Anda di halaman 1dari 16

UAS

(UJIAN AKHIR SEMESTER)

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Hakikat Alat – Alat Pendidikan dan Hakikat Evaluasi Pendidikan

Nama : Fekri Fadillah Athoriq (2214010244)

Dosen : Dr. Misra, M.S.I

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( PAI ) F

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

IMAM BONJOL PADANG

1445 H / 2023 M
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT dan hidayahnya


sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan penuh keyakinan
serta usaha maksimal. Semoga dengan terselesaikannya tugas ini dapat
memberipelajaran positif bagi kita semua.

Makalah ini berisikan tentang " Hakikat alat Pendidikan dan hakikat
evaluasi pendidikan " penulis harapkan dengan makalah ini, semoga dapat
memberikan pengetahuan dan informasi kepada kita semua. Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun serta mendukung selalu penulis
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah


Program Studi "Filsafat Pendidikan Islam" yakni, Bapak Dr. Misra, M.S.I. atas
ketersediaan menuntun penulis dalam penulisan makalah ini.

Padang, 18 Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................................ i


DAFTAR ISI........................................................................................................................................................... ii
BAB I ........................................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang..................................................................................................................................... 1
B. Rumusan masalah.............................................................................................................................. 1
C. Tujuan...................................................................................................................................................... 1
D. Manfaat................................................................................................................................................................................................ 1
BAB II ...................................................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN .................................................................................................................................................... 2
A. Hakikat Alat-Alat Pendidikan...................................................................................................... 2
B. Hakikat Evaluasi Pendidikan....................................................................................................... 7
BAB III..................................................................................................................................................................... 8
PENUTUP............................................................................................................................................................... 8
A. Kesimpulan ........................................................................................................................................... 8
B. Saran......................................................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................................... 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hakikat alat-alat pendidikan melibatkan pemahaman tentang bagaimana


instrumen, teknik, dan metode evaluasi digunakan dalam konteks pendidikan.
Evaluasi pendidikan adalah proses untuk mengukur dan menilai pencapaian,
perkembangan, serta efektivitas pembelajaran. Evaluasi ini melibatkan berbagai
alat atau instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi
yang relevan.

B. Rumusan masalah
1. Apa itu alat – alat Pendidikan ?
2. Bagaimana hakikat alat Pendidikan ?
3. Bagaimana hakikat evaluasi Pendidikan ?

C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian alat alat Pendidikan
2. Menjabarkan hakikat alat Pendidikan
3. Menjabarkan hakikat evaluasi Pendidikan

D. Manfaat Penulisan

1. Makalah ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan agar mengetahui


apa pengertian dari pendidik dan peserta didik didalam filsafat pendidikan.
2. Makalah ini mampu memberikan wawasan mengenai hakikat dari pendidik
dan peserta didik.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A.Hakikat alat-alat pendidikan

Alat pendidikan dalam istilah lain adalah media pembelajaran, dimana alat
ini memiliki peran penting dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Alat
memiliki peran sebagai perantara untuk lebih mudah dalam menyampaikan materi
bagi seorang pendidik dan menangkap serta memahami materi bagi peserta didik
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa alat merupakan bagian dari kelengkapan
kegiatan pembelajaran yang diterapkan oleh seorang pendidik, apapun metode dan
pendekatan yang digunakan.

Semakin berkembangnya teknologi, tentunya perkembangan model dan


jenis alat pendidikan sangat beragam menyesuaikan dengan perkembangan yang
ada. Hal ini, tentunya dengan tidak meninggalkan esensi dari tujuan pokok dan
fungsi dari alat itu sendiri, yaitu sebagai alat bantu untuk memudahkan
penyampaian atau penerimaan materi pelajaran, bukan sekedar sebagai pelengkap
yang hanya untuk pajangan saja Dalam ajaran islam, istilah perantara atau wasilah
menjadi bagian tersendiri dalam ajarannya. Sesuatu yang dapat mengantarkan atau
menjadikan sesuatu tersebut menjadi sempuma, maka hal tersebut juga memiliki
hukum. yang sama. Jika pendidikan itu wajib, ditempuh melalui jalan pembelajaran
(itu wajib), maka jalan atau sarana agar kegiatan pembelajaran itu lancer dan
tercapai tujuan, maka wajib adanya. Hal ini sebagaimana kaidah fiqih

‫ما ال يتم الواجب إال به فهو واجب‬

(segala yang menjadikan sempurnanya sesuatu yang wajib, maka wajib juga
hukumnya).

