Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH PROSES INTRAMOLEKUL :

PROSES FLUORESENSI DAN FOSFORISENSI


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kinetika Kimia
Dosen Pengampu:
Dr. Yayuk Andayani, M. Si

Disusun Oleh:
1. Alya Baiti Rahmi : E1M022023
2. Fitri Mardiah : E1M022031
3. Moh. Muzakki Pangestu Arip : E1M022068
4. Gesti Maharani : E1M022079

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada
mata kuliah Kinetika Kimia. Selain Itu, Makalah Ini Juga Bertujuan Untuk Menambah
Wawasan Tentang Proses intramolekul : proses fluoresensi dan fosforisensi bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Yayuk Andayani, M.Si. selaku dosen
mata kuliah Kinetika Kimia yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari,
makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Jumat, 8 september 2023

penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................
KATA BPENGANGTAR..................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................................
A. Latar Belakang......................................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................................
C. Tujuan.....................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
A. Pengertian Fluoresensi Dan Fosforesensi............................................................
B. Variabel Yang Mempengaruhi Peristiwa Fluoresensi Dan Fosforesensi
C. Prinsip Kerja Fluoresensi Dan Fosforesensi
D. Proses Intramolekul Fluoresensi Dan Fosforesensi
E. Pengaruh Radiasi Terhadap Fluoresensi dan fosforisensi
F. Pengaruh Intesitas Terhadap Fluoresensidan fosforisensi
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fotokimia merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari reaksi yang dissebabkan
oleh cahaya. Proses intramolekul dari fotokimia mencakup tentang fluoresensi dan
fosforesensi. Lingkungan sekitar banyak sekali terdapat benda-benda yang dapat
memancarkan sinar ketika terkena cahaya, sinar yang dipancarkan benda-bendaa tersebut
beragam sesuai dengan warna benda dasar tersebut, namun benda tersebut berhenti
memancarkan sinar ketiika sumber radiasinya berhenti. Hal ini dapat terjadi karena
molekul yang pada permukannya mengabsorbsi sebuah radiasi cahaya untuk mncapai
suatu keadan tereksitasi dan kemudian memancarkan cahaya pada waktu kembali
ketingkat dasar, dikatakan mengalami fotoluminesensi dimana fotoluminesensi terjadi
hanya didalam beberapa molekul yang dapat mengalami emisi foton yang tertentu setelah
terjadi eksitasi yang kemudian kembali kekeadaan dasar. Emisi dari cahaya ini dapat
dikatakan sebagai peristiwa fluorisensi, benda-benda yang dapat mengalami fluorisensi
hanya benda yang mengandung fluor.
Fluor adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodic yang memiliki lambang F dan
nomor atom 9. Namanya berasal dari bahasa laatin fluere berarti “mengalir”. Ia
merupakan gas halogen univalent beracun berwarna kuning-hijau yang paling reaktif
secara kimia dan elektronegatif dari seluruh unsur. Dalam bentuk murninyaa, dia sangat
berbahaya, dapat menyebabkan pembakaran kimia parah begitu berhubungan dengan
kulit. Fluoresensi adalah pancaran sinar pada saat suatu zat terkenai cahaya. Hal ini
kareaa sifat butir Kristal suatu zat jika mendapatkaan ransangan berupa cahaya akan
langsung memancarka cahayanya sendiri dan berhenti memancar jika rangsangan itu
dihilangkan. Contoh rambu-rambu lalu lintas, beberapa jenis cat, dan stiker yang bersifat
fluoresenssi. Selain fluoresensi proses intramolekul juga dapat berupa proses
fosforesensi. Fosforesensi atau pendar adalah proses suatu molekul melangsungkan suatu
transisi (emisi) dari tingkat triplet ketingkat dasar. Fosforesenssi, pemancaran kembali
sinar oleh molekul yang telah menyerap energi sinar dalam waktu yang relatif lebih lama
(10⁻⁴ detik). Jika penyinaran kemudian dihentikkan, pemancaran kembali masih dapat
berlangsung. Fosforesensi berasal dari transisi antara tingkat-tingkat energi elektronik
tripelt ke singlet dalam suatu molekul.
Dalam ilmu kimia, suatu zat bisa menyala dalam gelap diawali dari akibat adanya
eksitasi elektron yang terjadi didalam zat tersebut karena menerima energi dari luar
(seperti terkena gelombang cahaya), kemudian saat elektronnya kembali ke orbital
dasarnya, terjadi pelepasan energinya kembali (emisi) dalam bentuk gelombang yang
