Anda di halaman 1dari 4

Bismillah..... Kita nikah ini lain.

Dia mengajukan 19 pertanyaan karena


sesuai jumlah huruf dalam Basmalah. Ia ingin
memulai semua dengan Basmalah. Aku pun
Oleh : Asmawan
hanya berhusnudh dhon tentang hal itu.
Sore itu tampak mendung hitam sudah mulai
Dari 19 pertanyaan itu saja, aku merasa
menggelayuti angkasa pesantren yang kudiami.
tidak sempurna atau lebih tepatnya nggak pede,
Tampaknya musim hujan sudah mulai start diawal
apakah jawaban-jawabanku akan berkenan
bulan november ini. Benar, tak berapa lama hujan
dihatinya atau tidak. Aku faham, ia bertanya
pun turun deras menyirami bumi tempat kami
seperti itu karena ingin mencari banyak
mengaji. Hujan pun turun deras, sederas mata
persamaan prinsip diantara kami meskipun pasti
airku yang sudah tak mampu kubendung lagi. Ya,
ada perbedaan pandangan dalam melihat
aku sedang galau dengan perasaan hatiku yang
sesuatu. Jujur aku wanita lemah, serba tidak
tak karu-karuan dengan perasaan yang berganti-
sempurna, meskipun 19 pertanyaan tersebut
ganti.
tidak menyangkut fisik atau jabatan sama sekali.
Di depan kantor komplek, aku duduk
Bahkan dari 19 pertanyaan tersebut, ia
sendirian mencoba menata hatiku yang kacau
bertanya kepadaku tentang poligami. Jujur,
balau. Komplek yang berada diutara masjid yang
semula aku langsung merasa tensi darahku naik
bercat merah, aku pun cuma sendiri dikelilingi
turun. Untung saat itu ada Sa’adah Riau, salah
kertas-kertas yang berceceran disana-sini.
satu teman akrabku yang mengajakku berfikir
Kertas-kertas yang aku bingung harus menulis
jernih bahwa yang ditanyakan adalah pandangan.
apa, apakah jawaban dari pertanyaan yang
Memang saat itu lagi marak sebagian orang tidak
diberikan kepadaku beberapa hari yang lalu
menerima hukum Islam. Mereka berkata bahwa
ataukah pengajuan pengunduran diri dari
ajaran Islam tidak relevan dengan zaman.
menerima lamaran seorang laki-laki.
Tampaknya inilah maksud dia menanyakannya.
Lelaki itu dikenalkan kepadaku oleh Kak
Secara beban perasaan, aku berat sekali
Azzah Jakarta, salah satu temanku, melalui
mendapat 19 pertanyaan tersebut sehingga aku
suaminya yang merupakan teman dari lelaki
berfikiran untuk tidak meneruskan ke proses yang
kampung yang sekarang sedang proses untuk
lebih serius. Akan tetapi aku juga tidak ikhlash
menjadikanku seorang istri. Lelaki lain daripada
untuk mundur karena setelah istikhoroh berhari-
yang lain katanya. Bukan karena ia anak
hari, aku pun mantap hati dengan pilihan saat ini.
konglomerat atau bupati, tetapi kata suami Kak
Saat itu hatiku benar-benar galau berat.
Azzah ia baik beda yang lain. Bila kebanyakan
Bagaimana hatiku tidak galau, ditambah lagi
lelaki dikampung tersebut adalah ngrokoan tapi
ibuku tatkala kuceritakan tentang lelaki itu, iapun
dia beda, ia bukan lelaki yang suka ngrokok.
istikhoroh dan beliau pun mempersilahkanku
Setidaknya alasan tidak ngrokoan itulah untuk maju ke proses yang lebih serius.
alasan sederhana secara lahiriyah yang
Kegalauan hatiku semakin bertambah
membuatku siap untuk dikenalkan Kak Azza
tatkala Susy teman sekelasku, meskipun aku
dengan lelaki tersebut. Saya nggak suka lelaki
tidak terlalu akrab dengannya tetapi tatkala ia
ngrokoan karena Pak Kyai ndak suka rokok dan
mendengar bahwa aku sedang proses dengan
menasihati bahwa orang sholih itu ndak ada yang
seseorang laki-laki, tiba-tiba ia pun bermimpi dan
suka ngrokok. Itu salah satu point, aku menilai
bercerita kepadaku bahwa Pak Kyai mengatakan
seseorang itu baik atau ndak menurut
lelaki itu memang baik buat aku sehingga hal itu
pandanganku. Dan jujur selama ini aku ndak
membuatku semakin sedih apabila sampai
pernah ketemu ataupun ngobrol dengannya.
kehilangan kesempatan ini karena sudah banyak
Lelaki yang kukira mengirimiku surat cinta isyarat yang menjadikan aku mantap dengan
lewat Kak Azzah. Eee... ternyata mengirimiku 19 pilihan ini.
pertanyaan karena ia ingin mengenal sifatku,
Aku menangis sendiri, deras sekali tak
agamaku lebih jauh lagi katanya. Begitulah cara
kalah deras dengan hujan yang sedang
dia ingin mengenalku. Unik dan ndak umumnya.
mengguyur pesantren kami. Tiba-tiba aku
Biasanya anak muda ingin begini dan begitu, tapi
dikagetkan dengan suara yang bagiku sudah Sa’adah memang suka ngomong blak-blakan tapi
tidak asing lagi. Ya, suara teman akrabku aku tahu ia sahabat baikku.
Sa’adah Riau. “ Inayah.... kau menangis ? “,
tanya Sa’adah kepadaku saat melihat air mataku “ Bukan begitu Sa’adah... maksudku kalau
membanjiri kedua pipiku. Akupun tak mampu melihat 19 pertanyaan ini seakan-akan ia perfec
menjawab pertanyaannya malah tangisku sekali dan aku tahu aku siapa, bukan juara kelas,
semakin menjadi-jadi. bukan yang terbaik dan ... dan.... pokoknya
banyak dech kekuranganku “, belaku kepada
Sa’adah pun memelukku dan mencoba diriku sambil mengusap air mata yang masih
menenangkanku. Ia mencoba mencari penyebab tersisa.
aku menangis dengan memeriksa kertas-kertas
yang berceceran disana-sini. Ia pun akhirnya “ Memang dia nyari-nyari kekuranganmu ya...
mengetahui tentang sesuatu yang membuat atau jangan-jangan kamu sendiri yang nyari-nyari
