1445 H / 2023 M
KATA PENGANTAR
Makalah ini berisikan tentang " Hakikat alat Pendidikan dan hakikat
evaluasi pendidikan " penulis harapkan dengan makalah ini, semoga dapat
memberikan pengetahuan dan informasi kepada kita semua. Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun serta mendukung selalu penulis
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah
1. Apa itu alat – alat Pendidikan ?
2. Bagaimana hakikat alat Pendidikan ?
3. Bagaimana hakikat evaluasi Pendidikan ?
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian alat alat Pendidikan
2. Menjabarkan hakikat alat Pendidikan
3. Menjabarkan hakikat evaluasi Pendidikan
D. Manfaat Penulisan
1
BAB II
PEMBAHASAN
A.Hakikat alat-alat pendidikan
Alat pendidikan dalam istilah lain adalah media pembelajaran, dimana alat
ini memiliki peran penting dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Alat
memiliki peran sebagai perantara untuk lebih mudah dalam menyampaikan materi
bagi seorang pendidik dan menangkap serta memahami materi bagi peserta didik
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa alat merupakan bagian dari kelengkapan
kegiatan pembelajaran yang diterapkan oleh seorang pendidik, apapun metode dan
pendekatan yang digunakan.
(segala yang menjadikan sempurnanya sesuatu yang wajib, maka wajib juga
hukumnya).
Alat pendidikan Islam yaitu segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
mencapai tujuan pendidikan dengan demikian maka alat ini mencakup apa saja
yangdapat digunakan termasuk didalamnya pendidikan Islam. 1Alat pendidikan
Islam adalah cara dan segala apa saja yang dapat digunakan untuk menuntun atau
membimbing anak dalam masa pertumbuhannya agar kelak menjadi manusia
berkepribadian muslim yang diri dari oieh Allah SWT.
1
A. Rosmiaty Azis, ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta:Sibuku, 2016), 105.
2
a. Alat Pendidikan yang Bersifat
Benda Menurut Zakiah Drajat, alat pendidikan yang berupa benda adalah,
pertama media tulis, seperti al Qur'an, Hadits, Tauhid, Figh, Sejarah. Kedua Benda-
benda alam seperti hewan, manusia, tumbuh-tumbuhan dsb. Ketiga Gambar-gambar
yang dirancang seperti grafik. Keempat: Gambar yang diproyrksikan, seperti video,
transparan, in-focus. Kelima Audio recording (alat untuk didengar), seperti kaset,
tape radio.
Selain media yang digambarkan di atas, media pryeksi visual, dimana pesan
yang akan disampaikan harus diproyeksikan dengan proyektor, media ini cukup
2
Ibid, hlm.293-294
3
mahal. Yang termasuk media ini adalah film bingkai suatu film transparan yang
biasanya dibungkus bingkai, kemudian film bingkai dimana gambar pada film
bingkai berurutan yang merupakan satu kesatuan, seterusnya transparan (overhead
transparency), dan yang terakhir adalh miknfis, dimana milm transparan berisikan
lambing-lambang visual yang kecil yang tidak bias dilihat dengan mata telanjang.
Secara umum tidak terdapat perbedaan yang berarti tentang alat pendidikan
yang berbentuk benda, perbedaannya hanya terletak pada pemakaian istilah dalam
memformulasikan. Namun yang jelas, alat pendidikan dalam bentuk benda perlu
perlu digunakan dalm proses pendidikan dan pengajaran secara bervariasi sesuai
dengan situasi dan kondisi yang ada. Sebelum alat itu digunakan perlu diseleksi
untuk menentukan mana yang tepat sesuai dengan tujuan pendidikan islam, materi
dan sebagainya.
Selain alat/ media berupa benda, terdapat pula alat/media bukan berupa
benda, diantara alat media pengajaran yang bukan berupa benda itu adalah: (1)
keteladanan, (2) perintah larangan. (3) ganjaran dan hukuman, yang akan dijelaskan
berikut ini: 3
1) Keteladanan dan pembiasaan
Keteladanan. Pada umumnya manusia memerlukan figur identifikasi
(uswah al-hasanah) yang dapat membimbing manusia kearah kebenaran, untuk
memenuhi keinginan tersebutitu Allah mengutus Muhammad menjadi tauladan bagi
manusia. Kemudian kita diperintahkan untuk mengikuti Rasul, diantaranya
memberikan tauladan yang baik. Untuk menjadi sosok yang ditauladani, Allah
memerintahkan kepada manusia selaku khalifah fi al-Ardh mengerjakan perintah
Allah dan Rasul sebelum mengajarkannya kepada orang yang dipimpinnya.
Termasuk dalam hal ini sosok pendidik dapat ditauladani oleh anak didik.
