ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Mendeskripsikan dan menganalisis respon mahasiswa
terhadap pembelajaran kewirausahaan, 2) Mendeskripsikan dan menganalisis minat
mahasiswa terhadap gerakan kewirausahaan, 3) Mendeskripsikan dan menganalisis
efektivitas pembelajaran kewirausahaan agar diketahui sejauh mana dapat dirasakan
manfaatnya oleh mahasiswa, dan 4) Menganalisis hubungan antara pembelajaran
kewirausahaan dengan minat wirausaha mahasiswa.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitik dengan teknik
pengumpulan data menggunakan angket kuesioner. Populasi dalam penelitian ini adalah
mahasiswa program studi Pendidikan Luar Sekolah yang telah mengikuti pembelajaran mata
kuliah Kewirausahaan. Sampel diambil sebanyak 20 orang dengan cara proportional random
sampling. Interpretasi berdasarkan prosentase dari alternatif jawaban yang telah dikemukakan
oleh responden. Untuk menganalisis hubungan antara pembelajaran kewirausahaan dan
minat berwirausaha penelitiannya adalah korelasional.
A. PENDAHULUAN
Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia yang sangat pesat menimbulkan berbagai masalah
sosial, antara lain : pengangguran, kemiskinan, dan kerusakan lingkungan. Kondisi tersebut
tentunya akan mengganggu pembangunan dan stabilitas nasional. Adapun kebutuhan pokok
manusia untuk bisa hidup secara wajar ada 5 (lima), yaitu: (1). Pangan; (2). Sandang; (3).
Papan; (4). Pendidikan dan (5). Rekreasi/hiburan. Dalam memenuhi kebutuhan hidup tersebut
setiap individu yang sudah dewasa harus bekerja untuk memiliki sumber penghasilan. Hal ini
menyebabkan angka pengangguran semakin tinggi karena jumlah tenaga kerja jauh lebih
banyak dibandingkan dengan lapangan kerja yang tersedia. Kondisi yang dihadapi akan
semakin diperburuk dengan situasi persaingan global, antara lain pemberlakuan MEA
(Masyarakat Ekonomi ASEAN) yang akan memperhadapkan lulusan perguruan tinggi
Indonesia bersaing secara bebas dengan lulusan dari perguruan tinggi asing. Oleh karena itu,
para sarjana lulusan perguruan tinggi perlu diarahkan dan didukung untuk tidak hanya
berorientasi sebagai pencari kerja (job seeker) namun dapat dan siap menjadi pencipta
pekerjaan (job creator). Dibutuhkan solusi nyata yang dapat membantu mengatasi
permasalahan tersebut, antara lain dengan meningkatkan semangat kewirausahaan di
kalangan mahasiswa. Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan
seseorang dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari,
menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan
efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh
keuntungan yang lebih besar (Inpres Nomor 4 Tahun 1995, GN-MMK).
Laporan International Organization (ILO) mencatat bahwa jumlah pengangguran terbuka
pada tahun 2009 di Indonesia mencapai 9,6 juta jiwa (7,6%), dan 10% diantaranya adalah
sarjana. Data dari Badan Pusat Statistik Indonesia mendukung pernyataan ILO tersebut yang
menunjukkan sebagian besar dari jumlah pengangguran di Indonesia adalah mereka yang
berpendidikan Diploma/ Akademi/ dan Lulusan Perguruan Tinggi, dan tercatat hanya 10%
yang berminat wirausaha. Dengan kata lain, lulusan perguruan tinggi belum mampu
melahirkan kemandirian. Syaifullah (2009), menyatakan bahwa secara kualitatif pemuda
memiliki idealisme yang murni, inovatif, dan kreatif. Hal inilah yang merupakan elemen
strategis bahwa pemuda merupakan energi besar dalam perubahan suatu bangsa. Hal ini
bermakna bahwa pemuda harus mulai merubah pola pikir untuk tidak lagi hanya mencari
zona aman dengan menjadi pekerja di kantor sebagai staf atau menjadi pegawai negeri.
Pemuda harus memiliki skill agar mampu menghadapi persaingan yang semakin luas.