galau hati ini. kekurangan dirimu sendiri dengan niat mau lari...
atau jangan-jangan kamu sudah punya idaman
“ Kenapa kau ingin mundur, Inayah ? Apa dia lain... “, seru Sa’adah
kurang tampan ? Apa dia kurang kaya ? Apa kau
kurang ikhlash ? Bukankah keikhlasahan itu tidak “ Enggak Sa’adah... enggak... aku nggak punya
memandang fisik dan keduniaan ? “, tanya idaman lain “, jawabku langsung.
Sa’adah bertubi-tubi. Aku pun hanya “ Lha kalau gitu ngapain cari-cari alasan untuk
menggeleng-gelengkan kepala sambil masih
mundur segala... Inayah coba lihat saya dan
terisak-isak. dengarkan nasehat sahabatmu yang satu ini...
“ Apa kau mendengarkan perkataan miring orang- Cinta itu dalam hati. Hati itu mantap dengan siapa
orang tentang dia ? Apa karena dia nggak itu berbeda dengan cara pandang mata. Kalau
berpenampilan ngetrend ? Apa karena dia mata, mungkin yang dicari yang cantik, yang
banyak jalan kaki nggak pernah terlihat naik putih, yang pinter.... yang... yang... yang banyak
sepeda motor keren ? Apa engkau mencari dech. Tapi ini hati Inayah... hati... Ia beda dengan
dunia Inayah.... ?!! “, pertanyaan Sa’adah yang mata. Coba saya tanya padamu apakah lelaki itu
begitu menohok sehingga aku kembali menangis pernah menemuimu atau melihat dirimu ? “,
terisak-isak bahkan sesenggukan. nasehat panjang Sa’adah yang dilanjutkan tanya
jawab supaya aku tenang dan menggunakan
“ Lantas karena apa ? Apa dia pernah ngajak fikiranku tanpa hanyut dengan perasaanku.
kamu pacaran atau setidaknya ketemuan ? Apa
19 pertanyaan itu mengarah pada kemaksiatan ? Aku pun geleng-geleng kepala sambil meresapi
Apakah kamu mau kehilangan kesempatan perkataan Sa’adah.
berharga ini Inayah... !! “, seru Sa’adah. “ Nah, kalau belum, kok dia tetep maju berarti
“ Bukan... bukan... bukan karena itu semua pertimbangannya bukan dari mata. Kita husnudh
Sa’adah... “, jawabku sambil sesenggukan. dhon aja semoga ia terus karena sesuatu dalam
hatinya... “, jelas Sa’adah sambil memegang
“ Lantas karena apa sahabatku ? “, tanya tanganku untuk meyakinkan.
Sa’adah dengan lembut menentramkan.
“ Tapi... tapi... “, kataku mencari-cari sebuah
“ Aku...aku... merasa kalau sepertinya kurang alasan tapi ndak ketemu atau memang ndak
pantas untuk mendampinginya... “, jawabku punya.
sambil nangis.
“ Tapi apa lagi Inayah... Kamu sudah istikhoroh
“ Kurang pantas.... ? Apanya yang kurang dan musyawaroh... Mau apa lagi ? Inayah...
Inayah ? Apa kamu mau meninggalkan salah dalam setiap aspek kehidupan termasuk
satu sunnah Rosul hanya karena merasa kurang pernikahan, semua adalah ujian dari Alloh. Kalau
pantas ? Kalau kamu nggak pantas mengikuti dapat sesuatu yang menggembirakan, kita
salah satu sunnah Rosul lantas yang pantas syukur. Kalau dapat sesuatu yang tidak
bagimu apa Inayah ? “, protes Sa’adah. Ya, menggembirakan, kita sabar. Nikah gitu juga...
Jadi, jangan mimpi pernikahan itu adanya cuma
hal-hal yang menggembirakan saja. Ya, orang itu ini tiba-tiba ada kabar ia mau melamarku...
dzikirnya kadang tahmid, kadang istighfar, Uuuh... lemas rasanya badan ini.
kadang tarji’... sesuai situasi kondisi lah... “,
nasehat panjang Sa’adah yang membuat hatiku “ Ada apa Inayah ? “, tanya ayahku.
mulai tentram. “ Ayah... besok dia mau datang untuk lamaran
“ Maka dari itu... sekarang ambil wudhu’... Yah “, jawabku sambil berlari memeluk ayahku.
tenangkan hatimu... jawab pertanyaan- “ Apa..... !!! “, jawab serempak keluarga besarku
pertanyaan itu. Kamu harus bersyukur Inayah... karena kaget. Maka gemparlah keluarga besarku
Aku pun ingin nikah. Akan tetapi sepertinya hari itu karena mempersiapkan acara lamaranku
takdirmu untuk nikah adalah lebih dahulu besok.
daripada aku. Aku ikut bersyukur dan senang
karena sahabatku akan memperoleh apa yang *******
diidam-idamkan oleh wanita normal seperti diriku
yaitu menjadi istri dari suami yang baik dan Aku berdebar-debar. Ini adalah moment
menjadi ibu dari anak-anak yang sholih yang sangat membuat perasaan bercampur
sholihah... Semoga aku nanti segera aduk. Ya, moment nadhoran yang melengkapi
menyusulmu... “, nasehat Sa’adah yang begitu acara lamaran. Kakiku bergetar tatkala kudengar
dalam yang membuat hatiku tentram. suara langkah seseorang menuju tempatku
meskipun aku tahu, aku dan dia tidak berduaan.
Setelah Sa’adah meninggalkanku sendiri, aku Ada saudara-saudaraku yang menemaniku
pun beranjak mengambil air wudhu. Kemudian, meskipun tidak disampingku. Detak jantungku
bismillah... aku pun mulai menjawab 19 mulai tidak beraturan. Udara yang sejuk terasa
pertanyaan itu. panas yang membuat bulir-bulir keringat mulai
berjatuhan. Tiba-tiba...
*******
“ Assalaamu ‘alaikum... “, ucap calon suamiku.
Bulan januari ayahku menjengukku
dipesantren sekaligus menindak lanjuti prosesi “ Wa’alaikumus salam... “, suaraku terasa
pernikahanku. Aku pun diajak ayahku ke rumah tercekat padahal kerah bajuku longgar.
saudaraku untuk musyawaroh keluarga. Tiba-tiba
HP ayahku berbunyi. Tut... tut... tut... Ayahku pun “ Mbak Inayah ya.... ? “, tanya calon suamiku
menjawab panggilan tersebut sambil berjalan mendekat kearahku.

