Anda di halaman 1dari 21

KONSEP PERNIKAHAN DALAM PANDANGAN K.H.

HASYIM ASY’ARI
TAHUN 1899-1947

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas individu mata kuliah Sejarah Sosial
dan Intelektual Islam di Indonesia II

Dosen pengampu : Agus Permana, M.Ag

Achmad Khoeron
1205010002

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wataala atas Rahmat serta


Karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan makalah dengan
judul “Konsep Pernikahan dalam Pandangan K.H. Hasyim Asy’ari tahun 1899-
1947” ini dengan baik. Makalah ini disusun dalam rangka untuk memenuhi untuk
memenuhi salah satu tugas individu mata kuliah sejarah sosial dan intelektual
islam di Indonesia II pada Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.

Dalam penyelesaian penulisan proposal ini, penulis memperoleh banyak


bantuan baik bimbingan, arahan, dan pengajaran dari berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Agus Permana, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Sejarah Peradaban


Islam Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
2. Bapak Agung Purnama, M.Hum. selaku Sektretaris Jurusan Sejarah
Peradaban Islam Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
3. Bapak Agus Permana, M.Ag selaku dosen engampu mata kuliah yang
telah memberikan bimbingan dengan baik hingga Proposal ini dapat
terselesaikan dengan baik.
4. Seluruh Dosen Program Studi Sejarah Peradaban Islam Universitas Islam
Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
5. Orang tua yang senantiasa mendoakan serta memotavasi penulis untuk
terus bersemangat menuntut ilmu.

Penulis menyadari penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna karena
keterbatasan ilmu dan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis
memohon maaf atas kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Terakhir,
penulis juga berharap agar makalah ini dapat dijadikan acuan tindak lanjut untuk
penelitian selanjutnya serta bisa bermanfaat bagi kita semua.

ii
Bandung, Oktober 2023

Achmad Khoeron

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..........................................................................................5
B. Rumusan Masalah ....................................................................................6
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................6
D. Langkah-langkah Penelitian .....................................................................6
BAB II BIOGRAFI K.H. HASYIM ASY’ARI ...............................................8
A. Riwayat pendidikan ..................................................................................9
B. Karya K.H. Hasyim Asy’ari .....................................................................10
BAB III KONSEP PERNIKAHAN DALAM PANDANGAN K.H. HASYIM
ASY’ARI .............................................................................................................13
A. Hukum-hukum menikah ...........................................................................13
B. Kriteria utama dalam memilih pasangan...................................................14
C. Kriteria tambahan dalam memilih pasangan.............................................16
D. Sifat-sifat calon pasangan yang harus dihindari........................................16
E. Manfaat menikah.......................................................................................17
F. Rukun nikah...............................................................................................17
G. Hak istri atas suami..................................................................................17
H. Hak suami atas istri..................................................................................18
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................................19
B. Saran ........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................21

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pernikahan dianggap sebagai langkah awal dalam membangun keluarga, yang


pada gilirannya diibaratkan sebagai replika kecil dari struktur negara. Setiap
pasangan yang menempuh jalan pernikahan berharap dapat mencapai cita-cita
memiliki keluarga yang harmonis. Namun, belum banyak yang memahami secara
utuh konsep keluarga ideal. Oleh karena itu, Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari
merespon kebutuhan ini dengan menulis risalah singkat yang diberi judul "Dhau'
al-Misbah fi Bayani Ahkam al-Nikah."1
Risalah tersebut merinci konsep pernikahan dan keluarga yang ideal sesuai
dengan ajaran agama, mengambil inspirasi dari Al-Qur'an dan hadits. 2 Dalam
konteks pernikahan, banyak aspek yang perlu diperhatikan agar tujuan dan esensi
pernikahan dapat tercapai. Ini mencakup pemilihan pasangan, proses pernikahan
itu sendiri, etika dalam kehidupan berumah tangga, dan hak serta kewajiban suami
dan istri yang saling bertanggung jawab. Pentingnya memperhatikan aspek-aspek
ini disebabkan oleh kenyataan bahwa pernikahan yang dipersiapkan dan
dijalankan dengan baik akan menciptakan keluarga yang kokoh. Keluarga yang
kokoh ini, selanjutnya, akan melahirkan generasi yang diinginkan oleh masyarakat
dan agama, bukan hanya dalam segi kuantitas, melainkan juga kualitas.
Dalam penyampaiannya, Kiai Hasyim, yang juga seorang pakar hadits, sering
kali mengutip hadits-hadits yang berkaitan dengan pernikahan dan topik terkait.
Pendekatan ini dilakukan dengan semangat memberikan motivasi dan kadang-
kadang inspirasi kepada masyarakat. Hadits-hadits yang disampaikan dapat
bersifat "tabsyir" (menggembirakan) maupun "tandzir" (menakut-nakuti), yang
semuanya dipresentasikan secara seimbang untuk memperkuat argumennya.
Beliau juga membahas hukum-hukum yang berkaitan dengan perniakahan,
mulai dari wajib hingga haram. Beliau mengatakan bahwa jika orang menikah
1
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah fi Bayani Ahkam al-Nikah
(Jombang: Maktabah al-Turats al-Islami, t.th), h.3
2
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.3

