Anda di halaman 1dari 26

UJIAN AKHIR SEMESTER

AGAMA

OLEH :

I Nyoman Jaya Antara Putra (2202020055)

I Gusti Bagus Pramaditha Pramana (2202020009)


I Made Agus Ari Suta (2202020038)

PROGRAM STUDI

BISNIS DIGITAL

INSTITUT BISNIS DAN TEKNOLOGI INDONESIA

TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Segala puji dan rasa syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang
Hyang Widhi Wasa yang telah memberikan berkah dan inspirasinya dalam menyusun
makalah ini, karena atas limpahan rahmatnya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
waktu tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai harapan. Terima kasih kepada-Nya, kami
dapat menjelajahi dan mengenal cerita-cerita unik yang tersembunyi di dalam keindahan
keindahan pura-pura.

Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Agama
Hindu, Ni Nyoman Ayu J. Sastaparamitha, S.S., M.Pd. atas tugas makalah ini dan semua
pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, ada banyak hal yang bisa kami
pelajari melalui cerita-cerita unik yang ada dalam makalah ini.

Makalah ini mengajak pembaca untuk memahami sisi magis dan unik dari cerita yang
ada di pura-pura, sebagai tempat suci dan spiritualitas. Melalui kisah-kisah yang menarik,
kami berusaha mengangkat keberagaman tradisi budaya, kepercayaan, dan hal unik yang
melekat pada setiap pura-nya.

Kami menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam penyusunan makalah ini, baik
dari segi EYD, kosa kata, tata Bahasa, etika maupun isi. Oleh karenanya kami siap menerima
segala kritik dan saran yang membangun

Sebagai penutup, kami berharap makalah ini dapat menambah wawasan pembaca
dan menjadi kontribusi kecil dalam upaya menjaga dan melestarikan kekayaan budaya yang
tersebar pada seluruh kultural Pura yang ada di Bali, Terima kasih.

Om Shanti, Shanti, Shanti, Om.

Hormat kami,

I Nyoman Jaya Antara Putra

I Made Agus Ari Suta

I Gusti Bagus Pramaditha Pramana


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ 2


DAFTAR ISI ....................................................................................................................... 3
CERITA 1 ........................................................................................................................... 4
CERITA 2 ........................................................................................................................... 5
CERITA 3 ........................................................................................................................... 6
CERITA 4 ........................................................................................................................... 7
CERITA 5 ........................................................................................................................... 8
CERITA 6 ........................................................................................................................... 9
CERITA 7 ......................................................................................................................... 11
CERITA 8 ......................................................................................................................... 12
CERITA 9 ......................................................................................................................... 13
CERITA 10 ....................................................................................................................... 14
KESIMPULAN .................................................................................................................. 16
REFERENSI ...................................................................................................................... 17
CERITA UNIK PURA CAMPUHAN WINDHU SEGARA
CERITA 1

Jro Mangku Gede Alit Adnyana adalah seorang pemangku yang bertugas di Pura
Dalem Kesiman, Denpasar. Ia adalah seorang yang taat beragama dan rajin bersembahyang.
Namun, nasib tidak berpihak padanya. Ia menderita penyakit gagal ginjal yang membuatnya
harus menjalani cuci darah secara rutin. Ia sudah mencoba berbagai pengobatan, baik medis
maupun tradisional, tetapi tidak ada yang berhasil menyembuhkan penyakitnya.

Suatu hari, ia merasa sangat lemah dan putus asa. Ia merasa hidupnya tidak ada
artinya lagi. Ia memutuskan untuk pergi ke pantai Padang Galak, tempat ia sering bermain
saat kecil. Ia ingin menenangkan pikiran dan hatinya di sana. Ia berjalan menyusuri pantai,
menikmati angin dan deburan ombak. Tiba-tiba, ia melihat sesuatu yang aneh. Di antara
pasir dan batu, ada sebatang kayu yang mengeluarkan asap. Ia mendekati kayu itu dan
mencium aroma yang harum. Ia merasa ada yang istimewa dari kayu itu.

Ia mencoba menyentuh kayu itu, tetapi ia merasakan getaran yang kuat. Ia terkejut
dan mundur selangkah. Ia mendengar suara yang samar-samar di telinganya. Jro Mangku
tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Ia mengira itu adalah halusinasi akibat
penyakitnya. Tetapi, suara itu terus mengulang pesannya. Jro Mangku akhirnya percaya
bahwa itu adalah petunjuk dari Tuhan.

