Pd
PEMBINAAN DAN
PENGEMBANGAN BAHASA
INDONESIA
“Masihkah kita mencintai dan bangga
dengan bahasa kita Bahasa Indonesia”
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA
“Masihkah kita mencintai dan bangga dengan bahasa kita Bahasa Indonesia”
Sampul: Guepedia
Diterbitkan Oleh:
Guepedia
E-mail: guepedia@gmail.com
Fb. Guepedia
Twitter. @guepedia
Website: www.guepedia.com
ISBN : 978-623-322-128-3
CETAKAN 2021
Segala puji dan syukur penulis hanturkan kepada Allah SWT yang mana dengan nikmat dan kasih sayangnya
penulis dapat menyelesaikan buku “PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA”
sebagai referensi perkulihan untuk Fakutas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Penulis
juga ucapkan terima kasih banyak kepada keluarga sahabat dan rekan kerja yang memberikan dukungan dan
motivasi hingga buku ini selesai. Harapan penulis semoga buku ini bermanfaat dan juga dapat dengan mudah
dipahami oleh para pembaca khususnya para mahasiswa dan mahasiswi fakultas keguruan ilmu pendidikan
Bahasa Indonesia.
Buku ini sangatlah jauh dari kata sempurna, demi kesempurnaan buku ini penulis menerima kritik dan juga
saran dari kalangan pembaca.
Medan, 2021
Hormat saya
Pemulis
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
11.1 Penggunaan Bahasa Indonesia Pada Layanan Umum dan Layanan Niaga
11.2 Penggunaan Bahasa Indonesia Pada Layanan Umum (Penunjuk Arah dan Rambu-rambu Lalu Lintas)
Indikator perkuliahan:
1. Mahasiswa memahami keadaan penggunaan bahasa Indonesia saat ini
2. Tumbuhnya sifat kritis dan perduli mahasiswa, akan eksistensi bahasa Indonesia
Latihan Mandiri
1. Apa upaya yang kamu lakukan sebagai mahasiswa jurusan pendidikan bahasa
Indonesia ntuk menciptakan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan tepat dalam
sosial media yang kamu miliki, saat bersosialisasi dengan teman sejawat dan
masyarakat.
2. Buatlah kritik beserta saran yang ditujukkan kepada pemerintah yang berwenang
untuk menjaga eksistensi bahasa Indonesia yang baik dan benar.
3. Bila kamu menjadi guru nantinya apa upaya yang kamu lakukan untuk menjaga
eksistensi bahasa Indonesia yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.Kumpulan Putusan Konggres Bahasa
Indonesia I-IX Tahun 1938 - 2008. 2011.Jakarta:Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Diakses tanggal 1 Januari 2016 Diposting 31st January 2016 oleh Anonymous.
http://khanifahaja.blogspot.com/2016/01/essay-indonesia-masih-perlu
pembinaan.htmlhttps://www.kompasiana.com/golddragon/54f79379a33311377a8b46e8/perk
embangan-bahasa-indonesia-saat-ini .
http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150327061134-185-42245/berapa jumlah-
pengguna-facebook-dan-twitter-di indonesia/.
https://fatchulfkip.wordpress.com/2008/10/08/pembinaan-bahasa-dalam-keluarga/.Diakses
tanggal 1 Januari 2016
Latihan Mandiri
1. Mampukah bahasa Indonesia mempertahankan jati dirinya di tengah arus tarik-
menarik dari dua tantangan tersebut?
2. Apakah peluang-peluang yang mendukung pembinaan bahasa Indonesia dalam
mempertahankan jati diri bahasa Indonesia?
3. Apa saja tantangan-tantangan masa depan terhadap perkembangan bahasa Indonesia
dalam arus tarik-menarik tersebut?
4. Bagaimana upaya penanggulangan terhadap tantangan-tantangan tersebut?
DAFTAR PUSTAKA
Moulina Bella. Makalah Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional.
http://gogreenbella.wordpress.com/2012/04/30/tantangan-berbahasa-indonesia-di-masa-kini/
Zulfadli Mauludi. Makalah Fungsi dan Kedudukan Bahasa.
http://misterpanjoel.blogspot.com/2012/11/makalah-fungsi-dan-kedudukan-bahasa.html
Anonim. Bahasa Indonesia: Tantangan dan Peluang pada Era
Globalisasi. http://simpleon7.wordpress.com/2011/06/11/bahasa-indonesia-tantangan-dan-
peluang-pada-era-globalisasi/
Anonim. Artikel Peranan Bahasa Indonesia dalam Era Globalisasi.
http://all-be-on.blogspot.com/2012/11/artikel-peranan-bahasa-indonesia-dalam.html
Muslich, Mansur. (2007).
http://muslich-m.blogspot.com/2007/04/kedudukan-dan-fungsi-bahasa-indonesia.html
Putri, Rahma E. (2010).
http://rahmaekaputri.blogspot.com/2010/09/fungsi-dan-kedudukan-bahasa-indonesia.html
https://pendisetiyo.blogspot.com/2016/06/makalah-fungsi-dan-kedudukan-bahasa.html
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara dikukuhkan sehari setelah kemerdekaan RI atau
seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Dasar
1945. Bab XV Pasal 36 dalam UUD 1945 menegaskan
bahwa bahasa negara ialah bahasa Indonesia. Sebagai
bahasa negara, fungsi bahasa Indonesia adalah sebagai
bahasa dalam penyelenggaraan administrasi negara,
seperti dalam penyelenggaraan pendidikan dan
sebagainya.
Berikut adalah penjelasan lengkap mengenai sejarah dan fungsi bahasa Indonesia
sebagai alat pemersatu bangsa yang patut kita ketahui:
Bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yang sangat penting, yaitu sebagai bahasa
nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, fungsi bahasa Indonesia di antaranya
adalah untuk mempererat hubungan antar suku di Indonesia. Fungsi ini sebelumnya sudah
ditegaskan di dalam butir ketiga ikrar Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi “Kami putra dan
putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
Kata ‘menjunjung’ dalam KBBI antara lain berarti ‘memuliakan’, ‘menghargai’, dan
‘menaati’ (nasihat, perintah, dan sebaginya.). Ikrar ketiga dalam Sumpah Pemuda tersebut
menegaskan bahwa para pemuda bertekad untuk memuliakan bahasa persatuan, yaitu bahasa
Indonesia.
Pernyataan itu tidak saja merupakan pengakuan “berbahasa satu”, tetapi merupakan
pernyatakan tekad kebahasaan yang menyatakan bahwa kita, bangsa Indonesia, menjunjung
tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Ini berarti pula bahasa Indonesia
berkedudukan sebagai bahasa nasional yang kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa
daerah.
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dikukuhkan sehari setelah
kemerdekaan RI atau seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Dasar 1945. Bab XV
Pasal 36 dalam UUD 1945 menegaskan bahwa bahasa negara ialah bahasa Indonesia.
Sebagai bahasa negara, fungsi bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa dalam
penyelenggaraan administrasi negara, seperti dalam penyelenggaraan pendidikan dan
sebagainya.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, fungsi bahasa Indonesia adalah sebagai:
1. Lambang kebanggaan kebangsaan,
2. Lambang identitas nasional,
3. Alat penghubung antar warga, antar daerah, dan antar budaya,
4. Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
©2016 Merdeka.com
Atas dasar kebanggaan ini, bahasa Indonesia harus terus dijaga, pelihara dan kembangkan
serta rasa kebanggaan pemakainya senantiasa dibina.
Bahasa Indonesia memiliki peranan yang vital di masyarakat umum dan nasional. Berkat
adanya bahasa Indonesia, masyarakat dapat berhubungan satu dengan yang lain sedemikian
rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang sosial budaya dan
bahasa tidak perlu dikawatirkan.Masyarakat dapat bepergian ke seluruh pelosok tanah air
dengan hanya memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai satu-satunya alat komunikasi.
Bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu suku, budaya dan bahasa maksudnya adalah
bahwa bahasa Indonesia memungkinkan keserasian di antara suku-suku, budaya dan bahasa
di Nusantara, tanpa harus menghilangkan indentitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-
nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan.
© CCTI
Lebih dari itu, dengan bahasa nasional itu masyarakat dapat meletakkan kepentingan
nasional jauh di atas kepentingan daerah atau golongan.
Fungsi bahasa Indonesia sangat vital bagi pendidikan di nusantara ini. Mulai dari
taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Kecuali pada
daerah-daerah tertentu yang masih menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantarnya
seperti Aceh, Batak, Sunda, Jawa, Madura, Bali dan Makassar, akan tetapi hanya sampai
tahun ke tiga pendidikan Sekolah Dasar.
©2017 twitter.com/imam_nahrawi
Dalam hal ini fungsi bahasa Indonesia dipakai bukan saja sebagai alat komunikasi
timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat luas, dan bukan saja sebagai alat perhubungan
antar daerah, dan antar suku, melainkan juga sebagai alat perhubungan di dalam masyarakat
yang sama latar belakang sosial budaya dan bahasanya.
Latihan Mandiri
DAFTAR PUSTAKA
https://www.merdeka.com/jatim/fungsi-bahasa-indonesia-sebagai-bahasa-pemersatu-bangsa-
ketahui-sejarahnya-kln.html?page=all
Bahasa memiliki peranan penting
dalam kemasyarakatan, hubungan
bahasa dengan masyarakat “seperti
mesin dengan bahan bakar”.
Indikator Perkuliahan:
Bahasa adalah salah satu ciri khas manusiawi yang membedakannya dari makhluk-
makhluk yang lain. Selain itu, bahasa mempunyai fungsi sosial, baik sebagai alat komunikasi
maupun sebagai suatu cara mengidentifikasikan kelompok sosial. Selain itu Bahasa juga
merupakan cermin kepribadaian bagi seseorang. Melalui bahasa kita bisa berintraksi baik
antarindividu dengan individu, individu denagan kolompok maupun kelompok dengan
kelompok, sehinga masyarakat bisa saling mengenal dan mengetahui antara yang satu dengan
yang lain.
Oleh karena itu perlu diketahui apa itu sikap bahasa dan apa saja yang harus
dilakukan guna melestarikan bahasa yang ada pada diri sendiri dan masyarakat bahasa pada
umumnya. Sikap positif terhadap bahasa akan dapat meningkatkan kesejahteraan bahasa yang
ada pada setiap orang dan masyarakat pengguna bahasa. Akan tetapi jika sikap negatif
terhadap bahasa lebih dominan maka secara otomatis dapat memudarkan dan menghilangkan
kaidah-kaidah bahasa yang sudah ditetapkan.
Untuk dapat memahami apa yang disebut sikap bahasa (languge attitude) terlebih
dahulu apa itu sikap. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ‘sikap’ mangacu pada
bentuk tubuh, posisi berdiri yang tegak, perilaku atau gerak-gerik, dan perbuatan atau
tindakan yang dilakukan berdasarkan pandangan (pendirian, keyakinan, atau pendapat)
sebagai reaksi atas adanya suatu hal atau kejadian. Sesungguhnya sikapa itu adalah
fenomena kejiwaan, yang biasanya termanifestasi dalam bentuk tindakan atau
perilaku. Menurut Allport (1935) sikap adalah kesiapan mental dan saraf, yang terbentuk
melalui pengalaman yang memberikan arah atau pengaruh yang dinamis kepada reaksi
seseorang terhadap semua objek dan keadaan yang menyangkut sikap itu. Sedangkan
Lambert (1967) menyatakan bahwa sikap itu terdiri dari tiga komponen, yaitu
komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif (lihat Chair, 2004: 150).
1. Komponen Kognitif berhubungan dengan pengetahuan alam sekitar dan gagasan yang
biasanya merupakan kategori yang dipergunakan dalam proses berfikir;
2. Komponen Afektif menyangkut masalah penilaian baik, suka atau tidak suka,
terhadap sesuatu atau suatu keadaan. Jika seseorang memiliki niali rasa baik atau suka
terhadap sesuatu keadaan, maka orang itu dikatakan memiliki sikap positif. Jika
sebaliknya disebut memiliki sikap negatif;
3. Komponen Konatif adalah bagian dari jiwa seseorang yang mengacu pada perbuatan
atau prilaku. Bila sesorang ingin mengetahui sikap orang lain sering ditafsirkan
melalui asfek konatif ini. Namun tentu saja dengan cara demikina belum sepenuhnya
dapatdipertanggungjawabkan.
Bila ketiga bagian yang terbentuk sikap itu ada dalam keadaan yang sejajar, maka
memang prilaku itu dapat menggambarkan sikap secara lebih bulat dan utuh. Akan tetapi,
perlu dimaklumi bahwa jiwa manusia merupakan suatu yang rumit, sulit diterka, dan sering
muncul gejala yang bertentangan antara keadaan jiwa dengan perilaku yang tampak dari luar.
Sabagai contoh: seseorang yang pandai bersandiwara bisa saja mencucurkan air mata seperti
orang yang bersikap sedih, padahal keadaan jiwa yang sesungguhnya orang yang
bersangkutan tidak sedih dan mungkin malah bahagia (Jendra, 2007: 231).