5
dengan tujuan untuk taat, seperti mengikuti sunah atau menghasilkan keturunan
atau menjaga farjinya atau matanya, maka itu termasuk amal akhirat dan akan
diberi pahala.3
Dari latarbelakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengungkap
pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari mengenai konsep pernikahan yang beliau
tuangkan dalam risalahnya yang berjudul Dhau' al-Misbah fi Bayani Ahkam al-
Nikah, dalam sebuah makalah yang berjudul “Konsep Pernikahan dalam
Pandangan K.H. Hasyim Asy’ari tahun 1899-1947”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi K.H. Hasyim Asy’ari ?
2. Bagaimana Konsep Pernikahan dalam Pandangan K.H. Hasyim Asy’ari ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Biografi K.H. Hasyim Asy’ari ?
2. Untuk mengetahui Konsep Pernikahan dalam Pandangan K.H. Hasyim
Asy’ari ?

D. Langkah-langkah penelitian
Pada penelitian penulis menggunakan metode penelitian sejarah yang terdri
dari empat tahap atau metode yaitu:

1. Heuristik

Pada tahap ini peneliti mengumpulkan sumber-sumber tertulis baik sumber


primer maupun sumber sekunder yang sesuai dengan topik atau permasalahan
dalam penelitian yang berjudul “Konsep Pernikahan dalam Pandangan K.H.
Hasyim Asy’ari tahun 1899-1947”. Pada tahap Heuristik ini penulis
mengumpulkan sumber-sumber sejarah dari perpustakaan. Sebagian sumber
lainnya, penulis juga memperoleh buku-buku pdf penunjang dari internet.

3
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.4

6
2. Kritik

Dari data yang terkumpul dalam tahap heuristik diuji kembali


kebenarannya melalui kritik guna memperoleh keabsahan sumber. Dalam hal
ini keabsahan sumber tentang keasliannya (otentisitas) yang dilakukan melalui
kritik ekstern, dan keabsahan tentang kasahihannya (kreadibilitasnya)
ditelusuri lewat kritik intern.4

3. Interpretasi

Interpretasi atau penafsiran terhadap sumber atau data sejarah seringkali


disebut dengan analisis sejarah. Dalam hal ini data yang terkumpul
dibandingkan kemudian disimpulkan agar bisa dibuat penafsiran terhadap data
tersebut sehingga dapat diketahui hubungan kausalitas dan kesesuaian dengan
masalah yang diteliti.5

4. Historiografi

Historiografi merupakan tahap akhir dari metode sejarah yakni usaha


untuk merekonstruksi kejadian masa lampau dengan memaparkan secara
sistematis, terperinci, utuh dan komunikatif. Penulisan hasil penelitian sejarah
hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai proses
penelitian sejak awal hingga fase akhir.6 Dalam penelitian ini menghasilkan
sebuah laporan penelitian yang berjudul “Konsep Pernikahan dalam
Pandangan K.H. Hasyim Asy’ari tahun 1899-1947”.

