Anda di halaman 1dari 14

Panduan E-Commerce & Marketplace Marketing

Strategi pemasaran Shopee & Tokopedia adalah hal yang akhir-akhir ini sedang banyak
dicari di internet.

Alasannya, karena jumlah transaksi di industri e-commerce (jual-beli di platform seperti


Tokped & Shopee) tumbuh semakin besar dari tahun ke tahun.

Bahkan, sebuah riset memperkirakan bahwa pertumbuhan ini akan terus naik ke
angka 137,5 Miliar US Dollar pada tahun 2025.

Fakta ini tentu sangat menjanjikan untuk Anda yang berjualan di platform-platform e-
commerce tersebut.

Walaupun setiap platform memiliki pasar & cara pakai yang berbeda, sebenarnya ada
beberapa hal yang bisa membuat produk Anda laris terlepas dari platform apa yang
Anda gunakan.

Hal-hal tersebut akan kami bahas secara mendalam di artikel ini, tapi mari sebelumnya
pelajari dari awal supaya Anda bisa memahami topik secara lebih jelas.

(Baca juga artikel ini jika Anda tertarik untuk mempelajari social media marketing/SMM)

Table of Contents
• Sejarah E-Commerce/Marketplace Di Indonesia
• 4 Jenis & Kategori E-Commerce
o 1. Konsumen Ke Konsumen (Consumer To Consumer/C2C)
o 2. Langsung Ke Konsumen (Direct To Consumer/D2C)
o 3. Pihak Pertama/Bisnis Ke Bisnis Ke Konsumen (B2B2C)
o 4. Pihak Ketiga/ Bisnis Ke Konsumen (B2C)
• STRATEGI PEMASARAN SHOPEE, TOKOPEDIA, & E-COMMERCE LAINNYA
o – Pilih Platform E-Commerce Yang Tepat
o – Pelajari Perilaku Kompetitor
o – Selalu Siapkan Biaya Untuk Beriklan
o – Jaga “Kesehatan” Reputasi & Kolom Testimonial Pembeli
o – Jangan Lupakan Branding
o – Strategi Pemasaran Shopee Dengan Tawarkan “Promo/Diskon”

Sejarah E-Commerce/Marketplace Di Indonesia


Walaupun baru “meledak” beberapa tahun ke belakang, sejarah e-commerce di
Indonesia sebenarnya sudah bermula sejak lebih dari 30 tahun lalu.
Setelah kemunculan penyedia jasa internet (internet service provider/ISP), pada tahun
1995 berdiri sebuah perusahaan bernama Dyviacom Intrabumi (kini berubah nama
menjadi Indoritel).

Perusahaan ini — melalui merek dagang DNET — adalah perintis transaksi online di
Indonesia.

Tapi, saat itu transaksi terjadi secara sangat berbeda dengan yang kita kenali sekarang.

Platform DNET hanya menampilkan produk di internet, dan semua jenis transaksi masih
harus dilakukan secara tatap muka (kita kini mengenalnya dengan istilah Cash On
Delivery/COD).

Kemudian pada tahun 1999, muncul sebuah platform berjenis forum pengguna internet,
Kaskus, yang jadi terkenal justru karena fitur transaksi antar pengguna yang bernama
Forum Jual Beli (FJB).

Setelah itu, kegiatan transaksi secara online yang masyarakat lakukan pun terus
berkembang & bertambah dari tahun ke tahun.

Perkembangan ini akhirnya memuncak pada tahun 2012, ketika Lazada mulai
beroperasi di Indonesia.

Kesuksesan yang mereka raih pun diikuti oleh brand-brand yang kini menjadi raksasa
industri, seperti Shopee, Tokopedia, OLX, dan lainnya.
Foto oleh Photomix Company

Walaupun pandemi COVID sempat menghambat pertumbuhan ekonomi industri e-


commerce (dan semua industri lain, tentunya), sekarang keadaan sudah mulai pulih
kembali.

Bisa kita lihat, saat ini tidak sedikit bisnis rumahan yang bisa meraih kesuksesan karena
upaya penjualan di marketplace seperti Tokopedia, Lazada, atau Shopee.

Jika Anda ingin tahu rahasia dan strategi pemasaran Shopee, Tokopedia, ataupun
Lazada yang bisa memberi kesuksesan seperti mereka, baca artikel ini dengan
seksama.

4 Jenis & Kategori E-Commerce


Jika kita lihat dari cara mereka beroperasi & menjual produk ke konsumen, perusahaan
e-commerce bisa kita bagi menjadi 4 kategori/jenis, yaitu:

1. Konsumen Ke Konsumen (Consumer To Consumer/C2C)

Model bisnis e-commerce pertama yang akan kita pelajari adalah model konsumen-ke-
konsumen (C2C).
Di sini, bisnis menghubungkan seorang pengguna individu yang ingin melakukan
transaksi dengan pengguna individu lainnya.