Zimmerer (2002) menyatakan, bahwa salah satu faktor pendorong pertumbuhan
kewirausahaan di suatu negara terletak pada peranan universitas melalui penyelenggaraan
pendidikan kewirausahaan. Pihak universitas ber-tanggung jawab dalam mendidik dan
memberikan kemampuan wirausaha kepada para mahasiswa agar setelah lulus nanti berani
memilih berwirausaha sebagai karir mereka. Pihak perguruan tinggi perlu menerapkan pola
pembelajaran kewirausahaan yang konkrit berdasar masukan empiris untuk membekali
mahasiswa dengan pengetahuan yang bermakna agar dapat mendorong semangat mahasiswa
untuk berwirausaha. Wirausaha adalah orang yang menciptakan kesejahteraan untuk orang
lain, menemukan cara-cara baru untuk menggunakan sumber daya, mengurangi pemborosan,
dan membuka lapangan kerja yang disenangi masyarakat (Suryana, 2013). Prawirokusumo
dalam Suryana (2013) juga berpendapat bahwa seorang wirausaha adalah mereka yang
melakukan usaha-usaha kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide dan meramu
sumber daya untuk menemukan peluang dan perbaikan hidup.
Pendidikan yang menunjang keberhasilan wirausaha tidak harus diartikan pendidikan formal
di bangku sekolah. Pendidikan kewirausahaan merupakan salah satu bahan garapan
Pendidikan Luar Sekolah yang dapat diperoleh di mana saja dalam kehidupan sosial
masyarakat diantaranya : (1). Pendidikan keterampilan dasar di rumah dengan orang tua
sebagai pendidik/guru yang pertama dan utama; (2). Pendidikan formal di bangku sekolah
dasar hingga ke perguruan tinggi; (3). Pendidikan non formal, seperti kursus, pelatihan,
seminar, dan lain sebagainya; (4). Pendidikan di tempat kerja atau perusahaan pada waktu
magang, praktek kerja, kerja paruh waktu, dan lain sebagainya. Sudjana (2004:22)
mendefinisikan bahwa pendidikan nonformal adalah setiap kegiatan terorganisasi dan
sistematis di luar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan
bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta
didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya. Adapun pengaruh (outcome atau impact)
merupakan tujuan akhir dari program pendidikan luar sekolah. Pengaruh tersebut meliputi:
(a) perubahan taraf hidup lulusan yang ditandai dengan perolehan pekerjaan, atau
berwirausaha, perolehan/peningkatan pendapatan, kesehatan dan penampilan diri, (b)
membelajarkan orang lain terhadap hasil belajar yang telah dimiliki dan dirasakan
manfaatnya oleh lulusan, (c) peningkatan partisipasinya dalam kegiatan sosial dan
pembangunan masyarakat, baik partisipasi buah pikiran, tenaga, harta benda dan dana.
Temuan dari berbagai studi tentang berbagai faktor yang dapat membentuk perilaku
kewirausahaan seseorang memperlihatkan bahwa kewirausahaan dapat dipelajari dan
dibentuk seperti yang disampaikan Johnson (1990). Dengan kata lain, niat kewirausahaan
seseorang dipengaruhi sejumlah faktor yang dapat dilihat dalam suatu kerangka integral yang
melibatkan berbagai faktor internal dan faktor eksternal (Johnson, 1990; Stewart et al., 1998).
Secara internal, keinovasian dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari individu, seperti
toleransi, pendidikan, pengalaman, dan sopan santun. Sedangkan faktor eksternal seperti
lingkungan akan mempengaruhi model peran, aktivitas, dan peluang. Oleh karena itu,
inovasi berkembang menjadi sebuah wirausaha melalui proses yang dipengaruhi oleh
lingkungan, organisasi, dan keluarga (Suryana, 2013). Menjadi wirausahawan tidak hanya
sekedar memiliki modal besar yang bersifat materi, tetapi perlu pengetahuan mendasar
tentang wirausaha dan adanya minat berwirausaha yang bukan berupa materi. Menurut
Kasmir (2008), wirausahawan (entrepreneur) adalah seseorang yang berjiwa berani
mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan.
Minat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) adalah kecenderungan hati yang
tinggi terhadap sesuatu; gairah; keinginan. Pengertian minat menurut kamus lainnya adalah
perhatian; kesukaan; kecenderungan hati. Evaliana (2015:62) mengemukakan bahwa minat
berwirausaha adalah rasa tertarik untuk menciptakan suatu usaha dengan kemampuan yang
dimiliki dan berani mengambil resiko. Minat dapat diartikan sebagai faktor-faktor yang
terdapat pada diri seseorang yang menyebabkan orang itu tertarik oleh atau menghindar dari
berbagai benda, manusia, dan kegiatan yang terdapat dalam lingkungannya (Sudjana, 2004).