tampak berupa cahaya/pendar. Fosforesensi dapat menyimpaan energi lebih lama,
sehingga akan memancarkan cahaya (berpendar) lebih lama dari pada fluoresensi.
Dalam fluoresensi, spesies pertama kali tereksitasi, dengan menyerap foton, dari
keadaan elektronik dasar ke salah satu dari berbagai keadaan getaran dalam keadaan
elektronik tereksitasi. Tumbukan dengan molekul lain menyebabkan molekul tereksitasi
kehilangan energi vibrasi hingga mencapai keadaan vibrasi paling rendah dari keadaan
elektronik tereksitasi. Proses ini sering divisualisasikan dengan diagram Jablonski .
Molekul tersebut kemudian turun ke salah satu dari berbagai tingkat getaran keadaan
elektronik dasar lagi, memancarkan foton dalam prosesnya. Karena molekul dapat turun
ke salah satu dari beberapa tingkat getaran dalam keadaan dasar, foton yang dipancarkan
akan memiliki energi dan frekuensi yang berbeda. Oleh karena itu, dengan menganalisis
berbagai frekuensi cahaya yang dipancarkan dalam spektroskopi fluoresen, beserta
intensitas relatifnya, struktur tingkat getaran yang berbeda dapat ditentukan.
Untuk spesies atom, prosesnya serupa; namun, karena spesies atom tidak memiliki
tingkat energi getaran, foton yang dipancarkan seringkali memiliki panjang gelombang
yang sama dengan radiasi yang datang. Proses memancarkan kembali foton yang diserap
ini disebut "fluoresensi resonansi" dan meskipun merupakan karakteristik fluoresensi
atom, hal ini juga terlihat pada fluoresensi molekuler.
Dalam pengukuran fluoresensi (emisi) yang khas, panjang gelombang eksitasi tetap
dan panjang gelombang deteksi bervariasi, sedangkan dalam pengukuran eksitasi
fluoresensi panjang gelombang deteksi tetap dan panjang gelombang eksitasi bervariasi
di seluruh wilayah yang diinginkan. Peta emisi diukur dengan mencatat spektrum emisi
yang dihasilkan dari rentang panjang gelombang eksitasi dan menggabungkan semuanya.
Ini adalah kumpulan data permukaan tiga dimensi: intensitas emisi sebagai fungsi eksitasi
dan panjang gelombang emisi, dan biasanya digambarkan sebagai peta kontur.
Perangkat yang mengukur fluoresensi disebut fluorometer
Instrumentasi
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Fluoresensi Dan Fosforesensi?
2. Apa Saja Variabel Yang Mempengaruhi Peristiwa Fluoresensi Dan Fosforesensi?
3. Bagaimana Prinsip Kerja Fluoresensi Dan Fosforesensi?
4. Bagaimana Proses Intramolekul Fluoresensi Dan Fosforesensi?
5. Bagaimana Pengaruh Radiasi Terhadap Fluoresensi?
6. Bagaimana Pengaruh Intesitas Terhadap Fluoresensi?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Fluoresensi Dan Fosforesensi
2. Mengetahui Variabel Yang Mempengaruhi Peristiwa Fluoresensi Dan Fosforesensi
3. Mengetahui Prinsip Kerja Fluoresensi Dan Fosforesensi
4. Mengetahui Proses Intramolekul Fluoresensi Dan Fosforesensi
5. Mengetahui Pengaruh Radiasi Terhadap Fluoresensi dan fosforisensi
6. Mengetahui Pengaruh Intesitas Terhadap Fluoresensi dan fosforisensi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Fluoresensi dan fosforisensi
Fluorisensi adalah proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu materi setelah
tereksitasi oleh berkas cahaya berenergi tinggi (sinar ultraviolet atau cahaya tampak oleh
molekul fluoresensi atau subtruktur). Dengan demikian, fluoresensi menyerap energy
dalam bentuk cahaya pada panjang gelombang spesifik dan membebaskan energy alam
bentuk cahaya yang dipancarkan pada panjang gelombang yang lebih tinggi. Emisi
cahaya terjadi karena proses absorbsi cahaya oleh atom yang mengakibatkan keadaan
atom tereksitasi. Keadaan atom yang tereksitasi akan kembali keadaan semula dengan
melepaskan energi yang berupa cahaya (de-eksitasi). Fluoresensi merupakan proses
perpindahan tingkat energi dari keadaan atom tereksitasi (S1 atau S2) menuju ke keadaan
stabil (ground states). Dalam beberapa kasus, energy cahaya yang dipancarkan lebih
rendah daripada radiasi ketika diserap karna memiliki panjang gelobang yang lebih
panjang. Namun, satu electron dapat menyerap dua foton ketika radiasi elektromagnetik
diserap sangag rapat. Pancaran radiasi dengan panjang gelombang lebih pendek dari
radiasi yang diserap dapat dihasilkan dari penyerapan kedua foton ini. Ketika cahaya
dipancarkan dari sperektrum yang terlihat dan radiasi diserap di wilayah ultraviolet
sprektrum tetapi tidak terlihat. Sedangkan fosforesensi atau pendar adalah proses dimana
molekul yang telah menyerapi cahaya untuk jangka waktu yang lebih lama (10 ⁻⁴)