4
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999),
h. 108.
5
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah..., h. 114
6
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah..., h. 117

7
BAB II
BIOGRAFI K.H. HASYIM ASY’ARI

K.H. Hasyim Asy'ari dilahirkan di Jombang pada tanggal 14 Februari 1871


Masehi.7 Beliau merupakan anak ketiga dari 11 bersaudara. Ayahnya, Kiai
Asy’ari, berasal dari Demak, dan merupakan seorang santri cerdas di pesantren
Kiai Usman. Ibunya, Nyai Halimah, adalah putri dari Kiai Usman dan menjadi
putri tertua di antara tiga laki-laki dan dua perempuan. Saudara-saudaranya terdiri
dari Muhammad, Leler, Fadhil, dan Nyai Arif. Hasyim lahir dari pernikahan
antara Kiai Asy’ari dan Nyai Halimah. Ia memiliki sepuluh saudara, yaitu
Nafi’ah, Ahmad Saleh, Radiah, Hasan, Anis, Fathanah, Maimunah, Maksum,
Nahwari, dan Adnan.8

Dari segi garis keturunan, Hasyim Asy’ari berasal dari keluarga kiai,
karena leluhur jauhnya, Kiai Sihah, adalah pendiri Pondok Pesantren Tambak
Beras. Sementara itu, kakeknya, Kiai Usman, merupakan tokoh terkenal yang
mendirikan Pondok Pesantren Gedang, dan ayahnya, Asy’ari, menjadi pengasuh
Pondok Pesantren Keras di Jombang. Melalui silsilah ini, dapat disimpulkan
bahwa Kiai Hasyim Asy’ari tumbuh dan berkembang dalam lingkungan pondok
pesantren. Pada usia 13 tahun, beliau telah memahami kitab-kitab Islam klasik dan
bahkan diangkat sebagai badal (asisten pengajar) di pondok pesantren yang
dipimpin oleh ayahnya.9

Di lingkungan pesantren, nama Hasyim Asy’ari sangat terkenal. Hal ini


disebabkan oleh pergeseran arah kiblat para kiai di Jawa dan Madura ke arah Kiai
Hasyim setelah wafatnya gurunya, Kiai Kholil, pada tahun 1925. Pesantren
Tebuireng menjadi panggung utama untuk menyampaikan dakwah beliau. Kiai
Hasyim juga dikenal sebagai pendiri Nahdlatul Ulama (NU), organisasi yang

7
Muhammad Hasyim dan Ahmad Atho’illah, Biografi Ulama Nusantara (Tuban:
Kakilangit Book, 2012), h. 10
8
Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi Keutamaan dan
Kebangsaan (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010), h. 34
9
Hartono Margono, “K.H. Hasyim Asy’ari dan Nahdlatul Ulama,” Media Akademika
Vol, 26, no. 3 (Juli 2011): h. 337

8
hingga saat ini memiliki pengikut terbanyak di Indonesia. Kepakaran dan
penghargaan terhadap Kiai Hasyim begitu tinggi sehingga beliau dianugerahi
gelar "Hadratusyekh" yang menjadi bagian tak terpisahkan dari namanya.10

A. Riwayat Pendidikan

Dalam wawancara eksklusif oleh Kompas TV dengan K.H. Solahuddin


Wahid,11 yang merupakan cucu dari Kiai Hasyim Asy’ari, terungkap perjalanan
hidupnya. Menurut pandangan cucunya, Kiai Hasyim adalah sosok yang luar
biasa, memiliki pengaruh besar yang masih terasa hingga 60 tahun setelah
wafatnya. Cucunya menyebut Kiai Hasyim sebagai sosok yang penuh dedikasi,
diikuti oleh banyak orang, dan luar biasa menurutnya. Kiai Hasyim dilahirkan
dalam keluarga ulama, ayahnya adalah Kiai Asy’ari yang menikah dengan putri
Kiai Usman, pemilik Pondok Pesantren Gedang Jombang. Pada usia 6 tahun, Kiai
Hasyim dibesarkan di lingkungan Pesantren Gedang, dan kemudian ayahnya
pindah ke Dusun Keras, di mana Kiai Hasyim dididik dan tumbuh menjadi sosok
yang sangat mencintai ilmu.