Anderson (1974) membagi sikap atas dua macam, yaitu 1) sikap kebahasaan, dan 2) sikap
nonkebahasaan (sikap potik, sikap social, sikap etnis, dan sikap keagamaan) kedua jenis sikap
ini (kebahasaan dan nonkebahasaan) dapat menyangkut keyakinan atau kognisi mengenai
bahasa. Maka dengan demikian, menurut Anderson, sikap bahasa adalah tata keyakinan atau
kognisi yang relatif berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa, mengenai objek bahasa,
yang memberikan kecendrungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tersentu yang
disenanginya (lihat Chair dan Leoni, 2004: 151).
Menurut Aslinda dan Asyafyahya (2007: 10) sikap bahasa adalah kesopanan bereaksi
terhadap keadaan. Dengan demikian sikap bahasa merujuk pada sikap mental dan sikap
prilaku dalam berbahasa. Sedangkan menurut Bany dan Johnson (dalam Rochman, 2013: 41)
mengisyaratkan sikap bahasa tidak terbentuk karena pembawaan sejak lahir tetapi terbentuk
karena proses belajar. Selanjutnya menurut Jendra (1991: 64) sikap bahasa adalah keadaan
jiwa atau perasaan seseorang terhadap bahasanya sendiri atau bahasa orang lain. Sikap bahasa
yang dimaksud, yakni sebagaimana pendukung atau penutur suatu bahasa bersikap terhadap
bahasanya di tempat asalnya, di lingkungan masyarakatnya sendiri; dan bagaimana pula
sikapnya terhadap bahasanya bila penutur bahasa itu berbicara dengan orang lain baik dalam
atau di luar daerah masyarakat bahasanya.Berdasarkan pendapat para tokoh di atas, dapat
disimpukan bahwa sikap bahasa merupakan prilaku seseorang dalam berbahasa yang tidak
terlepas dari etika, kesopanan, dan mental pada diri sesorang dalam berbahasa serta diperoleh
melalui proses belajar untuk menumbuh-kembangkan jiwa atau perasaan terhadap bahasanya
sendiri.
1. Menurut Pateda (1987: 29) sikap terhadap bahasa dan berbahasa dapat dilihat dari
dua segi, yakni:
Sikap Positif terhadap Bahasa, Sikap positif terhadap bahasa menghasilkan perasaan
memiliki bahasa. Maksudnya bahasa sudah dianggap kebutuhan pribadi yang esensial, milik
pribadi, dijaga dan dipelihara. Sikap positif terhadap bahasa tercermin bentuk antara lain:
Menurut Amran Halim (dalam Jendra, 2007: 72) Cara agar penutur bahasa memiliki
sikap yang positif yakni menanamkan sikap setia bahasa, bangga bahasa, dan sadar norma
bahasa ialah dengan cara:
Selain itu untuk dapat mengetahui berhasil atau tidaknya seseorang yang didik dalam
bahasa terebut tergantung pada motivasi pelajar yang ingin menguasai bahasa tersebut.
Sebagaimana motivasi belajar menurut Lambert (dalam jendara, 2007: 73) banyak
dipengaruhi oleh sikap bahasa pelajar terhadap bahasa itu. Motivasi belajar bahasa terdorong
oelh keinginan pelajar tersebut untuk memperbaiki nasib dirinya pada masa yang akan
datang. Motif belajar yang berorientasi kepada perbaikan nasib yang semacam itu disebut
dengan istilah Orientasi Instrumental. Selain itu ada orienatasi Integratif yang merujuk pada
dorongan keinginan untuk mengetahui kebudayaan masyarakat pendukung bahasa yng
bersangkutan.
Sikap Negatif terhadap Bahasa, Sikap negatif terhadap bahasa adalah tiadanya gairah
atau dorongan untuk mempertahankan kemandirian bahasanya merupakan salah
satu penanda bahwa kesetiaan bahasanya mulai melemah, yang berlanjut menjadi hilang
sama sekali. Sikap negatif terhadap suatu bahasa bisa terjadi juga bila sesorang atau
sekelompok orang tidak mempunyai lagi rasa bangga terhadap bahasanya, dan mengalihkan
rasa bangga itu kepada bahasa lain yang bukan miliknya. Banyak factor yang menyebabkan
hilangnya rasa bangga terhadap bahasa sendiri, dan menimbuhkan pada bahasa lain, antara
lain factor politik, ras, etnis, gengsi, dan sebagainya. Pada tahun lima puluhan banyak orang
Indonesia yang merasa dirinya Belanda bukan hanya tidak memiliki rasa bangga terhadap
bahasa Indonesia, malah malu untuk menggunakannya. Takut dirinya disebut “orang
Indonesia”. Sikap negatif terhadap bahasa akan lebih terasa lagi akibat-akibatnya apabila
sesorang atau sekelompok orang tiidak mempunyai kesadaran akan adanya norma bahasa.
Sikap ini akan tampak dalam keselurahan tindak tuturnya mereka tidak merasa perlu untuk
menggunakan bahasa secara cermat dan tertib, mengikuti kaidah yang berlaku.
Contoh yang sering terjadi dalam lingkungan masyarakat terutama yang ada di
Lombok yang identiknya menggunakan bahasa sasak. Seseorang yang pergi merantau ke
Malaysia dan tinggal di sana beberapa tahun malah terpengaruh dengan bahasa Malaysia, dan
pada saat pulang dari Malaysia ketika berbicara dengan sesama masyarakat sasak Iya malah
asyik mencampur dan menghilangkan kaidah bahasa sasaknya dengan menggunakan dialek
Malaysia. Ini artinya orang tersebut memiliki sikap negatif dan tidak memeiliki rasa bangga
akan bahasanya sendiri.
Bahasa bagaian dari bawaan dari kebudayaan (subsistem budaya) akan dipengaruhi
oleh system budaya bahasa tersebut. Sebagaimana sikap berbicara sebagai bagian yang lebih
kecil dari prilaku berbahasa termasuk ruang lingkup tata karma berbahasa (linguistics
etiquette) yang meliputi beberapa norma pada waktu berbicara dengan orang lain. Norma
yang harus diperhitungkan dalam tata karma berbahasa adalah sebagai beriku: (Jendra, 2007:
70-71)
a. Pokok persoaalan apa yang sebaiknya dikatakan pada waktu, keadaan, dan tempat
tertentu. Misalkan pada waktu resmi dibicarakan pada waktu upacara kenegaraan,
masalah keluarga tentu harus di bicarakan pada ruang lingkup kekeluargaan karena
tidak sesuai atau tidak seharusnya dibicarakan ditempat umum atau dalam situasi
yang ramai.
b. Ragam bahasa apa yang sebaiknya dipilih untuk keadaan, tempat, dan waktu tertentu,
misalkan sedang santai di rumah dengan keluarga tentu akan menjadi kaku kalau
memilih ragam bahasa resmi yang baku.
c. Bagaimana jarak harus diatur kalau berbicara dalam keadaan, tempat, waktu dan
pokok persoaalan tertentu dengan siapa berbicara. Misalkan berbicara dengan teman
yang akrab di tempat yang kurang sepi dan situasi resmi, tentang pokok persoalan
yang rahasia, tentu wajar menggunakan cara berbisik dalam jarak yang dekat.
d. Harus tahu menggunakan kesempatan yang baik untuk berbicara, tidak asal
memotong dan menyela giliran orang lain berbicara dan kapan pula sebaiknya dengan
tekun dan diam kalau orang lain berbicara sungguh-sungguh.
Berdasarkan hasil pembahasan tentang sikap bahasa, dapat disimpulkan bahwa sikap
bahasa merupakan prilaku seseorang dalam berbahasa yang tidak terlepas dari etika,
kesopanan, dan mental pada diri sesorang dalam berbahasa serta diperoleh melalui proses
belajar untuk menumbuh-kembangkan jiwa atau perasaan terhadap bahasanya sendiri. Sikap
bahasa teridiri dari 3 komponen yakni komponen kognitif merujuk pada proses berfikir,
komponen afektif merujuk pada suatu keadaan nilai rasa, dan komponen konatif merujuk
pada perbuatan atau prilaku.
Sikap bahasa dalam berbahasa tercermin sikap positif dan sikap negatif, yang mana
sikap positif terdapat 1) kesetiaan akan bahasa (language loyality); 2) kebanggaan
bahasa (language pride); dan 3) kesadaran akan adanya norma bahasa (awareness of the
norm). sedangkan sikap negatif terhadap suatu bahasa bisa terjadi bila sesorang atau
sekelompok orang tidak mempunyai lagi rasa bangga terhadap bahasanya, dan mengalihkan
rasa bangga itu kepada bahasa lain yang bukan miliknya. Serta sikap bahasa merupakan
bagaian dari bawaan dari kebudayaan (subsistem budaya), sebagaimana sikap berbicara
sebagai bagian yang lebih kecil dari prilaku berbahasa termasuk ruang lingkup tata karma
berbahasa (linguistics etiquette).
Latihan Mandiri
“Pilihlah DUA materi ajar untuk tingkat SMA, dari bahasa dan juga sastra, setelah itu
buatlah RPP yang di dalamnya terdapat (3 komponen yakni komponen kognitif merujuk pada
proses berfikir, komponen afektif merujuk pada suatu keadaan nilai rasa, dan komponen
konatif merujuk pada perbuatan atau prilaku) untuk eksistensi bahasa dan sastra Indonesia”
DAFTAR PUSTAKA
Indikator Perkuliahan:
Indonesiaadalah sebuah negara yang terdiri atas beraneka ragam suku bangsa, etnis
atau kelompok sosial, kepercayaan, agama, dan kebudayaan yang berbeda-beda dari daerah
satu dengan daerah lain yang mendominasi khazanah budaya Indonesia. Dengan semakin
beraneka ragamnya masyarakat dan budaya, setiap individu masyarakat memiliki keinginan
yang berbeda-beda. Orang-orang dari daerah yang berbeda dengan latar belakang yang
berbeda, struktur sosial, dan karakter yang berbeda, memiliki pandangan yang berbeda
dengan cara berpikir dalam menghadapi hidup dan masalahnya. Untuk itu diperlukan paham
multikulturalisme untuk mempersatukan bangsa termasuk dalam hal berbahasa Indonesia.
Secara etimologis multikulturalisme terdiri atas kata multi yang berarti plural, kultural
yang berarti kebudayaa, dan isme yang berarti aliran atau kepercayaan. Jadi,
multikulturalisme secara sederhana adalah paham atau aliran tentang budaya yang plural.
Dalam KBBI multikulturalisme adalah gejala pada seseorang atau suatu masyarakat
yang ditandai oleh kebiasaan menggunakan lebih dari satu kebudayaan. Multikulturalisme
berhubungan dengan kebudayaan dan kemungkinan konsepnya dibatasi dengan muatan nilai
atau memiliki kepentingan tertentu. Masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri
atas beberapa macam, komunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit
perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah,
adat, dan kebiasaan. (Parekh dalam Suryana,2015:100).
Bangsa Indonesia sangat kaya dengan suku, adat istiadat, budaya, bahasa dan
khazanah yang lain ini. Apakah hal tersebut menjadi sebuah kekuatan bangsa ataukah justru
berbalik menjadi faktor pemicu timbulnya disintegrasi bangsa? Seperti yang telah diramalkan
Huntington, keanekaragaman di Indonesia harus diwaspadai. Hal itu disebabkan telah banyak
kejadian yang menyulut pada perpecahan, yang disebabkan adanya paham sempit tentang
keunggulan suku tertentu.
Sebenarnya masyarakat Indonesia telah akrab dengan moto Bhineka Tunggal Ika.
Namun sayangnya moto tersebut selama ini hanya menempati kesadaran kognitif masyarakat
pada umumnya dan belum diimplementasikan secara nyata dalam kehidupan sosial
masyarakat sehari-hari.
Indonesia memiliki bahasa daerah sebanyak 706. Dari jumlah tersebut sebagian besar
terdapat di Irian Jaya. Dengan jumlah tersebut, Indonesia memiliki bahasa daerah terbanyak
kedua setelah Papua Nugini. Menurut Pusat Bahasa, jumlah bahasa daerah di Indonesia
kurang lebih 670. Dari jumlah tersebut, hanya kira-kira 50 bahasa yang dalam keadaan safe
“kokoh”. Sisanya yang jumlahnya kurang lebih 620 dalam keadaan “mengkhawatirkan”
karena jumlah penuturnya dibawah 100.000 orang. Kondisi ini akan membuat dinamika
bahasa selalu memunculkan dialek-dialek yang
berbeda-beda. Bisa dibayangkan jika satu bahasa memiliki sejumlah dialek, maka jumlah ini
akan berubah berlipat ganda. Bahasa Jawa saja misalnya memiliki dialek jawa Banyumasan,
Dialek Joglo, dan Dialek Jawa Timuran. Budayanya pun menjadi varian yang berbeda dari
budaya induknya dan belum bahasa-bahasa etnis di luar Jawa. Realitas masyarakat
multikultural dapat dilihat pula dari adanya permainan bahasa yang hidup dalam masyarakat
kita sebagai akibat kontak antarbahasa. Permainan bahasa adalah eksploitasi unsur atau
(elemen) bahasa, seperti bunyi, subkata, bagian kata, kata, frasa, kalimat, dan wacana sebagai
pembawa makna atau amanat (maksud) tuturan sedemikian rupa sehingga elemen itu secara
gramatik, semantik, maupun pragmatis akan hadir tidak seperti semestinya (Wijana, 2001).
Ada berbagai teori mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan.