memancarkan kembali cahaya. Penyinaran dapat berlamjut (setelah pendaran) meskipun
penyinaran dihentikan. Transisi molekul dari tingkat energy elektronik triplet
menghasilkan pendar.
Proses fluoresensi berlangsung kurang lebih 1 nano detik sedangkan proses
fosforesensi berlangung lebih lama, sekitar 1 sampai dengan 1000 mili detik. Fluoresensi
dan pendar adalah jenis metode pendaran molekuler. Sebuah molekul analit menyerap
foton dan mengeksitasi suatu spesies. Spektrum emisi dapat memberikan analisis
kualitatif dan kuantitatif. Istilah fluoresensi dan pendar biasanya disebut fotoluminesensi
karena keduanya sama dalam eksitasi yang ditimbulkan oleh penyerapan
foton. Fluoresensi berbeda dari pendar karena transisi energi elektronik yang bertanggung
jawab atas fluoresensi tidak berubah dalam putaran elektron, yang menghasilkan elektron
berumur pendek (<10⁻⁵ detik) dalam keadaan tereksitasi fluoresensi. Dalam pendar,
terjadi perubahan putaran elektron, yang mengakibatkan masa tereksitasi lebih lama
(detik hingga menit). Fluoresensi dan pendar terjadi pada panjang gelombang yang lebih
panjang dibandingkan radiasi eksitasi.
Fluoresensi dapat terjadi dalam sistem kimia gas, cair, dan padat. Jenis fluoresensi
sederhana adalah dengan mengencerkan uap atom. Contoh fluoresensi adalah jika
elektron 3s dari atom natrium yang menguap tereksitasi ke keadaan 3p melalui
penyerapan radiasi pada panjang gelombang 589,6 dan 589,0 nm. Setelah 10 -8 detik,
elektron kembali ke keadaan dasar dan saat kembali ia memancarkan radiasi dengan dua
panjang gelombang ke segala arah. Jenis fluoresensi di mana radiasi yang diserap
dipancarkan tanpa perubahan frekuensi dikenal sebagai fluoresensi resonansi. Fluoresensi
resonansi juga dapat terjadi pada spesies molekuler. Pita fluoresensi molekul berpusat
pada panjang gelombang yang lebih panjang dari garis resonansi. Pergeseran menuju
panjang gelombang yang lebih panjang disebut sebagai Pergeseran Stokes.
Contoh fluoresensi dan fosforesensi dalam kehidupan sehari-hari yaitu cahaya yang
berpendar dari uang kertas akibat terkena sinar ultraviolet (UV), hal ini dilakukan untuk
mengecek apakah uang tersebut asli atau tidak. Pada uang kertas, fluoresensi digunakan
untuk melindungi dari pemalsuan. Banyak uang yang memiliki tanda khsusus yang hanya
terlihat dibawah sinar UV, sehingga uang sulit untuk dipalsukan. Misalnya serat atau tinta
yang mengandung senyawa fluoresen tertentu akan bersinar dan mejadi terlihat. Keika
uang tersebut disinari dengsn sinar sinar ultraviolet (UV), senyawa fluoresen ini akan
menyerap cahaya UV dan segera memancarkan cahaya oleh mata manusia.
B. Variabel-variabel Yang Mempengaruhi Peristiwa Fluoresensi Dan Fosforesensi
Ada beberapa beberapa variabel yang berpengaruh pada flouresensi
danfosforesensi,yaitu :
1.Hasil kuatum (efisiensi kuantum, quantum yield)
Efisiensi kuantum merupakan bilangan yang menyatakan perbandingan antara
jumlah molekul yang berflouresensi terhadap jumlah total molekul yang tereksitasi.
Besarnya efisiensi kuantum (ϕ) adalah :
0≤ϕ≤1
Nilai ϕ yang diharapkan adalah mendekati 1, yang berarti efisiensi flouresensi
sangat tinggi. Selain flouresensi, molekul molekul yang tereksitasi juga mengalami
beberapa proses deaktivitas dengan demikian maka efesiensi flouresensi ditentukan
oleh tetapan laju (rate constant). Proses flouresensi dibandingkan dengan tetapan
laju proses-proses deaktivitas yang lain. Hasil kuantum atau efisiensi
kuantum digunakan untuk mengukur kemungkinan suatu molekul akan berpendar atau
tidak berpendar. Untuk fluoresensi dan pendar adalah perbandingan jumlah molekul
yang berpendar dengan jumlah total molekul yang tereksitasi. Untuk molekul yang
sangat berfluoresensi, efisiensi kuantumnya mendekati satu. Molekul yang tidak
berfluoresensi memiliki efisiensi kuantum yang mendekati nol.
Hasil kuantum fluoresensi (ϕ) untuk suatu senyawa ditentukan oleh konstanta laju
relatif (k) dari berbagai proses penonaktifan dimana keadaan singlet tereksitasi
terendah dinonaktifkan ke keadaan dasar. Proses penonaktifan termasuk fluoresensi
(KF), persilangan antar sistem (K), konversi internal (K IC), predisosiasi (KPD), disosiasi
(KD), dan konversi eksternal (KEc) memungkinkan seseorang untuk menafsirkan secara
kualitatif faktor struktural dan lingkungan yang mempengaruhi intensitas
fluoresensiEfisiensi fluoresensi dapat dinyatakan dengan besaran hasil kuantum
fluoresensi (ϕ), yang mana :

