Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Instrumen Penilaian
Penilaian (evaluation) merupakan suatu proses di mana informasi dan
pertimbangan diolah untuk membuat suatu keputusan untuk kebijaksanaan yang
akan datang (Nasoetion dan Suryanto, 2004). Penilaian proses belajar adalah upaya
member nilai terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan
guru dalam mencapai tujuan – tujuan pengajaran (Sudjana, 2009). Kegiatan
penilaian merupakan tindak lanjut dari adanya alat ukur (tes), dilaksanakannya
pengukuran yang membuahkan hasil pengukuran. Keputusan mengenai penilaian
tidak semata – mata didasarkan pada hasil pengukuran tetapi ada unsur
pertimbangan dari pihak guru (Nasoetion dan Suryanto, 2004). Berdasarkan
pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa penilaian adalah suatu proses tindak
lanjut dari adanya alat ukur (tes) dimana informasi data hasil tes dan pertimbangan
dari pihak guru diolah untuk membuat suatu keputusan atau kebijaksanaan.
Fungsi penilaian sebagai alat seleksi dan mengklasifikasi, sebagai sarana untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan siswa secara maksimal, dengan kata
lain, penilaian pencapaian belajar siswa tidak hanya merupakan suatu proses untuk
mengklasifikasikan keberhasilan dan kegagalan dalam belajar, tetapi untuk
meningkatkan efisiensi dan keefektifan (purwanto, 2009).

2.2 Instrumen Tes


2.2.1 Pengertian Instrumen Tes
Tes adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran
dan penilaian (Sudijono, 2009). Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan
serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan,
intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok (Arikunto
2009). T es sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan
kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan),

9
10

dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk tindakan (tes tindakan)
(Sudjana, 2009). Tes hasil belajar atau achievement test ialah tes yang dipergunakan
untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru-guru kepada
murid-muridnya dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan pendapat para ahli
tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa tes adalah alat atau prosedur yang berupa
serentetan pertanyaan atau latihan yang dipergunakan dalam pengukuran atau
penilaian (Purwanto, 2009).
Jenis Tes digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa yaitu tes uraian dan
tes objektif. Tes uraian dan tes objektif memiliki keunggulan dan kelemahan.
Perhatikanlah perbandingan tes uraian dan tes objektif pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Perbandingan Tes Uraian dan Tes Objektif


No Unsur Tes Uraian Tes Objektif
1 Proses berpikir yang Dapat digunakan untuk Dapat digunakan untuk
ingin diukur mengukur semua jenjang mengukur semua jenjang
proses berpikir tetapi lebih proses berpikir tetapi
tepat digunakan untuk lebih tepat digunakan
mengukur proses berpikir, untuk mengukur proses
analisis, sintesis, dan berpikir ingatan,
evaluasi, pemahaman, dan
penerapan.
2 Sampel materi yang Hanya dapat menanyakan Dapat menanyakan
ditanyakan sedikit materi dalam satu banyak materi dalam satu
waktu ujian. waktu ujian.
3 Penyusunan Waktu yang diperlukan Untuk menyusun satu set
pertanyaan untuk menyusun satu set tes diperlukan waktu
tes singkat. Membuat lama. Membuat
pertanyaan lebih mudah. pertanyaan lebih sukar.
11

Unsur Tes Uraian Tes Objektif


4 Pengolahan hasil tes Adanya unsur subjektivitas Hasil periksaan tes sangat
pemeriksa. Ketetapan hasil objektif. Ketetapan hasil
pemeriksaan rendah. pemeriksaan tinggi.
5 Pengganggu hasil tes Kemampuan siswa dapat Kemampuan siswa dapat
terganggu oleh terganggu oleh
kemampuannya dalam kemampuannya dalam
menulis atau mendongeng. membaca dan menerka.
6 Jawaban siswa Dalam menjawab, siswa Dalam menjawab siswa
mengorganisasi, mengingat,
menghubungkan, dan menginterpretasikan, dan
menyatakan idenya menganalisis ide orang
sendiri. lain.

Prinsip dasar penyusunan tes hasil belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran
dan mengukur keterampilannya dibutuhkan :
1. Tes digunakan mengukur secara jelas hasil belajar (learning outcomes) yang
telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional. Seorang guru harus dapat
merumuskan tujuan pembelajaran, agar lebih mudah dalam menyusun soal-
soal tes yang relevan untuk mengukur pencapaian tujuan yang telah
dirumuskannya.
2. Mengukur sampel yang representative dari hasil belajar dan bahan pelajaran
yang telah diajarkan. Tes yang disusun harus mencakup soal-soal yang
dianggap dapat mewakili seluruh hasil belajar siswa yang telah diperoleh
selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Seorang guru menyusun kisi-kisi
terlebih dahulu sebelum menyusun soal. Kisi-kisi yang disusun harus memuat
rincian topik atau subtopik dari bahan pelajaran yang telah diajarkan, dimana
12