Ada yang mengatakan bahasa itu merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi ada pula
yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda, namun
mempunyai hubungan yang sangat erat, sehingga tidak dapat dipisahkan. Pernyataan juga
terlontar bahwa bahasa sangat dipengaruhi oleh kebudayaan, sehingga segala hal yang ada
dalam kebudayaan akan tercermin dalam bahasa. Sebaliknya juga ada yang mengatakan
bahwa bahasa sangat mempengaruhi kebudayaan, dan cara berpikir manusia atau masyarakat
penuturnya.
Karena bahasa Indonesia itu mempengaruhi bahasa daerah setempat. Akibatnya, kita
bisa mengatakan adanya bahasa Indonesia ragam Jawa Barat, yang sangat kesunda-sundaan
(lihat Widjajakusumah, 1980) ada bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan, adanya bahasa
Indonesia yang kebatak-batakan, ada bahasa Indonesia kebali-balian, dan sebagainya. Malah,
kita juga bisa melihat bahasa Indonesia seperti yang dituturkan kelompok etnis Cina dan
Arab (lihat Hariyono 1990). Penggunaan bahasa Indonesia semakin hari semakin meluas, dan
jumlah penuturnya bertambah banyak. (Chaer, Abdul, 2014)
Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan. Pertama, karena bahasa Indonesia
memiliki status sosial yang tinggi, yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi
kenegaraan ini berarti dapat berbahasa Indonesia mempunyai rasa kebanggaan tersendiri,
yaitu kebanggaan nasional. Sumarsono (dalam Chaer, 2014:228) melaporkan, masyarakat
tutur minoritas Melayu Loloan di Bali dapat mempertahankan bahasa dari pengaruh bahasa
Bali, tetapi tidak dapat mempertahankan diri dari pengaruh penggunaan bahasa Indonesia. Ini
terjadi sebagai akibat bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan bahasa negara
sedangkan bahasa Bali adalah bahasa daerah. Kedua, semakin banyak keluarga terutama di
kota-kota besar yang langsung menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi
dengan anak-anak mereka. Ini juga berarti semakin banyak Indonesia yang berbahasa ibu
atau berbahasa pertama bahasa Indonesia. Ketiga, dapat berbahasa Indonesia mempunyai
kesempatan sosial yang lebih bila dibandingkan hanya dapat berbahasa daerah. Keempat,
bahasa Indonesia sering dijadikan alternatif pilihan untuk meghindar dari keharusan berundak
usuk atau bersorsinggih bila harus menggunakan bahasa daerah (Widjajakusumah, dalam
Chaer, 2014:228).
Bahasa daerah yang jumlah penuturnya relatif besar, wilayah pemakaiannya relatif
luas, dan didukung oleh adat istiadat dan budaya yang kuat (termasuk karya sastranya) dapat
dipastikan tidak akan ditinggalkan oleh para penuturnya, setidaknya dalam jangka yang
relatif lama. Tetapi bahasa daerah yang jumlah penuturnya relative sedikit dengan wilayah
pemakaian yang relatif sempit, ada kemungkinan akan ditinggalkan oleh penuturnya, dan
beralih menggunakan bahasa Indonesia. Sebagai bukti, kita lihat di daerah Minahasa dan
Tondano di Sulawesi Utara. Dalam pendidikan formal di Indonesia, bahasa Indonesia
mempunyai dua muka. Pertama,
sebagai bahasa pengantar di dalam pendidikan, dan kedua, sebagai mata pelajaran yang harus
dipelajari. Sebagai mata pelajaran, bahasa Indonesia termasuk mata pelajaran penting, sama
dengan pendidikan agama. Sebagai bahasa resmi kenegaraan, maka bahasa Indonesia harus
digunakan dalam setiap kegiatan yang bersifat resmi kenegaraan, termasuk sebagai bahasa
pengantar dalam bidang pendidikan. Mengenai bahasa pengantar dalam pendidikan ini, ada
satu kebijaksanaan yang membolehkan penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar
dari kelas satu sampai kelas tiga sekolah dasar dengan tujuan untuk memperlancar pengajaran
bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain.
Bahasa Indonesia sudah siap pakai untuk menjadi bahasa pengantar. Bahasa Indonesia sudah
memiliki kosakata untuk pengertian-pengertian sekarang, dan sudah pula digunakan oleh
jutaan orang sebagai lingua franca di seluruh Nusantara. Karena itu, sudah sepantasnya
bahasa Indonesia yang dipilih menjadi bahasa pengantar, dan bukan bahasa daerah atau
melayu. Oleh karena itu, pendidikan multikultural perlu diterapkan untuk meretas kendala
keragaman budaya dalam mewujudkan kebutuhan bersama, baik berskala nasional maupun
berskala lokal. (Wahyuni, Imelda, 2015)
Latihan Mandiri
“Pendidikan multicultural yang seperti apa yang bisa diterapkan di tingkat SD, SMP, dan
SMA hingga Perguruan Tinggi untuk meretas kendala keragaman budaya dalam mewujudkan
kebutuhan bersama, baik berskala nasional maupun berskala lokal”
DAFTAR PUSTAKA
Indikator Perkuliahan
1. Mahasiswa mengetahui hal-hal yang perlu dibinaa dalam pemgajaran bahasa
Indonesia
2. Mahasiswa nantinya menerapkan pembinaan pembelajaran bahasa Indonesia saat
proses mengajar di kelas.
6.1 Konsep Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia”
Anda mungkin sering mendengar bahkan juga menggunakan istilah pembinaan dan
istilah pengembangan dalam kehidupan berbahasa sehari-hari. Kata pembinaan tentu saja
berhubungan erat dengan kegiatan membina, sedangkan kata pengembangan sangat
berhubungan dengan kegiatan mengembangkan bahasa. Oleh sebab itu, ada dua hal yang
harus dibedakan, yaitu usaha pembinaan bahasa dan usaha pengembangan bahasa.
Pembinaan dan pengembangan bahasa merupakan usaha dan kegiatan yang dilakukan
untuk memelihara dan mengembangkan bahasa Indonesia supaya dapat memenuhi fungsi dan
kedudukannya.
Kedudukan bahasa Indonesia kini semakin mantap sebagai wahana komunikasi, baik
dalam hubungan sosial maupun dalam hubungan formal. Bahasa Indonesia merupakan alat
pertama dan utama untuk membangun arus pemikiran yang jelas dan teliti. Bahasa Indonesia
merupakan alat pokok fundamental dalam proses pendidikan. Begitupun halnya dengan
bahasa daerah dan bahasa asing yang juga digunakan sebagai wahana komunikasi yang
memiliki fungsi dan kedudukan masing-masing
.
6.2 Pengertian Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia
Hasil perumusan bahasa Seminar Politik Bahasa Nasional (1975) telah disebutkan
bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa adalah usaha dan kegiatan yang ditujukan
untuk memelihara dan mengembangkan bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan pengajaran
bahasa asing supaya dapat memenuhi fungsi dan kedudukannya.
Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dilakukan meliputi usaha-usaha
pembakuan agar tercapai pemakaian bahasa yang cermat, tetap dan efesien dalam
komunikasi. Untuk kepentingan praktis, telah diambil sikap bahwa pembinaan terutama
ditujukan kepada penuturnya, yaitu masyarakat pemakai bahasa Indonesia, dan
pengembangan bahasa dalam segala aspeknya.
Usaha pembinaan bahasa berkenaan dengan pelaksanaan kegiatan penyebaran bahasa
Indonesia ke khalayak sasaran dengan berbagai cara seperti usaha penyuluhan, penataran, dan
pendemonstrasian. Jika dipandang dari segi khalayak sebagai sasaran pembinaan tersebut,
khalayak tersebut dapat terdiri atas berbagai golongan, baik golongan penutur asli, maupun
golongan bukan penutur asli, orang yang masih bersekolah, ataupun orang yang sudah tidak
bersekolah lagi, khalayak guru pada semua jenis dan semua jenjang pendidikan, khalayak
orang yang berada di komunikasi media massa, seperti majalah, surat kabar, radio, dan
televisi, serta khalayak di bidang industri, perniagaan, penerbit, perpustakaan, dan pada
lingkungan sastrawan.
a. Penumbuhan Sikap
Sikap bahasa adalah salah satu sikap dari berbagai sikap yang mungkin ada. Sikap adalah
kesiapan beraksi. Sikap adalah kesiapan mental dan saraf yang terbentuk melalui pengalaman
yang memberikan arah kepada reaksi seseorang terhadap semua objek dan keadaan yang
menyangkut sikap itu (Halim,1976:68).
Sikap itu memiliki tiga komponen, yaitu komponen kognitif, afektif, dan perilaku.
1. Komponen kognitif adalah pengetahuan kita tentang bahasa secara keseluruhan
sampai dengan penggolongan serta hubungan-hubungan bahasa tersebut sebagai
bahasa Indonesia, bahasa asing, atau bahasa daerah.
2. Komponen afektif menyangkut perasaan atau emosi yang mewarnai atau menjiwai
pengetahuan yang terdapat di dalam komponen kognitif. Komponen afektif
menyangkut nilai rasa, baik atau tidak baik, suka atau tidak suka. Target yang hendak
dicapai dalam kegiatan “pembinaan” bahasa yang amat penting adalah menumbuhkan
sikap yang positif terhadap bahasa Indonesia. Sikap positif tersebut tidak dapat diukur
dengan angka-angka, tetapi dapat dilihat dalam komponen perilaku.
3. Komponen perilaku terdapat nilai moral yang muncul dan berhubungan erat dengan
kecenderungan berbuat atau beraksi dengan cara tertentu.
b.Meningkatkan Kegairahan
Kegiatan pembinaan juga mempunyai target dalam meningkatkan kegairahan berbahasa
Indonesia. Target ini dapat diukur dengan pertanyaan, seberapa banyak seseorang itu secara
konsisten bergairah memakai bahasa Indonesia? Jika seseorang telah bergairah memakai
bahasa Indonesia dalam berkomunikaasi dengan orang lain, orang itu harus meningkatkan
lagi kegairahannya itu dalam mempergunakan bahasa Indonesia.
Contoh: Dalam suatu rapat resmi seorang pejabat menyampaikan pidatonya sebagai
sambutan resmi sebagai berikut:
Saudara-saudara,
Seperti hal yang saya sampaikan tadi bahwa untuk mendrop beberapa spare part yang
kita pesan dari luar negeri di airport sore ini, saya menganjurkan dan meminta agar
tenaga-tenaga yang telah di-upgradinglah yang harus berangkat ke sana. Jika policy ini
disalahgunakan, saya akan melakukan feedback terhadap tindakan itu. Perlu juga
saudara ketahui bahwa apa yang saya katakan terakhir itu bersifat off the record.
Kutipan pidato di atas, memperlihatkan bahwa pejabat yang berbicara itu tidak bergairah
memakai bahasa Indonesia. Pejabat tersebut harus dibina pemakaian bahasanya sehingga dia
tidak menggunakan kata-kata asing yang sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Jika
Anda berhasil meyakinkan pejabat itu bahwa semua kata asing tersebut sudah ada
padanannya dalam bahasa Indonesia, berarti Anda telah berhasil melakukan pembinaan
bahasa dengan baik. Dengan jelas sekali Anda melihat beberapa kata asing dipakai dalam
teks.
Kata-kata yang dimaksudkan adalah mendrop, spare part, air port, upgrading, policy,
feedback, off the record. Bukankah kata-kata tersebut sudah ada padanannya dalam bahasa
Indonesia? Kata mendrop sama dengan menurunkan, mengantarkan; kata spare part
berpadanan dengan kata suku cadang; kata air port berpadanan dengan kata bandar udara;
kata upgrading berpadanan dengan kata penataran; kata policy berpadanan dengan kata
kebijaksanaan; kata feedback berpadanan dengan kata umpan balik; dan kata off the record
berpadanan dengan kata cegah siar.
c. Meningkatkan Keikutsertaan
Kegiatan pembinaan harus pula terlihat dalam kegiatan meningkatkan keikutsertaan
khalayak sasaran di dalam menjaga mutu bahasa Indonesia. Apa yang disebut dengan “mutu”
bahasa itu harus dihubungkan dengan bermacam-macam persoalan, seperti persoalan
hubungan kata tabu, persoalan kependengaran yang tidak menyinggung perasaan, dan
ketidaklaziman yang agak mencolok. Kalau Anda telah menyangsikan suatu bentuk bahasa,
baik kata dan frase, maupun kalimat berarti Anda telah ikut serta menjaga mutu bahasa. Jika
Anda bertanya, “Apakah bentuk frase mengejar ketinggalan sudah benar dalam bahasa
Indonesia,” maka Anda sudah membina bahasa, Anda sudah melibatkan diri dalam kegiatan
pembinaan bahasa. Dengan demikian, target mudah diukur, seberapa jauh orang bertanya
tentang kebenaran kata, frase, dan kalimat. Jadi, jika orang telah meragukan tentang bentuk-
bentuk bahasa dan ingin tahu bentuk yang benar dari suatu untaian kata, frase, atau kalimat
berarti sudah terbina bahasanya dengan baik.
d. Meningkatkan Mutu Bahasa
Dalam hal ini berhubungan erat dengan menjaga mutu bahasa para pendukung bahasa.
