Anda di halaman 1dari 105

LISA SEPTIA DEWI BR.GINTING, S.Pd.,M.

Pd

PEMBINAAN DAN
PENGEMBANGAN BAHASA
INDONESIA
“Masihkah kita mencintai dan bangga
dengan bahasa kita Bahasa Indonesia”
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA

“Masihkah kita mencintai dan bangga dengan bahasa kita Bahasa Indonesia”

Penulis: LISA SEPTIA DEWI BR.GINTING, S.Pd.,M.Pd

Editor: ROSMILAN PULUNGAN, S.Pd.,M.Pd

AMANDA SYAHRI NASUTION, S.Pd.,M.Pd

Tata Letak: Guepedia

Sampul: Guepedia

Diterbitkan Oleh:

Guepedia

The First On-Publisher in Indonesia

E-mail: guepedia@gmail.com

Fb. Guepedia

Twitter. @guepedia

Website: www.guepedia.com

ISBN : 978-623-322-128-3
CETAKAN 2021

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

All right reserved


ISI SUMPAH PEMUDA

Kami poetera dan poeteri Indonesia


mengakoe bertoempah darah satoe,
Tanah Air Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe berbangsa satoe,
Bangsa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mendjoendjoeng bahasa persatoean,
Bahasa Indonesia.

CINTAILAH BAHASA NDONESIA


SEBAGAI IDENTITAS BANGSA DAN
NEGARA INDONESIA
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis hanturkan kepada Allah SWT yang mana dengan nikmat dan kasih sayangnya
penulis dapat menyelesaikan buku “PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA”
sebagai referensi perkulihan untuk Fakutas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Penulis
juga ucapkan terima kasih banyak kepada keluarga sahabat dan rekan kerja yang memberikan dukungan dan
motivasi hingga buku ini selesai. Harapan penulis semoga buku ini bermanfaat dan juga dapat dengan mudah
dipahami oleh para pembaca khususnya para mahasiswa dan mahasiswi fakultas keguruan ilmu pendidikan
Bahasa Indonesia.

Buku ini sangatlah jauh dari kata sempurna, demi kesempurnaan buku ini penulis menerima kritik dan juga
saran dari kalangan pembaca.

Medan, 2021

Hormat saya

Pemulis

Lisa Septia Dewi Br.Ginting


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I KEADAAN BAHASA INDONESIA SAT INI

BAB II FUNGSI DAN KEDUDUKA BAHASA INDONESIA

2.1 Fungs Bahasa Indonesia

2.2 kedudukan Bahasa Indonesia

2.3 Eksistensi Bahasa Indonesia

2.4 Tantangan Bahasa Indonessia di Era Globalisasi

BAB III KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESI

3.1 Kedudukan Bahasa Indonesia

3.2 Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional

3.3 Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara

BAB IV POLA PEMBINAAN BAHASA INDONESIA DALAM MASYARAKAT MULTIBAHASA

BAB V POLA PEMBINAAN BAHASA INDONESIA DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

5.1 Multikulturalism di Indonesia

5.2 Pembinaan Bahasa Indonesia dalam Masyarakat Multikultural

BAB VI PEMBINAAN BAHASA INDONESIA DAN PENGAJARAN BAHASA

6.1 Konsep Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia .......

6.2 Pengertian Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia .

6.3 Tujuan Pembinaan Bahasa Indonesia

6.4 Sasaran Umum Pembinaan Bahasa Indonesia

6.5 Proses Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia

BAB VII PEMBINAAN BAHASA INDONESIA DI LINGKUNGAN KELUARGA

BAB VIII PEMBNAAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH

BAB IX PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA DI MEDIA MASSA

9.1 Media Massa

9.2 Masalah Penggunaan Bahasa Indonesia di Media Massa ....

9.3 Pengembangan Bahasa Indonesia melalui Media Massa .....

BAB X PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA DALAM BIDANG HUKUM DAN SOSIAL


BUDAYA
10.1 Pengertian Bahasa Hukum

10.2 Bahasa Hukum Di Indonsia dan Permasalahannya

10.3 Bahasa Hukum Indonesia Sebagai Bahasa Tulis Ilmiah ....

10.4 Pemakaian Bahasa Dalam Dunia Hukum

10.5 Upaya Pengembangan Bahasa Indonesia Di Bidang Hukum

10.6 Pengembangan Bahasa Indonesia di Bidang Sosial Budaya

BAB XI PEMBINAAN BAHASA INDONESIA DI TEMPAT UMUM

11.1 Penggunaan Bahasa Indonesia Pada Layanan Umum dan Layanan Niaga

11.2 Penggunaan Bahasa Indonesia Pada Layanan Umum (Penunjuk Arah dan Rambu-rambu Lalu Lintas)

11.3 Penggunaan Bahasa Indonesia pada Spanduk

11.4 Penggunaan Bahasa Indonesia pada Iklan

11.4 Penggunaan Bahasa Indonesia pada Brosur

11.5 Kondisi Penggunaan Bahasa Asing di Dunia Usaha


APAKAH KAMU SEBAGAI
ORANG INDONESIA BANGGA
AKAN BAHASANYA SENDIRI?
BAB I
KEADAAN BAHASA INDONESIA SAAT INI

Indikator perkuliahan:
1. Mahasiswa memahami keadaan penggunaan bahasa Indonesia saat ini
2. Tumbuhnya sifat kritis dan perduli mahasiswa, akan eksistensi bahasa Indonesia

INDONESIA MASIH PERLU PEMBIASAAN BAHASA INDONESIA YANG BAIK


DAN BENAR
Sejak dahulu Indonesia dikenal sebagai bangsa yang multikultural dan multilingual.
Ada lebih dari 700 bahasa daerah yang digunakan oleh masyarakat Indonesia dari beragam
suku..Alat untuk mempersatukan perbedaan tersebut adalah dengan bahasa Indonesia.
Kumpulan Putusan Kongres Bahasa Indonesia I-IX Tahun 1938-2008 yang menyatakan
bahwa Bahasa Indonesia sebagai pemersatu,pembentuk jati diri bangsa dan kemandirian
bangsa serta sebagai wahana komunikasi ke arah kehidupan modern dan beradab (Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa 2011:85).
Masalah penggunaan bahasa Indonesia yaitu masih belum sesuai kaidah baku.
Penggunaan Bahasa Indonesia yang umumnya terjadi seperti bahasa
gaul elo,gue,nggak,makasih. Masyarakat dalam hal ini tidak dikatakan mengabdi kepada
bangsa dan mengikrarkan sumpah pemuda karena masih menggunakan bahasa yang tidak
benar. Sungguh ironi bahwa bangsa sendiri masih harus belajar bahasa Indonesia yang
benar..Anehnya,Bahasa Indonesia sendiri yang sejak TK sampai SMA diajarkan seharusnya
harus bisa menerapkannya di kehidupan sehari-hari.
Pembinaan penggunaan bahasa Indonesia dapat ditempuh dengan berbagai cara yaitu
dengan meningkatkan kebanggaan dan kemanfaatannya yang menjangkau seluruh lapisan
masyarakat,menghindari penggunaan bahasa asing secara berlebihan,dan meningkatkan
frekuensi berbicara bahasa Indonesia di segenap lapisan masyarakat dalam segala aktivitas
baik formal maupun informal. Menurut Yuniawan (2011) dikatakan bahwa suatu
keberhasilan tidak hanya ditempuh dengan pendidikan formal dan pelatihan,tetapi dengan
pembiasaan dalam lingkungan masyarakat maupun dalam keluarga .Oleh karena itu,kesiapan
dan peran nyata Bahasa Indonesia dalam masyarakat perlu adanya rasa cinta masyarakat
Indonesia terhadap bahasa Indonesia diwujudkan dengan pembiasaan menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar di kehidupan sehari-hari.
Upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan rasa cinta menggunakan bahasa
Indonesia yang baik adalah dengan pembiasaan menggunakan bahasa Indonesia yang baik di
lingkungan keluarga. Peran kita dalam keluarga secara optimal akan mempengaruhi
kebiasaan seseorang dan masyarakat untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik.
Menurut Mu’in (2008) membina bahasa Indonesia baku di lingkungan keluarga sebagai
langkah awal, dapat mempercepat laju perkembangan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Dikatakan demikian, karena proses pemerolehan bahasa pada seseorang banyak tergantung
pada atau dipengaruhi oleh keluarga. Sehingga, pendidikan dan pembinaan bahasa Indonesia
yang baik dan benar dapat dimulai di lingkungan keluarga, sehingga diharapkan beberapa
tahun mendatang generasi penerus mampu bernalar dengan bahasa Indonesia yang baik dan
benar.
Hal lain yang dapat dilakukan agar masyarakat menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar yaitu dengan menyebarluaskan bahasa Indonesia baku baik lewat media sosial
karena gagasan terkait penggunaan Bahasa Indonesia baku karena dapat dilihat oleh semua
pengguna media sosial. Bahkan,melalui media sosial dapat dibentuk grup yang bisa
mendiskusikan mengenai penggunaan bahasa Indonesia baku. Hal tersebut didukung dengan
peluang media sosial untuk pengembangan bahasa sangat besar mengingat apa yang
dikatakan oleh Prihadi (2015) bahwa The Wall Street Journal menyebut jumlah pengguna
Facebook di Indonesia sampai dengan bulan Juni 2014 mencapai angka 69 juta
anggota.Selain itu,melakukan kajian terkait bahasa akan memotivasi pengguna sosial media
untuk menulis karena kesadaran bahwa tulisan akan dibaca dan dikomentari, sehingga
mendorong pengguna menulis lebih teliti (Nurlia, 2008).
Peluang pembiasaan berbahasa Indonesia yang benar juga bisa diterapkan di
lingkungan akademik yaitu dengan membiasakan diri berbicara bahasa Indonesia baku
dengan sesama teman dan dosen,mengajak teman untuk menulis karya tulis ilmiah dengan
benar serta ketika membuat pamflet atau poster untuk acara di kampus dengan bahasa
Indonesia baku karena banyak ditemui kalimat-kalimat campur aduk dalam pamflet
mahasiswa misalnya open recruitment panitia,daftarkan dirimu guys,htm dan lain-lain.
Sebagai agen perubahan,mahasiswa pun dapat melakukan penyuluhan kepada masyarakat
atau pun dunia pendidikan terkait penggunaan bahasa Indonesia baku. Akan tetapi untuk
melakukan hal demikian mahasiswa harus benar-benar mengaplikasikan penggunaan Bahasa
Indonesia yang benar di kehidupan sehari-hari.
Penggunaan Bahasa Indonesia yang baik sangat ditekankan sebagai bentuk
kebanggaan kita menjadi bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi persatuan.Masalah akan
penggunaan bahasa Indonesia masih banyak ditemui di sekitar kita.Hal kecil yang bisa kita
lakukan untuk perubahan besar adalah mulai dari keluarga,masyarakat,media sosial dan
lingkungan akademik dengan pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang benar agar kita
semakin menjadi bangsa Indonesia yang sejati.
Perkembangan bahasa Indonesia saat ini semakin baik, apalagi dengan makin
diminatinya Bahasa Indonesia oleh masyarakat internasional. Bahkan Bahasa Indonesia pun
saat ini menjadi bahan pembelajaran di negara – negara asing seperti Australia, Belanda,
Jepang, Amerika Serikat, Inggris, Cina, dan Korea Selatan. Oleh karena itu, bangsa Indonesia
harus mempersiapkan diri dengan baik dan penuh perhitungan. Salah satu hal yang perlu
diperhatikan adalah masalah jati diri bangsa yang diperlihatkan melalui jati diri bahasa.
Pepatah berkata, “Bahasa menunjukkan bangsa” Bahasa Indonesia mempunyai ciri-ciri
umum dan kaidah-kaidah pokok tertentu yang membedakannya dengan bahasa-bahasa
lainnya di dunia ini, baik bahasa asing maupun bahasa daerah. Oleh karena itu, ciri-ciri
umum dan kaidah-kaidah pokok tersebut merupakan jati diri bahasa Indonesia. Akan tetapi,
sekarang pertanyaannya apakah orang indonesia sendiri bangga akan bahasanya sendiri?
Jawaban untuk pertanyaan ini tentulah ada di dada masing-masing orang yang menganggap,
mengaku, dan menjadikan dirinya sebagai bagian dari bangsa Indonesia.
Saat ini masyarakat sudah mulai mencampur bahasa Indonesia dengan bahasa asing
dalam pemakaian bahasa sehari-hari. Tentu dalam konteks pembicaraan non-formal alias
bahasa gaul, hal ini tidak menjadi suatu masalah yang signifikan, namun yang disayangkan
pemakaian bahasa gaul juga biasa terjadi pada sebuah forum ilmiah, media massa, kuliah,
seminar dan forum formal lain. Jika kita menilik apa penyebab utama mengapa fenomena ini
terjadi adalah kebiasaan bangsa Indonesia pada umumnya yang mengagungkan semua hal
yang berbau internasional, luar negeri, atau dapat dibilang berbau barat. Dengan kata lain,
secara kasar bangsa Indonesia kurang bangga dengan bahasa dan budayanya sendiri.
Pemakaian bahasa dan budaya asing dirasa lebih keren dan dapat diterima dalam pergaulan.
Fenomena negatif yang masih sering terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia,
yaitu banyak orang Indonesia memperlihatkan dengan bangga kemahirannya menggunakan
bahasa Inggris, walaupun mereka tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik. Merasa
malu apabila tidak menguasai bahasa asing (Inggris) tetapi tidak pernah merasa malu dan
kurang apabila tidak menguasai bahasa Indonesia. Menganggap remeh bahasa Indonesia
merasa dirinya lebih pandai daripada yang lain karena telah menguasai bahasa asing (Inggris)
dengan fasih, walaupun penguasaan bahasa Indonesianya kurang sempurna.
Fenomena ini terkesan menelanjangi identitas kebangsaan kita. Seakan bahasa
Indonesia tidak bisa terlihat lebih baik dibanding pemakaian bahasa asing, dalam kasus ini
bahasa Inggris. Mungkin dengan adanya tuntutan hidup di era globalisme, maka masyarakat
dituntut pula untuk dapat “bergaul” secara global. Namun pada akhirnya dalam pergaulannya,
masyarakat kehilangan identitas kebangsaannya, Bahasa Indonesia. Hal tersebut semakin
mendekatkan kita pada detik-detik pudarnya bahasa persatuan kita, Bahasa Indonesia.
Sebagai warga negara Indonesia yang baik, sepantasnyalah bahasa Indonesia itu
dicintai dan dijaga. Bahasa Indonesia harus dibina dan dikembangkan dengan baik karena
bahasa Indonesia itu merupakan salah satu identitas atau jati diri bangsa Indonesia. Setiap
orang Indonesia patutlah bersikap positif terhadap bahasa Indonesia, janganlah menganggap
remeh dan bersikap negatif. Setiap orang Indonesia mestilah berusaha agar selalu cermat dan
teratur menggunakan bahasa Indonesia.
Tanggung jawab terhadap perkembangan bahasa Indonesia terletak di tangan pemakai
bahasa Indonesia sendiri. Baik buruknya, maju mundurnya, dan tertatur kacaunya bahasa
Indonesia merupakan tanggung jawab setiap orang yang mengaku sebagai warga negara
Indonesia yang baik. Setiap warga negara Indonesia harus bersama-sama berperan serta
dalam membina dan mengembangkan bahasa Indonesia itu ke arah yang positif.
Solusi yang dapat ditawarkan adalah dengan menggalakkan pemakaian bahasa
Indonesia yang baik dan benar minimal pada fasilitas publik yang sering dilihat masayarakat
luas. Sehingga bahasa Indonesia dapat lebih populer di mata masyarakat sendiri. Meskipun
solusi tersebut dirasa sulit untuk diterapkan secara langsung, namun hendaknya dilakukan
secara bertahap, mulai dari yang paling mudah terlebih dahulu. Pemerintah harus dapat
menyadarkan masyarakat betapa pentingnya kita menjaga bahasa Indonesia yang dapat
diterapkan melalui kebijakan-kebijakan strategis, karena pemerintah dalam hal ini menjadi
regulator di negara ini. Inti awalnya adalah bagaimana bahasa Indonesia dapat dipakai secara
luas dan baik di tempat umum, media massa, dan merk dagang. Sehingga secara tidak
langsung masyarakat dapat mengetahui mana bahasa yang baik dan tidak. Dan pada akhirnya
solusi ini dapat menyeluruh pada setiap lapisan masyarakat.
Terdapat suatu wacana bahwa bahasa Indonesia sendiri akan mempunyai sebuah tes
kemahiran (seperti TOEFL pada bahasa Inggris) yang akan diterapkan pada warga asing yang
akan tinggal di Indonesia. Tentu hal ini merupakan kabar baik karena sudah ada standar
kemahiran berbahasa Indonesia, namun jika bangsa Indonesia sendiri tidak dapat menghargai
bahasa Indonesia sebagai bahasa bangsanya, maka lambat laun bahasa ini akan mati.

Latihan Mandiri

1. Apa upaya yang kamu lakukan sebagai mahasiswa jurusan pendidikan bahasa
Indonesia ntuk menciptakan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan tepat dalam
sosial media yang kamu miliki, saat bersosialisasi dengan teman sejawat dan
masyarakat.
2. Buatlah kritik beserta saran yang ditujukkan kepada pemerintah yang berwenang
untuk menjaga eksistensi bahasa Indonesia yang baik dan benar.
3. Bila kamu menjadi guru nantinya apa upaya yang kamu lakukan untuk menjaga
eksistensi bahasa Indonesia yang baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.Kumpulan Putusan Konggres Bahasa
Indonesia I-IX Tahun 1938 - 2008. 2011.Jakarta:Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Diakses tanggal 1 Januari 2016 Diposting 31st January 2016 oleh Anonymous.

http://khanifahaja.blogspot.com/2016/01/essay-indonesia-masih-perlu
pembinaan.htmlhttps://www.kompasiana.com/golddragon/54f79379a33311377a8b46e8/perk
embangan-bahasa-indonesia-saat-ini .

http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150327061134-185-42245/berapa jumlah-
pengguna-facebook-dan-twitter-di indonesia/.

https://fatchulfkip.wordpress.com/2008/10/08/pembinaan-bahasa-dalam-keluarga/.Diakses
tanggal 1 Januari 2016

Mu’in Fatchul.2008.Pembinaan Bahasa Dalam Keluarga.Nurlia, R. 2014. Efektifitas dari


Online Peer Feedback melalui Group Tertutup Facebook terhadap Nilai Menulis
Mahasiswa. Tesis PPs UM.Prihadi,D.S.2015.Berapa Jumlah Pengguna Facebook dan
Twitter di Indonesia?.Yuniawan,Tommy.2011.Mengukuhkan
BahasIndonesia.
http://unnes.ac.id/gagasan/mengukuhkan-bahasa-indonesia/.Diakses tanggal 1 Januari
2016

ISI SUMPAH PEMUDA

Kami poetera dan poeteri Indonesia


mengakoe bertoempah darah satoe,
Tanah Air Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe berbangsa satoe,
Bangsa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mendjoendjoeng bahasa persatoean,
Bahasa Indonesia.

Apakah isi dari sumpah pemuda,


kamu (sebagai kaum pemuda dan
pemudi) jalankan?
BAB II
FUNGSI DAN KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA
Indikator Perkuliahan:
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia
2. Tumbuhnya sifat kriis dan cinta mahasiswa terhadap Bahasa Indonesia
Kita tahu bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara terlisan
maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan
nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya selalu
ada nilai-nilai dan status. Bahasa tidak dapat ditinggalkan, ia selalu mengikuti kehidupan
manusia sehari-hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun anggota bangsa. Karena
kondisi dan pentingnya bahasa itulah, maka ia diberi ‘label’ secara eksplisit oleh pemakainya
yang berupa kedudukan dan fungsi tertentu.
Semuanya itu dituangkan dalam bentuk kebijaksanaan pemerintah yang
bersangkutan. Di negara kita itu disebut Politik Bahasa Nasional, yaitu kebijaksanaan
nasional yang berisi perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai
sebagai dasar bagi pemecahan keseluruhan masalah bahasa.
Janganlah sekali-kali disangka bahwa berhasilnya bangsa Indonesia mempunyai
bahasa Indonesia ini bagaikan anak kecil yang menemukan kelereng di tengah jalan.
Kehadiran bahasa Indonesia mengikuti perjalanan sejarah yang panjang. (Untuk meyakinkan
pernyataan ini, silahkan dipahami sekali lagi Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia.)
Perjalanan itu dimulai sebelum kolonial masuk ke bumi Nusantara, dengan bukti-bukti
prasasti yang ada, misalnya yang didapatkan di Bukit Talang Tuwo dan Karang Brahi serta
batu nisan di Aceh, sampai dengan tercetusnya inpirasi persatuan pemuda-pemuda Indonesia
pada tanggal 28 Oktober 1928 yang konsep aslinya berbunyi:
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe bertoempah darah satoe,
Tanah Air Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe berbangsa satoe,
Bangsa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mendjoendjoeng bahasa persatoean,
Bahasa Indonesia.
Dari ketiga butir di atas yang paling menjadi perhatian pengamat adalah butir ketiga.
Butir ketiga itulah yang dianggap sesuatu yang luar biasa. Sebab di negara lain, khususnya
negara tetangga kita, mencoba untuk membuat hal yang sama selalu mengalami kegagalan
yang dibarengi dengan bentrokan sana-sini. Oleh pemuda kita, kejadian itu dilakukan tanpa
hambatan sedikit pun, sebab semuanya telah mempunyai kebulatan tekad yang sama. Kita
patut bersyukur dan angkat topi kepada mereka.
Kita tahu bahwa saat itu, sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda, bahasa Melayu
dipakai sebagai lingua franca di seluruh kawasan tanah air kita. Hal itu terjadi sudah
berabad-abad sebelumnya. Dengan adanya kondisi yang semacam itu, masyarakat kita sama
sekali tidak merasa bahwa bahasa daerahnya disaingi. Di balik itu, mereka telah menyadari
bahwa bahasa daerahnya tidak mungkin dapat dipakai sebagai alat perhubungan antar suku,
sebab yang diajak komunikasi juga mempunyai bahasa daerah tersendiri. Adanya bahasa
Melayu yang dipakai sebagai lingua franca ini pun tidak akan mengurangi fungsi bahasa
daerah. Bahasa daerah tetap dipakai dalam situasi kedaerahan dan tetap
berkembang.Kesadaran masyarakat yang semacam itulah, khusunya pemuda-pemudanya
yang mendukung lancarnya inspirasi sakti di atas.
Apakah ada bedanya bahasa Melayu pada tanggal 27 Oktober 1928 dan bahasa
Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928? Perbedaan ujud, baik struktur, sistem, maupun
kosakata jelas tidak ada. Jadi, kerangkanya sama. Yang berbeda adalah semangat dan jiwa
barunya. Sebelum Sumpah Pemuda, semangat dan jiwa bahasa Melayu masih bersifat
kedaerahan atau jiwa Melayu. Akan tetapi, setelah Sumpah Pemuda semangat dan jiwa
bahasa Melayu sudah bersifat nasional atau jiwa Indonesia. Pada saat itulah, bahasa Melayu
yang berjiwa semangat baru diganti dengan nama bahasa Indonesia.
2.1 Fungsi Bahasa Indonesia
Fungsi bahasa Indonesia dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu fungsi bahasa secara
umum dan secara khusus.
a. Fungsi bahasa secara umum.
Fungsi bahasa secara umum yaitu sebagai berikut:
1. Sebagai alat untuk mengungkapkan perasaan atau mengekspresikan diri.
Mampu mengungkapkan gambaran, maksud, gagasan, dan perasaan. Melalui bahasa kita
dapat menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam hati dan pikiran
kita. Ada 2 unsur yang mendorong kita untuk mengekspresikan diri, yaitu:
a. Agar menarik perhatian orang lain terhadap diri kita.
b. Keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi.
2. Sebagai alat komunikasi.
Bahasa merupakan saluran maksud seseorang, yang melahirkan perasaan dan
memungkinkan masyarakat untuk bekerja sama. Komunikasi merupakan akibat yang lebih
jauh dari ekspresi diri. Pada saat menggunakan bahasa sebagai komunikasi, berarti memiliki
tujuan agar para pembaca atau pendengar menjadi sasaran utama perhatian seseorang. Bahasa
yang dikatakan komunikatif karena bersifat umum. Selaku makhluk sosial yang memerlukan
orang lain sebagai mitra berkomunikasi, manusia memakai dua cara berkomunikasi, yaitu
verbal dan non verbal. Berkomunikasi secara verbal dilakukan menggunakan alat atau media
bahasa (lisan dan tulis), sedangkan berkomunikasi secara non verbal dilakukan menggunakan
media berupa aneka simbol, isyarat, kode, dan bunyi seperti tanda lalu lintas atau sirene
setelah itu diterjemahkan kedalam bahasa manusia.
3. Sebagai alat berintegrasi dan beradaptasi sosial.
Pada saat beradaptasi dilingkungan sosial, seseorang akan memilih bahasa yang
digunakan tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi. Seseorang akan menggunakan
bahasa yang non standar pada saat berbicara dengan teman-teman dan menggunakan bahasa
standar pada saat berbicara dengan orang tua atau yang dihormati. Dengan menguasai bahasa
suatu bangsa memudahkan seseorang untuk berbaur dan menyesuaikan diri dengan bangsa.
4. Sebagai alat kontrol sosial.
Yang mempengaruhi sikap, tingkah laku, serta tutur kata seseorang. Kontrolsosial
dapat diterapkan pada diri sendiri dan masyarakat, contohnya buku-buku pelajaran, ceramah
agama, orasi ilmiah, mengikuti diskusi serta iklan layanan masyarakat. Contoh lain yang
menggambarkan fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat mudah kita terapkan
adalah sebagai alat peredam rasa marah. Menulis merupakan salah satu cara yang sangat
efektif untuk meredakan rasa marah kita.
b. Fungsi bahasa secara khusus:
Fungsi bahasa secara umum yaitu sebagai berikut:
1. Mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari.
Manusia adalah makhluk sosial yang tak terlepas dari hubungan komunikasi dengan
makhluk sosialnya. Komunikasi yang berlangsung dapat menggunakan bahasa formal dan
non formal.
2. Mewujudkan seni (sastra).
Bahasa yang dapat dipakai untuk mengungkapkan perasaan melalui media seni,
seperti syair, puisi, prosa dan lain-lain. Terkadang bahasa yang digunakan yang memiliki
makna denotasi atau makna yang tersirat. Dalam hal ini, diperlukan pemahaman yang
mendalam agar bisa mengetahui makna yang ingin disampaikan.
3. Mempelajari bahasa-bahasa kuno.
Dengan mempelajari bahasa kuno, akan dapat mengetahui peristiwa atau kejadian
dimasa lampau. Untuk mengantisipasi kejadian yang mungkin atau dapat terjadi kembali
dimasa yang akan datang, atau hanya sekedar memenuhi rasa keingintahuan tentang latar
belakang dari suatu hal. Misalnya untuk mengetahui asal dari suatu budaya yang dapat
ditelusuri melalui naskah kuno atau penemuan prasasti-prasasti.
4. Mengeksploitasi IPTEK.
Dengan jiwa dan sifat keingintahuan yang dimiliki manusia, serta akal dan pikiran
yang sudah diberikan Tuhan kepada manusia, maka manusia akan selalu mengembangkan
berbagai hal untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Pengetahuan yang dimiliki oleh
manusia akan selalu didokumentasikan supaya manusia lainnya juga dapat
mempergunakannya dan melestarikannya demi kebaikan manusia itu sendiri.
2.2 Kedudukan Bahasa Indonesia
Kedudukannya berada diatas bahasa-bahasa daerah. “Hasil Perumusan Seminar Politik
Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975 antara
lain menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia
berfungsi sebagai:
a. Lambang kebanggaan nasional.
Sebagai lambang kebanggaan nasional bahasa Indonesia memancarkan nilai- nilai
sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan
bangsa Indonesia, kita harus bangga, menjunjung dan mempertahankannya. Sebagai realisasi
kebanggaan terhadap bahasa Indonesia, harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu,
dan acuh tak acuh. Kita harus bangga memakainya dengan memelihara dan
mengembangkannya.
b. Lambang identitas nasional.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan lambang
bangsa Indonesia. Berarti bahasa Indonesia dapat mengetahui identitas seseorang, yaitu sifat,
tingkah laku, dan watak sebagai bangsa Indonesia. Kita harus menjaganya jangan sampai ciri
kepribadian kita tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak
menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya.
c. Alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial
budaya dan bahasanya.
Dengan fungsi ini memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar belakang
sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam kebangsaan,
cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia merasa aman
dan serasi hidupnya, karena mereka tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi ‘dijajah’
oleh masyarakat suku lain. Karena dengan adanya kenyataan bahwa dengan menggunakan
bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah masih tercermin dalam
bahasa daerah masing-masing. Kedudukan dan fungsi bahasa daerah masih tegar dan tidak
bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah diharapkan dapat memperkaya khazanah
bahasa Indonesia.
d. Alat penghubung antar budaya antar daerah.
Manfaat bahasa Indonesia dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan bahasa Indonesia seseorang dapat saling berhubungan untuk segala aspek
kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan
ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kemanan mudah diinformasikan
kepada warga. Apabila arus informasi antarmanusia meningkat berarti akan mempercepat
peningkatan pengetahuan seseorang. Apabila pengetahuan seseorang meningkat berarti
tujuan pembangunan akan cepat tercapai.
2.3 Eksistensi Bahasa Indonesia
Eksistensi Bahasa Indonesia pada era globalisasi sekarang ini, jati diri bahasa
Indonesia perlu dibina dan dimasyarakatkan oleh setiap warga negara Indonesia. Hal ini
diperlukan agar bangsa Indonesia tidak terbawa arus oleh pengaruh budaya asing yang tidak
sesuai dengan bahasa dan budaya bangsa Indonesia. Pengaruh alat komunikasi yang begitu
canggih harus dihadapi dengan mempertahankan jati diri bangsa Indonesia, termasuk jati diri
bahasa Indonesia. Ini semua menyangkut tentang kedisiplinan berbahasa nasional,pemakai
bahasa Indonesia yang berdisiplin adalah pemakai bahasa Indonesia yang patuh terhadap
semua kaidah atau aturan pemakaian bahasa Indonesia yang sesuai dengan situasi dan
kondisinya.
Disiplin berbahasa Indonesia akan membantu bangsa Indonesia untuk
mempertahankan dirinya dari pengaruh negatif asing atas kepribadiannya sendiri.
Peningkatan fungsi bahasa Indonesia sebagai sarana keilmuan perlu terus dilakukan sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seirama dengan ini, peningkatan
mutu pengajaran bahasa Indonesia di sekolah perlu terus dilakukan.
2.4 Tantangan Bahasa Indonesia di Era Globalisasi
Era globalisasi yang ditandai dengan arus komunikasi yang begitu dahsyat
menuntut para pengambil kebijakan di bidang bahasa bekerja lebih keras untuk lebih
menyempurnakan dan meningkatkan semua sektor yang berhubungan dengan masalah
pembinaan bahasa. Sebagaimana dikemukakan oleh Featherston (dalam Lee, 1996),
globalisasi menembus batas-batas budaya melalui jangkauan luas perjalanan udara, semaki
luasnya komunikasi, dan meningkatnya turis (wisatawan) ke berbagai negara.
Melihat perkembangan bahasa Indonesia di dalam negeri yang cukup pesat,
perkembangan di luar negeripun sangat menggembirakan. Data terakhir menunjukkan
setidaknya 52 negara asing telah membuka program bahasa Indonesia (Indonesian Language
Studies). Bahkan, perkembangan ini akan semakin meingkat setelah terbentuk Badan
Asosiasi Kelompok Bahasa Indonesia Penutur Asing di Bandung tahun 1999. Walaupun
perkembangan bahasa Indonesia semakin pesat di satu sisi, di sisi lain peluang dan tantangan
terhadap bahasa Indonesia semakin besar pula. Berbagai peluang bahasa Indonesia dalam era
globalisasi ini antara lain adanya dukungan luas dari berbagai pihak, termasuk peran media
massa. Sementara itu, tantangannya dapat dikategorikan atas dua, yaitu tantangan internal dan
tantang eksternal. Tantangan internal berupa pengaruh negatif bahasa daerah berupa
kosakata, pembentukan kata, dan struktur kalimat. Tantangan eksternal datang dari
pengaruh negatif bahasa asing (terutama bahasa Inggris) berupa masuknya kosakata tanpa
proses pembentukan istilah dan penggunaan struktur kalimat bahasa Inggris.
Mencermati berbagai peluang dan tantang tersebut, memunculkan serangkaian
pertanyaan berikut.
Berbagai fenomena dan kenyataan itu akan semakin mendukung ke arah terjadinya
suatu pertentangan (paradoks) dan arus tarik-menarik antara globalisasi dan lokalisasi.
Persoalan berikutnya adalah mampukah bahasa Indonesia mempertahankan jati dirinya di
tengah-tengah arus tarik-menarik itu? Untuk menjawab persoalan ini, marilah kita menengok
ke belakang bagaimana bahasa Indonesia yang ketika itu masih disebut bahasa Melayu
mampu bertahan dari berbagai pengaruh bahasa lain baik bahasa asing maupun bahasa daerah
lainnya di nusantara. Sejauh ini tanpa terasa banyak kosakata yang sebenarnya hasil serapan
dari bahasa lain tetapi sudah kita anggap sebagai kosakata bahasa Melayu atau Indonesia.