jumlah dan jenis soal disesuaikan dengan tujuan khusus dari setiap topik yang
bersangkutan.
3. Bentuk soal ada berbagai macam seperti pilihan ganda, uraian, dan isian
untuk mengukur hasil belajar sesuai dengan tujuan. Hasil belajar menurut
taksonomi bloom berupa tiga ranah, yaitu pengetahuan (kognitif), sikap
(afektif), dan keterampilan (psikomotor), dan ketiga ranah tersebut masih
dapat dirinci menjadi bermacam-macam kemampuan yang perlu
dikembangkan dalam setiap pengajaran. Misalnya, untuk mengukur hasil
belajar yang berupa keterampilan, tes yang cocok adalah melakukan atau
mempraktikkan sesuatu. Demikian pula untuk mengukur kognitif siswadalam
menganalisis suatu prinsip, tidak cocok digunakan bentuk soal objektif yang
hanya menuntut jawaban dengan mengingat atau recall. Oleh karena itu,
penyusunan suatu tes harus disesuaikan dengan jenis kemampuan hasil belajar
yang diukur.
4. Tes dikategorikan menjadi beberapa macam berdasarkan kegunaannya, antara
lain: 1) Tes Penempatan, yaitu tes yang digunakan untuk menempatkan siswa
dalam suatu jenjang atau jenis program pendidikan tertentu; 2) Tes Formatif,
yaitu tes yang digunakan untuk menemukan umpan balik guna memperbaiki
cara mengajar guru dan cara belajar siswa; 3) Tes Sumatif, yaitu tes yang
digunakan untuk mengukur atau menilai sejauh mana pencapaian siswa
terhadap bahan pelajaran yang telah diajarkan, kemudian untuk menentukan
kenaikan tingkat atau kelulusan siswa; dan 4) Tes Diagnostik, yaitu tes yang
digunakan untuk menemukan penyebab kesulitan belajar siswa, seperti latar
belakang psikologis, fisik, ekonomi, dan lingkungan sosial siswa. Keempat
jenis tes tersebut memiliki karakteristik tertentu, baik bentuk soal, tingkat
kesukaran, maupun cara pengolahannya. Oleh karena itu, penyusunan dan
penyelenggaraan tes harus disesuaikan dengan tujuan dan fungsinya.
13

5. Tes memiliki keandalan yang tinggi (realitbilitas tinggi) jika tes itu dilakukan
berulang–ulang terhadap objek yang sama, hasilnya relatif sama,dibuat
seandal (reliable) mungkin sehingga mudah diinterpretasikan dengan baik.
6. Penyusunan dan penyelenggaraan tes hasil belajar yang dilakukan oleh guru
digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa dalam belajar sekaligus untuk
memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru itu sendiri (Purwanto,
2009).

2.2.2 Ciri-Ciri Tes Yang Baik


Keberhasilan mengungkapkan hasil dan proses belajar siswa sebagaimana
adanya, (objektivitas hasil penilaian) sangat bergantung pada kualitas alat
penilaiannya di samping pada cara pelaksanaannya (sudjana, 2009). Karakteristik
yang harus dimiliki oleh tes hasil belajar, sehingga tes tersebut dapat dinyatakan
sebagai tes yang baik ada empat, yaitu: (1) valid; (2) Efektif; (3) objektivitas dan (4)
praktis (Sudijono, 2009).
a. Validitas
Ciri pertama dari tes hasil belajar yang baik adalah bahwa tes hasil belajar
tersebut bersifat valid atau memiliki validitas (Sudijono, 2009). Validitas
berkenaan dengan ketetapan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai
sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai (Sudjana, 2009).
Validitas (kesahihan) adalah kualitas yang menunjukkan hubungan antara
suatu pengukuran (diagnosis) dengan arti atau tujuan kriteria belajar atau
tingkah laku. Tes hasil belajar dapat dinyatakan valid apabila tes hasil belajar
tersebut (sebagai alat pengukur keberhasilan belajar peserta didik) dengan
secara tepat, benar, sahih, atau abash dapat mengukur atau mengungkapkan
hasil-hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik, setelah mereka
menempuh proses belajar dan mengajar dalam jangka waktu tertentu
(Sudijono, 2009).
14

Validitas yang sering digunakan , yakni validitas isi, validitas bangun


pengertian, validitas ramalan, dan validitas kesamaan (Sudjana, 2009)..
1) Validitas Isi (content validity)
Tes dikatakan memiliki content validity jika scoope dan isi tes itu
sesuai dengan scooped an isi kurikulum yang sudah diajarkan. Isi tes
sesuai dengan atau mewakili sampel hasil-hasil belajar yang seharusnya
dicapai menurut tujuan kurikulum (Purwanto, 2009). Validitas isi
mengacu pada sejauh mana materi tes tersebut dapat mengukur
keseluruhan bahan atau materi yang telah diajarkan. Hal ini merupakan
tuntutan yang harus dipenuhi oleh tes hasil belajar (Nasoetion dan
Suryanto, 2004).
Cara yang ditempuh dalam menetapkan sampel tes adalah memilih
konsep-konsep materi yang esensial, misalnya menetapkan sejumlah
konsep dari setiap pokok bahasa yang ada. Setiap konsep
dikembangkanlah beberapa pertanyaan tes. Pentingnya peranan kisi-kisi
sebagai alat untuk memenuhi validitas isi (Sudjana, 2009). Kisi-kisi itu
terdapat variabel yang diteliti, indikator sebagai tolak ukur dan nomor
butir (item) pertanyaan atau pernyataan yang telah dijabarkan dari
indikator. Kisi-kisi instrument itu maka pengujian validitas dapat
dilakukan dengan mudah dan sistematis (Sugiyono, 2013).
Tes yang telah disusun sesuai dengan kurikulum (materi dan
tujuannya) agar memenuhi validitas isi, dapat pula dimintakan bantuan
ahli bidang studi untuk menelaah apakah konsep materi yang diajukan
telah memadai atau tidak sebagai sampel tes. Validitas isi tidak
memerlukan uji coba dan analisis statistic atau dinyatakan dalam bentuk
angka-angka (Sudjana, 2009).
2) Validitas Bangun Pengertian (construct validity)
Validitas bangun atau bangun pengertian (construct validity)
berkenaan dengan kesanggupan alat penilaian untuk mengukur pengertian-
15