Alat pendidikan Islam yaitu segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
mencapai tujuan pendidikan dengan demikian maka alat ini mencakup apa saja
yangdapat digunakan termasuk didalamnya pendidikan Islam. 1Alat pendidikan
Islam adalah cara dan segala apa saja yang dapat digunakan untuk menuntun atau
membimbing anak dalam masa pertumbuhannya agar kelak menjadi manusia
berkepribadian muslim yang diri dari oieh Allah SWT.

Jenis Alat Pendidikan

Dalam perspektif limu pendidikan islam, yang mengutamakan ilmu


pengetahuan (know/wdge) dan penanaman nilai (value) sudah barang tentu
memerlukan alat pendidikan yang relevan. Dengan memahami al-Quran sebagai
sumber pendidikan islam, berisikan simpul-simpul dan ketentuan-ketentuan pokok
yang mengatur tata kehidupan manusia. Wahyu al-Quran sebagai sumber ilmu
pengetahuan telah melahirkan berbagai disiplin ilmu, yang dilengkapi produk piker
dalam wujud karya imiah para ahli. Para ahli telah mengklasifikasikan alat media
pendidikan kepada dua bagian: yaitu alat pendidikan yang bersifat benda (materil)
dan alat pendidikan yang bukan benda (non materil).

1
A. Rosmiaty Azis, ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta:Sibuku, 2016), 105.
2
a. Alat Pendidikan yang Bersifat

Benda Menurut Zakiah Drajat, alat pendidikan yang berupa benda adalah,
pertama media tulis, seperti al Qur'an, Hadits, Tauhid, Figh, Sejarah. Kedua Benda-
benda alam seperti hewan, manusia, tumbuh-tumbuhan dsb. Ketiga Gambar-gambar
yang dirancang seperti grafik. Keempat: Gambar yang diproyrksikan, seperti video,
transparan, in-focus. Kelima Audio recording (alat untuk didengar), seperti kaset,
tape radio.

Senada dengan pendapat Zakiah Dradjat, Demar Hamalik menyebutkan,


secara umum alat pendidikan materi terdiri dari pertama, bahan-bahan cetakan
atau bacaan, dimana bahan-bahan ini lebi mmgutamakan kegiatan membaca atau
penggunaan symbol-simbol kata dan visual. Kedua, alat-alat audio visual yakni alat-
alat yang dapat di golongkan pada: (1) alat tanpa proyeksi seperti papan tulis dan
diagram, (2) media pendidikan tiga dimensi, seperti benda asli, peta dan (3) alat
pendidikan yang menggunakan tekhnik, seperti radio, tape recorder, transparansi,
in-focus, internet. Ketiga, sumber-sumber masyarakat, seperti objek- objek
peninggalan sejarah. Keempat, kumpulan benda- benda (material collection), seperti
dedaunan, benih, batu, dan sebagainya.

Tampaknya mengklasifikasi alat pendidikan yang berbentuk benda versi


Zakiah Dradjat cukup luas, sebab tidak hanya menyangkut benda yang digunakan
oleh pendidikan dalam penyampaian pesan, tetapi manusia sebagai sumber belajar,
sekaligus alat pendidikan. Berbeda halnya dengan alat pendidikan yang berbentuk
benda yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan dalam interaksi pendidikan
dalam konteks keterlibatan alat dan yang dominan berperan dalam menerima pesan
pengajaran, sebagaimana yang digambarkan berikut.2

Yang termasuk alat pendidikan material menurut versi Anf. S. Sadiman


adalah media grafis, dengan cara menuangkan pesan pengajaran kedalam symbol-
simbol komunikasi visual. Yang termasuk kedalam media grafis adalah: gambar,
foto, sketsa, bagan, chart, diagram, papan poster, dan kartun.

Sementara itu, Ronald H. Anderson menuturkan,yang termasuk media dalam


bentuk materil adalah media auditif, dimana pesan-pesan pengajaran dituangkan
dalam lambing-lambang auditif yang termasuk media auditif adalah, tape recorder
dan radio. Disamping media visual dan media auditif, media audio visual merupakan
media yang berhubungan dengan indra pendengaran dan indra penglihatan
sekaligus. Dengan menggunakan media ini pesan- pesan pengajaran dapat
dilaksanakan dan didengarkan langsung pada saat yang bersamaan, yeng termasuk
pada jenis ini adalah TV dan Vidio. Bagaimana TV sebagai medium yang menarik,
dan dapat menyajikan. kejadian terakhir, malah siswa langsung. Namun agaknya TV
belum dapat menggantikan eksistensinya guru di depan kelas Demikian juga halnya
video,walaupun dappat diputar berulang-ulang, juga tidak mungkin menggantikan
keberadaan guru di kelas.