Latihan Mandiri
1. Mampukah bahasa Indonesia mempertahankan jati dirinya di tengah arus tarik-
menarik dari dua tantangan tersebut?
2. Apakah peluang-peluang yang mendukung pembinaan bahasa Indonesia dalam
mempertahankan jati diri bahasa Indonesia?
3. Apa saja tantangan-tantangan masa depan terhadap perkembangan bahasa Indonesia
dalam arus tarik-menarik tersebut?
4. Bagaimana upaya penanggulangan terhadap tantangan-tantangan tersebut?

DAFTAR PUSTAKA

Moulina Bella. Makalah Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional.
http://gogreenbella.wordpress.com/2012/04/30/tantangan-berbahasa-indonesia-di-masa-kini/
Zulfadli Mauludi. Makalah Fungsi dan Kedudukan Bahasa.
http://misterpanjoel.blogspot.com/2012/11/makalah-fungsi-dan-kedudukan-bahasa.html
Anonim. Bahasa Indonesia: Tantangan dan Peluang pada Era
Globalisasi. http://simpleon7.wordpress.com/2011/06/11/bahasa-indonesia-tantangan-dan-
peluang-pada-era-globalisasi/
Anonim. Artikel Peranan Bahasa Indonesia dalam Era Globalisasi.
http://all-be-on.blogspot.com/2012/11/artikel-peranan-bahasa-indonesia-dalam.html
Muslich, Mansur. (2007).
http://muslich-m.blogspot.com/2007/04/kedudukan-dan-fungsi-bahasa-indonesia.html
Putri, Rahma E. (2010).
http://rahmaekaputri.blogspot.com/2010/09/fungsi-dan-kedudukan-bahasa-indonesia.html
https://pendisetiyo.blogspot.com/2016/06/makalah-fungsi-dan-kedudukan-bahasa.html
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara dikukuhkan sehari setelah kemerdekaan RI atau
seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Dasar
1945. Bab XV Pasal 36 dalam UUD 1945 menegaskan
bahwa bahasa negara ialah bahasa Indonesia. Sebagai
bahasa negara, fungsi bahasa Indonesia adalah sebagai
bahasa dalam penyelenggaraan administrasi negara,
seperti dalam penyelenggaraan pendidikan dan
sebagainya.

Bahasa Indonesia Dalam kedudukanya di dunia


pendidikan sangatlah penting, sebagai guru bahasa
Indonesia nantinya, upaya yang kamu lakukan saat
proses belajar mengajar demi tetap terjaganya
kedudukan bahasa Indonesia?
BAB III
KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA
NASIONAL DAN NEGARA
Indikator Perkuliahan:
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional dan negara.
2. Mahasiswa dapat mencintai dan mempertahankan kedudukan dan fungsi bahasa
nasional dan negara.

Pemahaman masyarakat terhadap kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia dapat


menjadi dasar dalam menumbuhkan jiwa nasionalisme kaum muda dan pelajar. Dalam hal
ini, bahasa Indonesia diketahui mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai bahasa Nasional
dan bahasa Negara. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, fungsi bahasa Indonesia
adalah sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, indentitas nasional, alat perhubungan antar
warga, antar daerah dan antar budaya, serta alat pemersatu suku, budaya dan bahasa di
Nusantara.
Sedangkan dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, fungsi bahasa Indonesia
adalah sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa pengantar pendidikan, alat perhubungan
tingkat nasional dan alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Berikut adalah penjelasan lengkap mengenai sejarah dan fungsi bahasa Indonesia
sebagai alat pemersatu bangsa yang patut kita ketahui:

3.1 Kedudukan Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yang sangat penting, yaitu sebagai bahasa
nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, fungsi bahasa Indonesia di antaranya
adalah untuk mempererat hubungan antar suku di Indonesia. Fungsi ini sebelumnya sudah
ditegaskan di dalam butir ketiga ikrar Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi “Kami putra dan
putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
Kata ‘menjunjung’ dalam KBBI antara lain berarti ‘memuliakan’, ‘menghargai’, dan
‘menaati’ (nasihat, perintah, dan sebaginya.). Ikrar ketiga dalam Sumpah Pemuda tersebut
menegaskan bahwa para pemuda bertekad untuk memuliakan bahasa persatuan, yaitu bahasa
Indonesia.
Pernyataan itu tidak saja merupakan pengakuan “berbahasa satu”, tetapi merupakan
pernyatakan tekad kebahasaan yang menyatakan bahwa kita, bangsa Indonesia, menjunjung
tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Ini berarti pula bahasa Indonesia
berkedudukan sebagai bahasa nasional yang kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa
daerah.
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dikukuhkan sehari setelah
kemerdekaan RI atau seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Dasar 1945. Bab XV
Pasal 36 dalam UUD 1945 menegaskan bahwa bahasa negara ialah bahasa Indonesia.
Sebagai bahasa negara, fungsi bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa dalam
penyelenggaraan administrasi negara, seperti dalam penyelenggaraan pendidikan dan
sebagainya.

3.2 Fungsi Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Nasional

Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, fungsi bahasa Indonesia adalah sebagai:
1. Lambang kebanggaan kebangsaan,
2. Lambang identitas nasional,
3. Alat penghubung antar warga, antar daerah, dan antar budaya,
4. Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.

1. Lambang Kebanggaan Kebangsaan

Fungsi bahasa Indonesia sebagai Lambang Kebanggaan Kebangsaan adalah, bahasa


Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan.

©2016 Merdeka.com

Atas dasar kebanggaan ini, bahasa Indonesia harus terus dijaga, pelihara dan kembangkan
serta rasa kebanggaan pemakainya senantiasa dibina.

2. Lambang Indentitas Nasional


Fungsi bahasa Indonesia sebagai Identitas Nasional adalah yang mengarah pada
penghargaan terhadap bahasa Indonesia selain bendera dan lambang negara. Di dalam
fungsinya, bahasa Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya sendiri sehingga serasi
dengan lambang kebangsaan yang lain.

Bahasa Indonesia memiliki identitasnya hanya apabila masyarakat pemakainya, terutama


kaum muda dan pelajar membina dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga bersih
dari unsur-unsur bahasa lain.

3. Alat Perhubungan Antarwarga, Antardaerah, Antarbudaya

Bahasa Indonesia memiliki peranan yang vital di masyarakat umum dan nasional. Berkat
adanya bahasa Indonesia, masyarakat dapat berhubungan satu dengan yang lain sedemikian
rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang sosial budaya dan
bahasa tidak perlu dikawatirkan.Masyarakat dapat bepergian ke seluruh pelosok tanah air
dengan hanya memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai satu-satunya alat komunikasi.

4. Alat Pemersatu Suku Budaya dan Bahasanya

Bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu suku, budaya dan bahasa maksudnya adalah
bahwa bahasa Indonesia memungkinkan keserasian di antara suku-suku, budaya dan bahasa
di Nusantara, tanpa harus menghilangkan indentitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-
nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan.

© CCTI
Lebih dari itu, dengan bahasa nasional itu masyarakat dapat meletakkan kepentingan
nasional jauh di atas kepentingan daerah atau golongan.

3.3 Fungsi Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Negara


Sedangkan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara memiliki fungsi di
antaranya:
1. Bahasa resmi kenegaraan,
2. Bahasa pengantar dalam pendidikan,
3. Alat penghubung pada tingkat nasional,
4. Alat pengembangan kebudayaan, pengetahuan,dan ilmu teknologi.

1. Bahasa Resmi Kenegaraan


Maksud dari Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan adalah, bahwa
bahasa Indonesia dipakai di dalam kegiatan-kegiatan resmi kenegaraan seperti upacara,
peristiwa dan kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk tulisan.
Salah satu kegiatan tersebut adalah penulisan dokumen dan putusan-putusan serta surat-surat
yang dikeluarkan oleh pemerintah dan badan-badan kenegaraan lainnya, serta pidato-pidato
kenegaraan.

2. Bahasa Pengantar dalam Pendidikan

Fungsi bahasa Indonesia sangat vital bagi pendidikan di nusantara ini. Mulai dari
taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Kecuali pada
daerah-daerah tertentu yang masih menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantarnya
seperti Aceh, Batak, Sunda, Jawa, Madura, Bali dan Makassar, akan tetapi hanya sampai
tahun ke tiga pendidikan Sekolah Dasar.

3. Alat Perhubungan pada Tingkat Nasional

©2017 twitter.com/imam_nahrawi

Dalam hal ini fungsi bahasa Indonesia dipakai bukan saja sebagai alat komunikasi
timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat luas, dan bukan saja sebagai alat perhubungan
antar daerah, dan antar suku, melainkan juga sebagai alat perhubungan di dalam masyarakat
yang sama latar belakang sosial budaya dan bahasanya.

4. Alat Pengembangan Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Di dalam hubungan ini, fungsi bahasa Indonesia adalah satu-satunya alat yang
memungkinkan masyarakat membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian
rupa sehingga bahasa Indonesia memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri, yang
membedakannya dengan kebudayaan daerah.

Latihan Mandiri

1. Bagaimana cara bahasa Indonesia dapat mengembangkan kebudayaan, pengetahuan


dan teknologi?
2. Fungsi bahasa Indonesia sebagai Lambang Kebanggaan adalah, bahasa Indonesia
mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan. Atas dasar
kebanggaan ini, bahasa Indonesia harus terus dijaga, pelihara dan kembangkan serta
rasa kebanggaan pemakainya senantiasa dibina, bagaimana cara kamu sebagai
mahasiswa dan sebagai guru bahasa Indonesia menjaga fungsi bahasa Indonesia
sebagai lambang Kebangsaan Bangsa?

DAFTAR PUSTAKA

https://www.merdeka.com/jatim/fungsi-bahasa-indonesia-sebagai-bahasa-pemersatu-bangsa-
ketahui-sejarahnya-kln.html?page=all
Bahasa memiliki peranan penting
dalam kemasyarakatan, hubungan
bahasa dengan masyarakat “seperti
mesin dengan bahan bakar”.

Sikap positif seperti apa yang kamu


kontribusikan untuk kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara
persatuan?
BAB IV
POLA PEMBINAAN BAHASA INDONESIA DALAM MASYARAKAT
MULTIBAHASA

Indikator Perkuliahan:

1. Mahasiswa memahami pola pembinaan bahasa Indonesia dalam masyarakat


multibahasa

Bahasa adalah salah satu ciri khas manusiawi yang membedakannya dari makhluk-
makhluk yang lain. Selain itu, bahasa mempunyai fungsi sosial, baik sebagai alat komunikasi
maupun sebagai suatu cara mengidentifikasikan kelompok sosial. Selain itu Bahasa juga
merupakan cermin kepribadaian bagi seseorang. Melalui bahasa kita bisa berintraksi baik
antarindividu dengan individu, individu denagan kolompok maupun kelompok dengan
kelompok, sehinga masyarakat bisa saling mengenal dan mengetahui antara yang satu dengan
yang lain.

Bahasa memiliki peranan penting dalam kemasyarakatan, hubungan bahasa dengan


masyarakat “seperti mesin dengan bahan bakar”. Oleh karenanya, antara masyarakat dengan
bahasa tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Apabila kita mempelajari
bahasa tanpa mengacu ke masyarakat yang menggunakannya sama dengan menyingkirkan
kemungkinan ditemukannya penjelasan sosial bagi struktur yang digunakan.

Di dalam kajian sosiolinguistik fenomena sikap bahasa dalam masyarakat multibahasa


merupakan gejala yang sering terjadi dalam masyarakat, baik dari prilaku bahasa dan
penggunaan bahasa di dalam masyarakat, karena melalui sikap bahasa dapat menentukan
keberlangsungan hidup suatu bahasa. Di mana masyarakat dalam perilaku berbahasa tidak
akan pernah terlepas dengan sikap yang ada pada diri seseorang sebagai pengguna bahasa.
Berbagai macam fenomena tentang kebahasaan dalam ranah kemasyarakatan, tidak sedikit
masyarakat mulai berkurang akan kecintaan terhadap bahasanya sendiri. Sikap yang
seharusnya ditanamkan akan kecintaan bahasa sering diabaiakan terlebih lagi masalah
kaidah-kaidah bahasa sering diselewengkan.

Oleh karena itu perlu diketahui apa itu sikap bahasa dan apa saja yang harus
dilakukan guna melestarikan bahasa yang ada pada diri sendiri dan masyarakat bahasa pada
umumnya. Sikap positif terhadap bahasa akan dapat meningkatkan kesejahteraan bahasa yang
ada pada setiap orang dan masyarakat pengguna bahasa. Akan tetapi jika sikap negatif
terhadap bahasa lebih dominan maka secara otomatis dapat memudarkan dan menghilangkan
kaidah-kaidah bahasa yang sudah ditetapkan.

Untuk dapat memahami apa yang disebut sikap bahasa (languge attitude) terlebih
dahulu apa itu sikap. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ‘sikap’ mangacu pada
bentuk tubuh, posisi berdiri yang tegak, perilaku atau gerak-gerik, dan perbuatan atau
tindakan yang dilakukan berdasarkan pandangan (pendirian, keyakinan, atau pendapat)
sebagai reaksi atas adanya suatu hal atau kejadian. Sesungguhnya sikapa itu adalah
fenomena kejiwaan, yang biasanya termanifestasi dalam bentuk tindakan atau
perilaku. Menurut Allport (1935) sikap adalah kesiapan mental dan saraf, yang terbentuk
melalui pengalaman yang memberikan arah atau pengaruh yang dinamis kepada reaksi
seseorang terhadap semua objek dan keadaan yang menyangkut sikap itu. Sedangkan
Lambert (1967) menyatakan bahwa sikap itu terdiri dari tiga komponen, yaitu
komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif (lihat Chair, 2004: 150).

1. Komponen Kognitif berhubungan dengan pengetahuan alam sekitar dan gagasan yang
biasanya merupakan kategori yang dipergunakan dalam proses berfikir;
2. Komponen Afektif menyangkut masalah penilaian baik, suka atau tidak suka,
terhadap sesuatu atau suatu keadaan. Jika seseorang memiliki niali rasa baik atau suka
terhadap sesuatu keadaan, maka orang itu dikatakan memiliki sikap positif. Jika
sebaliknya disebut memiliki sikap negatif;
3. Komponen Konatif adalah bagian dari jiwa seseorang yang mengacu pada perbuatan
atau prilaku. Bila sesorang ingin mengetahui sikap orang lain sering ditafsirkan
melalui asfek konatif ini. Namun tentu saja dengan cara demikina belum sepenuhnya
dapatdipertanggungjawabkan.

Bila ketiga bagian yang terbentuk sikap itu ada dalam keadaan yang sejajar, maka
memang prilaku itu dapat menggambarkan sikap secara lebih bulat dan utuh. Akan tetapi,
perlu dimaklumi bahwa jiwa manusia merupakan suatu yang rumit, sulit diterka, dan sering
muncul gejala yang bertentangan antara keadaan jiwa dengan perilaku yang tampak dari luar.
Sabagai contoh: seseorang yang pandai bersandiwara bisa saja mencucurkan air mata seperti
orang yang bersikap sedih, padahal keadaan jiwa yang sesungguhnya orang yang
bersangkutan tidak sedih dan mungkin malah bahagia (Jendra, 2007: 231).
Anderson (1974) membagi sikap atas dua macam, yaitu 1) sikap kebahasaan, dan 2) sikap
nonkebahasaan (sikap potik, sikap social, sikap etnis, dan sikap keagamaan) kedua jenis sikap
ini (kebahasaan dan nonkebahasaan) dapat menyangkut keyakinan atau kognisi mengenai
bahasa. Maka dengan demikian, menurut Anderson, sikap bahasa adalah tata keyakinan atau
kognisi yang relatif berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa, mengenai objek bahasa,
yang memberikan kecendrungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tersentu yang
disenanginya (lihat Chair dan Leoni, 2004: 151).

Menurut Aslinda dan Asyafyahya (2007: 10) sikap bahasa adalah kesopanan bereaksi
terhadap keadaan. Dengan demikian sikap bahasa merujuk pada sikap mental dan sikap
prilaku dalam berbahasa. Sedangkan menurut Bany dan Johnson (dalam Rochman, 2013: 41)
mengisyaratkan sikap bahasa tidak terbentuk karena pembawaan sejak lahir tetapi terbentuk
karena proses belajar. Selanjutnya menurut Jendra (1991: 64) sikap bahasa adalah keadaan
jiwa atau perasaan seseorang terhadap bahasanya sendiri atau bahasa orang lain. Sikap bahasa
yang dimaksud, yakni sebagaimana pendukung atau penutur suatu bahasa bersikap terhadap
bahasanya di tempat asalnya, di lingkungan masyarakatnya sendiri; dan bagaimana pula
sikapnya terhadap bahasanya bila penutur bahasa itu berbicara dengan orang lain baik dalam
atau di luar daerah masyarakat bahasanya.Berdasarkan pendapat para tokoh di atas, dapat
disimpukan bahwa sikap bahasa merupakan prilaku seseorang dalam berbahasa yang tidak
terlepas dari etika, kesopanan, dan mental pada diri sesorang dalam berbahasa serta diperoleh
melalui proses belajar untuk menumbuh-kembangkan jiwa atau perasaan terhadap bahasanya
sendiri.

1. Menurut Pateda (1987: 29) sikap terhadap bahasa dan berbahasa dapat dilihat dari
dua segi, yakni:

Sikap Positif terhadap Bahasa, Sikap positif terhadap bahasa menghasilkan perasaan
memiliki bahasa. Maksudnya bahasa sudah dianggap kebutuhan pribadi yang esensial, milik
pribadi, dijaga dan dipelihara. Sikap positif terhadap bahasa tercermin bentuk antara lain:

a. Kesetiaan akan bahasa (language loyality)Kesetiaan bahasa pada umumnya dapat


berwujud sikap sesorang atau kelompok masyarakat untuk tidak cepat dipengaruhi
oleh pemakai bahasa bahasa asing. Contoh seorang penutur setia dan teguh dalam
mempertahankan kemandirian bahasanya, seperti penutur bahasa dan dialek tertentu
walaupun sudah lama meninggalkan daerahnya, masih sangat kentara dengan ciri
dialektikal daerahnya. Seperti yang terlihat di Desa Kembang Kerang Kecamatan
Aikmel, Rempung, dan Rumbuk Kecamatan Sakra, yang pada asalnya berasal dari
kelompok masyarakat Sumbawa dan menggunakan bahasa Sumbawa meskipun
berada pada kelompok masyarakat sasak, akan tetapi sampai sekarang masih
perpegang teguh menggunakan bahasa Sambawa.
b. Kebanggaan Bahasa (language pride)Kebanggan bahasa adalah sikap yang mewarnai
seseorang atau masyarakat penutur bahasa yang bersangkutan untuk menjadikan
bahasanya sebagai lambang identitas pribadinya atau masyarakatnya, pemakaian
bahasanya, harga dirinya, dan wibawa penampilannya. Misalnya seorang guru
jurusan Bahasa Inggris yang berasal dari Lombok bertemu dengan orang sasama
jurusannya maka mereka akan lebih senang Berbahasa Inggris karena mereka merasa
bangga dengan jurusannya dan menjaga wibaawanya sebagai guru jurusan Bahasa
Inggris.
c. Kesadaran akan adanya norma bahasa (awareness of the norm) Kesadaran akan
norma bahasa akan memberi dorongan yang positif terhadap pemakai bahasa yang
sesuai dengan kaidah atau norma bahasa secara akurat dan sesuai dengan situasi
penuturnya. Contoh seseorang yang mencintai bahasanya sendiri tidak akan pernah
semena-mena merubah kaidah dan aturan bahasanya sendiri melainkan tetap menjaga
dan melestarikannya sebagai dasar pembinaan dan pengembangan yang kuat bagi
masa depan bahasa itu atau bahasanya sendiri.