pengertian yang terkandung dalam materi yang diukurnya. Pengertian-


pengertian yang terkandung dalam konsep kemampuan, minat, sikap,
dalam berbagai bidang kajian harus jelas apa yang hendak diukurnya
(Sudjana, 2009).
Menguji validitas konstruksi dapat digunakan pendapat dari ahli
(judgement experts). Instrumen dikonstruksi tentang aspek – aspek yang
akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya
dikonsultasikan dengan ahli. Pendapat para ahli dibutuhkan setelah
instrument disusun. Pengujian konstruksi dari ahli dan berdasarkan
pengalaman empiris dilapangan selesai, maka diteruskan dengan uji coba
instrumen. Instrumen tersebut dicobakan pada sampel dari mana populasi
diambil. Setelah data ditabulasikan, maka pengujian validitas konstruksi
dilakukan dengan analisis faktor, yaitu dengan mengkolerasikan skor
faktor dengan skor total (Sugiyono, 2013).
3) Validitas Ramalan (predictive validity)
Suatu tes dikatakan memiliki predictive validity jika hasil kolerasi
tes itu dapat meramalkan dengan tepat keberhasilan seseorang pada masa
mendatang di dalam lapangan tertentu. Tepat tidaknya ramalan tersebut
dapat dilihat dari korelasi koefisien antara hasil tes itu dengan hasil alat
ukur lain pada masa mendatang (Purwanto, 2009). Validitas ramalan yang
diutamakan bukan isi tes, melainkan kriterianya, apakah alat penilaian
tersebut dapat digunakan dengan meramalkan suatu ciri, perilaku tertentu,
atau kriteria tertentu yang diinginkan (Sudjana,2009).
4) Validitas Kesamaan (concurrent validity)
Hasil suatu tes mempunyai korelasi yang tinggi dengan hasil suatu
alat ukur lain terhadap bidang yang sama pada waktu yang sama pula,
maka dikatakan memiliki concurrent validity (Purwanto, 2009). Validitas
kesamaan suatu tes artinya membuat tes yang memiliki persamaan dengan
tes sejenis yang telah ada atau yang telah dibakukan. Kesamaan tes
16

terlingkupnya abilitas yang diukurnya, sasaran atau objek yang diukurnya,


serta waktu yang diperlukan. Validitas kesamaan suatu tes adalah melalui
indeks korelasi berhubungan perhitungan korelasi. Apabila menunjukkan
indeks korelasi yang cukup tinggi, yakni mendekati angka satu (korelasi
sempurna), berarti tes yang disusun tersebut memiliki validitas kesamaan
(Sudjana, 2009).
b. Reliabilitas
Kata reliabilitas dalam bahasa Indonesia diambil dari kata reliability
dalam bahasa Inggris, berasal dari kata reliable yang artinya dapat dipercaya.
Gronlund 1985 dalam Arifin (2014) mengemukakan bahwa terdapat empat
faktor yang dapat mempengaruhi reliabilitas, yaitu: panjang tes, sebaran skor,
tingkat kesukaran, dan objektivitas.
1. Panjang tes (lenght of test), panjang tes berarti banyaknya soal tes.
Semakin banyak soal dalam tes, maka akan semakin tinggi tingkat
reliabilitas suatu tes dikarenakan terdapat banyak sampel yang diukur dan
proporsi jawaban yang benar semakin banyak.
2. Sebaran skor (spread of scores), besarnya sebaran skor akan membuat
tingkat reliabilitas menjadi lebih tinggi, karena koefisien reliabilitas yang
lebih besar diperoleh ketika siswa tetap pada posisi yang relatif sama
dalam satu kelompok pengujian ke pengujian berikutnya.
3. Tingkat kesukaran (difficulty indeks), tingkat tes yang sukar dan tes yang
mudah untuk siswa cenderung akan menghasilkan tingkat reliabilitas
yang rendah.
4. Objektifitas (objectivity), menunjukkan skor tes kemampuan yang sama
antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya.
Menurut Arikunto (2013), rumus alpha digunakan untuk mencari
reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya angket atau soal
berbentuk uraian.
Rumus Alpha:
17

 k   b 
2

r11 =   1− .......................................(2.1)
 k − 1   2t 

Keterangan:
r11 = reliabilitas instrument
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

 b
2
= jumlah varians

 2t = varians total

c. Objektivitas
Objektivitas suatu tes ileh tingkat atau kualitas kesamaan skor-skor yang
diperoleh dengan tes itu dinilai oleh beberapa orang penilaian. Menghitung
pemilaian diperlukan kunci jawaban tes (scoring key) (Purwanto, 2009).
Dalam hubungan ini sebuah tes hasil belajar dapat dikatakan sebagai tes hasil
belajar yang objektif, apabila tes tersebut disusun dan dilaksanakan apa
adanya. Ditinjau dari segi isi atau materi tesnya, maka istilah apa adanya itu
mengandung pengertian bahwa materi tes tersebut adalah diambilkan atau
bersumber dari materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan sesuai atau
sejalan dengan tujuan instruksional khusus yang telah ditentukan (Sudijono,
2009).
Kualitas objektivitas suatu tes dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu:
1) Objektivitas tinggi ialah jika hasil-hasil tes menunjukkan tingkst
kesamaan yang tinggi. Contohnya tes yang sudah distandarisasi, hasil
penskorannya sangat objektif.
2) Objektivitas sedang ialah seperti tes yang sudah distandarisasi, tetapi
pandangan subjektif skor masih mungkin muncul dalam penilaian dan
interpretasinya.
3) Objektivitas fleksibel ialah seperti beberapa jenis tes yang digunakan
oleh LBP (Lembaga Bimbingan dan Penyuluhan) untuk keperluan
18

