Anda di halaman 1dari 2

PERANG BALI III

JALAN NYA PERANG:


Pada bulan Juni 1846, pasukan dan kapal dikerahkan bersama dan dipimpin oleh schout-bij-
nacht Engelbertus Batavus van den Bosch; pasukan itu terdiri atas 1.700 prajurit, dan hanya 400
orang saja yang berasal dari Eropa. Pasukan itu dipimpin oleh Letkol. Bakker. Setelah 24 jam,
setelah memberikan ultimatum, pada tanggal 28 Juni Buleleng jatuh, orang Bali menarik diri dan
berlindung di Singaraja. Hampir tidak mungkin bagi pasukan Hindia Belanda kembali
ke Batavia atau hak Tawan Karang itu diperbaharui terhadap kapal-kapal Inggris dan Belanda .
Ekspedisi kedua dipimpin oleh Jend. Carel van der Wijck; pada tanggal 7 Juni pasukan tersebut
mendarat di pantai utara Buleleng. Desa Bungkulan adalah desa yang pertama kali takluk setelah
perlawanan gencar dan Jagaraga, pusat kekuatannya, jatuh; setelah perlawanan berkepanjangan
pasukan Hindia Belanda harus kembali ke Jawa; sepersepuluh bagian dari ABK-nya yang tak ikut
bertempur diculik, banyak perwira yang dibunuh. Sekarang panglima tertingginya memutuskan
kembali ke Jawa dan ekspedisi ketiga harus diluncurkan untuk membalas kekalahan itu.

Pimpinan ekspedisi ketiga dipegang oleh Jend. Andreas Victor Michiels, yang dipanggil dari Pesisir
Barat Sumatra. Pada bulan November 1848, ia mendapatkan kesempatan inspeksi ke Bali. Dengan
urusan tersebut, yang sejauh itu bisa diketahui, ia kemudian ditempatkan untuk memimpin angkatan
perang sebanyak 100 kapal, 5.000 prajurit terlatih dan 3.000 pelaut di bulan Maret 1849.[1][2]
Pada tanggal 28 Maret 1849, Michiels memimpin pasukannya ke Buleleng dan 2 hari kemudian ke
Singaraja tanpa banyak perlawanan, dan esoknya sebuah perundingan diusahakan terhadap
kerajaan tersebut; namun gagal. Dari sini, Michiels merencanakan serangan ke Jagaraga; di saat
yang sama sebagian pasukan, di bawah pimpinan Jan van Swieten, sibuk menahan pasukan di
depan, dan May. Cornelis Albert de Brauw (bersama tokoh lain seperti Willem Lodewijk
Buchel, Johannes Root dan Karel van der Heijden) melakukan beberapa kerja tak resmi yang
dengan cepat dapat menduduki Goa Lawah dan Kusamba. Hingga pagi hari, pengepungan di
bagian barat dirasakan rakyat Bali dan serangan di depan oleh Van Swieten diulang kembali, yang
membuat Jagaraga jatuh dan pasukan Bali melarikan diri.

Karena enggan mengikuti jejak ekspedisi sebelumnya yang melalui jalur darat, Belanda kembali ke
kapal mereka dan berlayar ke Bali Selatan, di mana mereka mendarat di dusun Padang untuk
menyerang Klungkung, penguasa nominal Buleleng.[2] Sementara itu, Belanda berhasil membangun
aliansi dengan tetangga Bali, Kerajaan Lombok untuk melawan Karangasem, musuh lama Lombok.
Pasukan Lombok dikirim ke kapal Belanda, dan menyerang para pemimpin Buleleng. Dalam
pertemuan ini baik I Gusti Ketut Jelantik dan Raja Buleleng terbunuh, dan penguasa Karangasem
melakukan ritual bunuh diri.[1]
Belanda melanjutkan kampanye mereka ke Klungkung, menduduki Goa Lawah dan Kusamba.
[2]
Iklim dan penyakit mengambil korban pada pasukan Belanda, yang berada dalam posisi genting.
[1]
Wabah disentri di antara pasukan Belanda mencegah mereka melakukan pukulan yang
menentukan. Belanda menderita banyak korban ketika Dewa Agung Istri Kanya memimpin serangan
malam terhadap Belanda di Kusamba, menewaskan komandan Major General Michiels. [2] Belanda
terpaksa mundur ke kapal mereka, dihadapkan oleh kekuatan 33.000 orang Bali
dari Badung, Gianyar, Tabanan dan Klungkung.[2] Kampanye ini menghasilkan jalan buntu.

Anda mungkin juga menyukai