Misalnya, saya ingin menjual handphone bekas yang sudah tidak dipakai.

Beberapa e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, atau Facebook Marketplace bisa


menghubungkan saya dengan pengguna lain yang ingin membeli produk tersebut.

Ini akan memberikan rasa kenyamanan untuk pengguna, karena di sini platform
bertindak sebagai penengah atau perantara yang bisa menjamin keamanan transaksi
jual beli.

2. Langsung Ke Konsumen (Direct To Consumer/D2C)

Di model bisnis langsung ke konsumen (D2C) ini, platform bertindak sebagai penjual
produk yang bisa konsumen beli di platform e-commerce-nya.

Walaupun memiliki peran yang berbeda, di sini platform pun tetap bisa memberikan
rasa nyaman transaksi untuk pembeli.

Model bisnis ini sering dipilih oleh perusahaan-perusahaan startup karena beberapa
alasan ini:

o Margin keuntungan yang lebih besar (tidak ada potongan perantara)


o Bisa mengolah data konsumen lebih detail, dan
o Terlihat lebih profesional dan terpercaya di mata calon konsumen

Salah satu contoh bisnis terbesar dengan model D2C adalah IKEA, yang menjual produk
langsung dari situs resminya.

(Baca artikel ini untuk mengetahui kepintaran IKEA dalam melakukan marketing
produknya)

Mereka bahkan menawarkan beberapa fitur unik seperti “katalog ruangan” dan
beberapa fitur lain, yang bisa memberikan pengalaman berkesan untuk pengguna situs.

3. Pihak Pertama/Bisnis Ke Bisnis Ke Konsumen (B2B2C)

Model bisnis pihak pertama (1st Party) atau B2B2C menggabungkan keunggulan dari
model B2B dan B2C.

Di sini, e-commerce menjadi perantara di antara sebuah bisnis yang membuat produk
dan pembeli.
Biasanya, hal ini membuat sang perantara memiliki keunggulan dari sisi varian produk
yang mereka tawarkan.

Beberapa contoh yang paling mudah untuk Anda pahami dari model ini adalah situs e-
commerce seperti Watsons (menawarkan produk “supermarket”) atau K24klik
(menawarkan beragam obat).

Supaya lebih simple, Anda bisa memikirkan bisnis B2B2C sebagai distributor antara
produsen dan konsumen.

Bedanya, mereka “mendistribusikan” produk-produk melalui sebuah platform e-


commerce.

Biasanya bisnis dengan model e-commerce seperti ini sering juga disebut e-retailers.

4. Pihak Ketiga/ Bisnis Ke Konsumen (B2C)

Model bisnis B2C terbilang memiliki kemiripan dengan model D2C, karena
penjual/produsen sama-sama menjual produk ke konsumen.

Bedanya, bisnis B2C menjual produk tidak secara langsung dan menggunakan
platform/marketplace sebagai perantara transaksi.

Ini adalah jenis penjual dengan brand yang sering kita lihat di Tokopedia, Shopee, OLX,
dan marketplace lainnya.

Walaupun pendapatan dari penjualan produk terbilang berkurang (karena potongan


jasa dari platform), model ini juga memiliki kelebihan yang cukup menguntungkan.

Pertama, jumlah pengguna platform e-commerce saat ini sangat banyak, sehingga
penjual bisa memiliki jangkauan audiens yang luas.

Kemudian, tidak jarang konsumen merasa lebih nyaman bertransaksi melalui platform
e-commerce yang sudah biasa mereka gunakan.
© markplusinstitute

STRATEGI PEMASARAN SHOPEE, TOKOPEDIA, & E-


COMMERCE LAINNYA
Strategi Pemasaran Shopee, Tokopedia, & E-Commerce Lainnya

Sekarang, mari langsung masuk ke pembahasan utama: strategi pemasaran di Shopee,


Tokopedia, Lazada, ataupun marketplace/e-commerce ternama lainnya.

Hal pertama yang perlu Anda catat adalah bahwa tips di bawah ini berlaku
untuk semua jenis platform e-commerce.

Artinya, terlepas dari platform apa yang Anda pilih sebagai tempat berjualan, tips-tips
ini bisa Anda terapkan dalam upaya mengembangkan bisnis dan memaksimalkan
penjualan produk.

