2. Klasifikasi
Berdasarkan usia yang mengalami katarak dapat diklasifikasikan menjadi
katarak kongenital, katarak juvenil, dan katarak senil (Ilyas, 2004).
a. Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera
setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun. Katarak kongenital
sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang mengalami
penyakit rubella, galaktosemia, homosisteinuri, diabetes mellitus,
hipoparatirodism, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan
histopalsmosis. Penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya
merupakan penyakit-penyakit herediter seperti mikroftalmus, aniridia,
koloboma iris, keratokonus, iris heterokrimia, lensa ektopik, displasia retina,
dan megalo kornea.
b. Katarak Juvenil
Katarak yang mulai terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3
bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik
ataupun metabolik dan penyakit lainnya seperti:
1) Katarak metabolic
a) Katarak diabetik dan galaktosemik (gula)
b) Katarak hipokalsemik (tetanik)
c) Katarak defisiensi gizi
d) Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom Lowe dan homosistinuria)
e) Penyakit Wilson
f) Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain.
2) Katarak traumatic
3) Katarak komplikata
a) Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma, mikroftalmia,
aniridia, pembuluh hialoid persisten, heterokromia iridis).
b) Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi vitreoretinal), seperti
Wagner dan retinitis pigmentosa, dan neoplasma).
c) Katarak anoksik
d) Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein,
dinitrofenol, triparanol, antikholinesterase, klorpromazin, miotik,
klorpromazin, busulfan, dan besi).
e) Lain-lain kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai kelainan kulit
(sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial, osteogenesis inperfekta,
khondrodistrofia kalsifikans kongenita pungtata), dan kromosom.
f) Katarak radiasi
c. Katarak senil
adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia diatas
50 tahun. Perubahan lensa pada usia lanjut:
1) Kapsul
a) Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak).
b) Mulai presbyopia
c) Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur.
d) Terlihat bahan granular
2) Epitel – makin tipis
a) Sel epitel (germinatif) pada equator bertambah besar dan berat.
b) Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata.
3) Serat lensa :
a) Lebih irregular
b) Pada korteks jelas kerusakan serat sel.
c) Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah
protein nukleus ( histidin, triptofan, metionin, sistein, tirosin) lensa,
sedang warna coklat protein lensa nukleus mengandung histidin dan
triptofan dibanding normal.
4) Korteks tidak berwarna karena:
a) Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi.
b) Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.
Katarak senil biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun, kekeruhan
lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai
terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Katarak senil secara klinik dibagi menjadi
empat stadium yaitu:
1) Insipien
Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior
dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks.
Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior
subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks
berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak insipien.
Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi
yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang
menetap untuk waktu yang lama.
2) Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degeneratif
yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai
pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris
sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal.
Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaukoma.
Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan
mengakibatkan miopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi
korteks sehingga akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah,
yang memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol
pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.
3) Imatur
Sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum mengenai seluruh
lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat
meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan
lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga
terjadi glaukoma sekunder.
4) Matur
Pada keadaan matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa.
Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila
katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan
keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi
kekeruhan seluruh lensa yang bila mana akan mengakibatkan kalsifikasi
lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak
terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris
negatif.
5) Hipermatur morgagni
Katarak hipermatur adalah katarak yang mengalami proses degenerasi
lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang
berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil,
berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam
dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus
sehingga hubungan dengan zonula zinn menjadi kendor. Bila proses katarak
berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus
yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini
disebut katarak Morgagni.