Menggunakan persamaan ini sebagai contoh untuk menjelaskan fluoresensi, nilai


laju fluoresensi yang tinggi (k f ) dan nilai yang rendah dari semua suku konstanta laju
relatif lainnya (k F +k I +k EC +k IC +k PD +k D) akan memberikan yang besar ϕ, yang
menunjukkan bahwa fluoresensi ditingkatkan. Besaran kf, kd, dan kpd bergantung
pada struktur kimianya, sedangkan konstanta ki, kec, dan kic lainnya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan.
Fluoresensi jarang terjadi akibat penyerapan radiasi ultraviolet dengan panjang
gelombang lebih pendek dari 250 nm karena radiasi pada panjang gelombang ini
mempunyai energi yang cukup untuk menonaktifkan elektron dalam keadaan
tereksitasi melalui pradisosiasi atau disosiasi. Ikatan beberapa molekul organik akan
putus pada 140 kkal/mol, yang setara dengan radiasi 200 nm. Untuk alasan
ini,σ→σ∗→∗ transisi dalam fluoresensi jarang diamati. Sebaliknya, emisi dari transisi
yang kurang energiknya akan terjadi π∗→ π∗→ atau π∗→ n∗→transisi.
Molekul yang tereksitasi secara elektronik akan kembali ke keadaan tereksitasi
terendah melalui relaksasi getaran yang cepat dan konversi internal, yang tidak
menghasilkan emisi radiasi. Fluoresensi muncul dari transisi dari tingkat getaran
terendah dari keadaan elektronik tereksitasi pertama ke salah satu tingkat getaran
dalam keadaan dasar elektronik. Pada sebagian besar senyawa fluoresen, radiasi
dihasilkan oleh aπ∗→ π∗→ atauπ∗→ n∗→transisi bergantung pada mana yang
memerlukan energi paling sedikit agar transisi dapat terjadi.
Fluoresensi paling sering ditemukan pada senyawa dengan transisi energi
terendahπ→π∗→∗ (keadaan singlet bersemangat) daripadan →π∗→∗ yang
menunjukkan bahwa efisiensi kuantum lebih besarπ→π∗→∗transisi. Alasannya adalah
absorptivitas molar, yang mengukur kemungkinan terjadinya transisi, adalah
π→π∗→∗ transisi 100 hingga 1000 kali lipat lebih besar darin →π∗→∗
proses. Seumur hidupπ→π∗→∗(10 -7 hingga 10 -9 detik) lebih pendek dari masa
pakainyan →π∗→∗ (10 -5 hingga 10 -7 ).
Efisiensi kuantum berpendar adalah kebalikan dari fluoresensi yang terjadi
din →π∗→∗ keadaan tereksitasi yang cenderung berumur pendek dan kurang rentan
terhadap penonaktifan dibandingkanπ→π∗→∗ keadaan rangkap tiga. Persimpangan
antarsistem juga lebih mungkin terjadiπ→π∗→∗ keadaan tereksitasi daripada
untukn →π∗→∗ keadaan ini karena perbedaan energi antara keadaan singlet dan triplet
besar dan kemungkinan terjadinya kopling spin-orbit lebih kecil.
2. Fluoresensi dan Struktur
Fluoresensi paling intens terdapat pada senyawa yang mengandung gugus aromatik
dengan energi rendah π→π∗→∗ transisi. Beberapa struktur karbonil alifatik, alisiklik,
dan ikatan rangkap terkonjugasi tinggi juga menunjukkan fluoresensi. Kebanyakan
hidrokarbon aromatik tak tersubstitusi juga berfluoresensi dalam larutan. Efisiensi
kuantum meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah cincin dan derajat
kondensasi. Heterosiklus sederhana seperti struktur yang tercantum di bawah ini tidak
menunjukkan fluoresensi.
Dengan nitrogen heterosiklik, terjadi transisi energi terendahn →π∗→∗sistem yang
dengan cepat berubah menjadi keadaan triplet dan mencegah fluoresensi. Meskipun
heterosiklik sederhana tidak berfluoresensi, struktur cincin leburan dapat
berfluoresensi. Misalnya, fusi cincin benzena ke struktur heterosiklik menghasilkan
peningkatan absorptivitas molar pada pita serapan. Masa tereksitasi dalam struktur fusi
dan fluoresensi diamati. Contoh senyawa fluoresen ditunjukkan di bawah ini.

Substitusi cincin benzena menyebabkan pergeseran maksimum serapan panjang


gelombang dan perubahan emisi fluoresensi. Tabel di bawah ini digunakan untuk
mendemonstrasikan dan menunjukkan secara visual bahwa ketika benzena disubstitusi
dengan peningkatan penambahan metil, intensitas relatif fluoresensi meningkat.

Intensitas relatif perbandingan fluoresensi dengan benzena tersubstitusi alkana.

Intensitas relatif fluoresensi meningkat seiring dengan meningkatnya spesies


teroksigenasi dalam substitusi. Nilai peningkatan tersebut ditunjukkan pada tabel di
bawah ini.
Perbandingan intensitas relatif fluoresensi dengan benzena dengan benzena
tersubstitusi teroksigenasi
Pengaruh substitusi halogen menurunkan fluoresensi seiring dengan meningkatnya
massa molar halogen. Ini adalah contoh “efek atom berat” yang menunjukkan bahwa
kemungkinan persilangan antarsistem meningkat seiring dengan bertambahnya ukuran
molekul. Seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah, seiring dengan meningkatnya
massa molar senyawa tersubstitusi, intensitas relatif fluoresensi menurun.
Perbandingan intensitas fluoresensi relatif dengan senyawa tersubstitusi halogen

Dalam substitusi atom berat seperti turunan nitro atau substitusi halogen berat
seperti iodobenzena, senyawanya mengalami pradisosiasi. Senyawa-senyawa tersebut
mempunyai ikatan yang mudah putus yang kemudian dapat menyerap energi eksitasi
dan melalui konversi internal. Oleh karena itu, intensitas relatif fluoresensi dan
panjang gelombang fluoresen tidak diamati dan hal ini ditunjukkan pada tabel di
bawah.
Intensitas fluoresen relatif dari senyawa turunan iodobenzena dan nitro
Asam karboksilat atau gugus karbonil pada cincin aromatik umumnya
menghambat fluoresensi karena energinyan →π∗transisi kurang
dariπ→π∗transisi. Oleh karena itu, hasil fluoresensi darin →π∗transisinya rendah.
Intensitas fluoresen relatif asam benzoat

3. Pengaruh Kekakuan Struktural pada Fluoresensi


Fluoresensi terutama disukai pada molekul dengan struktur kaku. Fluoresensi
dapat terjadi dengan baik jika molekul-molekuk memiliki struktur yang kaku
(rigid). Tabel di bawah ini membandingkan efisiensi kuantum fluor dan bifenil yang
keduanya memiliki struktur serupa sehingga terdapat ikatan antara kedua gugus
benzena. Perbedaannya adalah fluorene lebih kaku dari penambahan kelompok
penghubung metilen. Dengan melihat tabel di bawah, fluorena kaku memiliki
efisiensi kuantum yang lebih tinggi dibandingkan bifenil tidak kaku yang
menunjukkan bahwa fluoresensi lebih disukai pada molekul kaku.
Efisiensi Kuantum dalam Struktur Kaku vs. Tidak Kaku
Konsep kekakuan ini digunakan untuk menjelaskan peningkatan fluoresensi zat
pengkhelat organik ketika senyawa dikomplekskan dengan ion logam. Intensitas
fluoresensi 8-hidroksikuinolin jauh lebih sedikit dibandingkan kompleks sengnya.