Menurut Amran Halim (dalam Jendra, 2007: 72) Cara agar penutur bahasa memiliki
sikap yang positif yakni menanamkan sikap setia bahasa, bangga bahasa, dan sadar norma
bahasa ialah dengan cara:

1. pendidikan bahasa yang pelaksanaannya didasarkan atas asas-asas pembinaan kaidah-


kaidah, dan norma bahasa.
2. Pendidikan bahasa yang pelaksanaannya didasarkan atas norma-norma budaya yang
hidup di masyarakat pemakai bahasa yang bersangkutan.

Selain itu untuk dapat mengetahui berhasil atau tidaknya seseorang yang didik dalam
bahasa terebut tergantung pada motivasi pelajar yang ingin menguasai bahasa tersebut.
Sebagaimana motivasi belajar menurut Lambert (dalam jendara, 2007: 73) banyak
dipengaruhi oleh sikap bahasa pelajar terhadap bahasa itu. Motivasi belajar bahasa terdorong
oelh keinginan pelajar tersebut untuk memperbaiki nasib dirinya pada masa yang akan
datang. Motif belajar yang berorientasi kepada perbaikan nasib yang semacam itu disebut
dengan istilah Orientasi Instrumental. Selain itu ada orienatasi Integratif yang merujuk pada
dorongan keinginan untuk mengetahui kebudayaan masyarakat pendukung bahasa yng
bersangkutan.

Sikap Negatif terhadap Bahasa, Sikap negatif terhadap bahasa adalah tiadanya gairah
atau dorongan untuk mempertahankan kemandirian bahasanya merupakan salah
satu penanda bahwa kesetiaan bahasanya mulai melemah, yang berlanjut menjadi hilang
sama sekali. Sikap negatif terhadap suatu bahasa bisa terjadi juga bila sesorang atau
sekelompok orang tidak mempunyai lagi rasa bangga terhadap bahasanya, dan mengalihkan
rasa bangga itu kepada bahasa lain yang bukan miliknya. Banyak factor yang menyebabkan
hilangnya rasa bangga terhadap bahasa sendiri, dan menimbuhkan pada bahasa lain, antara
lain factor politik, ras, etnis, gengsi, dan sebagainya. Pada tahun lima puluhan banyak orang
Indonesia yang merasa dirinya Belanda bukan hanya tidak memiliki rasa bangga terhadap
bahasa Indonesia, malah malu untuk menggunakannya. Takut dirinya disebut “orang
Indonesia”. Sikap negatif terhadap bahasa akan lebih terasa lagi akibat-akibatnya apabila
sesorang atau sekelompok orang tiidak mempunyai kesadaran akan adanya norma bahasa.
Sikap ini akan tampak dalam keselurahan tindak tuturnya mereka tidak merasa perlu untuk
menggunakan bahasa secara cermat dan tertib, mengikuti kaidah yang berlaku.

Contoh yang sering terjadi dalam lingkungan masyarakat terutama yang ada di
Lombok yang identiknya menggunakan bahasa sasak. Seseorang yang pergi merantau ke
Malaysia dan tinggal di sana beberapa tahun malah terpengaruh dengan bahasa Malaysia, dan
pada saat pulang dari Malaysia ketika berbicara dengan sesama masyarakat sasak Iya malah
asyik mencampur dan menghilangkan kaidah bahasa sasaknya dengan menggunakan dialek
Malaysia. Ini artinya orang tersebut memiliki sikap negatif dan tidak memeiliki rasa bangga
akan bahasanya sendiri.

Bahasa bagaian dari bawaan dari kebudayaan (subsistem budaya) akan dipengaruhi
oleh system budaya bahasa tersebut. Sebagaimana sikap berbicara sebagai bagian yang lebih
kecil dari prilaku berbahasa termasuk ruang lingkup tata karma berbahasa (linguistics
etiquette) yang meliputi beberapa norma pada waktu berbicara dengan orang lain. Norma
yang harus diperhitungkan dalam tata karma berbahasa adalah sebagai beriku: (Jendra, 2007:
70-71)

a. Pokok persoaalan apa yang sebaiknya dikatakan pada waktu, keadaan, dan tempat
tertentu. Misalkan pada waktu resmi dibicarakan pada waktu upacara kenegaraan,
masalah keluarga tentu harus di bicarakan pada ruang lingkup kekeluargaan karena
tidak sesuai atau tidak seharusnya dibicarakan ditempat umum atau dalam situasi
yang ramai.
b. Ragam bahasa apa yang sebaiknya dipilih untuk keadaan, tempat, dan waktu tertentu,
misalkan sedang santai di rumah dengan keluarga tentu akan menjadi kaku kalau
memilih ragam bahasa resmi yang baku.
c. Bagaimana jarak harus diatur kalau berbicara dalam keadaan, tempat, waktu dan
pokok persoaalan tertentu dengan siapa berbicara. Misalkan berbicara dengan teman
yang akrab di tempat yang kurang sepi dan situasi resmi, tentang pokok persoalan
yang rahasia, tentu wajar menggunakan cara berbisik dalam jarak yang dekat.
d. Harus tahu menggunakan kesempatan yang baik untuk berbicara, tidak asal
memotong dan menyela giliran orang lain berbicara dan kapan pula sebaiknya dengan
tekun dan diam kalau orang lain berbicara sungguh-sungguh.

Berdasarkan hasil pembahasan tentang sikap bahasa, dapat disimpulkan bahwa sikap
bahasa merupakan prilaku seseorang dalam berbahasa yang tidak terlepas dari etika,
kesopanan, dan mental pada diri sesorang dalam berbahasa serta diperoleh melalui proses
belajar untuk menumbuh-kembangkan jiwa atau perasaan terhadap bahasanya sendiri. Sikap
bahasa teridiri dari 3 komponen yakni komponen kognitif merujuk pada proses berfikir,
komponen afektif merujuk pada suatu keadaan nilai rasa, dan komponen konatif merujuk
pada perbuatan atau prilaku.

Sikap bahasa dalam berbahasa tercermin sikap positif dan sikap negatif, yang mana
sikap positif terdapat 1) kesetiaan akan bahasa (language loyality); 2) kebanggaan
bahasa (language pride); dan 3) kesadaran akan adanya norma bahasa (awareness of the
norm). sedangkan sikap negatif terhadap suatu bahasa bisa terjadi bila sesorang atau
sekelompok orang tidak mempunyai lagi rasa bangga terhadap bahasanya, dan mengalihkan
rasa bangga itu kepada bahasa lain yang bukan miliknya. Serta sikap bahasa merupakan
bagaian dari bawaan dari kebudayaan (subsistem budaya), sebagaimana sikap berbicara
sebagai bagian yang lebih kecil dari prilaku berbahasa termasuk ruang lingkup tata karma
berbahasa (linguistics etiquette).
Latihan Mandiri

“Pilihlah DUA materi ajar untuk tingkat SMA, dari bahasa dan juga sastra, setelah itu
buatlah RPP yang di dalamnya terdapat (3 komponen yakni komponen kognitif merujuk pada
proses berfikir, komponen afektif merujuk pada suatu keadaan nilai rasa, dan komponen
konatif merujuk pada perbuatan atau prilaku) untuk eksistensi bahasa dan sastra Indonesia”

DAFTAR PUSTAKA

Aslinda dan Leny Syafyahya. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Refika


Aditama.
Chair, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik; Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka
Cipta.
Fathur, Rokhman. 2013. Sosiolinguistik: Suatu Pendekatan Pembelajaran Bahasa Dalam
Masyarakat Multikultural. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Jendra, I Wayan, 1991. Dasar-dasar Sosiolinguistik. Denpasar: Ikayana.
Jendra, I Wayan, 2007. Sosiolinguistik; Teori dan Penerapannya. Surabaya: Paramita.
Pateda, Mansoer. 1987. Sosiolinguitik. Bandung: Angkasa
Dalam Pembinaan masyarakat multikultural,
bahasa Indonesia secara khusus berperan
sebagai pengantar dalam pendidikan.
Sebagaimana diketahui bahwa seluruh
komponen masyarakat yang terlibat dalam
proses pendidikan, baik tenaga pengajar,
peserta didik, penentu kebijakan, dan seluruh
unsur yang terlibat merupakan masyarakat
yang berasal dari suku, daerah, dan etnis yang
berbeda. Oleh karena itu, pendidikan
multikultural perlu diterapkan untuk meretas
kendala keragaman budaya dalam
mewujudkan kebutuhan bersama, baik
berskala nasional maupun berskala lokal.

Pertanyaanya adalah: apakah materi ajar


Bahasa Indonesia untuk tingkat SD sampai
dengan SMA sudah memenuhi kebutuhan
para generasi pemuda untuk tetap
mempertahankan kedudukan bahasa sebagai
identitas bangsa Indonesia?
BAB V
POLA PEMBINAAN BAHASA INDONESIA DALAM MASYARAKAT
MULTIKULTURAL

Indikator Perkuliahan:

1. Mahasiswa memahami cara membina bahasa Indonesia dalam masyarakat


multikultural.
2. Mahasiswa mengetahui pentingnya membina bahasa Indonesia dalam masyarakat
multikultural.

Indonesiaadalah sebuah negara yang terdiri atas beraneka ragam suku bangsa, etnis
atau kelompok sosial, kepercayaan, agama, dan kebudayaan yang berbeda-beda dari daerah
satu dengan daerah lain yang mendominasi khazanah budaya Indonesia. Dengan semakin
beraneka ragamnya masyarakat dan budaya, setiap individu masyarakat memiliki keinginan
yang berbeda-beda. Orang-orang dari daerah yang berbeda dengan latar belakang yang
berbeda, struktur sosial, dan karakter yang berbeda, memiliki pandangan yang berbeda
dengan cara berpikir dalam menghadapi hidup dan masalahnya. Untuk itu diperlukan paham
multikulturalisme untuk mempersatukan bangsa termasuk dalam hal berbahasa Indonesia.

4.1 Multikulturalisme di Indonesia

Multikulturalisme adalah sebuah filosofi yang tafsirkan sebagai ideologi yang


menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status
sosial politik yang sama dalam kehidupan masyarakat.

Secara etimologis multikulturalisme terdiri atas kata multi yang berarti plural, kultural
yang berarti kebudayaa, dan isme yang berarti aliran atau kepercayaan. Jadi,
multikulturalisme secara sederhana adalah paham atau aliran tentang budaya yang plural.

Dalam pengertian yang lebih mendalam istilah multikulturalisme bukan hanya


pengakuan terhadap budaya (kultur) yang beragam, melainkan juga pengakuan yang
memiliki impiklasi-implikasi politik, sosial, ekonomi, dan lainnya.

Dalam KBBI multikulturalisme adalah gejala pada seseorang atau suatu masyarakat
yang ditandai oleh kebiasaan menggunakan lebih dari satu kebudayaan. Multikulturalisme
berhubungan dengan kebudayaan dan kemungkinan konsepnya dibatasi dengan muatan nilai
atau memiliki kepentingan tertentu. Masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri
atas beberapa macam, komunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit
perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah,
adat, dan kebiasaan. (Parekh dalam Suryana,2015:100).

Terlepas dari perbedaan pendapat tentang multikulturalisme apakah menjadi


perpecahan ataukah justru menjadi pemersatu bangsa, hal yang harus diwaspadai adalah
munculnya perpecahan etnis, budaya dan suku dalam bangsa.

Bangsa Indonesia memiliki bermacam-macam kebudayaan yang dibawa oleh banyak


suku, dan adat istiadat yang tersebar diseluruh nusantara. Dari Sabang sampai Merauke kita
telah mengenal suku yang majemuk, seperti suku Jawa, Madura, Batak, Dayak, Asmat dan
lainnya. Semua itu memiliki keunggulan dan tradisi yang berbeda-beda satu dengan yang
lainnya.

Bangsa Indonesia sangat kaya dengan suku, adat istiadat, budaya, bahasa dan
khazanah yang lain ini. Apakah hal tersebut menjadi sebuah kekuatan bangsa ataukah justru
berbalik menjadi faktor pemicu timbulnya disintegrasi bangsa? Seperti yang telah diramalkan
Huntington, keanekaragaman di Indonesia harus diwaspadai. Hal itu disebabkan telah banyak
kejadian yang menyulut pada perpecahan, yang disebabkan adanya paham sempit tentang
keunggulan suku tertentu.

Multikuturalisme di Indonesia juga mencakup keanekaragaman kultur berbahasa,


masyarakat di Indonesia memiliki kemajemukan dalam berbahasa disetiap budayanya.
Contoh Suku Badui, bahasa yang digunakan adalah bahasa Sunda dialek Sunda Banten.
Untuk berkomunikasi dengan masyarakat luar mereka lancar menggunakan bahasa Indonesia.
Contoh lain bahasa Betawi, sikap campur aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan dari
kebudayaan betawi secara umum yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam
kebudayaan. Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah bahasa Indonesia,
bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah bahasa Indonesia dengan dialek
Betawi. Contoh lain Suku Jawa, kelembutan yang selalu menjadi ciri khas bahasa yang
digunakan orang Jawa. Dari beberapa contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa politisasi
identitas budaya banyak terjadi perbedaan baik di dalam maupun dari luar namun bahasa
Indonesia tetap menjadi identitas dan alat pemersatu bangsa Indonesia.

4.2 Pembinaan bahasa Indonesia dalam masyarakat multikultural

Sebenarnya masyarakat Indonesia telah akrab dengan moto Bhineka Tunggal Ika.
Namun sayangnya moto tersebut selama ini hanya menempati kesadaran kognitif masyarakat
pada umumnya dan belum diimplementasikan secara nyata dalam kehidupan sosial
masyarakat sehari-hari.

Konsep multikulturalisme tidak dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman


secara suku bangsa kebudayaan suku bangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk karena
multikulturalisme menekankan keanekaragaman dalam kesejahteraan. Bahasa dilestarikan
atau diturunkan dari satu generasi ke generasi lain secara budaya. Artinya bahwa sistem
kebahasaan itu terus dipelajari oleh setiap penutur bahasa. Bahasa tidak diwariskan secara
biologis dari generasi ke generasi berikutnya. Memang betul manusia dianugerahkan untuk
berbahasa (Innate ability) tetapi konvensi kebahasaan apapun juga (kosa kata, aturan
gramatik) diturunkan dengan diajarkan dan dipelajari (Alwasilah, 1993:34). Kenyataan ini
menandakan bahwa perbedaan bahasa bukan hal yang sederhana, buktinya orang-orang dari
berbagai tempat dan berbeda latar budaya tidak selalu saling mengerti sewaktu berbicara
dengan mitra tutur yang berbeda bahasa. Hanya dengan mempersempit perselisihan budaya
yang tidak kondusif, siklus kehidupan sosial masyarakat yang majemuk akan terwujud dalam
prinsip dasar yang dapat saling menghargai, menghormati dan menjaga satu dengan yang
lain. Menurut Sitaresmi (dalam Suryana, 2015:195), paradigma multikulturalisme pada anak
dapat dilakukan melalui cara-cara berikut.

Menyampaikan pesan tentang multikulturalisme dengan memberikan contoh


kehidupan sehari-hari. Secara tidak langsung, yaitu dengan menyampaikan cerita yang berisi
tentang multikulturalisme, antara lain dari dongeng, legenda dan fabel.

Berdasarkan pandangan dan konsep tersebut, multikulturalisme memiliki relevansi


makna dan fungsi yang tepat. Oleh sebab itu, konsep tersebut menjadi penting dikembangkan
dan diinternalisasikan dalam proses transformasi nilai-nilai bagi masyarakat bangsa yang
beragam.

Dengan pendidikan multikultural peserta didik mampu menerima perbedaan, kritik


dan memiliki rasa empati serta toleransi pada sesama tanpa memandang golongan, status,
genre, dan kemampuan akademis (Farida Hanum, dalam Suryana, 2015:197) Jumlah bahasa
yang digunakan di Indoesia cukup banyak. Menurut Kaswanti (2000:8)

Indonesia memiliki bahasa daerah sebanyak 706. Dari jumlah tersebut sebagian besar
terdapat di Irian Jaya. Dengan jumlah tersebut, Indonesia memiliki bahasa daerah terbanyak
kedua setelah Papua Nugini. Menurut Pusat Bahasa, jumlah bahasa daerah di Indonesia
kurang lebih 670. Dari jumlah tersebut, hanya kira-kira 50 bahasa yang dalam keadaan safe
“kokoh”. Sisanya yang jumlahnya kurang lebih 620 dalam keadaan “mengkhawatirkan”
karena jumlah penuturnya dibawah 100.000 orang. Kondisi ini akan membuat dinamika
bahasa selalu memunculkan dialek-dialek yang

berbeda-beda. Bisa dibayangkan jika satu bahasa memiliki sejumlah dialek, maka jumlah ini
akan berubah berlipat ganda. Bahasa Jawa saja misalnya memiliki dialek jawa Banyumasan,
Dialek Joglo, dan Dialek Jawa Timuran. Budayanya pun menjadi varian yang berbeda dari
budaya induknya dan belum bahasa-bahasa etnis di luar Jawa. Realitas masyarakat
multikultural dapat dilihat pula dari adanya permainan bahasa yang hidup dalam masyarakat
kita sebagai akibat kontak antarbahasa. Permainan bahasa adalah eksploitasi unsur atau
(elemen) bahasa, seperti bunyi, subkata, bagian kata, kata, frasa, kalimat, dan wacana sebagai
pembawa makna atau amanat (maksud) tuturan sedemikian rupa sehingga elemen itu secara
gramatik, semantik, maupun pragmatis akan hadir tidak seperti semestinya (Wijana, 2001).
Ada berbagai teori mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan.

Ada yang mengatakan bahasa itu merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi ada pula
yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda, namun
mempunyai hubungan yang sangat erat, sehingga tidak dapat dipisahkan. Pernyataan juga
terlontar bahwa bahasa sangat dipengaruhi oleh kebudayaan, sehingga segala hal yang ada
dalam kebudayaan akan tercermin dalam bahasa. Sebaliknya juga ada yang mengatakan
bahwa bahasa sangat mempengaruhi kebudayaan, dan cara berpikir manusia atau masyarakat
penuturnya.

Menurut Koentjaraningrat (dalam Chaer, 2014:165) bahwa bahasa bagian dari


kebudayaan. Jadi, hubungan antara bahasa dan kebudayaan merupakan hubungan yang
subordinatif, di mana bahasa berada di bawah lingkup kebudayaan. Di samping itu, ada
pendapat lain yang menyatakan bahwa bahasa dan kebudayaan mempunyai hubungan yang
koordinatif, yakni hubungan yang sederajat. Banyaknya bahasa yang digunakan di Indonesia,
terutama di kota-kota besar, ditambah dengan mobilitas penduduk yang cukup tinggi,
menyebabkan terjadinya kontak bahasa dan budaya beserta dengan segala peristiwa
kebahasaan seperti bilingualisme, alih kode, campur kode, interverensi dan intergrasi.

Maka kebanyakan orang Indonesia pun menjadi masusia-manusia yang bilingual


maupun multilingual. Yang betul-betul monolingual tentunya juga masih ada, tetapi terbatas
pada mereka yang bertempat tinggal yang jauh dari pusat keramaian, terisolasi atau belum
tersentuh oleh masyarakat luar. Begitu pun peristiwa alih kode, campur kode, interverensi,
sudah lazim terjadi dilakukan oleh para penutur bahasa Indonesia, sedangkan bentuk-bentuk
yang merupakan hasil integrasi pun banyak terdapat di dalam bahasa Indonesia maupun di
dalam bahasa daerah. Anehnya juga, di dalam masyarakat Indonesia ada bentuk-bentuk
seperti cross boy dan cross mama yang di dalam masyarakat Inggris sendiri tidak dikenal.
Juga bentuk halal bihalal yang di dalam masyarakat Arab juga tidak ada. Sejak ditetapkannya
undang-undang Dasar 45 sebagai bahasa resmi kenegaraaan, pemakaian bahasa Indonesia
semakin meluas boleh dikatakan sudah mencakup seluruh wilayah republik Indonesia,
meskipun, menurut sensus penduduk 1980, yang dapar berbahasa Indonesia baru 61,4% dan
sehari-hari berbahasa Indonesia baru 12%. (Bandingkan yang berbahasa Jawa ada 40% dan
berbahasa Sunda 15%). Penggunaan bahasa Indonesia yang sangat meluas ini dan dilakukan
oleh orang-orang yang berlatar belakang bahasa ibu yang sangat berbeda-beda,menjadikan
bahasa Indonesia menjadi bervariasi dan beragam-ragam. Mengapa?

Karena bahasa Indonesia itu mempengaruhi bahasa daerah setempat. Akibatnya, kita
bisa mengatakan adanya bahasa Indonesia ragam Jawa Barat, yang sangat kesunda-sundaan
(lihat Widjajakusumah, 1980) ada bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan, adanya bahasa
Indonesia yang kebatak-batakan, ada bahasa Indonesia kebali-balian, dan sebagainya. Malah,
kita juga bisa melihat bahasa Indonesia seperti yang dituturkan kelompok etnis Cina dan
Arab (lihat Hariyono 1990). Penggunaan bahasa Indonesia semakin hari semakin meluas, dan
jumlah penuturnya bertambah banyak. (Chaer, Abdul, 2014)

Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan. Pertama, karena bahasa Indonesia
memiliki status sosial yang tinggi, yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi
kenegaraan ini berarti dapat berbahasa Indonesia mempunyai rasa kebanggaan tersendiri,
yaitu kebanggaan nasional. Sumarsono (dalam Chaer, 2014:228) melaporkan, masyarakat
tutur minoritas Melayu Loloan di Bali dapat mempertahankan bahasa dari pengaruh bahasa
Bali, tetapi tidak dapat mempertahankan diri dari pengaruh penggunaan bahasa Indonesia. Ini
terjadi sebagai akibat bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan bahasa negara
sedangkan bahasa Bali adalah bahasa daerah. Kedua, semakin banyak keluarga terutama di
kota-kota besar yang langsung menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi
dengan anak-anak mereka. Ini juga berarti semakin banyak Indonesia yang berbahasa ibu
atau berbahasa pertama bahasa Indonesia. Ketiga, dapat berbahasa Indonesia mempunyai
kesempatan sosial yang lebih bila dibandingkan hanya dapat berbahasa daerah. Keempat,
bahasa Indonesia sering dijadikan alternatif pilihan untuk meghindar dari keharusan berundak
usuk atau bersorsinggih bila harus menggunakan bahasa daerah (Widjajakusumah, dalam
Chaer, 2014:228).

Bahasa daerah yang jumlah penuturnya relatif besar, wilayah pemakaiannya relatif
luas, dan didukung oleh adat istiadat dan budaya yang kuat (termasuk karya sastranya) dapat
dipastikan tidak akan ditinggalkan oleh para penuturnya, setidaknya dalam jangka yang
relatif lama. Tetapi bahasa daerah yang jumlah penuturnya relative sedikit dengan wilayah
pemakaian yang relatif sempit, ada kemungkinan akan ditinggalkan oleh penuturnya, dan
beralih menggunakan bahasa Indonesia. Sebagai bukti, kita lihat di daerah Minahasa dan
Tondano di Sulawesi Utara. Dalam pendidikan formal di Indonesia, bahasa Indonesia
mempunyai dua muka. Pertama,

sebagai bahasa pengantar di dalam pendidikan, dan kedua, sebagai mata pelajaran yang harus
dipelajari. Sebagai mata pelajaran, bahasa Indonesia termasuk mata pelajaran penting, sama
dengan pendidikan agama. Sebagai bahasa resmi kenegaraan, maka bahasa Indonesia harus
digunakan dalam setiap kegiatan yang bersifat resmi kenegaraan, termasuk sebagai bahasa
pengantar dalam bidang pendidikan. Mengenai bahasa pengantar dalam pendidikan ini, ada
satu kebijaksanaan yang membolehkan penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar
dari kelas satu sampai kelas tiga sekolah dasar dengan tujuan untuk memperlancar pengajaran
bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain.

Sebagaimana diketahui bahwa seluruh komponen masyarakat yang terlibat dalam


proses pendidikan, baik tenaga pengajar, peserta didik, penentu kebijakan, dan seluruh unsur
yang terlibat merupakan masyarakat yang berasal dari suku, daerah, dan etnis yang berbeda.
Perbedaan tersebut disatukan dengan penggunaan bahasa Indonesia, sekiranya pembelajaran
harus berlangsung menggunakan bahasa daerah masing-masing individu yang terlibat dalam
pembelajaran tersebut maka dapat dibayangkan betapa sulitnya proses pembelajaran tersebut
dilaksanakan. Bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia kebanyakan tidak merupakan satu
kesatuan bahasa yang utuh. Bahasa daerah itu biasanya mempunyai satu atau dua dialek
bahkan lebih. Lalu, satu dari beberapa dialek ada satu yang dianggap dialek standar dan
digunakan dalam acara resmi kedaerahan. (Chaer, Abdul, 2014)

Bahasa Indonesia sudah siap pakai untuk menjadi bahasa pengantar. Bahasa Indonesia sudah
memiliki kosakata untuk pengertian-pengertian sekarang, dan sudah pula digunakan oleh
jutaan orang sebagai lingua franca di seluruh Nusantara. Karena itu, sudah sepantasnya
bahasa Indonesia yang dipilih menjadi bahasa pengantar, dan bukan bahasa daerah atau
melayu. Oleh karena itu, pendidikan multikultural perlu diterapkan untuk meretas kendala
keragaman budaya dalam mewujudkan kebutuhan bersama, baik berskala nasional maupun
berskala lokal. (Wahyuni, Imelda, 2015)

Multikulturalisme adalah sebuah filosofi yang tafsirkan sebagai ideologi yang


menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status
sosial politik yang sama dalam kehidupan masyarakat. Secara etimologis multikulturalisme
terdiri atas kata multi yang berarti plural, kultural yang berarti kebudayaa, dan isme yang
berarti aliran atau kepercayaan. Jadi, multikulturalisme secara sederhana adalah paham atau
aliran tentang budaya yang plural.

Dalam Pembinaan masyarakat multikultural, bahasa Indonesia secara khusus berperan


sebagai pengantar dalam pendidikan. Sebagaimana diketahui bahwa seluruh komponen
masyarakat yang terlibat dalam proses pendidikan, baik tenaga pengajar, peserta didik,
penentu kebijakan, dan seluruh unsur yang terlibat merupakan masyarakat yang berasal dari
suku, daerah, dan etnis yang berbeda. Oleh karena itu, pendidikan multikultural perlu
diterapkan untuk meretas kendala keragaman budaya dalam mewujudkan kebutuhan bersama,
baik berskala nasional maupun berskala lokal.