counseling, misalnya tes yang bersifat open – end item (open – end
questionairs) (Purwanto, 2009).
d. Praktikabilitas
Bersifat praktis mengandung pengertian bahwa tes hasil belajar tersebut
dapat dilaksanakan dengan mudah, karena tes itu: (a) bersifat sederhana,
dalam arti tidak memerlukan peralatan yang banyak atau peralatan yang sulit
pengadaannya; (b) lengkap, dalam arti bahwa tes tersebut telah dilengkapi
dengan petunjuk mengenai cara mengerjakannya, kunci jawabannya, dan
pedoman scoring serta penentuan nilainya (Sudijono, 2009).
Praktikabilitas dibagi menjadi dua jenis, yaitu: 1) Praktikabilitas yang
diharapkan (Expected Practicality) Suatu produk diharapkan dapat berguna
sesuai dengan perencanaan ketika diuji cobakan. Pembuat produk harus
menyusun produknya agar dapat digunakan di lapangan. 2) Praktikalitas
Aktual (Actual Practicality) Praktikabilitas diketahui ketika produk telah
diuji cobakan di lapangan. Praktikalitas aktual merupakan pembuktian dari
praktikalitas yang diharapkan (Plomp dan Nieveen, 2013).

2.3 Higher Order thinking Skills (HOTS)


Higher Order Thinking Skills (HOTS) atau keterampilan berpikir tingkat
tinggi adalah cara berpikir yang lebih tinggi darpada menghafalkan fakta,
mengemukakan fakta, atau menerapkan peraturan, rumus, dan pprosedur (Thomas &
Thorne dalam Nugroho, 2018). Keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order
Thinking Skills) berbeda dengan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking) yang
mengacu pada gambar 2.1. Jika mengacu pada taksonomi bloom yang direvisi,
berpikir tingkat tinggi (HOT) terkait dengan kemampuan kognitif dalam
menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasi. Keterampilan berpikir tingkat tinggi
(HOTS) berkaitan dengan keterampilan menyelesaikan permasalahan, berpikir kritis,
dan berpikir kreatif. Pada umumnya, keterampilan analisis komplek dan analisis
sistem merupakan bagian dari problem solving sehingga tidak dinyatakan secara
19

tersendiri dalam elemen utama HOTS. Keterampilan berpikir logis dan evaluasi
merupakan bagian dari berpikir kritis, sehingga elemen utama dari HOTS dapat
dibuat lebih sederhana. Keterampilan berpikir tingkat tinggi mencakup keterampilan
berpikir tingkat tinggi.

HOT HOTS

Berpikir
Analisis Kritis

Berpikir
Evaluasi
Kreatif

Problem
Kreasi
Solving

Membuat
Keputusan

Gambar 2.1 Perbedaan HOT dan HOTS


HOTS memiliki ciri yang khas. Level keterampilan ini mencakup kemampuan
atau keterampilan siswa dalam menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan
mencipta (create). Indikator keterampilan menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta
didasarkan pada teori yang dipaparkan dalam revisi Taksonomi Bloom (NUgroho,
2018).
1. Menganalisis, yaitu menganalisis informasi yang masuk dan membagi – bagi
atau menstruktur informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali
pola atau hubungannya, mampu mengenali serta membedakan faktor
penyebab dan akibat dari sebuah scenario yang rumit, serta
mengidentifikasi/merumuskan pertanyaan.
2. Mengevaluasi, yaitu memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, dan
metodologi dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada
untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya, membuat hipotesis,
20

mengkritik dan melakukan pengujian, serta menerima atau menolak suatu


pernyataan berdasarkan kriteria yang telah di tetapkan.
3. Mencipta, yaitu membuat generalisasisuatu idea tau cara pandang terhadap
sesuatu, merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah, dan
mengorganisasikan unsure-unsure atau bagian-bagian menjadi struktur baru
yang belum pernah ada sebelumnya.
Reformasi pembelajaran sudah dilakukan didunia, antara lain dengan
mengubah /menggeser pembelajaran tradisional yang berbasis LOTS ke
pembelajaran yang berbasis HOTS. Penggeseran ini mencakup integrasi
komponen inkuiri ilmiah di Amerika serta belajar sains dengan integrasi berpikir
kritis, konteks personal, sosial dan lingkungan (Sani, 2019). Adapun perbedaan
pembelajaran LOTS dengan HOTS dapatt dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Dimensi Proses Kognitif


Lower - Order Processing
Remembering Such as producing appropriate information from
memory, e.g
• Recognizing
• Recalling
Understanding Meaning – meaning from experiences and resources,
e.g.
• Interpreting
• Exemplifying
• Classifying
• Summarizing
• Inferring
• Comparing
• Explaining
Applying Such as using a procedure, e.g.
• Executing
• Implementing
Higher – Order Processing
21

Analysing Breaking down a concept into its parts and explaining


how the parts relate to the whole, e.g.
• differentiating
• organizing
• attributing
Evaluating Making critical judgements, e.g.
• Checking
• Critiquing
Higher- Order Processing
Creating Putting together pieces to construct something new or
recognizing components of a new structure, e.g.
• Generating
• Planning
• Producing