Selain media yang digambarkan di atas, media pryeksi visual, dimana pesan
yang akan disampaikan harus diproyeksikan dengan proyektor, media ini cukup

2
Ibid, hlm.293-294
3
mahal. Yang termasuk media ini adalah film bingkai suatu film transparan yang
biasanya dibungkus bingkai, kemudian film bingkai dimana gambar pada film
bingkai berurutan yang merupakan satu kesatuan, seterusnya transparan (overhead
transparency), dan yang terakhir adalh miknfis, dimana milm transparan berisikan
lambing-lambang visual yang kecil yang tidak bias dilihat dengan mata telanjang.

Secara umum tidak terdapat perbedaan yang berarti tentang alat pendidikan
yang berbentuk benda, perbedaannya hanya terletak pada pemakaian istilah dalam
memformulasikan. Namun yang jelas, alat pendidikan dalam bentuk benda perlu
perlu digunakan dalm proses pendidikan dan pengajaran secara bervariasi sesuai
dengan situasi dan kondisi yang ada. Sebelum alat itu digunakan perlu diseleksi
untuk menentukan mana yang tepat sesuai dengan tujuan pendidikan islam, materi
dan sebagainya.

Dalam konteks limu Pendidikan Islam, M. Arifin menuturkan, alat


pendidikan harus mengandung nilai- nilai operasional yang mampu mengantarkan
kepada tujuan pendidikan islam yang sarat dengan nilai-nilai, Alat pendidikan ang
polipragamtis yang dan monopragmatis, paling tidak mengandung nilai paedagogis
dan bukan merusak.

b.Alat Pendidikan Yang Bukan Benda

Selain alat/ media berupa benda, terdapat pula alat/media bukan berupa
benda, diantara alat media pengajaran yang bukan berupa benda itu adalah: (1)
keteladanan, (2) perintah larangan. (3) ganjaran dan hukuman, yang akan dijelaskan
berikut ini: 3
1) Keteladanan dan pembiasaan
Keteladanan. Pada umumnya manusia memerlukan figur identifikasi
(uswah al-hasanah) yang dapat membimbing manusia kearah kebenaran, untuk
memenuhi keinginan tersebutitu Allah mengutus Muhammad menjadi tauladan bagi
manusia. Kemudian kita diperintahkan untuk mengikuti Rasul, diantaranya
memberikan tauladan yang baik. Untuk menjadi sosok yang ditauladani, Allah
memerintahkan kepada manusia selaku khalifah fi al-Ardh mengerjakan perintah
Allah dan Rasul sebelum mengajarkannya kepada orang yang dipimpinnya.
Termasuk dalam hal ini sosok pendidik dapat ditauladani oleh anak didik.
Pendidik dalam konteks Ilmu Pendidikan Islam, berfungsi sebagai warasalu
al anbiya yang pada hakikatnya mengemban misi sebagai rahmatan al-'amin, yakni
suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan taat pada hukum-hukum
Allah. Kemudian misi ini dikembangkan pada pembentukan kepribadian yang
berjiwa tauhid, kretif, beramal shaleh serta bermoral tinggi. Sebagai warasalah al
anbiya seorang pendidik harus memiliki sifat-sifat yang terpji (mahmudah).
Menurut Al-Ghazali, seperti yang disitir oleh Fathiyah Hasan Sulaiman,
terdapat beberapa sifat penting yang harus dimiliki oleh seorang guru sebagai orang
yang diteladani, yaitu (1) amanah. dan tekun bekerja, (2) bersifat lemah lembut dan
kasih sayangterhadap murid. (3) dapat memahami dan berlapang dada dalam imu
serta orang-orang yang mengajarkannya, (4) tidak rakus pada materi, (5)
berpengetahuan luas, serta (6)istiqamah dan memegang teguh prinsip. Al-Ghazali
juga menembahkan bahwa terdapat beberapa sifat penting yang harus
terintemalisasi dalam diri mund, yaitu (1) pendah hati, (2) mensucikan diri dari
segala keburukan, serta (3) taat dan istiqamah. Karena beberapa sifat terakhir perfu

