Anda di halaman 1dari 18

Metode Ijtihad Ahmad Hassan Bandung dalam Masalah

Hukum Keluarga
Muhammad Iran Simbolon
Pascasarjana UIN Imam Bonjol Padang
Iranmuhammad850@yahoo.co.id

ABSTRACT Ahmad Hassan is a controversial scholar, because some of the results of his ijtihad in Islamic law
are different from those of other ulemas. Ahmad Hassan is a well-known scholar in the renewal of
Islamic law in Indonesia. Ahmad Hassan is also an active figure in the largest Islamic community
organization in Indonesia, namely the Islamic Unity. This paper is intended to parse and analyze
Ahmad Hassan's ijtihad method in special family law matters that discuss the legal position of
guardians in marriage, the law of combining women with his aunts, the law of marrying non-
Muslim women, the law of divorce angry. The method used in this research is descriptive analysis
method and content analysis method.
KEYWORDS ijtihad; Ahmad Hassan ; family law 3.

PENDAHULUAN METODE
Sejak awal abad kedua sampai pertengahan abad Metode jenis penelitian yang digunakan adalah
keempat Hijrah, yaitu selama hampir 250 tahun, penelitian hukum normatif. Kemudian pendekatan
hukum Islam memasuki periode tadwīn dan imam- yang digunakan dalam penelitian ini adalah
imam mujtahid. Masa tersebut dinamakan periode pendekatan kepustakaan (library research). Data yang
tadwīn dan imam-imam mujtahid. Masa priode tadwīn digunakan dalam penelitian ini adalah data skunder
dan imam-imam mujtahid ini merupakan masa yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
keemasan hukum Islam. Pada masa ini hukum Islam skunder dan bahan hukum tersier.
tumbuh, berkembang, dan menghasilkan materi- Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah buku
materi hukum yang memperkaya negara Islam dengan karya Ahmad Hassan Bandung sendiri, sedangkan
hukum-hukum dalam berbagai bidang, bermacam- yang menjadi bahan hukum skunder adalah karya
macam keadaan, dan berbagai kemaslahatan. Pada orang lain yang membahas tentang Ahmad Hassan,
periode ini pulalah timbulnya mazhab-mazhab fikih sementara bahan hukum tersier dalam penelitian ini
(Usman,1994). adalah berupa kamus, ensiklopedia, internet dan lain
Setelah pertengahan abad keempat Hijrah, sebagainya. Analisis data yang digunakan dalam
hukum Islam mengalami periode taklīd. Pada masa itu penelitian ini adalah analisis deskriptif dan metode
gerakan ijtihad terhenti, kebebasan berfikir para content analysis.
ulama tidak ada lagi. Para ulama tidak lagi mengambil
hukum Islam dari sumbernya, mereka lebih senang TEMUAN DAN PEMBAHASAN
bertaklid dan mengikuti fikih imam-imam terdahulu,
kemampuan akal mereka, mereka batasi pada Biografi Ahmad Hassan
mempelajari mazhab imam-imam tersebut, mereka Ahmad Hassan merupakan salah satu ulama atau
mengharamkan dirinya keluar dari batasan itu. pemikir Islam di Indonesia. Ahmad Hassan Berasal
Kemudian pada abad kedua belas Hijrah, gerakan dari keluarga campuran Indonesia dan India, ayahnya
mendobrak taqlīd dan menghidupkan kembali ijtihad Ahmad Sinna Vappu Maricar, yaitu seorang penulis
dimulai, inilah yang disebut gerakan pembaharuan yang ahli dalam Islam dan kesusastraan Tamil, Ahmad
hukum Islam, sehingga masa itu sampai sekarang Sinna Vappu Maricar pernah menjadi redaktur dari
disebut periode pembaharuan hukum Islam. Dengan Nur Islam sebuah majalah agama dan sastra Tamil, di
demikian, semakin banyaklah muncul para mujtahid samping sebagai penulis beberapa kitab dalam bahasa
di berbagai negara muslim, dan hukum yang Tamil dan beberapa penerjemahan dari bahasa Arab.
dihasilkan dalam satu kasus pun terdapat perbedaan- Sedangkan ibunya bernama Muznah yang berasal
perbedaan karena berbeda cara atau metode dalam dari Palekat Madras yang lahir di Surabaya berasal
menetapkan hukum Islam. Salah satu mujtahid yang dari keluarga yang sederhana dan sangat taat
muncul itu adalah Ahmad Hassan. beragama, ketika itu Ahmad yang pergi ke kota
Surabaya untuk berdagang bertemu dengan Muznah
dan menikah di sana, setelah menikah Ahmad dan
Ijtihad, Volume 36, No. 1 Tahun 2020

Muznah akhirnya menetap di Singapura (Dadan Semasa hidupnya Ahmad Hassan dikenal sebagai
Wildan, 1995). seorang pendakwah ulung, baik lisan maupun tulisan,
Ahmad Hassan dilahirkan di Singapura pada Ia merupakan salah seorang tokoh pemikir yang
tahun 1887 dengan nama Hassan bin Ahmad. Masa produktif menuliskan ide-idenya. Dalam hal tulisan
kecil Ahmad Hassan dilewatinya di Singapura, Ahmad beliau sangat banyak sekali menghasilkan karya-karya
Hassan mulai sekolah dan belajar berbagai baik dalam bentuk majalah-majalah maupun dalam
pengetahuan dan bahasa, yaitu bahasa Arab, Melayu, bentuk buku. Selama hidupnya Ahmad Hassan telah
Tamil dan Inggris. Setelah itu Ahmad Hassan pun menuliskan sekitar 80 judul buku. Termasuk tafsir al-
belajar Al-Qur’an serta memperdalam agama Islam Furqan yang terbit pada tahun 1956. Dengan gaya
kepada beberapa orang guru mengaji di luar waktu penulisan yang khas, lugas dan mudah dipahami,
sekolah. Ahmad Hassan bekeja keras dari usia 7 tahun buku-bukunya diterbitkan ribuan eksemplar dan
sampai 23 tahun demi minatnya mencari ilmu agama. sering kali dicetak ulang (Shiddiq Amien,2007).
Dalam usia mudanya, yaitu pada tahun 1909, Berikut adalah buku-buku tulisan Ahmad Hassan:
Ahmad Hassan telah aktif menjadi pembantu “utusan Dalam bidang Al-Qur’an, Tafsir, Hadis, Fikih dan
Melayu”. Tulisan pertamanya ialah mengecam tuan Ushul Fikih: Tafsir Al-Furqan, Tafsir Al-Hidayah , Tafsir
Kadli yang memeriksa perkara dengan Surah Yasin, Kitab Tajwid, Soal-Jawab Tentang
mengumpulkan tempat duduk pria dan wanita. Pada Berbagai Masalah Agama, Risalah Kudung, Pengajaran
saat itu tidak seorang pun yang berani mengkritik tuan Shalat, Risalah Al-Fatihah, Risalah Haji, Risalah Zakat,
Kadli, tetapi justru Ahmad Hassan terangsang oleh Risalah Riba, Risalah Ijma’, Risalah Qiyas, Risalah
peristiwa ini untuk mengangkat pena. Satu kali Ahmad Mazhab, Risalah Taqlid, Al-Jawahir, Al-Burhan, Risalah
Hassan pernah mengecam masyarakat umat Islam Jum’at, Hafalan, Terjemah Bulugh Al-Maram,
mengapa tidak maju. Ucapan ini dianggap politik, Muqaddimah Ilmu Hadis, Ringkasan Islam dan Al-
sehingga Ahmad Hassan tidak dibenarkan lagi Faraidh.
berpidato (Ahmad Hasan,2007). Dalam bidang akhlak dan Kristologi: Hai Cucuku,
Pada tahun 1921, Ahmad Hassan pindah dari Hai Putraku, Hai Putiku dan Kesopanan Tingi Secara
Singapura ke Surabaya untuk melanjutkan usaha toko Islam, Ketuhanan Yesus, Dosa-dosa Yesus, Bibel Lawan
tekstil milik pamannya. Di Surabaya, Ahmad Hassan Bibel, Benarkah Isa Disalid? dan Isa dan Agamanya.
banyak bergaul dengan tokoh-tokoh pembaruan yang Dalam bidang Aqidah, Pemikiran Islam dan
saat itu sedang terlibat perdebatan dengan kaum Umum: Islam dan Kebangsaan, Pemerintahan Cara
tradung. Dalam suatu kesempatan untuk belajar Islam, Adakah Tuhan?, ABC Politik, Membudakkan
mengenai pertenunan di Bandung, Ahmad Hassan Pengertian Islam, What is Islam?, Merebut Kekuasaan,
tinggal di keluarga Muhammad Yunus, salah seorang Risalah Ahmadiyah, Topeng Dajjal, Al-Tauhid, Al-Iman,
pendiri Persis. Akhirnya Ahmad Hassan mengabdikan Hikmat dan Kilat , An-Nubuwah, Al-‘Aqa’id, Al-
dirinya dalam penelaahan dan pengkajian Islam Munazharah dan Surat-surat Islam dari Endeh dan Is
dengan berkiprah di Persis. Muhammad a True Prophet?.
Pada tahun 1941, Ahmad Hassan kembali ke Dalam bidang Sejarah, Bahasa dan Kata Hikmat:
Surabaya dan mendirikan Psantren Persis di daerah Al-Mukhtar dan Sejarah Isra’ Mi’raj, Kamus Rampaian,
Bangil. Di sinilah perhatiannya ditumpahkan pada Kamus Persamaan, Sya’ir, First Step Before Leraning
penelitian agama Islam yang langsung dari sumber English, Al-Hikam, Special Dictionary, Al-Nahwu, Kitab
pokoknya, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Puncaknya, Tashrif dan Kamus Al-Bayan, dan lain-lain (Muslimah,
Ahmad Hassan berhasil menyusun tafsir Al-Qur’an 2017).
yang berjudul Al-Furqan. Tafsir Al-Qur’an tersebut
merupakan kitab tafsir Al-Qur’an yang pertama di Metode Ijtihad Ahmad Hassan
Indonesia. Tafsirnya itu diterbitkan secara lengkap Ahmad Hassan mengadopsi pendapat klasik
untuk pertama kalinya pada tahun 1956. dalam hal sumber-sumber hukum Islam sebagaimana
Ahmad Hassan menikah pada tahun 1911 di yang telah dirumuskan oleh Imam Syafi’i di dalam
Singapura dengan seorang peranakan Tamil-Melayu kitab al-Risalah, yaitu Al-Qur’an, Sunnah, kesepakatan
dari keluarga pedagang dan pemegang agama. Orang (ijma’) dan analogi (qiyas). Meskipun begitu, seperti
tersebut bernama Maryam dan dialah satu-satunya kelompok pembaharu lainnya, Ahmad Hassan secara
istri serta mempunya tujuh orang anak. Semua berulang-ulang menegaskan bahwa sumber asli
anaknya dididik sendiri dalam sekolahan Persatuan hukum Islam hanya Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam hal
Islam. Mereka adalah, Abdul Qadir, Jamilah, Abdul kasus yang tidak ditemukan secara eksplisit
Hakim, Zulaiha, Ahmad, M. Sa’id dan Manshur (A. ketentuannya dalam Al-Qur’an dan Sunnah, Ahmad
Mughni,1980). Hassan mengadopsi penggunaan metode ijma’ dan
qiyas. Penggunaan kedua metode ini bagi Ahmad