Empat keterampilan yang menjadi landasan penilaian dalam keterampilan


berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills), yaitu:
a. Berpikir kritis merupakan proses berpikir terampil dan bertanggung jawab
ketika seseorang mempelajari suatu permasalahan dari semua sudut pandang,
dan terlibat dalam penyelidikan sehingga dapat memperoleh opini, penilaian,
atau pertimbangan terbaik menggunakan kecerdasannya untuk menarik
kesimpulan.
b. Berpikir kreatif adalah keterampilan mengembangkan ide yang tidak biasa,
berkualitas, dan sesuai tugas. Kreativitas dapat didefinisikan sebagai proses
untuk mmenghasilkan sesuatu yang baru dari elemen yang ada dengan
menyusun kembali elemen tersebut.
c. Problem solving adalah proses mencakup visualisasi, sosiasi, abstraksi,
pemahaman, manipulasi, bernalar, analisis, sintesis, dan generalisasi, yang
masi’’’’ng – masing harus diatur dan dikoordinasikan.
d. Membuat keputusan dimulai dari mennetapkan tujuan. Kemudian dilakukan
pengumpulan informasi dan diikuti dengan pembangkitan solusi alternative
atau pilihan yang layak.
22

Peneliti pengembangan instrumen tes yang akan dilakukan pada penelitian ini
dibatasi hanya pada keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking
Skills) yang mencakup ranah keterampilan Pemecahan Masalah (Sani, 2019).

2.4 Keterampilan Pemecahan Masalah


Pemecahan masalah (problem solving) termasuk kedalam keterampilan
berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills). Menurut Garofalo dan Lester
(1985) dalam (Sani, 2019) menyatakan bahwa problem solving adallah proses yang
mencakup visualisasi, sosialisasi, abstraksi, pemahaman, manipulasi, bernalar,
analisiss, sintesis, dan generalisasi, yang masing – masing harus diatur dan
dikoordinasikan. Banyak ahli yang berpendapat mengenai problem solving
diantaranya, seperti yang dikemukakan oleh (Crowl dkk, 1997), sebuah masalah
akan muncul jika seseorang ingin melakukan sesuatu namun tidak mengetahui
tindakan yang diperlukan untuk memperoleh apa yang diinginkannya. Proses
penyelesaian masalah selanjutnya bergantung pada hasil keputusan sebelumnya.
Menurut Sugrue (1994, 1995) dalam (Sani, 2019) model penyelesaian masalah
(problem solving) mencakup tiga komponen utama yang saling berinteraks, yakni:
struktur pengetahuan, fungsi kognitif, dan keyakinan diri. Seorang yang dapat
menyelesaikan masalah memiliki struktur pengetahuan yang terorganisasi dengan
baik. Pemecahan masalah harus dilakukan dengan menerapkan prosedur yang tepat
dalam menyelesaikan masalah.
Polya (1945) memformulasikan tentang model penyelesaian masalah yakni:
1) Memahami masalah
2) Membuat rencana penyelesaian masalah
3) Melaksanakan rencana
4) Memeriksa kembali
Permasalahan atau soal yang dapat memotivasi belajar dan mengukur
keterampilan siswa dalam menyelesaikan masalah harus memiliki karakteristik
tertentu.
23

2.5 Penelitian Pengembangan


Metode penelitian dan pengembangan atau dalam bahasa inggrisnya Researh
and Development adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan
produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Menghasilkan produk
tertentu digunakan penelitian yang bersifat analisis kebutuhan dan untuk menguji
keefektifan produk tersebut supaya dapat berfungsi di masyarakat luas, maka
diperlukan penelitian untuk menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2013).
Penelitian dan pengembangan menurut Sukmadinata (2011) adalah suatu proses
atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau
menyempurnakan produk yang telah ada, yang dapat dipertanggung jawabkan. Proses
penelitian dan pengembangan menunjukkan suatu siklus,diawali dengan adanya
kebutuhan, permasalahan yang membutuhkan pemecahan dengan menggunakan suatu
produk tertentu. Penelitian dan pengembangan merupakan metode penghubung atau
pemutus kesenjangan antara penelitian dasar dengan penelitian terapan.
Penelitian dan pengembangan berfungsi untuk memvalidasi dan
mengembangkan produk. Memvalidasi produk, berarti produk itu telah ada, dan
peneliti hanya menguji efektivitas atau validitas produk tersebut. Mengembangkan
produk dalam arti yang luas dapat berupa memperbarui produk yang telah ada
(sehingga menjadi lebih praktis, efektif, dan efisien) atau menciptakan produk baru
(yang sebelumnya belum pernah ada). Metode penelitian dan pengembangan dapat
diartikan sebagai cara ilmiah untuk meneliti, merancang, memproduksi, dan menguji
validitas produk yang telah dihasilkan. Kegiatan penelitian dan pengembangan dapat
disingkat menjadi 4P (Penelitian, Perancangan, Produksi, dan Pengujian) (Sugiyono,
2017).
Langkah penelitian dan pengembangan secara garis besar ada tiga. Pertama,
studi pendahuluan, mengkaji teori dan mengamati produk atau kegiatan yang ada.
Kedua, melakukan pengembangan produk atau program kegiatan baru. Ketiga,
menguji dan memvalidasi produk atau program kegiatan baru. Kegiatan
pengembangan dilakukan melalui beberapa kali uji coba, dengan sampel terbatas dan
24

sampel lebih luas. Pengujian produk dilakukan dengan mengadakan eksperimen


(Thoifah, 2016).