Ia merasa bersyukur dan berjanji akan menuruti perintah itu. Ia segera kembali ke
rumahnya dan menceritakan pengalamannya kepada keluarga dan tetangganya. Mereka
awalnya tidak mempercayainya, tetapi setelah melihat kayu yang mengeluarkan asap,
mereka pun yakin bahwa itu adalah keajaiban.

Jro Mangku kemudian mengumpulkan dana dan bantuan dari berbagai pihak untuk
membangun pura di tempat itu. Ia mendapat dukungan dari masyarakat sekitar, termasuk
dari umat agama lain. Ia juga mendapat izin dari pemerintah dan pejabat setempat. Ia
memulai pembangunan pura pada tanggal 7 Juli 2005, dengan bantuan dari Mahaguru
Altreya Narayana sebagai pengawit. Ia menamai pura itu sebagai Pura Campuhan Windhu
Segara, yang berarti pertemuan antara air suci dan air laut.

Sejak membangun pura itu, Jro Mangku merasakan perubahan yang luar biasa. Ia
merasa tubuhnya menjadi lebih sehat dan bugar. Ia tidak perlu lagi menjalani cuci darah. Ia
juga merasa lebih bahagia dan damai. Ia yakin bahwa itu adalah karunia dari Ida Bhatara
Wisnu. Ia terus bersembahyang dan merawat pura itu dengan penuh kasih sayang. Ia juga
melayani para pemedek yang datang untuk melukat atau meruwat di pura itu. Ia berbagi
kisah dan kesaksianya kepada mereka, agar mereka juga mendapat berkat dari Tuhan. Ia
menjadi seorang pemangku yang disegani dan dihormati oleh banyak orang.
CERITA 2

Pura Campuhan Windhu Segara adalah sebuah pura yang terletak di pinggir pantai
Padang Galak, Denpasar, Bali. Pura ini dikenal sebagai tempat melukat atau meruwat, yaitu
ritual membersihkan diri secara rohani dengan menggunakan air suci. Banyak yang datang
ke pura ini untuk memohon keselamatan, kesembuhan, dan keberkahan dari Tuhan.

Pura ini berawal dari kisah seorang pemangku yang bernama Jro Mangku Gede Alit
Adnyana, yang menderita penyakit gagal ginjal. Setelah berobat ke mana-mana dan tidak
sembuh, ia merasa putus asa dan pasrah. Suatu hari, ia menemukan sebatang kayu di
pinggir pantai yang mengeluarkan asap. Ia merasa itu adalah pertanda kebesaran Tuhan dan
mendapat petunjuk untuk membangun pura di tempat itu. Ia menuruti petunjuk itu dan ia
pun sembuh dari penyakitnya.

Ia pun memulai pembangunan pura pada tanggal 7 Juli 2005 dan mendapat
dukungan dari berbagai pihak, termasuk umat agama lain seperti Islam, Budha, dan Kristen.
Ia juga mendapat bantuan dari Mahaguru Altreya Narayana, seorang guru spiritual yang
membimbingnya. Ia menamai pura itu sebagai Pura Campuhan Windhu Segara, yang berarti
pertemuan antara air suci dan air laut.

Untuk melukat di pura ini, ia membuat beberapa tata cara yang harus diikuti oleh
para pemedek. Pertama, harus membawa banten pejati, yaitu sesaji yang terdiri dari bunga,
daun, buah, dan kue. Kedua, harus melakukan penglukatan di tempat pemujaan Ida Sang
Hyang Wisnu dengan sarana pejati dan kelapa gading. Ketiga, harus melakukan penglukatan
di pantai Padang Galak, di tempat campuhan atau pertemuan antara air laut dan air sungai.
Keempat, harus melakukan penglukatan di Pura Beji, di sini ada tiga tahap penglukatan,
yaitu di Tirta Darmada, Tirta Dewi Gangga, dan Tirta Linggam. Kelima, setelah selesai
melukat, harus melakukan persembahyangan di natar utama Pura Campuhan Windhu
Segara.