Mutu bahasa yang dimaksudkan itu berhubungan erat dengan penggunaan bahasa Indonesia
yang baik dan benar. Dalam menggunakan bahasa Indonesia dengan baik
dan benar adalah persoalan kepantasan penempatan suatu unsur bahasa dan persoalan
ketepatan kaidah yang diterapkan pada kata, frase, dan kalimat.
Poerwadarminta menyusun kamus bahasa Indonesia yang memuat butir masukan dari
susastra Melayu klasik, bahasa pustaka yang terdapat antara tahun dua puluhan hingga
pertengahan abad ini, unsur pungutan berbagai bahasa lain, dan bentuk yang bersifat dialek.
Kamus ini menjadi contoh dan dasar bagi kamus Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia yang
terbit tahun 1970. Karya lain dari Poerwadarminta yaitu ABC Karang-Mengarang dan Bahasa
Indonesia untuk Karang-Mengarang yang merupakan tulisan rintisan tentang pemekaran
ragam fungsional bahasa.
Segi-segi penting dalam program kegiatan perencanaan bahasa, yaitu (1) sasaran
perencanaan, (2) masalah yang berhubungan dengan garis halauan atau kebijakan dalam
pelaksanaan, (3) penyusunan rencana alternatif dan strategi, (4) masalah pengembilan
keputusan.
2.Sasaran Perencanaan
Sasaran perencanaan dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu: bahasa yang
pengembangan dan/atau pembinaannya jadi tujuan usaha dan khalayak di dalam masyarakat
yang diharapkan menerima dan memakai sasaran dan patokan yang diusulkan dan ditetapkan.
Jika dilihat dari jurusan khalayak sasaran,tujuan arah perencanaan sasaran yaitu.
Penentuan aspek sandi bahasa dan khalayak sasaran dengan cermat sebelumnya
berpengaruh terhadap penentuan apakah rencana itu berjangka pendek atau berjangka
panjang. Perencanaan jangka waktu, pada gilirannya, mempengaruhi kesediaan pemberi dana
yang harus membiayai proses pengembangan dan pembinaan bahasa selama ketiga tahapnya.
Sebelum garis halauan atau kebijakan ditentukan bagi taraf pelaksanaan, perlu dikenali
sejumlah faktor lain di bidang politik, kemasyarakatan, ekonomi, dan pendidikan.
Perencanaan bahasa beserta pelaksanaannya, yang diusahakan pada taraf nasional,
memerlukan dukungan yang nyata dari pihak pemerintah dan dewan perwakilan rakyat.
Perencanaan bahasa sepatutnya didasari pengenalan tata nilai yang direncanakan
pengembangan dan pembinaannya, dan ganjaran yang dapat diberikan jika orang mau
menerima hasil kodifikasi dan menggunakannya dalam hidupnya setiap hari.
Keadaan ekonomi dari sudut pandangan perbedaan tingkat kelas sosial, perbedaan
kawasan yang mudah dan yang sukar dicapai oleh alat angkutan, serta perbedaan antara
golongan penduduk yang mobil dan statis akan mempengaruhi kadar lajunya tahap
pelaksanaan perencanaan bahasa. Taraf pendidikan dan tingkat keberaksaraan penduduk turut
mempengaruhi corak perencanaan. Berdasarkan identifikasi masalah dan bertumpu pada
analisis data sosiolinguistik kemudian dapat ditentukan garis halauan atau kebijakan yang
akan dianut di bidang pengembangan atau pembinaan bahasa.
Setelah garis halauan ditetapkan, maka disusun berbagai rancangan alternatif yang
lebih konkret dan yang memerinci sasaran dari jurusan bahasa yang khalayak yang hendak
dicapai. Di samping komponen waktu, sumber daya, dan keuangan yang harus diperkirakan,
dalam rancangan itu masih ada komponen lain yang amat penting, yakni strategi. Strategi itu
menentukan urutan arus kegiatan yang menjamin atau sekurang-kurangnya dapat
meramalkan, bahwa pada tahap pelaksanaan tujuan perencanaan akan tercapai. Strategi itu
juga menentukan sarana dan saluran apa yang terbaik untuk menyebarkan hasil usaha
perencanaan diantara khalayak sasaran. Setelah berbagai rancangan dan strategi itu siap
disusun, barulah diambil putusan untuk memilih salah satu di antara alternatif yang ada.
5.Pengambilan keputusan
Proses pengambilan keputusan akan ditinjau dari segi kewenangan dan dari sudut
persyaratan putusan yang menyangkut penetapan norma kebahasaan. Hal pertama yang perlu
dibicarakan ialah sumber kewenangan yang diperoleh badan perencana bahasa. Jika badan itu
dibentuk berdasarkan undang-undang, maka dalam teori putusan yang diambil oleh badan itu
mempunyai kekuatan pengikut secara pasti. Agar putusan yang menyangkut masalah bahasa
itu menjaminkeberhasilan, Haugen (1996a) via Moeliono (1981: 26) menyarankan tiga
kriteria, yakni keefisienan, keadekuatan, dan keberterimaan. Putusan itu efisien jika kaidah
yang dihasilkan mudah dipellajari dan mudah dipakai. Putusan tersebut adekuat jika bentuk
yang diatur oleh norma bahasa itu mampu menyampaikan inforasi yang diinginkan oleh
pemakainya dengan ketepatan yang memadai. Putusan itu berterima jika bentuk yang
dihasilkan dapat disetujui dan ditunjang oleh pemakainya oleh golongan pembina pendapat
umum di dalam masyarakat.Ketiga kriteria itu tidak selalu dapat diterapkan sekaligus sebab,
seperti kata Jurnudd da Das Grupta (1971), mungkin terjadi teori yang dari sudut linguistik
sudah adekuat tidak dapat dilaksanakan karena ada perintang dalam segi keberterimaan di
dalam masyarakat bahasa.
b.Pelaksanaan
Dalam pelaksanaannya dibedakan menjadi :
1. Pengembangan Sandi Bahasa
Jika pelaksanaan menyangkut pengembangan bahasa, maka kegiatannya ialah kodifikasi
norma yang dinyatakan berlaku untuk tata ejaan, tata bahasa, kosa kata, dan norma berbagai
ragam fungsional bahasa yang dipamerkan sehingga sandi bahasa itu dapat memenuhi syarat
kepadanan yang dituntut oleh berbagai jenis wacana. Bentuk kodifikasi itu berupa pernyataan
eksplisit tentang norma.
Proses kodifikasi di bidang pengembangan sandi bahasa dan pemekaran ragam fungsional
itu berupa pedoman ejaan, buku tata bahasa, pedoman pembentukan istilah, berbagai jenis
kamus, seperti: kamus umum, kamus baku, kamus sinonim dan antonim, kamus geografi,
kamus istilah, pedoman surat-menyurat, dan berbagai buku pedoman ragam wacana yang
berhubungan dengan dunia ilmu, jurnalistik, kesusastraan, dan sebagainya.
Latihan Mandiri
1. Jelaskan apa yang dimaksudkan dengan kegiatan pembinaan bahasa?
2. Rumuskan pengertian pembinaan bahasa itu dengan bahasa Anda sendiri sehingga
terlihat bahwa Anda benar-benar sudah menguasai isi mata kuliah ini.
3. Jelaskan pula target yang ditentukan dalam kegiatan pembinaan bahasa dalam konteks
pengajaran bahasa!
4. Mengapa harus dilakukan pembinaan dan pengembangan bahasa? Hubungkan dengan
latar belakang pembinaan dan pengembangan bahasa!
DAFTAR PUSTAKA
Balawa, La Ode. 2010. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kendari : FKIP Unhalu.
http://wiwinrasmawati.blogspot.com/2016/09/konsep-pembinaan-dan-pengembangan-
bahasa.html
Muslich, Mansur. 2010. Bahasa Indonesia Pada Globalisasi: Kedudukan, Fungsi,
Pembinaan dan Pengembangan. Jakarta: Bumi Aksara
Indikator Perkuliahan:
1. Mahasiswa menyadari pentingnya pembinaan bahasa Indonesia dari linkungan
keluarga.
2. Mahasiswa menerapkan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam lingkungan
keluarga
Membina bahasa Indonesia bukan hanya menjadi tanggung jawab para pakar bahasa
yang berkecimpung dalam dalam bahasa dan sastra Indonesia, tetapi juga menjadi tanggung
jawab semua putra dan putri Indonesia yang cinta tanah air, bangsa dan bahasa. Dengan
perkataan lain, membina bahasa Indonesia itu menjadi kewajiban kita semua, bangsa
Indonesia.
Membina bahasa Indonesia bisa dimulai dari keluarga. Keluarga, terutama para kaum
ibu, sangat mungkin untuk memberikan bimbingan berbahasa Indonesia secara baik dan
benar. Anjuran untuk menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar sudah sering kita
dengar, tetapi belum tentu pemahaman dan penafsiran kita sama tentang makna ungkapan itu.
Seperti yang pernah disampaikan oleh Dr. Durdje Durasid (1990), bahwa berbahasa yang
baik adalah berbahasa yang mengandung nilai rasa yang tepat dan sesuai dengan situasi
pemakaiannya; sedangkan berbahasa yang benar adalah berbahasa yang secara cermat
mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang berlaku.
Peran Keluarga Sejak lahir manusia telah memiliki potensi bawaan untuk mampu
berbahasa. Potensi bawaan itu sering dikenal dengan Language Acquisition Device (LAD)
atau Alat Pemerolehan Bahasa. LAD dapat berfungsi bila sejak dilahirkan manusia itu berada
di lingkungan manusia, lingkungan sosial. Lingkungan sosial yang terkecil adalah
keluarganya. Oleh karena itu, keluarga memiliki peran yang sangat besar dalam proses
belajar seseorang (anak). Di antara anggota-anggota keluarga itu, orang yang paling berperan
adalah kaum ibu (wanita). Wanita yang secara tradisional diakui memegang peranan penting
dalam menentukan kedudukan sosial anak-anaknyaa, sudah menjadi pengakuan umum.
Wanita memantau dan membimbing anak-anak menjadi peka terhadap norma-norma yang
berlaku. Wanita selalu mengajarkan perilaku, termasuk perilaku berbahasa, kepada anak-
anaknya.
Wanita selalu mencegah anak-anak yang berbahasa tidak baik (mengucapkan kata-
kata jorok atau tabu). Hal-hal itu semacam itu dilakukan wanita karena ia sangat dekat
dengan anak-anaknya. Jadi, yang tahu segala gerak gerik anak-anak itu adalah wanitaa (ibu).
Maka, wajarlah bila wanita diakui sebagai pemegang peranan sangat penting dalam membina
anak-anaknya, termasuk membina bahasanya.
Bila anak-anak sudah memiliki kemampuan berbahasa yang cukup baik, dalam arti
mereka sudah menguasai kaidah-kaidah bahasa dan menggunakannya untuk berinteraksi
sosial, maka keluarga, terutama ibu, secara sedikit demi sedikit mengarahkan cara-cara
berbahasa yang baik. Bagaimana mereka harus berbahasa dengan orang yang lebih tua,
bagaimana mereka harus berbahasa dalam situasi tertentu, dan sebagainya dapat diarahkan
oleh keluarga.
Tutur Lengkap dan Tutur RingkasTutur lengkap (elaborated code) dan tutur ringkas
(restricted code) adalah dua istilah yang dimunculkan oleh Basil Berstein dari London
University. Menurut Berstein, tutur lengkap cenderung digunakan dalam situasi-situasi
seperti debat formal atau diskusi akademik. Sedangkan, tutur ringkas cenderung digunakan
dalam suasana tidak resmi seperti dalam suasana santai.
Dalam kaitan dengan pemerolehan bahasa oleh seseirang anak, maka tutur lengkap
dan tutur ringkas perlu diangkat ke permukaan. Tutur lengkap tentu saja mengandung
kalimat-kalimat yang lengkap dan sesuai dengan tuntutan kaidah-kaidah sintaktis yang ada.
Ungkapan-ungkapan dinyatakan secara jelas. Perpindahan dari kalimat yang satu ke kalimat
yang lainnya terasa runtut dan logis, tidak dikejutkan oleh faktor-faktor non-kebahasaan yang
aneh-aneh.
Tutur ringkas sering mengandung kalimat-kalimat pendek, dan biasanya hanya dimengerti
oleh peserta tutur. Orang luar kadang-kadang tidak dapat menangkap makna tutur yang ada,
sebab tutur itu sangat dipengaruhi antara lain factor-faktor non-kebahasaan yang ada pada
waktu dan sekitar pembicaraan itu berlangsung. Bahasa yang dipakai dalam suasana santai
antara sahabat karib, sesama anggota keluarga, antar teman, biasanya berwujud singkat-
singkat seperti itu.
Keluarga sangat berpengaruh dalam proses belajar bahasa si anak. Dia akan dapat
berbahasa secara baik, dalam arti, dapat menggunakan tutur lengkap bila keluarganya
(sebagaimana disarankan oleh Berstein) bukan positional family, yakni keluarga yang
penentuan segala keputusan tergantung pada status formal dari setiap anggota keluarga itu.
Keluarga yang demikian itu cenderung mengakibatkan perkembangan kemampuan berbahasa
si anak akan terhambat, karena ia tidak bisa bebas mengutarakan pendapat atau gagasannya.