2.6 Model ADDIE


Robert Maribe Branch mengembangkan Instructional Design (Desain
Pembelajaran) dengan pendekatan ADDIE, yang merupakan perpanjangan dari
Analysis, Design, Development, Implementation, dan Evaluation. Analysis, berkaitan
dengan kegiatan analisis terhadap situasi kerja dan lingkungan sehingga dapat
ditemukan produk apa yang perlu dikembangkan. Design merupakan kegiatan
perancangan produk sesuai dengan yang dibutuhkan. Development adalah kegiatan
pembuatan dan pengujian produk. Implementation adalah kegiatan menggunakan
produk, dan Evaluation adalah kegiatan menilai apakah setiap langkah kegiatan dan
produk yang telah dibuat sesuai dengan spesifikasi atau belum.

Gambar 2.2 Model ADDIE Untuk Pengembangan Produk


(Sugiyono, 2017)
Model ADDIE memiliki lima langkah atau tahapan yang mudah dipahami dan
diimplementasikan untuk mengembangkan produk pengembangan. Model ADDIE
memberikan peluang untuk melakukan evaluasi terhadap aktivitas pengembangan
pada setiap tahap. Dampak positif yang ditimbulkan dengan adanya evaluasi pada
25

setiap tahapan adalah meminimalisir tingkat kesalahan atau kekurangan produk pada
tahap akhir model. (Tegeh, dkk., 2014).

2.7 Penelitian Relevan


Penelitian-penelitian sebelumnya yang menjadi rujukan peneliti dalam
melakukan penelitian ini disajikan di dalam tabel 2.3 di bawah ini:

Tabel 2.3 Penelitian Relevan

No Peneliti Jurnal Judul Penelitian Hasil Penelitian


1 Merta Dhewa IOSR Journal of The Development Instrumen
Kusuma, Undang Research & of Higher Order penilaian HOTS
Rosidin, Method in Thinking Skills sebagai
Abdurrahman dan Education (HOTS) assessment for
Agus Suyatna. (IOQR-JRME) Instrument learning efektif
Volume 7, Issue Assessment In untuk melatih
1, Jan. – Feb. Physics Study HOTS siswa dan
2017, hal: 26 – 32 efektif mengukur
keterampilan
berpikir siswa
sesuai dengan
tingkat HOTS
masing – masing
siswa.
2 Aniq Rif’atun JPPPF (Jurnal The Development Pengembangan
Najihan, Vina Penelitian dan of Higher Order instrument
serevina, dan Pengembangan Thinking Skills penilaian HOTS
Mutia Delina. Pendidikan (HOTS) materi suhu dan
Fisika), Volume 4
26

No Peneliti Jurnal Judul penelitian Hasil Penelitian

Issue 1, Juni Assessment kalor cukup valid.


2018, hal: 19 – 26 Instrument for Namun untuk
Temperature and penyempurnaan
Heat Learning perlu dilakukan
revisi pada
konstruksi butir
instrumen. Untuk
menyempurnakan
pengembangan
instrumen
penilaian HOTS
perbaikan
dilakukan
berdasarkan saran
dan komentar
validator.

3 Aras Hanif Afiat, Jurnal Kemampuan Data penelitian


Supriyono Koes Pendidikan: teori, Pemecahan diperoleh dari
Handayanto, dan penelitian, dan Masalah Siswa hasil jawaban tes
Hari Wisodo pengembangan. SMA dalam siswa yang terdiri
Volume 5. No. 1, Menyelesaikan atas empat soal
Januari 2020, hal: Soal Usaha dan uraian. Jawaban
21 – 30 Energi. siswa diberi skor
dengan mengacu
27

No Peneliti Jurnal Judul Jurnal Hasil Penelitian


pada rubrik
pemecahan
masalah.
Pemberian skor
meliputi lima
indikator yang
mengukur proses
siswa dalam
melakukan
penyelesaian
masalah. Skala
skor rubrik
memiliki range
0—5 untuk tiap-
tiap indikator.
4 NKL Ariska, Jurnal_ep, Vol. Pengembangan Instrumen
Sariyasa, dan IB 10 No. 1, Maret Instrumen kemampuan
Putrayasa 2020 hal: 11-20 Kemampuan pemecahan
Pemecahan masalah
Masalah matematika
Matematika Dan memenuhi uji
Self-Efficacy reliabilitas dengan
Pada Siswa Kelas hasil uji
V Sd reliabilitas
instrumen
kemampuan
pemecahan
masalah
28

No Peneliti Jurnal Judul Jurnal Hasil penelitian

matematika
dengan aplikasi
Microsoft Office
Excel diperoleh
hasil sebesar 0,76
dengan
interpretasi yang
tinggi. Artinya
instrumen
kemampuan
pemecahan
masalah
matematika dapat
dikatakan reliabel
atau dapat
dipercaya .
5 Mochammad Jurnal Pendidikan Karakteristik Berdasarkan mean
Maulana Fisika dan keterampilan score antara
Trianggono dan Keilmuan berpikir kreatif subjek laki-laki
Setyaningsih (JPFK), Volume dalam pemecahan dan perempuan,
Yuanita 4, No. 2, masalah fisika terlihat bahwa
September 2018, berdasarkan subjek perempuan
hal: 98-106. gender memiliki mean
score yang lebih
tinggi
dibandingkan
laki-laki pada
29

aspek elaborasi.

Penelitian yang dilakukan sejalan dengan penelitian oleh Dwiana Susiningrum.,


(2018) tentang pengembangan instrument kemampuan berpikir kreatif, dan Aras
Hanif Afiat., (2020) tentang kemampuan pemecahan masalah. namun hal yang
membedakannya yaitu penelitian tersebut mengembangkan instrumen kemampuan
berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah. Perbedaannya yaitu pada
penelitian instrumen tes yang akan dikembangkan pada materi Usaha dan Energi
untuk tingkatan SMA dan berupa instrumen tes HOTS yang mencakup aspek
keterampilan pemecahan masalah.