78 |Copyright © 2020 ijtihad


Hassan tetap tidak bisa independen, tetapi harus tetap bahwa Sunnah identik dengan hadis dan dapat
berdasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah dibedakan ke dalam bebeara kategori, perkataan Nabi
(Minhaji,2015). (qauliyah), tindakan Nabi (fi’liyah), dan persetujuan
Menurut Ahmad Hassan, Al-Qur’an kadang- Nabi terhadap perkataan dan tindakan para sahabat
kadang disebut Al-Kitab. Secara literal berarti “bacaan” (taqririyah).
dan secara teknis dipahami sebagai nama sebuah kitab Ahmad Hassan mengklasifikasikan hadis Nabi
suci umat Islam yang diwahyukan oleh Allah kepada berdasarkan derajat keshahihannya. Klasifikasi-
utusannya Rasulullah Muhammad. Kitab suci ini klasifikasi tersebut di antaranya adalah, hadis
merupakan tanda-tanda tertulis (ayat qur’aniyah), mutawātir, hadis ahād; terbagi kepada tiga jenis, yaitu
bersama tanda-tanda tidak tertulis (ayat qauniyah), hadis masyhur, ‘azīz, dan gharīb, hadis shahīh, hadis
misalnya alam semesta, merupakan petunjuk tuhan hasan, dan hadis dha’if. Ahmad Hassan juga meyakini
bagi umat manusia. Meskipun diwahyukan kepada bahwa hadis merupakan sumber hukum Islam setelah
Nabi Muhammad, Al-Qur’an telah ditulis oleh Al-Qur’an. Dengan demikian, hadis tidak boleh
sekretarisnya, dan yang paling terkenal adalah Zaid bertentangan dengan Al-Qur’an.
bin Tsabit. Catatan-catatan itu dengan dipandu oleh Di antara fungsi penting hadis menurut Ahmad
hafalan-hafalan para penghafal Al-Qur’an, kemudian Hassan adalah sebagai perangkat untuk menjelaskan
secara berkelanjutan dipelihara dan diwariskan dari lebih detail tentang hal-hal yang telah disebutkan
satu generasi ke generasi selanjutnya. dalam Al-Qur’an. Kemudian menurut Ahmad Hassan,
Ahmad Hassan ingin menolak berbagai tuduhan sebuah hadis dapat dijadikan sebagai dasar hukum
yang mengatakan bahwa Al-Qur’an merupakan buatan Islam sepanjang memenuhi syarat berikut ini: (1)
Muhammad. Ahmad Hassan menegaskan bahwa Nabi Hadis tersebut adalah hadis shahih, (2) hadis tersebut
Muhammad merupakan seorang yang ummi (tidak tidak bertentangan dengan hadis lainnya, (3) hadis
memiliki kemampuan menulis dan membaca. Ahmad tersebut tidak bertentangan dengan hadis yang
Hassan juga menegaskan bahwa tidak ada seorang pun derajad keshahihannya lebih tinggi atau dengan Al-
yang mampu menjawab tantangan kepada semua Qur’an. Untuk memperkuat posisi hadis sebagai
manusia, sebagaimana yang terekspresikan dalam sumber hukum Islam, Ahmad Hassan menekankan
teks Al-Qur’an untuk membuat satu ayat saja yang bahwa Nabi Muhammad merupakan seorang Rasul
sama dengan ayat-ayat dalam Al-Qur’an. Untuk yang diutus oleh Allah untuk membimbing umat
membuktikan otentisitas dan kesucian Al-Qur’an, manusia dalam kehidupan material dan spritual.
Ahmad Hassan menunjukkan keistimewaan- Sementara itu, ijma’ menurut Ahmad Hassan
keistimewaan Al-Qur’an, keindahan gaya bahasanya, adalah persetujuan ulama dalam suatu hal (Ahmad
kemampuannya mempridiksikan masa depan, Hassan,2007). Ijma’ adalah suatu prinsip untuk
misalnya kemenangan Nabi Muhammad terhadap menjamin kebenaran kandungan hukum yang baru
penduduk Mekkah, dan kesesuaiannya dengan akal muncul sebagai hasil penggunaan qiyas dan ijtihād. Ia
sehat dan sains kontemporer. juga membagi ijma’ kepada dua macam, yaitu ijma’
Menyadari posisi penting Al-Qur’an, Ahmad dari sahabat Rasulullah dan ijma’ dari ulama Islam.
Hassan menulis sebuah karya terjemahan dengan Ijma’ dari sahabat Rasulullah, baik dalam masalah
komentar-komentar tekstual, yaitu Al-Furqān fī Tafsīr keagamaan atau keduniaan, Ahmad Hassan menerima
Al-Qur’an. Meskipun begitu, dalam bagian dengan kepercayaan bahwa persetujuan mereka itu
pendahuluan karyanya tersebut, Ahmad Hassan ada sandarannya dari Nabi Muhammad SAW. Ijma’
mengingatkan para pembacanya tentang sulitnya sahabat menurut Ahmad Hassan adalah suatu
menemukan kata yang tepat bagi redaksi-redaksi pekerjaan agama atau i’tiqād yang dilakukan atau
dalam Al-Qur’an. Ia juga mengingatkan bahwa karya dikatakan oleh beberapa orang yang terkenal diantara
tafsirnya itu bisa saja tidak mampu mengekspresikan sahabat-sahabat Nabi dengan tidak menunjukkan
makna yang tepat bahkan untuk satu ayat saja dalam keterangannya, dan tidak dibantah oleh sahabat-
Al-Qur’an. sahabat yang lain, dan dengan demikian itu pula tidak
Menurut Ahmad Hassan, asal arti dari hadis berlawanan dengan Al-Qur’an atau Hadis shahih
adalah omongan, perkataan, ucapan dan yang serupa (Ahmad Hassan, 2005).
dengannya (Ahmad Hassan, 2011). Sementara itu, Ijma’ dari ulama Islam, Ahmad Hassan
yang dikatakan dengan Sunnah menurut Ahmad membaginya kepada dua macam, yaitu ijma’ ulama
Hassan terdiri dari tiga perkara yang diriwayatkan yang berdasarkan kepaa Al-Qur’an dan Hadis shahih
kepada manusia, yaitu sabdanya, perbuatannya, dan ijma’ ulama yang berdasarkan atas pertimbangan,
perbuatan atau perkataan orang lain yang pendapat atau pemahaman. Ijma’ ulama yang
dibiarkannya. Dengan demikian Ahmad Hassan didasarkan atas Al-Qur’an dan Hadis shahih, Ahmad
mengikuti pandangan tradisional yang menyatakan Hassan mengatakan tidak perlu dipermasalahkan

79
Ijtihad, Volume 36, No. 1 Tahun 2020

karena sudah menjadi kewajiban untuk menerimanya. empat yang diperlukan dalam menggunakan metode
Akan tetapi, mengenai ijma’ ulama yang didasarkan qiyas tersebut, yaitu kasus pokok (ashal) yang
pada pertimbangan, pendapat atau pemahaman, terdapat dalam nash, kasus cabang (far’) yang
Ahmad Hassan mengatakan ijma’ seperti itu belum membutuhkan keputusan hukum, persamaan
tentu benar, dengan demikian ia mengatakan tidak ada substansi antara kedua kasus tersebut (‘illah), dan
kewajiban untuk menerimanya terutama ketentuan hukum yang terdapat dalam kasus pokok
permasalahan yang di ijma’kan itu adalah masalah dan akan dikenakan pada kasus baru. Rukun-rukun
tentang ibadat. Dengan demikian, Ahmad Hassan tersebut disertai oleh kondisi-kondisi tertentu.
hanya menerima ijma’ sahabat dan ijma’ ulama yang Dengan demikian, menurut Ahmad Hassan sumber
didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadis shahih. hukum utama dalam hukum Islam adalah Al-Qur’an,
Sedangkan qiyas, secara bahasa menurut Ahmad Sunnah dan ijma’ sahabat Nabi. Sementara itu ijma’
Hassan artinya adalah “mengukur, pengukuran, para ulama (pemimpin) dan qiyas tidak lebih dari
perbandingan dan keputusan.” Secara istilah sekedar cara untuk merumuskan ketentuan-
menurutnya adalah suatu perkara atau benda atau ketentuan hukum yang tidak dijelaskan dalam sumber
perbuatan yang tidak dinyatakan oleh agama tentang hukum Islam yang utama.
hukumnya, tetapi ada persamaa sifat dan sebabnya Selanjutnya, untuk memahami Al-Qur’an dan
dengan yang sudah diterangkan oleh agama. Definisi Hadis-hadis Nabi, Ahmad Hassan mengatakan bahwa
ini merupakan definisi yang umum digunakan dalam harus mengerti bahasa yang terpakai pada keduanya,
acuan fikih. Dengan demikian, dalam pendangan yaitu bahasa Arab. Alat-alat pokok untuk mengerti
Ahmad Hassan, qiyas khusus berkaitan dengan bahasa tersebut adalah ‘Ilmu Nahwu dan ‘Ilmu Sharaf.
persoalan-persoalan dan kejadian-kejadian yang tidak Selain itu, untuk memahami kebahasaan yang
dapat ditemukan secara langsung ketentuan terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadis-hadis Nabi,
hukumnya dalam Al-Qur’an dan Sunnah. menurut Ahmad Hassan perlu dipahami kalimat-
Selanjunya, Ahmad Hassan membagi qiyas kalimat sebagai berikut:
kepada dua macam. Pertama, qiyas terhadap aturan a. Musytarak, yaitu satu perkataan yang dari
yang telah disebutkan ketentuannya dalam nash. ashalnya sudah mempunyai arti lebih dari satu dan
Misalnya, ketentuan sanksi bagi laki-laki atau sama banyak terpakainya.
perempuan yang menuduh seorang perempuan b. Mutarādif, yaitu beberapa perkataan yang
melakukan perzinaan tanpa menghadirkan empat artinya atau maknanya bersamaan.
orang saksi. Berdasarkan ayat al-Quran, sanksi bagi c. ‘Ām, yaitu satu perkataan yang artinya
laki-laki atau perempuan tersebut adalah delapan tertuju kepada semua yang ada dalam satu jenis
puluh kali cambukan. Menurut Ahmad Hassan, tanpa terkecuali.
meskipun yang dituduh adalah laki-laki, bukan d. Muthlaq, yaitu satu lafaz yang kalau
perempuan sebagaimana disebutkan secara eksplisit diucapkan terkena kepada semua yang ada dalam
dalam nash, hukuman yang sama harus diberikan jenis itu, tetapi yang ditujukan hanya kepada satu
kepada pihak yang menuduh. atau sebagian saja.
Kedua, qiyas pada benda yang ditetapkan oleh e. Mujmal, yaitu satu susunan yang
hukum. Ahmad Hassan memberikan contoh qiyas ini mempunyai lebih dari satu makna yang sama banyak
antara gandum dan beras. Dalam hukum Islam, umat terpakainya.
Islam diwajibkan mengeluarkan zakat gandum. Oleh f. Zhāhir, yaitu satu lafaz yang mempunyai dua
karena di Indonesia tidak ditanam gandum sebagai arti atau lebih, tetapi ia lebih berat kepada salah satu
makanan pokok, sedang fakir miskin tetap artinya.
memerlukan pertolongan, maka sebagai umat Islam
harus mengeluarkan zakat beras. Menyamakan Metode Ijtihad Ahmad Hassan tentang Hukum
gandum dengan beras, kata Ahmad Hassan adalah Keluarga
dinamakan qiyas (Syafiq Mughni, 1980). Metode ijtihad adalah cara seorang mujtahid
untuk menggali, menemukan dan merumuskan
Meskipun demikian, Ahmad Hassan
hukum yang terkandung dalam nash. Sedangkan
mengingatkan bahwa qiyas hanya bisa diterapkan
istilah “hukum keluarga” masing-masing terdiri dari
dalam urusan-urusan dunia (muamalah), tidak dalam
kata “hukum” dan “keluarga” atau “kekeluargaan”
uusan ibadah yang telah disebutkan secara jelas dalam
Al-Qur’an dan Sunnah. Karena setiap ibadah selain (Amin Summa, 2004). Hukum dalam konteks ini
yang telah ditentukan Allah dan Rasulnya, kata Ahmad adalah ketentuan Allah yang berhubungan dengan
perbuatan seorang mukallaf, apakah ia berbentuk
Hassan itu adalah bid’ah.
tuntutan (iqtidha’), dan kebebasan memilih untuk
Selanjutnya mengenai rukun dan syarat dalam
bertindak (takhyir), maupun dalam bentuk qadha
pelaksanaan qiyas, Ahmad Hassan mengatakan ada

80 |Copyright © 2020 ijtihad


(ketetapan/taqrir) (Mardani,2016). Sedangkan kata yang tidak se-kufu dengannya, maka walinya boleh
“keluarga” dalam sejumlah kamus bahasa Indonesia menentangnya dan meminta kepada qadhi untuk
diartikan dengan sanak saudara, dan kaum kirabat. membatalkan akad nikahnya. Kemudian apabila
Juga digunakan untuk pengertian, seisi rumah, anak wanita tersebut nikah dengan laki-laki dengan mahar
istri, ibu bapak dan anak-anaknya. Arti lain dari kurang dari mahar mitsil, qadhi boleh meminta
keluarga adalah satuan kekerabatan yang sangat membatalkan akadnya bila mahar mitsil tersebut tidak
mendasar dalam masyarakat dipenuhi oleh suaminya (Jawad Mughniyyah, 2001).
(Powerdamarminta,1985). Perbedaan pendapat di antara para ahli hukum
Hukum keluarga secara garis besar dapat Islam ini sebenarnya disebabkan karena tidak
dimaknai hukum yang mengatur tentang pertalian ditemukannya ayat Al-Qur’an yang menjelasakan
kekeluargaan. Pertalian kekeluargaan ini dapat terjadi bahwa wali itu termasuk syarat atau rukun dalam
karena pertalian darah, ataupun terjadi karena adanya suatu pernikahan, terlebih lagi yang menegaskan hal
sebauah perkawinan. Hubungan keluarga ini sangat demikian. Namun ayat-ayat dan hadis-hadis yang
penting sebab terkait dengan hubungan orang tua dan biasa dipakai sebagai alasan oleh fuqaha yang
anak, hukum waris, perwalian serta pengampunan. mensyaratkan wali, hanya memuat kemungkinan,
Hukum keluarga diartikan sebagai keseluruhan sehingga bermunculan pendapat yang berbeda dari
peraturan yang mengatur tentang hubungan masing-masing para pakar hukum Islam tersebut.
kekeluargaan (Setiawan, 2014). Ahmad Hassan adalah salah satu ulama yang
Berdasarkan definisi tentang hukum keluarga mengatakan bahwa tidak perlunya wali dalam suatu
yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa pernikahan. Dalam bukunya yang berjudul Soal Jawab
hukum keluarga adalah hukum (ketentuan Allah) yang Tentang Berbagai Masalah Agama, Ahmad Hassan
mengatur tentang hubungan kekeluargaan, baik telah mengungkapkan panjang lebar tentang bolehnya
kekeluargaan yang terjadi karena hubungan darah wanita gadis menikah tanpa wali. Sebelumnya sampai
maupun kekeluargaan yang terjadi karena adanya pada kesimpulan dan pendapatnya, Ahmad Hassan,
sebuah pernikahan, yang meliputi tentang pernikahan, mengawali uraiannya dengan menampilkan alasan
keturunan (nasab), nafkah, pemeliharaan anak, golongan yang menganggap tidak sah menikah tanpa
perwalian dan kewarisan. Maka dengan demikian, wali.
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah usaha Setelah itu Ahmad Hassan juga menerangkan
sungguh-sungguh yang dilakukan Ahmad Hassan alasan-alasan golongan yang menganggap perlunya
untuk menentukan suatu hukum dalam masalah wali dalam pernikahan bagi perempuan yang masih
keluarga. perawan saja. Kemudian Ahmad Hassan menerangkan
Dalam tulisan ini, yang menjadi fokus kajian juga alasan golongan lain yang menganggap bahwa
penulis adalah tentang pernikahan yang meliputi perlunya wali dalam pernikahan, akan tetapi tidak
perwalian atau kedudukan wali dalam sebuah sebagai syarat sahnya suatu pernikahan, sehingga
pernikahan, memadu seorang wanita dengan bibinya, menurut golongan ini masih sah pernikahan walaupun
hukum menikahi wanita non muslim, menjatuhkan tanpa adanya wali. Setelah itu barulah Ahmad Hassan
talak tiga sekaligus dan menjatuhkan talak dalam mengemukakan pandangannya atau bantahannya atas
keadaan marah. pendapat golongan-golongan tersebut, lalu kemudian
Kedudukan Wali dalam Pernikahan mengambil keputusan dimana-mana tempat yang
Jumhur Ulama berpendapat bahwa wanita itu perlu. Sebagaimana berikut;
tidak boleh melaksanakan akad pernikahan untuk Pertama, golongan yang berpendapat bahwa
dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Tetapi harus tidak sah nikah tanpa wali. Golongan ini beralasan
dinikahkan oleh walinya atau dengan menghadirkan dengan beberapa hadis Nabi, sebagian di antaranya
seorang wali yang mewakilinya. Jika ada seorang adalah:
wanita yang melaksanakan akad nikah (tanpa wali), :‫ وﺣﺪﺛﻨﺎ أﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺻﺎﻟﺢ‬.‫ ﻋﻦ ﯾﻮﻧﺲ‬,‫ ﺣﺪﺛﻨﺎ اﺑﻦ وھﺐ‬:‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﯾﺤﯿﻰ ﺑﻦ ﺳﻠﯿﻤﺎن‬
maka akad nikahnya batal. Demikian yang dikatakan ‫ أﺧﺒﺮﻧﻲ ﻋﺮوة ﺑﻦ اﻟﺰﺑﯿﺮ أن‬:‫ ﻋﻦ اﺑﻦ ﺷﮭﺎب ﻗﺎل‬,‫ ﺣﺪﺛﻨﺎ ﯾﻮﻧﺲ‬:‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﻨﺒﺴﺔ‬
oleh mayoritas ahli fikih (Hassan Ayub,2001). Namun ‫ ان اﻟﻨﻜﺎح ﻓﻲ اﻟﺠﺎھﻠﯿﺔ ﻋﻠﻰ‬:‫ﻋﺎﺋﺸﺔ زوج اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ أﺧﺒﺮﺗﮫ‬
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa seorang ‫ ﻓﻨﻜﺎح ﻣﻨﮭﺎ ﻧﻜﺎح اﻟﻨﺎس اﻟﯿﻮم ﯾﺨﻄﺐ اﻟﺮﺟﻞ اﻟﻰ اﻟﺮﺟﻞ وﻟﯿﺘﮫ‬:‫أرﺑﻌﺔ أﻧﺤﺎء‬
wanita boleh memilih sendiri suaminya dan boleh pula ‫ ﻓﻠﻤﺎ ﺑﻌﺚ ﻣﺤﻤﺪ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ‬..... ‫ وﻧﻜﺎح أﺧﺮ‬.‫أواﺑﻨﺘﮫ ﻓﯿﺼﺪﻓﮭﺎ ﺛﻢ ﯾﻨﻜﺤﮭﺎ‬
melakukan aqad nikah sendiri, baik ia perawan (gadis) (‫ )رواه اﻟﺒﺨﺎري‬.‫وﺳﻠﻢ ﺑﺎﻟﺤﻖ ھﺪم ﻧﻜﺎح اﻟﺠﺎھﻠﯿﺔ ﻛﻠﮫ اﻻ ﻧﻜﺎح اﻟﻨﺎس اﻟﯿﻮم‬
ataupun janda. Tidak seorangpun yang mempunyai Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin
wewenang atas dirinya atau menentang pilihannya, Sulaiman: telah menceritakan kepada kami
dengan syarat orang yang dipilihnya itu se-kufu Ibnu Wahab, dari Yunus, dan telah
(sepadan) dengannya dan maharnya tidak kurang dari menceritakan kepada kami Ahmad bin
mahar mitsil. Tetapi bila dia memilih seorang laki-laki Shaleh: telah menceritakan kepaa kami