Banyak faktor internal yang mempengaruhi minat, misalnya pemusatan perhatian,
keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan. Kebutuhan merupakan faktor yang sangat penting.
Minat dan kebutuhan mempunyai kaitan yang sangat erat. Sebagai contoh, minat pendidikan
atau minat belajar seseorang akan sangat berkaitan dengan kebutuhan belajar.
STKIP Siliwangi Bandung telah menempatkan materi kewirausahaan sebagai mata kuliah
wajib dalam proses belajar mengajarnya. Hal ini bertujuan untuk memberikan bekal
pengetahuan dalam rangka membantu menumbuhkan minat berwirausaha bagi mahasiswa.
Sebuah pembelajaran tidak akan terpantau efektivitasnya apabila tidak dilakukan evaluasi.
Evaluasi terhadap proses pembelajaran yang telah berlangsung dan evaluasi terhadap dampak
hasil pembelajaran tersebut terhadap minat berwirausaha mahasiswa. Mahasiswa adalah
subjek belajar pada tingkat perguruan tinggi. Pengertian mahasiswa dapat disamakan
pengertiannya dengan siswa atau peserta didik, yaitu komponen manusia yang menempati
posisi utama dalam proses belajar. Menurut kamus adalah orang atau individu yang sedang
berguru atau belajar. Dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 dinyatakan bahwa “Peserta didik
adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu”. Berdasarkan
latar belakang dan urgensi penelitian yang telah dipaparkan di atas, dalam penelitian ini
penulis akan meneliti dan mengkaji respon mahasiswa terhadap proses pembelajaran
kewirausahaan, menganalisis sejauh mana efektivitas proses pembelajaran kewirausahaan
yang telah berlangsung dapat dirasakan manfaatnya oleh mahasiswa, menganalisis minat
berwirausaha mahasiswa, dan untuk mengetahui hubungan antara pembelajaran
kewirausahaan dengan minat berwirausaha mahasiswa.
B. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan
untuk :
C. METODE PENELITIAN
Suharsimi Arikunto (1990:34) berpendapat bahwa metode adalah cara-cara yang dapat
digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah mahasiswa STKIP Siliwangi Bandung yang telah menerima
pembelajaran mata kuliah kewirausahaan. Sampel diambil sebanyak 20 orang dengan cara
simple random sampling, di mana sampel merupakan wakil-wakil yang representatif dari
suatu populasi. Angket yang digunakan dalam penelitian ini disusun menurut model skala
Likert dirumuskan dengan 5 kategori”. Pernyataan yang dikemukakan bersifat kualitatif,
untuk keperluan analisis data ini disesuaikan dengan sifat pernyataan kuesioner. Pernyataan
yang bersifat positif diberi skor 5, 4, 3, 2, 1 dan untuk pernyataan yang bersifat negatif diberi
skor 1, 2, 3, 4, 5.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Menurut Whitney dalam Nazir
(1988 :63) bahwa metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat,
serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu termasuk
hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang
sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Winarno Surakhmad
(1990:140) menjelaskan ciri-ciri metode deskriptif, sebagai berikut : (1) Memusatkan diri
pada pemecahan masalah-masalah yang aktual; (2) Data yang dikumpulkan mula-mula
disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa serta menginterpretasikan hasil data. Adapun
interpretasinya berdasarkan prosentase dari alternatif jawaban yang telah dikemukakan oleh
responden. Metode deskriptif disebut juga metode analitik.
Pada penelitian deskriptif sebenarnya tidak perlu dicari adanya hubungan atau komparasi,
akan tetapi pada perkembangannya, penelitian deskriptif tidak lagi hanya sekedar
menjelaskan situasi atau kejadian yang sudah berlangsung, namun juga menjelaskan tentang
hubungan atau komparasi atas suatu variabel dengan variabel lainnya. Adapun penelitiannya
adalah korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pembelajaran
kewirausahaan sebagai variabel terikat dan minat berwirausaha mahasiswa sebagai variabel
bebas. Derajat hubungan antara variabel-variabel dinyatakan dalam suatu indeks yang
dinamakan koefisien korelasi. Untuk menganalisis hubungan antara proses pembelajaran
kewirausahaan dengan minat berwirausaha mahasiswa, maka hipotesis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Ho: ρ=0 (Tidak terdapat hubungan antara pembelajaran
kewirausahaan dengan minat berwirausaha mahasiswa), dan Ha: ρ≠0 (Terdapat hubungan
antara pembelajaran kewirausahaan dengan minat berwirausaha mahasiswa).