Lebih-lebih, bila orang tuanya sangat berlaku keras atau kejam terhadap anak-anaknya, maka
hal ini akan berdampak kurang baik bagi si anak; dia akan cenderung merasa minder bila
akan berbicara baik dengan orang tuanya, gurunya, maupun dengan sesama temannya.
Sebagai akibatnya, dia hanya mampu menghasilkan tutur ringkas saja.
Pada waktu menginjak usia sekolah, dia terasa sulit mengutarakan gagasannya bahasa
yang jelas dan dengan tutur lengkap, kurang atau tidak memiliki keberanian yang memadai
untuk berbicara sehingga dia akan mau membuka mulutnya bilamana keadaan memaksa
untuk itu. Dan, sangat mungkin bahwa tuturannya hanya ala kadarnya atau seperlunya.
Keluarga yang ideal dalam kaitan dengan pembinaan kemampuan berbahasa adalah
keluarga yang person-oriented, yakni keluarga yang segala permasalahan dibicarakan dan
didiskusikan bersama anggota-anggota keluarga. Gagasan atau pemikiran masing-masing
anggota keluarga sangat dihargai. Keluarga yang demikian itu memungkinkan adanya
komunikasi yang terbuka dan diskusi kecil tentang berbagai masalah yang ada di
sekelilingnya. Si anak pun tidak merasa takut menceritakan berbagai pengalaman yang
dialaminya.Dan, sementara si anak bercerita, orang tua membimbing anaknya dalam
menggunakan bahasa sehingga tanpa disadari si anak memiliki kemampuan berbahasa yang
baik, dengan tutut lengkap.
Di samping tetap membina bahasa daerah , keluarga harus mulai membina bahasa
Indonesia anak-anaknya, dengan memberikan perhatian yang wajar terhadap bahasa
Indonesia. Karena kebanyakan anak-anak Indonesia itu sebelum mempelajari bahasa
Indonesia, telah menguasai bahasa daerah mereka masing-masing, maka metode komparatif
dapat dipakai untuk mengajarkan bahasa Indonesia, yakni dengan membandingkan antara
bahasa daerah dengan bahasa Indonesi. Melalui bahasa daerah dapat diajarkan bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
Bahasa Indonesia sejak sumpah pemuda itu terus mengalami perkembangan dan kini
semakin mantap. Kemakinmantapan bahasa Indonesia itu tidak lain karena para pakar bahasa
kita berupaya terus menerus untuk menyempurnakan bahasa kita, bahasa Indonesia. Maka
dari itu, agar bahasa kita, bahasa Indonesia, tetap terbina maka selain para guru, khususnya
guru bahasa, dan para pakar bahasa, keluargapun harus juga memikul tanggung jawab untuk
membina bahasa Indonesia.
Keluarga juga harus mengajarkan bahasa Indonesia yang baik dan benar kepada anak-
anaknya. Membina bahasa Indonesia baku di lingkungan kelauarga sebagai langkah awal,
dapat mempercepat laju perkembangan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dikatakan
demikian, karena proses pemerolehan bahasa pada anak banyak tergantung pada atau
dipengaruhi oleh keluarga. Sehingga, pendidikan dan pembinaan bahasa Indonesia yang baik
dan benar dapat dimulai di lingkungan keluarga, sehingga diharapkan beberapa tahun
mendatang generasi penerus mampu bernalar dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Sekarang kita mengenal istilah prokem. Prokem adalah semacam bahasa identitas
remaja sekarang. Bahasa ini mampu mengungkapkan rahasia di antara mereka. Orang luar
sering tidak bisa memahami istilah-istilah yang diungkapkan mereka. Kata-kata bapak diganti
dengan bokap, ibu diganti dengan nyokap, orang tua diganti dengan ortu. Masih banyak lagi
istilah-istilah jorok yang disingkat agar tidak terdengar tabu oleh mereka. Hal semacam ini
menunjukkan pula, bahwa pembinaan bahasa Indonesia yang baik dan benar perlu dilakukan
di lingkungan keluarga, agar nantinya remaja kita bisa menggunakan bahasa Indonesia secara
baik dan benar.
Latihan Mandiri:
1. Upaya yang kamu lakukan di rumah kamu untuk menerapkan bahasa Indonesia yang
baik dan benar.
2. Berikan pendapatmu, apa yang terjadi bila di lingkungan keluarga tidak menyadari
pentingnya menjaga bahasa Indonesia?
DAFTAR PUSTAKA
https://fatchulfkip.wordpress.com/2008/10/08/pembinaan-bahasa-dalam-keluarga/
Berikan pendapat anda, seberapa
pentingnya pembinaan bahasa Indonesia
di lakukan di sekolah?
Indikator Perkuliahan:
1. Mahasiswa mengetahui strategi membina penggunaan bahasa Indonesia di sekolah.
2. Mahasiswa dapat menerapkan strategi pembinaan penggunaan bahasa Indonesia di
sekolah nantinya
Seperti sudah banyak diungkap oleh para pemerhati dan pengamat bahasa Indonesia bahwa
rendahnya mutu penggunaan bahasa Indonesia tak hanya berlangsung di kalangan siswa,
tetapi juga telah jauh meluas di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Bahkan, para pejabat
yang secara sosial seharusnya menjadi anutan pun tak jarang masih ”belepotan” dalam
menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.
Penggunaan bahasa Indonesia bermutu rendah, lantaran belum jelasnya strategi dan basis
pembinaan. Pemerintah cenderung kurang peduli dan menyerahkan sepenuhnya kepada Pusat
Bahasa. Sebagai tangan panjang pemerintah, Pusat Bahasa memiliki tugas menyusun strategi
dan kebijakan dalam pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia. Namun, ada beberapa
pihak yang menilai bahwa strategi dan kebijakan Pusat Bahasa masih cenderung elitis.
Artinya, kebijakan yang dilakukan Pusat Bahasa hanya menyentuh lini dan kalangan tertentu,
seperti Jurusan Pendidikan Bahasa atau Fakultas Sastra di Perguruan Tinggi. Sementara,
Pendidikan Dasar dan Menengah yang seharusnya menjadi basis pembinaan justru luput dari
perhatian.
Pengajaran bahasa Indonesia di sekolah diserahkan sepenuhnya kepada para guru bahasa.
Guru-guru mata pelajaran lainnya, seolah tidak memiliki tanggungjawab terhadap pembinaan
bahasa Indonesia. Padahal, pembinaan bahasa bukan hanya menjadi tanggungjawab guru
bahasa. Banyak pihak yang terlibat. Mengingat kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia,
maka pembinaan bahasa Indonesia merupakan sesuatu yang penting, terlebih di sekolah.
Dengan menjadikan sekolah sebagai basis dan sasaran utama pembinaan bahasa, kelak
diharapkan generasi bangsa yang lahir dari ”rahim” sekolah benar-benar akan memiliki
kesetiaan, kebanggaan, dan kecintaan yang tinggi terhadap bahasa negerinya sendiri, tidak
mudah larut dan tenggelam ke dalam kubangan budaya global yang kurang sesuai dengan
jatidiri dan kepribadian bangsa. Bahkan, bukan mustahil kelak mereka mampu menjadi
”pionir” yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa Iptek yang berwibawa dan
komunikatif di tengah kancah percanturan global, tanpa harus kehilangan kesejatian dirinya
sebagai bangsa yang tinggi tingkat peradaban dan budayanya. Melahirkan generasi yang
memiliki idealisme dan apresiasi tinggi terhadap penggunaan bahasa Indonesia secara baik
dan benar memang bukan hal yang mudah. Meskipun demikian, jika kemauan dan kepedulian
dapat ditumbuhkan secara kolektif dengan melibatkan seluruh komponen bangsa, tentu bukan
hal yang mustahil untuk diwujudkan. Pembinaan bahasa Indonesia di sekolah tidak boleh
hanya ditumpukan kepada guru bahasa, melainkan semua pihak yang terlibat di sekolah.
Mulai dari Kepala Sekolah, guru-guru mata pelajaran lain, karyawan, hingga siswa itu
sendiri.
Hal ini dapat dilakukan, antara lain dengan cara:
(1) menciptakan suasana kondusif yang mampu merangsang anak untuk
berbahasa secara baik dan benar,
(2) membiasakan siswa menggunakan tutur lengkap dan tutur ringkas, dan
(3) menyediakan buku-buku yang baik bagi siswa.
Pertama, menciptakan suasana kondusif yang mampu merangsang anak untuk
berbahasa secara baik dan benar. Guru sebagai pihak yang paling akrab dengan siswa di
sekolah harus mampu memberikan keteladanan dalam hal penggunaan bahasa, bukannya
malah melakukan ”perusakan” bahasa melalui ejaan, kosakata, maupun sintaksis seperti yang
selama ini kita saksikan. Kedua, tutur lengkap dan tutur ringkas. Tutur lengkap (elaborated
code) dan tutur ringkas (restricted code) adalah dua istilah yang dimunculkan oleh Basil
Berstein dari London University.
Sedangkan, tutur ringkas cenderung digunakan dalam suasana tidak resmi seperti
dalam suasana santai. Dalam kaitan dengan pemerolehan bahasa oleh seseorang anak, maka
tutur lengkap dan tutur ringkas perlu diangkat ke permukaan. Tutur lengkap tentu saja
mengandung kalimat-kalimat yang lengkap dan sesuai dengan tuntutan kaidah-kaidah
sintaktis yang ada. Ungkapan-ungkapan dinyatakan secara jelas. Perpindahan dari kalimat
yang satu ke kalimat yang lainnya terasa runtut dan logis, tidak dikejutkan oleh faktor-faktor
non-kebahasaan yang aneh-aneh.
Ketiga, menyediakan buku yang ”bergizi”, sehat, mendidik, dan mencerahkan bagi
dunia anak. Buku-buku yang disediakan tidak cukup hanya terjaga bobot isinya, tetapi juga
harus betul-betul teruji penggunaan bahasanya sehingga mampu memberikan ”vitamin” yang
baik ke dalam ruang batin anak. Perpustakaan sekolah perlu dihidupkan dan dilengkapi
dengan buku-buku bermutu, bukan buku ”kelas dua” yang sudah tergolong basi dan
ketinggalan zaman. Buku-buku wajib untuk dapat mempelajari bahasa Indonesia dengan baik
dan benar, antara lain:
1. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional - Balai Pustaka,
2007 - edisi ketiga) - 1387 halaman. Kamus ini akan membimbing kita akan makna
tepat suatu kata dan menunjukkan mana kata-kata baku mana kata-kata nonbaku.
2. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Alwi dkk., Balai Pustaka, 2003, edisi ketiga) -
486 halaman. Buku ini walaupun bersifat akademik, masih cukup praktis untuk
digunakan mempelaari semua aturan bahasa Indonesia.
3. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum
Pembentukan Istilah (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen
Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 1972, 1988, 1992, 2005). Kedua buku ini
bersifat praktis untuk menuntun kita menulis kata-kata dalam bahasa Indonesia dan
menerjemahkan istilah asing.
Itulah ketiga buku yang harus ada bila bersungguh-sungguh ingin mempelajari bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Sebagai tambahan atas buku-buku itu, banyak buku praktis
yang dapat meningkatkan ketrampilan kita berbahasa Indonesia yang baik dan benar,
misalnya seperti di bawah ini:
1. Berbahasa Indonesialah dengan Benar : Petunjuk Praktis untuk Pelajar, Mahasiswa,
dan Guru (Zaenal Arifin, 1986, edisi terbarunya - 2005)
2. Buku-buku pembinaan bahasa Indonesia tulisan Yus Badudu, dan
Masih banyak buku-buku pembinaan bahasa Indonesia yang lain dari berbagai penulis.
Misalnya, "Masalah Bahasa yang Dapat Anda Atasi Sendiri" (Anton Moeliono, Sinar
Harapan, 1990), dan "Problematika Bahasa Indonesia : Sebuah Analisis Praktis Bahasa
Baku" (Kusno Santoso, PT Rineka Cipta, 1990).
Di dalam UUD 1945 tercantum dalam pasal 36, kedudukan bahasa Indonesia
ditetapkan: bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Di dalam kedudukannya sebagai bahasa
negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: lambang kebanggaan nasional, lambang jati diri
(identitas) nasional, alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang
sosial budaya dan bahasanya dan, alat perhubungan antar budaya antar daerah.
Mengingat kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia yang sangat penting, maka perlu
dilakukan pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia. Hal ini dilakukan untuk tetap
menjaga kelestarian bahasa Indonesia. Sebagai institusi pendidikan, sekolah dinilai
merupakan ruang yang tepat untuk melahirkan generasi yang memiliki kecerdasan linguistik
(bahasa). Hal ini dapat dilakukan dengan cara:
1. menciptakan suasana kondusif yang mampu merangsang anak untuk berbahasa secara
baik dan benar,
2. membiasakan siswa menggunakan tutur lengkap dan tutur ringkas, dan
3. menyediakan buku-buku yang baik bagi siswa.
Patut diingat bahwa membina bahasa Indonesia bukan hanya menjadi tanggung jawab
para pakar bahasa yang berkecimpung dalam dalam bahasa dan sastra Indonesia,
tetapi juga menjadi tanggung jawab semua putra dan putri Indonesia yang cinta tanah
air, bangsa dan bahasa. Dengan perkataan lain, membina bahasa Indonesia itu menjadi
kewajiban kita semua, bangsa Indonesia.