Penjelasan atas efisiensi kuantum yang lebih rendah atau kurangnya kekakuan
disebabkan oleh peningkatan laju konversi internal (k ic ) yang meningkatkan
kemungkinan terjadinya penonaktifan tanpa radiasi. Molekul tidak kaku juga dapat
mengalami getaran frekuensi rendah yang menyebabkan hilangnya energi dalam
jumlah kecil.

4. Efek Suhu dan Pelarut


Efisiensi kuantum Fluoresensi menurun dengan meningkatnya suhu. Ketika
suhu meningkat, frekuensi tumbukan meningkat yang meningkatkan kemungkinan
penonaktifan melalui konversi eksternal. Pelarut dengan viskositas lebih rendah
memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk dinonaktifkan melalui konversi
eksternal. Fluoresensi suatu molekul berkurang ketika pelarutnya mengandung atom
berat seperti karbon tetrabromida dan etil iodida, atau ketika atom berat disubstitusi
ke dalam senyawa berfluoresensi. Interaksi putaran orbital dihasilkan dari
peningkatan laju pembentukan triplet, yang menurunkan kemungkinan
fluoresensi. Atom berat biasanya dimasukkan ke dalam pelarut untuk meningkatkan
pendar.
5. Pengaruh pH pada Fluoresensi
Fluoresensi senyawa aromatik dengan cincin substituen basa atau asam
biasanya bergantung pada pH. Panjang gelombang dan intensitas emisi berbeda
untuk bentuk senyawa terprotonasi dan tidak terprotonasi seperti yang diilustrasikan
pada tabel di bawah ini:
Perbandingan efisiensi kuantum akibat protonasi
Perubahan emisi senyawa ini timbul dari sejumlah struktur resonansi berbeda
yang terkait dengan bentuk asam dan basa molekul. Bentuk resonansi tambahan
memberikan keadaan tereksitasi pertama yang lebih stabil, sehingga menyebabkan
fluoresensi di wilayah ultraviolet. Struktur resonansi senyawa basa anilin dan ion
anilinium asam ditunjukkan di bawah ini:

Anilin dasar Fluoresensi senyawa tertentu telah digunakan untuk mendeteksi titik
akhir dalam titrasi asam basa. Contoh fluoresensi jenis ini yang terlihat pada senyawa
sebagai fungsi pH adalah bentuk fenolik dari asam 1-naftol-4-sulfonat. Ini senyawa
tidak dapat dideteksi oleh mata karena terjadi di daerah ultraviolet, namun dengan
penambahan basa, senyawa tersebut diubah menjadi ion fenolat, pita emisi bergeser
ke panjang gelombang tampak sehingga dapat dilihat secara visual. Konstanta
disosiasi asam untuk molekul yang tereksitasi berbeda untuk spesies yang sama
dalam keadaan dasar. Perubahan konstanta disosiasi asam atau basa ini berbeda
empat atau lima kali lipat.
Oksigen terlarut mengurangi intensitas fluoresensi dalam larutan, yang dihasilkan
dari oksidasi spesies berfluoresensi yang diinduksi secara fotokimia. Pendinginan
terjadi dari sifat paramagnetik oksigen molekuler yang mendorong persilangan
antarsistem dan konversi molekul tereksitasi ke keadaan triplet. Sifat paramagnetik
cenderung memadamkan fluoresensi .
6. Pengaruh Konsentrasi terhadap Intensitas Fluoresensi
Kekuatan emisi fluoresensi F sebanding dengan daya pancaran sebanding dengan
daya pancaran berkas eksitasi yang diserap sistem. Persamaan di bawah ini paling
menggambarkan hubungan ini.

Sejak ϕ FK” konstan dalam sistem, direpresentasikan di K'. Tabel di bawah


mendefinisikan variabel-variabel dalam persamaan ini.
Definisi semua variabel yang didefinisikan dalam Emisi Fluoresensi (F) pada P
ersamaan 1
Emisi fluoresensi (F) dapat dikaitkan dengan konsentrasi (C) menggunakan
Hukum Beer yang menyatakan:

Di mana ϵ adalah absorptivitas molar dari molekul yang berfluoresensi. Penulisan


Ulang Persamaan 2 memberikan:

Mengganti Persamaan 10.1.3 ke dalam Persamaan 10.1.2 dan memfaktorkan


keluar P0 memberi kita persamaan ini:

De
ret MacLaurin dapat digunakan untuk menyelesaikan suku eksponensial.

Mengingat bahwa ( 2,303 ϵ b c) = Absorbansi < 0,05 (2.303) = Daya serap <0,05,
semua suku berikutnya setelah suku pertama dapat dihilangkan karena kesalahan
maksimumnya adalah 0,13%. Hanya menggunakan suku pertama, Persamaan
10.1.5dapat ditulis ulang menjadi:

Persamaan 10.1.6 dapat diperluas ke persamaan di bawah ini dan disederhanakan


untuk membandingkan emisi fluoresensi F dengan konsentrasi. Jika persamaan di
bawah ini diplot dengan F versus c, hubungan linier akan terlihat.

Jika C menjadi begitu besar sehingga serapannya > 0,05, maka suku-suku dalam
Persamaan semakin tinggi 10.1.5mulai menjadi lebih penting dan linearitasnya
hilang. F kemudian terletak di bawah ekstrapolasi plot garis lurus. Penyerapan
berlebihan ini merupakan penyerapan primer. Penyebab lain dari penurunan
linearitas negatif ini adalah serapan sekunder ketika panjang gelombang emisi
tumpang tindih dengan pita serapan. Hal ini terjadi ketika emisi melintasi larutan dan
diserap kembali oleh molekul lain melalui analit atau spesies lain dalam larutan, yang
menyebabkan penurunan fluoresensi.

