Anda di halaman 1dari 26

JENIS-JENIS ZAKAT KONTEMPORER DAN PERHITUNGAN SERTA

KETENTUAN MASING-MASING HARTA BENDA DALAM ZAKAT

Disusun Oleh:

Kelompok 3
1. Rima Khairunisa 2120104040
2. Ramona Ermiati 2120104054
3. Nurjana Eka Sari 2120104063

Dosen Pengampu:
Syarif Ali Akbar, M.S.I

HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

2023/2024
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zakat kontemporer merupakan zakat hasil dari proses pengembangan
pandangan terhadap objek atau subjek zakat, yang pada zaman Nabi
Muhammad SAW belum dijelaskan secara langsung. Hal ini karena para ahli
fiqih yang memandang fenomena perkembangan sosial, budaya, ekonomi, dan
ilmu pengetahuan sehingga seseorang atau badan hukum dinyatakan kaya atau
mampu, dengan tetap memperhatikan kaidah- kaidah fiqih yang sesuai.
Zakat kontemporer merupakan jenis zakat di zaman modern yang
bentuknya beragam dan senantiasa berkembang sesuai dengan zaman. Zakat
diartikan sebagai pengeluaran harta dalam ukuran tertentu yang dilaksanakan
umat Islam dan diberikan kepada golongan atau pihak yang berhak menerima
zakat. Oleh karena itu kami akan membahas lebih lanjut terkait apa saja jenis-
jenis Zakat Kontemporer dan bagaimana perhitungan serta ketentuan dari
masing-masing harta benda dalam zakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja jenis-jenis Zakat Kontemporer?
2. Apa saja Dasar Hukum Zakat Kontemporer?
3. Bagaimana perhitungan dan ketentuan masing-masing harta benda dalam
zakat?

ii
BAB II
PEMBAHASAN

A. Jenis-jenis Zakat Kontemporer


1. Zakat Maal
a. Pengertian Zakat Maal
Kata mal jamak dari kata amwal dapat diartikan sebagai segala
sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk memiliki dan
menyimpannya. Pada mulanya kekayaan seimbang dengan emas dan
perak, namun kemudian berkembang menjadi segala barang yang
dimiliki dan disimpan. Dalam kitab Fathul Mu’in disebutkan zakat mal
(harta benda) yaitu Zakat yang di keluarkan dari harta benda tertentu
misalanya emas, perak, binatang, tumbuhan (biji-bijian), dan harta
perniagaan1
Para pemikir ekonomi Islam kontemporer mendefinisikan zakat
mal sebagai harta yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat
berwenang, Kepada masyarakat umum atau individu yang bersifat
mengikat dan final, tanpa mendapat imbalan tertentu yang dilakukan
pemerintah sesuai dengan kemampuan pemilik harta, yang ditetapkan
untuk memenuhi kebutuhan 8 golongan yang telah ditentukan oleh Al-
Qur’an, serta untuk memenuhi tuntutan politik bagi keuangan Islam 2

b. Tujuan dan Hikmah Zakat Maal


Segala sesuatu yang telah menjadi hukum- hukum Allah tentunya
tidak lepas dari tujuan dan hikmah yang terkandung di dalamnya,
begitu juga dengan zakat yang merupakan salah satu rukun Islam yang
ketiga tentunya mempunyai tujuan dan hikmah-hikmah yang

1
Zainuddin bin Muhammad Al-Ghazali Al-Malibari, Fath Al-Mu’in, (Bairut : Darul Al-Fikri,tt),h.,
34.
2
Nurdin Muhd Ali, Zakat Sebagai Instrument Dalam Kebijakan Fiskal, (Jakarta : Raja grafindo
Persada, 2006), h., 6

1
mendalam bagi kehidupan manusia yang mendambakan kesejahteraan
lahir batin. Yang dimaksud dengan tujuan zakat adalah sasaran
praktisnya.
Dalam hal ini, menurut Syaefuddin Zuhri tujuan zakat adalah
untuk mencapai kesejahteraan masyarakat3
Adapun secara terperinci Daud Ali menjelaskannya sebagai
berikut :
1) Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari
kesulitan hidup serta penderitaan;
2) Membantu pemecahan permasalahan yang di hadapi oleh para
gharimin, Ibnu sabil, dan mustahiq lainnya;
3) Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat
Islam dan Manusia pada umumnya;
4) Menghilangkan sifat kikir;
5) Membersihkan sifat dengki dan iri dari hati orang-orang miskin;
6) Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang
miskin dalam suatu masyarakat;
7) Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang,
Terutama pada mereka yang mempunyai harta;
8) Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan
menyerahkan hak orang lain yang ada padanya
9) Sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan sosial4
Zakat sebagai lembaga Islam juga mengandung hikmah (makna
yang dalam atau manfaat) yang bersifat rohaniah dan filosofis. Hikmah
tersebut antara lain:
1) Zakat melatih si pemberi berderma dan bermurah hati;
2) Zakat memperkokoh hubungan cinta dan persaudaraan antara si
pemberi dan orang lain;

3
Syaefuddin Zuhri, Zakat Kontekstual, (Semarang: Bina Sejati, 2000), h., 43
4
Mohammad Daud Ali, System Ekonomi Islam; Zakat Dan Wakaf, (Jakarta: U1 Press,1988), h., 40

2
3) Zakat memelihara adanya taraf hidup yang cukup bagi warga
masyarakat;
4) Zakat menghilangkan faktor-faktor dan sebab-sebab pengangguran.;
5) Zakat adalah satu-satunya jalan untuk membersihkan hati manusia
dari dengki, iri, dan dendam.
Zakat meliputi bidang moral, sosial dan ekonomi. Dalam bidang
moral zakat mengikis habis ketamakan dan keserakahan, dalam bidang
sosial zakat bertindak sebagai alat khas yang diberikan Islam untuk
menghapuskan kemiskinan dari masyarakat dengan menyadarkan si
kaya akan tanggung jawab sosial. Dalam bidang ekonomi zakat
mencegah penumpukan kekayaan yang mengerikan dalam tanga
segelintir orang dan memungkinkan kekayaan untuk disebarkan
sebelum menjadi sangat berbahaya ditangan para pemiliknya. Ia
merupaan sumbangan wajib kaum muslimin untuk perbendaharaan
negara5