81
Ijtihad, Volume 36, No. 1 Tahun 2020

‘Anbasah: telah menceritakan kepada kami Ahmad Hassan menjelaskan bahwa keterangan
Yunus, dari Ibnu Syihab ia berkata: telah yang menerangkan cara nikah Jahiliyah yang diterima
menceritakan kepadaku Urwah bin Zubeir oleh Islam, hanya satu saja, yaitu laki-laki yang
bahwasanya Aisyah istri Nabi SAW meminang anak perempuan kepada bapaknya atau
memberitakan kepadanya: Bahwasanya walinya. Ahmad Hassan mengaku cara nikah seperti
nikah di zaman Jahiliyah ada empat macam, itu betul ada dalam Islam, akan tetapi tidak berarti
satu diantaranya adalah nikah orang-orang bahwa cara nikah dalam Islam semacam itu saja.
sekarang, yaitu laki-laki dating kepada laki- Karena ada keterangan lain yang menunjukkan bahwa
laki meminang perempuan yang di dalam pernikahan-pernikahan itu tidak dengan pinangan
kekuasaannya atau anaknya, lalu ia laki-laki, dan tidak juga pakai wali.
tentukan maskawinnya, kemudian ia Pada keterangan yang menjelaskan bahwa “tidak
menikahkannya. Dan ada pula nikah yang sah nikah melainkan dengan wali”. Pernyataan ini,
lain …… tetapi setelah Nabi Muhammad SAW golongan pertama mengertikan “tidak sah nikah
diutus menjadi rasul dengan membawa melainkan dengan wali”. Ahmad Hassan menjelaskan
kebenaran, ia hapuskan segala macam nikah bahwa semestinya sebelum menetapkan arti dari
Jahiliyah, kecuali nikah yang orang-orang hadis tersebut, hendaknya dibicarakan dulu tentang
kerjakan sekarang.” (Bukhari, 2007) riwayatnya. Ahmad Hassan mengatakan bahwa
keterangan ini telah dilemahkan oleh Ibnu Hiban
,‫ ﻋﻦ أﺑﻲ ﺑﺮدة‬,‫ ﻋﻦ أﺑﻲ اﺳﺤﺎق‬,‫ﺣﺪﺛﻨﺎ زﯾﺪ ﺑﻦ ﺣﺒﺎب ﻋﻦ ﯾﻮﻧﺲ ﺑﻦ أﺑﻲ اﺳﺤﺎق‬ dengan alasan bahwa yang meriwayatkan hadis
‫ )رواه‬.‫ ﻻ ﻧﻜﺎح اﻻ ﺑﻮﻟﻲ‬:‫ ﻗﺎل اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ‬:‫ﻋﻦ أﺑﻲ ﻣﻮﺳﻰ ﻗﺎل‬ tersebut tidak jumpa sendiri dengan Nabi, tetapi
(‫اﻟﺘﺮﻣﯿﺬي‬ dengan perantaraan seorang sahabat yang tidak
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Zaid bin disebut namanya. Pendeknya kata Ahmad Hassan,
Hubab dari Yunus bin Abi Ishaq, dari Abi semua riwayat yang menerangkan “tidak sah nikah
Ishaq dari Abi Bardah dari Abi Musa ia melainkan dengan wali” itu tidak sunyi dari celaan
berkata: Nabi pernah bersabda: tidak ……… tentang riwayatnya.
nikah kecuali dengan wali.” (Turmudzi, Pada keterangan yang yang menjelaskan bahwa
2009) suatu pernikahan batal tanpa wali sebagaimana hadis
di atas, Ahmad Hassan mengatakan hadis tersebut
‫ ﻋﻦ ﺳﻠﯿﻤﺎن ﺑﻦ‬,‫ ﺣﺪﺛﻨﺎ اﺑﻦ ﺟﺮﯾﺞ‬.‫ ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻣﻌﺎذ‬.‫ﺣﺪﺛﻨﺎ اﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﺑﻦ اﺑﻲ ﺷﯿﺒﺔ‬ dianggap lemah oleh sebagain para ahli hadis, lantaran
‫ ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ﺳﻠﻰ ﷲ‬:‫ ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﻗﺎﻟﺖ‬,‫ ﻋﻦ ﻋﺮوة‬,‫ ﻋﻦ اﻟﺰھﺮي‬,‫ﻣﻮﺳﻰ‬ seorang yang bernama Zuhri yang dikatakan dialah
‫ أﯾﻤﺎاﻣﺮأة ﻧﻜﺤﺖ ﺑﻐﯿﺮ اذن وﻟﯿﮭﺎ ﻓﻨﻜﺤﮭﺎ ﺑﺎطﻞ ﻓﻨﻜﺎﺣﮭﺎ ﺑﺎطﻞ‬:‫ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ‬ yang meriwayatkan hadis tersebut, pada waktu orang
(‫)رواه اﺑﻦ ﻣﺎﺟﺔ‬.‫ﻓﻨﻜﺎﺣﮭﺎ ﺑﺎطﻞ ﻓﺎن اﺷﺘﺠﺮوا ﻓﺎﻟﺴﻠﻄﺎن وﻟﻲ ﻣﻦ ﻻ وﻟﻲ ﻟﮫ‬ bertanya kepadanya, dia mejawab “saya tidak
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar meriwayatkan hadis tersebut.
bin Abi Syaibah. Telah menceritakan Pada keterangan yang menjelaskan bahwa
kepada kami Mu’az. Telah menceritakan seorang perempuan tidak boleh mengawinkan
kepada kami Ibnu Juraij, dari Sulaiman bin perempuan dan tidak boleh mengawinkan dirinya,
Musa, dari Zuhri dari Urwah dari Aisyah ia Ahmad Hassan mengatakan tidak sah datangnya dari
berkata: Rasulullah SAW pernah bersabda: Nabi. Yakni bukan Nabi yang berkata demikian, tetapi
Siapa-siapa perempuan yang menikah yang mengatakan hal yang demikian adalah Abu
dengan tanpa izin walinya, maka nikahnya Hurairah sendiri. Ahmad Hassan menegaskan, dalam
itu batal, batai, batal. Jika wali itu masalah yang penting-penting, perkataan seorang
berbantah, maka Sulthanlah yang menjadi sahabat itu tidak boleh dijadikan alasan, teristimewa
wali bagi perempuan yang tidak ada masalah tentang menghilangkan hak kemerdekaan
walinya.” (Ibnu Majah, 2008) seseorang untuk mengurus dirinya sendiri.
‫ ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ‬:‫ ﻋﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺳﯿﺮﯾﻦ ﻋﻦ اﺑﻲ ھﺮﯾﺮة‬,‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ھﺸﺎم ﺑﻦ ﺣﺴﺎن‬ Kedua, golongan yang berpendapat bahwa sah
‫ ﻻ ﺗﺰوج اﻟﻤﺮأة اﻟﻤﺮأة وﻻ ﺗﺰوج اﻟﻤﺮأة ﻧﻔﺴﮭﺎ ﻓﺎن اﻟﺰاﻧﯿﺔ‬:‫ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ‬ suatu pernikahan walaupun tanpa adanya wali.
(‫)رواه اﺑﻦ ﻣﺎﺟﮫ‬.‫ھﻲ اﻟﺘﻲ ﺗﺰوج ﻧﻔﺴﮭﺎ‬ Golongan ini beralasan pada Al-Qur’an dan beberapa
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin hadis Nabi SAW.
Hassan dari Muhammad bin Sirina dari Abi “Apabia ia mentalaknya, maka tidak halal baginya
Hurairah ia berkata: Rasulullah SAW melainkan ia menikah dengan laki-laki yang lain. (Al-
bersabda: tidak boleh perempuan Baqarah, ayat 230)
menikahkan perempuan, dan tidak boleh ia
menikahkan dirinya, karena yang “Kalau kamu mentalak perempuan lantas sampai
menikahkan dirinya sendiri itu adalah iddahnya, maka janganlah kamu mencegah mereka
perempuan zina.” (Ibnu Majah,2008) menikah dengan laki-laki, apabila mereka sudah suka