Latihan Mandiri
DAFTAR PUSTAKA
Rosidi, Ajip. 2001. Bahasa Indonesia Bahasa Kita Sekumpulan Karangan. Bandung: PT
Kiblat Buku Utama.
http://ferdinan01.blogspot.com/2009/02/sosiolinguistik-pengembangan-dan.html
http://ibahasa.blogspot.com/2008/03/pembinaan-bahasa-indonesia.html
http://www.mail-archive.com/iagi-net@iagi.or.id/msg23289.html
http://pusatbahasa.diknas.go.id/laman/nawala.php?info=artikel&infocmd=show&infoid=56&
row=3
http://ekopujiono.blogspot.com/2009/08/pembinaan-bahasa-indonesia-di-sekolah.html
Kamu pasti pernah membaca berita baik
dari media cetak dan juga media daring,
pernahkan kamu menemukan kesalahan
penggunaan bahasa Indoneia dari berita
yang disampaikan (cetak dan daring),
berikan tanggapan kamu?
BAB IX
PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA DI MEDIA MASSA
Indikator Perkuliahan:
1. Mahasiswa memahami pengembangan bahasa di media massa
2. Mahasiswa Menyadari pentingnya peran media massa untuk eksistensi bahasa
Indonesia.
Seiring dengan maraknya globalisasi sekarang ini yang ditandai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar secara
perlahan mulai diabaikan. Hal ini akan memengaruhi eksistensi bahasa Indonesia. Banyak
masyarakat menggunakan bahasa Indonesia tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku. Mereka
justru lebih suka menggunakan bahasa yang mereka buat sendiri dan menganggapnya lebih
modern. Mereka tidak hanya menggunakan bahasa ini untuk percakapan atau sebagai bahasa
lisan tetapi juga sebagai bahasa tulis dalam berinteraksi di media sosial. Bahasa yang telah
dimodifikasi dikenal dengan sebutan bahasa alay. Bentuk-bentuk dari bahasa alay tersebut
antara lain, penggabungan huruf dan angka, penggabungan huruf dan tanda baca,
penggabungan fungsi konsonan dan vokal, penyingkatan kata yang tidak sesuai kaidah dan
penyerapan bahasa asing yang tidak sesuai kaidah. Trend inilah yang membuat masyarakat
bahkan media massa sekarang hanya sedikit yang menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar.
Tidak hanya bahasa alay, penggunaan bahasa gaul oleh sebagian masyarakat telah
mendarah daging dalam komunikasi sehari-hari. Terlebih lagi, mereka menggunakan bahasa
gaul untuk berkomunikasi, baik secara langsung maupun lewat media sosial. Mereka
menggangap bahwa penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar terkesan terlalu kaku
dan sulit untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Di sisi lain, bahasa gaul terasa
nyaman dan santai digunakan dalam pergaulan sehari-hari dan dianggap tidak ketinggalan
zaman. Padahal, tanpa disadari kebiasaan tersebut menyebabkan penggunaan bahasa
Indonesia sebagai bahasa resmi negara merosot kualitasnya.
Setiap pelajar atau mahasiswa harus mulai mengunakan bahasa dengan baik dan benar
sesuai dengan kaidah yang dianjurkan. Mereka sudah sewajarnya mengikuti aturan yang ada
sehingga penggunaan bahasa alay dan gaul bisa kembali tergantikan dengan bahasa
Indonesia. Karena dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar mereka tidak
perlu takut akan dianggap kuno, ketinggalan jaman, bahkan ndeso yang berarti kampungan.
Para pelajar atau mahasiswa harus mulai mengerti dan memahami pentingnya
berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Jika hal itu diterapkan, maka akan berdampak
baik bagi pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia di negara ini. Antara lain, akan
mempermudah untuk berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Karena di tempat kita
menuntut ilmu maupun ditempat kerja nanti kita diharuskan untuk menggunakan Bahasa
Indonesia dengan baik dan benar. Tidak mungkin jika ulangan atau tugas dikerjakan
menggunakan bahasa alay atau bahasa gaul. Selain itu, penggunaan bahasa alay atau
bahasa gaul dapat mengganggu siapapun yang membaca dan mendengar kata-kata yang
dimaksud. Bahkan bisa terjadi kesalahpahaman antar orang yang berkomunikasi atau bisa
saja terjadi salah persepsi, karena sulit dipahami saat bahasa tersebut digunakan sebagai
pengucapan dan sulit dibaca saat digunakan sebagai penulisan. Karena tidak semua orang
mengerti akan maksud dari kata-kata alay atau gaul tersebut. Hal itu sangat memusingkan
dan membutuhkan waktu yang lama untuk sekedar memahaminya.
Meningkatnya penggunaan bahasa alay dan bahasa gaul akan mengakibatkan
dampak. bisa jadi suatu saat nanti anak cucu kita sudah tidak lagi mengenal bahasa baku dan
tidak lagi memakai EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) sebagai pedoman dalam berbahasa,
kemudian menganggap remeh bahasa Indonesia. Jika hal ini terus berlangsung,
dikahawatirkan akan menghilangkan budaya berbahasa Indonesia dikalangan pelajar atau
mahasiswa bahkan dikalangan anak-anak. Padahal bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi
negara kita dan juga sebagai identitas bangsa. Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus
bangsa, harusnya mampu menjadi tonggak dalam mempertahankan bangsa Indonesia ini.
Salah satu yang bisa kita lakukan adalah dengan menjaga, melestarikan, dan menjunjung
tinggi bahasa Indonesia. Seperti dalam ikrar ketiga Sumpah Pemuda yang berbunyi, “Kami
putra-putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
Latihan Mandiri
1. Bagaimana cara kamu mengatasi penyalahgunaan bahasa di media massa (sebagai
mahasiswa, sebagai guru bahasa Indonesia dan sebagai pembaca)?
2. Bagaimana penilaian kamu terhadap media massa saat ini dalam menyampaikan
berita, apakah sudah menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar?
DAFTAR PUSTAKA
http://aresearch.upi.edu/operator/upload/s_ppk_053566_chapture2.pdf (Diakses tanggal 22
September 2016).
http://eprints.uny.ac.id/9462/3/bab%20208205244036.pdf/ (Diakses tanggal 22 September
2016).
http://melkysuwuh.blogspot.com/2016/11/pengembangan-bahasa-indonesia-melalui.html
Notoadmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
Cari dan amatilah kesalahan bahasa
dalam ranah hukum?
BAB X
PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA DALAM BIDANG HUKUM DAN
SOSIAL BUDAYA
Indikator Perkuliahan:
1. Mahasiswa menemukan kesalahan bahasa hukum dan memperbaikinnya.
2. Mahasiswa menemukan kesalahan bahasa sosial dan budaya dan memperbaikinya
10.1 Pengertian Bahasa Hukum
Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan
untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah terjadinya
kekacauan.
Hukum memiliki tugas untuk menjamin bahwa adanya kepastian hukum dalam
masyarakat. Oleh sebab itu setiap masyarat berhak untuk memperoleh pembelaan didepan
hukum. Hukum dapat diartikan sebagai sebuah peraturan atau ketetapan / ketentuan yang
tertulis ataupun yang tidak tertulis untuk mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan
sangsi untuk orang yang melanggar hukum. Bahasa Hukum adalah
bahasa aturan dan peraturan yang bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan,
untuk mempertahankan kepentingan umum dan kepentingan pribadi di dalam masyarakat.
Namun dikarenakan Bahasa Hukum adalah bagian dari Bahasa Indonesia yang modern, maka
dalam penggunannya harus tetap, terang, monosemantik, dan memenuhi syarat estetika
bahasa Indonesia.
Karakteristik bahasa hukum Indonesia terletak pada istilah-istilah, komposisi serta
gaya bahasanya yang khusus dan kandungan artinya yang khusus. Bahasa hukum yang kita
pergunakan sekarang masih bergaya orde lama, masih banyak yang kurang sempurna
semantik kata, bentuk dan komposisi kalimatnya, masih terdapat istilah-istilah yang tidak
tetap dan kurang jelas. Hal mana dikarenakan para sarjana hukum di masa yang lalu, tidak
pernah mendapatkan pelajaran bahasa hukum yang khusus dan tidak pula memperhatikan dan
mempelajari syarat-syarat dan kaidah-kaidah bahasa Indonesia. Kelemahan ini dikarenakan
bahasa hukum yang kita pakai dipengaruhi istilah-istilah yang merupakan terjemahan dari
bahasa hukum Belanda yang dibuat oleh para sarjana hukum Belanda yang lebih menguasai
tata bahasa belanda daripada tata bahasa Indonesia. Selanjutnya harus kita akui dibanding
dengan bahasa asing yang kaya dengan istilah, maka bahasa kita masih miskin dalam istilah.
Sehingga dalam menterjemahkan istilah Belanda para sarjana hukum membuat istilah sendiri,
hal ini menyebabkan seringkali terdapat pemakaian istilah yang tidak sesuai dengan maksud
sebenarnya. Adakalanya dua atau lebih istilah hukum asing kita terjemahkan hanya dengan
satu istilah atau satu istilah kita terjemahkan menjadi beberapa istilah hukum Indonesia.
Untuk mengatasi kekeliruan pengertian maka seringkali kita dapati dalam
kepustakaan hukum penulisnya mencatumkan bahasa aslinya di dalam tanda kurung.
Terjemahan itu kadang-kadang menimbulkan pertanyaan bagi orang awam, misalnya istilah
didalam hukum adat disebut kawin lari, sebagai terjemahan
dari vlucthuwelijk dan wegloophuwelijk. Tentu orang awam berkata mana ada kawin lari.
Yang dimaksud kawin lari adalah berlarian untuk kawin yang dilakukan oleh bujang gadis
seperti berlaku di Batak, Lampung dan Bali. Kalau di Makassar dikenal dengan silariang.
Contoh lain didalam istilah hukum perdata, dalam istilah hukum perdata.
Belanda Ada dikenal verbindtenis ada yang menterjemahkan perikatan ada yang ment
erjemahkan perjanjian. Ada juga istilah hukum Belanda overeenkomst ada
yang menterjemahkan perjanjanjian ada yan g menterjemahkan persetujuan, hal ini tentu akan
membingungkan orang awam dan bagi mereka yang baru belajar hukum. Begitupula dalam
hukum pidana terdapat istilah hukum Belanda yang disebut straafbaarfeit, ada yang
menterjemahkan peristiwa pidana ada yang menterjemahkan perbuatan pidana dan ada pula
yang menterjemahkan tindak pidana. Sedangkan maksud sebenarnya adalah peristiwa yang
dapat dihukum. Kemudian ada istilah yang telah menadarah daging di kalangan hukum
ialah barangsiapa terjemahan dari kata Hij die, yang dimaksud tentunya bukan barang
kepunyaan siapa, tetapi dia yang (berbuat) atau siapapun yang berbuat.
Contoh pemakaian tanda titik dua yang kurang tepat masih dapat dilihat pada (2) berikut ini.:
(2) Tanpa persetujuan tertulis dari BANK, selama kredit belum lunas DEBITUR tidak
diperkenankan untuk:
a. Menerima Kredit dari Bank lain,
b. Mengikatkan diri sebagai penjamin (borg) terhadap pihak ketiga.
Tanda baca titik dua seharusnya tidak muncul pada unsur-unsur yang masih merupakan
bagian dari kalimat yang bukan memberi penjelasan. Karena masih merupakan bagian dari
kalimat, setelah titik dua tidak perlu diawali dengan huruf kapital layaknya awal kalimat.
Juga kata lain di dalam kalimat yang bukan awal kalimat atau nama orang/tempat, tidak perlu
ditulis huruf kapital; begitu pula kata-kata dari bahasa asing sebaiknya ditulis dengan huruf
miring. Berikut perbaikan contoh (2).
(2a) Tanpa persetujuan tertulis dari bank, selama kredit belum lunas, debitor tidak
diperkenankan untuk
a. menerima kredit dari bank lain,
b. mengikatkan diri sebagai penjamin (borg) terhadap pihak ketiga.
Sosial Budaya terdiri dari 2 kata, yang pertama definisi sosial, menurut Kamus Umum
Bahasa Indonesia milik W.J.S Poerwadarminta, sosial ialah segala sesuatu yang mengenai
masyarakat atau kemasyarakatan atau dapat juga berarti suka memperhatikan kepentingan
umum (kata sifat). Sedangkan budaya dari kata Sans atau Bodhya yang artinya pikiran dan
akal budi. Budaya ialah segala hal yang dibuat oleh manusia berdasarkan pikiran dan akal
budinya yang mengandung cipta, rasa dan karsa. Dapat berupa kesenian, pengetahuan, moral,
hukum, kepercayaan, adat istiadat ataupun ilmu.
Maka definisi sosial budaya itu sendiri adalah segala hal yang dicipta oleh manusia
dengan pemikiran dan budi nuraninya untuk dan/atau dalam kehidupan bermasyarakat. Atau
lebih singkatnya manusia membuat sesuatu berdasar budi dan pikirannya yang diperuntukkan
dalam kehidupan bermasyarakat.
