Achmad Khoeron - Konsep Pernikahan Dalam Pandangan KH Hasyim Asy'ary
Achmad Khoeron - Konsep Pernikahan Dalam Pandangan KH Hasyim Asy'ary
HASYIM ASY’ARI
TAHUN 1899-1947
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas individu mata kuliah Sejarah Sosial
dan Intelektual Islam di Indonesia II
Achmad Khoeron
1205010002
Penulis menyadari penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna karena
keterbatasan ilmu dan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis
memohon maaf atas kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Terakhir,
penulis juga berharap agar makalah ini dapat dijadikan acuan tindak lanjut untuk
penelitian selanjutnya serta bisa bermanfaat bagi kita semua.
ii
Bandung, Oktober 2023
Achmad Khoeron
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
5
dengan tujuan untuk taat, seperti mengikuti sunah atau menghasilkan keturunan
atau menjaga farjinya atau matanya, maka itu termasuk amal akhirat dan akan
diberi pahala.3
Dari latarbelakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengungkap
pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari mengenai konsep pernikahan yang beliau
tuangkan dalam risalahnya yang berjudul Dhau' al-Misbah fi Bayani Ahkam al-
Nikah, dalam sebuah makalah yang berjudul “Konsep Pernikahan dalam
Pandangan K.H. Hasyim Asy’ari tahun 1899-1947”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi K.H. Hasyim Asy’ari ?
2. Bagaimana Konsep Pernikahan dalam Pandangan K.H. Hasyim Asy’ari ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Biografi K.H. Hasyim Asy’ari ?
2. Untuk mengetahui Konsep Pernikahan dalam Pandangan K.H. Hasyim
Asy’ari ?
D. Langkah-langkah penelitian
Pada penelitian penulis menggunakan metode penelitian sejarah yang terdri
dari empat tahap atau metode yaitu:
1. Heuristik
3
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.4
6
2. Kritik
3. Interpretasi
4. Historiografi
4
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999),
h. 108.
5
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah..., h. 114
6
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah..., h. 117
7
BAB II
BIOGRAFI K.H. HASYIM ASY’ARI
Dari segi garis keturunan, Hasyim Asy’ari berasal dari keluarga kiai,
karena leluhur jauhnya, Kiai Sihah, adalah pendiri Pondok Pesantren Tambak
Beras. Sementara itu, kakeknya, Kiai Usman, merupakan tokoh terkenal yang
mendirikan Pondok Pesantren Gedang, dan ayahnya, Asy’ari, menjadi pengasuh
Pondok Pesantren Keras di Jombang. Melalui silsilah ini, dapat disimpulkan
bahwa Kiai Hasyim Asy’ari tumbuh dan berkembang dalam lingkungan pondok
pesantren. Pada usia 13 tahun, beliau telah memahami kitab-kitab Islam klasik dan
bahkan diangkat sebagai badal (asisten pengajar) di pondok pesantren yang
dipimpin oleh ayahnya.9
7
Muhammad Hasyim dan Ahmad Atho’illah, Biografi Ulama Nusantara (Tuban:
Kakilangit Book, 2012), h. 10
8
Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi Keutamaan dan
Kebangsaan (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010), h. 34
9
Hartono Margono, “K.H. Hasyim Asy’ari dan Nahdlatul Ulama,” Media Akademika
Vol, 26, no. 3 (Juli 2011): h. 337
8
hingga saat ini memiliki pengikut terbanyak di Indonesia. Kepakaran dan
penghargaan terhadap Kiai Hasyim begitu tinggi sehingga beliau dianugerahi
gelar "Hadratusyekh" yang menjadi bagian tak terpisahkan dari namanya.10
A. Riwayat Pendidikan
Pada usia 15 tahun, Hasyim muda menempuh perjalanan untuk menuntut ilmu
di berbagai pesantren di Jawa, termasuk Pesantren Gedang, Pesantren Keras,
Pesantren Wonorejo, dan Pesantren Tambak Beras di Jombang. Selanjutnya,
Hasyim melanjutkan pembelajarannya di luar Jombang, seperti Pesantren
Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren
Kademangaran di Bangkalan, hingga Pesantren Siwalan Panji di Sidoarjo.
Cucunya menceritakan bahwa Kiai Hasyim juga pergi belajar di Mekah, di mana
beliau berangkat dua kali. Pertama-tama, perjalanannya singkat karena kembali
setelah istrinya meninggal. Kemudian, beliau kembali ke Mekah untuk belajar
dari beberapa ulama ternama, antara lain KH Mahfud Termas, Syeikh Khatib
Minangkabau, dan Syeikh Nawawi AlBantani.