82 |Copyright © 2020 ijtihad


sama suka dengan cara yang sopan. (Al-Baqarah, ayat kemauannya sendiri. Maka anak perempuan
232) itu berkata: aku benarkan apa yang telah
,‫ أﺧﺒﺮﻧﺎ ﻣﻌﻤﺮ ﻋﻦ ﺻﺎﻟﺢ ﺑﻦ ﻛﯿﺴﺎن‬:‫ ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪ اﻟﺮزاق‬:‫ﺣﺪﺛﻨﺎ اﻟﺤﺴﻦ ﺑﻦ ﻋﻠﻲ‬ dilakukan oleh bapakku, tetapi aku ingin
‫ ﻋﻦ أﺑﻲ ﻋﺒﺎس ان رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ‬,‫ﻋﻦ ﻧﺎﻓﻊ ﺑﻦ ﺟﺒﯿﺮ ﺑﻦ ﻣﻄﻌﻢ‬ memberitahukan kepada perempuan-
(‫)رواه أﺑﻮ داود‬.‫ ﻟﯿﺲ ﻟﻠﻮﻟﻲ ﻣﻊ اﻟﺜﯿﺐ أﻣﺮ‬:‫وﺳﻠﻢ ﻗﺎل‬ perempuan, bahwa bapak-bapak itu tidak
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Hasan bin mempunyai kekuasaan.” (Ibnu Majah,2008)
Ali: telah menceritakan kepada kami Abdul ‫ ﻋﻦ أم‬,‫ ﻋﻦ ﻋﺮوة ﺑﻦ اﻟﺰﺑﯿﺮ‬,‫ ﻋﻦ اﻟﺰھﺮي‬,‫ ﻋﻦ ﻣﻌﻤﺮ‬,‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪ اﻟﺮزاق‬
Razaq: telah memberitakan kepada kami ‫ﺣﺒﯿﺒﺔ اﻧﮭﺎ ﻛﺎﻧﺖ ﺗﺤﺖ ﻋﺒﯿﺪ ﷲ ﺑﻦ ﺟﺤﺶ ﻓﻤﺎت ﺑﺄرض اﻟﺤﺒﺸﺔ ﻓﺰوﺟﮭﺎ‬
Ma’amr dari Shalih bin Kaisan dari Nafi’ bin (‫ )رواه أﺑﻮ داود‬.‫اﻟﻨﺠﺎﺷﻲ رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ وھﻲ ﻋﻨﺪھﻢ‬
Jubeir bin Muth’am dari Ibnu Abbas bahwa Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abdl Razaq
Rasulullah SAW bersabda: Wali tidak dari Ma’mar dari Urwah bin Zubeir dari
mempunyai kekuasaan atas perempuan Ummi Habibah, bahwasanya ia pernah jadi
janda.” (Abu Daud,2003) istri Ubaidillah bin Jahsyi, kemudian
Maksudnya, bahwa wali tidak perlu campur meninggal di negeri Habasyah, lalu raja
tangan di dalam urusan pernikahan perempuan janda Habasyah menikahkannya kepada
yang di dalam tanggungannya. Rasulullah dan dia di sisi mereka.” (Abu
‫ ﻋﻦ ﻋﺒﺪ ﷲ ﺑﻦ‬,‫ ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻣﺎﻟﻚ‬:‫ﺣﺪﺛﻨﺎ اﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﯾﻮﻧﺲ وﻋﺒﺪ ﷲ ﺑﻦ ﻣﺴﻠﻤﺔ ﻗﺎﻻ‬ Daud, 2003)
‫ ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ‬:‫ ﻋﻦ ﻧﺎﻓﻊ ﺑﻦ ﺟﺒﯿﺮﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎس ﻗﺎل‬,‫اﻟﻔﻀﻞ‬ Pada keterangan ayat Al-Qur’an surat al-Baqarah
‫ اﻷﯾﻢ اﺣﻖ ﺑﻨﻔﺴﮭﺎ ﻣﻦ وﻟﯿﮭﺎ واﻟﺒﻜﺮ ﺗﺴﺘﺄذن ﻓﻲ ﻧﻔﺴﮭﺎ واذﻧﮭﺎ‬:‫وﺳﻠﻢ‬ ayat 230 tersebut “sesudah ia kawin”, menurut Ahmad
(‫)رواه اﺑﻮ داود‬.‫ﺻﻤﺎﺗﮭﺎ‬ Hassan, itu berarti menikah sendiri. Kalau sekiranya
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin seorang perempuan tidak boleh menikahkan dirinya
Yunus dan Abdullah bin Maslamah mereke sendiri, tentulah ayat Al-Qur’an menyebutnya dengan
berdua berkata: telah menceritakan kepada “sesudah ia dinikahkan”. Lantaran Al-Qur’an tidak
kami Malik, dari Abdullah bin Fadhil dari menyebut demikian, sedang pada asalnya setiap orang
Nafi’ bin Jubeir dari Inu Abbas ia berkata: lebih berhak mengurus dirinya, maka bertambah
bahwa Rasulullah SAW bersabda: kuatlah pendapat yang mengatakan bahwa setiap
perempuan janda lebih berhak dengan perempuan boleh menikahkan dirinya sendiri.
dirinya dari pada walinya, dan anak yang Pada keterangan Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat
masih gadis dimintai izinnya, dan izinnya itu 232 yang melarang wali atau pengurus perempuan
adalah diamnya. (Abu Daud,2003) mencegah meraka menikah kepada laki-laki yang
:‫ ﻋﻦ اﺑﻲ ھﺮﯾﺮة ﻗﺎل‬,‫ ﻋﻦ اﺑﻲ ﺳﻠﻤﺔ‬,‫ﺣﺪﺛﻨﺎ اﻻوزاﻋﻲ ﻋﻦ ﯾﺤﯿﻰ ﺑﻦ اﺑﻲ ﻛﺜﯿﺮ‬ sudah suka sam suka dengan cara yang sopan.
‫ ﻻ ﺗﻨﻜﺢ اﻻﯾﻢ ﺣﺘﻰ ﺗﺴﺘﺄﻣﺮ وﻻ ﺗﻨﻜﺢ اﻟﺒﻜﺮ‬:‫ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ‬ Perkataan “mereka menikah” menurut Ahmad Hassan
(‫)رواه اﻟﺘﺮﻣﯿﺬي‬.‫ﺣﺘﻰ ﺗﺴﺘﺄذن‬ sudah jelas menunjukkan menikah sendiri. Kalau
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami al-Auza’I sekiranya tidak sah nikah tanpa wali, tentulah Al-
dari Yahya bin Abi Katsir dari Abi Salamah Qur’an menggunakan perkataan “mereka dinikahkan.”
dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah Pada keterangan yang menjelaskan wali tidak
SAW bersabda: Tidak boleh menikahkan mempunyai kekuasaan atas perempuan datangnya
perempuan janda kecuali telah diajak berhubung dengan urusan nikah. Keterangan ini
bermusyawarah, dan tidak boleh menurut Ahmad Hassan dengan nyata menolak
menikahkan seorang gadis kecuali sesudah kekuasaan wali atas pernikahan seorang perempuan
dimintai izinnya. (Turmudzi,2009) yang sudah janda. Kalau wali tidak berkuasa atas
‫ ﺟﺎءت ﻓﺘﺎة‬:‫ ﻋﻦ اﺑﯿﮫ ﻗﺎل‬,‫ ﺑﺮﯾﺪة‬,‫ﺣﺪﺛﻨﺎ وﻛﯿﻊ ﻋﻦ ﻛﮭﻤﺲ ﺑﻦ اﻟﺤﺴﻦ ﻋﻦ اﺑﻦ‬ urusan pernikahan seorang janda, maka tentulah yang
‫ ان أﺑﻲ زوﺟﻨﻲ اﺑﻦ أﺧﯿﮫ ﻟﯿﺮﻓﻊ ﺑﻲ‬:‫اﻟﻰ رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻓﻘﺎﻟﺖ‬ berkuasa janda itu sendiri.
‫ ﻗﺪ أﺟﺰت‬:‫ﺧﺴﯿﺴﺘﮫ ﻓﺠﻌﻞ رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ اﻻﻣﺮ اﻟﯿﮭﺎ ﻓﻘﺎﻟﺖ‬ Pada keterangan yang menyebutkan bahwa
‫ﻣﺎ ﺻﻨﻊ أﺑﻲ وﻟﻜﻦ اردت ان اﻋﻠﻢ اﻟﻨﺴﺎء ان ﻟﯿﺲ اﻟﻰ اﻷﺑﺎء ﻣﻦ اﻻﻣﺮ‬ “seorang perempuan yang sudah janda lebih berhak
(‫)رواه اﺑﻦ ﻣﺎﺟﮫ‬.‫ﺷﻲء‬ terhadap dirinya dari pada walinya.” Hadis ini
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Waki’ dari datangnya berhubungan dengan urusan pernikahan.
Kahmas bin Hasan dari Ibnu Buraidah dari Sehingga artinya adalah “seorang perempuan yang
ayahmya berkata: telah datang seorang sudah janda lebih berhak menikahkan dirinya dari
perempuan kepada Rasulullah, lalu berkata: pada walinya.” Dari hadis ini, menurut Ahmad Hassan
sesungguhnya bapakku telah dapat dipahami bahwa seorang bapak atau wali ada
menikahkannku kepada anak saudaranya, hak untuk menikahkan seorang perempuan yang
supaya terhapus kehinaannya dengan sebab sudah janda dengan izinnya terlebih dahulu, akan
menikahkanku, maka Rasulullah tetapi tetap perempuan janda tersebut lebih berhak
menyerahkan urusan itu kepada terhadap dirinya sendiri.

83
Ijtihad, Volume 36, No. 1 Tahun 2020

Pada keterangan yang menunjukkan bahwa mereka menikah kepada laki-laki tersebut.
seorang janda tidak boleh dinikahkan sebelum ia perkataan itu dengan jelas menunjukkan
diajak bermusyawarah, dan perempuan yang masih perempuan itu boleh menukahkan dirinya
perawan tidak boleh dinikahkan sebelum diminta sendiri dengan laki-laki yang ia cintai.
izinnya. Menurut Ahmad Hassan, hadis ini 3. Berlawan dengan keterangan yang menjelaskan
menunjukkan bahwa seorang bapak atau wali boleh bahwa wali tak berkuasa apa-apa tentang
menikahkan seorang perempuan, tetapi hal ini tidak pernikahan seorang perempuan janda yang di
memberi arti bahwa seorang perempuan tidak boleh dalam tanggungannya.
menikahkan dirinya sendiri, justru sahnya sebuah 4. Berlawanan dengan keterangan yang
pernikahan terhenti atas keridhaan seorang menjelaskan bahwa seorang janda lebih berkuasa
perempuan yang akan dinikahkan. Dengan mengurus dirinya dalam masalah pernikahan
keterangan-keterangan tersebut, menurut Ahmad dari pada walinya.
Hassan seorang bapak boleh menikahkan anaknya, 5. Berlawanan dengan keterangan yang
akan tetapi sahnya sebuah pernikahan terhenti atas menunjukkan kejadian nikah dengan tidak pakai
keridhaan anak perempuan. wali sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
Ketiga, golongan yang mengatakan bahwa Pada keterangan yang menerangkan bahwa
sekalian keterangan yang menunjukkan perempuan nikah tanpa adanya izin dari wali tidak sah, menurut
boleh menikahkan dirinya sendiri tanpa harus dengan Ahmad Hassan keterangan tersebut tertolak karena:
wali adalah perempuan yang sudah janda, alasan yang 1. Tertolak dengan keterangan yang menerangkan
digunakan oleh golongan ketiga ini adalah hadis yang bahwa wali tidak ada kekuasaan dan juga
dikemukakan oleh golongan yang berpendapat bahwa menerangkan bahwa perempuan itu berkuasa
sah nikah tanpa adanya wali. Adapun wanita yang terhadap dirinya sendiri.
masih perawan, menurut golongan ini tidak terlihat 2. Tertolak dengan keterangan yang menunjukkan
keterangan yang membolehkannya. terjadinya pernikahan yang tidak diketahui oleh
Keempat, Golongan ini menganggap bahwa perlu wali.
adanya wali dalam pernikahan, tetapi tidak sebagai 3. Tertolak dengan keterangan yang membenarkan
syarat sah nikah, lantaran berasan dengan keterangan seorang perempuan menikahkan dirinya.
yang menunjukkan Aisyah pernah menikahkan Pada keterangan yang menganggap perempuan
seorang anak perempuan tanpa wali, dan beralasan yang menikahkan dirinya sendiri sebagai perempuan
keterangan yang menunjukkan bahwa perempuan zina, menurut Ahmad Hassan tertolak dengan
berkuasa terhadap dirinya sendiri, dan wali tidak keterangan yang membolehkan perempuan
mempunyai kuasa apa-apa sebagaimana alasan yang menikahkan dirinya sendiri tanpa dengan adanya wali.
dikemukakan oleh golongan yang kedua. Setelah Ahmad Hassan mengemukakan
Setelah Ahmad Hassan memeriksa keterangan- bantahannya terhadap golongan pertama yang
keterangan yang menganggap perempuan tak boleh mengatakan bahwa perlunya wali dalam sebuah
mengawinkan dirinya, lalu kemudian Ahmad Hasan pernikahan, lalu kemudian Ahmad Hassan
menjelaskan tentang isi dari keterangan-keterangan menegaskan bahwa keterangan-keterangan itu tidak
tersebut. Keterangan yang dijadikan sebagai alasan dapat dijadikan sebagai alasan untuk mewajibkan
untuk wajib wali dari pihak perempuan di dalam adanya wali bagi perempuan yang hendak menikah,
urusan nikah, dan tidak sah nikah kalau tidak dengan lantaran berlawanan dengan beberapa keterangan
wali. Ahmad Hassan mengatakan bahwa anggapan ini dari Al-Qur’an dan hadis yang riwayatnya shahih dan
tidak benar, dan hadis-hadis yang demikian tidak kuat. Dengan tertolaknya keterangan-keterangan
boleh diartikan begitu, karena kalau dikatakan tidak tersebut, itu berarti bahwa wali tidak perlu dalam
sah nikah tanpa dengan wali, niscaya berlawanan sebuah pernikahan, sehingga setiap perempuan boleh
dengan beberapa keterangan yang telah disebut di menikahkan dirinya sendiri.
atas, yaitu: Selanjutnya, golongan yang ketiga setuju dengan
1. Berlawanan dengan keterangan Al-Qur’an surah golongan yang kedua tentang perlunya wali dalam
al-Baqarah ayat 230 yang membolehkan sebuah pernikahan bagi perempuan yang masih
perempuan menikahkan dirinya kepada seorang perawan, lantaran menurut golongan ini tidak terlihat
laki-laki. keterangan yang membolehkan perempuan yang
2. Berlawanan dengan keterangan Al-Qur’an surah masih perawan menikahkan dirinya sendiri. Pendapat
al-Baqarah ayat 232 yang menerangkan bahwa golongan ini pun dibantah oleh Ahmad Hassan, dengan
perempuan-perempuan yang di dalam penjagaan argumen bahwa setiap orang yang sudah baligh pada
wali-wali kalau sudah suka sama suka kepada asalnya mempunyai kemerdekaan yang cukup untuk
seorang laki-laki, maka janganlah wali melarang mengurus dirinya sendiri.