Pernyataan Jumlah
Variabel Indikator
Positif Negatif + - ∑
1. memiliki rasa
percaya diri 1,2,3,13 4,5,6,7 4 4 8
2. dapat mengambil
resiko 8,37,38 9,10,11 3 3 6
3. kreatif dan
25,27 26,12 2 2 4
inovatif
4. disiplin dan kerja
Minat berwirausaha 28,29 30,31 2 2 4
keras
5. berorientasi ke
masa depan 14,15,16 17,18,19 3 3 6
6. memiliki rasa
ingin tahu 21,22 23,24 2 2 4
4. evaluasi pendidikan
kewirausahaan 15,16 17,18 2 2 4
Jumlah pernyataan
9 9 18
Untuk menguji instrument dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan menggunakan
rumus korelasi product moment, yaitu :
∑ xy
r xy ¿
√(∑ x
2
2 ❑
)(∑ ¿ ¿ y ) ¿
Keterangan :
rxy = indeks korelasi antar dua variabel x dan y
x = skor responden per item soal
y = total skor responden dari keseluruhan item soal
Apabila r_xy≥ 0,3 maka soal diterima
Sumber : Sugiyono (2008)
Harga rxy menunjukkan besarnya korelasi dan arah korelasi. Nilai positif berarti arah
korelasinya searah sedangkan nilai negatif berarti korelasinya berlawanan. Instrumen dapat
diterima dan dikatakan valid bila nilai r hitung lebih besar daripada nilai r kritis yaitu 0,30.
Reliabilitas menunjukkan pada satu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya
untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik dan
relatif konsisten dalam menghasilkan data. Instrumen yang baik tidak bersifat tendensius dan
mengarahkan responden memilih jawaban tertentu (Arikunto, 1990). Reliabilitas ada dua
jenis, yaitu reliabilitas eksternal yang menggunakan ukuran kriterium dan reliabilitas internal
yang pengujiannya dilakukan pada data dari instrumen itu saja.
Pada penelitian ini penulis melakukan pengujian dengan menggunakan reliabilitas internal
sehingga data hanya diambil satu kali saja untuk selanjutnya dianalisis. Pengujian reliabilitas
dilakukan dengan menggunakan teknik belah dua dari Spearman Brown yang dikenal dengan
nama split half, yaitu soal dibagi menjadi dua bagian atas–bawah atau ganjil-genap, lalu
dikorelasikan dengan menggunakan rumus Pearson sebagai berikut:
r b =¿ N ∑ xy−¿¿¿ ¿
Oleh karena indeks korelasi yang diperoleh baru menunjukan hubungan anatara dua belahan
instrumen, maka untuk memperoleh indeks reliabilitas soal masih harus menggunakan rumus
Spearman-Brown, yaitu:
2. r b
ri¿ 1+ r b
Keterangan :
rb = korelasi antara dua bagian
ri = reliabilitas internal seluruh instrumen
Sumber : Arikunto (1990)
Kemudian data yang representatif disusun dan disajikan dalam bentuk tabel untuk kemudian
dianalisis. Untuk menjawab pertanyaan penelitian berupa deskripsi kondisi real dari respon
mahasiswa terhadap gerakan kewirausahaan, minat berwirausaha mahasiswa, serta efektivitas
proses pembelajaran kewirausahaan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh mahasiswa, maka
analisanya dilakukan dengan menggunakan analisa deksripsi dan interpretasinya berdasarkan
skor angka dan prosentase dari alternatif jawaban yang telah dikemukakan oleh responden
dengan cara menghitung masing-masing skor lalu dibandingkan dengan skor ideal. Setelah
itu dapat digambarkan secara kontinum dan diinterpretasi.