2.8 Materi Pembelajaran Usaha Dan Energi


2.8.1 Usaha
a. Pengertian Usaha
Kata usaha dalam fisika memiliki arti khusus jika dibandingkan dengan
kata usaha dalam kehidupan sehari-hari. Dalam fisika usaha diartikan sebagai
perpindahan energi dari satu benda ke benda lain melalui suatu gaya yang
diberikan pada suatu jarak. Menurut pendapat lain, usaha yang dilakukan pada
sebuah benda oleh suatu gaya konstan didefinisikan sebagai hasil kali
magnitudo perpindahan dan komponen gaya yang sejajar dengan arah
perpindahan itu.

2 Gambar 2.3 Gaya yang diberikan membentuk sudut 𝜽


Gambar 2.3, dimana suatu gaya 𝐅⃗ yang bekerja pada suatu benda yang
langsung mengalami perpindahan vektor 𝐬⃗ . Komponen dari 𝐅⃗ dalam arah 𝐅⃗
30

adalah 𝐹 cos 𝜃. Usaha W yang dilakukan oleh gaya 𝐅⃗ didefinisikan sebagai


komponen 𝐅⃗ dalam arah perpindahan, dikalikan dengan jarak perpindahan.
Dalam bentuk persamaan dapat ditulis sebaga berikut:

𝑊 = (𝐹 cos 𝜃) (𝑠) = 𝐹𝑠 cos 𝜃 ...........(2.2)

Keterangan:
W = usaha (joule)
F = gaya yang sejajar dengan perpindahan (N)
s = pepindahan (m)
𝜃 = sudut yang terbentuk antara 𝐅⃗ dan 𝐬⃗

Jika 𝐅⃗ dan 𝐬⃗ searah, cos 𝜃 = cos 0𝑜 = 1 dan W = Fs. Tetapi, jika 𝐅⃗ dan 𝐬⃗
berlawanan arah, maka cos 𝜃 = cos 180𝑜 = -1 dan W = -Fs; yaitu usaha
negatif. Gaya seperti gesekan seringkali memperlambat benda, maka arahnya
berlawanan dengan perpindahan. Gaya semacam ini biasanya melakukan
usaha negatif.
Dalam satuan SI, usaha dinyatakan dalam newton meter, suatu satuan
yang disebut joule (J). Jadi, satu joule adalah usaha yang dilakukan oleh gaya
satu newton pada sebuah partikel yang bergerak satu meter dalam arah yang
sama dengan gaya itu. Dalam sistem cgs, satuan usaha disebut erg dan
didefinisikan sebagai 1 erg = 1 dyne.cm. Dalam satuan inggris, usaha diukur
dalam foot pound sebagai 1 J = 107erg = 0,7376 ft.lb.

b. Usaha Yang Dilakukan Oleh Gaya Tidak Beraturan


Usaha yang dilakukan oleh gaya tidak beraturan dapat ditentukan
secara grafis
31

s1 s2

∆𝒔 = 𝑠2 − 𝑠1
Gambar 2.4 Grafik F-s dari gaya konstan yang menyebabkan
bendaiberpindah dari posisi 𝒔𝟏 ke posisi 𝒔𝟐.
Gambar 2.4, usaha total yang dilakukan untuk memindahkan benda
dengan jarak total ∆𝒔 = 𝑠2-𝑠1 merupakan jumlah luas persegi panjang. Oleh
karena itu dapat dikatakan bahwa usaha yang dilakukan oleh gaya yang tidak
beraturan pada waktu memindahkan sebuah benda antara dua titik sama dengan
luas daerah di bawah kurva.

2.8.2 Energi

Energi merupakan konsep penting dalam sains. Energi adalah ukuran dari
perubahan yang diberikan pada suatu sistem. Energi juga disebut sebagai
kemampuan untuk melakukan usaha. Energi dapat dipindahkan secara mekanis ke
suatu benda ketika suatu gaya melakukan usaha pada benda tersebut. Jumlah energi
yang diberikan pada suatu benda melalui suatu gaya pada suatu jarak setara dengan
usaha yang dilakukan. Lebih lanjut, ketika suatu benda melakukan usaha benda
tersebut melepaskan energi sebesar usaha yang dilakukan. Dengan kata lain, energi
adalah kemampuan untuk melakukan usaha. Dalam fisika terdapat berbagai jenis
energi, di antaranya energi potensial, energi kinetik, dan energi mekanik yang akan
dibahas berikut ini.

a. Energi Kinetik

Energi gerak disebut energi kinetik. Kata “kinetik” berasal dari bahasa
Yunani yang berarti “gerak”.48 Artinya, setiap benda yang bergerak memiliki
32

energi kinetik. Energi kinetik bergantung pada massa dan kelajuan benda.
Perhatikan gambar 2.5 di bawah ini.