84 |Copyright © 2020 ijtihad


Sedangkan golongan yang keempat, pendapatnya laki yang lain. Makna “sesudah ia kawin” dalam ayat
sama dengan golongan yang kedua tentang sahnya tersebut menurut Ahmad Hassan berarti kawin
sebuah pernikahan tanpa wali, tetapi golongan ini sendiri. Sekiranya seorang perempuan tidak boleh
berpendapat bahwa wali itu wajib. Pendapat golongan kawin sendiri, melainkan mesti dengan wali, menurut
ini juga dibantah oleh Ahmad Hassan dengan argumen Ahmad Hassan tentulah Al-Qur’an menyebut “sesudah
bahwa keterangan-keterangan yang mewajibkan wali ia dikawinkan.” Lantaran Al-Qur’an tidak menyebut
tidak shahih semuanya. Oleh karena itu tidak bisa demikian, sedang pada ashalnya setiap orang lebih
dikatakan bahwa wali itu wajib dalam pernikahan. berhak terhadap dirinya sendiri, maka bertambah
Terakhir, Ahmad Hassan menyudahi kuatlah pendapat Ahmad Hassan bahwa setiap
penjelasannya dengan pengakuan bahwa perempuan boleh menikahkan dirinya sendiri.
pengangannya sampai saat ini, “tidak perlu wali dalam Ayat yang kedua yang dijadikan sebagai dasar
pernikahan, tetapi hanya sunat saja.” Bahkan Ahmad untuk mendukung pendapatnya adalah surat Al-
Hassan menegaskan kalau dapat keterangan yang Baqarah ayat 232, yang berbunyi:
lebih kuat untuk mengubah pendiriannya, ia tidak “Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu
akan mundur dari pada menerimanya. habis idahnya, maka janganlah kamu (para
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa wali) menghalangi mereka kawin lagi
Ahmad Hassan nampaknya sama dengan pendapat dengan bakal suaminya, apabila telah
Imam Abu Hanifah atau golongan yang kedua yang terdapat kerelaan di antara mereka dengan
menjelaskan bahwa tidak perlunya wali dalam sebuah cara yang ma’ruf. Itulah yang dinasehatkan
pernikahan, akan tetapi terdapat perbedaan dalam kepada orang-orang yang beriman di antara
mensyaratkan kebolehannya. Yaitu Imam Abu Hanifah kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu
mensyaratkan agar orang yang dipilih wanita itu se- lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah
kufu (sepadan) dengannya dan maharnya tidak kurang mengetahui, sedang kamu tidak
dari mahar mitsil, sedangkankan Ahmad Hassan tidak mengetahui. (Al-Baqara, ayat 232)
mensyaratkan apapun terhadap kebolehan tersebut. Menurut Ahmad Hassan, ayat ini menjelaskan
Walaupun Ahmad Hassan memilih pendapat tentang seorang perempuan apabila telah dipinang
golongan yang kedua ini, Ahmad Hassan sebenarnya dan sudah suka sama suka dengan laki-laki yang ia
tidaklah semata-mata mengikut pendapat golongan cintai dengan cara yang sopan, maka seorang wali
tersebut, akan tetapi menurut penulis, Ahmad Hassan tidak boleh melarang ia berkawin kepada laki-laki
menetapkan hukum terhadap kasus kedudukan wali yang ia cintai. Makna ayat “ia berkawin dengan laki-
dalam pernikahan ini berdasarkan ijtihadnya sendiri. laki yang ia cintai dengan cara yang ma’ruf” menurut
Dikatakan demikian, karena dalam bukunya tersebut Ahmad Hassan menunjukkan boleh menikah sendiri
sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, Ahmad tanpa adanya wali. Sekiranya pernikahan tidak sah
Hassan hanya mengemukakan alasan-alasan dari tanpa ada wali, menurut Ahmad Hassan, Al-Qur’an
masing-masing golongan, lalu kemudian Ahmad mesti menggunakan kata “ia dikawinkan.”
Hassan menganalisis alasan-alasan tersebut dengan Kedua, hadis yang digunakan sebagai dasar untuk
pikirannya sendiri. mendukung pendapatnya adalah hadis-hadis yang
Sesuai dengan karakter Ahmad Hassan yang dikemukakan oleh golongan kedua yang dijelaskan
berpegang teguh terhadap Al-Qur’an dan Sunnah, oleh Ahmad Hassan satu persatu dengan cara
maka dalil yang digunakannya dalam menetapkan membandingkannya dengan alasan-alasan golongan
hukum bolehnya seorang perempuan menikah tanpa yang pertama, sehingga sampai kepada kesimpulan
adanya wali ini pun berdasarkan Al-Qur’an dan bahwa dalam sebuah pernikahan tidak perlu ada wali,
Sunnah dengan metode ijtihād bayānī, yaitu akan tetapi hanya sunat saja.
menetapkan hukum berdasarkan lafaz zhāhiriyah
yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Sunnah Memadukan Seorang Wanita dengan Bibinya
tersebut. Pertama, Al-Qur’an yang dijadikan sebagai Larangan pernikahan atau mahram berarti yang
dasar untuk mendukung pendapatnya adalah surat al- terlarang, sesuatu yang terlarang maksudnya ialah
Baqarah ayat 230 dan 232, yang berbunyi: perempuan yang terlarang untuk dinikahi
“Apabia ia mentalaknya, maka tidak halal (Ghazaly,2008). Dalam Al-Qur’an Allah telah
baginya melainkan ia menikah dengan laki- menjelaskan di dalam firmannya, perempuan-
laki yang lain.(Q.S. Al-Baqarah, 2: 230) perempuan yang haram untuk dinikahi, yaitu surah
Menurut Ahmad Hassan, makna dari ayat ini an-Nisa’ ayat 23:
adalah apabila seorang perempuan ditalak tiga oleh “Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-
suaminya, maka ia tidak boleh kembali kepada ibumu; anak-anakmu yang perempuan;
suaminya itu melainkan sesudah ia kawin dengan laki- saudara-saudaramu yang perempuan,

85
Ijtihad, Volume 36, No. 1 Tahun 2020

Saudara-saudara bapakmu yang tersebut) telah masuk dalam lingkaran kerabat


perempuan; Saudara-saudara ibumu yang perempuan tersebut. Artinya, keluarga sang
perempuan; anak-anak perempuan dari perempuan (istri) menjadi bagian dari keluarganya;
saudara-saudaramu yang laki-laki; anak- ibu sang istri menjadi ibu baginya, dan seterusnya. Jika
anak perempuan dari saudara-saudaramu pada sesusuan ulama sepakat menjadikannya sebagai
yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui salah satu penyebab keharaman, maka tentu pada
kamu; saudara perempuan sepersusuan; hubungan pernikahan (‫ )اﻟﻮطء‬hal tersebut lebih
ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak sepatutnya berlaku. Sehingga atas dasar itu, mereka
isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari menetapkan keharaman mengumpulkan seorang
isteri yang Telah kamu campuri, tetapi jika perempuan bersama tante atau bibinya dalam satu
kamu belum campur dengan istrimu itu (dan pernikahan (Ghazali Rahman, 2014).
sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa Selain berargumentasi pada dalil tersebut, dalam
kamu menikahinya; (dan diharamkan riwayat Ibn Hibban dan al-Tabrani, terdapat tambahan
bagimu) isteri-isteri anak kandungmu matan yang menyebutkan: ‫اﻧﻜﻢ ان ﻓﻌﻠﺘﻢ ذاﻟﻚ ﻗﻄﻌﺘﻢ ارﺣﺎﻣﻜﻢ‬
(menantu); dan menghimpunkan (dalam (jika kamu melakukan itu, mengumpulkan dua orang
pernikahan) dua perempuan yang perempuan bersaudara atau seorang perempuan
bersaudara, kecuali yang Telah terjadi pada dengan tante atau bibinya dalam satu pernikahan,
masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha berarti kamu memutuskan rahimmu (hubungan
Pengampun lagi Maha Penyayang.”(An-Nisa, silaturahim).” Mereka memahami bahwa ketika terjadi
ayat 23) hubungan pernikahan seperti itu, berpotensi besar
Ayat di atas menjelaskan tentang wanita-wanita pada terjadi permusuhan, persengketaan,
yang haram dinikahi, diantaranya, yaitu istri bekas kecemburuan, dan semacamnya yang membawa pada
ayah, ibu, anak perempuannya, saudara perepuan, bibi terputusnya hubungan kekerabatan. Padahal
baik dari pihak ayah maupun ibu, keponakan dari memutuskan silaturahim memiliki implikasi hukum
saudara laki-laki maupun perempuan, ibu yang yang sangat tidak disenangi oleh syariat.
menyusui, saudara susuan, ibu mertua, anak tiri, Berbeda dengan jumhur, Ahmad Hassan justru
memadu diantara dua saudara, dan wanita-wanita menentang pendapat yang mengharamkan memadu
yang masih terkait hubungan suami istri dengan orang seorang wanita dengan bibinya dengan mengatakan
lain (Syarjaya, 2008). bahwa hukumnya hanya sampai kepada makruh,
Pada ayat tersebut dijelaskan dengan rinci walaupun beliau mengakui adanya unsur mafsadah
diantara perempuan-perempuan yang haram untuk akibat dari memadukan istri dengan bibinya tersebut,
dinikahi, namun tidak ditemukan sebuah ungkapan yaitu ditakutkan terjadinya kerusakan atau
secara eksplisit menyatakan pengharaman untuk keidaktentraman dalam berkeluarga. Akan tetapi,
mengumpulkan seorang perempuan dengan tante menurutnya tentang mengharamkan sesuatu lantaran
atau bibinya dalam satu pernikahan. Sehingga di ada mafsadahnya dan menghalalkan karena ada
sinilah terjadi perbedaan pendapat antara ulama maslahatnya, sangat perlu dipikirkan dengan baik-
apakah memadu seorang wanita dengan bibinya boleh baik. Menurut pendiriannya, bahwa semua yang
atau tidak untuk menikahinya. diharamkan oleh syara’ itu adalah haram dan tidak
Jumhur ulama berdasarkan pada dalil-dalil Al- bisa menjadi halal walaupun ada maslahat yang
Qur’an dan hadis-hadis lainnya, akhirnya mereka sebanyak-banyaknya, dan apa-apa yang dihalalkan
bersepakat bahwa keharaman untuk mengumpulkan oleh syara’ itu adalah halal dan tidak bisa jadi haram
seorang perempuan dengan al-‘ammah atau al-khālah walaupun dikerjakan akan menimbulkan mafsadah,
tidak hanya dalam arti saudara perempuan bapak atau kecuali dalam keadaan dharurat.
saudara perempuan ibu, namun juga beberapa Mengenai masalah memadukan istri dengan
keluarga lainnya yang mereka istilahkan al-‘ammah bibinya, ia berpendapat bahwa hukumnya adalah halal
wa al-khālat al-majaziyyah, yaitu: saudara atau sah, dengan alasan karena dihalalkan oleh Al-
perempuannya bapaknya bapak (nenek), kakeknya Qur’an. Halal ini tidak bisa jadi haram dengan sebab
bapak ke atas, saudara perempuannya ibunya ibu ada mafsadahnya (yaitu kekhawatiran putusnya tali
(nenek), neneknya ibu baik dari pihak laki-laki atau kefamilian), sebagaimana memadukan dua
pun dari pihak perempuan ke atas (Zakaryah,1980). perempuan yang bersaudara tidak bisa jadi halal
Tidak disebutkannya secara eksplisit pelarangan walaupun mereka berdua sama-sama ridha dan
atas pernikahan yang mengumpulkan antara seorang walaupun diandaikan jika mereka dimadu akan
perempuan dengan tante atau bibinya, karena secara terhubung kemabali tali kefamilian yang pernah
alamiah ketika seseorang menikahi seorang terputus.
perempuan dan telah dukhul, itu berarti ia (laki-laki

86 |Copyright © 2020 ijtihad


Ahmad Hassan berpendapat bahwa wanita- Menikahi Wanita Non Muslim
wanita yang haram dinikahi itu ada 14 macam Dalam bukunya yang berjudul Soal-Jawab
sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an tentang Berbagai Masalah Agama, ada sebuah
surat an-Nisa ayat 23, yaitu: ibu, anak perempuan, pertanyaan yang berbunyi: “Bolehkah seorang Nasrani
saudara perempuan, bibi dari bapak, bibi dari ibu, berkawin dengan seorang Islam?” Ahmad Hassan
anak saudara laki-laki, anak saudara perempuan, ibu menjawabnya dengan firman Allah surat al-maidah
persusuan, saudara persusuan, mertua, anak tiri, ayat 5:
menantu, mencampurkan dua saudara dan istri orang. “Makanan orang-orang kafir kitabi itu halal
Ahmad Hassan menjelaskan, sesudah Allah bagi kamu, dan makanan kamu halal bagi
menerangkan orang-orang yang haram dinikahi mereka itu, dan halal bagi kamu perempuan-
melalui ayat tersebut, lalu kemudian Allah perempuan Mu’min yang bersih dan
menyudahinya dengan kalimat ‫واﺣﻞ ﻟﻜﻢ ﻣﺎوراء ذاﻟﻜﻢ‬ perempuan-perempuan yang bersih dari
(selain dari itu, dihalalkan bagi kamu), menurut golongan kafir-kafi kitabi yang dahulu dari pada
Ahmad Hassan kalau masih ada wanita lain yang kamu...”(Al-Maidah, ayat 5)
haram untuk dinikahi dan Al-Qur’an tidak Dalam ayat ini menurut Ahmad Hassan,
menyebutnya, berarti Al-Qur’an lupa atau ketinggalan. menjelaskan tentang bolehnya menikahi wanita yang
Sehingga menurutnya orang yang mengharamkan beragama Yahudi atau Kristen walaupun mereka tidak
wanita untuk dinikahi selain dari yang telah masuk ke dalam agama Islam. Namun, melihat dari
disebutkan dalam Al-Qur’an adalah merendahkan penjelasan Ahmad Hassan tersebut dalam bukunya
derajat Al-Qur’an, kalau memang masih ada wanita tidak terdapat kejelasan apakah yang dimaksud
lain yang haram untuk dinikahi, seharusnya Al-Qur’an Ahmad Hassan itu wanita kafir/musyrik atau ahli
tidak menyambung ayat tersebut dengan kalimat kitab. Untuk memperkuat pendapatnya, Ahmad
“dihalalkan bagi kamu selain dari itu). Hassan menceritakan tentang sahabat Nabi yang
Sedangkan mengenai hadis yang menjelaskan bernama Hudzaifah bin Yaman yang pernah menikahi
tetang tidak bolehnya mencampurkan antara seorang perempuan Yahudi, dan pada saat itu kata Ahmad
perempuan dengan bibinya, Ahmad Hassan Hassan tidak ada seorangpun dari sahabat-sahabat
mengatakan hadis itu bukanlah untuk larangan haram, Nabi yang menegurnya. Sebagai berikut:
akan tetapi larangan untuk makruh, yaitu suatu
larangan yang lebih baik tidak dikerjakan. Alasan :‫ ﻓﻜﺘﺐ اﻟﯿﮫ‬.‫ ﺧﻞ ﺳﺒﯿﻠﮭﺎ‬:‫ ﻓﻜﺘﺐ اﻟﯿﮫ ﻋﻤﺮ‬,‫ ﺗﺰوج ﺣﺬﯾﻔﺔ ﯾﮭﻮدﯾﺔ‬:‫ ﻗﺎل‬,‫ﻋﻦ ﺷﻘﯿﻖ‬
haramnya tidak diteima adalah lantaran tidak bisa ‫ وﻟﻜﻦ أﺧﺎف أن‬,‫ ﻻ أزﻋﻢ أﻧﮭﺎ ﺣﺮام‬:‫أﺗﺰﻋﻢ أﻧﮭﺎ ﺣﺮام ﻓﺄﺧﻠﻰ ﺳﺒﯿﻠﮭﺎ؟ ﻓﻘﺎل‬
dimasukkan dalam kandungan salah satu dari 14 .‫ﺗﻌﺎطﻮا اﻟﻤﻮﻣﺴﺎت ﻣﻨﮭﻦ‬
golongan yang diharamkan oleh Al-Qur’an dalam surat Artinya: “Dari Syaqiq ia berkata: bahwa Hudzaifah
an-Nisa sabagaiman yang telah dijelaskan terdahulu. menikahi wanita Yahudi, kemudian ‘Umar
Larangan yang paling tinggi dalam hadis itu adalah menulis surat kepadanya untuk
makruh. Dengan demikian menurut Ahmad Hassan meninggalkannya, kemudian Hudzaifah
hadis tersebut tidak lagi merendahkan derajat Al- membalasnya kepada ‘Umar, apakah kamu
Qur’an. mengira bahwa dia diharamkan, kemudian
Dengan demikian dapat dipahami bahwa Ahmad saya tinggalkan? ‘Umar menjawab: tidak,
Hassan tidak mengharamkan seseorang apabila ingin saya tidak mengira bahwa itu haram, akan
memadukan istri dengan bibinya berdasarkan pada tetapi saya khawatir kamu sekalian
ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang wanita- diperdaya untuk berbuat zina kepada
wanita yang haram dinikahi, sedangkan dalam hal mereka.” (At-Thabari,2001)
memadukan istri dengan bibinya, Ahmad Hassan Kemudian pada halaman berikutnya, ada
mengatakan tidak termasuk dalam golongan tersebut. pertanyaan lagi tentang hukum menikahi wanita beda
Penetapan hukum yang dilakukan oleh Ahmad Hassan agama ini, yang berbunyi, “Tidakkah bisa jadi, bahwa
dalam masalah ini adalah dengan menggunakan perempuan yang dinikahi seorang sahabat Nabi
metode ijtihād bayānī, yaitu menetapkan hukum sebagaimana tersebut di atas telah masuk Islam?”
berdasarkan lafaz khās yang terkandung dalam Al- Ahmad Hassan menjawabnya sama seperti jawaban di
Qur’an yang menjelaskan tentang wanita-wanita yang atas, dengan menambahkan keterangan bahwa
haram dinikahi tersebut. Sedangkan Hadis yang peristiwa pernikahan sahabat dengan orang Yahudi
melarang tentang memadu seorang wanita dengan pada saat itu, tidak ada satupun riwayat yang
bibinya dan riwayat yang menjelaskan apabila seorang menerangkan bahwa perempuan yang dinikahi
wanita dikumpulkan beserta bibinya, menurut Ahmad sahabat tersebut sudah masuk Islam.
Hassan larangannya tidak sampai kepada haram, akan Melihat dari keterangan di atas, Ahmad Hassan
tetapi hanya makruh saja. tidak menjelaskan apakah Yahudi atau Kristen yang ia