“ Inayah... ini ada telfon buat kamu. Katanya Aku pun cuma mengangguk dan aduh..... aku
namanya Azzah “, kata ayahku sambil malu.... malu.... sekali. Ia duduk disamping meja
mengasihkan HP kepadaku. yang memisahkan antara aku dan dia. Aku
serasa menjadi udang pepes, pipiku terasa kaku,
“ Iya Kak, ada apa ? “, tanyaku penasaran. sangking malunya aku dipandang oleh dia, calon
suamiku. Ia pun mencoba berdialog denganku
“ Anu... Insyaalloh besok kami dan keluarga laki- meskipun aku serasa tak mampu berkata
laki mau silaturrahim ke tempatmu sekaligus mau sehingga cuma ngangguk atau geleng kepala
lamaran.... “, kata Kak Azzah. saja. Ia pun menyampaikan pentingnya niat yang
Degh........... lurus dan ikut tertib yang benar dalam setiap
amal. Detak jantungku berdegup kencang tatkala
“ Lam... lam... lamaran... “, kataku lirih. Hampir ia bertanya...
copot rasanya jantungku mendengar kata itu.
Oooh... perasaanku teraduk-aduk. Kaget, “ Mbak Inayah sudah siap untuk mengikuti
gembira, ndak percaya tumplek blek jadi satu. sunnah Rosululloh shollallohu alaihi wasallam
Bagaimana tidak ? Setelah jawabanku kuberikan, yang berupa nikah “, tanya calon suamiku mantap
kabar yang aku ketahui dari Kak Azzah bahwa Untung saja jantungku ndak copot meskipun
laki-laki itu pergi sementara kurang lebih 40 hari rasanya setiap persendian tubuhku copot hingga
untuk berdakwah di Pulau Seribu Masjid katanya. diriku seakan tidak bisa lagi merasakan tubuhku
Setelah itu, ndak ada kabar sama sekali. Eeeh... lagi. Terasa melayang sehingga entah yang
keberapa kali aku hanya bisa menganggukkan juga dari ibuku, bibiku, semua keluargaku. Tak
kepala saja. ketinggalan pula dari sahabat-sahabat dekatku,
dari Sa’adah, dari Kak Azzah, dari Kiky... Terima
“ ....Kalau begitu.... maka Bismillah .... kita kasih sahabat-sahabatku semua. Ya Alloh...
nikah...”, seru calon suamiku. terimalah kami.... berilah kami keturunan yang
sholih sholihah kemudian ridhoilah kami dan
Setelah calon suamiku pergi, maka aku langsung
kumpulkan kami dengan hamba-hamba-Mu yang
menghambur memeluk saudara-saudaraku.
Engkau ridhoi....
Tibalah waktu diriku untuk membuka lembaran
baru kehidupan sebagai bentuk taubatku. Aku
bercita-cita bahwa tidak akan aku mulai
menggoreskan tinta pada lembaran baru itu
kecuali dengan kebaikan... dengan Bismillah.