2. Zakat Profesi
a. Pengertian Zakat Profesi
Wahbah al-Zuhaili dalam kitabnya al-fiqh al-Islam wa Adillatuh
mengungkapkan beberapa definisi zakat secara umum menurut para
ulama’ madzhab :
1) Menurut Malikiyah, zakat adalah mengeluarkan bagian yang khusus
dari harta yang telah mencapai nishab kepada yang berhak menerima
(mustahiq), jika milik sempurna dan mencapai haul selain barang
tambang, tanaman dan rikaz.
2) Hanafiyah mendefinisikan zakat adalah kepemilikan bagian harta
tertentu dari harta tertentu untuk orang/pihak tertentu yang telah
ditentukan oleh syar’i (Allah SWT) untuk mengharapkan keridhaan-
Nya.

5
Muhammad Abdul Mannan, Islamic Economics, Theory And Practice, Penerjemah, M nastangin,
(Yogyakarta; Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), h., 256

3
3) Syafi’iyyah mendefinisikan zakat adalah nama bagi sesuatu yang
dikeluarkan dari harta dan badan dengan cara tertentu.
4) Hanabilah mendefinisikan zakat adalah hak yang wajib dalam harta
tertentu untuk kelompok tertentu pada waktu tertentu (al-Zuhaili,
1989 :1788-1789).
Menurut Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat, zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh
seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai
dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya (DEPAG, 1999: i).
Dari uraian tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan zakat
adalah sebagian dari harta benda/kekayaan (yang bernilai ekonomi baik
tetap atau bergerak) seseorang dan atau badan usaha yang beragama
Islam yang wajib dikeluarkan apabila telah mencapai nishab dan
haulnya untuk kemaslahatan masyarakat.

b. Macam-macam Profesi
Menurut Yusuf al-Qardhawi pencaharian dan profesi, dibagi
menjadi dua bagian, yaitu :
1) Kasb al-amal, yaitu pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat
pihak lain baik pemerintah, perusahaan, maupun perorangan
dengan memperoleh upah, yang diberikan,dengan tangan, otak
ataupun keduanya. Penghasilan dari pekerjaan seperti ini berupa
gaji, upah ataupun honorarium, seperti PNS, Pegawai Swasta, Staf
Perusahaan, dan lain-lain.
2) Mihan al-hurrah, yaitu Pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa
tergantung kepada orang lain, berkat kecekatan tangan ataupun
otak, penghasilan yang diperoleh dengan cara ini merupakan
penghasilan professional,seperti Dokter, Insinyur, Advokat,
Seniman, dan lain-lain (Qardhawi, 1969:459).

4
Masalah gaji, upah kerja, penghasilan wiraswasta ini termasuk
dalam katgori mal mustafad, yaitu harta pendapatan baru yang bukan
harta yang sudah dipungut zakatnya. Mal mustafad adalah harta yang
diperoleh oleh orang Islam dan baru dimilikinya melalui suatu cara
kepemilikan yang disyahkan oleh undang-undang (Qardhawi,
1969:489-490).
Jadi mal mustafad ini mencakup segala macam pendapatan, akan
tetapi bukan pendapatan yang diperoleh dari penghasilan harta yang
sudah dikenakan zakat seperti emas dan perak, barang
dagangan,tanam-tanaman, barang temuan. Akan tetapi gaji, honor dan
uang jasa itu bukan hasil dari harta yang berkembang (harta yang
dikenakan zakat), bukan hasil dari modal atau harta kekayaan
produktif, akan tetapi diperoleh dengan sebab lain, demikian juga
penghasilan seorang dokter, pengacara, seniman, dan sebagainya, ini
mencakup dalam pengertian mal mustafad. Dan mal mustafad sudah
disepakati oleh jamaah sahabat dan ulama-ulama berikutnya untuk
wajib dikenakan zakat (Permono, 2003: 142)

c. Syarat-syarat Wajib Zakat Profesi


Ketentuan zakat profesi, kewajiban zakat disyaratkan mencapai
nishab, artinya harta yang dimiliki sudah mencapai nishab. Nishab
menurut syara’ ialah ukuran yang ditetapkan oleh penentu hukum
sebagai tanda untuk wajibnya zakat, baik berupa emas, perak dan lain-
lain (al-Jaziri, 1994:455).

d. Tehnik pengolahan zakat profesi


Untuk menumbuhkan kesadaran berzakat di kalangan PNS dan
staf perusahaan dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya
adalah:

5
1) Memberikan wawasan yang benar dan memadai tentang zakat,
infaq dan shadaqah, baik dari segi epistemologi, terminology,
maupun kedudukanya dalam ajaran Islam.
2) Manfaat serta hajat dari zakat, infaq dan shadaqah, khususnya
untuk pelakunya maupun para mustahiq zakat (Kurde, 2005: 39).
Pembayaran dan pemberdayaan zakat profesi yang dipelopori
pemerintah dan ulama melalui BAZ, merupakan salah satu wadah dan
media menyampaikan gagasan atau pemahaman tentang zakat. Teknik
cara pengeluaran zakat profesi menurut para ulama, sebagai berikut:
1) Az-Zuhri berpendapat bahwa bila seseorang memperoleh
penghasilan dan ingin membelanjakannya sebelum bulan wajib
zakatnya datang, maka hendaknya ia segera mengeluarkan zakat
itu terlebih dahulu sebelum membelanjakanya, dan bila tidak ingin
membelanjakanya maka hendaknya ia mengeluarkan zakatnya
bersamaan dengan kekayaanya yang lain-lain
(Qardhawi,1969:484). Ini berarti bahwa bila seseorang mempunyai
harta yang sebelumnya harus dikeluarkan zakatnya dan
mempunyai masa tahun tertentu maka hendaknya ia
mengundurkan pengeluaran zakat penghasilanya itu bersamaan
dengan hartanya yang lain, kecuali bila ia khawatir penghasilanya
itu terbelanjakan sebelum datang masa tahunya tersebut yang
dalam hal ini ia segera mengeluarkan zakatnya.
2) Makhul berpendapat bahwa bila seseorang harus mengeluarkan
zakat pada bulan tertentu kemudian memperoleh uang tetapi
kemudian dibelanjakanya, maka uang itu tidak wajib zakat, yang
wajib zakat hanya uang yang sudah datang bulan untuk
mengeluarkna zakatnya itu, tetapi bila ia tidak harus mengeluarkan
zakat pada bulan tertentu kemudian ia memperoleh uang, maka ia
harus mengeluarkan zakatnya pada waktu uang tadi diperoleh. Ini
berarti membolehkan bagi seseorang yang mempunyai kekayaan
lain yang harus dikeluarkan zakatnya pada bulan tertentu tadi untuk