Latihan Mandiri

“Pendidikan multicultural yang seperti apa yang bisa diterapkan di tingkat SD, SMP, dan
SMA hingga Perguruan Tinggi untuk meretas kendala keragaman budaya dalam mewujudkan
kebutuhan bersama, baik berskala nasional maupun berskala lokal”

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar.1993.Pengantar Sosiologi Bahasa.Bandung: Penerbit Angkasa.

Chaer, Abdul.2014.Sosiolinguistik Perkenalan Awal.Jakarta: PT Rineka Cipta.

Purwo, Bambang Kaswanti.2000.Bangkit Kebhinekaan Dunia Linguistik dan


Pendidikan.Jakarta: Mega Media Abadi.

Suryana, Yaya.2015.Pendidikan Multikultural Suatu Upaya Penguatan Jati Diri


Bangsa.Bandung: Penerbit Pustaka Setia Bandung.

Wahyuni, Imelda. (2015). PENDIDIKAN MULTIKULTURAL: UPAYA MEMAKNAI


KERAGAMAN BAHASA DI INDONESIA. Zawiyah Journal Pemikiran Islam, 91.
Mengapa bahasa Indonesia perlu dibina dan
dikembangkan, dan bagaimana cara anda
sebagai guru bahasa Indonesia membina dan
mengembangkan bahasa Indonesia sebelum
proses belajar dan mengajar dan saat proses
belajar mengajar? Dan apa yang akan terjadi
apabila bahasa Indonesia tidak
dipertahankan baik dan benarnya terhadap
bangsa Indonesia?
BAB VI
PEMBINAAN BAHASA INDONESIA DAN PENGAJARAN BAHASA

Indikator Perkuliahan
1. Mahasiswa mengetahui hal-hal yang perlu dibinaa dalam pemgajaran bahasa
Indonesia
2. Mahasiswa nantinya menerapkan pembinaan pembelajaran bahasa Indonesia saat
proses mengajar di kelas.
6.1 Konsep Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia”
Anda mungkin sering mendengar bahkan juga menggunakan istilah pembinaan dan
istilah pengembangan dalam kehidupan berbahasa sehari-hari. Kata pembinaan tentu saja
berhubungan erat dengan kegiatan membina, sedangkan kata pengembangan sangat
berhubungan dengan kegiatan mengembangkan bahasa. Oleh sebab itu, ada dua hal yang
harus dibedakan, yaitu usaha pembinaan bahasa dan usaha pengembangan bahasa.
Pembinaan dan pengembangan bahasa merupakan usaha dan kegiatan yang dilakukan
untuk memelihara dan mengembangkan bahasa Indonesia supaya dapat memenuhi fungsi dan
kedudukannya.
Kedudukan bahasa Indonesia kini semakin mantap sebagai wahana komunikasi, baik
dalam hubungan sosial maupun dalam hubungan formal. Bahasa Indonesia merupakan alat
pertama dan utama untuk membangun arus pemikiran yang jelas dan teliti. Bahasa Indonesia
merupakan alat pokok fundamental dalam proses pendidikan. Begitupun halnya dengan
bahasa daerah dan bahasa asing yang juga digunakan sebagai wahana komunikasi yang
memiliki fungsi dan kedudukan masing-masing
.
6.2 Pengertian Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia
Hasil perumusan bahasa Seminar Politik Bahasa Nasional (1975) telah disebutkan
bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa adalah usaha dan kegiatan yang ditujukan
untuk memelihara dan mengembangkan bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan pengajaran
bahasa asing supaya dapat memenuhi fungsi dan kedudukannya.
Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dilakukan meliputi usaha-usaha
pembakuan agar tercapai pemakaian bahasa yang cermat, tetap dan efesien dalam
komunikasi. Untuk kepentingan praktis, telah diambil sikap bahwa pembinaan terutama
ditujukan kepada penuturnya, yaitu masyarakat pemakai bahasa Indonesia, dan
pengembangan bahasa dalam segala aspeknya.
Usaha pembinaan bahasa berkenaan dengan pelaksanaan kegiatan penyebaran bahasa
Indonesia ke khalayak sasaran dengan berbagai cara seperti usaha penyuluhan, penataran, dan
pendemonstrasian. Jika dipandang dari segi khalayak sebagai sasaran pembinaan tersebut,
khalayak tersebut dapat terdiri atas berbagai golongan, baik golongan penutur asli, maupun
golongan bukan penutur asli, orang yang masih bersekolah, ataupun orang yang sudah tidak
bersekolah lagi, khalayak guru pada semua jenis dan semua jenjang pendidikan, khalayak
orang yang berada di komunikasi media massa, seperti majalah, surat kabar, radio, dan
televisi, serta khalayak di bidang industri, perniagaan, penerbit, perpustakaan, dan pada
lingkungan sastrawan.

6.3 Tujuan Pembinaan Bahasa Indonesia

a. Penumbuhan Sikap
Sikap bahasa adalah salah satu sikap dari berbagai sikap yang mungkin ada. Sikap adalah
kesiapan beraksi. Sikap adalah kesiapan mental dan saraf yang terbentuk melalui pengalaman
yang memberikan arah kepada reaksi seseorang terhadap semua objek dan keadaan yang
menyangkut sikap itu (Halim,1976:68).
Sikap itu memiliki tiga komponen, yaitu komponen kognitif, afektif, dan perilaku.
1. Komponen kognitif adalah pengetahuan kita tentang bahasa secara keseluruhan
sampai dengan penggolongan serta hubungan-hubungan bahasa tersebut sebagai
bahasa Indonesia, bahasa asing, atau bahasa daerah.
2. Komponen afektif menyangkut perasaan atau emosi yang mewarnai atau menjiwai
pengetahuan yang terdapat di dalam komponen kognitif. Komponen afektif
menyangkut nilai rasa, baik atau tidak baik, suka atau tidak suka. Target yang hendak
dicapai dalam kegiatan “pembinaan” bahasa yang amat penting adalah menumbuhkan
sikap yang positif terhadap bahasa Indonesia. Sikap positif tersebut tidak dapat diukur
dengan angka-angka, tetapi dapat dilihat dalam komponen perilaku.
3. Komponen perilaku terdapat nilai moral yang muncul dan berhubungan erat dengan
kecenderungan berbuat atau beraksi dengan cara tertentu.
b.Meningkatkan Kegairahan
Kegiatan pembinaan juga mempunyai target dalam meningkatkan kegairahan berbahasa
Indonesia. Target ini dapat diukur dengan pertanyaan, seberapa banyak seseorang itu secara
konsisten bergairah memakai bahasa Indonesia? Jika seseorang telah bergairah memakai
bahasa Indonesia dalam berkomunikaasi dengan orang lain, orang itu harus meningkatkan
lagi kegairahannya itu dalam mempergunakan bahasa Indonesia.
Contoh: Dalam suatu rapat resmi seorang pejabat menyampaikan pidatonya sebagai
sambutan resmi sebagai berikut:
Saudara-saudara,
Seperti hal yang saya sampaikan tadi bahwa untuk mendrop beberapa spare part yang
kita pesan dari luar negeri di airport sore ini, saya menganjurkan dan meminta agar
tenaga-tenaga yang telah di-upgradinglah yang harus berangkat ke sana. Jika policy ini
disalahgunakan, saya akan melakukan feedback terhadap tindakan itu. Perlu juga
saudara ketahui bahwa apa yang saya katakan terakhir itu bersifat off the record.
Kutipan pidato di atas, memperlihatkan bahwa pejabat yang berbicara itu tidak bergairah
memakai bahasa Indonesia. Pejabat tersebut harus dibina pemakaian bahasanya sehingga dia
tidak menggunakan kata-kata asing yang sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Jika
Anda berhasil meyakinkan pejabat itu bahwa semua kata asing tersebut sudah ada
padanannya dalam bahasa Indonesia, berarti Anda telah berhasil melakukan pembinaan
bahasa dengan baik. Dengan jelas sekali Anda melihat beberapa kata asing dipakai dalam
teks.
Kata-kata yang dimaksudkan adalah mendrop, spare part, air port, upgrading, policy,
feedback, off the record. Bukankah kata-kata tersebut sudah ada padanannya dalam bahasa
Indonesia? Kata mendrop sama dengan menurunkan, mengantarkan; kata spare part
berpadanan dengan kata suku cadang; kata air port berpadanan dengan kata bandar udara;
kata upgrading berpadanan dengan kata penataran; kata policy berpadanan dengan kata
kebijaksanaan; kata feedback berpadanan dengan kata umpan balik; dan kata off the record
berpadanan dengan kata cegah siar.
c. Meningkatkan Keikutsertaan
Kegiatan pembinaan harus pula terlihat dalam kegiatan meningkatkan keikutsertaan
khalayak sasaran di dalam menjaga mutu bahasa Indonesia. Apa yang disebut dengan “mutu”
bahasa itu harus dihubungkan dengan bermacam-macam persoalan, seperti persoalan
hubungan kata tabu, persoalan kependengaran yang tidak menyinggung perasaan, dan
ketidaklaziman yang agak mencolok. Kalau Anda telah menyangsikan suatu bentuk bahasa,
baik kata dan frase, maupun kalimat berarti Anda telah ikut serta menjaga mutu bahasa. Jika
Anda bertanya, “Apakah bentuk frase mengejar ketinggalan sudah benar dalam bahasa
Indonesia,” maka Anda sudah membina bahasa, Anda sudah melibatkan diri dalam kegiatan
pembinaan bahasa. Dengan demikian, target mudah diukur, seberapa jauh orang bertanya
tentang kebenaran kata, frase, dan kalimat. Jadi, jika orang telah meragukan tentang bentuk-
bentuk bahasa dan ingin tahu bentuk yang benar dari suatu untaian kata, frase, atau kalimat
berarti sudah terbina bahasanya dengan baik.
d. Meningkatkan Mutu Bahasa
Dalam hal ini berhubungan erat dengan menjaga mutu bahasa para pendukung bahasa.
Mutu bahasa yang dimaksudkan itu berhubungan erat dengan penggunaan bahasa Indonesia
yang baik dan benar. Dalam menggunakan bahasa Indonesia dengan baik
dan benar adalah persoalan kepantasan penempatan suatu unsur bahasa dan persoalan
ketepatan kaidah yang diterapkan pada kata, frase, dan kalimat.

6.4 Sasaran umum pembinaan bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia digunakan sebagai sarana dalam kegiatan manusia, seperti bidang
kebudayaan, ilmu dan teknologi. Kebudayaan, ilmu dan teknologi berkembang sejalan
dengan perkembangan zaman. Perkembangan kebudayaan, ilmu, dan teknologi itu membuat
bahasa juga ikut berkembang. Selain itu, luas wilayah pemakaian bahasa Indonesia yang
tersebar di pulau pula yang secara geografis terpisahkan oleh laut memungkinkan terjadinya
perubahan-perubahan di tiap-tiap daerah. Oleh karena itu, perlu diadakan upaya pembinaan
dan pengembangan bahasa yang berkesinambungan. Di dalam hasil rumusan Seminar Politik
Bahasa Nasional (1975) disebutkan bahwa yang dimaksud pembinaan adalah upaya untuk
meningkatkan mutu pemakaian bahasa. Usaha-usaha pembinaan ini mencakup upaya
peningkatan sikap, pengetahuan, dan keterampilan berbahasa. Usaha pembinaan yang
dilakukan, antara lain, melalui pengajaran dan pemasyarakatan. Sedangkan, yang dimaksud
dengan pengembangan adalah upaya meningkatkan mutu bahasa agar keperluan masyarakat
terpenuhi
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembinaan Bahasa Indonesia adalah tujuan,
siswa, lingkungan yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat dan Sarana
kurikulum, guru, metode, alat pengajaran dan evaluasi. Tujuan maksudnya adalah tujuan
pengajaran harus mencakup tiga asfek yaitu : pemahaman, keterampilan dan sikap. Secara
operasional rumusan tujuan harus dapat dievaluasi sehingga dapat diketahui tujuan berhasil
atau tidak. Murid adalah murid sebagai subjek didik harus diperhatikan, karena bagi murid
yang baru pandai berbahasa Indonesia akan mempengaruhi stategi pembelajaran di kelas.
Bagi murid yang sudah mahir berbahasa Indonesia maka guru akan lebih mudah dalam
menyampaikan materi ajar dan cepat dapat dipahami murid. Lingkungan maksudnya
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat sangat mempengaruhi.
Pengajaran bahasa Indonesia yang akan mengajarkan anak terampil dan mahir berbahasa
Indonesia harus diartikan sebagai berikut:
1. Mengenalkan ciri-ciri berbagai bahasa Indonesia dan membangkitkan Bahasa
Indonesia baku maupun non baku.
2. Mengenalkan ciri-ciri fungsi berbagai variasi bahasa Indonesia sehingga pengajaran
bahasa Indonesia lebih relevan untuk anak didik.
3. Mengajar menggunakan bahasa Indonesia yang tepat untuk fungsi yang tepat.
Komponen- komponen yang mempengaruhi keberhasilan pembinaan bahasa
Indonesia adalah :
1. Masyarakat Indonesia yang akan dibina.
2. Proses pembinaan.
3. Hasil pembinaan
4. Perangkat alat pembinaan.
5. Keadaan masyarakat.
Kelima komponen diatas saling berhubungan satu dengan yang lainnya, jadi apabila ada
satu komponen Yang lemah maka akan mengganggu pencapaian tujuan. Komponen sasaran
pembinaan adalah:
1. Murid mampu mengungkapkan pikiran\pendapat dengan berbahasa Indonesia yang
baik dan benar.
2. Murid mampu menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan kaidahnya.
3. Murid bangga berbahasa Inonesia di lingkungan rumah maupun sekolah.
4. Guru dan murid saling membudayakan berbahasa

Sasaran lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat, sangat


berpengaruh terhadap pembinaan pembelajaran bahasa indonesia. Oleh karena ketiga
lingkungan itu dapat menunjang untuk pembinaan bahasa indonesia.
Keluarga subjek didik dikatakan untuk menunjang karena pada keluarga itu selalu
mendorong subjek didik untuk belajar lebih giat. Setidaknya anggota keluarga menjadi
cerminan bagi subjek didik untuk menggunakan bahasa indonesia dengan baik dan benar.
Disamping itu, hendaknya diciptakan kondisi sedemikian rupa, sehingga untuk belajar dan
menggunakan bahasa indonesia dengan baik dan benar. Misalnya, di dalam anggota keluarga
disediakan majalah atau koran yang tergolong baik bahasa indonesianya.
Sekolah pun demikian juga, karena rasanya akan percuma saja diselenggarakan
pengajaran bahasa indonesia apabila lingkungan sekolah atau pelajaran diluar bahasa
Indonesia acuh tak acuh terhadap pemakaian bahasa indonesia. Oleh karena itu, sekolah
hendaknya menciptaka kondisi yang dapat menunjang pengajaran bahasa indonesia misalnya,
mengadakan penerbitan majalah, baik majalah tulis maupun majalah dinding, guru
menggunakan bahasa yang benar sewaktu memberikan bimbingan kepada murid- muridnya,
mengadakan latihan diskusi, pidato, baca puisi, dan drama
Masyarakat, tempat murid bergaul diluar keluarga dan sekolah pun harus menunjang
suksesnya pengajaran bahasa indonesia. Terutama dalam pembinaan dilingkungan masyarkat
yang tidak saja berfungsi sebagai komunikasi tetapi yang lebih penting lagi adalah
bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa. Sasaran utama yang harus dilakukan adalah
terlebih pembinaan lingkungan keluarga, sekolah dan masyarkat pada umumnya.
Kesadaran itu harus dimiliki jiwa masyarakat indonesia. Oleh karena itu, program
pembinaannya harus terperinci dan jelas
1. Tenaga pembinanya harus memiliki kemampuan berbahasa indonesia dan
menjalankan fungsinya dengan baik.
2. Sarana yang ada untuk menunjang kelancaran pembinaan bahasa indonesia
Untuk memenuhi sasaran dan kelancaran pembinaan bahasa indonesia maka kondisi
lingkungan masyarakat harus diperhatikan terutama kondisi sosial, ekonomi, politik dan
budaya masyarkat. Hal ini dilakukan untuk dijadikan sebagai titik pangkal pelaksanaan
pembinaan bahasa indonesia.
Selain itu itu sasaran pembinaan bahasa indonesia yang diutamakan dalam pemakaian
bahasa indonesia dalam rangka bagaimana pembinaan bahasa indonesia yang diharuskan
untuk memakai bahasa indonesia yang baik dan benar dan menggunakannya sesuai
kedudukan dan fungsinya.

6.5 Proses Pengembangan dan Pembinaan Bahasa


a. Perencanaan
1. Perencanaan Bahasa
Pihak perencanaan bahasa dapat berupa badan pemerintah yang resmi, yang secara
khusus ditugasi memajukan dan mengembangkan bahasa dan pemakaiannya, atau pihak di
luar pemerintah yang, baik secara berkelompok maupun perorangan, berperan dalam
perencanaan pengembangan atau pembinaan bahasa. Di Indonesia pemerintah Belanda pada
tahun 1908 mendirikan Cmmissie voor de Volkslectuur yang pada tahun 1917 berubah
menjadi Balai Poestaka yang lewat majalahnya Sari Poestaka, Pandji Poestaka, dan
Kedjawen dapat dianggap perencana dan pengembang bahasa.
Tahun 1942, pemerintah pendudukan Jepang membentuk dua Komisi Bahasa Indonesia
(di Jawa dan Sumatara), yang masing-masing bertugas mengembangkan bahasa Indonesia
lewat pembentukan istilah keilmuan, penyusunan tata bahasa baru, dan penentuan kata
pungutan yang baru. Sesudah proklamasi, pemerintah RI membentuk Panitia Pekerdja Bahasa
Indonesia pada tahun 1947 untuk mengembangkan peristilahan, menyusun tata bahasa bahasa
sekolah, dan mempersiapkan kamus baru untuk keperluan pengajaran bahasa Indonesia di
sekolah. Sebagai gantinya, pada tahun 1948 pemerintah menetapkan pembentukan Balai
Bahasa yang bertugas memperhatikan, meneliti, dan mempelajari bahasa Indonesia dan
semua bahasa daerah Nusantara, serta memberikan pertimbangan, petunjuk, dan pimpinan
kepada masyarakat tentang hal bahasa Indonesia dan bahasa daerah Nusantara.
Pada tahun 1950 dibentuk Komisi Istilah yang setahun kemudian dimasukkan ke dalam
Balai Bahasa. Sedangkan pada tahun 1952 Balai Bahasa (bersama komisi istilahnya)
digabungkan pada Lembaga Penyelidikan Bahasa dan Kebudayaan, Fakultas Sastra (UI),
yang kemudian bernama Lembaga Bahasa dan Budaya sampai ke tahun 1959. Pada tanggal 1
April 1975, dalam rangka penyempurnaan seluruh aparatur pemerintahan, Lembaga Bahasa
Nasional dijadikan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa yang sebagai pelaksana
garis halauan di bidang penelitian dan pengembangan bahasa langsung bertanggungjawab
kepada Mentri Pendidikan dan Kebudayaan.
Tugas Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, yaitu dapat dirumuskan sebagai
berikut.
1. Penelitian di bidang bahasa dan susastra mengenai bahasa bahasa Indonesia dan
bahasa Nusantara, termasuk perkamusan dan peristilahannya.
2. Pengendalian kegiatan pembinaan dan pengembangan bahasa dan susastra.
3. Penelitian di bidang pengajaran bahasa dan susastra mengenai bahasa Indonesia,
bahasa daerah Nusantara, dan bahasa Asing yang diajarkan di Indonesia.
4. Penelaahan hasil kegiatan pembinaan dan pengembangan bahasa dan susastra
(Maman Sumantri et al. 1978 via Moeliono 1981).
Kalangan perencana pengembangan dan pembinaan bahasa, yaitu angkatan bersenjata,
badan peradilan, organisasi keagamaan, para penerbit, organisasi profesi. Sedangkan tokoh
perencana bahasa di Indonesi yaitu Van Ophuijen, Poerwadarminta, dan Sutan Takdir
Alisjahbana yang karya besarnya berpengaruh terhadap penembangan bahasa Melayu dan
Indonesia.
Van Ophuijen pernah menyusun rencana ejaan bahasa Melayu dengan huruf Arab dan
Latin, yang masing-masing terbit pada tahun 1882 dan 1902. Di samping itu diterbitkannya
Kitab Logat Melajoe pada tahun 1901, yaitu sebuah daftar kata menurut ejaan yang
dianggapnya baku. Buku tata bahasanya, yang terbit pada tahun 1910, menjadi alat penting
bagi pembakuan struktur bahasa Melayu, karena berkat pengaruhnya yang besar di kalangan
pendidikan Belanda, buku itu jadi buku pegangan yang banyak dipakai.

Poerwadarminta menyusun kamus bahasa Indonesia yang memuat butir masukan dari
susastra Melayu klasik, bahasa pustaka yang terdapat antara tahun dua puluhan hingga
pertengahan abad ini, unsur pungutan berbagai bahasa lain, dan bentuk yang bersifat dialek.
Kamus ini menjadi contoh dan dasar bagi kamus Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia yang
terbit tahun 1970. Karya lain dari Poerwadarminta yaitu ABC Karang-Mengarang dan Bahasa
Indonesia untuk Karang-Mengarang yang merupakan tulisan rintisan tentang pemekaran
ragam fungsional bahasa.

Tokoh lainnya, yaitu Alisjahbana, Alisjahbana mengarahkan mengembangan bahasa dan


susastra serta memberikan bimbingan kepada guru dalam pemakaian bahasa yang benar.
Buku Tatabahasa Baru Indonesia-nya yang terbit dalam du jilid kecil pada tahun 1949 dan
1950, yang berulang-ulang dicetak kembali dimaksudkan sebagai pegangan guru bahasa
sekolah dasar dan menengah. Selanjutnya, dikarangnya berpuluh-puluh karangan tentang
pengembangan dan pemodernan bahasa, dan disuntingnya juga kamus istilah dalam dua jilid
pada tahun 1946 dan 1947, yang merupakan hasil kerja Komisi Bahasa Indonesia. Disamping
itu, Alisjahbana juga menyusun buku bacaan Pelangi, dalam empat jilid, dan antologi Puisi
Lama dan Puisi Baru untuk siswa sekolah menengah.

Segi-segi penting dalam program kegiatan perencanaan bahasa, yaitu (1) sasaran
perencanaan, (2) masalah yang berhubungan dengan garis halauan atau kebijakan dalam
pelaksanaan, (3) penyusunan rencana alternatif dan strategi, (4) masalah pengembilan
keputusan.

2.Sasaran Perencanaan

Sasaran perencanaan dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu: bahasa yang
pengembangan dan/atau pembinaannya jadi tujuan usaha dan khalayak di dalam masyarakat
yang diharapkan menerima dan memakai sasaran dan patokan yang diusulkan dan ditetapkan.

Jenis-jenis sasaran perencanaan jika dipandang dari jurusan bahasa.


1. Perencanaan pengembangan sandi bahasa di bidang pengaksaraan dan ejaan, di
bidang peristilahan, dan di bidang pemekaran ragam wacana.
2. Perencanaan pembinaan pemakaian bahasa di bidang penyuluhan dan pengajaran
bahasa.
3. Perencanaan pembangkitan bahasa.

Jika dilihat dari jurusan khalayak sasaran,tujuan arah perencanaan sasaran yaitu.

1. Kepada golongan penutur asli atau yang bukan penutur asli.


2. Kepada orang yang masih bersekolah atau kepada orang dewasa.
3. Kepada kaum guru di berbagai tingkat prasekolahan.
4. Kepada kalangan komunikasi media massa seperti majalah, penyiar, dan pewara
(berita)
5. Kepada khalayak di bidang industri, perniagaan, penerbitan, dan perpustakaan.
6. Kepada lingkungan sastrawan

Penentuan aspek sandi bahasa dan khalayak sasaran dengan cermat sebelumnya
berpengaruh terhadap penentuan apakah rencana itu berjangka pendek atau berjangka
panjang. Perencanaan jangka waktu, pada gilirannya, mempengaruhi kesediaan pemberi dana
yang harus membiayai proses pengembangan dan pembinaan bahasa selama ketiga tahapnya.

3.Garis Haluan dalam pelaksanaan

Sebelum garis halauan atau kebijakan ditentukan bagi taraf pelaksanaan, perlu dikenali
sejumlah faktor lain di bidang politik, kemasyarakatan, ekonomi, dan pendidikan.
Perencanaan bahasa beserta pelaksanaannya, yang diusahakan pada taraf nasional,
memerlukan dukungan yang nyata dari pihak pemerintah dan dewan perwakilan rakyat.
Perencanaan bahasa sepatutnya didasari pengenalan tata nilai yang direncanakan
pengembangan dan pembinaannya, dan ganjaran yang dapat diberikan jika orang mau
menerima hasil kodifikasi dan menggunakannya dalam hidupnya setiap hari.

Keadaan ekonomi dari sudut pandangan perbedaan tingkat kelas sosial, perbedaan
kawasan yang mudah dan yang sukar dicapai oleh alat angkutan, serta perbedaan antara
golongan penduduk yang mobil dan statis akan mempengaruhi kadar lajunya tahap
pelaksanaan perencanaan bahasa. Taraf pendidikan dan tingkat keberaksaraan penduduk turut
mempengaruhi corak perencanaan. Berdasarkan identifikasi masalah dan bertumpu pada
analisis data sosiolinguistik kemudian dapat ditentukan garis halauan atau kebijakan yang
akan dianut di bidang pengembangan atau pembinaan bahasa.

4.Rancangan alternatif dan strategi

Setelah garis halauan ditetapkan, maka disusun berbagai rancangan alternatif yang
lebih konkret dan yang memerinci sasaran dari jurusan bahasa yang khalayak yang hendak
dicapai. Di samping komponen waktu, sumber daya, dan keuangan yang harus diperkirakan,
dalam rancangan itu masih ada komponen lain yang amat penting, yakni strategi. Strategi itu
menentukan urutan arus kegiatan yang menjamin atau sekurang-kurangnya dapat
meramalkan, bahwa pada tahap pelaksanaan tujuan perencanaan akan tercapai. Strategi itu
juga menentukan sarana dan saluran apa yang terbaik untuk menyebarkan hasil usaha
perencanaan diantara khalayak sasaran. Setelah berbagai rancangan dan strategi itu siap
disusun, barulah diambil putusan untuk memilih salah satu di antara alternatif yang ada.