Pada usia 15 tahun, Hasyim muda menempuh perjalanan untuk menuntut ilmu
di berbagai pesantren di Jawa, termasuk Pesantren Gedang, Pesantren Keras,
Pesantren Wonorejo, dan Pesantren Tambak Beras di Jombang. Selanjutnya,
Hasyim melanjutkan pembelajarannya di luar Jombang, seperti Pesantren
Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren
Kademangaran di Bangkalan, hingga Pesantren Siwalan Panji di Sidoarjo.
Cucunya menceritakan bahwa Kiai Hasyim juga pergi belajar di Mekah, di mana
beliau berangkat dua kali. Pertama-tama, perjalanannya singkat karena kembali
setelah istrinya meninggal. Kemudian, beliau kembali ke Mekah untuk belajar
dari beberapa ulama ternama, antara lain KH Mahfud Termas, Syeikh Khatib
Minangkabau, dan Syeikh Nawawi AlBantani.

10
Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari..., h.42
11
Atunk F. Karyadi, “Biografi KH Hasyim Asy’ari Tebuireng - KompasTV.VOB”,
diakses pada 8 Desember 2023 dari: https://youtu.be/UReft2Ts5U4

9
Pada tahun 1899, Kiai Hasyim kembali ke Indonesia dan mendirikan
pesantren di kawasan Tebuireng, yang pada saat itu merupakan kawasan
perkebunan tebu dan pabrik gula. Meskipun awalnya warga Tebuireng menolak
kehadiran Kiai Hasyim dan pesantrennya, sikap lemah lembut dan sifat suka
menolong beliau lambat laun memenangkan hati mereka. Santri pesantren terus
bertambah seiring dengan kabar kepiawaian Kiai Hasyim dalam mengajar.

Walaupun memegang tradisi lama, Kiai Hasyim tetap terbuka terhadap


perubahan. Beliau mendukung usulan putra dan kerabatnya untuk menerapkan
sistem kelas berjenjang di Pesantren Tebuireng. Kiai Hasyim juga menyetujui
adanya pelajaran umum di luar pelajaran agama Islam, yang sebelumnya dianggap
tabu di kalangan pesantren, seperti matematika, geografi, bahasa Belanda, dan
bahasa Inggris. Di bawah kepemimpinan Kiai Hasyim, Pesantren Tebuireng
berhasil menjadi pesantren terbaik dan terbesar di Nusantara pada abad ke-20.

B. Karya K.H. Hasyim Asy’ari

Keunikan yang membedakan K.H. Hasyim Asy'ari adalah minatnya dalam


menulis kitab. Karya-karyanya telah membentuk suatu identitas keagamaan yang
mencerminkan khas Indonesia, mampu berintegrasi dengan kebudayaan lokal,
terutama tradisi Jawa. Selain kitab Dau'u al-Misbâh fî Bayâni Ahkâmi al-Nikâh
Kiai Hasyim memiliki beberapa karya lain dalam berbagai bidang, antara lain:

a. Adab al-Alim wa al-Muta’allim fi ma Yanhaj Ilaih al-Muta’allim fi


Maqamah Ta’limihi.
Karangan ini ini memuat pedoman-pedoman yang seharusnya diikuti oleh
pelajar dan pengajar agar proses belajar-mengajar dapat berjalan dengan
lancar dan mencapai tujuan yang diinginkan dalam konteks dunia
pendidikan.
b. al-Durar al-Muntasyirah fî Masâil Tis'a 'Asyarah.
Kitab ini berisi 19 masalah tentang kajian wali dan thariqah.
c. al-Risalah fi al-'Aqaid.
Kitab berisi masalah-masalah yang berkaitan dengan tauhid.