6
membelanjakan penghasilannya tanpa mengeluarkan zakat pada
saat menerima penghasilan tadi kecuali bila masih ada sisa sampai
bulan tertentu yang dikeluarkan zakatnya sedang mereka yang
tidak mempunyai kekayaan lain harus mengeluarkan zakat
penghasilanya pada waktu menerima penghasilan teresbut.
3) Yusuf al-Qardhawi berpendapat bahwa penghasilan yang
mencapai nishab wajib diambil zakatnya sebagaimana yang
dikatakan Az-Zuhri, baik dengan mengeluarkan zakatnya begitu
diterima, ini khusus bagi mereka yang tidak mempunyai kekayaan
lain yang bermasa wajib zakat tertentu ataupun dengan
mengundurkan pengeluaran zakat sampai batas setahun bersamaan
dengan kekayaannya yang lain bila ia tidak khawatir akan
membelanjakannya, tetapi bila ia khawatir penghasilan itu akan
terbelantaranya, maka ia harus menegluarkan zakatnya segera.
Sekalipun sudah membelanjakan penghasilannya tersebut, maka
zakatnya tetap menjadi tanggung jawabnya dan bila tidak
mencapai nishab zakatnya dipungut berdasarkan cara yang kedua
yaitu bahwa kekayaan yang sudah sampai bulan pengeluaran zakat
harus dikeluarkan zakatnya, kekayaan yang harus dibelanjakan
untuk nafkah sendiri dan tanggungannya tidak diambil zakatnya,
dan bila ia tidak mempunyai harta lain, ia harus mengeluarkan
zakatnya pada waktu tertentu, sedangkan penghasilan yang tidak
mencapai nishab, tidak wajib zakat sampai mencapai nishab
bersama dengan kekayaan lain yang harus dikeluarkan zakatnya
pada waktu itu dan masa sampainya dimulai dari saat tersebut
(Qardhawi,1969:485).
Pemilihan pendapat yang lebih kuat diatas berarti memberi
keringanan kepada orang-orang yang mempunyai gaji kecil yang tidak
cukup nishab dan kepada mereka yang menerima gaji kecil pada
waktu-waktu tertentu tidak cukup nishab, maka tidak kwajiban
mengeluarkan zakat.

7
3. Zakat Saham
a. Pengertian zakat saham
Baznas menjelaskan, zakat saham adalah zakat yang dilakukan atas
kepemilikan saham atau surat bukti persero dalam suatu Perusahaan
Terbatas (PT), sesuai dengan nilai dan jumlah lembar sahamnya. Selain
itu, zakat saham yang hendak dibayarkan oleh muzaki (pembayar zakat)
dilakukan dalam bentuk saham yang ada di Daftar Efek Syariah (DES).
Jika saham tidak tercantum dalam DES, namun bisnis utama saham
penerbit tidak bertentangan dengan prinsip syariah, maka hanya dapat
diterima sebagai sedekah/infaq. Zakat saham wajib ditunaikan jika total
harga saham bersama dengan keuntungan investasi (deviden) sudah
mencapai nisab dan sudah mencapai haul.
Yusuf Qardawi dan Wahbah Az-Zuhaili berbeda pendapat dalam
menjelaskan pengertian dari zakat saham :
Pertama, Yusuf qardhawi menyatakan bahwa semua jenis
perusahaan baik itu industri maupun perdagangan wajib zakat atas
saham-saham perusahaan adalah perusahaan-perusahaan itu harus
melakukan kegiatan dagang, apakah disertai dengan kegiatan industri
ataupun tidak. Kesimpulan yang tidak diterima oleh keadilan syariat
yang tidak membedakan antara dua hal yang sama. Sedangkan Wahbah
tidak sependapat dengan Yusuf Qardhawi dimana ia lebih mendukung
pendapat Abdurahmah Isa, hanya perusahaan dagang yang murni yang
wajib zakat sesuai dengan nilai perdagangan.
Kedua, Yusuf Qardhawi mengunggulkan pendapat Abu Zahra
dimana setiap pemegang saham mengetahui labanya setiap tahun. Dia
bisa menzakatinya dengan mudah. Sedangkan wahbah menilai
pendapat pertama itulah yang ditetapkan dalam fiqih, dimana ada
pemisahan antara saham dalam perusahaan dan saham-saham lainnya.
Sebagian zakat diambil dari income, sebagian lagi diambil dari saham
itu sendiri sesuai dengan nilainya, ditambah dengan laba yang ada.