Terciptanya sebuah kebudayaan bukan hanya dari buah pikir dan budi manusia, tetapi
juga dikarenakan adanya interaksi antara manusia dengan alam sekitarnya. Suatu interaksi
dapat berjalan apabila ada lebih dari satu orang yang saling berhubungan atau komunikasi.
Dari interaksi itulah terjadi sebuah kebudayaan yang menyangkut lingkungan sekitar dan oleh
sebab itu pula kita mempunyai beragam kebudayaan. Perubahan kebudayaan bisa saja terjadi
akibat perubahan sosial dalam masyarakat, begitu pula sebaliknya. Manusia sebagai pencipta
kebudayaan dan pengguna kebudayaan, oleh karena itu kebudayaan akan selalu ada jika
manusia pun ada.
Sosial budaya berkaitan dengan interaksi antara manusia dengan alam sekitarnya,
karena hal itu pula dibutuhkannya sebuah alat komunikasi, yaitu bahasa. Bahasa selalu
berkembang seiring dengan perkembangan zaman juga, sebagai kebutuhan manusia dalam
berinteraksi, adakalanya tataran bahasa yang sudah ada tidak memenuhi kepuasan dari
sipenutur bahasa, karena hal itulah sering kali kosa kata bahasa asing maupun bahasa daerah
dipergunakan dalam komunikasi tersebut.
Karena hal itulah, kosakata bahasa indonesia biasanya memasukkan kosa-kata dari
bahasa asing dan juga bahasa daerah.
Berikut beberapa kosa-kata baru yang sudah disahkan oleh pusat bahasa :
1. Gawai. Gawai adalah kata yang digunakan untuk menggantikan kata Gadget. Ponsel,
laptop, tab, komputer dan sebagainya secara tidak langsung juga berupa alat atau
perkakas. Saat ini, media cetak sudah mulai menggunakan kata Gawai untuk
menggantikan Gadget
2. Pramusiwi. Masih terbiasa menyebut kata babysitter untuk penjaga dan pengasuh bayi
Tenang. Dalam Bahasa Indonesia, babysitter berarti Pramusiwi.
3. Tetikus. Kata tetikus ini untuk menggantikan kata mouse yang dalam ilmu komputer
merupakan sebuah alat untuk menggerakan kursor di komputer.
4. Warganet. Warganet muncul untuk menggantikan kata Netizen. Sebelumnya, kata
Netizen juga muncul sebagai plesetan dari kata Citizendi internet.
5. Pranala. Kata Pranala muncul untuk menggantikan kata Hyperlink atau Link, yang
sudah terbiasa disebut dalam bahasa IT.
6. Daring dan Luring. Daring muncul untuk menggantikan online. Daring juga akronim
dari dalam jaringan. Sedangkan Luring adalah akronim dari luar jaringan muncul
untuk menggantikan kata offline.
7. Swafoto. Swafoto berarti foto sendiri, atau mengambil foto dengan usaha sendiri.
Kata ini muncul untuk menggantikan kata selfie
8. Peladen. Mirip profesi seseorang yang bertugas untuk meladeni. Tapi, faktanya kata
peladen muncul untuk menggantikan kata server.
9. Komedi Tunggal. Frase ini muncul untuk menggantikan frase stand up comedy yang
sebenarnya kalau dialihbahasakan menjadi komedi berdiri.
10. Saltik. Seperti daring dan luring, kata Saltik juga merupakan akronim, yang berarti
Salah Ketik.
11. Derau. Noise yang sebenarnya berarti ribut, sering pula digunakan untuk suara yang
tidak diperlukan dalam satu rekaman suara atau video. Kata noise itu digantikan oleh
kata Derau.
12. Pratayang. Anda masih sering menggunakan kata Preview? Silakan gantikan dengan
kata Pratayang.
13. Hektare. Ini sebenarnya kata lama, hektar, tapi perbedaannya adalah huruf ‘e’, untuk
kata ini tetap ditulis dan tetap dibaca
14. Portofon. Kata ini muncul untuk menyebut Handy Talkie (atau HT) dalam bahasa
Indonesia.
15. Mangkus dan Sangkil. Mangkus berarti efektif, sangkil berarti efisien. Begitu saja
singkatnya.
16. Narahubung. Kata ini digunakan untuk menggantikan frasa contact person.
17. Pelantang. Kata ini digunakan untuk menggantikan kata Microphone.
Bahasa dibidang hukum yang kita pakai dipengaruhi istilah-istilah yang
merupakan terjemahan dari bahasa hukum Belanda yang dibuat oleh para sarjana hukum
Belanda yang lebih menguasai tata bahasa belanda daripada tata bahasa Indonesia.
Selanjutnya harus kita akui dibanding dengan bahasa asing yang kaya dengan istilah, maka
bahasa kita masih miskin dalam istilah. Sudah ada upaya pengembangan bahasa Indonesia
dibidang hukum dan sosial budaya, contohnya dibidang hukum adalah orang-orang yang
bergelut didalamnya telah berusaha untuk menterjemahkan istilah-istilah asing yang dipakai
dibidang hukum atau dokumen hukum kedalam bahasa Indonesia.
Contoh dokumen hukum yang masih belum mengikuti kaidah bahasa Indonesia yang
baik dan benar seperti dijelaskan diawal adalah dokumen surat perjanjian, dimana masih
menggunakan istilah asing dan lain sebagainya. Pengembangan lanjutan yang dilakukan
dibidang hukum adalah harus adanya penyuluhan langsung dan penerjemahan menyeluruh
dari pusat pembinaan dan pengembangan bahasa yang memang memiliki wewenang.
Dibidang sosial budaya tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa adalah bagian dari kedua
hal tersebut. dimana masyarakatnya tidak akan bisa terlepas dari komunikasi dan interaksi
dengan sesamanya, hal tersebutlah yang menyebabkan bahasa menjadi berkembang dan
secara tidak langsung yang melakukan pengembangan bahasa Indonesia tersebut adalah
masyarakat itu sendiri ketika ada kata-kata atau istilah baru yang menggantikan istilah lama
dan akhirnya tersebar luas karena dipakai oleh masyarakat untuk berkomunikasi sehingga.
Pengembangan bahasa Indonesia dibidang hukum dan sosial budaya memang sudah
dilaksanakan oleh orang-orang yang terkait didalamnya, tetapi masih harus dilakukan
pengembangan lebih lanjut agar bahasa Indonesia dapat dikembangkan dengan baik pada
kedua bidang tersebut, khususnya dibidang hukum karena masih terdapat istilah-istilah asing
yang digunakan. Atas dasar tersebut alangkah lebih baiknya pusat pembinaan dan
pengembangan bahasa dapat berperan lebih baik lagi untuk menyoroti hal tersebut.
Latihan mandiri:
1. Temukan kesalahan bahasa hukum dan sosial budaya lainnya dan buatlah dalam
laporan makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Angen, Thayeb Loh. 1 April 2017. Kosa Kata Baru Bahasa Indonesia. Diakses pada 17 Mei
2017, dari http://portalsatu.com/read/budaya/berikut-17-kosakata-baru-bahasa-indonesia-
27173.
Gara, Hery. 13 April 2011. Penggunaan Bahasa Hukum dalam Bahasa Indonesia. Diakses
pada tanggal 17 Mei 2017, dari https://herygaara5.wordpress.com/2011/04/13/penggunaan-
bahasa-hukum-dalam-bahasa-indonesia/
Parulian, Sahat. 12 September 2012. Kata-Kata Serapan Belanda dalam Peristilahan Hukum
Indonesia. Diakses pada tanggal 17 Mei 2017,
dari http://www.kompasiana.com/saparuli/beberapa-kata-kata-serapan-belanda-dalam-
peristilahan-hukum-indonesia_55177d7c81331122699de141
Riyanto Budi, Ragam Bahasa Peraturan Perundang-undangan, Bahan Ajar Diklat Legal
Drafting LAN RI, 2006.
Sari, Maria Pusvita.6 Mei 2016. Penggunaan Bahasa Dalam Ilmu Hukum Pidana Dan Ilmu
Hukum Perdata. Diakses pada 17 Mei 2017,
dari http://marisapusvitas.blogspot.co.id/2016/05/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none_5.html
Wijayanti, Sri Hapsari. 8 Oktober 2010. Bahasa Hukum Indonesia di dalam Surat
Perjanjian. Diakses pada tanggal 17 Mei 2017,
dari https://www.atmajaya.ac.id/web/KontenUnit.aspx?gid=artikel-hki&ou=hki&cid=artikel-
hki-bahasa-hukum-indonesia
Terdapat banyak kesalahan bahasa
di (spanduk, papan ilkan dan
baliho) di tempat umum, apa
tanggapan kamu dan bagaimana
kamu menyikapinya?
XI
PEMBINAAN BAHASA INDONESIA DI TEMPAT UMUM
Indikator Perkuliahan:
1. Mahasiswa menemukan kesalahan bahasa dari papan iklan, spanduk ataupn baliho
yang terdapat di tempat umum
2. Mahasiswa memiliki sikap kritis terhadap kesalahan bahasa yang terdapat di tempat
umum
Era globalisasi diperlukan suatu rumusan ketentuan mengenai penggunaan bahasa
Indonesia. Hal ini mengingat bahwa masalah kebahasaan di Indonesia sangat rumit. Di
Indonesia terdapat lebih dari 728 bahasa daerah. Bahasa-bahasa daerah itu hidup dan
berkembang serta dipergunakan secara terus menerus oleh penuturnya. Selain itu, di
Indonesia terdapat bahasa asing. Walaupun kedudukan dan fungsi bahasa daerah dan bahasa
asing itu sudah diatur penggunaannya, tetap saja pemakaian bahasa daerah dan bahasa asing
(Inggris) dipergunakan semaunya oleh pemakainya.
Kenyataan itu akan menyudutkan penggunaan bahasa Indonesia. Kalau bahasa
Indonesia tidak segera diatur penggunaannya, bahasa Indonesia tidak akan mampu
menunjukkan gengsinya, baik di negara sendiri (nasional) maupun internasional.
Untuk pemilihan ragam nonformal tidaklah perlu dipermasalahkan. Penggunaan bahasa
Indonesia yang bercampur kode dengan bahasa gaul, prokem, slang, ataupun bahasa daerah
selagi tidak dipakai dalam situasi formal tidaklah perlu dirisaukan. Namun, yang menjadi
kerisauan kalau ragam formal bahasa Indonesia (baku) itu digunakan tidak sebagaimana
mestinya.
Variasi atau ragam formal itu digunakan, antara lain, dalam pidato kenegaraan, rapat
dinas, surat-menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku pelajaran, karya ilmiah. Sesuai
dengan laju perkembangan dunia yang global, bahasa Indonesia ragam baku juga harus
digunakan pada layanan umum dan layanan niaga. Hal ini disebabkan layanan umum dan
layanan niaga merupakan salah satu bentuk untuk penyebaran penggunaan bahasa Indonesia.
Jadi, penggunaan bahasa Indonesia ragam baku pada layanan masyarakat dan layanan niaga
akan memberikan fungsi pemersatu dan prestise. Selain fungsi penggunaannya untuk situasi-
situasi resmi, ragam baku menurut Gravin dan Mathiot dalam (Chaer dan Agustina,
2004) juga mempunyai fungsi lain yang bersifat sosial-politik, antara lain fungsi pemersatu
dan harga diri.
Masalah kebahasaan di Indonesia tidak terlepas dari kehidupan masyarakat
pendukungnya. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia telah terjadi berbagai
perubahan, baik sebagai akibat tatanan kehidupan dunia yang baru, globalisasi, maupun
sebagai dampak perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat. Kondisi itu telah
memengaruhi prilaku masyarakat Indonesia. Gerakan reformasi yang telah bergulir sejak
tahun 1998 telah mengubah paradigma tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Tatanan kehidupan yang serba sentralistik telah berubah ke desentralistik, masyarakat
bawah yang menjadi sasaran kini didorong untuk menjadi pelaku dalam proses pembangunan
bangsa. Dalam upaya peningkatan mutu sumber daya manusia, presiden telah mencanangkan
“Gerakan Nasional Peningkatan Mutu Pendidikan” pada tanggal 2 Mei 2002 disertai dengan
gerakan “Pengembangan Perpustakaan” oleh Menteri Pendidikan Nasional, serta disambut
oleh Ikatan Penerbit Indonesia dengan “Hari Buku Nasional” pada tanggal 17 Mei 2002.
Sebagai upaya untuk menindaklanjuti kebijakan tersebut, perlu diupayakan pengembangan
bahasa dalam rangka peningkatan mutu penggunaan bahasa Indonesia.
Melalui peningkatan pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia diupayakan
agar penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar serta dengan rasa bangga makin
menjangkau seluruh lapisan masyarakat, memerkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, dan
memantapkan kepribadian bangsa.
Strategisnya kedudukan bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia tercermin dalam
ikrar ketiga Sumpah Pemuda tahun 1928 yang berbunyi “Kami putera-puteri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia” dan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 36
yang menyatakan bahwa “bahasa negara ialah bahasa Indonesia”.
Kalaulah pemakaian bahasa dibiarkan saja tentu akan menimbulkan kegamangan
perkembangan bahasa Indonesia pada masa yang akan datang. Bagaimana bahasa Indonesia
akan menjadi bahasa internasional, pemakaian bahasa Indonesia di negeri sendiri
masih amburadul. Untuk menyikapi itu Pusat Bahasa telah menyusun Rancangan Undang-
Undang Kebahasaan. Rancangan itu untuk melegalkan perlindungan terhadap bahasa
Indonesia, terutama dalam situasi formal.