Perhitungan menempuh langkah-langkah sebagai berikut :
Mencari prosentase dengan menggunakan rumus:
f
P= × 100%
n
Keterangan:
P = Prosentase
f = Frekuensi jawaban
n = Jumlah seluruh jawaban
100% = Nilai konstanta
Analisa dan penafsiran data yang ada berdasarkan pada kriteria prosentase yang digunakan
sebagai berikut :
r b =¿ N ∑ xy−¿¿¿ ¿
Keterangan :
r xy = indeks korelasi antar dua variabel x dan y
x =variabel proses pembelajaran kewirausahaan
y =variabel minat berwirausaha mahasiswa
Sumber : Sugiyono (2008)
Dari perhitungan tersebut akan didapat nilai koefisien korelasi yang kemudian
diinterpretasikan dengan pedoman sebagai berikut :
SS S RR TS STS SKOR
Butir Soal
rrrrr
1 14 6 0 0 0 94
2 9 10 1 0 0 88
5 16 3 0 1 0 94
7 18 2 0 0 0 98
8 12 8 0 0 0 92
10 5 15 0 0 0 85
11 2 12 5 1 0 75
13 9 11 0 0 0 88
15 14 5 1 0 0 93
16 3 14 3 0 0 80
f
P= × 100%
n
Keterangan:
P = Prosentase
f = Frekuensi/skor jawaban setiap butir soal
n = Jumlah skor jawaban seluruh butir soal
100% = Nilai konstanta
887
P= × 100 %=64 , 09 %
1384
Berdasarkan frekuensi jawaban pada tiap butir soal terhadap pernyataan bersifat positif
tentang proses pembelajaran kewirausahaan di atas, diperoleh jumlah prosentase sebesar
64,09% (lebih dari setengahnya).
Distribusi Frekuensi Jawaban Pembelajaran Kewirausahaan Bersifat Negatif
Frekuensi
SS S RR TS STS SKOR
Butir Soal
rrrrr 3 1 5 5 6 3 65
4 1 1 3 10 5 77
6 2 9 3 6 0 53
9 1 8 6 5 0 55
12 2 16 2 0 0 40
14 1 4 5 4 6 70
17 1 4 5 7 3 67
18 1 4 5 8 4 70
497
P= × 100 %=35 , 91 %
1384
Berdasarkan frekuensi jawaban pada tiap butir soal terhadap pernyataan tentang proses
pembelajaran bersifat negatif di atas, diperoleh jumlah nilai sebesar 35,91% (hampir
setengahnya). Nilai ini menggambarkan bahwa mahasiswa konsisten dalam menjawab
kuesioner meskipun pernyataan yang diajukan bersifat negatif. Hal ini terlihat pada frekuensi
jawaban yang cenderung memilih tidak setuju atau sangat tidak setuju pada item soal yang
menggambarkan hal-hal negatif tentang proses pembelajaran kewirausahaan.
Dari kedua data hasil penelitian tentang pembelajaran kewirausahaan di atas dapat
dideskripsikan bahwa dari 20 subjek yang diteliti terdapat 13 orang atau 64,09% memiliki
pemahaman yang tinggi terhadap pembelajaran kewirausahaan dan 7 orang atau 35,91%
memiliki pemahaman yang rendah. Hal ini mengindikasikan terdapat respon mahasiswa
terhadap pembelajaran kewirausahaan.
Adapun analisis data untuk mengetahui respon mahasiswa terhadap proses pembelajaran
kewirausahaan di STKIP Siliwangi Bandung secara kontinum dapat digambarkan sebagai
berikut : Dari keseluruhan item soal diperoleh skor ideal (kriterium) adalah 20 x 100 = 2000
dan skor hasil penelitian adalah 1384, maka secara kontinum dapat digambarkan seperti
dibawah ini.
Proses Pembelajaran Kewirausahaan di STKIP Siliwangi Bandung
Diperoleh nilai dari seluruh item butir soal yang bersifat positif :
1786
P= × 100 %=59 ,39 %
3007
Berdasarkan frekuensi jawaban pada tiap butir soal terhadap pernyataan bersifat positif
tentang minat berwirausaha di atas, diperoleh jumlah nilai prosentase sebesar 59,39% (lebih
dari setengahnya).
1221
P= × 100 %=40 , 61 %
3007
Berdasarkan frekuensi jawaban pada tiap butir soal terhadap pernyataan bersifat negatif
tentang minat berwirausaha mahasiswa, diperoleh jumlah nilai prosentase sebesar 40,61%
(hampir setengahnya). Nilai ini menggambarkan bahwa mahasiswa konsisten dalam
menjawab kuesioner meskipun pernyataan yang diajukan bersifat negatif. Hal ini terlihat
pada frekuensi jawaban yang cenderung memilih “tidak setuju” atau “sangat tidak setuju”
pada item soal yang menggambarkan hal-hal negatif tentang wirausaha.