8
Ketiga, Besaran yang wajib dikeluarkan dalam zakat saham.
Pendapat Yusuf Qardhawi dalam saham dipandang sebagai berbagai
jenis perusahaan maka tidaklah dipungut zakatnya dari saham-
sahamnya tetapi dari keuntungan bersihnya sebesar 10%, sesuai dengan
pendapat yang lebih kuat dalam hal zakat investasi mengenai pabrik,
hotel dan lain-lain. Sedangkan saham dipandang sebagai barang
dagangan, saham termasuk ke dalam harta yang wajib dikeluarkan
zakatnya, baik nisab ataupun kadarnya yaitu senilai 85 gram emas dan
kadarnya sebesar 2,5 persen. Tapi, Wahbah menyatakan pendapat yang
menyatakan dijadikannya persentase zakat saham investasi 10% tidak
sesuai dengan mazhab fiqih. Zakat saham dengan persentase 2.5% dari
nilai dagang dengan keuntungan disetiap akhir tahun.
Keempat, Qardhawi mengkritik dualisme dalam pengambil zakat
saham dimana kita memperlakukan pemilik saham sebagai pedagang
yang darinya kita pungut zakat 2,5%, kemudian kita
memperlakukannya sebagai orang yang memperoleh penghasilan yang
darinya kita pungut zakat keuntungan, yaitu keuntungan perusahaan,
sebesar 10%. Dimana itu adalah hal yang dilarang dalam agama Islam,
yang benar adalah kita harus mengambil salah satu dari dua zakat
tersebut, Yusuf Al-Qardhawi memberikan contoh, jika seseorang
memiliki saham senilai 1.000 dinar, kemudian di akhir tahun
mendapatkan deviden atau keuntungan sebesar 200 dinar, maka ia harus
mengeluarkan zakat sebesar 2,5 persen dari 1.200 dinar.
Dengan ketetapan oleh para mayoritas fuqahā‟ maka kadar akāt
saham adalah 2,5% dari nilai-nilai saham sesuai dengan harga pasar
pada saat itu dengan keuntungan yang diambil disetiap tahun. Dalam
pandangan Wahbah bahwa zakat saham hanya 2.5% dari aktiva dengan
keuntungan tahunan. Saham-saham saling digabungkan pada waktu
penafsiran nilai, meskipun berbeda jenisnya dalam perdagangan,
produksi setelah pemotongan nilai alat-alat produksi. Adapun menurut
pendapat yang menyatakan bahwa zakat saham adalah seperti zakat

9
aktiva tetap dengan persentase 10% keuntungan adalah pendapat lemah
yang tidak diakui oleh para fuqaha.
Dasar-dasar ini secara global sesuai dengan pendapat yang
mengatakan bahwa saham-saham dizakatkan seperti zakat barang
dagangan. Namun hal itu berbeda dalam rincian-rinciannya, dimana
dalam dasar-dasar ini nilai saham yang sebenarnya (nilai nominal)
dipertimbangkan, bukan nilai pasar sebagaimana pendapat orang orang
yang menganggap itu adalah barang dagangan. Sebab nilai pasar hanya
perkiraan. Nilai sebenarnya merepresentasikan realita yang ada. Tidak
sah berpedoman pada perkiraan selama mengetahui hakikat sejatinya
memungkinkan, sebagaimana perumahan yang diberdayakan
dikeluarkan zakatnya. Zakatnya dijadikan dari sewa bukan dari nilainya,
sebab perumahan tersebut pada realitanya bukanlah barang dagangan.
Hal ini jelas bahwa yang dibayarkan dari cicilan pertama dari saham-
saham itu telah genap satu tahun dan wajib zakat. Bank harus
mengeluarkannya berdasarkan prinsip-prinsip diatas.
Jika penerapan dasar-dasar ini kesulitan diwaktu sekarang, maka
bank boleh mengeluarkannya sesuai dengan cicilan pertama 2,5% dari
jumlah yang dibayarkan, setelah dikurangi nilai perkakas yang
permanen, dan saham-saham yang tidak mencapai nishab sehingga
datang keuntungan bagi pemiliknya. Dengan syarat, dia memikirkan
cara yang memungkinkan untuk menerapkan dasar-dasar ini secara
sempurna diwaktu mendatang.

b. Orang yang wajib zakat saham


Dalam Muktamar Internasional Pertama tentang zakat (Kuwait, 29
Rajab 1404 H) diputuskan bahwa jika perusahaan telah mengeluarkan
zakatnya sebelum deviden dibagikan kepada para pemegang saham,
maka para pemegang saham tidak perlu lagi mengeluarkan zakatnya.
Jika belum mengeluarkan, maka tentu para pemegang sahamlah yang

10
berkewajiban mengeluarkan zakatnya. Dan hal ini harus dituangkan
dalam peraturan perusahaan.

4. Zakat Perdagangan
a. Pengertian Zakat Perdagangan
Perdagangan adalah suatu usaha untuk memperolehi keuntungan
dengan cara berjual beli. Harta perdagangan, disebut juga “barang
perdagangan” adalah segala sesuatu yang disiapkan untuk jual-beli
guna mendapatkan keuntungan. Ia mencakup apa saja seperti peralatan,
barang-barang, pakaian, makanan, perhiasan, hewan, tumbuh-
tumbuhan, tanah, bangunan dan lainnya.
Perdagangan kini banyak dilakukan orang secara online, di
samping secara offline sebagaimana dilakukan sejak zaman dahulu.
Perdagangan dibenarkan dengan syarat antara lain tidak
memperdagangkan barang yang diharamkan dan tidak
mengesampingkan unsur akhlak dalam bermuamalat, seperti amanah,
jujur dan saling menasehati, serta tidak lupa mengingat Allah dan
menunaikan hak-hak-Nya meskipun sibuk dengan perdagangan.
Harta perdagangan wajib dikeluarkan zakatnya sebagai tanda
syukur atas nikmat Allah dan untuk menunaikan hak-hak orang yang
membutuhkan di kalangan hamba-hamba Nya serta untuk maslahat
umum, agama dan negara.
Jadi harta dagangan adalah harta yang dimiliki dengan akad tukar
dengan tujuan untuk memperoleh laba dan harta yang di milikinya
harus merupakan hasil usahanya sendiri. Kalau harta yang di milikinya
itu merupakan harta warisan, maka ulama mazhab secara sepakat tidak
menamakannya harta atau barang dagangan.6

6
Fakhrudin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia,(Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm.108.