3
Ibid, hlm.295-297
4
dimiliki murid, maka guru naka guru hendaknya menjadi teladan dan sifat-sifat
tersebut.
Pembiasaan. Yang dimaksud dengan pembiasaan, adalah memeberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk senantiasa mengamalkan ajaran
agamanyadan/ atau akhlakul karimah Ramayulis menyebutkan pula pembiasaan
adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan
terlebih dahulu dan berlaku begitu saja tanpa dipikirkan. Dengan pembiasaan
pendidikan memberikan. kesempatan kepada peserta didik terbiasa mengamalkan
ajaran agamanya, baik secara individu maupun kelompok dalam kehidupan sehari-
hari. Pembiasaan juga berarti membiasakan sikap atau perilaku yang baik sesuai
dengan ajaran islam, seperti membiasakan anak didik untuk melaksanakan sholat
wajib lima waktu dan sholat sunah. Serta mereka betul-betul mampu atau terampil
mengamalkannya dalam kehidupan. sehari-hari. Pembiasaan merupakan cara yang
paling efektif dalam menanamkan nilai-nilai moral kedalam jiwa anak didik. Dan
agama sangat mementingkan pendidikan pembiasaan, Karena dengan pembiasaan
itulah diharapkan peserta didik mengamalkan ajaran agamanya secara
berkelanjutan.

2). Perintah dan Larangan


Perintah, Sebagai seorang muslim diberi oleh Allah tugas dan tanggung
jawab yaitu melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar "Amar ma'ruf nahi munkar
merupakan alat dalam pendidikan. Perintah adalah suatu keharusan untuk berbuat
atau melakukan. sesuatu. Dalam hal ini perintah itu bukan hanya apa yang keluar
dari mulut seseorangyang harus dikerjakan oleh orang lain, tetapi termasuk pula
anjuran, pembiasaan. dan peraturan-peraturan umum yang harus ditaati oleh
peserta didik. Tiap-tiap tiap perintah dan peraturan dalam pendidikan mengandung
norma-norma kesusilaan, jadi bersifat memberi arah atau mengandung tujuan kea
rah perbuatan susila. Suatu perintah akan mudah ditaati oleh anak-anak jika
pendidik sendiri menaati dan hidup menurut peraturan- peraturan itu, atau jika apa
yang harus dilakukan oleh anak-anak itu sudah dimiliki dan menjadi pedoman pula
bagi hidup si pendidik.

Perintah mempunyai kaitan yang erat dengan keteladanan. Misalnya


seorang guru yang selalu datang terlambat dalam mengajar, tidak mungkin ditaati
perintahnya bila ia memerintahkan agar murid selalu datang tepat pada waktunya
Tidak mungkin suatu aturan sekolah akan ditaati oleh muridnya jika guru sendiri
tidak mematuhi peraturan-peraturan yang dibuatnya itu.

Dalam memberikan perintah terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu
(1) jangan memberikan perintah kecuali karena diperlukan (2) hendaknya perintah
itu dengan ketetapan hati dan niat yang baik, (3) jangan memerintahkan kedua
kalinya jika perintah pertama belum dilaksanakan, (4) perintah hendaknya bersifat
umum, bukan bersifat khusus.

Larangan, Disamping memberi perintah, sering kali pula pendidik harus melarang
perbuatan anak-anak. Larangan itu biasanya dikeluarkan jika anak melakukan
sesuatu yang tidak baik yang mungkin dapat membahayakan dirinya. Larangan,
sebenamya sama saja dengan perintah, Kalau perintah merupakan suatu keharusan
untuk berbuat sesuatu yang bermanfaan maka larangan merupakan keharusan
untuk tidak melakukan sesuatu yang merugikan. Misalnya larangan untuk bercakap-
cakap dengan suara besar, larangan melakukan perbuatan yang tidak baik, larang
untuk bergaul dengan orang- orang asusila, dsb. Biasanya larangan ini disertai
5
dengan sangsinya.

Di dalam keluarga umumnya larangan itu merupakan alat mendidik yang


banyak dipakai oleh para ibu dna bapak. Namun demikian baik bagi pendidik
maupun bagi orang tua, baiknya melarang anak itu dedekali saja, sebab anak yang
selalu dilarang dalam segala perbuatan dan permainannyasejak kecil, akan
menghambat perkembangan dirinya. Larangan yang terlalu sering dilakukan akan
mengakibatkan sifat atau sikap yang kurang baik, seperti keras kepala atau
melawan, pemalu dan penakut, perasaan kurang harga diri, kurang mempunyai
perasaan tanggung jawab, pemurung atau pesimis, acuh tak acuh terhadap sesuatu
(apatis), dan sebagainya. Oleh karena itu larangan itu seharusnya tidak terlalu
sering, tetapi pada saat-saat yang diperlukan saja.