Dari kedua data hasil penelitian tentang minat berwirausaha ini dapat dideskripsikan bahwa
dari 20 subjek yang diteliti terdapat 12 orang atau 59,39% memiliki ketertarikan yang tinggi
terhadap minat wirausaha dan 8 orang atau 40,61% memiliki ketertarikan yang rendah
terhadap minat wirausaha. Hal ini mengindikasikan bahwa mahasiswa STKIP Siliwangi
Bandung memiliki tingkat ketertarikan yang tinggi terhadap minat wirausaha.
Adapun analisis data untuk mengetahui ketertarikan terhadap minat berwirausaha mahasiswa
STKIP Siliwangi Bandung, secara kontinum dapat digambarkan sebagai berikut:
Dari keseluruhan item soal diperoleh skor ideal (kriterium) adalah 38 x 100 = 3800 dan skor
hasil penelitian adalah 3007, maka secara kontinum dapat digambarkan seperti dibawah ini.
Minat Berwirausaha Mahasiswa STKIP Siliwangi Bandung
Dari gambar di atas dapat dinyatakan bahwa sebagian besar mahasiswa STKIP Siliwangi
Bandung menunjukkan ketertarikan yang tinggi terhadap minat wirausaha
Pada gambar di atas, dari pertanyaan yang diajukan dapat dinyatakan hampir seluruhnya
mahasiswa STKIP Siliwangi Bandung memilih sangat setuju/setuju bahwa materi
kewirausahaan yang telah diterima menumbuhkan ketertarikan mahasiswa terhadap minat
wirausaha. Artinya, efektivitas pembelajaran kewirausahaan dapat dirasakan manfaatnya oleh
mahasiswa setidaknya mampu merubah mindset mahasiswa, bahwa setelah lulus nanti tidak
harus menjadi pencari kerja, melainkan bisa juga menjadi wirausaha, meski disadari masih
banyak faktor lainnya yang mempengaruhi minat seseorang untuk berwirausaha.
∑x = 1384
∑y = 3007
∑ x 2 = 96.378
∑ y 2 = 454.323
∑ xy = 208.261
Koefisien korelasi
r b =N ∑ xy−¿ ¿ ¿
Untuk menguji uji signifikansi hubungan yaitu apakah hubungan yang ditemukan tersebut
berlaku untuk seluruh populasi, maka dilakukan uji signifikansi product moment dengan
rumus sebagai berikut :
r √ n−2
t=
√ 1−r 2
0 ,15 √ 18 0 , 64
= = 0 , 99 = 0,65
√0 , 98
Sumber : Sugiyono (2008)
Diperoleh t hitung adalah 0,65 < daripada t tabel 2,10 (untuk dk = 20 – 2 = 18, dan taraf
kesalahan 5%).
-2,10 2,10
Berdasarkan hasil perhitungan yang diperlihatkan pada gambar di atas, dinyatakan bahwa t
hitung jatuh pada daerah penerimaan Ho. Hal ini berarti hipotesis nol yang menyatakan tidak
ada hubungan antara proses pembelajaran kewirausahaan di STKIP Siliwangi Bandung
dengan minat berwirausaha mahasiswa diterima (kalaupun ada hubungan, kriteria hubungan
sangat rendah).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : (a) Proses pembelajaran
kewirausahaan yang dilaksanakan STKIP Siliwangi Bandung memperoleh respon dari
mahasiswa prodi Pendidikan Luar Sekolah yang telah menerima pembelajaran
kewirausahaan. Dari 20 orang yang diteliti sebanyak 13 orang atau 64,09% memiliki
pemahaman yang tinggi terhadap pembelajaran kewirausahaan dan 7 orang atau 35,91%
memiliki pemahaman yang rendah terhadap pembelajaran kewirausahaan. (b) Mahasiswa
STKIP Siliwangi memiliki ketertarikan terhadap minat wirausaha. Dari 20 orang yang diteliti
terdapat sebanyak 12 orang atau 59,39% memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap minat
wirausaha, dan 8 orang atau 40,61% memiliki ketertarikan yang rendah terhadap minat
wirausaha. (c) Dari hasil analisis data terhadap berbagai pertanyaan tentang materi
kewirausahaan, mahasiswa memilih sangat setuju dan setuju bahwa materi kewirausahaan
yang telah mereka terima mempengaruhi kemauan mereka untuk berwirausaha, di mana
diperoleh skor ideal (kriterium) adalah 5 x 20 = 100 sedangkan skor hasil penelitian adalah
88. Hal ini bermakna bahwa efektivitas proses pembelajaran kewirausahaan dapat dirasakan
manfaatnya oleh mahasiswa karena dirasakan mampu merubah mindset mahasiswa bahwa
setelah lulus nanti tidak hanya menjadi pencari kerja namun juga bisa berwirausaha.