Pura ini menjadi tempat yang banyak dikunjungi oleh orang-orang dari berbagai
agama, suku, dan budaya. Mereka merasakan manfaat dari melukat di pura ini, seperti
keselamatan, kesembuhan, kekayaan, kecantikan, dan kebahagiaan. Mereka juga
merasakan toleransi dan kerukunan antar umat beragama di Bali. Pura ini menjadi simbol
dari kebesaran Tuhan, yang menciptakan sesuatu yang luar biasa di tempat yang tidak
terduga.
CERITA UNIK PURA LUHUR BATU BELIG

Batu Besar sebagai berdirinya Pura Batu Belig

Dahulu kala pada tahun 1693 Masehi hiduplah seorang Raja di-Bali yang tinggal di daerah
Tabanan yang bernama Puri Oka. Saat itu sedang terjadi peperangan antara raja dengan raja
dari setiap daerahnya, karena terjadinya peperangan yang semakin memakan korban,
akhirnya Raja Tabanan ini turun dari Singgasananya untuk berperang melawan Raja dari
daerah Penebel.

Singkat cerita raja Tabanan ini pun kalah melawan raja Penebel, dengan kekalahan
yang diterima dari raja Tabanan, Karena merasa bahwa dirinya telah gagal dalam
melawan/mempertahankan daerahnya ia memutuskan untuk pergi meninggalkan
Singgsananya. Kemudian raja Tabanan ini memulai perjalanannya menuju kearah barat yaitu
ke Antosari dan berisitirahat disana.

Setelah raja Tabanan selesai beristirahat di Antosari, ia memutuskan untuk pergi


menuju hutan, dan hutan yang dituju adalah hutan pesagi. Saat dia sampai di dataran tinggi
ia memutuskan untuk berhenti dan melakukan tapa yoga semadi (beryoga). Singkat cerita
pada saat jam 12 malam raja Tabanan melihat sebuah asap yang mengepul dari arah
utaranya, dengan rasa penasarannya raja itu kemudian menelusuri pusat dari asap yang
mengepul tersebut.
Sesampainya raja Tabanan di area asap yang mengepul tersebut menemukan sebuah
batu yang besar yang diselimuti dengan lumut yang kemudian membuka batu tersebut dan
membuat pelinggih dan tempat untuk berlindung disana.

Hikmah dari cerita ini adalah keberanian untuk menghadapi kegagalan adalah nilai
yang patut dihargai. Raja Tabanan, setelah mengalami kekalahan dalam peperangan, tidak
berdiam diri atau menyerah begitu saja. Sebaliknya, dia memutuskan untuk meninggalkan
singgasananya dan mencari keberanian serta keteguhan hati untuk melanjutkan hidup.
Penemuan batu yang besar dan tersembunyi di dalam hutan pesagi mengajarkan kita untuk
melihat potensi positif dalam situasi sulit. Batu tersebut mungkin dapat diartikan sebagai
simbol kebijaksanaan atau sumber kekuatan yang tersembunyi.
Lebah Hutan

Di tahun 2022 kemarin tepatnya pada bulan Juni saat melaksanakan Odalan Ageng di pura
Luhur Batu Belig terjadi sebuah peristiwa yang tidak terduga pada saat Pagi harinya ketika
melaksanakan Pujawali Ageng, kejadian tersebut diduga adanya Lebah hutan yang
menyerang Pengempon pura dan Masyarakat yang sedang ngaturang ngayah di jaba pura.
Awalnya, peristiwa tersebut terjadi pada saat orang-orang yang sedang ngayah membuat
sate di jaba pura untuk keperluan Upakara.

Karena asap dari pembuatan sate tersebut naik hingga keatas membuat lebah-lebah
hutan ini merasa terganggu dari atas Pohon Taep, akhirnya beberapa induk lebah hutan ini
turun kebawah ke tempat orang-orang yang sedang ngayah membuat sate, karena melihat
seekor lebah yang muncul secara tiba-tiba salah satu warga tidak sengaja memukul salah
satu induk lebah yang berasal dari Pohon kayu Taep yang berada diatas. Akhirnya ribuan
lebah yang lainnya turun lalu menyerang orang-orang yang sedang ngayah dibawah yang
membuat orang-orang pada berlari berhamburan kemana-mana.