3). Ganjaran dan Hukuman


Ganjaran itu adalah sesuatu yang menyenangkan yang dijadikan sebagai
hadiah bagi anak yang berprestasi baik dalam belajar, dalam sikap perilaku. Yang
terpenting dalam ganjaran hanya hasil yang dicapai seorang anak, dan dengan hasil
tersebut pendidikan. dapat membentuk kata hati dan kemauan yang lebih baik dan
lebih keras pada anak itu.
Ganjaran itu dapat dilakukan oleh pendidik dengan cara bermacam-macam,
antara lain (1) guru mengangguk-anggukkan kepala tanda senang dan membiarkan
satu jawaban yang diberikan oleh seorang anak, (2) guru memberikan kata-kata
yang menggembirakan (pujan). (3) guru memberikan benda-benda yang
menyenangkan dan berguna bagi anak- anak, dan sebagainya.
Hukuman, hukuman merupakan alat pendidik. Dalam islam hukuman
disebut dengan ‘iqab. Abdurrahman Nahlawi menyebutnya dengan tarhib yang
berarti ancaman atau intimidasi melalui hukuman karena melakukan sesuatu yang
dilarang. Sementara Amier Daien Indra Kusuma, mendefinisikan bahwa hukuman
sebagai tindakan yang dijatuhkan kepada anak secara sadar dan sengaja sehingga
menimbulkan nestapa, sehingga anak akan menjadi sadar dan berjanji tidak akan
mengulanginya.

Dengan demikian dipahami bahwa hukuman diberikan karena ada


pelanggaran sedangkan tujuan pemberian hukuman adalah agar hukuman adalah
agar tidak terjadi pelanggaran secara berulang. Oleh karena Itulah Hasan
Langgulung menawarkan prinsip dalam memberikan hukuman berupa nasehat,
dilegur, diperingatkan, dimarahi dan terakhir dipukul, manakala cara-cara
sebelumnya belum berhasi

Sejak dahulu hukuman dianggap sebagai alat mendidik yang paling akhir,
apabila alat pendidikan lainnya tidak dapat memberikan perobahan pada peserta
didik.
Di bidang pendidikan, hukuman itu diaksanakan karena dua hal, yaitu:

1)Hukuman diadakan karena ada pelanggaran, adanya kesalahan yang


diperbuat (punitur, quina peccatum est).

2)Hukuman diadakan dengan tujuan agar tidak. terjadi pelanggaran


(punitur, nepeccatur).4

4
Toha Mas’um, Alat-alat dalam pendidikan perspektif islam, Cermin: Jurnal manajemen dan pendidikan
berbis islam nusantara, Vol:1, No:1, November 2021
6
B.Hakikat Evaluasi Pendidikan
1. Pengertian Evaluasi

Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation; dalam
bahasa Arab: al-Taqdir; dalam bahasa Indonesia berarti: penilaian. Akar katanya
adalah value; dalam bahasa Arab: al-Qiimah; dalam bahasa Indonesia. berarti;
nilai. Dengan demikian secara harfiyah, evaluasi pendidikan (educational
evaluation al-Taqdir al-Tarbawiy dapat diartikan sebagai: penilaian dalam
(bidang) pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
kegiatan pendidikan. Adapun dari segi istilah, sebagaimana dikemukakan oleh
Edwin Wandt dan Gerald W. Brown (1977): suatu tindakan atau suatu proses
untuk menentukan nilai dari sesuatu."5

Evaluasi dalam pendidikan Islam merupakan cara atau teknik penilaian.


terhadap tingkah laku anak didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat
konfrehensif dari seluruh aspek-aspek kehidupan mental-psikologis dan.
spritual-religius, karena manusia bukan saja sosok pribadi yang tidak hanya
bersikap religius, melaiankan juga berilmu dan berketerampilan yang sanggup
beramal dan berbakti kepada Tuhan dan masyarakat.

Evaluasi pendidikan diartikan pula dengan penilaian pendidikan, yakni


kegiatan menilai yang terjadi dalam aktivitas pendidikan.Evaluasi itu semacam
pengukuran karena dalam evaluasi digunakan alat ukur tertentu, misalnya alat
ukur untuk mengevaluasi keberhasilan anak didik dalam mata pelajaran bahasa
Inggris bidang percakapan adalah dengan alat ukur tes lisan, yakni semua anak
didik diuji keterampilan percakapannya oleh pendidik satu- persatu atau
pendidik mendengarkan percakapan yang dilakukan diantara muridnya.

Berdasarkan berbagai uraian di atas, maka secara sederhana evaluasi


pendidikan Islam dapat diberi batasan sebagai suatu kegiatan untuk menentukan
taraf kemajuan suatu pekerjaan dalam proses pendidikan Islam.Dalam ruang
lingkup terbatas, evaluasi dilakukan adalah dalam rangka mengetahui tingkat
keberhasilan pendidikan dalam menyampaikan materi pendidikan Islam kepada
peserta didik. Sedangkan dalam ruang lingkup yang luas, evaluasi dilakukan
untuk mengetahui tingakat keberhasilan dan kelemahan suatu proses pendidikan
Islam (dengan seluruh komponen yang terlibat didalamnya) dalam mencapai
tujuan pendidikan yang di cita-citakan.