Pendidik dalam konteks Ilmu Pendidikan Islam, berfungsi sebagai warasalu
al anbiya yang pada hakikatnya mengemban misi sebagai rahmatan al-'amin, yakni
suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan taat pada hukum-hukum
Allah. Kemudian misi ini dikembangkan pada pembentukan kepribadian yang
berjiwa tauhid, kretif, beramal shaleh serta bermoral tinggi. Sebagai warasalah al
anbiya seorang pendidik harus memiliki sifat-sifat yang terpji (mahmudah).
Menurut Al-Ghazali, seperti yang disitir oleh Fathiyah Hasan Sulaiman,
terdapat beberapa sifat penting yang harus dimiliki oleh seorang guru sebagai orang
yang diteladani, yaitu (1) amanah. dan tekun bekerja, (2) bersifat lemah lembut dan
kasih sayangterhadap murid. (3) dapat memahami dan berlapang dada dalam imu
serta orang-orang yang mengajarkannya, (4) tidak rakus pada materi, (5)
berpengetahuan luas, serta (6)istiqamah dan memegang teguh prinsip. Al-Ghazali
juga menembahkan bahwa terdapat beberapa sifat penting yang harus
terintemalisasi dalam diri mund, yaitu (1) pendah hati, (2) mensucikan diri dari
segala keburukan, serta (3) taat dan istiqamah. Karena beberapa sifat terakhir perfu
3
Ibid, hlm.295-297
4
dimiliki murid, maka guru naka guru hendaknya menjadi teladan dan sifat-sifat
tersebut.
Pembiasaan. Yang dimaksud dengan pembiasaan, adalah memeberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk senantiasa mengamalkan ajaran
agamanyadan/ atau akhlakul karimah Ramayulis menyebutkan pula pembiasaan
adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan
terlebih dahulu dan berlaku begitu saja tanpa dipikirkan. Dengan pembiasaan
pendidikan memberikan. kesempatan kepada peserta didik terbiasa mengamalkan
ajaran agamanya, baik secara individu maupun kelompok dalam kehidupan sehari-
hari. Pembiasaan juga berarti membiasakan sikap atau perilaku yang baik sesuai
dengan ajaran islam, seperti membiasakan anak didik untuk melaksanakan sholat
wajib lima waktu dan sholat sunah. Serta mereka betul-betul mampu atau terampil
mengamalkannya dalam kehidupan. sehari-hari. Pembiasaan merupakan cara yang
paling efektif dalam menanamkan nilai-nilai moral kedalam jiwa anak didik. Dan
agama sangat mementingkan pendidikan pembiasaan, Karena dengan pembiasaan
itulah diharapkan peserta didik mengamalkan ajaran agamanya secara
berkelanjutan.
Dalam memberikan perintah terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu
(1) jangan memberikan perintah kecuali karena diperlukan (2) hendaknya perintah
itu dengan ketetapan hati dan niat yang baik, (3) jangan memerintahkan kedua
kalinya jika perintah pertama belum dilaksanakan, (4) perintah hendaknya bersifat
umum, bukan bersifat khusus.
Larangan, Disamping memberi perintah, sering kali pula pendidik harus melarang
perbuatan anak-anak. Larangan itu biasanya dikeluarkan jika anak melakukan
sesuatu yang tidak baik yang mungkin dapat membahayakan dirinya. Larangan,
sebenamya sama saja dengan perintah, Kalau perintah merupakan suatu keharusan
untuk berbuat sesuatu yang bermanfaan maka larangan merupakan keharusan
untuk tidak melakukan sesuatu yang merugikan. Misalnya larangan untuk bercakap-
cakap dengan suara besar, larangan melakukan perbuatan yang tidak baik, larang
untuk bergaul dengan orang- orang asusila, dsb. Biasanya larangan ini disertai
5
dengan sangsinya.
Sejak dahulu hukuman dianggap sebagai alat mendidik yang paling akhir,
apabila alat pendidikan lainnya tidak dapat memberikan perobahan pada peserta
didik.
Di bidang pendidikan, hukuman itu diaksanakan karena dua hal, yaitu:
4
Toha Mas’um, Alat-alat dalam pendidikan perspektif islam, Cermin: Jurnal manajemen dan pendidikan
berbis islam nusantara, Vol:1, No:1, November 2021
6
B.Hakikat Evaluasi Pendidikan
1. Pengertian Evaluasi
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation; dalam
bahasa Arab: al-Taqdir; dalam bahasa Indonesia berarti: penilaian. Akar katanya
adalah value; dalam bahasa Arab: al-Qiimah; dalam bahasa Indonesia. berarti;
nilai. Dengan demikian secara harfiyah, evaluasi pendidikan (educational
evaluation al-Taqdir al-Tarbawiy dapat diartikan sebagai: penilaian dalam
(bidang) pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
kegiatan pendidikan. Adapun dari segi istilah, sebagaimana dikemukakan oleh
Edwin Wandt dan Gerald W. Brown (1977): suatu tindakan atau suatu proses
untuk menentukan nilai dari sesuatu."5
Evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila dalam
pelaksanaannya senantiasa berpeganga pada tiga prinsip dasar berikut ini: (1)
prinsip keseluruhan, (2) prinsip kesinambungan, dan (3) prinsip obyektivitas. 10
5
Muhammad Firmansyah, et.al, "Esensi Perbedaan Metode Kualitatif dan Kuantitatif," Elastisitas: Jurnal
Ekonomi Pembangunan 3, no. 2 (2021).