Lebah-lebah hutan tersebut mengejar orang-orang yang sedang ngayah hingga


bermeter-meter jauhnya dari lokasi Pura Batu Belig hingga orang-orang yang sedang ngayah
tersebut berinisiatif untuk bersembunyi di pemukiman warga sekitar dan lari menuju
dataran tinggi. Tidak hanya itu saja lebah hutan tersebut juga masuk kedalam area tempat
persembahyangan dan menyerang para Pemangku, Serati, dan Pengempon-pengempon
pura yang seketika panik.
Karena peristiwa itu banyak yang terkena serangan sengatan lebah hutan yang
membuat salah satu warga yang ngayah di pura tersengat cukup banyak yang akhirnya
dibawa menuju Rumah sakit di daerah Tabanan. Bapak I Wayan Juliana selaku Jero Bendesa
Adat dari Pura Luhur Batu Belig yang mendengar kejadian itu menyuruh salah seorang
pemangku untuk ngatur pekeling di pelinggih ageng untuk memohon supaya peristiwa yang
terjadi bisa kembali.

Setelah memberikan sesajen untuk dilakukannya ngatur pekeling beberapa menit


kemudian lebah-lebah itu dengan sendirinya kembali ke sarangnya di Pohon kayu taep, dan
orang-orang yang ngaturang ngayah bisa kembali melakukan pekerjaannya kembali.
Menurut pengakuan dari orang-orang disana penyebab lebah hutan itu menyerang orang-
orang disana karena mungkin adanya Ida Sesuhunan yang melinggih kekurangan sesuatu
yang bersifat sekala/niskala yang menyebabkan beliau itu marah.

Dari kisah peristiwa diatas mengajarkan pentingnya kehati-hatian dalam


melaksanakan upacara keagamaan. Pembuatan sate di jaba pura yang menghasilkan asap
dan mengganggu lebah hutan mengingatkan kita untuk selalu memperhatikan lingkungan
sekitar saat melaksanakan ritual keagamaan. Kejadian ini mencerminkan perlunya rasa
tanggung jawab terhadap alam dan kehidupan makhluk lain. Ketidakseimbangan dalam
hubungan ini dapat menimbulkan konsekuensi yang tidak terduga. Serangan lebah hutan
bisa diartikan sebagai reaksi alam terhadap gangguan yang diciptakan manusia. Oleh karena
itu, cerita ini mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan alam dan menjalani
kehidupan dengan penuh kesadaran terhadap lingkungan.
GERING

Sebagai sebuah pura kahyangan jagat, Pura Griya Sakti Manuaba memiliki kisah unik
dalam proses berdirinya, konon dahulu pura ini merupakan pura griya atau tempat tinggal
seorang peranda sakti yang bernama Peranda Ketut Ler. Peranda Ketut Ler merupakan
keturunan dari Ida Peranda Sakti Wau Rauh yang mewarisi seluruh kemampuan spiritual
ayahnya.

Sebagaimana yang dinyatakan dalam lontar disebutkan bahwa Peranda Ketut Ler ini
merupakan sesuhunan dari Trah Brahmana Manuaba. Dikisahkan dahulu masyarakat sekitar
sempat mengalami wabah penyakit atau yang biasa disebut “Gering”, bukan hanya itu saja
wilayah disekitar pura Griya Sakti ini juga mengalami gagal panen dan kekeringan dalam
waktu yang lama.

Karena merasa menderita Masyarakat yang berasal dari sekitaran pura Griya Sakti
mengadu kepada raja bali saat itu. Peranda Ketut Ler yang Ketika itu diangkat sebagai
Bhagawanta akhirnya diutus untuk membantu Masyarakat yang ada di desa Manuaba.
Berbagai Upaya dilakukan oleh Peranda Ketut Ler untuk menyembuhkan wabah yang
menimpa Masyarakat salah satunya dengan melakukan pemujaan terhadap Ida Shang Hyang
Widhi agar Masyarakat Manuaba terhindar dari segala bencana dan gangguan roh jahat.

Atas segala usaha dan berkat kesaktiannya, Peranda Ketut Ler dijuluki sebagai Ida
Bhatara Sakti Manuaba yang Dimana beliau mampu menyembuhkan orang sakit. Karena itu
beliau sangat dihormati dan dipuji oleh Masyarakat. Masyarakat Manuaba memohon agar
beliau bersedia menetap di Desa Manuaba untuk menjaga dan menyelamatkan Desa
Manuaba.

Kisah tentang Pura Griya Sakti Manuaba membawa banyak hikmah dan pelajaran
hidup. Pertama, cerita ini menunjukkan keberanian dan tanggung jawab sosial Peranda Ketut
Ler, yang memiliki kebijaksanaan spiritual dan merasa bertanggung jawab atas penderitaan
masyarakatnya. Ajaran pertama yang dapat diambil adalah pentingnya kepedulian dan
keterlibatan dalam membantu sesama, terutama ketika menghadapi kesulitan dan
penderitaan. Nilai-nilai agama dan hubungan antara manusia dan kekuatan spiritual.