2. Prinsip-Prinsip Evaluasi dalam Pendidikan Islam

Evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila dalam
pelaksanaannya senantiasa berpeganga pada tiga prinsip dasar berikut ini: (1)
prinsip keseluruhan, (2) prinsip kesinambungan, dan (3) prinsip obyektivitas. 10

a. Prinsip Menyeluruh (komprehensif)

Prinsip keseluruhan atau menyeluruh juga dikenal dengan istilah


komprehensip. Dengan prinsip komprehensip dimaksudkan di sini bahwa

5
Muhammad Firmansyah, et.al, "Esensi Perbedaan Metode Kualitatif dan Kuantitatif," Elastisitas: Jurnal
Ekonomi Pembangunan 3, no. 2 (2021).
7
evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila evaluasi
hasil belajar tersebut dilaksanakan secara bulat, utuh atau menyeluruh.

Harus senantiasa diinngat bahwa evaluasi hasil belajar itu tidak boleh
dilakukan secara terpisah-pisah atau sepotong demi sepotong, melainkan harus
dilaksanakan secara utuh dan menyeluruh. Dengan kata lain, evaluasi hasil
belajar harus dapat mencakup berbagai aspek yang dapat menggambarkan
perkembangan atau perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri peserta didik
sebagai makhluk hidup dan bukan benda mati. Dalam hubungan ini, evaluasi hasil
belajar disamping dapat mengungkap aspek proses berpikir (cognitive domain)
juga dapat mengungkap aspek kejiwaan. lainnya, yaitu aspek nilai atau sikap
(affektive domain) dan aspek keterampilan (psycomotor domain) yang melekat
pada diri masing-masing individu peserta didik. 6

Maka dari itu jika dikaitkan dengan proses pembelajaran pendidikan agama
Islam, maka evaluasi hasil belajar dalam mata pelajaran pendidikan agama Islam
itu hendaknya bukan hanya mengungkapkan pemahaman peserta didik terhadap
ajaran-ajaran agam Islam, melainakan juga harus dapat mengungkap: sudah
sejauh mana peserta didik dapat menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran
agama Islam tersebut dalam kehidupan mereka. sehari-hari. Prinsip yang melihat
semua aspek, meliputi kepribadian, ketajaman hafalan, pemahaman ketulusan,
kerajinan, sikap kerjasama,tanggung jawab (Q.S. Al-Zalzalah: 7-8).

b. Prinsip Kesinambungan (kontinuitas)

Prinsip kesinambungan dimaksudkan di sini bahwa evaluasi hasil belajar


yang baik adalah hasil belajar yang dilaksanakan secara teratur dan sambung-
menyambung dari waktu ke waktu. Dengan evaluasi hasil belajar yang
dilaksanakan secara teratur, terencana dan terjadwal itu maka dimungkinkan
bagi evaluator untuk memperoleh informasi yang dapat memberikan gambaran
mengenai kemajuan atau perkembangan peserta. didik, sejak dari awal mula
mengikuti program pendidikan sampai pada saat-saat mereka mengakhiri
program pendidikan yang mereka tempuh itu.

Dengan demikian evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan secara


berkesinambungan agar pihak evaluator (guru, dosen dan lain-lain) dapat
memperoleh kepastian dan kemantapan dalam menentukan langkah- langkah
atau merumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang perlu diambil untuk masa-
masa selanjutnya, agar tujuan pengajaran sebagaimana yang telah dirumuskan
dapat dicapai sebaik-baiknya. Dalam ajaran Islam, sangat memperhatikan prinsip
kontinuitas, karena dengan berpegang pada prinsip ini, keputusan yang diambil
oleh seseorang menjadi valid dan stabil (Q.S.Al-Ahqaaf: 13-14).

c. Prinsip Objektivitas

Prinsip obyektivitas mengandung makna, bahwa evaluasi hasil belajar dapat


dinyatakan sebagai evaluasi yang baik apabila dapat terlepas dari faktor-faktor
yang sifatnya obyektif.