11
b. Syarat Umum Zakat Perdagangan
1. Adanya Nishab
Harta perdagangan harus telah mencapai nishab emas atau perak
yang dibentuk. Harga tersebut disesuaikan dengan harga yang berlaku
di setiap daerah. Jika suatu daerah tidak memiliki ketentuan harga
emas atau perak, harga barang dagangan tersebut disesuaikan dengan
harga yang berlaku di daerah yang dekat daerah tersebut. Dalil
dijadikannya nishab sebagai syarat zakat barang dagangan adalah
hadits marfu’ dan mauquf yang mengandung ketentuan harta.
2. Haul
Harga harta dagangan, harus mencapai haul, terhitung sejak
dimilikinya harta tersebut. Yang menjadi ukuran dalam hal ini ialah
tercapainya dua sisi haul, bukan pertengahannya. Sisi permulaan haul
dimaksudkan sebagai telah didapatinya harta yang wajib dizakati, dan
sisi akhirnya dimaksudkan sebagai kewajiban. Dengan demikian, jika
seseorang memiliki harta yang telah mencapai nisab pada awal haul
kemudian hartanya berkurang pada pertengahan tetapi sempurna lagi
pada akhir haul, dia wajib mengeluarkan zakatnya.
1) Niat melakukan perdagangan saat membeli barang-barang
dagangan.Pemilik barang dagangan harus berniat berdagang
ketika membelinya. Adapun jika niat itu dilakukan setelah harta
dimiliki,niatnya harus dilakukan ketika kegiatan perdagangan
dimulai.
2) Barang dagang dimiliki melalui pertukaran, seperti jual-beli dan
sewa-menyewa. Dengan demikian, jika barang-barang dagangan
dimiliki bukan melalui pertukaran, di dalamnya tidak ada
kewajiban zakat, seperti halnya warisan, hibah, dan sedekah.
Harta Warisan tidak wajib dizakati sebelum hartanya diniati
sebagai barang dagangan
3) Harta dagangan tidak dimaksudkan Diniyah (yakni sengaja
dimanfaatkan oleh diri sendiri dan tidak diperdagangkan).

12
Apabila seseorang bermaksud melakukan Diniyah terhadap
hartanya, maka haulnya terputus. Sehingga apabila setelah itu ia
hendak melakukan perdagangan, dia harus memperbaharui niatnya.
Pada saat perjalanan haul, semua harta perdagangan tidak menjadi
uang yang jumlahnya kurang dari nisab. Dengan demikian, jika semua
harta perdagangan menjadi uang, sedangkan jumlahnya tidak mencapai
nisab, haulnya terputus. Pada hendaknya menghitung barang-barang
dagangannya pada akhir setiap tahun.Penghitungan itu disesuaikan
dengan harga barang-barang ketika zakat dikeluarkan, bukan dengan
harga pembelian ketika barang- barang tersebut dibeli. Pedagang tadi
wajib mengeluarkan zakat yang diharuskan. Ketika melakukan
perhitungan, dia boleh menggabungkan barang-barang dagangan yang
ada, walaupun jenisnya berbeda, misalnya barang-barang tersebut
terdiri atas pakaian, kulit dan benda-benda lainnya.

B. Dasar Hukum Zakat Kontemporer


Para ulama baik salaf (klasik) maupun khalaf (kontemporer) telah sepakat
tentang adanya kewajiban zakat dan merupakan salah satu rukun Islam serta
menghukumi kafir bagi yang mengingkari kewajibannya (Fakhruddin, 2008 :
23).

1. Al Qur'an
Beberapa dasar hukum disyariatkannya zakat yamg termuat dalam
alQur‟an yaitu diantaranya:
a. QS. At-Taubah ayat 103
ُ ْ‫ص ِلْ ب ِ هَ ا َو ت ُ َز كِ ي ِه مْ ت ُطَ هِ ُر ه ُ مْ صَ دَ ق َ ةْ أ َم َو ا لِ ِه مْ ِم ن‬
ْ‫خ ذ‬ َ ‫إ ِ نْ ْۖ ع َ ل َي ِه مْ َو‬
َْ‫ع َ لِ يمْ س َ ِم يعْ َو الل هُْ ْۖ ل َ هُ مْ س َ كَنْ صَ ََل ت َك‬
Artinya : Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan
menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu
itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka.

13
b. QS. al-Baqarah : 110
ِ ُ‫ْۖ ٱلل ِْه ِعن َْد ت َ ِجدُو ْهُ َخيرْ ِمنْ ِِلَنف‬
ْ‫سكُم تُقَ ِد ُمواْ َو َما ْۖ ٱلزك َٰوةَْ َو َءاتُواْ ٱلصلَ ٰوةَْ َوأ َ ِقي ُموا‬
َْ ‫بَ ِصيرْ تَع َملُو‬
ْ‫ن بِ َما ٱلل ْهَ إِن‬
Artinya: “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan
apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat
pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa
yang kamu kerjakan”

c. QS. Al Baqarah ayat 267


‫ت ِمن أَن ِفقُواْ َءا َمنُ َٰٓواْ ٱلذِينَْ ٰيََٰٓأَيُّ َها‬
ِْ َ‫طيِ ٰب‬ َ ‫ن لَكُم أَخ َرجنَا َو ِممْآَٰ َك‬
َ ‫سبتُمْ َما‬ ْ ِ ‫ْۖ ٱِلَر‬
َْ ‫ض ِم‬
َْ ِ‫ن ِمن ْهُ ٱل َخب‬
ْ‫يث تَيَم ُمواْ َو َل‬ ِ َٔ‫أَنْ َْوٱعلَ ُم َٰٓواْ ْۖ فِي ِْه تُغ ِمضُواْ أَن ِإ َْٰٓل بِـ‬
َْ ‫اخذِي ِْه َولَستُم تُن ِفقُو‬
َْ ْ‫َح ِميد‬
َ‫غنِىْ ٱلل ْه‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan
daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan
dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (Q.S Al-Baqarah:267).