87
Ijtihad, Volume 36, No. 1 Tahun 2020

maksud itu termasuk dalam kategori musyrik atau ahli Menjatuhkan Talak Tiga Sekaligus
kitab. Namun, menurut dalil yang ia digunakan dalam Dalam masalah ini, Ahmad Hassan dalam
menetapkan hukum bolehnya menikahi wanita Yahudi bukunya Soal - Jawab tentang Berbagai Masalah
atau Kristen tersebut, dapat dipahami bahwa yang ia Agama mengemukakan pendapatnya tentang
maksud di sini adalah wanita ahli kitab, karena Al- perasalahan menjatuhkan talak tiga sekaligus. Dalam
Qur’an surah al-Maidah ayat 5 memang menjelaskan buku tersebut ada sebuah pertanyaan yang berbunyi:
tentang ahli kitab. “seorang laki-laki yang menjatuhkan tiga talak
Pada pembahasan yang lain, penulis juga terhadap istrinya dengan satu kali ucapan, jatuhkah
menemukan pertanyaan yang membahas tentang tiga talak?”. Ahmad Hassan menjawab: “masalah yang
kawin dengan perempuan kitabi, yang berbunyi, tersebut, ulama-ulama ahli fikih telah
”Dalam Soal Jawab saya baca bolehnya seseorang laki- membicarakannya dari mulai zaman dahulu, dengan
laki Islam kawin dengan perempuan kafir kitabi, yaitu berlainan pendapat dan berlawan faham, sehingga
Yahudi dan Kristen. Apakah Yahudi dan Kristen zaman mereka itu terbagi menjadi empat kelompok.”
ini juga boleh? Kalau boleh, bagaimana kalau Sebelum Ahmad Hassan mengemukan pendapatnya
perempuan itu makan babi dan minum arak?” Lalu tentang masalah talak tiga sekaligus ini, Ahmad
Ahmad Hassan menjawab: “Menurut hadis-hadis Hassan terlebih dahulu menjelaskan keterangan-
bahwa kafir kitabi zaman dahulu ada juga memakan keterangan dari keempat kelompok tersebut sebagai
babi dan meminum arak. Dengan itu tidak hilang nama berikut:
kitabinya. Menurut kitab agama mereka, babi dan arak Kelompok pertama, berpendapat bahwa talak
itu haram, tetapi ketua-ketua agama mereka tiga sekaligus dalam satu ucapan hukumnya adalah
melanggar hukum-hukum itu, bahkan ada juga yang bid’ah muharramah, dan setiap perkara yang bid’ah
membolehkan.” dalam agama adalah tertolak atau pun tidak sah.
Dari pertanyaan dan jawaban Ahmad Hassan di Kalangan ini menetapkan hukumnya berdasarkan
atas, menurut penulis ada kaitannya dengan hadis Nabi yang berbunyi:
pembahasan sebelumnya, yaitu tentang bolehnya ‫ ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻣﻦ‬:‫ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﮭﺎ ﻗﺎﻟﺖ‬
menikahi perempuan Yahudi atau Kristen. Dengan (‫ )رواه اﺑﻮ داود‬.‫اﺣﺪث ﻓﻲ اﻣﺮﻧﺎ ھﺬا ﻣﺎﻟﯿﺲ ﻣﻨﮫ ﻓﮭﻮ رد‬
demikian, dapat dipahami bahwa yang dimaksud Artinya: “Dari Aisyah berkata, Rasulullah saw, telah
Ahmad Hassan tentang bolehnya menikahi bersabda: barang siapa mengada-ngadakan
perempuan Yahudi atau Kristen tersebut adalah boleh dalam urusan agama kami, sesuatu yang
menikahi perempuan kafir kitabi. Sehingga dalam bukan bagian darinya, maka ia tertolak.”
masalah ini, menurut penulis pendapat Ahmad Hassan (H.R. Abu Daud)
tidak berbeda dengan jumhur yang membolehkan Oleh karena menurut pendapat mereka bahwa
laki-laki muslim menikah dengan wanita ahli kitab. tolak tiga ssekaligus itu tidak pernah terjadi di masa
Terlepas dari Yahudi atau Kristen yang dimaksud Nabi dan tidak pula dibenarkan oleh Allah dan Rasul-
Ahmad Hassan apakah termasuk dalam kategori Nya, maka siapa yang menjatuhkan talak tiga sekaligus
musyrik atau ahli kitab sebagaimana yang telah dalam satu ucapan, talaknya itu tidak sah. Dengan
dijelaskan di atas, dalam penelitian ini penulis hanya demikian menurut pendapat ini, talak satu maupun
berfokus pada pembahasan tentang metode ijtihad talak tiga sekaligus tidak jatuh talak. Pendapat ini
Ahmad Hassan dalam menetapkan hukum, dalam hal adalah pendapat mazhab bangsa Rafidhah.
ini adalah hukum tentang menikahi wanita non Kelompok kedua, berpendapat bahwa talak tiga
Muslim. sekaligus apabila dijatuhkan kepada istri yang sudah
Menurut penulis, Ahmad Hassan menetapkannya dicampuri, maka talaknya jatuh hanya satu saja, dan
langsung berdasarkan pada nash dengan apabila dijatuhkan kepada istri yang belum dicampuri,
menggunakan metode ijtihād bayānī, yaitu maka talaknya jatuh kepada talak tiga, pendapat ini
menetapkan hukum berdasarkan lafaz khās yang berdasarkan kepada hadis Nabi yang berbunyi:
terkandung dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Al-Qur’an ,‫ ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺣﻤﺎد ﺑﻦ زﯾﺪ‬:‫ ﺣﺪﺛﻨﺎ اﺑﻮ اﻟﻨﻌﻤﺎن‬:‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻤﻠﻚ ﺑﻦ ﻣﺮوان‬
yang digunakan Ahmad Hassan dalam kasus ini adalah ‫ اﻣﺎ ﻋﻠﻤﺖ ان اﻟﺮﺟﻞ ﻛﺎن اذا طﻠﻖ‬:‫ ﻗﺎل اﺑﻮ اﻟﺼﮭﺒﺎء ﻻﺑﻦ ﻋﺒﺎس‬:‫ﻋﻦ أﯾﻮب‬
surat al-Maidah ayat 5, sedangkan Sunnah yang ‫ واﺑﻲ‬.‫اﻣﺮأﺗﮫ ﺛﻼﺛﺎ ﻗﺒﻞ ان ﯾﺪﺧﻞ ﺑﮭﺎ ﺟﻌﻠﻮھﺎ واﺣﺪة ﻋﻠﻰ ﻋﮭﺪ رﺳﻮل ﷲ ص‬
digunakannya sebagai penguat pendapatnya adalah ‫ ﺑﻠﻰ ﻛﺎن اﻟﺮﺟﻞ اذا طﻠﻖ اﻣﺮأﺗﮫ‬:‫ﺑﻜﺮ وﺻﺪرا ﻣﻦ اﻣﺎرة ﻋﻤﺮ؟ ﻗﺎل اﺑﻦ ﻋﺒﺎس‬
peristiwa sahabat Huzaifah bin Yaman yang pernah ‫ واﺑﻲ ﺑﻜﺮ‬.‫ﺛﻼﺛﺎ ﻗﺒﻞ ان ﯾﺪﺧﻞ ﺑﮭﺎ ﺟﻌﻠﻮھﺎ واﺣﺪة ﻋﻠﻰ ﻋﮭﺪ رﺳﻮل ﷲ ص‬
menikahi perempuan Yahudi, dan pada saat itu tidak .‫ أﺟﯿﺰھﻦ ﻋﻠﯿﮭﻢ‬:‫وﺻﺪرا ﻣﻦ اﻣﺎرة ﻋﻤﺮ ﻓﻠﻤﺎ راى اﻟﻨﺎس ﺗﺘﺎﺑﻌﻮا ﻓﯿﮭﺎ ﻗﺎل‬
ada seorangpun dari sahabat yang menyangkalnya. Artinya: “Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Abdul Malik bin Marwan:
telah menceritakan kepada kami Abu
Nu’man: telah ,menceritakan kepada kami