5.Pengambilan keputusan

Proses pengambilan keputusan akan ditinjau dari segi kewenangan dan dari sudut
persyaratan putusan yang menyangkut penetapan norma kebahasaan. Hal pertama yang perlu
dibicarakan ialah sumber kewenangan yang diperoleh badan perencana bahasa. Jika badan itu
dibentuk berdasarkan undang-undang, maka dalam teori putusan yang diambil oleh badan itu
mempunyai kekuatan pengikut secara pasti. Agar putusan yang menyangkut masalah bahasa
itu menjaminkeberhasilan, Haugen (1996a) via Moeliono (1981: 26) menyarankan tiga
kriteria, yakni keefisienan, keadekuatan, dan keberterimaan. Putusan itu efisien jika kaidah
yang dihasilkan mudah dipellajari dan mudah dipakai. Putusan tersebut adekuat jika bentuk
yang diatur oleh norma bahasa itu mampu menyampaikan inforasi yang diinginkan oleh
pemakainya dengan ketepatan yang memadai. Putusan itu berterima jika bentuk yang
dihasilkan dapat disetujui dan ditunjang oleh pemakainya oleh golongan pembina pendapat
umum di dalam masyarakat.Ketiga kriteria itu tidak selalu dapat diterapkan sekaligus sebab,
seperti kata Jurnudd da Das Grupta (1971), mungkin terjadi teori yang dari sudut linguistik
sudah adekuat tidak dapat dilaksanakan karena ada perintang dalam segi keberterimaan di
dalam masyarakat bahasa.
b.Pelaksanaan
Dalam pelaksanaannya dibedakan menjadi :
1. Pengembangan Sandi Bahasa
Jika pelaksanaan menyangkut pengembangan bahasa, maka kegiatannya ialah kodifikasi
norma yang dinyatakan berlaku untuk tata ejaan, tata bahasa, kosa kata, dan norma berbagai
ragam fungsional bahasa yang dipamerkan sehingga sandi bahasa itu dapat memenuhi syarat
kepadanan yang dituntut oleh berbagai jenis wacana. Bentuk kodifikasi itu berupa pernyataan
eksplisit tentang norma.
Proses kodifikasi di bidang pengembangan sandi bahasa dan pemekaran ragam fungsional
itu berupa pedoman ejaan, buku tata bahasa, pedoman pembentukan istilah, berbagai jenis
kamus, seperti: kamus umum, kamus baku, kamus sinonim dan antonim, kamus geografi,
kamus istilah, pedoman surat-menyurat, dan berbagai buku pedoman ragam wacana yang
berhubungan dengan dunia ilmu, jurnalistik, kesusastraan, dan sebagainya.

2. Pembinaan Pemakaian Bahasa


Jika pelaksanaan itu berkenaan dengan pembinaan bahasa, maka kegiatannya ialah
penyebaran hasil kodifikasi itu di kalangan khalayak sasaran, berbagai usaha penyuluhan dan
pembimbingan dalam pemakaian bahasa yang baik dan benar.
3. Masalah “pemasaran”
Soal yang sangat penting pada tahap implementasi ini adalah pemasaran hasil kodifikasi
dan elaborasi itu. Alisjahbana (1962, 1971a) via Moeliono (1985: 28) menekankan batapa
pentingnya sistem persekolahan bagi penyebaran bahasa baku dan tentu juga penyebaran
bahasa kebangsaan di dalam masyarakat yang aneka bahasa sifatnya.
Akhir-akhir ini dapat dikatakan bahwa negeri yang sedang membangun, media massa
lisan telah mengambil alih bagian besar peranan sekolah penyalur utama hasil pengembangan
dan pembinaan bahasa. Peranan media massa menjadi lebih jelas lagi jika teori pembakuan
bahasa Ray (1963) dikemukakan di sini sebagai ilustrasi.
c. Penilaian
Penilaian atau evaluasi bertalian dengan pemonitoran dan penimbangan usaha
perencanaan dan hasil pelaksanaan. Termasuk juga di dalamnya pengumpulan data balikan
(feedback) mengenai perubahan bahasa yang terjadi, atau tidak terjadi, yang selanjutnya
merupakan bahan masukan baru untuk tahap perencanaan dan pelaksanaan yang berikut. Data
balikan itu dapat mewajibkan para perencana atau pengembang memodifikasi rancangannya
atau kegiatannya (Karam 1974) via Moeliono (1985: 30).

1. Teknik penilaian formal


Rubin (1971a) via Moeliono (1985: 30) mengajukan pendapat bahwa teknik penilaian
formal dapat mempermuda penimbangan kita terhadap berbagai sasaran, strategi, dan
kekonsistenan antara sasaran dan strategi, antara strategi dan hasil akhir yang diramalkan.
Pada tahap pengumpulan data, seorang penilai dapat membantu perencanaan bahasa
mengidentifikasi masalah yang dihadapinya. Selanjutnya, pada tahap perencanaan, seorang
penilai dapat membantu dalam penyusunan sasaran, strategi, dan hasil yang harus dicapai. Di
samping itu, ia dapat ikut merumuskan kriteria yang dapat membandingkan pengaruh dan
akibat berbagai sasaran dan strategi yang dipilih. Kriteria itu selanjutnya berguna untuk
menentukan urutan prioritas pada sasaran dan strategi yang dapat dipilih itu.
2. Beberapa studi kasus
Usaha peninjauan yang kritis terhadap terhadap perencanaan dan pelaksanaan sangatlah
penting jika kita benar-benar mengharapkan keefektifan rancangan kita. Hanya lewat
penilaian yang merupakan bagian integral dan yang sambung menyambung dalam usaha
pembinaan dan pengembangan bahasa, kita dapat mengubah dan memperbaiki program kita
dan menyesuaikan diri kita berdasarkan pengalaman yang sifatnya menyenangkan atau
menggetirkan.

Latihan Mandiri
1. Jelaskan apa yang dimaksudkan dengan kegiatan pembinaan bahasa?
2. Rumuskan pengertian pembinaan bahasa itu dengan bahasa Anda sendiri sehingga
terlihat bahwa Anda benar-benar sudah menguasai isi mata kuliah ini.
3. Jelaskan pula target yang ditentukan dalam kegiatan pembinaan bahasa dalam konteks
pengajaran bahasa!
4. Mengapa harus dilakukan pembinaan dan pengembangan bahasa? Hubungkan dengan
latar belakang pembinaan dan pengembangan bahasa!
DAFTAR PUSTAKA
Balawa, La Ode. 2010. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kendari : FKIP Unhalu.
http://wiwinrasmawati.blogspot.com/2016/09/konsep-pembinaan-dan-pengembangan-
bahasa.html
Muslich, Mansur. 2010. Bahasa Indonesia Pada Globalisasi: Kedudukan, Fungsi,
Pembinaan dan Pengembangan. Jakarta: Bumi Aksara

Suhender. 1997. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Jakarta


: Departeman Pendidikan dan Kebudayaan.
Suryaningtyas,Ike.26 september 2016 http://ikesuryaning.blogspot.co.id/2014/04/makalah-
pembinaan-bahasa-indonesia.html?m=1
Bagaimana cara orang tua anda
memperkenalkan bahasa Indonesia
yang baik dan benar saat dirumah,
dan apakah orang tua anda
mengenalkan dan juga mengajarkan
bagaimana cara berkomunikasi
menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar?
BAB VII
PEMBINAAN BAHASA INDONESIA DI LINGKUNGAN KELUARGA

Indikator Perkuliahan:
1. Mahasiswa menyadari pentingnya pembinaan bahasa Indonesia dari linkungan
keluarga.
2. Mahasiswa menerapkan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam lingkungan
keluarga

Membina bahasa Indonesia bukan hanya menjadi tanggung jawab para pakar bahasa
yang berkecimpung dalam dalam bahasa dan sastra Indonesia, tetapi juga menjadi tanggung
jawab semua putra dan putri Indonesia yang cinta tanah air, bangsa dan bahasa. Dengan
perkataan lain, membina bahasa Indonesia itu menjadi kewajiban kita semua, bangsa
Indonesia.

Membina bahasa Indonesia bisa dimulai dari keluarga. Keluarga, terutama para kaum
ibu, sangat mungkin untuk memberikan bimbingan berbahasa Indonesia secara baik dan
benar. Anjuran untuk menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar sudah sering kita
dengar, tetapi belum tentu pemahaman dan penafsiran kita sama tentang makna ungkapan itu.
Seperti yang pernah disampaikan oleh Dr. Durdje Durasid (1990), bahwa berbahasa yang
baik adalah berbahasa yang mengandung nilai rasa yang tepat dan sesuai dengan situasi
pemakaiannya; sedangkan berbahasa yang benar adalah berbahasa yang secara cermat
mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang berlaku.

Peran Keluarga Sejak lahir manusia telah memiliki potensi bawaan untuk mampu
berbahasa. Potensi bawaan itu sering dikenal dengan Language Acquisition Device (LAD)
atau Alat Pemerolehan Bahasa. LAD dapat berfungsi bila sejak dilahirkan manusia itu berada
di lingkungan manusia, lingkungan sosial. Lingkungan sosial yang terkecil adalah
keluarganya. Oleh karena itu, keluarga memiliki peran yang sangat besar dalam proses
belajar seseorang (anak). Di antara anggota-anggota keluarga itu, orang yang paling berperan
adalah kaum ibu (wanita). Wanita yang secara tradisional diakui memegang peranan penting
dalam menentukan kedudukan sosial anak-anaknyaa, sudah menjadi pengakuan umum.
Wanita memantau dan membimbing anak-anak menjadi peka terhadap norma-norma yang
berlaku. Wanita selalu mengajarkan perilaku, termasuk perilaku berbahasa, kepada anak-
anaknya.

Wanita selalu mencegah anak-anak yang berbahasa tidak baik (mengucapkan kata-
kata jorok atau tabu). Hal-hal itu semacam itu dilakukan wanita karena ia sangat dekat
dengan anak-anaknya. Jadi, yang tahu segala gerak gerik anak-anak itu adalah wanitaa (ibu).
Maka, wajarlah bila wanita diakui sebagai pemegang peranan sangat penting dalam membina
anak-anaknya, termasuk membina bahasanya.

Bila anak-anak sudah memiliki kemampuan berbahasa yang cukup baik, dalam arti
mereka sudah menguasai kaidah-kaidah bahasa dan menggunakannya untuk berinteraksi
sosial, maka keluarga, terutama ibu, secara sedikit demi sedikit mengarahkan cara-cara
berbahasa yang baik. Bagaimana mereka harus berbahasa dengan orang yang lebih tua,
bagaimana mereka harus berbahasa dalam situasi tertentu, dan sebagainya dapat diarahkan
oleh keluarga.

Tutur Lengkap dan Tutur RingkasTutur lengkap (elaborated code) dan tutur ringkas
(restricted code) adalah dua istilah yang dimunculkan oleh Basil Berstein dari London
University. Menurut Berstein, tutur lengkap cenderung digunakan dalam situasi-situasi
seperti debat formal atau diskusi akademik. Sedangkan, tutur ringkas cenderung digunakan
dalam suasana tidak resmi seperti dalam suasana santai.

Dalam kaitan dengan pemerolehan bahasa oleh seseirang anak, maka tutur lengkap
dan tutur ringkas perlu diangkat ke permukaan. Tutur lengkap tentu saja mengandung
kalimat-kalimat yang lengkap dan sesuai dengan tuntutan kaidah-kaidah sintaktis yang ada.
Ungkapan-ungkapan dinyatakan secara jelas. Perpindahan dari kalimat yang satu ke kalimat
yang lainnya terasa runtut dan logis, tidak dikejutkan oleh faktor-faktor non-kebahasaan yang
aneh-aneh.
Tutur ringkas sering mengandung kalimat-kalimat pendek, dan biasanya hanya dimengerti
oleh peserta tutur. Orang luar kadang-kadang tidak dapat menangkap makna tutur yang ada,
sebab tutur itu sangat dipengaruhi antara lain factor-faktor non-kebahasaan yang ada pada
waktu dan sekitar pembicaraan itu berlangsung. Bahasa yang dipakai dalam suasana santai
antara sahabat karib, sesama anggota keluarga, antar teman, biasanya berwujud singkat-
singkat seperti itu.
Keluarga sangat berpengaruh dalam proses belajar bahasa si anak. Dia akan dapat
berbahasa secara baik, dalam arti, dapat menggunakan tutur lengkap bila keluarganya
(sebagaimana disarankan oleh Berstein) bukan positional family, yakni keluarga yang
penentuan segala keputusan tergantung pada status formal dari setiap anggota keluarga itu.
Keluarga yang demikian itu cenderung mengakibatkan perkembangan kemampuan berbahasa
si anak akan terhambat, karena ia tidak bisa bebas mengutarakan pendapat atau gagasannya.
Lebih-lebih, bila orang tuanya sangat berlaku keras atau kejam terhadap anak-anaknya, maka
hal ini akan berdampak kurang baik bagi si anak; dia akan cenderung merasa minder bila
akan berbicara baik dengan orang tuanya, gurunya, maupun dengan sesama temannya.
Sebagai akibatnya, dia hanya mampu menghasilkan tutur ringkas saja.

Pada waktu menginjak usia sekolah, dia terasa sulit mengutarakan gagasannya bahasa
yang jelas dan dengan tutur lengkap, kurang atau tidak memiliki keberanian yang memadai
untuk berbicara sehingga dia akan mau membuka mulutnya bilamana keadaan memaksa
untuk itu. Dan, sangat mungkin bahwa tuturannya hanya ala kadarnya atau seperlunya.

Keluarga yang ideal dalam kaitan dengan pembinaan kemampuan berbahasa adalah
keluarga yang person-oriented, yakni keluarga yang segala permasalahan dibicarakan dan
didiskusikan bersama anggota-anggota keluarga. Gagasan atau pemikiran masing-masing
anggota keluarga sangat dihargai. Keluarga yang demikian itu memungkinkan adanya
komunikasi yang terbuka dan diskusi kecil tentang berbagai masalah yang ada di
sekelilingnya. Si anak pun tidak merasa takut menceritakan berbagai pengalaman yang
dialaminya.Dan, sementara si anak bercerita, orang tua membimbing anaknya dalam
menggunakan bahasa sehingga tanpa disadari si anak memiliki kemampuan berbahasa yang
baik, dengan tutut lengkap.

Pembinaan Bahasa Indonesia dalam KeluargaUmumnya, anak-anak Indonesia


mempelajari bahasa daerah pada usia prasekolah;. mereka mempelajari bahasa Indonesia di
sekolah. Pada saat si anak memperoleh pengajaran bahasa Indonesia di sekolah, keluarga
dapat memantau anak-anak menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Di samping tetap membina bahasa daerah , keluarga harus mulai membina bahasa
Indonesia anak-anaknya, dengan memberikan perhatian yang wajar terhadap bahasa
Indonesia. Karena kebanyakan anak-anak Indonesia itu sebelum mempelajari bahasa
Indonesia, telah menguasai bahasa daerah mereka masing-masing, maka metode komparatif
dapat dipakai untuk mengajarkan bahasa Indonesia, yakni dengan membandingkan antara
bahasa daerah dengan bahasa Indonesi. Melalui bahasa daerah dapat diajarkan bahasa
Indonesia yang baik dan benar.

Bahasa Indonesia sejak sumpah pemuda itu terus mengalami perkembangan dan kini
semakin mantap. Kemakinmantapan bahasa Indonesia itu tidak lain karena para pakar bahasa
kita berupaya terus menerus untuk menyempurnakan bahasa kita, bahasa Indonesia. Maka
dari itu, agar bahasa kita, bahasa Indonesia, tetap terbina maka selain para guru, khususnya
guru bahasa, dan para pakar bahasa, keluargapun harus juga memikul tanggung jawab untuk
membina bahasa Indonesia.

Keluarga juga harus mengajarkan bahasa Indonesia yang baik dan benar kepada anak-
anaknya. Membina bahasa Indonesia baku di lingkungan kelauarga sebagai langkah awal,
dapat mempercepat laju perkembangan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dikatakan
demikian, karena proses pemerolehan bahasa pada anak banyak tergantung pada atau
dipengaruhi oleh keluarga. Sehingga, pendidikan dan pembinaan bahasa Indonesia yang baik
dan benar dapat dimulai di lingkungan keluarga, sehingga diharapkan beberapa tahun
mendatang generasi penerus mampu bernalar dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Sekarang kita mengenal istilah prokem. Prokem adalah semacam bahasa identitas
remaja sekarang. Bahasa ini mampu mengungkapkan rahasia di antara mereka. Orang luar
sering tidak bisa memahami istilah-istilah yang diungkapkan mereka. Kata-kata bapak diganti
dengan bokap, ibu diganti dengan nyokap, orang tua diganti dengan ortu. Masih banyak lagi
istilah-istilah jorok yang disingkat agar tidak terdengar tabu oleh mereka. Hal semacam ini
menunjukkan pula, bahwa pembinaan bahasa Indonesia yang baik dan benar perlu dilakukan
di lingkungan keluarga, agar nantinya remaja kita bisa menggunakan bahasa Indonesia secara
baik dan benar.

Latihan Mandiri:

1. Upaya yang kamu lakukan di rumah kamu untuk menerapkan bahasa Indonesia yang
baik dan benar.
2. Berikan pendapatmu, apa yang terjadi bila di lingkungan keluarga tidak menyadari
pentingnya menjaga bahasa Indonesia?
DAFTAR PUSTAKA

https://fatchulfkip.wordpress.com/2008/10/08/pembinaan-bahasa-dalam-keluarga/
Berikan pendapat anda, seberapa
pentingnya pembinaan bahasa Indonesia
di lakukan di sekolah?

Bila kamu kepala sekolah kebijakan apa


yang akan kamu ambil guna untuk
mempertahankan bahasa Indonesia yang
baik dan benar, bila kamu wali kelas
kebijakan apa juga yang kamu ambil
untuk eksistensi bahasa Indonesia yang
baik dan benar?
BAB VIII
PEMBINAAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH

Indikator Perkuliahan:
1. Mahasiswa mengetahui strategi membina penggunaan bahasa Indonesia di sekolah.
2. Mahasiswa dapat menerapkan strategi pembinaan penggunaan bahasa Indonesia di
sekolah nantinya

Seperti sudah banyak diungkap oleh para pemerhati dan pengamat bahasa Indonesia bahwa
rendahnya mutu penggunaan bahasa Indonesia tak hanya berlangsung di kalangan siswa,
tetapi juga telah jauh meluas di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Bahkan, para pejabat
yang secara sosial seharusnya menjadi anutan pun tak jarang masih ”belepotan” dalam
menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.
Penggunaan bahasa Indonesia bermutu rendah, lantaran belum jelasnya strategi dan basis
pembinaan. Pemerintah cenderung kurang peduli dan menyerahkan sepenuhnya kepada Pusat
Bahasa. Sebagai tangan panjang pemerintah, Pusat Bahasa memiliki tugas menyusun strategi
dan kebijakan dalam pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia. Namun, ada beberapa
pihak yang menilai bahwa strategi dan kebijakan Pusat Bahasa masih cenderung elitis.
Artinya, kebijakan yang dilakukan Pusat Bahasa hanya menyentuh lini dan kalangan tertentu,
seperti Jurusan Pendidikan Bahasa atau Fakultas Sastra di Perguruan Tinggi. Sementara,
Pendidikan Dasar dan Menengah yang seharusnya menjadi basis pembinaan justru luput dari
perhatian.
Pengajaran bahasa Indonesia di sekolah diserahkan sepenuhnya kepada para guru bahasa.
Guru-guru mata pelajaran lainnya, seolah tidak memiliki tanggungjawab terhadap pembinaan
bahasa Indonesia. Padahal, pembinaan bahasa bukan hanya menjadi tanggungjawab guru
bahasa. Banyak pihak yang terlibat. Mengingat kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia,
maka pembinaan bahasa Indonesia merupakan sesuatu yang penting, terlebih di sekolah.

8.1 Pembinaan bahasa Indonesia di sekolah


Sebagai institusi pendidikan, sekolah dinilai merupakan ruang yang tepat untuk
melahirkan generasi yang memiliki kecerdasan linguistik (bahasa). Di sanalah jutaan anak
bangsa memburu ilmu. Bahasa Indonesia jelas akan menjadi sebuah kebanggaan dan
kecintaan apabila anak-anak di sekolah gencar dibina, dilatih, dan dibimbing secara serius
dan intensif sejak dini. Bukan menjadikan mereka sebagai ahli atau pakar bahasa, melainkan
bagaimana mereka mampu menggunakan bahasa dengan baik dan benar dalam peristiwa
tutur sehari-hari, baik dalam ragam lisan maupun tulisan.
Seperti yang pernah disampaikan oleh Dr. Durdje Durasid (1990), bahwa berbahasa yang
baik adalah berbahasa yang mengandung nilai rasa yang tepat dan sesuai dengan situasi
pemakaiannya; sedangkan berbahasa yang benar adalah berbahasa yang secara cermat
mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang berlaku. Oleh sebab itu, perencanaan mutlak
dibutuhkan supaya penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar tidak akan terus
terapung-apung dalam bentangan slogan dan retorika apabila tidak diimbangi dengan
kejelasan strategi dan basis pembinaan.
Mengharapkan keteladanan generasi sekarang jelas merupakan hal yang berlebihan.
Berbahasa sangat erat kaitannya dengan kebiasaan dan kultur sebuah generasi. Yang kita
butuhkan saat ini adalah lahirnya sebuah generasi yang dengan amat sadar memiliki tradisi
berbahasa yang jujur, lugas, logis, dan taat asas terhadap kaidah kebahasaan yang berlaku.
Generasi semacam itu dapat dibentuk di sekolah. Mengingat bahasa Indonesia digunakan
sebagai pengantar dalam pengajaran di sekolah-sekolah.

Dengan menjadikan sekolah sebagai basis dan sasaran utama pembinaan bahasa, kelak
diharapkan generasi bangsa yang lahir dari ”rahim” sekolah benar-benar akan memiliki
kesetiaan, kebanggaan, dan kecintaan yang tinggi terhadap bahasa negerinya sendiri, tidak
mudah larut dan tenggelam ke dalam kubangan budaya global yang kurang sesuai dengan
jatidiri dan kepribadian bangsa. Bahkan, bukan mustahil kelak mereka mampu menjadi
”pionir” yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa Iptek yang berwibawa dan
komunikatif di tengah kancah percanturan global, tanpa harus kehilangan kesejatian dirinya
sebagai bangsa yang tinggi tingkat peradaban dan budayanya. Melahirkan generasi yang
memiliki idealisme dan apresiasi tinggi terhadap penggunaan bahasa Indonesia secara baik
dan benar memang bukan hal yang mudah. Meskipun demikian, jika kemauan dan kepedulian
dapat ditumbuhkan secara kolektif dengan melibatkan seluruh komponen bangsa, tentu bukan
hal yang mustahil untuk diwujudkan. Pembinaan bahasa Indonesia di sekolah tidak boleh
hanya ditumpukan kepada guru bahasa, melainkan semua pihak yang terlibat di sekolah.
Mulai dari Kepala Sekolah, guru-guru mata pelajaran lain, karyawan, hingga siswa itu
sendiri.
Hal ini dapat dilakukan, antara lain dengan cara:
(1) menciptakan suasana kondusif yang mampu merangsang anak untuk
berbahasa secara baik dan benar,
(2) membiasakan siswa menggunakan tutur lengkap dan tutur ringkas, dan
(3) menyediakan buku-buku yang baik bagi siswa.
Pertama, menciptakan suasana kondusif yang mampu merangsang anak untuk
berbahasa secara baik dan benar. Guru sebagai pihak yang paling akrab dengan siswa di
sekolah harus mampu memberikan keteladanan dalam hal penggunaan bahasa, bukannya
malah melakukan ”perusakan” bahasa melalui ejaan, kosakata, maupun sintaksis seperti yang
selama ini kita saksikan. Kedua, tutur lengkap dan tutur ringkas. Tutur lengkap (elaborated
code) dan tutur ringkas (restricted code) adalah dua istilah yang dimunculkan oleh Basil
Berstein dari London University.

Menurut Berstein, tutur lengkap cenderungdigunakan dalam situasi-situasi seperti


debat formal atau diskusi akademik.

Sedangkan, tutur ringkas cenderung digunakan dalam suasana tidak resmi seperti
dalam suasana santai. Dalam kaitan dengan pemerolehan bahasa oleh seseorang anak, maka
tutur lengkap dan tutur ringkas perlu diangkat ke permukaan. Tutur lengkap tentu saja
mengandung kalimat-kalimat yang lengkap dan sesuai dengan tuntutan kaidah-kaidah
sintaktis yang ada. Ungkapan-ungkapan dinyatakan secara jelas. Perpindahan dari kalimat
yang satu ke kalimat yang lainnya terasa runtut dan logis, tidak dikejutkan oleh faktor-faktor
non-kebahasaan yang aneh-aneh.

Tutur ringkas sering mengandung kalimat-kalimat pendek, dan biasanya hanya


dimengerti oleh peserta tutur. Orang luar kadang-kadang tidak dapat menangkap makna tutur
yang ada, sebab tutur itu sangat dipengaruhi antara lain faktor-faktor non-kebahasaan yang
ada pada waktu dan sekitar pembicaraan itu berlangsung. Bahasa yang dipakai dalam suasana
santai antara sahabat karib, sesama anggota keluarga, antar teman, biasanya berwujud
singkat-singkat seperti itu.