10
d. al-Risalah fi al-Tasawuf.
Kitab berisi masalah-masalah yang berkaitan dengan tasawuf.
e. Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam'iyyat Nahdah al-Ulama.
Kitab ini mengandung konsep dasar NU, terdiri dari ayat-ayat Al-Quran,
hadis, dan pesan-pesan krusial yang menjadi dasar pendirian organisasi
Muslim terbesar di dunia. Karya ini memiliki signifikansi yang besar
dalam memberikan dasar yang kokoh terkait aspek keagamaan, yang akan
menjadi landasan bagi para ulama.
f. al-Tibyan fi al-Nahyi 'an Muqatha'at al-Arham wa al-Aqarib wa al-
Ikhwan.
Kitab ini ini membahas mengenai pentingnya membangun persaudaraan di
tengah perbedaan serta bahaya memutus tali persaudaraan.
g. Risalah fi Ta'kid al-Akhdzi bi Madzhab al-A'immah al-Arba’ah.
Karangan ini menguraikan signifikansi berpedoman pada empat madzhab,
yaitu madzhab Iman Syafi’i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam
Ahmad bin Hanbal.
h. Mawaidz.
Karangan ini memuat nasihat mengenai cara mengatasi permasalahan yang
timbul akibat kehilangan kerjasama dalam upaya pemberdayaan. Tulisan
ini pernah disampaikan dalam Kongres XI Nahdlatul Ulama pada tahun
1935 di Bandung. Selain itu, karya ini turut diterjemahkan oleh Prof. Buya
Hamka dan dipublikasikan dalam majalah Panji Masyarakat edisi Nomor
5, tanggal 15 Agustus 1959.
i. al-Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyid al-Mursalin.
Kitab ini berisi seruan kepada setiap Muslim untuk cinta kepada
Rasulullah SAW dengan cara mengirimkan shalawat setiap waktu dan
mengikuti segala ajarannya. Selain itu, kitab ini juga memuat kisah hidup
dan akhlak yang luhur dari Rasulullah SAW.
j. Arba.ina Haditsan Tata'allaqu bi Mabadi' Jam'iyyat Nahdah al- 'Ulama.
Karya ini memuat 40 hadis yang perlu dijadikan pedoman oleh anggota
Nahdlatul Ulama. Hadis-hadis tersebut mengandung pesan untuk

11
meningkatkan tingkat ketakwaan dan kerjasama dalam kehidupan, yang
diharapkan menjadi landasan yang kuat bagi setiap individu dalam
menghadapi berbagai tantangan kehidupan.
k. al-Tanbihat al-Wajibat li Man Yusna'a al-Maulid bi al-Munkarat.
Kitab ini memberikan pengingat yang penting mengenai aspek-aspek yang
perlu diperhatikan saat merayakan Maulid Nabi. Kita menyadari bahwa
perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW adalah salah satu tradisi yang
khas dalam kalangan Muslim tradisional. Oleh karena itu, agar
pelaksanaannya berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan utamanya,
kitab ini dapat dijadikan sebagai referensi.
l. Risalah Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah fi Hadits al-Mauta wa Syurut
alSa'ah wa Bayani Mafhum al-Sunnah wa al-Bid'ah.
Kitab ini merupakan sebuah karya yang penting karena menyajikan
perbedaan paradigmatis antara sunnah dan bid'ah. Yang paling esensial
dalam karya ini adalah penjelasan dari Kiai Hasyim tentang hakikat
pemahaman Ahlussunnah wal Jamaah. Selain itu, dalam buku ini juga
diuraikan tanda-tanda akhir zaman.

12
BAB III
KONSEP PERNIKAHAN DALAM PANDANGAN K.H. HASYIM ASY’ARI

A. Hukum-hukum menikah

Dalam bab pertama kitabnya, K.H. Hasyim Asy'ari menjelaskan mengenai


hukum-hukum pernikahan. Yang mana hukum-hukum tersebut didasarkan pada
tujuan dan kondisinya. Setidaknya K.H. Hasyim Asy'ari menyebutkan ada lima
hukum nikah sebagai berikut:

1. Sunnah

K.H. Hasyim Asy'ari mengutip perkataan Syaikh An-nawawi dalam


menjelaskan hukum nikah yang pertama ini. Beliau mengatakan bahwa jika
menikah itu diniatkan untuk mengikuti sunnah Rasulullah, atau untuk
mendapatkan keturunan, dan untuk menjaga kehormatan kemaluan atau mata,
maka pernikahan dianggap menjadi amal akhirat yang akan mendapatkan
pahala Allah Subhanahu wa taala. 12 Beliau juga menjelaskan bahwa jika
seseorang sudah memiliki keinginan syahwat dan dia mampu untuk
memberikan mahar dan nafkah, maka orang tersebut disunnahkan untuk
menikah.13

Hal tersebut berlaku sebaliknya, apabila seseorang belum sampai kepada


keinginan syahwat baik mampu atau belum mampu untuk menyediakan mahar
dan nafkah, maka hukum menikah baginya adalah sunnah untuk tidak
menikah terlebih dahulu. Dikhawatirkan ketika seseorang tersebut menikah,
dia akan disibukkan pada realita yang harus dihadapi dalam kehidupan
berkeluarga dan bisa mengganggu ibadahnya.14

2. Wajib

12
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.4
13
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.4
14
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.4

13
Dalam hal ini, K.H. Hasyim Asy'ari mengutip perkataann dari Syaikh as-
Syarqawi dalam Hasyiyah at-Tahrir. Pernikahan hukumnya wajib manakala ia
menjadi satu satunya jalan sebagai solusi untuk mencegah zina.15

3. Khilaful aula (kurang baik; statusnya di bawah makruh)

Hukum ini berlaku ketika seseorang yang telah memiliki keinginan


syahwat kuat untuk menikah tetapi belum memiliki kesiapan. hendaknya dia
menahan keinginannya dengan cara berpuasa. Jika berpuasa tidak cukup untuk
mengatasi syahwat tersebut, disarankan untuk tidak meredam syahwatnya
dengan kapur atau sejenisnya. Sebaliknya, disarankan untuk memilih jalur
yang halal dengan menikah dengan niat untuk menjaga diri dari perbuatan
zina.16

4. Makruh

Orang yang tidak memiliki syahwat untuk menikah serta tidak memiliki
kesiapan untuk menikah, atau mempunyai kesiapan tetapi memiliki penyakit
pikun dan impoten, maka hukum menikah baginya adalah makruh.17

5. Haram

Hukum pernikahan menjadi haram ketika menikahi seseorang yang haram


untuk dinikahi (mahram).18

B. Kriteria utama dalam memilih pasangan


Masih dalam bab yang pertama K.H. Hasyim Asy'ari menjelaskan mengenai
kriteria dalam memilih pasangan, diantaranya sebagai berikut:
1. Taat beragama (islam)

15
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.4
16
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.4
17
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.4
18
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.4

14
K.H. Hasyim Asy'ari mengatakan bahwa dianjurkan untuk menikah
dengan perempuan yang beragama (Islam) 19, sebagaimana dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:

“Sesungguhnya nabi saw bersabda: wanita dinikahi karena empat hal,


karena hartanya, pangakatnya, kecantikannya, dan agamanya. Pilihlah
yang beragama maka engkau akan beruntung”.

Maka yang seharusnya bagi seseorang yang berpegang pada agama islam
adalah menjadikan agama sebagai prinsip utama dalam segala aspek
kehidupan, terutama dalam memilih pendamping hidup untuk jangka panjang.
Nabi saw menegaskan pentingnya memilih pasangan hidup yang memiliki
keyakinan agama, di mana agama menjadi fokus utama. 20 Sebagai contoh,
hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah ibn Umar, yang disampaikan oleh
Ibnu Majah dan dianggap sebagai hadis marfu' yang berasal dari Rasulullah:

“Jangan kalian nikahi wanita karena kecantikannya, mungkin saja


kecantikannya itu merusaknya. Dan janganlah kalian menikahinya karena
hartanya, mungkin hartanya itu membuatnya bejat. Tetapi nikahilah
wanita karena agamanya. Sesungguhnya budak hitam dan telinganya
sobek yang beragama itu lebih utama daripada wanita cantik yang tidak
beragama".
Hadits tersebut menekankan untuk tidak menikahi wanita hanya karena
kecantikannya, karena kecantikan tersebut dapat menjadi bumerang. Begitu
pula, tidak seharusnya menikahi wanita hanya karena kekayaannya, karena
harta tersebut dapat merusak moralitasnya. Sebaliknya, disarankan untuk
menikahi wanita berdasarkan agamanya. Sebuah prinsip yang diilustrasikan
dengan pernyataan bahwa seorang budak yang hitam dan telinganya sobek
yang memiliki agama lebih utama daripada wanita cantik yang tidak
memegang teguh agama.