C. Poses intramolekul pada peristiwa fluoresensi dan fosforesensi.


Intermolekul dalam kimia menjelaskan suatu proses atau karakteristik terbatas
dalam struktur molekul tunggal, sifat atau fenomena terbatas pada tingkat molekul tunggal.
Ketika molekul kedua berinteraksi dengan nolekul dalam keadaan tereksitasi. Interaksi
tersebut (tabrakan) dapat menyebabkan hilangnya energy pada molekul dalam keadaan
tereksitasi dalam bentuk panas, yang disebut pendinginan fisik, atau dapata menyebabkan
energy yang akan ditransfer ke molekul kedua dengan atau tanpa transfer electron. Banyak
senyawa kimia memiliki sifat fotolumenensia (dapat dieksitasi oleh cahaya dan
memancarkan kembali sinar dengan panjang gelombang sama atau berbeda dengan
semula). Ada dua peristiwa fotolumenensia : fluoresensi dan fosforesensi.
Molekul diamagnetic menyerap cahaya sehingga electron berpindah dari singlet
dasar (S0) ke singlet bereksitasi (S1, S2, S3…..) dengan energy yang cukup melalui
penyerapan foton oleh molekul-molekul suatu senyawa. Hal ini menyebabkan terjadinya
interaksi berupa tumbukan antar molekul reaktan. Molekul terekstraksi dapat mengalami
transisi tanpa radiasi dari keadaan tinggi ke keadaan rendah (S 1 ke S0) karena kehilangan
energy vibrasi.
Diagram Jablonski :
Diagram Jablonski yang digambar di bawah adalah diagram energi parsial yang
mewakili energi molekul fotoluminesen dalam keadaan energi yang berbeda. Garis
horizontal terendah dan paling gelap mewakili energi elektronik keadaan dasar molekul
yang merupakan keadaan singlet yang diberi label sebagai S ₕₐ ₜ. Pada suhu kamar,
sebagian besar molekul dalam larutan berada dalam keadaan ini.
Diagram jablonski

Diagram Jablonski Parsial untuk Absorpsi, Fluoresensi, dan Pendar. dari Bill
Reusch.
Ketika cahaya dengan energy yang cukup tinggi (biasanya sinar UV) mengenai suatu
zat , energy ini akan merangsang electron-elektron dalam atom atau molekul zat tersebut.
Electron electron ini akan melompat ketingkat e nergi yang lebi tinggi (S 1 atau keadaan
tereksitasi) Karena energy dari fotom cahaya. Namun, keadaan tereksitasi inilah yang
menyebabkan electron ini tidak stabil dan supaya stabil, maka electron-elektron ini akan
cenderung kembali ke keadaan orbital dasar atau tingkat energy yang lebih rendah (S 0),
energy yang berlebihan dilepaskan dalam bentuk cahaya /foton.
Fosforesensi,, peancran kembali sinar ole molekul yang telah menyerap energy sinar
dalam waktu yang lebih lama, jika penyinaran kemudian dihentikan, pemancaran kembali
masih dapat berlangsung. Fosforesensi berasal dari tingkat-tingkat energy elektronik
triplet ke singlet dalam suatu molekuk, fosforesensi dapat menyimpan energy lebih lama,
sehingga akan memancarkan cahaya (berpendar) lebih lama dari fluoresensi. Pada
fluoresens, setelah energy yang digunakan untuk mengeksitasi electron dihilangkan,
maka zat fluorense tidak akan dapat menyala dalam gelap. Dengan kata lain zat
berfluoresensi hanya dapat terliat menyala apabila dikenai dengan sinar ultraviolet di
dalam gelaap, dan tidak dapat berpendar ketika sinar ultravioletnya dimatikan. Hal ini
berkaitan dengan cepat dan lambatnyaelektron kembali ke orbital energy tingkat dasar,
semakin cepat electron kembali ke orbital maka semakin cepat pula hilang berpendarnya
Memahami perbedaan antara fluoresensi dan pendar memerlukan pengetahuan tentang
putaran elektron dan perbedaan antara keadaan singlet dan triplet. Prinsip Pengecualian
Pauli menyatakan bahwa dua elektron dalam sebuah atom tidak dapat memiliki empat
bilangan kuantum yang sama (N, M, MS) dan hanya dua elektron yang dapat menempati
setiap orbital yang harus mempunyai keadaan spin berlawanan. Keadaan putaran yang
berlawanan ini disebut putaran berpasangan. Karena pasangan putaran ini, sebagian besar
molekul tidak menunjukkan medan magnet dan bersifat diamagnetik. Dalam molekul
diamagnetik, elektron tidak tertarik atau ditolak oleh medan listrik statis. Radikal bebas
bersifat paramagnetik karena mengandung elektron tidak berpasangan yang mempunyai
momen magnet yang tertarik terhadap medan magnet.
Keadaan singlet didefinisikan ketika semua spin elektron berpasangan dalam keadaan
elektronik molekuler dan tingkat energi elektronik tidak terpecah ketika molekul terkena
medan magnet. Keadaan doublet terjadi ketika terdapat elektron tidak berpasangan yang
memberikan dua kemungkinan orientasi ketika terkena medan magnet dan memberikan
energi berbeda ke sistem. Singlet atau triplet dapat terbentuk ketika satu elektron
tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Dalam keadaan singlet tereksitasi, elektron
dipromosikan dalam orientasi putaran yang sama seperti pada keadaan dasar
(berpasangan). Dalam keadaan tereksitasi triplet, elektron yang dipromosikan mempunyai
orientasi spin yang sama (paralel) dengan elektron tidak berpasangan lainnya. Singlet,
doublet, dan triplet diturunkan menggunakan persamaan multiplisitas, 2S+1, dengan S
adalah momentum sudut spin total (jumlah seluruh spin elektron). Putaran individu
dinotasikan sebagai putaran ke atas (s = +1/2) atau putaran ke bawah (s = -1/2). Jika kita
menghitung S untuk keadaan singlet tereksitasi, persamaannya adalah 2(+1/2 + -1/2)+1 =
2(0)+1 = 1, sehingga membuat orbital pusat pada gambar a keadaan singlet. Jika
multiplisitas putaran untuk keadaan triplet tereksitasi dihitung, kita memperoleh 2(+1/2 +
+1/2)+1 = 2(1)+1 =3, yang menghasilkan keadaan triplet seperti yang diharapkan.