Dari hasil analisis hubungan antara pembelajaran kewirausahaan dengan minat berwirausaha
mahasiswa, diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,15, artinya terdapat hubungan yang
sangat rendah antara pembelajaran kewirausahaan dengan minat berwirausaha mahasiswa.
Melalui uji signifikansi product moment diperoleh t hitung adalah 0,65 < daripada t tabel
2,10 (untuk dk = 20 – 2 = 18, dan taraf kesalahan 5%), jatuh di daerah penerimaan Ho,
artinya hipotesis nol yang menyatakan tidak ada hubungan antara proses pembelajaran
kewirausahaan di STKIP Siliwangi Bandung dengan minat berwirausaha mahasiswa diterima
(kalaupun terdapat hubungan, kriteria hubungannya sangat rendah).
2. Rekomendasi
a. Untuk Lembaga Pendidikan
Berhubung dengan sebagian wirausaha timbul karena bakat (wirausaha yang dilahirkan) dan
sebagian wirausaha muncul karena pendidikan (wirausaha yang diwujudkan), maka peranan
pendidikan (pengajaran, pelatihan, dan bimbingan) begitu besar dan strategis dalam
memupuk SDM wirausaha, baik yang timbul karena bakat maupun terutama yang muncul
karena pendidikan. Oleh karena itu, disarankan kepada lembaga pendidikan dan lembaga
terkait lainnya, agar merancang pola pendidikan yang dapat mewujudkan SDM yang berjiwa
wirausaha, pendidikan kewirausahaan yang mengajarkan agar orang mampu menciptakan
kegiatan usaha sendiri, mandiri, dengan kurikulum yang berorientasi ke dunia usaha dan
kegiatan kerja.
Lembaga Pendidikan diharapkan dapat memperluas jaringan kerja dan kerja sama khususnya
dengan dunia usaha dan dunia industri, sehingga program magang sebagai salah satu unsur
pelatihan/praktek wirausaha bagi mahasiswa lebih luas dan beragam.
b. Untuk masyarakat/ mahasiswa
Menyadari bahwa fungsi sumber belajar (seperti pengajar, penatar, pelatih, dan
pembimbing) adalah menyampaikan informasi, petunjuk, dan bimbingan tentang bagaimana
cara mengembangkan peserta didik dari dalam dirinya sendiri. Oleh karena itu, untuk
menjadi SDM wirausaha disarankan harus mau belajar sendiri dengan cara banyak membaca
buku yang cocok dengan minatnya. Mencari pengalaman dan saling bertukar pikiran, lalu
dilengkapi dengan pendidikan sekolah baik melalui pendidikan formal atau nonformal,
sehingga memiliki keahlian yang diperlukan terutama keahlian mengurus, atau
menyelesaikan sesuatu, menawarkan sesuatu, dan keahlian tertentu termasuk penguasaan
bahasa asing tertentu.
Perlu mengadakan penelitian lebih mendalam terhadap faktor-faktor lainnya yang
mempengaruhi minat wirausaha mahasiswa, agar dapat dicarikan solusi yang mampu
membentuk wirausahawan muda yang inovatif dan kreatif.
DAFTAR PUSTAKA
Instruksi Presiden (Inpres) No. 4 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan
dan Membudayakan Kewirausahaan (GN-MMK)
Nasrun, MA. 25 September, 2010. Mengapa Banyak Sarjana yang Menganggur?, Suara
Merdeka.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 73 Tahun 1991 tentang Tujuan Pendidikan Luar Sekolah.
Syaifullah, Chavchay. 2009. Generasi Muda Menolak Kemiskinan. Penerbit Cempaka Putih.
Klaten.
Suryana. 2013. Kewirausahaan. Pedoman Praktis: Kiat dan Proses Menuju Sukses. Jakarta:
Salemba Empat.
Wu, S. & Wu, L. 2008. The Impact of Higher Education on Entrepreneurial Intentions of
University Students in China. Journal of Small Business and Enterprise Development,
15(4): 752–774.