2. Berakal (memiliki kematangan intelektual)

K.H. Hasyim Asy'ari menegaskan bahwa janganlah menikah kecuali


dengan wanita yang berakal, karena tujuan nikah adalah bergaul dan hidup
19
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.5
20
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.5

15
dengan baik. Hal itu tidak mungkin bisa terjadi kecuali dengan wanita yang
berakal.21

C. Kriteria tambahan dalam memilih pasangan


1. Perawan, kecuali laki-laki tersebut memiliki udzur, seperti lemahnya alat
vital yang mengakibatkan tidak dapat menghilangkan keperawanan. Atau
seseorang tersebut membutuhkan seorang istri untuk agar bisa mengurus
keluarganya sebagaimana yang dialami Sahabat Nabi Jabir bin Abdillah.
2. Memiliki nasab yang baik, bukan anak hasil zina, bukan anak orang fasik,
dan bukan perempuan temuan yang tidak diketahui ayahnya.
3. Sekufu (setara)
4. Subur
5. Memiliki sifat kasih sayang yang tinggi
6. Baligh
7. Ringan maharnya
8. Bukan wanita yang diceraikan (wanita tersebut masih dicintai atau
mencintai mantan suaminya)
9. Sebaiknya bukan kerabat dekat22

D. Sifat-sifat calon pasangan yang harus dihindari


1. Annanah
Yaitu wanita yang suka mengeluh, banyak menghabiskan waktu untuk
mengikat rambutnya (sibuk mengurusi kepetingan pribadi).
2. Mannanah
Yaitu wanita yang suka mengungkit ungkit kepada suami. seperti dengan
berkata "saya melakukan ini dan itu demi kamu".
3. Hannanah
Yaitu wanita yang masih mencintai mantan suaminya, membandingkan
suami dengan orang lain.
4. Haddaqah

21
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.5
22
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.5-6

16
Yaitu wanita yang materialistis, mudah tergoda ketika melihat sesuatu dan
memaksa suami untuk membelikan sesuatu itu
5. Barraqah
Barraqah itu mencakup dua makna, pertama: yaitu wanita yang sepanjang
harinya memoles dan menghias wajahnya supaya wajahnya bersinar
dengan cara yang dibuat-buat. Yang kedua, yaitu jika ia benci terhadap
makanan maka ia tidak mau makan kecuali dengan menyendiri dan selalu
merasa bagiannya sedikit.
6. Syaddaqah
Yaitu wanita yang berlebihan dan banyak bicara.23

E. Manfaat menikah
1. Mendapatkan anak (keturunan)
2. Memenuhi kebutuhan syahwat
3. Mengatur urusan rumah tangga
4. Menambah kerabat/keluarga
5. Melawan hawa nafsu dengan melaksanakan tugas-tugas dalam rumah
tangga dan sabar didalam menjalankan tugas tugas tersebut.24

F. Rukun Nikah
1. Sighat (Ijab kabul)
2. Mempelai wanita
3. Mempelai pria
4. Wali
5. Dua orang saksi25

G. Hak istri atas suami


Seorang suami wajib memenuhi hak-hak istri sebagai berikut:
1. Menggauli istri dengan baik
23
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.6-7
24
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.7
25
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.11

17
2. Memenuhi nafkah kepada istri (makan, pakaian, dan tempat tinggal)
3. Berlembah lembut
4. Bersabar dengan kekurangan istri
5. Membimbing istri dalam ibadah dan kebaikan
6. Memberikan pendidikan agama (terutama yang pokok) kepada istri26