Ketiga, menyediakan buku yang ”bergizi”, sehat, mendidik, dan mencerahkan bagi
dunia anak. Buku-buku yang disediakan tidak cukup hanya terjaga bobot isinya, tetapi juga
harus betul-betul teruji penggunaan bahasanya sehingga mampu memberikan ”vitamin” yang
baik ke dalam ruang batin anak. Perpustakaan sekolah perlu dihidupkan dan dilengkapi
dengan buku-buku bermutu, bukan buku ”kelas dua” yang sudah tergolong basi dan
ketinggalan zaman. Buku-buku wajib untuk dapat mempelajari bahasa Indonesia dengan baik
dan benar, antara lain:
1. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional - Balai Pustaka,
2007 - edisi ketiga) - 1387 halaman. Kamus ini akan membimbing kita akan makna
tepat suatu kata dan menunjukkan mana kata-kata baku mana kata-kata nonbaku.
2. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Alwi dkk., Balai Pustaka, 2003, edisi ketiga) -
486 halaman. Buku ini walaupun bersifat akademik, masih cukup praktis untuk
digunakan mempelaari semua aturan bahasa Indonesia.
3. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum
Pembentukan Istilah (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen
Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 1972, 1988, 1992, 2005). Kedua buku ini
bersifat praktis untuk menuntun kita menulis kata-kata dalam bahasa Indonesia dan
menerjemahkan istilah asing.
Itulah ketiga buku yang harus ada bila bersungguh-sungguh ingin mempelajari bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Sebagai tambahan atas buku-buku itu, banyak buku praktis
yang dapat meningkatkan ketrampilan kita berbahasa Indonesia yang baik dan benar,
misalnya seperti di bawah ini:
1. Berbahasa Indonesialah dengan Benar : Petunjuk Praktis untuk Pelajar, Mahasiswa,
dan Guru (Zaenal Arifin, 1986, edisi terbarunya - 2005)
2. Buku-buku pembinaan bahasa Indonesia tulisan Yus Badudu, dan

Masih banyak buku-buku pembinaan bahasa Indonesia yang lain dari berbagai penulis.
Misalnya, "Masalah Bahasa yang Dapat Anda Atasi Sendiri" (Anton Moeliono, Sinar
Harapan, 1990), dan "Problematika Bahasa Indonesia : Sebuah Analisis Praktis Bahasa
Baku" (Kusno Santoso, PT Rineka Cipta, 1990).

Di dalam UUD 1945 tercantum dalam pasal 36, kedudukan bahasa Indonesia
ditetapkan: bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Di dalam kedudukannya sebagai bahasa
negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: lambang kebanggaan nasional, lambang jati diri
(identitas) nasional, alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang
sosial budaya dan bahasanya dan, alat perhubungan antar budaya antar daerah.

Mengingat kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia yang sangat penting, maka perlu
dilakukan pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia. Hal ini dilakukan untuk tetap
menjaga kelestarian bahasa Indonesia. Sebagai institusi pendidikan, sekolah dinilai
merupakan ruang yang tepat untuk melahirkan generasi yang memiliki kecerdasan linguistik
(bahasa). Hal ini dapat dilakukan dengan cara:
1. menciptakan suasana kondusif yang mampu merangsang anak untuk berbahasa secara
baik dan benar,
2. membiasakan siswa menggunakan tutur lengkap dan tutur ringkas, dan
3. menyediakan buku-buku yang baik bagi siswa.
Patut diingat bahwa membina bahasa Indonesia bukan hanya menjadi tanggung jawab
para pakar bahasa yang berkecimpung dalam dalam bahasa dan sastra Indonesia,
tetapi juga menjadi tanggung jawab semua putra dan putri Indonesia yang cinta tanah
air, bangsa dan bahasa. Dengan perkataan lain, membina bahasa Indonesia itu menjadi
kewajiban kita semua, bangsa Indonesia.

Latihan Mandiri

1. Bila perpustakaan di sekolah sudah menyediakan buku wajib untuk mengembangkan


bahasa Indonesia namun tetap saja ada yang menggunakan bahasa Indonesia tidak
baik dan tepat apakah upaya yang kamu lakukan sebagai guru ?
2. Buatlah RPP dengan tema teks yang didalamnya ada cara pembinaan bahasa?

DAFTAR PUSTAKA

Rosidi, Ajip. 2001. Bahasa Indonesia Bahasa Kita Sekumpulan Karangan. Bandung: PT
Kiblat Buku Utama.
http://ferdinan01.blogspot.com/2009/02/sosiolinguistik-pengembangan-dan.html
http://ibahasa.blogspot.com/2008/03/pembinaan-bahasa-indonesia.html
http://www.mail-archive.com/iagi-net@iagi.or.id/msg23289.html
http://pusatbahasa.diknas.go.id/laman/nawala.php?info=artikel&infocmd=show&infoid=56&
row=3
http://ekopujiono.blogspot.com/2009/08/pembinaan-bahasa-indonesia-di-sekolah.html
Kamu pasti pernah membaca berita baik
dari media cetak dan juga media daring,
pernahkan kamu menemukan kesalahan
penggunaan bahasa Indoneia dari berita
yang disampaikan (cetak dan daring),
berikan tanggapan kamu?
BAB IX
PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA DI MEDIA MASSA

Indikator Perkuliahan:
1. Mahasiswa memahami pengembangan bahasa di media massa
2. Mahasiswa Menyadari pentingnya peran media massa untuk eksistensi bahasa
Indonesia.

Seiring dengan maraknya globalisasi sekarang ini yang ditandai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar secara
perlahan mulai diabaikan. Hal ini akan memengaruhi eksistensi bahasa Indonesia. Banyak
masyarakat menggunakan bahasa Indonesia tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku. Mereka
justru lebih suka menggunakan bahasa yang mereka buat sendiri dan menganggapnya lebih
modern. Mereka tidak hanya menggunakan bahasa ini untuk percakapan atau sebagai bahasa
lisan tetapi juga sebagai bahasa tulis dalam berinteraksi di media sosial. Bahasa yang telah
dimodifikasi dikenal dengan sebutan bahasa alay. Bentuk-bentuk dari bahasa alay tersebut
antara lain, penggabungan huruf dan angka, penggabungan huruf dan tanda baca,
penggabungan fungsi konsonan dan vokal, penyingkatan kata yang tidak sesuai kaidah dan
penyerapan bahasa asing yang tidak sesuai kaidah. Trend inilah yang membuat masyarakat
bahkan media massa sekarang hanya sedikit yang menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar.
Tidak hanya bahasa alay, penggunaan bahasa gaul oleh sebagian masyarakat telah
mendarah daging dalam komunikasi sehari-hari. Terlebih lagi, mereka menggunakan bahasa
gaul untuk berkomunikasi, baik secara langsung maupun lewat media sosial. Mereka
menggangap bahwa penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar terkesan terlalu kaku
dan sulit untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Di sisi lain, bahasa gaul terasa
nyaman dan santai digunakan dalam pergaulan sehari-hari dan dianggap tidak ketinggalan
zaman. Padahal, tanpa disadari kebiasaan tersebut menyebabkan penggunaan bahasa
Indonesia sebagai bahasa resmi negara merosot kualitasnya.

9.1 Media Massa


Media massa adalah suatu jenis komunikasi yang mempunyayi bentuk dan saluran yang
digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Adapun bentuk media massa secara
garis besar, ada dua jenis yaitu : media cetak dan media elektronik. Keberadaan media massa
dalam kehidupan masyarakat tidak dapat dianggap remeh, karena media massa merupakan
satu komponen yang ada dalam masyarakat.
Salah satu media massa yang berpengaruh terhadap penggunan bahasa Indonesia ialah media
sosial. Media sosial adalah sebuah media dimana penggunanya dengan mudah menulis,
berbagi pengalaman di situs jejaring sosial maupun blog. Jejaring sosial merupakan media
sosial yang paling banyak atau paling umum digunakan di masyarakat dunia.

9.2 Masalah Penggunaan Bahasa Indonesia di Media Massa


Bahasa Indonesia yang digunakan dalam media massa, khususnya dalam jejaring sosial juga
sangat mempengaruhi kebiasaan berbahasa para pembaca media massa. Jika bahasa
Indonesia yang digunakan dalam media massa tersebut tidak sesuai dengan kaidah, hal ini
akan merusak penggunaan bahasa Indonesia. Berdasarkan pengamatan, penggunaan bahasa
Indonesia dalam media elektronik seperti radio dan televisi khususnya siaran hiburan sangat
buruk, apalagi dalam siaran langsung. Hal ini terjadi karena pada saat siaran langsung tidak
ada peran penyunting untuk memperbaiki penggunaan bahasa Indonesia. Keadaan yang
berbeda dengan surat kabar yang selalu disunting oleh redaktur penyunting, sehingga kualitas
penggunaan bahasa Indonesianya sudah lebih baik.
Apalagi pada zaman yang lebih maju lagi ini, media sosial sudah mendunia. Siapa
saja, baik dari anak kecil maupun orang dewasa mempunyayi bahkan dengan mudah
mengakses jejaring sosial yang ada. Media sosial juga merupakan suatu alat komunikasi yang
dapat digunakan selain media cetak. Kadangkala, penggunaan bahasa Indonesia juga di
media sosial banyak yang tidak berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar, melainkan bahasa alay dan gaul.
Kebiasaan bergelut dengan media massa yang menerapkan pemakaian bahasa
Indonesia sesuai kaidah diharapkan dapat memberi titik terang kepada masyarakat.
Contohnya yaitu pada majalah. Jika berbagai majalah memakai bahasa Indonesia yang baik
dan benar, pasti bahasa Indonesia yang baik dan benar akan tersosialisasi secara tidak
langsung kepada para pembacanya. Tak terkecuali menonton televisi, mendengarkan radio,
atau membaca surat kabar yang disampaikan dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar,
secara tidak langsung akan membentuk sikap cinta pada bahasa Indonesia. Selanjutnya, sikap
senang mendengarkan radio, menoton televisi atau membaca surat kabar secara bertahap akan
menumbuhkan kebiasaan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar baik dalan
wujud lisan maupun tulisan.
9.3 Pengembangan Bahasa Indonesia Melalui Media Massa
Media massa dapat berfungsi sebagai alat pembinaan bahasa Indonesia yang cukup efisien.
Hal ini dikarenakan ianya dianggap sebagai sarana yang paling tepat. Masyarakat saat ini
telah diberikan kemudahan dalam mengakses media massa, lebih khusus lagi media sosial.
Masyarakat sering dan mudah berinteraksi dengan khalayak secara nasional dan juga lewat
sosial media. Jika yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang benar, berarti secara tidak
langsung kita telah diarahkan untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Lingkungan pendidikan ikut berperan penting dalam upaya pembinaan penggunaan bahasa
Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya usaha untuk menanamkan pemahaman dan
kecintaan dalam diri pelajar atau mahasiswa terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional. Pemerintah perlu membuat kebijakan mengenai penggunaan bahasa Indonesia
sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan perkuliahan maupun persekolahan. Dengan
demikian, pemakaian bahasa Indonesia secara baik dan benar pada saat ini dan masa depan
akan meningkat. Pada akhirnya, diharapkan generasi muda akan menjadi penutur-penutur
bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Setiap pelajar atau mahasiswa harus mulai mengunakan bahasa dengan baik dan benar
sesuai dengan kaidah yang dianjurkan. Mereka sudah sewajarnya mengikuti aturan yang ada
sehingga penggunaan bahasa alay dan gaul bisa kembali tergantikan dengan bahasa
Indonesia. Karena dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar mereka tidak
perlu takut akan dianggap kuno, ketinggalan jaman, bahkan ndeso yang berarti kampungan.
Para pelajar atau mahasiswa harus mulai mengerti dan memahami pentingnya
berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Jika hal itu diterapkan, maka akan berdampak
baik bagi pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia di negara ini. Antara lain, akan
mempermudah untuk berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Karena di tempat kita
menuntut ilmu maupun ditempat kerja nanti kita diharuskan untuk menggunakan Bahasa
Indonesia dengan baik dan benar. Tidak mungkin jika ulangan atau tugas dikerjakan
menggunakan bahasa alay atau bahasa gaul. Selain itu, penggunaan bahasa alay atau
bahasa gaul dapat mengganggu siapapun yang membaca dan mendengar kata-kata yang
dimaksud. Bahkan bisa terjadi kesalahpahaman antar orang yang berkomunikasi atau bisa
saja terjadi salah persepsi, karena sulit dipahami saat bahasa tersebut digunakan sebagai
pengucapan dan sulit dibaca saat digunakan sebagai penulisan. Karena tidak semua orang
mengerti akan maksud dari kata-kata alay atau gaul tersebut. Hal itu sangat memusingkan
dan membutuhkan waktu yang lama untuk sekedar memahaminya.
Meningkatnya penggunaan bahasa alay dan bahasa gaul akan mengakibatkan
dampak. bisa jadi suatu saat nanti anak cucu kita sudah tidak lagi mengenal bahasa baku dan
tidak lagi memakai EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) sebagai pedoman dalam berbahasa,
kemudian menganggap remeh bahasa Indonesia. Jika hal ini terus berlangsung,
dikahawatirkan akan menghilangkan budaya berbahasa Indonesia dikalangan pelajar atau
mahasiswa bahkan dikalangan anak-anak. Padahal bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi
negara kita dan juga sebagai identitas bangsa. Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus
bangsa, harusnya mampu menjadi tonggak dalam mempertahankan bangsa Indonesia ini.
Salah satu yang bisa kita lakukan adalah dengan menjaga, melestarikan, dan menjunjung
tinggi bahasa Indonesia. Seperti dalam ikrar ketiga Sumpah Pemuda yang berbunyi, “Kami
putra-putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.

Bahasa merupakan suatu ungkapan yang mengandung maksud untuk menyampaikan


sesuatu kepada orang lain. Sedangkan media massa adalah suatu jenis komunikasi yang
mempunyayi bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi.
Keduanya memiliki hubungan yang erat apabila dalam proses komunikasi. Masalah
penggunaan bahasa Indonesia di media massa khususnya dalam media sosial banyak ditemui.
Salah satunya dengan menggunakan bahasa alay dan gaul. Untuk mengatasi hal tersebut,
diperlukan pengembangan dan pendidikan lebih lanjut terhadap penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar sesuai juga dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

Latihan Mandiri
1. Bagaimana cara kamu mengatasi penyalahgunaan bahasa di media massa (sebagai
mahasiswa, sebagai guru bahasa Indonesia dan sebagai pembaca)?
2. Bagaimana penilaian kamu terhadap media massa saat ini dalam menyampaikan
berita, apakah sudah menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar?
DAFTAR PUSTAKA
http://aresearch.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053566_chapture2.pdf (Diakses tanggal 22
September 2016).
http://eprints.uny.ac.id/9462/3/bab%20208205244036.pdf/ (Diakses tanggal 22 September
2016).
http://melkysuwuh.blogspot.com/2016/11/pengembangan-bahasa-indonesia-melalui.html
Notoadmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
Cari dan amatilah kesalahan bahasa
dalam ranah hukum?
BAB X
PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA DALAM BIDANG HUKUM DAN
SOSIAL BUDAYA
Indikator Perkuliahan:
1. Mahasiswa menemukan kesalahan bahasa hukum dan memperbaikinnya.
2. Mahasiswa menemukan kesalahan bahasa sosial dan budaya dan memperbaikinya
10.1 Pengertian Bahasa Hukum
Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan
untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah terjadinya
kekacauan.
Hukum memiliki tugas untuk menjamin bahwa adanya kepastian hukum dalam
masyarakat. Oleh sebab itu setiap masyarat berhak untuk memperoleh pembelaan didepan
hukum. Hukum dapat diartikan sebagai sebuah peraturan atau ketetapan / ketentuan yang
tertulis ataupun yang tidak tertulis untuk mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan
sangsi untuk orang yang melanggar hukum. Bahasa Hukum adalah
bahasa aturan dan peraturan yang bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan,
untuk mempertahankan kepentingan umum dan kepentingan pribadi di dalam masyarakat.
Namun dikarenakan Bahasa Hukum adalah bagian dari Bahasa Indonesia yang modern, maka
dalam penggunannya harus tetap, terang, monosemantik, dan memenuhi syarat estetika
bahasa Indonesia.
Karakteristik bahasa hukum Indonesia terletak pada istilah-istilah, komposisi serta
gaya bahasanya yang khusus dan kandungan artinya yang khusus. Bahasa hukum yang kita
pergunakan sekarang masih bergaya orde lama, masih banyak yang kurang sempurna
semantik kata, bentuk dan komposisi kalimatnya, masih terdapat istilah-istilah yang tidak
tetap dan kurang jelas. Hal mana dikarenakan para sarjana hukum di masa yang lalu, tidak
pernah mendapatkan pelajaran bahasa hukum yang khusus dan tidak pula memperhatikan dan
mempelajari syarat-syarat dan kaidah-kaidah bahasa Indonesia. Kelemahan ini dikarenakan
bahasa hukum yang kita pakai dipengaruhi istilah-istilah yang merupakan terjemahan dari
bahasa hukum Belanda yang dibuat oleh para sarjana hukum Belanda yang lebih menguasai
tata bahasa belanda daripada tata bahasa Indonesia. Selanjutnya harus kita akui dibanding
dengan bahasa asing yang kaya dengan istilah, maka bahasa kita masih miskin dalam istilah.
Sehingga dalam menterjemahkan istilah Belanda para sarjana hukum membuat istilah sendiri,
hal ini menyebabkan seringkali terdapat pemakaian istilah yang tidak sesuai dengan maksud
sebenarnya. Adakalanya dua atau lebih istilah hukum asing kita terjemahkan hanya dengan
satu istilah atau satu istilah kita terjemahkan menjadi beberapa istilah hukum Indonesia.
Untuk mengatasi kekeliruan pengertian maka seringkali kita dapati dalam
kepustakaan hukum penulisnya mencatumkan bahasa aslinya di dalam tanda kurung.
Terjemahan itu kadang-kadang menimbulkan pertanyaan bagi orang awam, misalnya istilah
didalam hukum adat disebut kawin lari, sebagai terjemahan
dari vlucthuwelijk dan wegloophuwelijk. Tentu orang awam berkata mana ada kawin lari.
Yang dimaksud kawin lari adalah berlarian untuk kawin yang dilakukan oleh bujang gadis
seperti berlaku di Batak, Lampung dan Bali. Kalau di Makassar dikenal dengan silariang.
Contoh lain didalam istilah hukum perdata, dalam istilah hukum perdata.
Belanda Ada dikenal verbindtenis ada yang menterjemahkan perikatan ada yang ment
erjemahkan perjanjian. Ada juga istilah hukum Belanda overeenkomst ada
yang menterjemahkan perjanjanjian ada yan g menterjemahkan persetujuan, hal ini tentu akan
membingungkan orang awam dan bagi mereka yang baru belajar hukum. Begitupula dalam
hukum pidana terdapat istilah hukum Belanda yang disebut straafbaarfeit, ada yang
menterjemahkan peristiwa pidana ada yang menterjemahkan perbuatan pidana dan ada pula
yang menterjemahkan tindak pidana. Sedangkan maksud sebenarnya adalah peristiwa yang
dapat dihukum. Kemudian ada istilah yang telah menadarah daging di kalangan hukum
ialah barangsiapa terjemahan dari kata Hij die, yang dimaksud tentunya bukan barang
kepunyaan siapa, tetapi dia yang (berbuat) atau siapapun yang berbuat.

10.2 Bahasa Hukum di Indonesia dan Permasalahannya


Sesuai dengan pokok persoalannya, ragam bahasa Indonesia yang digunakan dalam
bidang hukum disebut bahasa hukum Indonesia. Manurut Mahadi (1983:215), bahasa hukum
Indonesia adalah bahasa Indonesia yang corak penggunaan bahasanya khas dalam dunia
hukum. Perhatian yang besar terhadap pemakaian bahasa hukum Indonesia sudah dimulai
sejak diadakan Kongres Bahasa Indonesia II tanggal 28 Oktober –2 November 1954 di
Medan. Bahkan, dua puluh tahun kemudian, tahun 1974, Badan Pembinaan Hukum Nasional
(BPHN) menyelenggarakan simposium bahasa dan hukum di kota yang sama,
Medan. Simposium tahun 1974 tersebut menghasilkan empat konstatasi berikut (Mahadi dan
Ahmad 1979 dalam Sudjiman 1999).
1. Bahasa hukum Indonesia (BHI) adalah bahasa Indonesia yang dipergunakan dalam
bidang hukum, yang mengingat fungsinya mempunyai karakteristik tersendiri; oleh
karena itu bahasa hukum Indonesia haruslah memenuhi syarat-syarat dan kadiah-
kaidah bahasa Indonesia.
2. Karakteristik bahasa hukum terletak pada kekhususan istilah, komposisi, serta
gayanya.
3. BHI sebagai bahasa Indonesia merupakan bahasa modern yang penggunaannya harus
tetap, terang, monosemantik, dan memenuhi syarat estetika.
4. Simposium melihat adanya kekurangsempurnaan di dalam bahasa hukum yang
sekarang dipergunakan, khususnya di dalam semantik kata, bentuk, dan komposisi
kalimat.

Terungkapnya kekurangsempurnaan di dalam bahasa hukum, seperti terdapat


dalam konstatasi keempat di atas, yang tercermin dalam penulisan dokumen-dokumen
hukum dapat ditelusuri dari sejarahnya. Sejarah membuktikan bahwa bahasa hukum
Indonesia, terutama bahasa undang-undang, merupakan produk orang Belanda. Pakar hukum
Indonesia saat itu banyak belajar ke negeri Belanda karena hukum Indonesia mengacu pada
hukum Belanda. Para pakar banyak menerjemahkan langsung pengetahuan dari bahasa
Belanda ke dalam bahasa Indonesia tanpa mengindahkan struktur bahasa Indonesia
(Adiwidjaja dan Lilis Hartini 1999:1—2). Di samping itu, ahli hukum pada masa itu lebih
mengenal bahasa Belanda daripada bahasa asing lainnya (Inggris, Perancis, atau Jerman)
karena bahasa Belanda wajib dipelajari, sedangkan bahasa Indonesia tidak tercantum di
dalam kurikulum sekolah (Sudjiman 1999).
Menurut Mahadi (1979:31), hukum mengandung aturan-aturan, konsepsi-konsepsi,
ukuran-ukuran yang telah ditetapkan oleh penguasa pembuat hukum untuk (a) disampaikan
kepada masyarakat (b) dipahami/disadari maksudnya, dan (c) dipatuhi. Namun, kenyataannya
sebagai sarana komunikasi, bahasa Indonesia di dalam dokumen-dokumen hukum sulit
dipahami oleh masyarakat awam. Pemakaian bahasa Indonesia dalam bidang hukum masih
perlu disempurnakan (Mahadi 1979:39). Banyak istilah asing (Belanda atau Inggris) yang
kurang dipahami maknanya dan belum konsisten, diksinya belum tepat, kalimatnya panjang
dan berbelit-belit (lihat Mahadi 1979).
Senada dengan Mahadi, Harkrisnowo (2007) menambahkan bahwa kalangan hukum
cenderung :
1. merumuskan atau menguraikan sesuatu dalam kalimat yang panjang dengan anak
kalimat.
2. menggunakan istilah khusus hukum tanpa penjelasan.
3. menggunakan istilah ganda atau samar-samar.
4. menggunakan istilah asing karena sulit mencari padanannya dalam bahasa Indonesia.
5. enggan bergeser dari format yang ada (misalnya dalam akta notaris). Hal-hal tersebut
menempatkannya dalam dunia tersendiri seakan terlepas dari dunia bahasa Indonesia
umumnya. Tidak heran jika dokumen hukum, seperti peraturan perundang-undangan,
surat edaran lembaga, surat perjanjian, akta notaris, putusan pengadilan, dan berita
acara pemeriksaan, sulit dipahami masyarakat awam.
Akan tetapi, sebagian orang menganggap semua itu merupakan karakteristik bahasa
hukum dalam hal kekhususan istilah, kekhususan komposisi, dan kekhususan gaya bahasa.
Meskipun diakui bahasa hukum Indonesia memiliki karakteristik tersendiri dalam hal istilah,
komposisi, dan gaya bahasanya, bukan berarti hanya dapat dimengerti oleh ahli hukum atau
orang-orang yang berkecimpung di dalam hukum (Natabaya 2000:301). Bahkan, sebetulnya
di kalangan praktisi hukum sendiri masih timbul perbedaan penafsiran terhadap bahasa
hukum (lihat Murniah 2007). Begitu penting peran bahasa dalam pembuatan dokumen hukum
ditekankan pula oleh Suryomurcito (2009). Ia mengatakan bahwa banyak layanan produk
hukum yang berbasis bahasa, seperti korespondensi dengan klien atau dengan ditjen HKI,
surat teguran/somasi, iklan peringatan, laporan polisi, gugatan, permohonan pendaftaran
(merek, hak cipta, paten, dan sebagainya), dan penerjemahan jenis barang/jasa, draf
perjanjian.
Jika bahasa hukum membingungkan masyarakat, tentu saja masyarakat akan
dirugikan padahal merekalah yang terikat dan terbebani kewajiban untuk mematuhi dokumen
hukum yang dihasilkan (Murniah 2007). Karena semua itu ditujukan untuk dimanfaatkan dan
diinformasikan kepada masyarakat umum, sudah selayaknya penulisannya dalam bahasa
Indonesia yang baik dan benar mendapat perhatian besar. Putusan simposium 1974 waktu itu
sudah tepat: memasukkan bahasa Indonesia dalam kurikulum di fakultas hukum dan
melibatkan ahli bahasa Indonesia di dalam penyusunan rancangan peraturan-peraturan
hukum. Dengan kata lain, dibutuhkan penulis dokumen hukum yang memahami ketentuan
perundang-undangan yang menjadi landasannya, tetapi juga yang memiliki keterampilan dan
pengetahuan menulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar.

10.3 Bahasa Hukum Indonesia sebagai Bahasa Tulis Ilmiah


Tidak berbeda dengan bidang ilmu lainnya, bahasa hukum Indonesia memiliki ciri-
ciri bahasa keilmuan (Moeliono 1974 dalam Natabaya 2000), yakni
1. lugas dan eksak karena menghindari kesamaran dan ketaksaan
2. objektif dan menekan prasangka pribadi
3. memberikan definisi yang cermat tentang nama, sifat, dan kategori yang diselidiki
untuk menghindari kesimpangsiuran
4. tidak beremosi dan menjauhi tafsiran yang bersensasi
5. membakukan makna kata-katanya, ungkapannya, dan gaya paparannya berdasarkan
konvens
6. bercorak hemat, hanya kata yang diperlukan yang dipakai
7. bentuk, makna, fungsi kata ilmiah lebih mantap dan stabil daripada yang dimiliki kata
biasa.
Bahasa hukum Indonesia dalam surat-menyurat khususnya, menurut Suryomurcito
(2009), perlu memperhatikan tata bahasa yang benar, istilah yang tepat, kosakata yang
beragam, kalimat yang singkat dan jelas, kalimat yang mengandung satu pokok pikiran, dan
tanda baca yang benar. Dengan kata lain, supaya masyarakat lebih mudah memahaminya,
disarankan untuk menghindari kalimat yang bertele-tele, jangan mengulang-ulang, jangan
menggunakan istilah yang tidak sesuai dengan yang digunakan di dalam undang-undang,
jangan salah menggunakan tanda baca, dan jangan salah ketik. Seperti hanya bahasa tulis
ilmiah dalam bidang ilmu lainnya, dalam dokumen hukum dibutuhkan penulisan bahasa
Indonesia yang baik dan benar yang menunjukkan intelektualitas penulisnya dalam
menyampaikan aturan hukum di dalam ejaan yang tepat dan benar serta rangkaian pesan yang
tersusun dalam kalimat yang efektif.
Kalimat efektif, menurut Alwi (2001:38), adalah kalimat yang memperlihatkan
bahwa proses penyampaian oleh penulis dan pembaca berlangsung sempurna sehingga isi
atau maksud yang disampaikan oleh penulis tergambar lengkap dalam pikiran pembaca.
Kalimat yang efektif dapat dilihat dari ciri-ciri berikut: memiliki keutuhan atau keterkaitan
makna antarunsur di dalam kalimat; mempunyai kesejajaran struktur klausa dan kesejajaran
makna/informasi; memfokuskan unsur-unsur dengan mengulang bagian-bagian yang
ditekankan; menunjukkan penghematan dalam kata.