Berputar di tanah dan keadaan tereksitasi.


Perbedaan antara molekul dalam keadaan dasar dan keadaan tereksitasi adalah bahwa
elektron bersifat diamagnetik dalam keadaan dasar dan paramagnetik dalam keadaan
triplet. Perbedaan dalam keadaan spin ini membuat transisi dari singlet ke triplet (atau
triplet ke singlet) lebih mustahil daripada molekul dalam keadaan dasar. transisi singlet
ke singlet. Transisi singlet ke triplet (atau sebaliknya) melibatkan perubahan
keadaan elektronik . Karena alasan ini, masa hidup keadaan triplet lebih lama dari
keadaan singlet dengan selisih sekitar 10 4 detik kali lipat. Radiasi yang menginduksi
transisi dari keadaan triplet tereksitasi ke keadaan triplet tereksitasi memiliki
kemungkinan terjadinya yang rendah, sehingga pita serapannya kurang kuat
dibandingkan dengan keadaan triplet tereksitasi. penyerapan keadaan singlet-
singlet. Keadaan triplet tereksitasi dapat diisi dari keadaan singlet tereksitasi molekul
tertentu yang menghasilkan pendar. Multiplisitas putaran dalam keadaan dasar dan
keadaan tereksitasi dapat digunakan untuk menjelaskan transisi molekul fotoluminesensi
melalui diagram Jablonski.
Emisi fluoresensi terjadi pada tingkat yang lebih lambat. Karena triplet ke singlet
(atau sebaliknya) adalah transisi terlarang, yang berarti transisi tersebut lebih kecil
kemungkinannya terjadi dibandingkan transisi singlet ke singlet, maka laju triplet ke
singlet biasanya lebih lambat. Oleh karena itu, emisi pendar memerlukan waktu lebih
lama dibandingkan pendar fluoresensi.
Perbandingan Tingkat Penyerapan dan Emisi.
Proses penonaktifan yang disukai adalah rute yang paling cepat dan menghabiskan
lebih sedikit waktu dalam keadaan tereksitasi. Jika konstanta laju fluoresensi lebih
menguntungkan pada jalur tanpa radiasi, intensitas fluoresensi akan berkurang atau tidak
ada.
 Relaksasi Getaran: Sebuah molekul mungkin dipromosikan ke beberapa tingkat
getaran selama proses eksitasi elektronik. Tabrakan molekul dengan spesies tereksitasi
dan pelarut menyebabkan transfer energi yang cepat dan sedikit peningkatan suhu
pelarut. Relaksasi vibrasi sangat cepat sehingga umur molekul yang tereksitasi secara
vibrasi (<10 -12 ) lebih pendek dari umur molekul yang tereksitasi secara
elektronik. Oleh karena itu, fluoresensi dari suatu larutan selalu melibatkan transisi
tingkat getaran terendah dari keadaan tereksitasi. Karena ruang garis emisi sangat
berdekatan, transisi relaksasi vibrasi dapat berakhir pada tingkat vibrasi apa pun pada
keadaan dasar.
 Konversi Internal: Konversi internal adalah proses antarmolekul molekul yang
berpindah ke keadaan elektronik yang lebih rendah tanpa emisi radiasi. Ini adalah
persilangan dua keadaan dengan multiplisitas yang sama yang berarti keadaan singlet-
to-singlet atau triplet-to-triplet. konversi internal lebih efisien bila dua tingkat energi
elektronik cukup dekat sehingga dua tingkat energi getaran dapat tumpang tindih
seperti yang ditunjukkan di antara S 1 dan S 2 . Konversi internal juga dapat terjadi
antara S 0 dan S 1 dari hilangnya energi melalui fluoresensi dari keadaan tereksitasi
yang lebih tinggi, tetapi kemungkinannya lebih kecil. Mekanisme konversi internal
dari S 1 ke S 0 kurang dipahami. Untuk beberapa molekul, tingkat vibrasi keadaan
dasar tumpang tindih dengan keadaan elektron tereksitasi pertama, sehingga
menyebabkan penonaktifan yang cepat. Hal ini biasanya terjadi pada senyawa alifatik
(senyawa yang tidak mengandung struktur cincin), yang menyebabkan senyawa
tersebut jarang berfluoresensi. . Penonaktifan melalui transfer energi molekul-molekul
ini terjadi begitu cepat sehingga molekul tidak punya waktu untuk berfluoresensi.
 Konversi Eksternal : Penonaktifan keadaan elektronik tereksitasi mungkin juga
melibatkan interaksi dan transfer energi antara keadaan tereksitasi dan pelarut atau zat
terlarut dalam proses yang disebut konversi eksternal. Suhu rendah dan viskositas
tinggi menyebabkan peningkatan fluoresensi karena mengurangi jumlah tumbukan
antar molekul, sehingga memperlambat proses penonaktifan.
 Penyeberangan Antarsistem: Penyeberangan antarsistem adalah proses dimana
terjadi persilangan antara keadaan elektronik dengan multiplisitas berbeda seperti yang
ditunjukkan pada keadaan singlet ke keadaan triplet (S 1 hingga T 1 ) pada
Gambar10.1. 110.1.1. Kemungkinan perlintasan antarsistem meningkat jika tingkat
getaran kedua keadaan tersebut tumpang tindih. Persimpangan antarsistem paling
sering diamati dengan molekul yang mengandung atom berat seperti yodium atau