7
evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila evaluasi
hasil belajar tersebut dilaksanakan secara bulat, utuh atau menyeluruh.
Harus senantiasa diinngat bahwa evaluasi hasil belajar itu tidak boleh
dilakukan secara terpisah-pisah atau sepotong demi sepotong, melainkan harus
dilaksanakan secara utuh dan menyeluruh. Dengan kata lain, evaluasi hasil
belajar harus dapat mencakup berbagai aspek yang dapat menggambarkan
perkembangan atau perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri peserta didik
sebagai makhluk hidup dan bukan benda mati. Dalam hubungan ini, evaluasi hasil
belajar disamping dapat mengungkap aspek proses berpikir (cognitive domain)
juga dapat mengungkap aspek kejiwaan. lainnya, yaitu aspek nilai atau sikap
(affektive domain) dan aspek keterampilan (psycomotor domain) yang melekat
pada diri masing-masing individu peserta didik. 6
Maka dari itu jika dikaitkan dengan proses pembelajaran pendidikan agama
Islam, maka evaluasi hasil belajar dalam mata pelajaran pendidikan agama Islam
itu hendaknya bukan hanya mengungkapkan pemahaman peserta didik terhadap
ajaran-ajaran agam Islam, melainakan juga harus dapat mengungkap: sudah
sejauh mana peserta didik dapat menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran
agama Islam tersebut dalam kehidupan mereka. sehari-hari. Prinsip yang melihat
semua aspek, meliputi kepribadian, ketajaman hafalan, pemahaman ketulusan,
kerajinan, sikap kerjasama,tanggung jawab (Q.S. Al-Zalzalah: 7-8).
c. Prinsip Objektivitas
6
Santi Hajriyanti, Akmal Hawi, dan Syarmubi, "Pengaruh Penerapan Strategi Firing Line Terhadap
Pemahaman Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Kelask VII di SMP N Sukaraya
Kecamatan Karang Jaya Kabupaten Musi Rawas," Junal PAI Raden Fatah . Vol 3, No.1 (2021): 62
8
Selanjutnya, dalam mengevaluasi haruslah berdasarkan kenyataan yang
sebenarnya, tidak boleh dipengaharui oleh hal-hal yang bersifat emosional dan
irasional. Allah SWT memerintahkan agar seseorang berlaku adil dalam
mengevaluasi. Jangan karena kebencian menjadikan ketidak objektifan evaluasi
yang dilakukan. Nabi SAW pernah bersabda: "Andai kata Fatimah binti
Muhammad itu mencuri, niscaya aku tidak segan-segan untuk memotong kedua
tangannya". Demikian pula halnya dengan Umar bin Khottob yang mencambuk
anaknya karena ia berbuat zina. Prinsip ini dapat ditetapkan bila
penyelenggaraan pendidikan mempunyai sifat sidiq,jujur, ikhlas, ta'awun, ramah,
dan lainnya.
Secara umum tujuan evaluasi pendidikan Islam di arahkan pada dua dimensi
di atas. Apakah pendidikan Islam telah berhasil menggarap secara integral kedua
dimensi tersebut dalam prakteknya di lapangan? Sejauh mana pencapaian yang
telah diperoleh pendidikan Islam dalam kaitannya dengan pembentukan al-insan
al-kamil? Kendala apa saja yang dihadapi dalam proses kependidikan Islam untuk
mencapai tujuannya? Jawaban terhadap pertanyaan tersebut hendaknya
terungkap melalui proses evaluasi yang dilakukan terhadap pendidikan Islam.
Kesemua ini merupakan tujuan umum pelaksanaan evaluasi dalam pendidikan
Islam.7
7
Muhamad Fauzi et al., "Budaya Belajar Santri Berprestasi di Pondok Pesantren,"Prosiding Seminar
Nasional Vol 1, no. 1 (2023): 144
9
kepada yang cerdas diberi penghayatan agar ia terus meningkatkan
kemampuannya ke arah yang lebih baik lagi. Kemudian tujuan evaluasi dalam
pendidikan Islam adalah untuk menilai pendidik, yaitu sejauh mana ia telah
bersunguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan
pendidikan Islam.
8
Ahmad Yani, Manajemen Majelis Taklim (Jakarta: Khairu Ummah, 2021)
9
Syarnubi, Hakikat Evaluasi Dalam Pendidikan Islam, Jurnal Pai Raden Fatah ,vol. 5, no. 2, April 2023
10
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
13