6
Santi Hajriyanti, Akmal Hawi, dan Syarmubi, "Pengaruh Penerapan Strategi Firing Line Terhadap
Pemahaman Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Kelask VII di SMP N Sukaraya
Kecamatan Karang Jaya Kabupaten Musi Rawas," Junal PAI Raden Fatah . Vol 3, No.1 (2021): 62
8
Selanjutnya, dalam mengevaluasi haruslah berdasarkan kenyataan yang
sebenarnya, tidak boleh dipengaharui oleh hal-hal yang bersifat emosional dan
irasional. Allah SWT memerintahkan agar seseorang berlaku adil dalam
mengevaluasi. Jangan karena kebencian menjadikan ketidak objektifan evaluasi
yang dilakukan. Nabi SAW pernah bersabda: "Andai kata Fatimah binti
Muhammad itu mencuri, niscaya aku tidak segan-segan untuk memotong kedua
tangannya". Demikian pula halnya dengan Umar bin Khottob yang mencambuk
anaknya karena ia berbuat zina. Prinsip ini dapat ditetapkan bila
penyelenggaraan pendidikan mempunyai sifat sidiq,jujur, ikhlas, ta'awun, ramah,
dan lainnya.

3.Tujuan Evaluasi dalam pendidikan islam

Pendidikan Islam secara rasional-filosofis adalah bertujuan untuk


membentuk al-insan al-kamil atau manusia paripurna. Beranjak dari konsep.ini,
pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada dua dimensi, yaitu: Pertama,
dimensi dialektikal horizontal. Kedua, dimensi ketundukan vertikal.

Pada dimensi, dialektikal horizontal pendidikan hendaknya dapat


mengembangkan pemahaman tentang kehidupan kongkrit yang terkait dengan
diri, sesama manusia dan alam semesta. Untuk itu akumulasi sebagai
pengetahuan, keterampilan dan sikap mental merupakan bekal utama dalam
hubungannya dengan pemahaman tentang kehidupan kongkrit tersebut.

Sedangkan pada dimensi kedua, pendidikan sains dan teknologi, selain


menjadi alat untuk memanfaatkan, memelihara dan melestarikan sumber daya
alami, juga hendaknya menjadi jembatan dalam mencapai hubungan yang abadi
dengan sang Pencipta, Allah SWT. Untuk itu pelaksanaan ibadah dalam arti
seluas-luasnya, adalah merupakan sarana yang dapat menghantarkan manusia ke
arah ketundukan vertikal (tegak lurus) kepada Allah SWT.

Secara umum tujuan evaluasi pendidikan Islam di arahkan pada dua dimensi
di atas. Apakah pendidikan Islam telah berhasil menggarap secara integral kedua
dimensi tersebut dalam prakteknya di lapangan? Sejauh mana pencapaian yang
telah diperoleh pendidikan Islam dalam kaitannya dengan pembentukan al-insan
al-kamil? Kendala apa saja yang dihadapi dalam proses kependidikan Islam untuk
mencapai tujuannya? Jawaban terhadap pertanyaan tersebut hendaknya
terungkap melalui proses evaluasi yang dilakukan terhadap pendidikan Islam.
Kesemua ini merupakan tujuan umum pelaksanaan evaluasi dalam pendidikan
Islam.7

Secara khusus, tujuan pelaksanaan evaluasi dalam pendidikan Islam adalah


untuk mengetahui kadar kepemilikan dan pemahaman peserta didik terhadap
materi pelajaran, baik dalam aspek kognitif, psikomotorik, maupun afektif.
Sebagai tindak lanjut dari tujuan ini adalah untuk mengetahui siapa di antara
peserta didik yang cerdas dan lemah. Impliksasi dari konsep ini adalah adanya
pemilahan perhatian terhadap peserta didik, antara yang lemah diberi perhatian
khusus agar ia dapat mengejar dan memenuhi kekurangannya, sedangkan

7
Muhamad Fauzi et al., "Budaya Belajar Santri Berprestasi di Pondok Pesantren,"Prosiding Seminar
Nasional Vol 1, no. 1 (2023): 144
9
kepada yang cerdas diberi penghayatan agar ia terus meningkatkan
kemampuannya ke arah yang lebih baik lagi. Kemudian tujuan evaluasi dalam
pendidikan Islam adalah untuk menilai pendidik, yaitu sejauh mana ia telah
bersunguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan
pendidikan Islam.

Dalam pendidikan Islam, tujuan evaluasi lebih ditekankan pada penguasaan


sikap (afektif dan psikomotor) ketimbang asfek kognitif.Penekanan ini bertujuan
untuk mengetahui kemampuan peserta didik yangsecara garis besarnya meliputi
empat hal, yaitu:8
1. Sikap dan pengalaman terhadap hubungan pribadinya dengan Tuhannya.
2. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya dengan
masyarakat.
3. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan kehidupannya dengan
alam sekitarnya.
4. Sikap dan pandangan terhadap diri sendiri selaku hamba Allah, anggota
masyarakat, serta khalifah Allah SWT.