10.4 Pemakaian Bahasa dalam Dokumen Hukum


Berikut ini adalah pemakaian bahasa hukum di dalam surat perjanjian kredit
(2003), surat perjanjian kerja (2006), dan surat perjanjian pemberian pinjaman (2008).
Dengan menganalisisnya secara kualitatif, yaitu dengan memerikan gejala pemakaian bahasa
hukum, dengan demikian akan mengungkap penggunaan bahasa hukum yang sebenarnya.
1. Surat Perjanjian
Surat perjanjian adalah surat yang dibuat oleh dua pihak yang telah sepakat untuk
suatu urusan. Jenis surat perjanjian ada bermacam-macam, misalnya perjanjanjian jual
beli, perjanjian sewa beli, perjanjian sewa-menyewa, perjanjian kerja, dan perjanjian
pinjaman uang. Surat perjanjian dibuat sebagai bukti autentik adanya ikatan kedua belah
pihak dan untuk menghindari persengketaan di kemudian hari. Anatomi surat perjanjian
terdiri dari
1. judul,
2. pembukaan,
3. komparisi,
4. premis/dasar pertimbangan,
5. isi perjanjian,
6. penutup, dan
7. tanda tangan dan lampiran (Widjaja 2004).
Untuk mengungkap pemakaian bahasa hukum dalam surat perjanjian, ditemukan
beberapa pemakaian bahasa yang tidak benar, yang meliputi pemakaian ejaan dan tanda baca,
pemakaian bentuk jamak diikuti pengulangan kata, pemakaian kata yang bersinonim,
pengaruh unsur bahasa Inggris, pemakaian kata yang bersinonim, pemakaian bahwa di depan
Subjek, pemakaian bentuk kata yang tidak sejajar, pemakaian kalimat yang panjang, dan
pemakaian Dalam Hal dan Maka.
A. Pemakaian Ejaan dan Tanda baca
Bahasa ilmiah hendaknya memperhatikan penulisan ejaan dan tanda baca yang
benar. Penulisan ejaan dan tanda baca yang benar menandakan penulis memperhatikan
kaidah-kaidah kebahasaan dan mampu menggunakannya secara tepat untuk menyatakan
maksudnya. Kadang kala pemakaian tanda baca yang tidak tepat dapat mengakibatkan makna
yang disampaikan berubah. Salah satu tanda baca yang sering digunakan di dalam bahasa
hukum, khususnya di dalam surat perjanjian adalah titik koma.Terlepas dari struktur
kalimatnya, perhatikan contoh (1) berikut.
(1) Bahwa Para Pihak masing-masing dalam kedudukannya sebagaimana tersebut di atas
terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut:
Bahwa Pihak Pertama merupakan perusahaan yang bergerak dibidang asuransi jiwa;
Dalam kaidah bahasa Indonesia, tanda titik dua diganti titik satu pada kalimat lengkap
yang diikuti perincian berupa kalimat lengkap pula, dan perincian diakhiri tanda titik
(Utorodewo, Felicia N. dkk. 2004). Oleh karena itu, pada kalimat pertama bukan titik
dua yang mengakhiri kalimat, melainkan titik satu karena perincian berikutnya, yaitu kalimat
kedua, merupakan kalimat yang sudah lengkap pula (mengandung unsur Subjek-Predikat-
Pelengkap).
Di samping titik dua, penulisan di agaknya juga masih belum diperhatikan oleh
penulisnya. Di- ditulis menyambung jika kata yang mengikutinya merupakan verba (kata
kerja). Kata berimbuhan di- sebagai awalan dapat diubah ke dalam bentuk kalimat aktif.
Contoh: divonis-memvonis. Jika tidak berdampingan dengan verba, di ditulis terpisah,
misalnya di pengadilan, di atas. Dengan demikian, kalimat kedua pada contoh
(1) dibidang diperbaiki menjadi di bidang.

Contoh pemakaian tanda titik dua yang kurang tepat masih dapat dilihat pada (2) berikut ini.:
(2) Tanpa persetujuan tertulis dari BANK, selama kredit belum lunas DEBITUR tidak
diperkenankan untuk:
a. Menerima Kredit dari Bank lain,
b. Mengikatkan diri sebagai penjamin (borg) terhadap pihak ketiga.
Tanda baca titik dua seharusnya tidak muncul pada unsur-unsur yang masih merupakan
bagian dari kalimat yang bukan memberi penjelasan. Karena masih merupakan bagian dari
kalimat, setelah titik dua tidak perlu diawali dengan huruf kapital layaknya awal kalimat.
Juga kata lain di dalam kalimat yang bukan awal kalimat atau nama orang/tempat, tidak perlu
ditulis huruf kapital; begitu pula kata-kata dari bahasa asing sebaiknya ditulis dengan huruf
miring. Berikut perbaikan contoh (2).
(2a) Tanpa persetujuan tertulis dari bank, selama kredit belum lunas, debitor tidak
diperkenankan untuk
a. menerima kredit dari bank lain,
b. mengikatkan diri sebagai penjamin (borg) terhadap pihak ketiga.

B. Pemakaian bentuk jamak diikuti pengulangan kata


Tidak seperti dalam bahasa Inggris, untuk menyatakan bentuk jamak di dalam
bahasa Indonesia digunakan kata bermakna jamak, seperti beberapa, para, semua, atau kata
bilangan. Ketika bentuk jamak itu digunakan, nomina yang yang menyertainya tidak lagi
diulang katanya.
(3) a. Selalu mentaati dan melaksanakan semua peraturan perundang-undangan yang berlaku,
termasuk tetapi tidak terbatas kepada, seluruh ketentuan-ketentuanyang berlaku serta sesuai
standar profesionalisme, etika kerja dan kode etik yang lazim sebagai Tenaga Pemasaran di
Indonesia.
(4) DEBITUR dengan ini berjanji dan mengikat diri untuk mensahkan semua tindakan-
tindakan hukum…
Dalam contoh (3), selain kesalahan ejaan mentaati, yang seharusnya menaati,
ditemukan seluruh ketentuan-ketentuan dan contoh (4) semua tindakan-tindakan. Supaya
lebih hemat penggunaan katanya, diperbaiki masing-masing menjadi seluruh
ketentuan dan semua tindakan.

C. Pemakaian kata yang bersinonim


Dalam surat perjanjian kredit ditemukan pemakaian kata yang makna dan fungsinya
sama, seperti adalah merupakan, seperti terlihat pada contoh berikut :
(5) Daftar pembayaran berikut perubahan-perubahannya adalah merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan dari perjanjian kredit ini.
Sebaiknya, kalimat (5) diperbaiki dengan menggunakan salah satu di antara kedua kata
tersebut, yaitu adalah atau merupakan.

D. Pengaruh unsur bahasa Inggris


Pengaruh bahasa Inggris dalam bahasa hukum marak ditemukan. Hal tersebut dapat
disebabkan penulisnya seorang dwi/multibahasawan. Pengaruh bahasa Inggris tampak dalam
penggunaan kata which dan where, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dimana,
yang mana. Kedua kata terjemahan tersebut bukan berperilaku konjungsi seperti
halnya which dan where. Untuk itu, kata-kata tersebut sebaiknya tidak digunakan atau diganti
dengan kata lain (lihat 6a) untuk (6) atau meniadakan kata mana dalam (7) dan
menambahkan tersebut(7a).
(6) Para Pihak sepakat bahwa untuk pelaksanaan Perjanjian ini, Pihak Pertama akan
membuka rekening khusus pada Bank yang disepakati bersama oleh Para Pihak, yang
mana rekening tersebut akan digunakan oleh Para Pihak untuk mengelola dana masuk dan
dana keluar sehubungan dengan pelaksanaan Perjanjian ini (“Rekening Khusus”).
(7) Apabila DEBITUR terlambat membayar angsuran (pokok dan/atau bunga) sesuai jadwal
yang ditetapkan diatas, maka DEBITUR dikenakan denda sebesar 0,17% (nol koma tujuh
belas persil) per hari atas jumlah angsuran yang harus dibayar. Denda mana harus dibayar
secara sekaligus dan tunai bersamaan dengan angsuran yang tertunggak.
(6a) Para pihak sepakat bahwa untuk pelaksanaan perjanjian ini, Pihak Pertama akan
membuka rekening khusus pada bank yang disepakati bersama oleh para pihak. Rekening
tersebut akan digunakan oleh para pihak untuk mengelola dana masuk dan dana keluar
sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian ini (“Rekening Khusus”).
(7a) […] Denda tersebut harus dibayar secara sekaligus dan tunai bersamaan dengan
angsuran yang tertunggak.

E. Pemakaian bahwa di depan Subjek


Konjungsi bahwa (dari bahasa Inggris whereas) merupakan konjungsi yang banyak
digunakan sebagai awal dari pernyataan hukum. Akan tetapi, perlu diperhatikan tidak semua
awal pernyataan dapat diawali dengan bahwa. Perhatikan contoh (8) berikut :
(8) Bahwa Para Pihak masing-masing dalam kedudukannya sebagaimana tersebut di atas
terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut :
Di dalam kalimat pasif kata bahwa merupakan penanda bahwa unsur yang
menyertainya adalah anak kalimat pengisi subjek, seperti Bahwa dia tidak bersalah//telah
dibuktikan (Sugono 2009:46-47). Kalimat itu dapat dipermutasi menjadi Telah dibuktikan
bahwa dia tidak bersalah. Bahwa juga merupakan penanda subjek yang berupa anak kalimat
pada kalimat yang menggunakanadalah, merupakan, atau ialah, seperti Bahwa percobaan itu
gagal//merupakan risiko dia. Oleh karena itu, penggunaan bahwa pada (8) sebaiknya
ditiadakan sehingga dengan tegas kalimat itu menampakkan Subjek, yaitu Para Pihak
masing-masing dalam kedudukannya sebagaimana tersebut di atas (lihat 8a).
(8a) Para Pihak masing-masing dalam kedudukannya sebagaimana tersebut di atas// terlebih
dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut.

F. Pemakaian bentuk kata yang tidak sejajar


Kesejajaran bentuk mengacu pada kesejajaran unsur-unsur di dalam kalimat
sehingga memudahkan pemahaman pengungkapan pikiran (Alwi 2001). Bentuk kata yang
sejajar lazim muncul pada kalimat yang membutuhkan rincian/penjelasan; setiap rincian
menggunakan bentuk atau pola kata yang sama. Perhatikan contoh (9).
(9) Perjanjian ini akan berakhir secara otomatis bilamana:
1. Berakhirnya jangka waktu Perjanjian ini.
2. Para Pihak setuju dan sepakat bersama-sama untuk mengakhiri Perjanjian ini.
3. Pihak Pertama sudah tidak lagi beroperasi dan atau menjalankan kegiatan usaha
utamanya, atau Pihak Pertama dinyatakan pailit/bangkrut oleh Pengadilan, atau Pihak
Pertama dibubarkan oleh keputusan rapat pemegang saham Pihak Pertama.
Pada awal setiap rincian terlihat bentuk atau pola yang tidak sama. Rincian a tidak
diawali dengan Subjek seperti halnya b dan c yang mempunyai unsur Subjek: Para
Pihak dan Pihak Pertama. Oleh karena itu, rincian dalam a perlu ditambahkan Subjek. Selain
itu, jika masing-masing rincian a—c sudah berbentuk kalimat, hal itu berarti kalimat
pengantar ke rincian, yaitu Perjanjian ini akan berakhir secara otomatis bilamana: juga
harus merupakan kalimat yang lengkap. Agar sempurna sebagai kalimat, perbaikan yang
sesuai, misalnya sebagai berikut.
(9a) Perjanjian ini akan berakhir secara otomatis bilamana terjadi kondisi-kondisi berikut :
1. angka waktu perjanjian ini// berakhir.
2. Para Pihak// setuju dan sepakat bersama-sama untuk mengakhiri perjanjian ini.
3. Pihak Pertama// sudah tidak lagi beroperasi dan atau menjalankan kegiatan usaha
utamanya, atau Pihak Pertama dinyatakan pailit/bangkrut oleh pengadilan, atau Pihak
Pertama dibubarkan oleh keputusan rapat pemegang saham Pihak Pertama.

G. Pemakaian kalimat yang panjang


Kalimat yang panjang sehingga sulit dipahami maknanya terjadi karena
ada beberapa gagasan di dalam satu kalimat yang ditumpuk-tumpuk, seperti tampak pada
contoh berikut :
(10)
1. Selama Kredit tersebut diatas belum lunas, maka barang jaminan tersebut harus
dipertanggungkan oleh DEBITUR terhadap bahaya kebakaran, kerusakan, kecurian
atau bahaya lainnya yang dianggap perlu oleh BANK pada maskapai asuransi yang
disetujui oleh BANK, untuk jumlah dan dengan syarat-syarat yang dianggap baik oleh
BANK, dengan ketentuan bahwa premi asuransi dan biaya lain yang berkenaan
dengan penutupan asuransi tersebut dipikul oleh DEBITUR dan dalam polis asuransi
BANK ditunjuk sebagai pihak yang berhak untuk menerima segala pembayaran
berdasarkan asuransi itu (Banker’s Clause).
2. […]
3. Apabila perpanjangan asuransi sebagaimana dimaksud butir 2 di atas diurus oleh
DEBITUR, maka DEBITUR wajib telah mengajukan permohonan perpanjangan
asuransi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sebelum tanggal
jatuh tempo polis asuransi, dan polis perpanjangan asuransi harus telah diserahkan
oleh DIBITUR kepada BANK selambat-lambatnya pada tanggal jatuh tempo polis
asuransi yang diperpanjang, demikian dengan ketentuan bahwa apabila pada tanggal
jatuh tempo polis asuransi tersebut, DEBITUR tidak/belum menyerahkan polis
perpanjangan asuransi, maka DEBITUR dengan ini memberi kuasa kepada BANK,
tanpa BANK berkewajiban untuk melaksanakannya, untuk memperpanjang asuransi
tersebut di atas biaya DEBITUR.
Kalimat 1. di atas berjumlah 80 kata. Ada beberapa gagasan yang dikemukakan di dalam
kalimat itu, yaitu
1. barang jaminan dipertanggungkan oleh debitor terhadap bahaya kebakaran,
kerusakan, kecurian, atau bahaya lainnya pada maskapai asuransi yang disetujui oleh
bank,
2. ketentuan pertanggungan adalah premi asuransi dan biaya lain berkenaan dengan
penutupan asuransi dipikul oleh debitor;
3. di dalam polis asuransi terdapat klausul tentang hak bank untuk menerima segala
pembayaran berdasarkan asuransi itu.
Seperti kalimat 1 yang cukup panjang, kalimat 3 di atas terdiri dari 91 kata. Dalam satu
kalimat itu ada beberapa pokok pikiran yang ingin disampaikan penulisnya, yaitu
1. debitor wajib mengajukan permohonan perpanjangan asuransi paling lambat satu
bulan sebelum jatuh tempo polis asuransi;
2. polis perpanjangan asuransi harus diserahkan debitor kepada bank paling lambat pada
tanggal jatuh tempo polis asuransi yang diperpanjang;
3. apabila pada tanggal jatuh tempo, debitor belum/tidak menyerahkan polis
perpanjangan asuransi, debitor memberi kuasa kepada bank untuk melakukan
perpanjangan;
4. bank diberi kuasa, tetapi tidak berkewajiban melaksanakannya;
5. biaya perpanjang asuransi ditanggung oleh debitor.
Sebuah kalimat, kendatipun panjang jika kaitan antarkalimatnya jelas, tidak akan
menyulitkan untuk mencerna isinya. Kalimat 1 dan 3 pada contoh (10) menunjukkan ada
kecenderungan untuk menghubungkan antargagasan dengan konjungsi dan, padahal tidak
semestinya setiap gagasan digabungkan dengan dan. Berikut perbaikan yang disarankan
untuk (10).
(10a)
1. Selama kredit tersebut di atas belum lunas, barang jaminan tersebut harus
dipertanggungkan oleh debitor terhadap bahaya kebakaran, kerusakan, kecurian, atau
bahaya lainnya yang dianggap perlu oleh bank pada maskapai yang disetujui oleh
bank. Biaya premi asuransi dan lainnya yang berkenaan dengan penutupan asuransi
tersebut dibebankan pada debitor. Bank berhak menerima segala pembayaran
berdasarkan asuransi itu (banker’s clause).
2. […]
3. Apabila perpanjangan asuransi sebagaimana dimaksud butir 2 di atas diurus oleh
debitor, debitor wajib telah mengajukan perpanjangan asuransi selambat-
lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tanggal jatuh tempo polis asuransi. Polis
perpanjangan asuransi harus telah diserahkan kepada bank selambat-lambatnya pada
tanggal jatuh tempo polis asuransi yang diperpanjang. Apabila pada tanggal jatuh
tempo polis asuransi tersebut debitor tidak/belum menyerahkan polis perpanjangan
asuransi, debitor memberi kuasa kepada bank, tetapi bank tidak berkewajiban untuk
melaksanakannya, untuk memperpanjang asuransi tersebut di atas dengan biaya
debitor.

H. Pemakaian Dalam Hal dan Maka


Sugono (2009:215) mengatakan bahwa di dalam kenyataan penggunaan bahasa,
terdapat sejumlah kalimat yang cukup berhasil dalam penyampaian informasi, tetapi dilihat
dari segi kaidah, kalimat-kalimat itu tidak memenuhi syarat kalimat yang benar. Kalimat
yang dimaksud adalah kalimat majemuk bertingkat yang tidak jelas unsur-unsurnya mana
yang merupakan inti kalimat (induk kalimat) dan mana yang anak kalimat (penjelas induk
kalimat). Anak kalimat lazim didahului oleh konjungsi dan induk kalimat tidak didahului
oleh konjungsi.
Dalam contoh (11) di bawah ini, dalam hal berperilaku sebagai konjungsi, yang
sebenarnya menyatakan suatu kondisi atau keadaan yang belum tentu terjadi. Maknanya
hampir mirip dengan jika, apabila. Adanya konjungsi itu menandakan ada anak kalimat.
Anak kalimat tersebut diikuti dengan maka sesudah koma, yang juga sebagai anak kalimat
karena diawali konjungsi maka. Oleh karena itu, kalimat (11) tidak dapat disebut kalimat
majemuk bertingkat karena tidak ada informasi yang diutamakan sebagai induk kalimat.
(11) Dalam hal terjadi perbedaan penafsiran antara versi bahasa Inggris dan bahasa
Indonesia, maka yang berlaku adalah bahasa Indonesia.
Perbaikan untuk (11) adalah dengan meniadakan salah satu konjungsi, misalnya maka (11a).
(11a) Dalam hal terjadi perbedaan penafsiran antara versi bahasa Inggris dan bahasa
Indonesia, yang berlaku adalah bahasa Indonesia.

10.5 Upaya Pengembangan Bahasa Indonesia di Bidang Hukum


Upaya pengembangan bahasa Indonesia di Bidang Hukum dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Yaitu sebagai berikut :
1. Penyuluhan
Penyuluhan kebahasaan dilaksanakan dengan tujuan-tujuan berikut :
a. Menumbuhkan dan membina sikap bahasa yang positif.
b. Meningkatkan kegairahan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar
c. Meningkatkan mutu dan disiplin pengguna bahasa Indonesia.
Penyuluhan dibagi ke dalam dua cara, yaitu :
1. Penyuluhan langsung. Penyuluhan langsung adalah penyuluhan yang disampaikan
secara tatap mka langsung dalam berbagai kesempatan, baik di pusat bahasa maupun
ditempat lain. Tempat lain tersebut adalah instansi-instansi yang berkaitan dengan
bidang hukum atau yang membuat dan mengurus dokumen-dokumen hukum.
Contohnya adalah Instansi pemerintahan, dinas perizinan, dinas perpajakan, dinas
kependudukan dan catatan sipil dan lain sebagainya.
2. Penerjemahan. Kegiatan penerjemahan dilakukan mulai 1979 hingga sekarang,
penerjemahan tersebut dilakukan dari bahasa asing ke bahasa Indonesia, dan dari
bahasa daerah ke bahasa Indonesia.
Pada dasarnya pengembangan bahasa Indonesia di bidang hukum sudah dilaksanakan,
contohnya adalah pada zaman dahulu ketika Indonesia masih dikuasai Belanda dan bahasa
Belanda menjadi penyumbang istilah dibidang hukum, maka masih sangat banyak sekali
kata-kata yang sepenuhnya mengambil dari bahasa Belanda, tetapi pada waktu itu sarjana
hukum dan orang-orang yang bergelut dibidang hukum pada masa itu melakukan
penerjemahan dari bahasa Belanda ke bahasa Indonesia untuk dipakai pada bidang hukum
atau contohnya pada dokumen hukum secara tertulis. Walaupun memang pemakaian bahasa
di dokumen bidang hukum masih banyak yang menggunakan istilah asing seperti bahasa
Belanda dan bahasa Inggris, karena memang tidak dapat dipungkiri sejarah bahasa yang
dipakai di bidang hukum terpengaruh dari istilah-istilah atau bahasa Belanda. Tapi saat ini,
walaupun telah dilakukan penerjemahaan, masih ada saja istilah-istilah yang masih
menggunakan istilah asing di bidang hukum.
Oleh karena itu harus dilakukan pengembangan lagi seperti penerjemahan secara
menyeluruh agar tidak lagi menggunakan bahasa asing. Penerjemahan ini memang akan sulit
dilakukan jika tidak dilakukan secara serentak dan tidak mendapat kesepakatan dari segala
aspek atau orang-orang yang bergelut di bidang hukum, oleh karena itu
upaya pengembangan dari penerjemahan tersebut harus dilakukan oleh orang-orang yang
terpercaya dan memang sudah ahli dalam bidangnya, serta memiliki wewenang untuk
mengubah atau menerjemahkan bahasa asing pada dokumen-dokumen tersebut. Mengingat
dokumen hukum adalah dokumen resmi yang berkaitan dengan aturan yang mutlak. Oleh
karena itu upaya penerjemahan harus dilakukan oleh pusat pembinaan dan pengembangan
bahasa.
3. Selain kedua hal diatas, orang-orang yang bergelut dibidang hukum khususnya yang
berkaitan dengan dokumen hukum seperti notaris, atau bahkan pemerintah harus
benar-benar orang yang paham dengan bahasa Indonesia yang benar. dalam dokumen
hukum dibutuhkan penulisan bahasa Indonesia yang baik dan benar yang
menunjukkan intelektualitas penulisnya dalam menyampaikan aturan hukum di
dalam ejaan yang tepat dan benar serta rangkaian pesan yang tersusun dalam kalimat
yang efektif.