𝐬⃗
3 Gambar 2.5 Gaya total konstan 𝐅⃗ tot mempercepat bis dari laju 𝒗𝟏 sampai 𝒗𝟐
sepanjang jarak s
Gambar 2.5, memperlihatkan sebuah bis dengan masa m yang sedang
bergerak pada garis lurus dengan laju awal 𝑣1. Untuk mempercepat benda itu
secara beraturan sampai laju 𝑣2, gaya total konstan 𝐅⃗ tot diberikan padanya
dengan arah yang sejajar dengan geraknya sejauh s. Kemudian usaha total
yang dilakukan pada benda tersebut adalah 𝑊tot = 𝐹tot s. Kita terapkan
hukum Newton kedua, 𝐹tot = 𝑚𝑎, dan gunakan persamaan 𝑣22 = 𝑣12 + 2𝑎𝑠,
dengan 𝑣1 sebagai laju awal dan 𝑣2 sebagai laju akhir sehingga persamaan
menjadi:
𝑣22 = 𝑣12 + 2𝑎𝑠 ..................... (2.3)

𝑣22 − 𝑣12
𝑎= ...........................................(2.4)
2𝑠
kemudian substitusikan persamaam 2.5 ke dalam, 𝐹tot = 𝑚𝑎, dan tentukan
usahayang dilakukan:
𝑣22 − 𝑣12
𝑊𝑡𝑜𝑡 = 𝐹𝑡𝑜𝑡 𝑠 = (𝑚𝑎)𝑠 = 𝑚 ( ) 𝑠 ...(2.5)
2𝑠

1 1
𝑊𝑡𝑜𝑡 = 𝑚𝑣22 − 𝑚𝑣12 ..........................(2.6)
2 2

1
kita definisikan besaran mv2 sebagai energi kinetik translasi (EK) dari benda
2

tersebut:

Keterangan:
EK = Energi Kinetik (J)
33

m = Massa (kg)
v = Kecepatan (m/s)
Dapat disimpulkan bahwa 𝑊tot = 𝐸𝐾2 − 𝐸𝐾1 atau 𝑊tot = ∆𝐸𝐾.
Dengan kata lain, usaha total yang dilakukan pada sebuah benda sama
dengan perubahan energi kinetiknya, inilah dinamakan prinsip usaha-
energi. Prinsip usaha energi menunjukkan bahwa usaha total (positif) W
dilakukan pada sebuah benda, energi kinetiknya bertambah sejumlah W.

b. Energi Potensial

Energi potensial merupakan sebuah fungsi koordinat sedemikian


sehingga perbedaan antara nilainya di posisi awal dan di posisi akhir sama
dengan usaha yang dilakukan pada suatu partikel untuk menggerakannya dari
posisi awal ke posisi akhir. Energi potensial berhubungan dengan usaha yang
dimaan energi potensial adalah besar usaha yang dilakukan sebesar perubahan
energi potensial suatu benda.

1. Energi Potensial Gravitasi

Energi potensial gravitasi adalah energi yang dimiliki oleh suatu


benda karena interaksi gravitasi.

h
m
4
5 Gambar 2.6 Energi Potensial Benda

Gambar 2.6, sebuah bola bermassa m digantunggkan pada


ketinggian h dari permukaan tanah maka energi potensial gravitasi bola
tersebut dinyatakan:
34

𝐸𝑃 = 𝑚𝑔ℎ ...............................(2.7)
Keterangan :
EP = Energi Potensial (J)
m = Massa (kg)
g = Percepatan Gravitasi (m/s2)
h = Ketinggian Terhadap Titik Acuan (m)

2. Energi Potensial Gravitasi Newton

Energi potensial gravitasi Newton adalah energi potensial gravitasi


antaradua benda angkasa. Energi ini dirumuskan sebagai berikut.
𝑀𝑚
𝐸𝑃 = −𝐺 ........................(2.8)
𝑟

Keterangan:
EP = energi potensial gravitasi (J)
M = massa planet (kg)
m = massa benda (kg)
r = jarak benda ke pusat planet (m)
G = tetapan gravitasi universal (6,673 x 1011N. m2/kg2)

Dari rumus di atas terlihat bahwa Ep bernilai negatif. Artinya, untuk


memindahkan benda dari posisi tertentu ke posisi lain yang jaraknya lebih
jauh dari pusat planet diperlukan sejumlah energi. Selain itu, tanda negatif
pada Ep juga menunjukkan bahwa suatu planet akan tetap terikat pada medan
gravitasi matahari, sehingga planet tetap berada pada orbitnya.

c. Hukum Konversi Energi Mekanik


Dalam proses melakukan usaha, benda yang melakukan usaha itu
memindahkan energi yang dimilikinya ke benda yang lain. Energi yang
dimiliki benda agar benda itu dapat melakukan usaha dinamakan energi
mekanik.
35

Energi mekanik dapat didefinisikan sebagai jumlah energi potensial


dan energi kinetik yang dimiliki oleh suatu benda, atau disebut juga energi
total. Biasanya energi mekanik suatu benda selalu tetap, sedangkan energi
kinetik dan energi potensialnya dapat berubah-ubah. Secara matematis, dapat
dituliskan sebagai berikut:
𝐸𝑀 = 𝐸𝑃 + 𝐸𝐾
𝐸𝑃1 + 𝐸𝐾1 = 𝐸𝑃2 + 𝐸𝐾2 ....... (2.9)

Keterangan:
EM = energi mekanik (joule)
EP = energi potensial (joule)
EK = energi kinetik (joule)
Hukum konservasi energi mekanik menyatakan bahwa energi mekanik
yang dimiliki oleh sebuah benda adalah kekal (tetap). Pernyataan ini sesuai
dengan pernyataan hukum konservasi energi secara umum, yaitu energi tidak
dapat diciptakan atau dimusnahkan, tetapi hanya dapat dirubah dari bentuk
energiyang satu ke bentuk energi yang lain.
𝐸𝑀1 = 𝐸𝑀2
1 1
𝑚𝑔ℎ1 + 2 𝑚𝑣12 = 𝑚𝑔ℎ2 + 𝑚𝑣22 ...............................(2.10)
2

Rumusan hukum energi mekanik di atas hanya berlaku apabila dalam


berubah bentuk dari energi potensial menjadi energi kinetik atau sebaliknya,
tidak ada energi yang hilang.

Anda mungkin juga menyukai