88 |Copyright © 2020 ijtihad


Hammad bin Zaid, dari Ayyub, telah firman Allah dan Sunnah Nabi SAW yang termuat
berkata Abu Shabha’ kepada Ibnu Abbas: dalam hadis-hadis shahih yang menunjukkan bahwa
Tidakkah engkau mengetahui bahwa talak tiga dalam satu ucapan itu tidak dihitung tiga.
seorang laki-laki dulunya apabila Dalilnya adalah firman Allah surat al-Baqarah ayat
menceraikan istrinya yang belum 229:
dicampuri dengan tiga talak, mereka itu ... ‫ﺴٍﻦ‬ َ ‫ﻄ ٰﻠَُﻖ َﻣﱠﺮﺗ َﺎِن ۖ ﻓَﺈِْﻣ‬
ٍ ‫ﺴﺎٌۢك ِﺑَﻤْﻌُﺮو‬
َ ٰ ‫ف أ َْو ﺗ َْﺴِﺮﯾٌۢﺢ ِﺑﺈِْﺣ‬ ‫ٱﻟ ﱠ‬
dianggap jadi satu saja, yaitu di masa Artinya: “Talak itu dua kali, sesudah itu hendaklah
Rasulullah dan Abu Bakar dan di masa kamu rujuk dengan cara yang sopan, atau
pertama kali di masa Umar? Ibnu Abbas kamu lepaskan (talak tiga) dengan cara yang
menjawab: betul ! dulunya apabila seorang baik.”(Q.S. Al-Baqarah, 2: 229)
laki-laki menceraikan istrinya yang belum Ahmad Hassan mengatakan ayat ini memberi
dicampuri dengan talak tiga, merea itu penjelasan bahwa talak yang bisa memisahkan antara
dianggap jadi satu saja, yaitu di masa laki-laki dengan istrinya dengan putus, yaitu tiga kali
Rasulullah dan Abu Bakar dan di masa talak yang berulang-ulang: artinya adalah dicerai,
pertama kali du masa Umar, tetapi ketika kemudian dirujuk dan dicerai lagi, kemudian dirujuk,
umar melihat orang banyak menjatuhkan kemudian diceraikan lagi. Dengan keterangan ini,
tiga talak, ia berkata: saya jadikan tiga kami (Ahmad Hassan) bisa mengetahui jika seorang
talak bagi mereka.” (H.R. Abu Daud) laki-laki berkata kepada istrinya: “aku ceraikan
Riwayat ini menunjukkan bahwa tiga talak engkau dengan talak tiga, atau berkata: aku ceraikan
sebagaimana yang telah disebutkan di atas, ditetapkan engkau dengan talak satu, sambil berulang-ulang
oleh Nabi hanya satu talak saja, dan juga menunjukkan sampai tiga kali” itu tidak jatuh melainkan satu talak
bahwa jika perceraian dengan talak tiga sekaligus saja, karena tidak bisa diterima oleh akal sehat jika
sesudah istrinya dicampuri, Nabi menghukumnya jadi seseorang menjatuhkan talak lagi kepada bekas
talak tiga. istrinya yang belum dirujuk, lantaran talak itu
Kelompok ketiga, pendapat kebanyakan ulama menurut agama boleh dijatuhkan hanya kepada istri
tabi’in termasuk diantaranya mazhab yang empat. yang ada hubungan nikah dengannya. Adapun istri
Berpendapat bahwa talak tiga sekaligus yang yang belum dirujuk itu tidak ada hubungan nikah
diucapkan kepada istri yang sudah dicampuri atau dengan bekas suaminya. Dalilnya adalah:
belum, talaknya jatuh menjadi talak tiga. Jumhur ‫ ﻋﻦ‬,‫ ﻋﻦ اﻟﻤﺴﻮر ﺑﻦ ﻣﺨﺮﻣﺔ‬,‫ ﻋﻦ ﻋﺮوة‬,‫ ﻋﻦ اﻟﺰھﺮي‬,‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ھﺸﺎم ﺑﻦ ﺳﻌﯿﺪ‬
berlandaskan kepada beberapa hadis Nabi, salah satu .‫ ﻻطﻼق ﻗﺒﻞ ﻧﻜﺎح‬:‫اﻟﻨﺒﻲ ص ﻗﺎل‬
diantaranya adalah: Artinya: “Telah menceritakan Hisyam bin Sa’id, dari
‫ طﻠﻖ ﺟﺪي اﻣﺮأة ﻟﮫ اﻟﻒ ﺗﻄﻠﯿﻘﺔ ﻓﺎﻧﻄﻠﻖ اﺑﻲ اﻟﻰ رﺳﻮل‬:‫ﻗﺎل ﻋﺒﺎدة ﺑﻦ اﻟﺼﺎﻣﺖ‬ Zuhri, dari ‘Urwah, dari Miswar bin
‫ ﻣﺎاﺗﻖ ﷲ ﺟﺪك اﻣﺎ ﺛﻼث ﻓﻠﮫ واﻣﺎ‬:‫ ﻓﺬﻛﺮ ﻟﮫ ذاﻟﻚ ﻓﻘﺎل اﻟﻨﺒﻲ ص‬.‫ﷲ ص‬ Makhramah bahwa Nabi SAW pernah
.‫ﺗﺴﻌﻤﺎﺋﺔ وﺳﺒﻌﺔ وﺳﺒﻌﻮن ﻓﻌﺪوان وظﻠﻢ ان ﺷﺎءﷲ ﻋﺬﺑﮫ وان ﺷﺎء ﻏﻔﺮ ﻟﮫ‬ bersabda: tidak ada talak sebelum nikah.”
Artinya: “Telah berkata Ubadah Ibnu Shamit: telah (H.R. Ibnu Majah)
menceraikan datuk saya akan istrinya Menurut Amad Hassan, hadis di atas menjelaskan
dengan seribu talak, kenudian bapak saya bahwa talak tiga yang dijatuhkan dalam satu ucapan
pergi kepada Rasulullah, lalu ia itu tidak jadi melainkan satu saja. Kemudian dari
menceritakan akan ahal itu kepadanya, lalu riwayat lain Ahmad Hassan mengemukan hadis yang
Nabi bersabda: datuk engkau tidak berbakti berbunyi:
kepada Allah. Adapun talak tiga itu adalah :‫ أﺧﺒﺮﻧﻲ ﻣﺨﺮﻣﺔ ﻋﻦ أﺑﯿﮫ ﻗﺎل‬:‫أﺧﯿﺮﻧﺎ ﺳﻠﯿﻤﺎن ﺑﻦ داود ﻋﻦ اﺑﻦ وھﺐ ﻗﺎل‬
haknya, sedangkan talak yang Sembilan ‫ ﻋﻦ رﺟﻞ طﻠﻖ اﻣﺮأﺗﮫ ﺛﻼث‬.‫ أﺧﺒﺮ رﺳﻮل ﷲ ص‬:‫ﺳﻤﻌﺖ ﻣﺤﻤﻮد ﺑﻦ ﻟﺒﯿﺪ ﻗﺎل‬
ratus Sembilan puluh tujuh itu melanggar ‫ اﯾﻠﻌﺐ ﺑﻜﺘﺎب ﷲ واﻧﺎ ﺑﯿﻦ اظﮭﺮﻛﻢ؟ ﺣﺘﻰ‬:‫ﺑﻄﻠﯿﻘﺎت ﺟﻤﯿﻌﺎ ﻓﻘﺎم ﻏﻀﺒﺎن ﺛﻢ ﻗﺎل‬
batas dan aniaya, jika Allah suka, Allah akan ‫ ﯾﺎ رﺳﻮل ﷲ اﻻ اﻗﺘﻠﮫ؟‬:‫ﻗﺎم رﺟﻞ ﻓﻘﺎل‬
menyiksanya dan jika Allah suka, Allah akan Artinya: “Telah memberitakan kepada kami Sulaiman
mengampuninya.(H.R. Abdul Razaq) bin Daud dari Ibnu Wahab ia berkata: telah
Kelompok keempat, sekaligus yang menjadi menberitakan kepadaku Makhramah dari
pendapat Ahmad Hassan. Dalam keterangannya Ayahnya berkata: aku telah mendengar
Ahmad Hassan mengatakan bahwa mereka telah Mahmud bin Labid berkata: ada seseorang
memeriksa dengan sejelas-jelasanya atas pendapat yang memberi kabar kepada Rasulullah
dan alasan ketiga kelompok tersebut, sehingga SAW tentang seorang laki-laki yang
menurut mereka (Ahmad Hassan) semua alasan yang mentalak istrinya dengan tiga talak, maka
digunakan oleh ketiga kelompok tersebut tidak bisa Rasulullah berdiri dengan marah sambil
dijadikan sebgai dalil, dikarenakan dalil-dalil tersebut bersabda: apakah ia mau bermain-main
tidak begitu kuat dan lebih-lebih berlawanan dengan dengan kitab Allah) padahal aku masih

89
Ijtihad, Volume 36, No. 1 Tahun 2020

hidup diantara kamu, sehingga berdiri Washafi. Orang ini telah dilemahkan oleh
seorang laki-laki dan bertanya: ya beberapa ulama ahlul hadis, seperti imam
Rasulullah bolehkah aku membunuh dia? Ahmad, Daruquthni, Ibnu Hibban, Abu
(An-Nasai, 1995) Zar’ah, Nasa’I, Fallas dan lainnya. Ketiga,
Menurut Ahmad Hassan dapat dipahami dari Ibrahim bin Ubaidillah. Seseorang yang
hadis di atas bahwa kemarahan Rasulullah terhadap tidak dikenal sebagai periwayat hadis.
seseorang yang telah menceraikan istrinya dengan 2) Hadis yang menerangkan bahwa Ibnu Umar
tiga talak sekaligus merupakan sebagai bukti bahwa bertanya kepada Nabi, seumpama ia
talak yang seperti itu keluar dari pada garis agama. mentalak tiga istrinya dalam satu majlis,
Setelah mengemukakan pendapatnya tentang talak bolehkah ditarik kembali? Kemudian Nabi
tiga tersebut sebagaimana yang telah dijelaskan di menjawab “tidak boleh”. Hadis ini tidak sah
atas, kemudian Ahmad Hassan mulai membantah karena terdapat pada sanadnya dua orang
alasan-alasan tiga kelompok yang berbeda pendapat yang tidak boleh dipercaya, yaitu Syu’aib bin
dengannya sebagai berikut: Zuraiq dan Atha’ Al-Qurasani. Orang yang
a. Kelompok pertama yang berpendapat bahwa pernah dikatakan tukang dusta oleh imam
menjatuhkan talak tiga dalam satu ucapan Sa’id Ibnu Musayyab dan dilemahkan oleh
tersebut hukumnya bid’ah dan tidak menjadi imam Bukhari, Aqili, Ibnu Hibban dan
talak. Menurut Ahmad Hassan, pendapat ini tidak lainnya.
disetujui oleh setiap ulama ahlus sunnah wal- 3) Hadis yang menjelaskan bahwa talak battah
jama’ah. apabila dijatuhkan dengan niat talak satu,
b. Kelompok kedua yang berpendapat bahwa talak maka jatuh talak satu, dan pabila diniatkan
tiga apabila dijatuhkan kepada perempuan yang dengan talak tiga, maka jatuh talak tiga,
belum dicampuri hanya jatuh satu talak saja. tidak sah karena terdapat pada sanadnya
Menurut Ahmad Hassan, alasan atau dalil yang seseorang yang bernama Nafi’ bin Ujair,
digunakan oleh pendapat ini tertolak karena padahal Ibnu Qayyim telah berkata bahwa
terdapat dalam sanad hadis yang digunakan itu orang tersebut tidak dikenal sebagai
seseorang yang bernama Abdul Malik bin periwayat hadis dan hadis itu tidak
Marwan, sedangkan orang tersebut sebagaimana dianggap sah oleh imam Bukhari lantaran
dikatakan oleh imam Abu Daud adalah orang (‫ ) ﻣﻀﻄﺮب‬goyang, dan tidak sesuai dengan
yang akalnya kurang sehat, dan lebih-lebih lagi hadis Rukanah sebagaimana yang telah
terdapat pada sanad tersebut orang-orang yang dijelaskan di atas.
tidak tersebut namanya. Oleh karena itu menurut 4) Hadis yang menjelaskan tentang perceraian
Ahmad Hassan, riwayatnya tidak boleh Umair di hadapan Nabi dengan tiga talak
dipercaya, dan walaupun diketahui namanya, dalam satu ucapan, sedangkan Nabi pada
akan tetapi tidak terkenal sebagai tukang waktu itu diam dan tidak menegornya. Hadis
meriwayatkan hadis, yang demikian itu belum ini memang shahih, tetapi menurut Ahmad
boleh juga riwayatnya diterima. Hasan tidak boleh dignakan sebagai dalil
c. Kelompok ketiga yang berpendapat bahwa talak untuk sahnya talak tiga, dikarenakan orang
tiga yang dijatuhkan dalam satu majlis itu jatuh yang sudah (‫ )ﻣﻼﻋﻨﮫ‬tuduh-tuduhan dengan
tiga talak. Menurut Ahmad Hassan, beberapa istrinya sangat sia-sia apabila menjatuhkan
alasan selain dari hadis yang telah disebutkan di talak kepadanya sebelum hakim
atas yang digunakan oleh pendapat ini tidak menceraikan keduanya, karena talak itu
boleh dijadikan sebagai dalil. Alasannya adalah: disyari’atkan oleh agama hanya untuk
1) Hadis yang menerangkan bahwa Nabi perempuan yang masih boleh dirujuk oleh
pernah menjadikan seseorang yang bekas suaminya. Sedangkan perceraian
menjatuhkan talak seribu itu jatuh talak tiga lantaran (‫ )ﻓﺮﻗﺔ اﻟﻠﻌﺎن‬tidak diperkenankan
sebagaimana keterangan dari hadis di atas, oleh agama untuk merujuk selama
tidak sah lantaran terdapat pada sanadnya hidupnya. Maka untuk itu Ahmad Hassan
tiga orang yang tidak boleh dipercaya. Tiga mengatakan bahwa diamnya Nabi pada saat
orang itu adalah: Pertama, Yahya Ibnu ‘Alaa. Umair menjatuhkan talak tiga pada istrinya
Seorang tukang dusta dan tukang pemalsu di hadapan beliau tidaklah menjadi bukti
hadis, demikianlah menurut imam Ahmad bahwa talak tiga dalam satu majlis itu jatuh
dan telah dilemahkan pula oleh imam Abu talak tiga, akan tetapi diamnya beliau itu
Hatim, Ibnu Ma’in, Daruquthni dan lain- malahan menjadi bukti kalau talak yang
lainnya. Kedua, Ubadillah Ibnul Walid Al-