H. Hak suami atas istri


Adapun seorang istri wajib memenuhi hak-hak suami sebagai berikut:
1. Taat terhadap suaminya, kecuali dalam hal-hal yang dilarang
2. Tidak berpuasa dan tidak keluar rumah kecuali atas izin suami
3. Mencari keridoan suami dan menjauhi hal hal yang dibenci suami
4. Tidak melarang suami yang bersenang-senang dalam sesuatu yang mubah
5. Tidak menggunakan harta suami kecuali atas izin suami
6. Mendahulukan hak-hak suami di atas hak-hak kerabatnya
7. Memberikan pelayanan terbaik untuk suaminya27

26
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.16
27
Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ary, Dhau' al-Misbah..., h.17-18

18
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini menyoroti konsep pernikahan dalam
pandangan K.H. Hasyim Asy’ari, yang tercermin dalam kitabnya berjudul
"Dhau' al-Misbah fi Bayani Ahkam al-Nikah". Dalam pandangan beliau,
pernikahan dianggap sebagai langkah penting dalam membangun keluarga
yang ideal dan harmonis, yang selaras dengan prinsip-prinsip agama. K.H.
Hasyim Asy’ari menekankan pentingnya memilih pasangan hidup yang
beragama, karena agama menjadi fondasi utama dalam mencapai keberhasilan
pernikahan. Risalah ini tidak hanya memberikan panduan tentang pemilihan
pasangan, tetapi juga merinci tata cara melangsungkan pernikahan, adab
dalam berumah tangga, serta hak dan kewajiban suami istri.

Melalui kutipan hadits dan argumennya, K.H. Hasyim Asy’ari


memberikan pemahaman yang komprehensif tentang nilai-nilai yang harus
dijunjung dalam kehidupan berumah tangga. Pernikahan dianggap sebagai
jalan untuk mencari nafkah yang halal, namun sekaligus menjadi ujian dan
tanggung jawab besar bagi suami sebagai pemimpin keluarga. Risalah ini juga
menyoroti bahaya-bahaya yang mungkin muncul jika pernikahan tidak
dijalankan dengan benar, seperti distraksi dari ketaatan kepada Allah dan
risiko terjerumus dalam kejelekan.

Dengan demikian, pandangan K.H. Hasyim Asy’ari menggambarkan


pernikahan sebagai institusi yang memerlukan kesadaran spiritual, tanggung
jawab, dan komitmen untuk mencapai tujuan akhir yang luhur. Konsep
pernikahan ini bukan hanya sebagai ikatan duniawi semata, tetapi juga sebagai
upaya untuk mencapai ridha Allah dan membangun keluarga yang berakhlak
dan beragama.

19
B. Saran
Dalam melakukan penelitian mengenai pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari
yang akan datang, terutama dalam kitabnya yang berjudul Dhau' al-Misbah fi
Bayani Ahkam al-Nikah, disarankan untuk mengkaji lebih detail lagi terutama
pada bagian rukun nikah dan hak-hak suami atas istri dan hak-hak istri atas
suami. Karena dalam makalah ini, penulis agak kesulita ketika mengkaji
paragraf-paragraf yang ada pada bab-bab yang dimaksud, sehingga pemaparan
yang disajikan dalam makalah ini (di bagian rukun nikah dan hak-hak suami
atas istri dan sebaliknya) kurang begitu komprehensif.

20
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung. 1999. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana


Ilmu

Asy'ary, Syaikh Muhammad Hasyim. t.th. Dhau' al-Misbah fi Bayani Ahkam al-
Nikah. Jombang: Maktabah al-Turats al-Islami

Atunk F. Karyadi, “Biografi KH Hasyim Asy’ari Tebuireng - KompasTV.VOB”,


diakses pada 8 Desember 2023 dari: https://youtu.be/UReft2Ts5U4

Hartono Margono, “K.H. Hasyim Asy’ari dan Nahdlatul Ulama,” Media


Akademika Vol, 26, no. 3 (Juli 2011)

Hasyim, Muhammad dan Ahmad Atho’illah. 2012. Biografi Ulama Nusantara.


Tuban: Kakilangit Book

Misrawi, Zuhairi. 2010. Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi Keutamaan


dan Kebangsaan. Jakarta: Kompas Media Nusantara

21

Anda mungkin juga menyukai