10
Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari..., h.42
11
Atunk F. Karyadi, “Biografi KH Hasyim Asy’ari Tebuireng - KompasTV.VOB”,
diakses pada 8 Desember 2023 dari: https://youtu.be/UReft2Ts5U4
9
Pada tahun 1899, Kiai Hasyim kembali ke Indonesia dan mendirikan
pesantren di kawasan Tebuireng, yang pada saat itu merupakan kawasan
perkebunan tebu dan pabrik gula. Meskipun awalnya warga Tebuireng menolak
kehadiran Kiai Hasyim dan pesantrennya, sikap lemah lembut dan sifat suka
menolong beliau lambat laun memenangkan hati mereka. Santri pesantren terus
bertambah seiring dengan kabar kepiawaian Kiai Hasyim dalam mengajar.
10
d. al-Risalah fi al-Tasawuf.
Kitab berisi masalah-masalah yang berkaitan dengan tasawuf.
e. Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam'iyyat Nahdah al-Ulama.
Kitab ini mengandung konsep dasar NU, terdiri dari ayat-ayat Al-Quran,
hadis, dan pesan-pesan krusial yang menjadi dasar pendirian organisasi
Muslim terbesar di dunia. Karya ini memiliki signifikansi yang besar
dalam memberikan dasar yang kokoh terkait aspek keagamaan, yang akan
menjadi landasan bagi para ulama.
f. al-Tibyan fi al-Nahyi 'an Muqatha'at al-Arham wa al-Aqarib wa al-
Ikhwan.
Kitab ini ini membahas mengenai pentingnya membangun persaudaraan di
tengah perbedaan serta bahaya memutus tali persaudaraan.
g. Risalah fi Ta'kid al-Akhdzi bi Madzhab al-A'immah al-Arba’ah.
Karangan ini menguraikan signifikansi berpedoman pada empat madzhab,
yaitu madzhab Iman Syafi’i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam
Ahmad bin Hanbal.
h. Mawaidz.
Karangan ini memuat nasihat mengenai cara mengatasi permasalahan yang
timbul akibat kehilangan kerjasama dalam upaya pemberdayaan. Tulisan
ini pernah disampaikan dalam Kongres XI Nahdlatul Ulama pada tahun
1935 di Bandung. Selain itu, karya ini turut diterjemahkan oleh Prof. Buya
Hamka dan dipublikasikan dalam majalah Panji Masyarakat edisi Nomor
5, tanggal 15 Agustus 1959.
i. al-Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyid al-Mursalin.
Kitab ini berisi seruan kepada setiap Muslim untuk cinta kepada
Rasulullah SAW dengan cara mengirimkan shalawat setiap waktu dan
mengikuti segala ajarannya. Selain itu, kitab ini juga memuat kisah hidup
dan akhlak yang luhur dari Rasulullah SAW.
j. Arba.ina Haditsan Tata'allaqu bi Mabadi' Jam'iyyat Nahdah al- 'Ulama.
Karya ini memuat 40 hadis yang perlu dijadikan pedoman oleh anggota
Nahdlatul Ulama. Hadis-hadis tersebut mengandung pesan untuk
11
meningkatkan tingkat ketakwaan dan kerjasama dalam kehidupan, yang
diharapkan menjadi landasan yang kuat bagi setiap individu dalam
menghadapi berbagai tantangan kehidupan.
k. al-Tanbihat al-Wajibat li Man Yusna'a al-Maulid bi al-Munkarat.
Kitab ini memberikan pengingat yang penting mengenai aspek-aspek yang
perlu diperhatikan saat merayakan Maulid Nabi. Kita menyadari bahwa
perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW adalah salah satu tradisi yang
khas dalam kalangan Muslim tradisional. Oleh karena itu, agar
pelaksanaannya berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan utamanya,
kitab ini dapat dijadikan sebagai referensi.
l. Risalah Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah fi Hadits al-Mauta wa Syurut
alSa'ah wa Bayani Mafhum al-Sunnah wa al-Bid'ah.
Kitab ini merupakan sebuah karya yang penting karena menyajikan
perbedaan paradigmatis antara sunnah dan bid'ah. Yang paling esensial
dalam karya ini adalah penjelasan dari Kiai Hasyim tentang hakikat
pemahaman Ahlussunnah wal Jamaah. Selain itu, dalam buku ini juga
diuraikan tanda-tanda akhir zaman.