d. QS. At-Taubah ayat 34


‫ن َكثِيرا إِنْ َءا َمنُ َٰٓواْ ٱلذِينَْ ٰيََٰٓأَيُّ َها‬ ِْ َ‫ان ٱِلَحب‬
َْ ‫ار ِم‬ ِْ َ‫لرهب‬ ْ ِ ‫ِْبٱل ٰبَ ِط ِْل ٱلن‬
َْ ‫اس أَم ٰ َو َْل لَيَأ ُكلُو‬
ُّ ‫ن َْوٱ‬
َْ ‫صدُّو‬
‫ن‬ ُ َ‫س ِبي ِْل عَن َوي‬ َ ‫ن ْۖ ٱلل ِْه‬ َْ ‫ب يَكنِ ُزو‬
َْ ‫ن َْوٱلذِي‬ َْ ‫فِى يُن ِفقُونَ َها َو َْل َْوٱل ِفض ْةَ ٱلذ َه‬
َ ‫أ َ ِليمْ ِبعَذَابْ فَْبَشِر ُهم ٱلل ِْه‬
ْ‫س ِبي ِل‬
Artinya: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan allah, maka beritahukanlah kepada mereka,
(bahwa mereka akan mendapat) siksaan yang pedih”(Q.S At-Taubah:34)

14
2. Hadist :
Selain dari al-Qur’an, dasar hukum wajibnya zakat dijelaskan
dalam beberapa hadis Nabi saw di antaranya

Artinya: “Dari Ali r.a berkata: Tidak ada zakat pada harta (mal
mustafad), sehingga sampai berlaku waktu satu tahun ( HR. Abu
Dawud dan Ahmad Baihaqi). (al-Qasim,1988:503).

Artinya: “telah menceritakan kepada kami muhammad bin Daud bin


Sufyan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Musa Abu Daud,
telah menceritakan kepada kami Jafar bin Sa’d bin Samurah bin Jundab
bin Sulaiman telah menceritakan kepadaku Hubaib bin sulaiman dari
ayahnya yaitu Sulaiman dari Samurah bin Jundab, ia berkata; adapun
selanjutnya, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam
memerintahkan kami untuk mengeluarkan zakat dari sesuatu yang kami
persiapkan untuk dijual. (H.R.Abu Daud No. 1335)

Artinya: “Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan


merusak harta itu. (H.R. al-Bazzār dan al-Baihaqī)

15
C. Perhitungan dan Ketentuan Masing-Masing Harta Benda dalam Zakat
1. Zakat Maal
a) Penghitungan Zakat Maal
Zakat Maal (harta) terdiri atas emas, perak, binatang, tumbuh-
tumbuhan (buah-buahan dan biji-bijian), dan barang perniagaan.
Jenis Harta Priode Nishab Kadar dan penghitungannya
Emas/Perak 1 th 85/595 gr 2,5% x (Emas/Perak yang dimiliki -
dipakai)
Tabungan 1 th 85 gr 2,5% x (saldo akhir-bunga)
Unta 1 th 5 ekor 1 ekor kambing
Sapi 1 th 30-39 1 ekor umur 1 tahun
40-59 1 ekor umur 2 tahun
60-79 2 ekor umur 1 tahun
Kambing 1 th 40-120 1 ekor umur 2 tahun
121-200 2 ekor umur 2 tahun
201-300 3 ekor umur 2 tahun
Dagang 1 th 85 gr emas 2,5% x (Modal yang diputar + piutang
lancar) – (Hutang jatuh tempo +
kerugian)
Contoh : harga emas per 11 Mei 2020 adalah Rp. 900.000., maka nishab zakat
profesi Rp. 76.500.000., pertahun atau Rp. 6.375.000., perbulan. Sehingga bagi
orang muslim yang memiliki penghasilan atau upah ( take home pay) lebih dari
Rp. 6.375.000., perbulan, ia sudah wajib zakat penghasilan.

b) Ketentuan Zakat Maal


1. Kepemilikan penuh dan halal
2. Harta yang berkembang atau diproduktifkan (dimanfaatkan)
3. Mencukupi nishab
4. Bebas dari hutang
5. Mencapai haul

16
2. Zakat Profesi
a. Penghitungan Zakat Profesi
Zakat profesi dikeluarkan dengan dua model perhitungan:
1. Model Pendapatan Kotor yaitu dihitung dengan cara Total
Pendapatan Kotor x 2,5%.
2. Model Pendapatan Bersih, dihitung dengan cara Pendapatan
Kotor – Kebutuhan Dasar (Basic Needs) x 2,5%.

Misalnya:
PENDAPATAN PENGELUARAN

Gaji Pokok Satu Tahun Hutang


72.000.000 12.000.000

Bonus, Insensif, Lembur, Dll Kebutuhan Pokok


12.000.000 12.000.000

Jumlah Pendapatan Jumlah Pengeluaran


84.000.000 24.000.000

Jumlah Pendapatan – Jumlah Pengeluaran = 60.000.000


Jumlah Zakat yang harus dikeluarkan (2,5%) = 1.500.000

b. Ketentuan Zakat Profesi


Ada beberapa ketentuan dalam zakat profesi, yaitu seperti berikut:
1) Pekerjaan atau profesi yang digeluti harus lebih dari 1 tahun
2) Pendapatan wajib dizakati setelah sempurna dimiliki (al- Milk al-
Tām).
3) Mencapai niṣāb. Penghasilan dari hasil suatu profesi itu harus
mencapai niṣāb sehingga wajib Niṣāb zakat profesi adalah 85 gram
emas murni (Penentuan nisab dengan perbandingan harga emas ini
dapat berubah sewaktu- waktu mengikuti perubahan harga emas
dunia).
4) Berlalu ḥaul. Zakat profesi wajib dikeluarkan apabila telah berlalu
satu ḥaul. Jadi bukan setelah menerima upah atau mendapat gaji
setiap

17
5) Kadar zakat yang wajib dikeluarkan adalah 2,5% atau 1/40.