3. Etiologi
Menurut Mansjoer (2000), faktor risiko terjadinya katarak bermacam-
macam, yaitu sebagai berikut:
a. Usia lanjut
Katarak umumnya terjadi pada usia lanjut (katarak senil). Dengan
bertambahnya usia lensa akan mengalami proses menua, di mana dalam
keadaan ini akan menjadi katarak.
b. Kongenital
Katarak dapat terjadi secara kongenital akibat infeksi virus di masa
pertumbuhan janin
c. Genetic
Pengaruh genetik dikatakan berhubungan dengan proses degenerasi yang
timbul pada lensa.
d. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi, dan
amplitudo akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka
meningkat pula kadar glukosa dalam akuos humor. Oleh karena glukosa dari
akuos masuk ke dalam lensa dengan cara difusi, maka kadar glukosa dalam
lensa juga meningkat. Sebagian glukosa tersebut dirubah oleh enzim aldose
reduktase menjadi sorbitol, yang tidak dimetabolisme tapi tetap berada dalam
lensa.
e. Merokok
Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan
dihubungkan dengan penurunan kadar antioksidan, askorbat dan karetenoid.
Merokok menyebabkan penumpukan molekul berpigmen 3 hydroxykhynurine
dan chromophores, yang menyebabkan terjadinya penguningan warna lensa.
Sianat dalam rokok juga menyebabkan terjadinya karbamilasi dan denaturasi
protein.
f. Konsumsi alcohol
Peminum alkohol kronis mempunyai risiko tinggi terkena berbagai penyakit
mata, termasuk katarak. Dalam banyak penelitian alkohol berperan dalam
terjadinya katarak. Alkohol secara langsung bekerja pada protein lensa dan
secara tidak langsung dengan cara mempengaruhi penyerapan nutrisi penting
pada lensa.
7. Penatalaksanaan
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian
rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan
penyulit seperti glaukoma dan uveitis (Mansjoer, 2000). Dalam bedah katarak,
lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau
ekstrakapsular. Ekstraksi intrakapsular yang jarang lagi dilakukan saat ini adalah
mengangkat lensa in toto, yakni di dalam kapsulnya melaui insisi limbus superior
140-1600. Pada ekstraksi ekstrakapsular juga dilakukan insisi limbus superior,
bagian anterior kapsul dipotong dan diangkat, nukleus diekstraksi dan korteks
lensa dibuang dari mata dengan irigasi dan aspirasi atau tanpa aspirasi sehingga
menyisakan kapsul posterior.
Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi (atau
keduanya) adalah teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran-getaran
ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi lumbus yang
kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka pasca operasi.
Teknik ini kurang bermanfaat pada katarak senilis yang padat dan keuntungan
insisi lumbus yang kecil agak berkurang jika dimasukkan lensa intraokuler. Pada
beberapa tahun silam, operasi katarak ekstrakapsular telah menggantikan prosedur
intrakapsular sebagai jenis bedah katarak yang paling sering. Alasan utamanya
adalah bahwa apabila kapsul posterior utuh, ahli bedah dapat memasukkan lensa
intra okuler ke dalam kamera posterior. Insiden komplikasi pasca operasi seperti
abasio retina dan edema makula lebih kecil bila kapsul posteriornya utuh.
Jika digunakan teknik insisi kecil, masa penyembuhan pasca operasi
biasanya lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari operasi itu juga,
tetapi dianjurkan untuk bergerak dengan hati- hati dan menghindari peregangan
atau mengangkat benda berat selama sekitar satu bulan. Matanya dapat dibalut
selama beberapa hari, tetapi kalau matanya terasa nyaman, balutan dapat dibuang
pada hari pertama pasca operasi dan matanya dilindungi dengan kacamata.
Perlindungan pada malam hari dengan pelindung logam diperlukan selama
beberapa minggu. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah
operasi, tetapi biasanya pasien melihat dengan cukup baik melalui lensa
intraokuler sambil menantikan kacamata permanen.(Vaughan, 2000).
8. Pemeriksaan penunjang
Selain uji mata yang biasanya dilakukan menggunakan kartu snellen,
keratometri, pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopi, maka A-scan ultrasound
(echography) dan hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik,
khususnya bila dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel
endotel 2000 sel/mm3, pasien ini merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan
fakoemulsifikasi dan implantasi IOL (Smeltzer & Bare, 2002).
PATHWAY katarak