Tanpa basa-basi lagi, mari bahas tips sukses untuk strategi pemasaran Shopee,
Tokopedia, dan e-commerce populer lainnya:

– Pilih Platform E-Commerce Yang Tepat

Walaupun di luar sana banyak opsi platform e-commerce yang bisa Anda manfaatkan
untuk menjual produk, tidak semua opsi bisa mendatangkan keuntungan yang sama
untuk Anda!
Pertama, Anda harus mengetahui platform-platform terbesar yang beroperasi di
Indonesia:

Data pengunjung platform e-commerce Indonesia pada kuartal IV 2022 (© Katadata)


1. Shopee: 191,6 juta pengunjung
2. Tokopedia: 136,7 juta pengunjung
3. Lazada: 83,2 juta pengunjung
4. Blibli: 37,4 juta pengunjung
5. Bukalapak: 19,7 juta pengunjung

Jika melihat dari statistik di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa Shopee & Tokopedia
masih menjadi pilihan terbaik jika Anda ingin menjangkau calon pembeli yang
berjumlah lebih banyak.

Tapi..

Belum tentu kedua (atau bahkan salah satu) platform tersebut adalah opsi yang bisa
menghasilkan dampak terbaik untuk penjualan Anda.

Alasannya, karena Anda harus bisa memilih platform e-commerce yang paling cocok
untuk produk/jasa yang Anda tawarkan dan memiliki pengguna yang sesuai
dengan target konsumen bisnis.

Jadi, jawab 2 pertanyaan ini terlebih dahulu:

o Di mana produk/jasa sejenis paling banyak dicari/dibeli?


o Platform apa yang paling banyak digunakan oleh target konsumen Anda?
Misalnya, jika Anda menjual produk aksesoris yang menargetkan kalangan remaja,
Shopee bisa menjadi pilihan terbaik karena mayoritas penggunanya berusia 15 hingga
19 tahun.

Lakukan juga riset usia pengguna di platform lainnya, dan cari yang paling sesuai
dengan target pembeli bisnis Anda.

Tidak hanya terkait usia, Anda juga bisa lakukan riset pengguna sesuai dengan
kemampuan membeli, lokasi, dan hal lainnya yang menyangkut dengan profil target
konsumen.

Ini akan membuat Anda bisa fokus berjualan di platform yang memang paling efektif
untuk bisnis & produk Anda!

Selain itu, berjualan di terlalu banyak platform pun bisa jadi sebuah blunder.

Fokus Anda bisa jadi lebih terpecah, kendali lebih susah terjaga, dan waktu pun bisa
jadi sia-sia jika Anda memilih berjualan di platform yang salah.

– Pelajari Perilaku Kompetitor

Satu kemudahan yang bisa Anda dapatkan dengan berjualan di platform e-commerce
adalah tersedianya informasi mengenai kompetitor.

Hanya dengan mencari kata kunci terkait produk yang Anda jual, Anda pun akan bisa
melihat penjual lain yang menjual produk serupa.

Kumpulkan informasi terkait penjual-penjual ini (kami sarankan mulai dari penjual
“terlaris”) dan jadikan refleksi untuk strategi Anda ke depannya.

Bagaimana komentar pembeli terhadap layanan dan produk?

Varian/tipe produk seperti apa yang paling banyak mereka jual?

Bagaimana cara mereka mempresentasikan produk (konten foto dan/atau video)?


Foto oleh Alehandra13 di Pexels

Catat jawaban dari pertanyaan-pertanyaan serupa yang Anda percaya bisa membantu.

Tidak ada salahnya Anda “meniru” beberapa hal yang mereka lakukan sebagai langkah
awal, tapi ingat bahwa Anda juga harus memiliki keunikan tersendiri.

Keunikan ini bisa Anda lakukan dengan beberapa cara, seperti foto dan video produk
ataupun melalui desain “dekorasi” toko virtual (header toko dan semacamnya).

(Gunakan jasa fotografi katalog produk dan/atau jasa video iklan produk dari
Sribu.comjika Anda tidak ingin ribet & ingin mendapatkan hasil yang profesional untuk
hal ini)

Dengan memiliki keunikan, Anda akan menciptakan “reputasi” visual yang bisa
membuat pengguna mengidentifikasi bisnis/produk secara lebih mudah.

– Selalu Siapkan Biaya Untuk Beriklan


Satu strategi pemasaran Shopee, Tokopedia, & e-commerce lain yang tidak jarang
dikesampingkan oleh penjual adalah fitur iklan.

Padahal, fitur ini memiliki beberapa manfaat yang bisa meningkatkan penjualan produk
Anda, antara lain:

o Berada di posisi teratas pencarian produk


o Memperluas jangkauan audiens (melalui “rekomendasi produk serupa”)
o Menjangkau pengguna yang “tepat” (sesuai dengan target konsumen), dan masih
banyak lagi.

Upayakan untuk selalu menyiapkan biaya untuk beriklan, dan tentukan waktu yang
rutin untuk Anda menjalankan iklan.