12
BAB III
KONSEP PERNIKAHAN DALAM PANDANGAN K.H. HASYIM ASY’ARI
A. Hukum-hukum menikah
1. Sunnah
2. Wajib
12
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.4
13
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.4
14
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.4
13
Dalam hal ini, K.H. Hasyim Asy'ari mengutip perkataann dari Syaikh as-
Syarqawi dalam Hasyiyah at-Tahrir. Pernikahan hukumnya wajib manakala ia
menjadi satu satunya jalan sebagai solusi untuk mencegah zina.15
4. Makruh
Orang yang tidak memiliki syahwat untuk menikah serta tidak memiliki
kesiapan untuk menikah, atau mempunyai kesiapan tetapi memiliki penyakit
pikun dan impoten, maka hukum menikah baginya adalah makruh.17
5. Haram
15
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.4
16
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.4
17
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.4
18
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.4
14
K.H. Hasyim Asy'ari mengatakan bahwa dianjurkan untuk menikah
dengan perempuan yang beragama (Islam) 19, sebagaimana dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:
Maka yang seharusnya bagi seseorang yang berpegang pada agama islam
adalah menjadikan agama sebagai prinsip utama dalam segala aspek
kehidupan, terutama dalam memilih pendamping hidup untuk jangka panjang.
Nabi saw menegaskan pentingnya memilih pasangan hidup yang memiliki
keyakinan agama, di mana agama menjadi fokus utama. 20 Sebagai contoh,
hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah ibn Umar, yang disampaikan oleh
Ibnu Majah dan dianggap sebagai hadis marfu' yang berasal dari Rasulullah:
15
dengan baik. Hal itu tidak mungkin bisa terjadi kecuali dengan wanita yang
berakal.21
21
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.5
22
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.5-6
16
Yaitu wanita yang materialistis, mudah tergoda ketika melihat sesuatu dan
memaksa suami untuk membelikan sesuatu itu
5. Barraqah
Barraqah itu mencakup dua makna, pertama: yaitu wanita yang sepanjang
harinya memoles dan menghias wajahnya supaya wajahnya bersinar
dengan cara yang dibuat-buat. Yang kedua, yaitu jika ia benci terhadap
makanan maka ia tidak mau makan kecuali dengan menyendiri dan selalu
merasa bagiannya sedikit.
6. Syaddaqah
Yaitu wanita yang berlebihan dan banyak bicara.23
E. Manfaat menikah
1. Mendapatkan anak (keturunan)
2. Memenuhi kebutuhan syahwat
3. Mengatur urusan rumah tangga
4. Menambah kerabat/keluarga
5. Melawan hawa nafsu dengan melaksanakan tugas-tugas dalam rumah
tangga dan sabar didalam menjalankan tugas tugas tersebut.24
F. Rukun Nikah
1. Sighat (Ijab kabul)
2. Mempelai wanita
3. Mempelai pria
4. Wali
5. Dua orang saksi25
17
2. Memenuhi nafkah kepada istri (makan, pakaian, dan tempat tinggal)
3. Berlembah lembut
4. Bersabar dengan kekurangan istri
5. Membimbing istri dalam ibadah dan kebaikan
6. Memberikan pendidikan agama (terutama yang pokok) kepada istri26
26
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.16
27
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.17-18
18
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini menyoroti konsep pernikahan dalam
pandangan K.H. Hasyim Asy’ari, yang tercermin dalam kitabnya berjudul
"Dhau' al-Misbah fi Bayani Ahkam al-Nikah". Dalam pandangan beliau,
pernikahan dianggap sebagai langkah penting dalam membangun keluarga
yang ideal dan harmonis, yang selaras dengan prinsip-prinsip agama. K.H.
Hasyim Asy’ari menekankan pentingnya memilih pasangan hidup yang
beragama, karena agama menjadi fondasi utama dalam mencapai keberhasilan
pernikahan. Risalah ini tidak hanya memberikan panduan tentang pemilihan
pasangan, tetapi juga merinci tata cara melangsungkan pernikahan, adab
dalam berumah tangga, serta hak dan kewajiban suami istri.
19
B. Saran
Dalam melakukan penelitian mengenai pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari
yang akan datang, terutama dalam kitabnya yang berjudul Dhau' al-Misbah fi
Bayani Ahkam al-Nikah, disarankan untuk mengkaji lebih detail lagi terutama
pada bagian rukun nikah dan hak-hak suami atas istri dan hak-hak istri atas
suami. Karena dalam makalah ini, penulis agak kesulita ketika mengkaji
paragraf-paragraf yang ada pada bab-bab yang dimaksud, sehingga pemaparan
yang disajikan dalam makalah ini (di bagian rukun nikah dan hak-hak suami
atas istri dan sebaliknya) kurang begitu komprehensif.
20
DAFTAR PUSTAKA
Asy'ary, Syaikh Muhammad Hasyim. t.th. Dhau' al-Misbah fi Bayani Ahkam al-
Nikah. Jombang: Maktabah al-Turats al-Islami
21