90 |Copyright © 2020 ijtihad


dijatuhkan oleh Umair itu adalah sia-sia dengan sungguh-sungguh, tidak boleh dengan
belaka. permainan, artinya harus dengan (‫)ﻋﺰم‬, yaitu
Dengan keterangan tersebut Ahmad Hassan kehendak yang teguh dan tetap, karena Allah
menyatakan dengan jelas bahwa orang yang mentalak berfirman dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 227:
dengan cara yang tidak dikehendaki oleh Allah dan “Dan jika mereka menghendaki talak
Rasul-Nya, yaitu mentalak tiga dalam satu ucapan dengan sungguh-sungguh, maka
hanya jatuh talak satu saja pada masa Rasulullah dan sesungguhnya Allah maha mendengar dan
Abu Bakar, sedangkan sahabat Umar memandang maha mengetahui.”(Al-Baqarah, 227)
bahwa orang yang bermain-main dengan talak tidak Dari ayat ini menurut Ahmad Hassan bahwa yang
patut diberikan kemurahan lagi, oleh karena itulah dipandang oleh Allah itu talak yang dilakukan dengan
beliau berlaku keras kepada orang yang mentalak tiga, ‘azam, bukan dengan gurauan atau main-main yang
dan talaknya itu jatuh tiga sekaligus agar bisa menjadi tidak dengan kehendak yang sesungguhnya. Adapun
peringatan bagi yang lain. Menurut Ahmad Hassan, orang yang mentalak istrinya dalam keadaan marah
itulah sebanya sahabat Umar menetapkan orang yang dianggap tidak sah, karena ada riwayat Nabi yang
mentalak tiga, talaknya pun jatuh talak tiga. berbunyi:
Selanjutnya Ahmad Hassan menganjurkan bagi orang .‫ ﻻطﻼق ﻓﻲ اﻏﻼق‬:‫ ﺳﻤﻌﺖ رﺳﻮل ﷲ ص ﯾﻘﻮل‬:‫ﻗﺎﻟﺖ ﻋﺎﺋﺸﺔ‬
yang bersifat insaf agar tidak selayaknya mengambil Artinya: “Telah berkata Aisyah: aku pernah
ijtihad Umar dan meninggalkan fatwa Nabi. mendengar Rasulullah SAW bersabda:
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa tidak sah talak dalam keadaan marah.”
Ahmad Hassan dalam menentukan hukum tentang (H.R. Abu Daud)
penjatuhan talak tiga sekaligus kepada istri hanya Dari hadis di atas, Ahmad Hassan mengatakan
jatuh satu talak saja dengan berlandaskan kepada Al- sudah terbukti dengan nyata sekali bahwa orang yang
Qur’an surat al-Baqarah ayat 229 dan hadis-hadis Nabi mentalak istrinya dalam keadaan marah,
yang dianggapnya shahih dengan menggunakan kebanyakannya sesudah itu sangat menyesalinya,
metode ijtihād bayānī, yaitu menetapkan hukum maka dari sebab itu agama tidak menganggapnya
berdasarkan lafaz zhāhiriyah yang terkandung dalam sebagai perceraian, karena talak dalam keadaan
Al-Qur’an dan Hadis tersebut. marah ini tidak dengan sengaja dan kehendak (niat).
Kemudian ada juga riwayat lain yang berbunyi:
Menjatuhkan Talak dalam Keadaan Marah ‫ ﺣﺪﺛﻨﻲ ﯾﺤﯿﻰ ﺑﻦ ﺳﻌﯿﺪ ﻋﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ‬,‫ أﺧﺒﺮﻧﺎ ﺳﻔﯿﺎن‬,‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻛﺜﯿﺮ‬
Mengenai masalah ini, Ahmad Hassan :‫ ﺳﻤﻌﺖ ﻋﻤﺮ ﺑﻦ اﻟﺨﻄﺎب‬:‫ ﻋﻦ ﻋﻠﻘﻤﺔ ﺑﻦ وﻗﺎص اﻟﻠﯿﺜﻲ ﻗﺎل‬,‫اﺑﺮاھﯿﻢ اﻟﺘﯿﻤﻲ‬
menjelaskan dalam bukunya yang berjudul Soal Jawab ‫ اﻧﻤﺎ اﻷﻋﻤﺎل ﺑﺎﻟﻨﯿﺎت واﻧﻤﺎ ﻟﻜﻞ اﻣﺮئ ﻣﺎﻧﻮى‬:‫ﺳﻤﻌﺖ رﺳﻮل ﷲ ص ﯾﻘﻮل‬
tentang Berbagai Masalah Agama. Dalam buku Artinya: “Telah menceritakan kepada kami
tersebut terdapat sebuah pernyataan tentang Muhammad bin Katsir, telah menceritakan
bagaimana hukum mentalak istri dalam keadaan kepada kami Sufyan, telah menceritakan
marah, yang berbunyi: “Seseorang sedang sangat kepadaku Yahya bin Sa’id dari Muhammad
marah kepada istrinya, sehingga lantaran marahnya bin Ibrahim at-Taimi, dari Alqamah bin
jadi kurang ingatannya, tiba-tiba tak disangkanya Waqqas al-Laitsi berkata: aku telah
keluar dari mulutnya di muka umum ucapan sekali mendengar Umar bin Khattab: saya pernah
talak tiga kepada istrinya, tetapi di saat itu pula timbul mendengar bahwa Rasulullah SAW
penyesalannya. Apakah talak itu sah?” bersabda: perbuatan-perbuatan tidak
Menjawab pertanyaan tersebut, Ahmad Hassan dihitung melainkan menurut niatnya, dan
memulainya dengan mengatakan bahwa dalam tiap-tiap orang mendapat menurut apa yang
masalah ini sebagian besar dari ulama-ulama fikih ia niatkan.” (H.R. Abu Daud)
berpendapat bahwa menjatuhkan talak dalam Menurut Ahmad Hassan dari hadis ini bisa
keadaan marah itu, talaknya sah atau jatuh. Namun diketahui bahwa talak yang dikerjakan tidaklah
menurut Ahmad Hassan, tidak satu pun alasan atau dengan niat (kehendak sesungguhnya), itu berarti
hadis yang berhubungan dengan masalah tidak dianggap apa-apa oleh agama, yakni talak dalam
menjatuhkan talak dalam keadaan marah ini sah dari keadaan marah tidak jatuh/sah. Walaupun Ahmad
pada Nabi SAW. Karena dalam hadis-hadis tersebut Hassan dan para fuqaha terdapat kesamaan dalam
terdapat kelemahan seperti pada sanadnya ada menggunakan dalil tentang tidak sahnya talak
seorang yang bernama Abdul Rahman bin Habib bin seseorang dalam keadaan marah, namun terdapat
Azdak, dimana orang ini telah dilemahkan oleh imam perbedaan dalam memahami batas kemarahan
Nasa’i, dan sebagian hadis yang digunakan tersebut seseorang. Para fuqaha menjelaskan bahwa marah
merupakan sanadnya ada yang terputus. Menurut yang dinggap sah ialah marah yang melampui batas
Ahmad Hassan, talak yang sah itu harus dilakukan kesadaran, sudah gelap fikirannya, hilang akal

91
Ijtihad, Volume 36, No. 1 Tahun 2020

sehatnya seperti orang mabuk. Akan tetapi bila dalam pernikahan, menikahi wanita non muslim,
seorang suami dalam keadaan marah yang masih menjatuhkan talak tiga sekaligus, menjatuhkan talak
mengetahui apa yang diucapkannya, maka talaknya dalam keadaan marah dan memadu istri dengan
sah, karena dianggap sebagai orang sadar. bibinya. Ahmad Hassan mendasarkan pendapatnya
Sedangkan Ahmad Hassan tidak menjelaskan pada sumber hukum Islam yang paling pokok dan
marah seperti apa yang menyebabkan tidak sahnya utama yaitu Al-Qur’an dan hadis, sedangkan ijma’ dan
talak tersebut. Ia hanya mengatakan talak itu harus qiyas menurut Ahmad Hassan tetap tidak bisa
dilakukan dengan sungguh-sungguh, dan talak dalam independen, tetapi harus tetap berdasarkan pada Al-
keadaan marah itu tidaklah dengan sengaja dan Qur’an dan Sunnah.
kehendak (niat). Ini terbukti bahwa kebanyakan dari Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ahmad
orang yang mentalak istrinya dalam keadaan marah, Hassan tidak menggunakan metode ijtihad yang lain
setelah itu mereka menyesalinya. Padahal kalau seperti istihsān, maslahah mursalah, istishāb, ‘urf, qaul
dikatakan seseorang menyesali perbuatannya pasti sahābi, syar’u man qablana dan sadd al-zarī’ah. Dengan
apa yang ia lakukan adalah dengan kesadaran. demikian jelaslah bahwa Ahmad Hassan dalam
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa Ahmad metapkan suatu hukum dengan menggunakan metode
Hassan dalam menetapkan hukum tidak sahnya talak ijtihād bayānī, yakni metode penalaran hukum yang
seseorang kepada istrinya dalam keadaan marah pada dasarnya bertumpu pada kaidah-kaidah
dengan berdasarkan pada Al-Qur’an surat al-Baqarah kebahasaan nash.
ayat 227 dan hadis Nabi SAW sebagaimana yang
digunakan oleh para fuqaha, serta ia menganggap DAFTAR BACAAN
bahwa setiap talak yang dilakukan dalam keadaan
marah tidak bisa diterima karena kemarahan itu Al-Mughniyah, Muhammad Jawad, Fiqh Lima Mazhab,
bukanlah merupakan kesengajaan dan bukan pula Jakarta: Lentera, 1992
sebuah kehendak. Penetapan hukum yang dilakukan Al-Bukhari al-Ja’fi, Shahih Bukhārī, Beirut: Darul
oleh Ahmad Hassan dalam masalah ini adalah dengan Kitabul Alamiah, 2007
menggunakan metode ijtihād bayānī, yaitu Al-Turmudzi, Sunan at-Turmudzī, ttp: al-Qudus, 2009
menetapkan hukum berdasarkan lafaz zhāhiriyah Al-Qazwaini, Sunan Ibnu Mājah, Beirut: Darul Fikr,
yaang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadis 2008
tersebut. Al-Kandahlaw, Muhammad Zakaryah, Awjaz al-
Masālik ilā Muwatta’ Malik, Beirut: Darul Fikr,
SIMPULAN 1980
Dari penjelasan di atas, penulis memahami Al-Nawawi, Syarah Sahih Muslim, Jakarta Timur: Darus
bahwa Ahmad Hassan dalam menetapkan hukum Sunnah, 2013
keluarga (kedudukan wali dalam pernikahan, hukum Al-Thabari, Abi Ja’far Muhammad bin Jarir, Tafsīr al-
menikahi wanita non muslim, menjatuhkan talak tiga Thabārī Jāmi’ al-Bayān ‘an Ta’wīl al-Qur’an,
sekaligus, menjatuhkan talak dalam keadaan marah ttp.: Maktabah Ibnu Taimiyyah, 2001
dan memadu istri dengan bibinya) dengan Al-Qozwaini, Abi Abdullah Muhammad bin Yazid,
menggunakan metode ijtihād bayānī. Yaitu ijtihad Sunan Ibnu Mājah, Beirut: Darul Kitabul
untuk menjelaskan hukum-hukum syara’ yang Amaliyah, 2004
terkandung dalam nash, namun sifatnya masih zhonni Al-Nasai, Imam Al-Hafiz Abi Abdul Rahman Ahmad bin
baik dari segi penetapannya maupun dari segi Syu’aib bin Ali Al-Kharasani, Sunan Nasā’i,
penunjukannya (Umar Shihab,2013). Ijtihād bayānī Beirut; Darul Kitabul Ilmiah, 1995
adalah penjelasan ulama terhadap teks Al-Quran dan Al-San’ani, Al-Khalani, Subul al-Salām, Kairo: Dar Ihya’
Sunnah. Dalam kajian ini, ijtihad cenderung dipandang Al-Turast al-‘Araby, 1379 H, 1960
sama dengan tafsir (Jaih Mubarok, 2002). Dengan kata Abu Isa, Muhammad Bin Saurah, Jami’ al-Shahīh Sunan
lain, ijtihād bayānī adalah ijtihad yang berhubungan al- Tirmīdzī, Mesir: Isa Baby al Halaby, t.th
dengan penjelasan kebahasaan yang terdapat dalam Amien, Shiddiq, dkk, Panduan Hidup Berjama’ah
Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam Jam’iyyah Persis, Bandung, 2007
Kemudian, apa yang disebut sebagai sumber Ayyub, Hasan, Fikih Keluarga, Jakarta: Pustaka Al-
hukum Islam sebagaimana yang telah dijelaskan pada Kautsar, 2001
bab terdahulu, nampaknya merupakan bagian dari Ghazaly, Abdul Rahman, Fikih Munakahat, Jakarta:
metode ijtihad yang digunakan oleh Ahmad Hassan Kencana, 2008
dalam menetapkan suatu hukum. Hal ini dapat Hassan, Ahmad, Soal – Jawab Tentang Berbagai
diketahui dalam beberapa ijtihad Ahmad Hassan Masalah Agama, Bandung: CV. Penerbit
khususnya pada pembahasan tentang kedudukan wali Diponegoro, 2007

92 |Copyright © 2020 ijtihad


, Terjemah Bulugul-Maram Ibnu Hajar Al- Sulaiman, Abu Daud, Sunan Abi Dāud, Juz II Beirut:
Asqalani, Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, Darul Fikr 2004
2011 Syarjaya, Asyibli H., Tafsir Ayat-ayat Ahkam, Jakarta:
Kumpulan Risalah Ahmad Hassan: Al-Fatihah, rajawali Pers, 2008
Jum’ah, Zakat, Riba, Hajji, Ijma’, Qiyas, Mazhab, Tihami, Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih
Taqlid, Ahmadiyah, Bangil: Pustaka Elbina, Nikah Lengkap, Jakarta: Rajawali Pers, 2009
2005 Usman, Iskandar, Istihsan dan Pembaharuan Hukum
Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994
Iskandar, Salman, 99 Tokoh Muslim Indonesia, Jakarta: Powerwadarminta, WJS, Kamus Umum Bahasa
Mizan Media Utama (MMU), 2009 Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1985
Maswan dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Wildan, Dadan, Sejarah Perjuangan Persis 1923-
Islam di Indonesia, Yogyakarta: Teras, 2011 1983, Bandung : Gema Syahida, 1995
Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia, Jakarta:
Prenadamedia Group, 2016
Mughni, Syafiq A. Hassan Bandung Pemikir Islam
Radikal, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1980
Muslimah, Pandangan Ahmad Hassan dan T. M. Hasbi
Ash Shiddieqy Dalam Menempatkan Hadis
Sebagai Dalil Hukum, Disertasi Pascasarjana
UIN Imam Bonjol Padang, 2017
Minhaji, Akh, A. Hassan Sang Ideologi Reformasi Fikih
di Indonesia 1887-1958 Garut: Pembela Islam
Media, 2015
Muchtar, Kamal, Asas-Asas Hukum Islam Tentang
Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1993
Mubarok, Jaih, Metodologi Ijtihad Hukum Islam,
Yogyakarta: UII Press, 2002
Nasution, Khaeruddin, Pengantar dan Pemikiran
Hukum Keluarga Perdata Islam Indonesia,
Yogyakarta: Academia & Tazzafa, 2007
Nur, Djamaan, Fiqh Munakahat, Semarang: Dina Utama
Semarang, 1993
Rahman, Muhammad Ghazali, Larangan Memadu Istri
dengan Tantenya Perspektif Hadis Ahkam,
Jurnal Al-Mizan, Volume 10, No. 1, Juni 2014
Ritonga, Iskandar, Membumikan Hukum Islam di
Nusantara, Biografi dan Pemikiran Lima
Tokoh Hukum Islam Indonesia, Jakarta:
Quantum Press, 2000
Ridha, Rasyid, Tafsīr al-Manār, Mesir: Matba’ah al-
Qahirah, 1380
Sabiq, Sayyid, Fiqh al-Sunnah, Juz. II, Kairo: Maktabah
Dar al-Turas, tt
Sayyed Hawwas , ‘Abdul Aziz Muhammad ‘Azzam dan
‘Abdul Wahhab, al-Usrah wa Ahkāmuha fī al-
Tashri’ al-Islāmi, terjemahan Fiqh Munakahat,
Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009
Shihab, Umar, Kontekstualitas al-Qur’an, Jakarta:
Penamadani, 2013
Suma, Muhammad Amin, Hukum Keluarga Islam di
Dunia Islam, Jakarta: PT. Rajagrfindo Persada,
2004
Setiawan, Eko Jurnal Syariah dan Hukum Volume 6
Nomor 2, Desember, 2014

93
Ijtihad, Volume 36, No. 1 Tahun 2020

94 |Copyright © 2020 ijtihad

Anda mungkin juga menyukai