10.6 Pengembangan Bahasa Indonesia diBidang Sosial dan Budaya

Sosial Budaya terdiri dari 2 kata, yang pertama definisi sosial, menurut Kamus Umum
Bahasa Indonesia milik W.J.S Poerwadarminta, sosial ialah segala sesuatu yang mengenai
masyarakat atau kemasyarakatan atau dapat juga berarti suka memperhatikan kepentingan
umum (kata sifat). Sedangkan budaya dari kata Sans atau Bodhya yang artinya pikiran dan
akal budi. Budaya ialah segala hal yang dibuat oleh manusia berdasarkan pikiran dan akal
budinya yang mengandung cipta, rasa dan karsa. Dapat berupa kesenian, pengetahuan, moral,
hukum, kepercayaan, adat istiadat ataupun ilmu.
Maka definisi sosial budaya itu sendiri adalah segala hal yang dicipta oleh manusia
dengan pemikiran dan budi nuraninya untuk dan/atau dalam kehidupan bermasyarakat. Atau
lebih singkatnya manusia membuat sesuatu berdasar budi dan pikirannya yang diperuntukkan
dalam kehidupan bermasyarakat.
Terciptanya sebuah kebudayaan bukan hanya dari buah pikir dan budi manusia, tetapi
juga dikarenakan adanya interaksi antara manusia dengan alam sekitarnya. Suatu interaksi
dapat berjalan apabila ada lebih dari satu orang yang saling berhubungan atau komunikasi.
Dari interaksi itulah terjadi sebuah kebudayaan yang menyangkut lingkungan sekitar dan oleh
sebab itu pula kita mempunyai beragam kebudayaan. Perubahan kebudayaan bisa saja terjadi
akibat perubahan sosial dalam masyarakat, begitu pula sebaliknya. Manusia sebagai pencipta
kebudayaan dan pengguna kebudayaan, oleh karena itu kebudayaan akan selalu ada jika
manusia pun ada.
Sosial budaya berkaitan dengan interaksi antara manusia dengan alam sekitarnya,
karena hal itu pula dibutuhkannya sebuah alat komunikasi, yaitu bahasa. Bahasa selalu
berkembang seiring dengan perkembangan zaman juga, sebagai kebutuhan manusia dalam
berinteraksi, adakalanya tataran bahasa yang sudah ada tidak memenuhi kepuasan dari
sipenutur bahasa, karena hal itulah sering kali kosa kata bahasa asing maupun bahasa daerah
dipergunakan dalam komunikasi tersebut.
Karena hal itulah, kosakata bahasa indonesia biasanya memasukkan kosa-kata dari
bahasa asing dan juga bahasa daerah.
Berikut beberapa kosa-kata baru yang sudah disahkan oleh pusat bahasa :
1. Gawai. Gawai adalah kata yang digunakan untuk menggantikan kata Gadget. Ponsel,
laptop, tab, komputer dan sebagainya secara tidak langsung juga berupa alat atau
perkakas. Saat ini, media cetak sudah mulai menggunakan kata Gawai untuk
menggantikan Gadget
2. Pramusiwi. Masih terbiasa menyebut kata babysitter untuk penjaga dan pengasuh bayi
Tenang. Dalam Bahasa Indonesia, babysitter berarti Pramusiwi.
3. Tetikus. Kata tetikus ini untuk menggantikan kata mouse yang dalam ilmu komputer
merupakan sebuah alat untuk menggerakan kursor di komputer.
4. Warganet. Warganet muncul untuk menggantikan kata Netizen. Sebelumnya, kata
Netizen juga muncul sebagai plesetan dari kata Citizendi internet.
5. Pranala. Kata Pranala muncul untuk menggantikan kata Hyperlink atau Link, yang
sudah terbiasa disebut dalam bahasa IT.
6. Daring dan Luring. Daring muncul untuk menggantikan online. Daring juga akronim
dari dalam jaringan. Sedangkan Luring adalah akronim dari luar jaringan muncul
untuk menggantikan kata offline.
7. Swafoto. Swafoto berarti foto sendiri, atau mengambil foto dengan usaha sendiri.
Kata ini muncul untuk menggantikan kata selfie
8. Peladen. Mirip profesi seseorang yang bertugas untuk meladeni. Tapi, faktanya kata
peladen muncul untuk menggantikan kata server.
9. Komedi Tunggal. Frase ini muncul untuk menggantikan frase stand up comedy yang
sebenarnya kalau dialihbahasakan menjadi komedi berdiri.
10. Saltik. Seperti daring dan luring, kata Saltik juga merupakan akronim, yang berarti
Salah Ketik.
11. Derau. Noise yang sebenarnya berarti ribut, sering pula digunakan untuk suara yang
tidak diperlukan dalam satu rekaman suara atau video. Kata noise itu digantikan oleh
kata Derau.
12. Pratayang. Anda masih sering menggunakan kata Preview? Silakan gantikan dengan
kata Pratayang.
13. Hektare. Ini sebenarnya kata lama, hektar, tapi perbedaannya adalah huruf ‘e’, untuk
kata ini tetap ditulis dan tetap dibaca
14. Portofon. Kata ini muncul untuk menyebut Handy Talkie (atau HT) dalam bahasa
Indonesia.
15. Mangkus dan Sangkil. Mangkus berarti efektif, sangkil berarti efisien. Begitu saja
singkatnya.
16. Narahubung. Kata ini digunakan untuk menggantikan frasa contact person.
17. Pelantang. Kata ini digunakan untuk menggantikan kata Microphone.
Bahasa dibidang hukum yang kita pakai dipengaruhi istilah-istilah yang
merupakan terjemahan dari bahasa hukum Belanda yang dibuat oleh para sarjana hukum
Belanda yang lebih menguasai tata bahasa belanda daripada tata bahasa Indonesia.
Selanjutnya harus kita akui dibanding dengan bahasa asing yang kaya dengan istilah, maka
bahasa kita masih miskin dalam istilah. Sudah ada upaya pengembangan bahasa Indonesia
dibidang hukum dan sosial budaya, contohnya dibidang hukum adalah orang-orang yang
bergelut didalamnya telah berusaha untuk menterjemahkan istilah-istilah asing yang dipakai
dibidang hukum atau dokumen hukum kedalam bahasa Indonesia.
Contoh dokumen hukum yang masih belum mengikuti kaidah bahasa Indonesia yang
baik dan benar seperti dijelaskan diawal adalah dokumen surat perjanjian, dimana masih
menggunakan istilah asing dan lain sebagainya. Pengembangan lanjutan yang dilakukan
dibidang hukum adalah harus adanya penyuluhan langsung dan penerjemahan menyeluruh
dari pusat pembinaan dan pengembangan bahasa yang memang memiliki wewenang.
Dibidang sosial budaya tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa adalah bagian dari kedua
hal tersebut. dimana masyarakatnya tidak akan bisa terlepas dari komunikasi dan interaksi
dengan sesamanya, hal tersebutlah yang menyebabkan bahasa menjadi berkembang dan
secara tidak langsung yang melakukan pengembangan bahasa Indonesia tersebut adalah
masyarakat itu sendiri ketika ada kata-kata atau istilah baru yang menggantikan istilah lama
dan akhirnya tersebar luas karena dipakai oleh masyarakat untuk berkomunikasi sehingga.
Pengembangan bahasa Indonesia dibidang hukum dan sosial budaya memang sudah
dilaksanakan oleh orang-orang yang terkait didalamnya, tetapi masih harus dilakukan
pengembangan lebih lanjut agar bahasa Indonesia dapat dikembangkan dengan baik pada
kedua bidang tersebut, khususnya dibidang hukum karena masih terdapat istilah-istilah asing
yang digunakan. Atas dasar tersebut alangkah lebih baiknya pusat pembinaan dan
pengembangan bahasa dapat berperan lebih baik lagi untuk menyoroti hal tersebut.

Latihan mandiri:
1. Temukan kesalahan bahasa hukum dan sosial budaya lainnya dan buatlah dalam
laporan makalah.

DAFTAR PUSTAKA

Angen, Thayeb Loh. 1 April 2017. Kosa Kata Baru Bahasa Indonesia. Diakses pada 17 Mei
2017, dari http://portalsatu.com/read/budaya/berikut-17-kosakata-baru-bahasa-indonesia-
27173.

Gara, Hery. 13 April 2011. Penggunaan Bahasa Hukum dalam Bahasa Indonesia. Diakses
pada tanggal 17 Mei 2017, dari https://herygaara5.wordpress.com/2011/04/13/penggunaan-
bahasa-hukum-dalam-bahasa-indonesia/
Parulian, Sahat. 12 September 2012. Kata-Kata Serapan Belanda dalam Peristilahan Hukum
Indonesia. Diakses pada tanggal 17 Mei 2017,
dari http://www.kompasiana.com/saparuli/beberapa-kata-kata-serapan-belanda-dalam-
peristilahan-hukum-indonesia_55177d7c81331122699de141

Riyanto Budi, Ragam Bahasa Peraturan Perundang-undangan, Bahan Ajar Diklat Legal
Drafting LAN RI, 2006.

Sari, Maria Pusvita.6 Mei 2016. Penggunaan Bahasa Dalam Ilmu Hukum Pidana Dan Ilmu
Hukum Perdata. Diakses pada 17 Mei 2017,
dari http://marisapusvitas.blogspot.co.id/2016/05/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none_5.html

Wijayanti, Sri Hapsari. 8 Oktober 2010. Bahasa Hukum Indonesia di dalam Surat
Perjanjian. Diakses pada tanggal 17 Mei 2017,
dari https://www.atmajaya.ac.id/web/KontenUnit.aspx?gid=artikel-hki&ou=hki&cid=artikel-
hki-bahasa-hukum-indonesia
Terdapat banyak kesalahan bahasa
di (spanduk, papan ilkan dan
baliho) di tempat umum, apa
tanggapan kamu dan bagaimana
kamu menyikapinya?
XI
PEMBINAAN BAHASA INDONESIA DI TEMPAT UMUM
Indikator Perkuliahan:
1. Mahasiswa menemukan kesalahan bahasa dari papan iklan, spanduk ataupn baliho
yang terdapat di tempat umum
2. Mahasiswa memiliki sikap kritis terhadap kesalahan bahasa yang terdapat di tempat
umum
Era globalisasi diperlukan suatu rumusan ketentuan mengenai penggunaan bahasa
Indonesia. Hal ini mengingat bahwa masalah kebahasaan di Indonesia sangat rumit. Di
Indonesia terdapat lebih dari 728 bahasa daerah. Bahasa-bahasa daerah itu hidup dan
berkembang serta dipergunakan secara terus menerus oleh penuturnya. Selain itu, di
Indonesia terdapat bahasa asing. Walaupun kedudukan dan fungsi bahasa daerah dan bahasa
asing itu sudah diatur penggunaannya, tetap saja pemakaian bahasa daerah dan bahasa asing
(Inggris) dipergunakan semaunya oleh pemakainya.
Kenyataan itu akan menyudutkan penggunaan bahasa Indonesia. Kalau bahasa
Indonesia tidak segera diatur penggunaannya, bahasa Indonesia tidak akan mampu
menunjukkan gengsinya, baik di negara sendiri (nasional) maupun internasional.
Untuk pemilihan ragam nonformal tidaklah perlu dipermasalahkan. Penggunaan bahasa
Indonesia yang bercampur kode dengan bahasa gaul, prokem, slang, ataupun bahasa daerah
selagi tidak dipakai dalam situasi formal tidaklah perlu dirisaukan. Namun, yang menjadi
kerisauan kalau ragam formal bahasa Indonesia (baku) itu digunakan tidak sebagaimana
mestinya.
Variasi atau ragam formal itu digunakan, antara lain, dalam pidato kenegaraan, rapat
dinas, surat-menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku pelajaran, karya ilmiah. Sesuai
dengan laju perkembangan dunia yang global, bahasa Indonesia ragam baku juga harus
digunakan pada layanan umum dan layanan niaga. Hal ini disebabkan layanan umum dan
layanan niaga merupakan salah satu bentuk untuk penyebaran penggunaan bahasa Indonesia.
Jadi, penggunaan bahasa Indonesia ragam baku pada layanan masyarakat dan layanan niaga
akan memberikan fungsi pemersatu dan prestise. Selain fungsi penggunaannya untuk situasi-
situasi resmi, ragam baku menurut Gravin dan Mathiot dalam (Chaer dan Agustina,
2004) juga mempunyai fungsi lain yang bersifat sosial-politik, antara lain fungsi pemersatu
dan harga diri.
Masalah kebahasaan di Indonesia tidak terlepas dari kehidupan masyarakat
pendukungnya. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia telah terjadi berbagai
perubahan, baik sebagai akibat tatanan kehidupan dunia yang baru, globalisasi, maupun
sebagai dampak perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat. Kondisi itu telah
memengaruhi prilaku masyarakat Indonesia. Gerakan reformasi yang telah bergulir sejak
tahun 1998 telah mengubah paradigma tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Tatanan kehidupan yang serba sentralistik telah berubah ke desentralistik, masyarakat
bawah yang menjadi sasaran kini didorong untuk menjadi pelaku dalam proses pembangunan
bangsa. Dalam upaya peningkatan mutu sumber daya manusia, presiden telah mencanangkan
“Gerakan Nasional Peningkatan Mutu Pendidikan” pada tanggal 2 Mei 2002 disertai dengan
gerakan “Pengembangan Perpustakaan” oleh Menteri Pendidikan Nasional, serta disambut
oleh Ikatan Penerbit Indonesia dengan “Hari Buku Nasional” pada tanggal 17 Mei 2002.
Sebagai upaya untuk menindaklanjuti kebijakan tersebut, perlu diupayakan pengembangan
bahasa dalam rangka peningkatan mutu penggunaan bahasa Indonesia.
Melalui peningkatan pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia diupayakan
agar penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar serta dengan rasa bangga makin
menjangkau seluruh lapisan masyarakat, memerkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, dan
memantapkan kepribadian bangsa.
Strategisnya kedudukan bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia tercermin dalam
ikrar ketiga Sumpah Pemuda tahun 1928 yang berbunyi “Kami putera-puteri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia” dan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 36
yang menyatakan bahwa “bahasa negara ialah bahasa Indonesia”.
Kalaulah pemakaian bahasa dibiarkan saja tentu akan menimbulkan kegamangan
perkembangan bahasa Indonesia pada masa yang akan datang. Bagaimana bahasa Indonesia
akan menjadi bahasa internasional, pemakaian bahasa Indonesia di negeri sendiri
masih amburadul. Untuk menyikapi itu Pusat Bahasa telah menyusun Rancangan Undang-
Undang Kebahasaan. Rancangan itu untuk melegalkan perlindungan terhadap bahasa
Indonesia, terutama dalam situasi formal.
Walaupun Rancangan Undang-Undang Kebahasaan itu sudah disosialisasikan ke
berbagai daerah. Penggunaan bahasa Indonesia pada layanan umum dan layanan niaga yang
dipampangkan di tempat umum masih terdapat kesalahan.

11.1 Penggunaan Bahasa Indonesia pada Layanan Umum dan Layanan Niaga
Pada bab III pasal 19 butir (5) Rancangan Undang-Undang Kebahasaan dijelaskan
informasi layanan umum dan/atau layanan niaga yang berupa rambu, penunjuk jalan,
spanduk, papan iklan, brosur, katalog, dan sejenisnya wajib menggunakan bahasa Indonesia.
Ini berarti bahwa pada situasi itu pemakai bahasa harus menggunakan bahasa Indonesia.
Berkaitan dengan masyarakat pemakai bahasa atau pengguna bahasa, dewasa ini
kepedulian terdapat bahasa Indonesia makin menipis dan penggunaan bahasa Indonesia pun
kian menyempit. Penggunaan bahasa Indonesia pada media massa, media iklan dan luar
ruang kini banyak menggunakan bahasa asing, terutama Inggris. Pendapat ini mengisyaratkan
bahwa jika penggunaan bahasa Indonesia tidak segera ditertibkan, akan mempengaruhi
perkembangan bahasa Indonesia
Kepeduliaan masyarakat pengguna bahasa terhadap penggunaan bahasa Indonesia itu
berkaitan erat dengan sikap bahasa seseorang. Garvin dan Mathiot dalam (Suwito, 1983)
mengemukakan, sikap bahasa itu setidak-tidaknya mengandung tiga ciri pokok, yaitu
kesetiaan bahasa (loyalitas bahasa), kebanggaan bahasa, dan kesadaran akan norma bahasa.
Dengan demikian, ketika seseorang akan menggunakan suatu bahasa, ketepatan dan
kebenaran bahasa yang digunakan salah satu faktornya adalah sikap bahasa.
Menurut masyarakat kita umumnya, bahasa Indonesia adalah bahasa untuk ilmu
pengetahuan, teknologi, dan ekonomi atau perdagangan. Sementara untuk urusan-urusan seni,
kebudayaan, dan kehidupan keluarga, orang-orang Indonesia lebih senang menggunakan
bahasa daerah sehari-hari. Oleh karena itu, muncul persoalan loyalitas kepada bahasa
nasional di berbagai daerah. Tidak semua daerah memiliki derajat loyalitas yang sama
terhadap bahasa Indonesia.
Pendapat di atas mengindikasikan bahwa persoalan loyalitas terhadap penggunaan
bahasa Indonesia tidaklah sama. Demikian pula loyalitas penggunaan bahasa Indonesia pada
layanan umum dan layanan niaga.
Bagaimana kalimat sesuai bahasa Indonesia yang benar?
Tulisan sangat sederhana ini dimaksudkan sebagai motivasi bahwa selaku bangsa Indones
ia berkewajiban menghargai bahasa nasional kita: menggunakan bahasa Indonesia secara baik
dan benar. Untuk itu, berikut ini sekilas contoh pemakaian bahasa Indonesia
yang tidak benar yang sering kita jumpai.
1. Pemakaian lambang bilangan tingkat
Salah : HUT RI Ke-63
Penjelasan : Kalimat di atas mengandung pengertian ada RI Ke-64, RI Ke-65,
… Padahal, maksudnya, yang ke-63 adalah ulang tahun. Karena ke-
63 menerangkan HUTmaka frasa ke-63 penempatannya
mengikuti HUT. Sehingga, akan ada HUT Ke-64, Ke-65, ...
Benar : HUT Ke-63 RI
2. Pemakaian kata dirgahayu
Salah : Dirgahayu HUT Ke-6 RI
Penjelasan : kata dirgahayu artinya selamat panjang umur. Karena ungkapan dirgahayu adal
ah ditujukan kepada RI maka dirgahayu diikuit RI.
Benar : Dirgahayu RI pada HUT Ke-63
3. Penulisan ejaan
Salah : Pebruari, Nopember, apotik, praktek, nasehat, foto copy, aktip, aktifita.
Benar : Februari, November, apotek, praktik, nasihat,foto kopi, aktif, aktivitas.
Penjelasan : pedoman penulisan ejaan diatur berdasarkan Keputusan Mendikbud RI
No. 0543a/U/1987, tgl. 9 September 1987.

11.2 Penggunaan Bahasa Indonesia pada Layanan Umum: Penunjuk Jalan Raya,
Rambu-Rambu Lalu Lintas
Penggunaan bahasa Indonesia pada penunjuk jalan dan rambu-rambu lalu lintas
sebagian besar sudah mengikuti kaidah. Untuk penunjuk jalan, penulisan kata sudah benar,
misal nama daerah/wilayah sudah menggunakan huruf kapital yang diikuti dengan tanda.
Selain itu, ada juga tulisan yang menunjukkan arah sudah cukup komunikatif, seperti lurus
boleh langsung belok kiri langsung. Untuk jalan protokol, jalan raya, penggunaan bahasa
Indonesia sudah benar, seperti Jl. Soekarno Hatta, Jl. Bandung, sedangkan penulisan nama
jalan yang agak kecil masih ada yang salah, tidak menggunakan tanda titik setelah singkatan,
seperti Jl Melati, Jln Bunga, jalan Kopi. Di samping itu, terdapat juga penujuk jalan yang
menggunakan bahasa Indonesia dan daerah, seperti LURUS MENTOK!.

Berikut contoh untuk Penunjuk Jalan Raya, Rambu-Rambu Lalu Lintas yang menggunakan
bahasa daerah :

11.3 Penggunaan Bahasa Indonesia pada Spandu


Spanduk termasuk sarana efektif komunikasi. Oleh karena itu, pada setiap tempat yang di
anggap strategis, spanduk selalu ada. Tujuan pemasangan spanduk ini pun bermacammacam:
menawarkan produksi, imbauan, sosial, dan lain-lain.

Selain untuk memenuhi kepentingan pemilik, penggunaan spanduk seharusnya juga memi
liki nilai pendidikan bagi masyarakat. Setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan agar sp
anduk dapat berfungsi mendidik masyarakat yakni sesuai peraturan perijinan dan bahasa/kali
matnya menggunakan norma yang berlaku.Dari sisi perijinan, sesuai ketentuan yang berlaku
maka diharapkan keberadaan spanduk tidak mengganggu ketertiban, keindahan, dan kenyama
nan umum. Sedang dari sisi kalimat, harus menggunakan bahasa Indonesiayang memenuhi ka
idah baik dan benar. Penggunaan bahasa Indonesia pada spanduk masih terdapat banyak
kesalahan, terutama spanduk yang berisi propaganda, seperti pada iklan rokok, voucer isi
ulang dari berbagai merk. Pada spanduk propaganda jenis ini penggunaan bahasa non baku
dan bahasa asing sangat dominan.

Berikut contoh untuk spanduk yang membuat orang tertarik :

Contoh spanduk yang salah :

Berikut contoh untuk spanduk berupa himbauan kepada masyarakat :

Berikut contoh untuk spanduk yang menggunakan kata nonbaku :


11.4 Penggunaan Bahasa Indonesia pada Papan Iklan

Papan iklan adalah papan yang berukuran besar ditempatkan di luar ruang (ruang
terbuka) dan berfungsi untuk menempatkan iklan. Penggunaan bahasa Indonesia pada papan
iklan hanya sebagian kecil mengikuti kaidah. Sebagian besar papan iklan yang diletakkan di
luar ruang itu umumnya menggunakan bahasa nonbaku dan bahasa Inggris. Apalagi iklan
rokok masih banyak menggunakan kosakata bahasa Inggris, sedangkan iklan kartu telepon
pada umumnya menggunakan bahasa nonbaku, seperti kata nelpon, banget, sampe.

Contoh papan iklan yang menggunakan kosakata bahasa nonbaku dan bahasa inggris :

Contoh papan iklan kartu selular yang menggunakan kosakata bahasa nonbaku :

Menarik juga untuk disimak terdapat pada papan iklan anti HIV/AIDS yang menggunakan
bahasa Indonesia sepenuhnya tanpa kosakata bahasa Inggris. Pembuat iklan cukup membuat
slogan yang pendek, tetapi makna yang terkandung cukup berarti.

Seperti slogan pada papan iklan anti HIV/AIDS yang berisi tentang ajakan kepada
masyarakat berikut:
Akan tetapi, untuk papan iklan yang berisi layanan mayarakat dari suatu instansi, seperti
pada pemlu SBY, penggunaan bahasa Indonesia yang benar.

berikut contoh:

11.5 Penggunaan Bahasa Indonesia pada Brosur

Brosur adalah terbitan tidak berkala yang dapat terdiri dari satu hingga sejumlah kecil
halaman, tidak terkait dengan terbitan lain, dan selesai dalam sekali terbit. Halamannya
sering dijadikan satu (antara lain dengan stapler, benang, atau kawat), biasanya memiliki
sampul, tapi tidak menggunakan jilid keras. Menurut definisi UNESCO, brosur adalah
terbitan tidak berkala yang tidak dijilid keras, lengkap (dalam satu kali terbitan), memiliki
paling sedikit 5 halaman tetapi tidak lebih dari 48 halaman, di luar perhitungan sampul.

Penggunaan bahasa Indonesia pada brosur sudah benar. Ini berarti bahwa penggunaan
bahasa Indonesia di brosur masih salah. Kesalahan itu umumnya terdiri atas penulisan kata,
penggunaan tanda baca, dan penggunana kosakata asing. Berdasarkan pengamatan dari
beberapa brosur yang tersebar, seperti brosur dari rumah sakit, brosur dari perguruan tinggi
swasta, kursus, brosur dari penawaran produk (alat rumah tangga dan mobil) masih
digunakan kosakata asing dan kosakata nonbaku, seperti , photocopy atau fotocopy, good
luck, full ac, design, show room, buat ngeceng, pasti keren, Dai care, pake, nelpon. Selain
itu, terdapat penulisan kata dan huruf kapital yang salah, s/d, Hadiah akan diganti dengan
Souvenir..., Dalam Rangka mengenalkan show room kami...

Contoh brosur :
11.6 Kondisi Penggunaan Bahasa Asing di Dunia Usaha

Bahasa Inggris di Indonesia secara umum diajarkan sebagai bahasa asing. Istilah
‘bahasa asing’ dalam bidang pengajaran bahasa berbeda dengan ‘bahasa kedua’. Bahasa asing
adalah bahasa yang yang tidak digunakan sebagai alat komunikasi di negara tertentu di mana
bahasa tersebut diajarkan. Sementara bahasa kedua adalah bahasa yang bukan bahasa utama
namun menjadi salah satu bahasa yang digunakan secara umum di suatu negara.

Di Indonesia, masyarakat lebih memilih menggunakan bahasa asing (Inggris) di dunia


usaha daripada menggunakan bahasa indonesia. Karena mereka beranggapan dengan
menggunakan bahasa asing (Inggris) akan lebih menarik. Mereka juga beranggapan bahwa
karena sudah memasuki globalisasi dan banyak menggunakan bahasa asing (Inggris).
Masyarakat bukan hanya berhadapan dengan warga lokal, tetapi juga dengan warga asing
dalam dunia usaha. Itu sebabnya banyak masyarakat yang menggunakan bahasa asing
(Inggris) daripada bahasa lokal.
Kesimpulan dari bahasan di atas adalah teori penggunaan bahasa Indonesia pada
layanan umum dan niaga mempunyai tujuan utama agar terciptanya kesejahteraan bagi
masyarakat. Pelayanan masyarakat mencoba membuat kesejahteraan ada di tangan individu
yang bersifat liberal, dimana mereka menyerahkan semuanya pada mekanisme pasar yang
ternyata mereka mampu menciptakan kesejahteraan.

Tapi, pada hakikatnya penggunaan bahasa indonesia pada layanan umum dan niaga
mendapatkan kesejahteraan yang sesungguhnya bagi masyarakat luas. Lalu munculah pola
ekonomi baru yang disebut sebagai sosialis sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap semua
masyarakat pengguna, Dimana pada akhirnya sistem yang berbau sekular itu justru tumbang.

Dan pada titik dimana semua orang berlomba-lomba memenuhi kebutuhannya dengan
cara yang cenderung agak tak manusiawi, munculah penggunaan bahasa bagi masyarakat
yang benar-benar mengajak menusia untuk kembali pada keberadaban bagi manusia, dimana
untuk peduli kepada sesama, tak mengedepankan egoisme, tapi tetap membolehkan manusia
untuk sukses dengan memberikan rambu-rambu tertentu bagi kepentingan umat itu sendiri.

Pada dunia usaha sekarang penggunaan Bahasa asing harus lebih di pergunakan
dengan lancar. Karena para pesaing kita tidak hanya dalam negeri saja tapi mencakup dunia
luas. Dalam usaha perdagangan kita dapat menggunaka bahasa asing dengan benar serta
pengafalan bahasa diucapkan dengan lafal yang jelas.

Latihan mandiri:
1. Temukan kesalahan bahasa di tempat umum lainnya dan buatlah dalam laporan
makalah.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dan Dendy Sugono. 2000.Politik Bahasa: Risalah Seminar Politik Bahasa.
Jakarta: Pusat Bahasa.

Alwi, Hasan. 2003.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Bali Pustaka.

Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2004.Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Bhineka
Cipta.

Hudson. R.A. 1980.Sociolinguistics. Cambridge: Cambridge University Press.


Diposting 24th June 2013 oleh fajar kurniawan

http://karuniacahayafajar.blogspot.com/2013/06/penggunaan-bahasa-indonesia-pada.html
TENTANG PENULIS

LISA SEPTIA DEWI BR.GINTING, S.Pd.,M.Pd

Saya terlahir sebagai perempuan dan orang tua saya memberi saya nama Lisa Septia Dewi
Br.Ginting. Ayah dan Ibu saya adalah suku karo asli. Saat SD Saya bersekolah di SDN
101791 Patumbak, Lalu saya melanjutkan ke MTsN 1 Medan dan berlanjut ke MAN 3
Medan. Saya lulusan S1 dan S2 Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah Medan dengan
jurusan yang saya pilih Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Bahasa Indonesia dan Sastra
Daerah.

Saat ini saya berprofesi sebagai Dosen di Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah
Medan. Sudah 5 tahun tepatnya saya menjadi tenaga pengajar di perguruan tinggi ini. Selain
itu saya juga sebagai Ibu rumah tangga yang alhamdulillah sudah memiliki dua orang anak
yakni Wildan Ali Al-Hafiz dan juga Wania Zoya Ritonga.

Pengalaman menulis saya sangatlah jauh dari kata sempurna, namun kemauan saya untuk
terus belajar tetap saya pertahankan. Menulis merupakan sarana rekreasi dan kreasi yang
dapat membuat pengemarnya menjadi mahkluk yang cerdas akal dan batin.

Buku ini adalah buku keenam saya yang kirim melalui GUEPEDIA. Terima kasih atas segala
kemudahan yang telah diberikan kepada para penulis yang ada Indonesia. Jayalah Guepedia
zaman berzaman.

Anda mungkin juga menyukai