
implementasi, dan evaluasi keperawatan yang dilakukan dapat mengacu pada SIKI dan
SLKI.

B. Saran
Selama memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, penulis mengakui masih
memiliki kekurangan. Selanjutnya penulis perlu meningkatkan asuhan keperawatan yang
berfokus dan berorientasi kepada pasien, sehingga keberhasilan pasien selama masa
perawatan dapat tercapai dengan baik. Sebagai profesi yang profesional, perawat juga
harus meningkatkan diri, yaitu :
1. Kemampuan memahami kasus
4
2. Kemampuan mengkaji pasien
3. Kemampuan ketepatan menegakkan diagnosa sampai dengan mengimplementasikan
rencana tindakan keperawatan
4. Kemampuan melakukan pendokumentasian yang baik dan benar sebagai aspek
legal dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien

DAFTAR PUSTAKA

Adhikari, C. M., Bogati, A., Acharya, P. K., Shrestha, M., Shakya, U., & Malla, R. (2020).
Safety and Procedural Success of Transcatheter Closure of Patent Ductus Arteriosus in
Adults at Shahid Gangalal National Heart Centre, Kathmandu, Nepal. Nepalese Heart
Journal, 17(2), 43-46.
Backes, C. H., Hill, K. D., Shelton, E. L., Slaughter, J. L., Lewis, T. R., Weisz, D. E., . . .
Garg, V. (2022, September 3). Patent Ductus Arteriosus: A Contemporary Persepective
for the Pediatric and Adult Cardiac Care Provider. Journal of the American Heart
Association. doi:https://doi.org/ 10.1161/JAHA.122.025784
Basit, H., Wallen, T. J., & Sergent, B. N. (2022, June 7). Eisenmenger Syndrome. Retrieved
Desember 19, 2022, from National Library of Medicine:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507800/
Butera, G., Chessa, M., Eicken, A., & Thomson, J. D. (Eds.). (2019). Atlas of Cardiac
Catheterization for Congenital Heart Disease. Switzerland: Springer.
doi:https://doi.org/10.1007/978-3-319-72443-0
Dakota, I. (2020). Modul Pelatihan Keperawatan Kardiovaskular Tingkat Dasar.
(C. E. Boom, Ed.) Jakarta: Aksara Bermakna.
Djer, M. M. (2014). Penanganan penyakit Jantung Bawaan Tanpa Operasi (Kardiologi
Intervensi) Petunjuk Praktis Menangani Pasien dan Mengedukasi Keluarga. Jakarta:
Sagung Seto.
5
Lai, W. W., Mertens, L. L., Cohen, M. S., & Geva, T. (2016). Echocardiography in
Pediatric and Congenital Heart Disease; From Fetus to Adult (2 ed.). United KIngdom:
Wiley Blackwell.
Murni, I. K., Wibowo, T., Arafuri, N., Oktaria, V., Dinarti, L. K., Panditatwa, D., .
. . Noomanto, N. (2022). Feasibility of screening for critical congenital heart disease using
pulse oximetry in Indonesia. BMC Pediatrics, 22(369). doi:https://doi.org/10.1186/s12887-
022-03404-0
Park, M. K., & Salamat, M. (2021). Park's Pediatric Cardiology For Practitioner (7 ed.).
Philadelphia: Elsevier.

PERKI. (2021). Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Hipertensi Pulmonal (1 ed.).

Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.


PJNHK. (n.d.). Trans-Esophageal Echocardiography (TEE). Retrieved Desember 16, 2022,
from pjnhk.go.id: https://pjnhk.go.id/pustaka/detail/tindakan/11
SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.
SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.
SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.
Trisnowati, T. (2022). Konsep dan Mengaplikasikan Tahap Pelaksanaan dan Evaluasi. In D.
D. Setyawa, Konsep Dasar Keperawatan (pp. 83-93). Surabaya: Tahta Media Group.
Wijayanthie, T. (2021, Januari 27). Penyakit Jantung Bawaan (Tipe Nonsianotik). Retrieved
Desember 11, 2022, from pjnhk.go.id:
https://www.pjnhk.go.id/index.php/artikel/penyakit-jantung-bawaan-tipe- nonsianotik
PERKI. (2016). Panduan Praktik Klinis (PPK) dan Clinical Pathway (CP) Penyakit Jantung
dan Pembuluh Darah. Jakarta: PERKI.
PERKI. (2020). Panduan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan Dewasa. Jakarta: Kelompok
Kerja Kardiologi Pediatrik dan Penyakit Jantung Bawaan, PERKI

Anda mungkin juga menyukai