Peranda Ketut Ler menjalankan upaya pemujaan dan doa kepada Ida Shang Hyang
Widhi untuk meminta perlindungan dan keselamatan bagi masyarakatnya. Dari sini kita
dapat belajar tentang kekuatan doa, upaya spiritual, dan keyakinan pada kekuatan yang lebih
tinggi.
CERITA UNIK PURA TANAH LOT

Pura di atas Batu Karang

Dikisahkan pada abad ke-15 Bhagawan Dang Hyang Nirartha atau dikenal dengan
Dang Hyang Dwijendra melakukan misi penyebaran agama hindu dari Jawa dan Bali.
Sesampainya di bali yang saat itu dalam kekuasaan raja Dalem Waturenggong, sang raja
menyambut baik dari misi Dang Hyang Nirartha sehingga memudahkan penyebaran agama
hindu sampai ke pelosok pelosok desa di bali.

Saat berada di bali, Dang Hyang Nirartha melihat sebuah sinar suci dari arah laut
selatan bali. Dang Hyang pun mencari lokasi sinar tersebut dan ternyata berada di pantai
desa beraban tabanan. Ketika itu desa beraban di pimpin oleh Bendesa Beraban Sakti yang
menganut aliran monotheisme dan menentang ajaran sang Dang Hyang. Berbagai cara
beliau lakukan untuk mengusir Dang Hyang dari desa. Dang Hyang Nirartha bersemedi di
atas batu karang berbentuk seperti burung beo.

Pada awalnya batu tersebut berada di daratan, karena mendapat pengusiran dari
bendesa beraban akhirnya Dang Hyang pun memindahkan tempat pertapaannya tersebut
ke tengah laut dengan kekuatan spiritualnya. Batu karang tersebut kemudian di namakan
Tanah Lot yang artinya batu karang yang berada di tengah laut. Dan Sejak peristiwa tersebut
bendesa beraban akhirnya menjadi pengikut Dang Hyang Nirartha dan memeluk agama
hindu beserta seluruh warga desa beraban.

Sebelum meninggalkan pertapaannya di karang tersebut, Dang Hyang Nirartha


memberi sebuah keris ke bendesa. Keris tersebut memiliki kekuatan untuk menyembuhkan
berbagai penyakit tanaman. Setiap 6 bulan sekali diadakan upacara persembahan untuk
keris pemberian Dang Hyang Nirartha ini di Pura Tanah Lot. Pasca pemberian keris,
penduduk desa memiliki hasil panen yang melimpah sehingga penduduk hidup sejahtera.

Secara keseluruhan, cerita ini memberikan pelajaran tentang nilai-nilai seperti


kesabaran, toleransi, penghargaan terhadap alam, dan berbagi keberkahan. Nilai-nilai ini
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan harmoni dan kedamaian
di antara masyarakat yang berbeda.
Mata Air Tawar

Pura Tanah Lot adalah sebuah pura yang terletak di atas batu karang yang berada di
tengah laut. Pura ini merupakan salah satu destinasi wisata yang sangat populer di Bali,
karena memiliki pemandangan indah, terutama saat matahari terbenam. Pura ini juga
memiliki nilai sejarah dan keagamaan yang tinggi, karena diyakini sebagai tempat pemujaan
Ida Bhatara Wisnu, salah satu dewa utama dalam agama Hindu

Pura Tanah Lot memiliki keajaiban yang tidak dimiliki oleh pura lainnya. Di bawah
bangunan pura, terdapat sebuah goa yang di dalamnya mengalir mata air tawar. Mata air ini
disebut dengan Air Pabersih, yang artinya air yang membersihkan. Mata air ini dipercaya
sebagai air suci yang bisa digunakan untuk keperluan ibadah umat Hindu. Mata air ini juga
bisa diminum oleh siapa saja, dan rasanya tidak asin sama sekali, meskipun berada di tengah
laut