*******

Inilah detik-detik yang mendebarkan dimana


aku akan memulai lembaran baru sebagai
seorang istri. Ya, inilah acara ijab kabul yang
dengannya antara dia dan aku akan sah menjadi
suami istri. 5 April hari penuh arti dalam
kehidupanku karena tanggal akad nikahku
bertepatan dengan tanggal lahir Kyaiku. Sore itu
hujan deras kembali mengguyur bumi pesantren
tempat ijab kabul kami. Semoga hujan ini
sebagai pertanda rahmat yang akan mengguyur
kehidupan kami. Acara akad nikah pun dimulai.
Inilah saat-saat yang mendebarkan. Kami yang
diruangan mempelai putri mengikuti acara akad
nikah dengan sepenuh hati. Apalagi teman-
temanku, mereka antusias sekali untuk
mengikutinya... Semuanya pun diam menyimak...

“ Ya Muhammad.... Angkahtuka wa zawwajtuka


Inayatulloh ...... “, Pak Kyai pun memulai ijab
nikah sebagai wakil dari ayahku.

“ Qobiltu nikahahaa...... “, sambut qobul suamiku


yang kami dengarkan dengan khusuk lafadz per
lafadz sehingga pada lafadz....

“ HAAAALANNN.... “, suara suamiku tiba-tiba


mengeras yang menjadikan kami yang diruangan
mempelai putri sontak berdiri dan menyebut
Asma Alloh bersama-sama sehingga suasana
jadi gegap gempita, gembira ria membahana.

“ Masya Alloh.... manteb banget Mbak... Selamat


ya Mbak... semoga menjadi keluarga sakinah,
penuh mawaddah warohmah... “, ucap Kiky,
sahabatku dari Bekasi. Kemudian disusul oleh
teman-teman dan sahabat-sahabatku yang lain.
Mereka silih berganti mengucapkan selamat dan
mendo’akan aku dan keluargaku. Tak terasa air
mata bahagia mengalir dari kedua mataku. Begitu

Anda mungkin juga menyukai