Ini akan membuat produk dan brand Anda selalu terlihat oleh calon pembeli ketika
mereka menggunakan platform e-commerce.

Dalam jangka panjang, mereka akan menjadi familiar dengan brand/produk dan —
secara tidak sadar — rasa kepercayaan akan bisa timbul di kepala mereka.

– Jaga “Kesehatan” Reputasi & Kolom Testimonial Pembeli

Ilustrasi dari Tumisu di Pixabay


Ketika tertarik melakukan pembelian, ada satu faktor yang bisa mempengaruhi
keputusan pengguna e-commerce secara signifikan: reputasi.

Reputasi ini bisa terlihat dari beberapa cara (tergantung dari platform e-commerce yang
Anda gunakan), mulai dari “nilai” penjual (biasanya dalam bentuk 0-5 bintang) hingga
testimoni dari pembeli.

Jika ingin pembeli tertarik membeli produk, reputasi ini harus bisa Anda lindungi supaya
terus berada di posisi maksimal.

Ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk memastikan hal ini.

Pertama, selalu berikan pelayanan dan produk dengan kualitas terbaik bagi pembeli.

Dengan demikian, jaminan pembeli untuk memberikan rating dan testimoni yang
memuaskan pun akan lebih besar.

Memang, seringkali hal ini berada di luar kontrol kita sebagai penjual, tapi bukan berarti
kita tidak bisa melakukan apa-apa ketika rating/testimoni yang pembeli berikan
memberikan “noda” kepada reputasi Anda.

Coba hubungi pembeli dan tanyakan kendala/isu apa yang membuat mereka tidak
merasa puas.

Cari jalan tengah yang bisa membuat masalah mereka terbantu, dan reputasi Anda pun
bisa ter-improve.

Percaya atau tidak, reputasi penjual seringkali bisa menjadi penentu keputusan yang
lebih pembeli pertimbangkan bahkan daripada harga jual produk!

– Jangan Lupakan Branding

(Pelajari branding secara selengkapnya di artikel ini)

Branding adalah suatu hal yang harus Anda lakukan dalam berbisnis, terlepas dari
model bisnis apapun yang Anda jalankan.

Artinya, hal ini pun harus tetap Anda lakukan di platform e-commerce!
Ilustrasi oleh Gerd Altmann di Pexels

Gunakan logo secara konsisten di segala konten terkait produk, dan juga buat sebuah
slogan yang akan mampu “berbicara” kepada emosi calon pembeli.

Secara perlahan, konsistensi ini akan menanamkan image brand yang positif di mata
konsumen, sehingga mereka pun akan merasa lebih percaya untuk melakukan transaksi
dan membeli produk Anda.

(Gunakan jasa branding profesional Sribu.com jika Anda memerlukan bantuan dalam
hal ini)

– Strategi Pemasaran Shopee Dengan Tawarkan “Promo/Diskon”


Foto oleh Karolina Grabowska

Tidak ada yang lebih menarik perhatian konsumen baru dan menyenangkan konsumen
loyal daripada harga promo/diskon.

Oleh karena itu, banyak penjual yang melakukan “manipulasi” harga produk dengan
harapan mendongkrak penjualan.

(Manipulasi di sini bukanlah hal yang buruk, selengkapnya di bawah)

Strategi ini paling sering terlihat di platform e-commerce terbesar seperti Shopee &
Tokopedia.

Pertama, mereka akan mencantumkan harga produk lebih tinggi dari harga normal
ketika mengunggah informasi produk.

Kemudian, mereka akan mengatur “diskon” untuk produk tersebut sehingga harga jual
(setelah diskon) menjadi harga normal.

Misalnya seperti ini:

Harga Normal Produk = Rp 500.000,-


Harga Ketika “Unggah” = Rp 550.000,-

Harga Untuk Konsumen = Rp 550.000 – Diskon 10%

= Rp 500.000 = Harga Normal

Artinya, kini harga yang pengguna lihat adalah harga normal, tapi dengan embel-embel
diskon!

Selain metode diskon dengan “tanda kutip” ini, tentu Anda pun bisa menawarkan harga
diskon/promo “asli” sesekali waktu.

Ini terutama akan sangat diapresiasi oleh konsumen loyal Anda, sehingga image brand
dan ikatan emosional pun akan menjadi lebih kuat bagi mereka.

Demikian beberapa strategi pemasaran Shopee, Tokopedia, Lazada, dan platform e-


commerce/marketplace lainnya yang bisa Anda coba lakukan.

Posted byRyan Gondokusumo8 February 2023Marketing

Sumber Referensi:
h/ps://www.sribu.com/id/blog/panduan-marketplace-marke=ng-strategi-pemasaran-shopee/

Anda mungkin juga menyukai