Dari keempat dasar tersebut di atas, dapat dijabarkan dalam beberapa


klasifikasi kemampuan teknis, yaitu:

1. Sejauh mana loyalitas dan pengabdiannya kepada Allah dengan indikasi-


indikasi lahiriah berupa tingkah laku yang mencerminkan keimanan dan
ketaqwaan kepada Allah SWT.
2. Sejauh mana peserta didik dapat menerapkan nilai-nilai agamanya da
kegiatan hidup bermasyarakat, seperti akhlak yang mulia dan disiplin.
3. Bagaimana peserta didik berusaha mengelola dan memelihara, serta
menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya, apakah ia merusak ataukah.
memberi makna bagi kehidupannya dan masyarakat dimana ia berada.
4. Bagaimana dan sejauh mana ia memandang diri sendiri sebagai hamba.
Allah dalam menghadapi kenyataan masyarakat yang beraneka ragam
budaya, suku dan agama.

Kesimpulannya seluruh tujuan tersebut di atas dapat dicapai melalui


pelaksanaan evaluasi yang mengacu pada prinsip-prinsip al-Qur'an dan Sunnah
di samping menganut prinsip objektifitas, kontiniutas dan komprehensif.
Sedangkan operasionalisasinya di lapangan dapat saja dilakukan melalui
berbagai bentuk evaluasi, test atau non test, lisan atau tulisan dan lain
sebagainya.
9

8
Ahmad Yani, Manajemen Majelis Taklim (Jakarta: Khairu Ummah, 2021)
9
Syarnubi, Hakikat Evaluasi Dalam Pendidikan Islam, Jurnal Pai Raden Fatah ,vol. 5, no. 2, April 2023
10
11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Alat-alat pendidikan bukan hanya perangkat bentuk benda,tetapi ada yang


sifatnya abstrak, misalnya metode pendidikan, pendekatan pendidikan teknik
dan strategi pendidikan,dan pengelolaan kelas.semua dapat dikategorikan
sebagai alat-alat pendidikan.
Evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan
informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif- alternatif
keputusan.
Di sisi lain, evaluasi juga merupakan salah satu komponen sistem
pembelajaran/pendidikan. Artinya evluasi merupakan kegiatan yang tak
terelakan dalam setiap kegiatan atau proses pembelajaran. Dalam program
evaluasi yang bertujuan bagaimana kita bisa mengetahui potensi peserta didik
yang cerdas dan yang lemah, hal ini pun yang menguji peserta didik layak tidak
nai dalam tingkatan kelas atau pun tidak. Tujuan evaluasi pun bukan anak didik
saja, melainkan untuk dapat mengevaluasi pendidik, dengan begitu sejauh mana
pendidik bisa mampu dalam bersungguhsunggu untuk menjalankan tugas dalam
mencapai tujuan pendidikan Islam.

B. Saran

Kami sebagai penyusun menyadari bahwa dalam makalah, masih terdapat


kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami pemakalah
menerima kritikan dan saran yang mendukung dari pembaca. Saran kami dalam
makalah ini adalah untuk dapat menambah ilmu atau wawasan bagi pembaca
tentang Filsafat Pendidikan Islam.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Yani, Manajemen Majelis Taklim (Jakarta: Khairu Ummah, 2021)


A. Rosmiaty Azis, ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta:Sibuku, 2016)
Muhamad Fauzi et al., "Budaya Belajar Santri Berprestasi di Pondok
Pesantren,"Prosiding Seminar Nasional Vol 1, no. 1 (2023)
Muhammad Firmansyah, et.al, "Esensi Perbedaan Metode Kualitatif dan
Kuantitatif," Elastisitas: Jurnal Ekonomi Pembangunan 3, no. 2 (2021).
Santi Hajriyanti, Akmal Hawi, dan Syarmubi, "Pengaruh Penerapan Strategi Firing
Line Terhadap Pemahaman Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan
Agama Islam Kelask VII di SMP N Sukaraya Kecamatan Karang Jaya
Kabupaten Musi Rawas," Junal PAI Raden Fatah . Vol 3, No.1 (2021)
Syarnubi, Hakikat Evaluasi Dalam Pendidikan Islam, Jurnal Pai Raden Fatah ,vol. 5,
no. 2, April 2023
Toha Mas’um, Alat-alat dalam pendidikan perspektif islam, Cermin: Jurnal
manajemen dan pendidikan berbis islam nusantara, Vol:1, No:1,
November 2021

13

Anda mungkin juga menyukai