brom. Interaksi putaran dan orbital meningkat dan putaran menjadi lebih
menguntungkan. Spesies paramagnetik juga meningkatkan persilangan antarsistem,
yang akibatnya menurunkan fluoresensi.
 Pendar : Penonaktifan keadaan tereksitasi elektronik juga terlibat dalam
pendar. Setelah molekul bertransisi melalui persilangan antarsistem ke keadaan triplet,
penonaktifan lebih lanjut terjadi melalui fluoresensi atau pendar internal atau
eksternal. Transisi triplet ke singlet lebih mungkin terjadi dibandingkan persilangan
internal singlet ke singlet. Dalam pendar, masa hidup keadaan tereksitasi berbanding
terbalik dengan kemungkinan molekul akan bertransisi kembali ke keadaan
dasar. Karena masa hidup molekul dalam keadaan triplet besar (10 -4 hingga 10 detik
atau lebih), kemungkinan transisinya kecil sehingga menunjukkan bahwa molekul
akan bertahan selama beberapa waktu bahkan setelah iradiasi berhenti. Karena
konversi eksternal dan internal bersaing secara efektif dengan pendar, molekul harus
diamati pada suhu yang lebih rendah dalam media yang sangat kental untuk
melindungi keadaan triplet.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fluoresensi adalah pendaran sinar padaa saat suatu zat dikenai cahaya. Hal ini
karena sifat butir Kristal suatu zat jika mendapat ransangan berupa cahaya akan langsung
memancarkan cahayanya sendiri dan berhenti memancar jika ransangannya itu
dihilangkan. Pada umumnya molekul diamagnetic yang menyerap sinar akan berpindah
dari tingkat singlet dasar ke tingkat singlet tereksitasi. Keadaan singlet dasar (S 0) sedang
singlet tereksitasi sebagai S1, S2 dan seterusnya. Setelah molekul tereksitasi pada tingkat
vibrasi tertentu dari keadaan tereksitasi, pada umumnya molekul akan kehilangan energy
vibrasi dengan cepat sehinggaa tercapai tingkat vibrasi nol dari keadaan elektroniknya
(molekul akan kehilangan energy vibrasi akiibat benturran dengan molekul pelarut
sehingga jatuh ke tingkat vibrasional terendah dari keadaan tereksitasi, sedangkan pada
fosforesensi adalah proses peemancaran kembali sinar oleh molekul yang telah menyerap
energy sinar dalam waktu yang relative lebih lama (10 ⁻⁴ detik). Jika penyinaran kemudin
dihentikan, pemancaran kembali masih dapat berlangsung. Fosforesensi berasal dari
transisi antara tingkat-tingkat energy elektronik tripel ke siglet dalam suatu molekul.
B. Saran
Meskipun kami mengingin kan kesempurnaan dalam penyususnana makalah ini
tapi kenyataannya masih banyak kekurangan dan perlu diperbaiki, oleh karna itu kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan sebagai bahan evaluasi
untuk kedepannya. Sehingga bias menghasilkan makalah yang bermanfaat bagi banyak
orang.
C. Q & A
1. Apa hubungan persamaan Arrhenius dan persamaan Gibs ? (025)
Jawab : Hubungan persamaan arhenius dengan perasaan Gibbs adalah untuk
menentukan apakah reaksi tersebut berlangsung secara spontan atau tidak spontan
pada suhu tertentu.
2. Dari mana didapatkan faktor eksponensial ? (076)
Jawab : Faktor eksponensial itu adalah besaran yang menggambarkan seberapa banyak
molekul- molekul yang mengalami tumbukan yang efektif.
3. Katalis, apa hubungan katalis dengan teori tumbukan (027)
Jawab : Ketika katalis terlibat dalam tumbukan antara molekul yang bereaksi, lebih
sedikit energi yang dibutuhkan untuk terjadinya perubahan kimia, dan oleh karena itu
lebih banyak tumbukan memiliki energi yang cukup untuk terjadinya reaksi. Oleh
karena itu laju reaksi meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Atkins. (1990). Kimia Fisik Jilid I Edisi 6. Jakarta : Penerbit Erlangga.


Chang, R.(2005).KIMIA DASAR: Konsep-konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta : Penerbit
Erlangga.
Fatimah,I. (2017).Kimia Fisika.Yogyakarta : Penerbit DEEPUBLISH.
Haerullah,A., & Hasan,S.(2019). Rekontruksi Paradigma pembelajaran IPA. Jawa Timur:
Penerbit Uwais Inspirasi Indonesia.
Laidler, K. J.and Meiser, J. H. (1999). Physical Chemistry, Third Edition. Houghton Mifflin.
New York.
Nana,D.R. (2019). Inovasi Pembelajaran Fisika. Jawa Tengah : Penerbit IKAPI
Oxtoby. (2001).Prinsip Kimia Modern Jilid II Edisi 6. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Sutrasna,N. (2008).KIMIA.Bandung : Penerbit Grafindo Media Pratama.
https://s.id/1Ug8l/ chem.libretexts.org

https://chem.libretexts.org/Bookshelves/
Physical_and_Theoretical_Chemistry_Textbook_Maps/Nonlinear_and_Two-
Dimensional_Spectroscopy_(Tokmakoff)/
01%3A_Coherent_Spectroscopy_and_the_Nonlinear_Polarization

Anda mungkin juga menyukai