Walaupun Rancangan Undang-Undang Kebahasaan itu sudah disosialisasikan ke
berbagai daerah. Penggunaan bahasa Indonesia pada layanan umum dan layanan niaga yang
dipampangkan di tempat umum masih terdapat kesalahan.
11.1 Penggunaan Bahasa Indonesia pada Layanan Umum dan Layanan Niaga
Pada bab III pasal 19 butir (5) Rancangan Undang-Undang Kebahasaan dijelaskan
informasi layanan umum dan/atau layanan niaga yang berupa rambu, penunjuk jalan,
spanduk, papan iklan, brosur, katalog, dan sejenisnya wajib menggunakan bahasa Indonesia.
Ini berarti bahwa pada situasi itu pemakai bahasa harus menggunakan bahasa Indonesia.
Berkaitan dengan masyarakat pemakai bahasa atau pengguna bahasa, dewasa ini
kepedulian terdapat bahasa Indonesia makin menipis dan penggunaan bahasa Indonesia pun
kian menyempit. Penggunaan bahasa Indonesia pada media massa, media iklan dan luar
ruang kini banyak menggunakan bahasa asing, terutama Inggris. Pendapat ini mengisyaratkan
bahwa jika penggunaan bahasa Indonesia tidak segera ditertibkan, akan mempengaruhi
perkembangan bahasa Indonesia
Kepeduliaan masyarakat pengguna bahasa terhadap penggunaan bahasa Indonesia itu
berkaitan erat dengan sikap bahasa seseorang. Garvin dan Mathiot dalam (Suwito, 1983)
mengemukakan, sikap bahasa itu setidak-tidaknya mengandung tiga ciri pokok, yaitu
kesetiaan bahasa (loyalitas bahasa), kebanggaan bahasa, dan kesadaran akan norma bahasa.
Dengan demikian, ketika seseorang akan menggunakan suatu bahasa, ketepatan dan
kebenaran bahasa yang digunakan salah satu faktornya adalah sikap bahasa.
Menurut masyarakat kita umumnya, bahasa Indonesia adalah bahasa untuk ilmu
pengetahuan, teknologi, dan ekonomi atau perdagangan. Sementara untuk urusan-urusan seni,
kebudayaan, dan kehidupan keluarga, orang-orang Indonesia lebih senang menggunakan
bahasa daerah sehari-hari. Oleh karena itu, muncul persoalan loyalitas kepada bahasa
nasional di berbagai daerah. Tidak semua daerah memiliki derajat loyalitas yang sama
terhadap bahasa Indonesia.
Pendapat di atas mengindikasikan bahwa persoalan loyalitas terhadap penggunaan
bahasa Indonesia tidaklah sama. Demikian pula loyalitas penggunaan bahasa Indonesia pada
layanan umum dan layanan niaga.
Bagaimana kalimat sesuai bahasa Indonesia yang benar?
Tulisan sangat sederhana ini dimaksudkan sebagai motivasi bahwa selaku bangsa Indones
ia berkewajiban menghargai bahasa nasional kita: menggunakan bahasa Indonesia secara baik
dan benar. Untuk itu, berikut ini sekilas contoh pemakaian bahasa Indonesia
yang tidak benar yang sering kita jumpai.
1. Pemakaian lambang bilangan tingkat
Salah : HUT RI Ke-63
Penjelasan : Kalimat di atas mengandung pengertian ada RI Ke-64, RI Ke-65,
… Padahal, maksudnya, yang ke-63 adalah ulang tahun. Karena ke-
63 menerangkan HUTmaka frasa ke-63 penempatannya
mengikuti HUT. Sehingga, akan ada HUT Ke-64, Ke-65, ...
Benar : HUT Ke-63 RI
2. Pemakaian kata dirgahayu
Salah : Dirgahayu HUT Ke-6 RI
Penjelasan : kata dirgahayu artinya selamat panjang umur. Karena ungkapan dirgahayu adal
ah ditujukan kepada RI maka dirgahayu diikuit RI.
Benar : Dirgahayu RI pada HUT Ke-63
3. Penulisan ejaan
Salah : Pebruari, Nopember, apotik, praktek, nasehat, foto copy, aktip, aktifita.
Benar : Februari, November, apotek, praktik, nasihat,foto kopi, aktif, aktivitas.
Penjelasan : pedoman penulisan ejaan diatur berdasarkan Keputusan Mendikbud RI
No. 0543a/U/1987, tgl. 9 September 1987.
11.2 Penggunaan Bahasa Indonesia pada Layanan Umum: Penunjuk Jalan Raya,
Rambu-Rambu Lalu Lintas
Penggunaan bahasa Indonesia pada penunjuk jalan dan rambu-rambu lalu lintas
sebagian besar sudah mengikuti kaidah. Untuk penunjuk jalan, penulisan kata sudah benar,
misal nama daerah/wilayah sudah menggunakan huruf kapital yang diikuti dengan tanda.
Selain itu, ada juga tulisan yang menunjukkan arah sudah cukup komunikatif, seperti lurus
boleh langsung belok kiri langsung. Untuk jalan protokol, jalan raya, penggunaan bahasa
Indonesia sudah benar, seperti Jl. Soekarno Hatta, Jl. Bandung, sedangkan penulisan nama
jalan yang agak kecil masih ada yang salah, tidak menggunakan tanda titik setelah singkatan,
seperti Jl Melati, Jln Bunga, jalan Kopi. Di samping itu, terdapat juga penujuk jalan yang
menggunakan bahasa Indonesia dan daerah, seperti LURUS MENTOK!.
Berikut contoh untuk Penunjuk Jalan Raya, Rambu-Rambu Lalu Lintas yang menggunakan
bahasa daerah :
Selain untuk memenuhi kepentingan pemilik, penggunaan spanduk seharusnya juga memi
liki nilai pendidikan bagi masyarakat. Setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan agar sp
anduk dapat berfungsi mendidik masyarakat yakni sesuai peraturan perijinan dan bahasa/kali
matnya menggunakan norma yang berlaku.Dari sisi perijinan, sesuai ketentuan yang berlaku
maka diharapkan keberadaan spanduk tidak mengganggu ketertiban, keindahan, dan kenyama
nan umum. Sedang dari sisi kalimat, harus menggunakan bahasa Indonesiayang memenuhi ka
idah baik dan benar. Penggunaan bahasa Indonesia pada spanduk masih terdapat banyak
kesalahan, terutama spanduk yang berisi propaganda, seperti pada iklan rokok, voucer isi
ulang dari berbagai merk. Pada spanduk propaganda jenis ini penggunaan bahasa non baku
dan bahasa asing sangat dominan.
Papan iklan adalah papan yang berukuran besar ditempatkan di luar ruang (ruang
terbuka) dan berfungsi untuk menempatkan iklan. Penggunaan bahasa Indonesia pada papan
iklan hanya sebagian kecil mengikuti kaidah. Sebagian besar papan iklan yang diletakkan di
luar ruang itu umumnya menggunakan bahasa nonbaku dan bahasa Inggris. Apalagi iklan
rokok masih banyak menggunakan kosakata bahasa Inggris, sedangkan iklan kartu telepon
pada umumnya menggunakan bahasa nonbaku, seperti kata nelpon, banget, sampe.
Contoh papan iklan yang menggunakan kosakata bahasa nonbaku dan bahasa inggris :
Contoh papan iklan kartu selular yang menggunakan kosakata bahasa nonbaku :
Menarik juga untuk disimak terdapat pada papan iklan anti HIV/AIDS yang menggunakan
bahasa Indonesia sepenuhnya tanpa kosakata bahasa Inggris. Pembuat iklan cukup membuat
slogan yang pendek, tetapi makna yang terkandung cukup berarti.
Seperti slogan pada papan iklan anti HIV/AIDS yang berisi tentang ajakan kepada
masyarakat berikut:
Akan tetapi, untuk papan iklan yang berisi layanan mayarakat dari suatu instansi, seperti
pada pemlu SBY, penggunaan bahasa Indonesia yang benar.
berikut contoh:
Brosur adalah terbitan tidak berkala yang dapat terdiri dari satu hingga sejumlah kecil
halaman, tidak terkait dengan terbitan lain, dan selesai dalam sekali terbit. Halamannya
sering dijadikan satu (antara lain dengan stapler, benang, atau kawat), biasanya memiliki
sampul, tapi tidak menggunakan jilid keras. Menurut definisi UNESCO, brosur adalah
terbitan tidak berkala yang tidak dijilid keras, lengkap (dalam satu kali terbitan), memiliki
paling sedikit 5 halaman tetapi tidak lebih dari 48 halaman, di luar perhitungan sampul.
Penggunaan bahasa Indonesia pada brosur sudah benar. Ini berarti bahwa penggunaan
bahasa Indonesia di brosur masih salah. Kesalahan itu umumnya terdiri atas penulisan kata,
penggunaan tanda baca, dan penggunana kosakata asing. Berdasarkan pengamatan dari
beberapa brosur yang tersebar, seperti brosur dari rumah sakit, brosur dari perguruan tinggi
swasta, kursus, brosur dari penawaran produk (alat rumah tangga dan mobil) masih
digunakan kosakata asing dan kosakata nonbaku, seperti , photocopy atau fotocopy, good
luck, full ac, design, show room, buat ngeceng, pasti keren, Dai care, pake, nelpon. Selain
itu, terdapat penulisan kata dan huruf kapital yang salah, s/d, Hadiah akan diganti dengan
Souvenir..., Dalam Rangka mengenalkan show room kami...
Contoh brosur :
11.6 Kondisi Penggunaan Bahasa Asing di Dunia Usaha
Bahasa Inggris di Indonesia secara umum diajarkan sebagai bahasa asing. Istilah
‘bahasa asing’ dalam bidang pengajaran bahasa berbeda dengan ‘bahasa kedua’. Bahasa asing
adalah bahasa yang yang tidak digunakan sebagai alat komunikasi di negara tertentu di mana
bahasa tersebut diajarkan. Sementara bahasa kedua adalah bahasa yang bukan bahasa utama
namun menjadi salah satu bahasa yang digunakan secara umum di suatu negara.
Tapi, pada hakikatnya penggunaan bahasa indonesia pada layanan umum dan niaga
mendapatkan kesejahteraan yang sesungguhnya bagi masyarakat luas. Lalu munculah pola
ekonomi baru yang disebut sebagai sosialis sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap semua
masyarakat pengguna, Dimana pada akhirnya sistem yang berbau sekular itu justru tumbang.
Dan pada titik dimana semua orang berlomba-lomba memenuhi kebutuhannya dengan
cara yang cenderung agak tak manusiawi, munculah penggunaan bahasa bagi masyarakat
yang benar-benar mengajak menusia untuk kembali pada keberadaban bagi manusia, dimana
untuk peduli kepada sesama, tak mengedepankan egoisme, tapi tetap membolehkan manusia
untuk sukses dengan memberikan rambu-rambu tertentu bagi kepentingan umat itu sendiri.
Pada dunia usaha sekarang penggunaan Bahasa asing harus lebih di pergunakan
dengan lancar. Karena para pesaing kita tidak hanya dalam negeri saja tapi mencakup dunia
luas. Dalam usaha perdagangan kita dapat menggunaka bahasa asing dengan benar serta
pengafalan bahasa diucapkan dengan lafal yang jelas.
Latihan mandiri:
1. Temukan kesalahan bahasa di tempat umum lainnya dan buatlah dalam laporan
makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dan Dendy Sugono. 2000.Politik Bahasa: Risalah Seminar Politik Bahasa.
Jakarta: Pusat Bahasa.
Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2004.Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Bhineka
Cipta.
http://karuniacahayafajar.blogspot.com/2013/06/penggunaan-bahasa-indonesia-pada.html
TENTANG PENULIS
Saya terlahir sebagai perempuan dan orang tua saya memberi saya nama Lisa Septia Dewi
Br.Ginting. Ayah dan Ibu saya adalah suku karo asli. Saat SD Saya bersekolah di SDN
101791 Patumbak, Lalu saya melanjutkan ke MTsN 1 Medan dan berlanjut ke MAN 3
Medan. Saya lulusan S1 dan S2 Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah Medan dengan
jurusan yang saya pilih Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Bahasa Indonesia dan Sastra
Daerah.
Saat ini saya berprofesi sebagai Dosen di Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah
Medan. Sudah 5 tahun tepatnya saya menjadi tenaga pengajar di perguruan tinggi ini. Selain
itu saya juga sebagai Ibu rumah tangga yang alhamdulillah sudah memiliki dua orang anak
yakni Wildan Ali Al-Hafiz dan juga Wania Zoya Ritonga.
Pengalaman menulis saya sangatlah jauh dari kata sempurna, namun kemauan saya untuk
terus belajar tetap saya pertahankan. Menulis merupakan sarana rekreasi dan kreasi yang
dapat membuat pengemarnya menjadi mahkluk yang cerdas akal dan batin.
Buku ini adalah buku keenam saya yang kirim melalui GUEPEDIA. Terima kasih atas segala
kemudahan yang telah diberikan kepada para penulis yang ada Indonesia. Jayalah Guepedia
zaman berzaman.