3. Zakat Saham
a. Penghitungan Zakat Saham
Untuk saham perusahaan yang dimiliki lebih dari satu tahun
hijriyah dan mencapai nisab, maka besaran zakatnya adalah: 2,5% dari
nilai terkini (current value) dari saham yang dimiliki Untuk saham
perusahaan terbuka yang dimiliki kurang dari satu tahun hijriyah, maka
besaran zakat yang adalah:
2,5% x keuntungan transaksi saham
Keuntungan transaksi saham = harga jual – harga beli
Keuntungan jual (capital gain) harus melebihi nisab 85gr emas
Jika keuntungan transaksi trading saham tidak mencapai 85 gr
emas, maka tidak menjadi wajib zakat. Zakat saham dapat dibayar
menggunakan tunai ataupun menggunakan saham itu sendiri.
Investor perlu mengetahui apakah total asset account-nya sudah
mencapai nisab atau belum. Jika sudah, maka investor bisa menghitung
berapa jumlah yang akan dizakati dalam bentuk satuan lot dengan
rumus sebagai berikut:
Nominal zakat dalam rupiah: (harga pasar/lembar x 100 lembar).
Contoh : Bapak A memiliki saham XXXX sebanyak 100 lot
dimana harga pasar per lembar sebesar Rp 645 (1 lot sama dengan 100
lembar). Nilai zakat Bapak A dalam saham adalah Rp 2,5 juta : (Rp645,-
x 100 lembar) = 38,75 lot atau pembulatan menjadi 39 lot.

b. Ketentuan Zakat Saham


1) Niṣāb zakat saham diqiyaskan dengan zakat perdagangan yakni 85
gram emas dengan kadar zakatnya 2,5% dan ḥaul satu
2) Jika perusahaan telah membayarkan zakat sebelum deviden dibagi,
maka pesaham tidak wajib mengeluarkan zakat tetapi jika

18
perusahaan belum membayar zakat, maka pesahamlah yang
berkewajiban membayarnya 7.

4. Zakat Barang Perdagangan


a. Penghitungan Zakat Perdagangan
Apabila waktu berzakat tiba, pedagang muslim harus
mengumpulkan seluruh harta perdagangannya; modal (barang dan atau
uang), keuntungan bersih, simpanan, piutang yang bisa diharap
kembali lalu menjumlahkan semua itu dan mengeluarkan 2,5%-nya.
Adapun piutang yang tidak bisa diharapkan akan kembali, maka itu
tidak wajib dizakati. Dan apabila ia mempunyai utang yang harus ia
bayarkan, maka keseluruhan hartanya tersebut dikurangi utang-
utangnya yang jatuh tempo dulu, lalu sisanya wajib ia zakati apabila
mencapai niṣāb.
Dengan demikian, perhitungan zakat barang dagangan = modal
barang (dinilai dengan uang saat jatuh ḥaul, bukan saat membelinya
dahulu) + modal uang (jika ada) + keuntungan bersih (Total
keuntungan dikurangi biaya operasional, seperti gaji pegawai dan sewa
tempat usaha) (jika ada) + simpanan (jika ada) + piutang yang
diharapkan kembali (jika ada) – utang yang jatuh tempo pada tahun
pengeluaran zakat, bukan seluruh utang yang ada. Apabila setelah
dijumlahkan mencapai niṣāb, maka dikeluarkan zakat sebesar 2,5%
atau 1/40.
Contoh: Pak Amin mempunyai usaha perdagangan. Pada saat tiba
haul, misalnya setiap akhir Ramadhan, maka Pak Amin harus
menyiapkan Laporan Keuangan usaha perdagangan beliau dalam
bentuk Neraca dan Laporan Laba Rugi. Kedua komponen Laporan
keuangan tersebut dapat dipakai sebagai dasar penentuan besarnya
zakat perdagangan yang wajib dikeluarkan.

7
BAZNAS, Ibid., hal. 118 dan Arifin, Ibid., hal. 69

19
b. Ketentuan Zakat Perdagangan
Zakat perdagangan mempunyai ketentuan-ketentuan berikut:
1) Niat berdagang, dan bukan niat untuk memiliki. Suatu barang itu
terkena kewajiban zakat apabila diniatkan untuk diperdagangkan,
bukan untuk disimpan atau dipakai Oleh karena itu, kalau ada seseorang
membeli mobil untuk ia kendarai sendiri dengan niat kalau
mendapatkan keuntungan ia akan jual, maka itu bukan harta
perdagangan. Ini berbeda dengan orang membeli mobil untuk
diperdagangkannya, lalu ia mengendarainya untuk dirinya sendiri
sampai ia mendapatkan keuntungan lalu ia menjualnya. Pemakaian
mobil tersebut tidak mengeluarkannya dari harta/barang dagangan. Ini
karena yang diperhitungkan dalam masalah niat adalah asalnya. Jika
asalnya adalah untuk pemilikan dan pemakaian sendiri maka ia tidak
menjadi barang dagangan hanya dengan keinginan menjualnya jika ada
keuntungan. Dan jika asalnya untuk perdagangan, maka ia tidak keluar
dari perdagangan hanya dengan pemakaian. Tetapi jika ia berniat untuk
menukar barang dagangan menjadi pemilikan dan pemakaian sendiri,
maka niat ini cukup untuk mengeluarkannya dari barang dagangan dan
memasukkannya ke dalam pemilikan pribadi yang tidak berkembang
dan tidak wajib dizakati.
2) Komoditas yang diperdagangkan halal lagi ṭayyib. Komoditas
yang tidak halal, baik barangnya maupun cara memperolehnya, tidak
layak dizakati. Zakat tidak akan mensucikan harta yang jelas-jelas
haram. Harta yang haram seharusnya dikembalikan kepada yang berhak
jika memungkinkan.
3) Mencapai niṣāb. Apabila barang dagangan dan atau modalnya telah
mencapai niṣāb, yaitu niṣāb emas (sebesar 20 miṡqāl/dinar atau setara
dengan 85 gram emas murni) atau niṣāb perak (sebesar 200 dirham atau
setara dengan 595 gram perak murni), maka perdagangan tersebut wajib
dibayarkan zakatnya. Niṣāb zakat perdagangan dianggap sempurna
pada akhir ḥaul saja, karena ia berkenaan dengan nilai, sedang menilai

20
barang pada setiap waktu adalah sulit. Apabila suatu niṣāb itu sudah
sempurna satu ḥaul maka itulah yang perlu diperhitungkan, sehingga
setiap tahun seorang Muslim menzakati hartanya yang telah mencapai
niṣāb, meskipun niṣābnya berkurang pada pertengahan tahun. Dan
inilah yang dilakukan pada zaman Nabi SAW dan al-Khulafā’ al-
Rasyidīn. Para amil zakat waktu itu tidak bertanya: “Kapan
sempurnanya niṣāb ini? Dan berapa bulan sudah sempurna?”. Akan
tetapi mereka cukup denganhanya memperhitungkan bahwa ia telah
sempurna ketika zakat diambil, kemudian mereka tidak mengambil lagi
darinya zakat melainkan setelah berlalunya satu tahun qamariyah penuh.
4) Berlalu ḥaul (satu tahun). Hendaklah harta perdagangan yang telah
mencapai niṣāb itu telah dimiliki selama satu tahun
5) Kadar zakat perdagangan yang harus dikeluarkan adalah sebanyak 2,5%
atau 1/40.
6) Tempat berdagang, alat transportasi dan semua peralatan perdagangan
tidak wajib. Barang dagangan dinilai dengan harga pasar waktu dizakati,
bukan harga pada waktu membeli dahulu. Dan maksud harga pasar di
sini adalah harga borong, karena dengan harga inilah barang itu bisa
dijual.
7) Apabila perdagangan rugi, maka zakat hanya dikeluarkan dari modal
apabila mencapai niṣāb dikalikan 2,5%.

21
BAB III

KESIMPULAN

Dari materi di atas dapat disimpulkan beberapa hal, sebagai berikut :

1. Terdapat 4 jenis zakat kontemporer, yaitu zakat mall, profesi, saham, dan
perdagangan.
2. Dasar hukum zakat kontemporer dalam Al-Quran yaitu Qs.At-Taubah ayat
103, At-Taubah ayat 34, Al-Baqarah ayat 110, Al-Baqarah ayat 267, dan Hadist
Hr.Abu daud dan Ahmad baihaki,Hadist Riwayat Abu daud nomor 1335 dan
Hadist Riwayat al bazar dan al baihaki.
3. a. Perhitungan dan Ketentuan Zakat mall
Jenis Harta Priode Nishab Kadar dan penghitungannya
Emas/Perak 1 th 85/595 2,5% x (Emas/Perak yang
gr dimiliki -dipakai)
Tabungan 1 th 85 gr 2,5% x (saldo akhir-bunga)
Unta 1 th 5 ekor 1 ekor kambing
Sapi 1 th 30-39 1 ekor umur 1 tahun
40-59 1 ekor umur 2 tahun
60-79 2 ekor umur 1 tahun
Kambing 1 th 40-120 1 ekor umur 2 tahun
121-200 2 ekor umur 2 tahun
201-300 3 ekor umur 2 tahun
Dagang 1 th 85 gr 2,5% x (Modal yang diputar
emas + piutang lancar) – (Hutang
jatuh tempo + kerugian)

b. Perhitungan dan Ketentuan Zakat Profesi


PENDAPATAN PENGELUARAN

Gaji Pokok Satu Tahun Hutang

22
72.000.000 12.000.000

Bonus, Insensif, Lembur, Dll Kebutuhan Pokok


12.000.000 12.000.000

Jumlah Pendapatan Jumlah Pengeluaran


84.000.000 24.000.000

c. Perhitungan dan Ketentuan Zakat Saham


2,5% x keuntungan transaksi saham
Keuntungan transaksi saham = harga jual – harga beli

d. Perhitungan dan Ketentuan Zakat Perdagangan


Perhitungan zakat barang dagangan = modal barang (dinilai dengan
uang saat jatuh ḥaul, bukan saat membelinya dahulu) + modal uang (jika
ada) + keuntungan bersih (Total keuntungan dikurangi biaya operasional,
seperti gaji pegawai dan sewa tempat usaha) (jika ada) + simpanan (jika ada)
+ piutang yang diharapkan kembali (jika ada) – utang yang jatuh tempo pada
tahun pengeluaran zakat, bukan seluruh utang yang ada. Apabila setelah
dijumlahkan mencapai niṣāb, maka dikeluarkan zakat sebesar 2,5% atau
1/40.

23
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qardhawi, Yusuf, 1969, Fiqh zakat, Cet.I, Beirut: Darul Irsyad.

Baznas. “IB PEDULI”. Http://Pusat.Baznas.Go.Id/Ib-Peduli/. (Akses Pada 26


September 2023)

Departemen Agama, 2002, Pedoman Zakat, Jakarta: Bagian Proyek Peningkatan


Zakat dan Wakaf.

Fakhruddin, 2008, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia, Malang: UIN-Malang


Press.

Fatwa Majelis Ulama Indonesia No.3 tahun 2003.

Hafidhuddin, Didin. 2002, Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta : Gema


Insani.

Latief, Moh. Rowi dan A. Shomad Robith. 1987, Tuntunan Zakat Praktis.Surabaya:
Indah.

Madani, El., 2013, Fiqh Zakat Lengkap. Jogjakarta : DIVA Press.

Wikipedia. “Pengertian Sistem”, Https://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Sistem (Akses


Pada 26 September 2023)

24

Anda mungkin juga menyukai