Mata air tawar di bawah Pura Tanah Lot ini menjadi salah satu daya tarik wisata yang
menarik banyak pengunjung. Banyak orang yang ingin mencoba meminum air suci ini, atau
sekadar membasuh muka dan tangan. Mereka percaya bahwa air ini bisa memberikan
berbagai manfaat, seperti keselamatan, keberuntungan, kesembuhan, kecantikan, dan awet
muda. Mereka juga merasa lebih dekat dengan Tuhan, karena merasakan kekuatan gaib dari
air ini
Mata air tawar di bawah Pura Tanah Lot ini juga menjadi bukti dari kebesaran Tuhan,
yang menciptakan sesuatu yang luar biasa di tempat yang tidak terduga. Mata air ini juga
menjadi simbol dari kesucian, keharmonisan, dan keseimbangan antara alam dan
manusia. Mata air ini mengajarkan kita untuk menghargai dan menjaga alam, serta
menjalankan ibadah dengan tulus dan bersih
Mitos Ular Suci yang dapat Mengabulkan Permintaan

Mitos soal pengabul permohonan sering ditemui di tempat wisata. Salah satunya di
Bali, tepatnya di Goa Ular Suci. Goa Ular Suci berada di Pura Tanah Lot Bali. Hanya bisa
dikunjungi ketika surut, goa ini berada di bawah tebing, berhadapan dengan Pura Tanah Lot
yang berada di tengah laut.

Cerita dimulai dengan seorang Bramana dari Jawa yang bernama Danghyang
Nirartha. Dipercayai sebagai sosok yang sangat sakti, Danghyang Nirartha melakukan suatu
keajaiban yang mengubah wajah pesisir tersebut. Sebuah batu besar dipindahkan ke tengah
laut, dan di atasnya, Danghyang Nirartha mendirikan sebuah pura yang dikenal sebagai Pura
Tanah Lot, yang secara harfiah berarti tanah di tengah lautan.

Danghyang Nirartha kemudian mengubah sabuk atau selendang yang kenakan


menjadi ular-ular suci. Konon, ular-ular ini memiliki tugas penting untuk menjaga kesucian
Pura Tanah Lot. Menariknya, ular-ular ini memiliki ekor pipih, mirip dengan ujung sabuk,
sebagai tanda dari transformasi ajaib yang dilakukan oleh sang Bramana.

Masyarakat Hindu di Bali percaya bahwa berdoa sambil mengelus ular suci di Tanah
Lot dapat membuat harapan dan permohonan mereka dikabulkan. Setiap hari, ribuan orang
datang ke tempat ini dengan hati yang penuh harap, berdoa untuk keselamatan, rezeki
berlimpah, bahkan harapan untuk diberkahi dengan keturunan. Salah satu bentuk
kepercayaan sekaligus ikhtiar saja, tetap kita harus usaha, tapi berdoa pada yang Maha

Kuasa juga perlu


Mitos pasangan kekasih

Tanah Lot merupakan salah satu objek wisata terbaik di Bali. Pura Tanah Lot memiliki
keunikan karena berdiri di pinggir laut. Beberapa mitos dan pantangan diyakini masyarakat
sekitar seputar tempat peribadatan ini.

Ada satu aturan yang diyakini dengan teguh oleh penduduk setempat: jangan
membawa kekasih Anda ke Pura Tanah Lot. Asal muasal mitos ini mungkin tidak jelas, tetapi
bagi masyarakat Bali, pantangan ini dipegang dengan kuat. Diyakini bahwa membawa
kekasih ke tempat ini dapat merenggangkan hubungan asmara, bahkan hingga pada
akhirnya berujung putus. Meskipun, seperti yang diingatkan, mitos ini tidak berlaku bagi
mereka yang sudah berkeluarga. Kepercayaan ini menjadi pilihan, apakah dipercayai atau
diabaikan.
Namun, tidak hanya itu, ada pantangan lain yang melibatkan wanita. Wanita hamil
dan wanita yang sedang haid dilarang naik ke Pura Tanah Lot. Mitos ini bersumber dari
keyakinan bahwa wanita yang sedang haid dianggap sebagai makhluk 'kotor', sehingga tidak
diperbolehkan melakukan ritual keagamaan di tempat suci ini. Kisah menarik pun
berkembang dari mitos ini, tentang seorang wanita yang sedang haid yang berusaha
menyeberangi jembatan penghubung tebing menuju Pura Tanah Lot. Namun, kejadian tak
terduga terjadi – jembatan roboh begitu saja. Sejak saat itu, tidak lagi ada jembatan yang
menghubungkan tebing ke Pura Tanah Lot.
Dengan mitos dan pantangan yang mengelilingi keindahan Pura Tanah Lot,
pengunjung diberi pilihan untuk mempercayainya atau tidak. Sementara mereka terpesona
oleh keelokan alam, mereka juga diingatkan akan kearifan lokal yang diwariskan melalui
cerita-cerita mistis yang melingkupi tempat ini.
Mitos Air Suci Awet Muda

