Anda di halaman 1dari 2

Latar belakangsunting

Bali adalah salah satu pulau di Kepulauan Sunda yang berada di timur Jawa. Jarak
bentang pulau ini 105 mil geografis dan berpenduduk 700.000 jiwa. Cornelis de
Houtman pernah mendatangi pulau itu dan diterima baik namun dalam
perkembangannya kesepahaman kurang terjalin. Pada tahun 1841 dan 1843, sebuah
persetujuan diputuskan antara kerajaan setempat dan pemerintah Hindia Belanda
tetapi penduduk Bali segera menunjukkan permusuhan. Khususnya
Raja Buleleng berkali-kali melanggar perjanjian. Pemerintah Hindia Belanda
mempermasalahkan tradisi Tawan Karang Bali, dan menjadikannya alasan untuk
menyerang dan menghukum Bali. Tawan Karang adalah tradisi Bali, bahwa kapal
beserta isinya yang karam dan terdampar di pesisir Bali adalah hak milik raja
setempat. Pemerintah Hindia Belanda menganggap tradisi ini tidak dapat diterima
dalam hukum internasional,[1] dan tidak dapat membiarkannya karena daerah lain
juga akan menunjukkan tanda-tanda perlawanan.
Ekspedisisunting
Sebuah armada dipersiapkan, terdiri atas 23 kapal perang dan 17 kapal lainnya.
Angkatan itu terdiri atas 1.280 serdadu dan dipersenjatai dengan 115 moncong
senapan. Pada tanggal 20 Juni 1846 pasukan diberangkatkan di bawah
pimpinan LaksDa Engelbertus Batavus van den Bosch ke Besuki dan seminggu
kemudian ke Buleleng. Pasukan ekspedisi dibawa ke kapal dengan kekuatan 1.700
prajurit, di antaranya terdapat 400 serdadu Eropa dipimpin oleh LetKol. Gerhardus
Bakker. Raja diberi ultimatum 3 kali dalam 24 jam, pada tanggal 17 Juni, hari ketika
ekspedisi ke Buleleng terjadi, berlalu begitu saja. Pada hari berikutnya, pasukan itu
tiba di bawah pimpinan perwira Abraham Johannes de Smit van den Broecke di bawah
perlindungan senapan laut. Lebih dari 10.000 prajurit Bali mencegah pendaratan
tersebut namun gagal dan pasukan penyerang maju ke daerah persawahan yang
telah dikelilingi oleh pasukan Buleleng. Angkatan yang tersedia dibagi tiga di bawah
pimpinan May. Cornelis Albert de Brauw, May. Boers dan Kapt. J.F. Lomon. Semua
perlawanan dilakukan dan pada hari berikutnya serdadu Belanda maju ke ibu
kota Singaraja dan menaklukkan kota itu.
Pasca perangsunting
Kerajaan Karangasem dan Buleleng menawarkan penyerahan diri dan para penduduk
kembali ke tempat tinggalnya masing-masing. Ketika datang ke Bali, Gubernur
Jenderal Jan Jacob Rochussen menemukan penduduk di daerah-daerah setempat telah
menyerah. Dengan Kerajaan Karangasem dan Buleleng menyerah, disepakatilah
perjanjian baru, dimana kewajiban terhadap pemerintah Hindia Belanda diselesaikan
dengan cepat. Namun keadaan damai yang dicapai pada tanggal 12 Juli itu pecah
kembali.
Pemerintahan Belanda membangun benteng di Buleleng yang dihuni oleh 200 orang
dan mengendalikan penduduk setempat serta menjamin pengawasan kontrak yang
dibuat. Pada kenyataannya, tak dapat disangka bahwa perang kedua justru segera
meletus dan serangan kedua menjadi kenyataan.
Rujukansunting
 1900. W.A. Terwogt. Het land van Jan Pieterszoon Coen. Geschiedenis van de Nederlanders
in oost-Indië. P. Geerts. Hoorn
 1900. G. Kepper. Wapenfeiten van het Nederlands Indische Leger; 1816-1900. M.M. Cuvee,
Den Haag.'
 1876. A.J.A. Gerlach. Nederlandse heldenfeiten in Oost Indë. Drie delen. Gebroeders
Belinfante, Den Haag.

Anda mungkin juga menyukai