Konon, mereka yang membasuh wajahnya dengan air suci ini akan diberkahi dengan
keajaiban awet muda. Kepercayaan ini telah melahirkan tradisi di kalangan penduduk
sekitar, yang dengan penuh keyakinan menyambangi Pura Tanah Lot setiap hari untuk
mencuci wajah mereka dengan air suci. Bayangan senja yang memeluk pura menciptakan
suasana sakral, di mana ritual ini dilakukan dengan penuh keseriusan dan harapan.

Tidak hanya sebagai sumber kecantikan, air suci ini juga dipercaya memiliki kekuatan
penyembuhan. Diyakini bahwa mereka yang meminum air suci ini dapat meraih
kesembuhan dari berbagai macam penyakit. Setiap tetes air menjadi obat mujarab yang
membawa harapan kesembuhan bagi setiap jiwa yang haus akan kesehatan.

Keunikan air suci Pura Tanah Lot tidak berhenti di situ. Dipercaya juga bahwa air ini
memiliki kemampuan untuk mengusir energi negatif dari tubuh. Orang-orang datang
dengan hati yang tulus, mencari kelegaan dari beban-beban spiritual yang mungkin mereka
pikul. Saat mereka meresapi kelembutan air suci yang membelai kulit, diyakini energi negatif
itu lenyap seiring hilangnya setiap tetes air.
Selain itu, air suci ini juga dikenal sebagai air kesuburan. Bagi pasangan yang
mendambakan keturunan, meminum air suci ini diyakini sebagai langkah untuk
mendapatkan karunia berupa kehadiran buah hati. Ritual ini dijalani dengan harapan dan
doa yang tulus, sambil menatap Pura Tanah Lot yang megah di tengah lautan yang tenang.

Namun, keistimewaan air suci ini tidak diperoleh begitu saja. Ada syarat-syarat
khusus yang harus dipenuhi. Wanita yang sedang datang bulan atau haid dilarang masuk ke
lokasi sumber mata air suci. Bahkan umat Hindu sendiri harus melakukan sembahyang
terlebih dahulu sebelum memasuki area yang dianggap suci ini. Kesucian, baik fisik maupun
spiritual, menjadi kunci untuk meraih keajaiban dari air suci Pura Tanah Lot.
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat kita ambil dari sepuluh cerita yang disampaikan
menunjukkan pentingnya melestarikan kearifan lokal, menghormati alam, dan bekerja
sama untuk mengatasi tantangan. Kearifan lokal, termasuk penggunaan bahan-bahan lokal
dan metode tradisional, tidak hanya menciptakan fondasi yang kuat dalam tatanan
masyarakat, namun juga melestarikan kekayaan identitas dan warisan budaya.Dari seluruh
cerita tersebut, terlihat jelas bahwa keberlangsungan tradisi dan nilai-nilai budaya
merupakan inti kekuatan suatu masyarakat dan menjadi landasan kokoh bagi
pertumbuhan dan pembangunan

Selain itu, penghormatan terhadap alam muncul sebagai nilai penting. Kisah-kisah
tentang hubungan spiritual dengan alam dan pengaruhnya pada kehidupan sehari-hari
menunjukan pentingnya menghargai dan melindungi lingkungan. Dengan memahami
bahwa manusia dan alam saling terkait, masyarakat dapat membentuk sikap tanggung
jawab terhadap bumi dan mendorong keberlanjutan timbal balik. Keterlibatan aktif dalam
menjaga keberagaman tradisional menjadi langkah nyata untuk memastikan bahwa nilai-
nilai luhur dan tradisi tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang seiring dengan
perubahan zaman, dan menciptakan masyarakat yang tumbuh dan berkembang secara
harmonis.
REFERENSI

Sumber: Bapak I Wayan Juliana (Jero Bendesa Pura Luhur Batu Belig)
mangku made arnata ( MANGKU PURA CAMPUHAN WINDHU SEGARA )
Sumber informasi Sekretariat Panitia Pura Luhur Tanah Lot
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai