Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

Pendahuluan
A. Latar Belakang
Darah merupakan salah satu komponen yang penting dalam tubuh yag
berperan dalam mendistribusikan nutrisi maupun oksigen ke seluruh sel di
dalam tubuh. Darah terdiri dari beberapa komponen diantaranya, plasma darah,
eritrosit trombosit dan leukosit, yang memiliki peranan penting bagi tubuh
misalnya leukosit yang berfungsi sebagai system kekebalan tubuh dalam
melawan bakteri, virus, pathogen hingga inveksi yang dapat mengganggu
kesehatan.
Proses system kekebalan tubuh melawan infeksi juga dapat mengalami
gangguan akibat adanya kelainan yang disebabkan adanya sel-sel kanker yang
meyerang sel darah putih yang diproduksi sum sum tulang belakang, gangguan
ini dikenal dengan leukimia atau biasa disebut kanker darah. Leukimia
merupakan kanker yang paling umum terjadi pada anak-anak, namuan penyakit
ini kebih sering menyerang orang dewasa.
Terdapat beberapa faktor resiko seseorang dapat mengalami leukimia
diantaranya, faktor genetic atau keturunan, terpapar radioaktif dan virus juga
dapat menyebabkan seseorang mengalami leukimia.
Menurunnya system kekebalan tubuh akibat leukimia ini dapat
mengakibatkan penderitanya mudah terserang berbagai penyakit, sel kanker
yang menyerang sum sum tulang belakang juga dapat mengakibatkan anemia
akibat terganggunya produksi sel darah dalam tubuh penderitanya, kurangnya
pasokan sel darah juga dapat meningkatkan resiko terjadinya perdarahan jika
terjadi perlukaan pada tubuh penderitanya. Menurut Globocan pada 2020,
terdapat 474.519 kasus baru leukimia dan 311.594 kematian akibat leukimia
diseluruh dunia, dengan kejadian paling banyak ditemukan di Asia. Menurut
WHO tahun 2019 di Indonesia terdapat 11.314 kematian akibat leukimia, yang
merupakan kanker dengan kasus kematian tertinggi nomor lima, setelah kanker
paru-paru, payuudara, serviks dan hati. Menurut National Cancer Intitute,
perkiraan kasus baru leukimia tahun 2023 sebanyak 18.740.
Berdasarkan jumlah kejadian dan dampak yang disebabkan oleh leukimia
maka pengetahuan mengenai leukimia penting untuk diketahui oleh seluruh
kalangan Masyarakat sehingga dapat meningkatkan derajad kesehatan
Masyarakat serta mengetahui penatalaksaan yang sebaiknya dilakukan untuk
meninimalisir dampak yang ditimbulkan dan meningkatkan angka harapan
hidup bagi penderita leukimia.
B. Manfaat Penulisan
1. Bagi Klien Dan Keluarga
Laporan ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
penyakit leukimia dan menjadi pengingat untuk menjaga kesehatan diri
sendiri beserta keluarga sehingga dapat menekan angka kejadian
leukimia dan meminimalisir dapak yang ditimbulkannya.
2. Bagi Mahasiswa
Laporan ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran mengenai
pemberian asuhan keperawatan yang sesuai dengan keadaan pasien
dilapangan.
3. Bagi Para Perawat Dan Profesional Yang Bertugas Di Pelayanan
Keperawatan
Laporan ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran dan acuan
dalam penanganan leukimia yang terjadi dilapangan dan dapat
menyesuaikan intervensi beserta implementasi sesuai dengan keadaan
di lapangan sehingga asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien
dapat dimaksimalkan sebaik mungkin.
4. Bagi Profesi-Profesi Terkait
a. Dokter
Laporan ini diharapkan dapat memberi gambaran informasi
mengenai keadaan pasien di lapangan serta terapi yang
diberikan kepada pasien dengan leukimia.
b. Laboratory Technician
Laporan ini diharapkan dapat memberi gambaran informasi
mengenai tindakan laboratorium apa saja yang diperlukan oleh
pasien leukimia.
c. Diettition
Laporan ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai
kondisi pasien dan diet yang diberikan kepada pasien di
lapangan.
d. Physiotherapist
Laporan ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
gambaran mengenai kondisi pasien leukimia sehingga dapat
menjadi pertimbangan untuk pemberian tindakan yang
disesuaikan dengan kondisinya.
e. Pharmacist
Laporan ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
gambaran mengenai kondisi pasien sehingga dapat menjadi
acuan maupun perbandingkan ketika akan memberikan terapi
obat tertentu yang disesuaikan dengan kondisi pasien.
C. Batasan Masalah
Laporan Stase Keperawatan pediatrik ini dibatasi hanya pada lingkup asuhan
keperawatan klien An. A dengan leukimia di ruang perawatan Hematologi
Onlokogi Anak Rumah Sakit Ulin Banjarmasin Pada tanggal perawatan 15
Januari 2024 sampai 17 Januari 2024
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Laporan umum penulisan laporan studi kasus ini adalah untuk
menjelaskan mengenai penyakit leukimia beserta kondisi klinis pasien.
2. Tujuan Khusus
Laporan khusus penulisan laporan studi kasus ini adalah untuk
menggambarkan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien
dengan leukimia dalam masa perawatan di rumah sakit.
E. Metode
1. Wawancara
Wawancara dilakukan kepada orangtua untuk megetahui secara
mendalam kondisi pasien sebelum dan sesudah terdiagnosa mengalami
leukimia, orang tua juga dapat menjadi sumber informasi mengenai
riwayat penyakit yang dialami pasien maupun keluarga sehingga
membuat pasien terdiagnosa mengalami leukimia. Pasien juga dapat
diwawancara untuk mengetahui perasaan yang dirasakan pada saat
menjalani perawatan dibandingkan dengan kesehariannya.
2. Observasi
Observasi dilakukan untuk memantau kondisi pasien selama menjalani
perawatan, sehingga dapat menentukan tindakan yang harus diambil
ketika pasien mengalami perburukan kondisi untuk memberikan
penatalaksanaan yang sesuai prosedur.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengkaji adanya perubahan
abnormal pada pasien sehingga dapat ditangani sebelum terjadi
perburukan keadaan.
4. Tinjauan Tes Dagnostik
Pemeriksaan diagnostic dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
perubahan yang terjadi pada pasien dan mengetahi penyebab kondisi
pasien saat ini serta membantu tenaga medis dalam menentukan terapi
yang harus dilakukan berdasarkan perubahan yang terjadi
5. Studi Kepustakaan
Pencarian informasi-informasi terbaru juga dapat dilakukan untuk
memperbaharui tindakan yang akan diberikan kepada pasien sehingga
tindakan yang diberikan kepada pasien berdasarkan evidence base
terbaru agar dapat meningkatkan tingkt keberhasilan terapi dan
meminimalisir efek samping yang dapat terjadi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan fisiologi

Sumber : Hasdianah, 2018.


Gambar 1. Anatomi sistem hematologi

Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi. Darah
adalah organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan.
Volume darah manusia sekitar 7%-10% berat badan normal atau sekitar 5 liter.
Volume darah pada manusia berbeda dikarenakan perbedaan pada jenis
kelamin, yang menentukan proporsi ukuran tubuh. Laki-laki dewasa memiliki
kisaran volume darah 5-6 L, sedangkan pada wanita dewasa berkisar antara 4-5
L. Jumlah darah pada setiap orang tidak sama, bergantung pada usia,
pekerjaan, serta keadaan jantung atau pembuluh darah. Darah sendiri memiliki
dua komponen utama yang terdiri dari komponen cair dan komponen padat.
Komponen cair yaitu plasma darah, dan komponen padat terdiri dari sel darah
merah atau yang disebut sebagai eritrosit, sel darah putih atau leukosit, dan
keping darah atau trombosit yang berperan dalam proses pembekuan darah
(Hasdianah, 2018).

1. Anatomi Sistem Hematologi


Menurut Hasdianah, (2018) darah terdiri dari 2 komponen utama,
yaitu sebagai berikut:
1. Plasma Darah, bagian cair darah yang sebagian besar terdiri dari
udara, elektrolit dan protein darah.
2. Butir-butir darah, yang terdiri atas komponen-komponen berikut:
a. Eritrosit: Sel darah merah, yang merupakan sel yang paling
banyak dan berfungsi membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh
tubuh. Sel darah merah memiliki bentuk bulat pipih dengan
bagian tengah yang cekung dan warna merah karena mengandung
pigmen hemoglobin.
b. Leukosit: Sel darah putih, yang berfungsi untuk melindungi tubuh
dari infeksi dan penyakit.
c. Trombosit: Berfungsi untuk menghentikan pendarahan dan
membentuk gumpalan darah ketika luka.
Keseluruhan komponen darah yang mengalir pada tubuh 2
Hematologi Dasar manusia dikenal sebagai whole blood, yang tersusun
atas sebagian besar 55% adalah plasma darah, dan sisanya sebanyak 45%
adalah sel-sel darah.
Leukosit atau sel darah putih Mempunyai inti, Ukurannya besar
dan kemampuannya mengikat warna . Dalam 1 mm3 terdapat 6000 –
9000 sel leukosit. Leukosit mengandung inti warna bening, lebih besar
dari eritrosit tapi jumlahnya lebih sedikit. Jumlah normal: 6000-11000/cc
, bila lebih dari 12.000/cc disebut leukositosis , bila kurang dari 5000/cc
disebut leukopenia. Sel darah putih berumur 12 hari . Leukosit akan
keluar dari pembuluh darah kapiler bila ditemukan antigen melalui proses
diapedesis. Leukosit yang berperan melawan penyakit yang masuk
kedalam tubuh disebut Antibodi . Sel darah putih dibuat didalam sumsum
merah tulang. Sel netrofil dapat memfagosit 5 – 20 bakteri sebelum sel
menjadi inaktif dan mati. Netrofil hanya aktif sekitar 6 – 20 jam.
Leukosit ada 2 (dua) golongan :
a. Bentuk inti agranular sitoplasma homogen, inti bulat atau mirip
ginjal, ada 2 :
1) Limfosit (20-35% dari total leukosit) Ada 2 jenis: T-Limfosit
dan B Limfosit)
Gambaran darah tepi berbentuk seperti bola . Terdapat 25%
didalam komposisi lekosit tubuh manusia. Lymphocytes banyak
diproduksi di kelenjar limfe dari pada di sumsum tulang. Asal in
utero dari sel-sel yang ditemukan di jaringan limfoid, hati dan
limpa. Setelah lahir, limfosit terus berproliferasi di tempat-
tempat tersebut (hati dan limpa) serta di sumsum tulang,
kelenjar limfe, timus dan tonsil . Berperan utama dalam sistem
imune tubuh. Terdapat 2 jenis limfosit yaitu Limfosit B :
Limfosit yang berkembang di sumsum tulang ,berperan dalam
pembentukan antibodi dan Limfosit T : limfosit dari sumsum
tulang pindah ke Timus berfungsi menghancurkan sel yang
terserang virus
2) Monosit (3-8% leukosit).
Gambaran darah tepi memiliki 1 nukleus besar berbentuk ginjal
atau bulat telur. Terdapat 6% dalam komposisi lekosit tubuh
manusia . Monosit berfungsi sebagai fagositosis) dari neutrofil,
memberikan tanda pathogen kepada sel T sehingga patogen
tersebut dapat dibunuh, atau membuat antibodi untuk
menjaga.Monosit (Phagosites) Bersirkulasi di dalam aliran darah
kejaringan kira-kira 6-9 hari dan berperan penting pada sistem
imune tubuh.Monosit beredar dalam darah dan masuk ke
jaringan yang cedera melewati membrane kapiler yang menjadi
permeable (bisa ditembus) sebagai akibat reaksi
peradangan.Monosit bukan fagosit namun setelah beberapa jam
di jaringan dapat berkembang matang jadi makrofag (sel besar
yang berkemampuan fagositik). makrofag bersama netrofil
merupakan lekosit fagosit utama , paling efektif dan berumur
Panjang. Bentuk inti granular di dalam sitoplasma ada bangunan
bentuk granula dan inti banyak variasi.ada 3 bentuk
3) Neutrofil (65-75%, inti berdiri dari 3–5 lobi.Sitoplasma tersisi
granular halus)
Merupakan 60% dari jumlah leukosit . Neutrofil berhubungan
dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri, serta proses
peradangan kecil lainnya, bertugas mengisolasi dan membunuh
bakteri Biasanya memberikan tanggapan pertama terhadap
infeksi bakteri; Tinggal di aliran darah hanya lebih-kurang 6-9
jam,kemudian menepi ke dinding pembuluh, ke dalam jaringan,
di sini ia akan tinggal sampai beberapa hari.Terjadinya pus atau
nanah disebabkan oleh aktivitas dan matinya neutrofil dalam
jumlah banyak
5) Eosinofil (2-4%, sitoplasma mengandung granula halus yang
seragam ukurannya. Granula berisi peroksidase, dan enzim
hidrilitik)
Gambaran darah tepi berbentuk seperti bola ,memiliki nukleus
yang terdiri dari 2 lobus dan bersifat fagosit dengan daya yang
lemah . Terdapat 4% didalam komposisi lekosit. Eosinofil
terutama berhubungan dengan infeksi parasite. berperan dalam
reaksi alergi dan jumlahnya akan meningkat pada infeksi parasit
tertentu. Meningkatnya eosinofil menandakan banyaknya parasit
ditubuh manusia. Eosinofil muncul di site respons alergik dan
nampak berfungsi protektif bagi inang dengan mengakhiri
respons peradangan. Sel-sel ini terutama penting pada
pertahanan terhadap infeksi parasit dan berfungsi
memfagositosis sisa-sisa sel dengan tingkat yang lebih rendah
dari pada neutrofil.
6) Basofil (0.5-1%, sukar ditemukan. Batas ini tidak jelas, utama
terdiri 2 lobai, granula bulat ukuran berbeda-beda, mengandung
histamin, heparin dan serotonin)
Gambaran darah tepi berbentuk S, bersifat fagosit. Terdapat <
1% didalam komposisi leukosit dirubuh manusia. Basofil
terutama meningkat pada reaksi aegi dan antigen dengan jalan
melepaskan heparin yang banyak di hati dan paru, histamin
bradikinin dan serotonin yang menyebabkan perdangan
berfungsi mirip mast-cel (pencetus peradangan jaringan
tertentu).

2. Fungsi Leukosit
Leukosit berfungsi sebagai sel pertahanan tubuh yaitu membunuh
dan memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk dalam jaringan.
Lekosit juga berfungsi sebagai pengangkut zat lemak dari dinding usus
melalui limpa ke pembuluh darah. Granulosit dan monosit mempunyai
peranan penting dalam perlindungan badan terhadap mikroorganisme
sebagai fagosit (fago - memakan), mereka memakan bakteria hidup yang
masuk ke sistem peredaran darah melalui mikroskop, adakalanya dapat
dijumpai sebanyak 10-20 mikroorganisme tertelan oleh sebutir granulosit.
Pada waktu menjalankan fungsi ini mereka disebut fagosit. Sebagai hasil
kerja fagositik dari sel darah putih, peradangan dapat dihentikan sama
sekali. Bila kegiatannya tidak berhasil dengan sempurna, maka dapat
terbentuk nanah. Nanah dari kawan dan lawan - fagosit yang terbunuh
dalam kinerjanya disebut sel nanah. Demikian juga terdapat banyak kuman
yang mati dalam nanah itu dan ditambah lagi dengan sejumlah besar
jaringan yang sudah mencair.dan sel nanah tersebut akan disingkirkan oleh
granulosit yang sehat yang bekerja sebagai fagosit (Hasdianah, 2018).

B. Konsep Penyakit
1. Definisi
Leukemia adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel
darah putih yang diproduksi oleh sumsum tulang, sumsum tulang dalam
tubuh memproduksi tiga tipe sel darah, diantaranya ialah sel darah putih
yang berfungsi sebagai daya tahan tubuh untuk melawan infeksi, sel darah
merah berfungsi membawa oksigen ke dalam tubuh, dan platelet adalah
bagian kecil sel darah yang membantu proses pembekuan darah (Ningsih,
et al., 2022).
Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel
kanker abnormal berproliferasi tanpa terkendali, mengghasilkan
sekelompok sel anak yang abnormal. Sel-sel ini menghambat sel darah
lain di sumsum tulang utnuk berkembang secara normal, sehingga mereka
tertimbun di sumsum tulang. Karena faktor-faktor ini, leukemia disebut
gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya, sel-sel
leukemia mengambil alih sumsum tualng, sehingga menurunkan kadar sel-
sel nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala
umum leukemia (Ningsih, et al., 2022).

2. Etiologi
Penyebab dari leukimia bisa berasal dari internal maupun
eksternal. Faktor internal terutama gen-gen yang berperan pada siklus sel
telah menjadi pusat perhatian dalam hubungannya dengan proses
terjadinya pertumbuhan tumor. Hubungannya dengan pertumbuhan tumor
adalah terdapatnya dua golongan gen. Pertama adalah kelompok pemicu
terjadinya tumor yang lazim disebut tumor oncogenes, seperti gen c-myc
dan gen ras. Kedua adalah kelompok penekan terjadinya tumor yang lazim
disebut tumor suppressor gene, seperti gen p53 dan gen Rb. Hingga saat
ini banyak peneliti sementara menyimpulkan bahwa penyebab terjadinya
kanker (50%) adalah adanya mutasi pada gen-gen tersebut., secara garis
besar etiologi leukimia (Yuniftiadi, et al., 2022) :
a. Faktor genetik
Insidensi leukemia akut pada anak-anak penderita sindrom
Down adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Pada anak kembar
identik yang akan berisiko tinggi bila kembaran yang lain mengalami
leukemia.
b. Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas
dapat menyebabkan leukemia pada manusia. Akhir-akhir ini
dibuktikan bahwa penderita yang diobati dengan dinar radioaktif akan
menderita leukemia pada 6 % klien,dan baru terjadi sesudah 5 tahun.
c. Virus
Sampai saat ini belum dapat dibuktikan bahwa penyebab
leukemia pada manusia adalah virus.namun, ada beberapa hasil
penelitian yang mendukung teori virus sebagai penyebab leukemia,
yaitu enzyme reverse transcriptase ditemukan dalam darah manusia.

3. Klasifikasi
Pendekatan klasifikasi leukemia saat ini didasarkan pada sistem
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2016. Klasifikasi WHO
didasarkan pada kombinasi gambaran klinis, morfologi,
immunophenotypic, dan genetik. Sistem klasifikasi lain yang kurang
umum digunakan termasuk sistem Perancis-Amerika-Inggris (FAB),
yang didasarkan pada morfologi leukosit abnormal.
Leukemia merupakan penyakit hematologi yang ganas. Leukemia
dibagi menjadi beberapa tipe dan subtype, yang meliputi (Penyami,
2021) :
1. Acute Lymphocytic Leukemia (ALL)
Leukimia limfoblastik akut (LLA) adalah keganasan klonal
dari sel sel precursor linfoid lebih dari 80% kasus. Sel sel ganas
berasal dari limfosit b, dan sisanya merupakan leukemia sel T.
Leukemia ini merupakan bentuk leukemia yang paling banyak
kasusnya pada anak anak. Walaupun demikian , 20% dari kasus LLA
adalah dewasa. Jika tidak diobati, leukemia ini bersifat fatal.
2. Chronic Lymphocytic Leukemia (CLL)
Leukemia limfositik kronik adalah suatu keganasan
hematologic yang ditandai oleh proliferasi klonal dan penumpukan
linfosit B neoplastik dalam darah, sumsum tulang, limfonodi, limpa,
hati, dan organ lain. CLL adalah gangguan proliferatif limfosit. Sel ini
terakumulasi di darah, sumsum tulang, nodus limfe dan limfa.CLL
adalah kasus di jumpai pada individu berusia di atas 50 tahun.
3. Acute Myelogenous Leukemia (AML)
Leukemia Mieloid Akut (LMA) dicirikan oleh infiltrasi darah,
sumsum tulang, dan jaringan lainnya oleh sel-sel sistem hematopoietik
yang proliferatif, klonal, dan tidak berdiferensiasi. AML jarang terjadi
pada anak dan insidennya meningkat seiring pertambahan usia. AML
sekunder kadang terlihat pada orang yang diobati dengan kemoterapi
sitotoksik atau radioterapi.
4. Chronic Myelogenous Leukemia (CML)
CML adalah gangguan sel benih yang disebabkan produksi
tidak beraturan dari sel darah putih mieloid. CML dapat mengenai
semua kelompok usia, namun terutama berusia antara 40 dan 60
tahun.

4. Manifestasi klinik/tanda dan gejala


Leukemia akut memperlihatkan gejala klinis yang mencolok.
Leukemia kronis berkembang secara lambat dan mungkin hanya
memperlihatkan sedikit gejala sampai stadium lanjut.
a. Kepucatan dan rasa lelah akibat anemia
b. Infeksi berulang akibat penurunan sel darah putih
c. Perdarahan dan memar akibat trombositopenia dan gangguan
koagulasi
d. Nyeri tulang akibat penumpukan sel di sumsum tulang, yang
menyebabkan peningkatan tekanan dan kematian sel. Tidak seperti
nyeri yang semakin mingkat, nyeri tulang berhubungan dengan
leukemia biasanya bersifat progresif.
e. Penurunan berat karena berkurangnya nafsu makan dan peningkatan
konsumsi kalori oleh sel-sel neoplastik.
f. Limfadenopati, spinomegali, dan hepatomegali akibat infiltrasi sel
leukemik ke organ-organ limfoid dapat terjadi.
g. Gejala system saraf pusat dapat terjadi. (Davey, 2022)

Gejala leukemia akut biasanya terjadi setelah beberapa minggu dan


dapat dibedakan menjadi tiga tipe:
a. Gejala kegagalan sumsum tulang merupakan manifestasi keluhan
yang paling umum. Leukemia menekan fungsi sumsum tulang,
menyebabkan kombinasi dari anemia, leucopenia (jumlah sel darah
putih rendah), dan trombositopenia (jumlah trombosit rendah). Gejala
yang tipikal adalah lelah dan sesak napas (akibat anemia), infeksi
bakteri (akibat leucopenia), dan perdarahan (akibat trombositopenia
dan terkadang akibat koagulasi intravascular diseminata (DIC). Pada
pemeriksaan fisis ditemukan kulit yang pucat, beberapa memar, dan
perdarahan. Demam menunjukkan adanya infeksi, walaupun pada
beberapa kasus, demam dapat disebabkan oleh leukemia itu sendiri.
Namun, cukup berbahaya apabila kita menganggap bahwa demam
yang terjadi merupakan akibat leukemia itu sendiri.
b. Gejala sistemik berupa malaise, penurunan berat badan, berkeringat,
dan anoreksia cukup sering terjadi.
c. Gejala local, terkadang pasien datang dengan gejala atau tanda
infiltrasi leukemia di kulit, gusi, atau system saraf pusat. (Corwin,
2021)

5. Patofisiologi
Menurut Yuniftiadi, et al (2022), leukimia terjadi akibat dari
beberapa faktor antara lain faktor genetik, sinar radioaktif, dan virus.
Leukimia juga merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel kanker
abnormal berpoliferasi tanpa terkendali, menghasilkan sekelompok sel
anak yang abnormal sehingga dapat menyebabkan terjadinya anemia
trombositopenia. Kemudian leukimia atau limfositik akut merupakan
kanker jaringan yang menghasilkan leukosit yang imatur dan berlebih
sehingga jumlahnya yang menyusup ke berbagai organ seperti sum-sum
tulang dan mengganti unsur sel yang normal sehingga mengakibatkan
jumlah eritrosit kurang untuk mencukupi kebutuhan sel. Karena faktor-
faktor ini leukimia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan
klonal. Pada akhirnya, sel-sel leukemik mengambil alih sum-sum tulang.
Sehingga menurunkan kadar sel-sel nonleukemik di dalam darah yang
merupakan penyebab berbagai gejala umum leukimia. Trombosit pun
berkurang sehingga timbul pendarahan. Proses masuknya leukosit yang
berlebihan dapat menimbulkan hepatomegali apabila terjadi pada hati,
splenomegali, dll.
6. Pathway
Faktor genetic, sinar radioaktif,
virus

Leukemia

Poliferasi sel darah putih tanpa


terkendali atau leukosit abnormal

Peningkatan jumlah
leukosit imatur/abnormal

Masuk sumsum tulang belakang Masuk ke organ tubuh

Menghambat semua sel darah lain di


sumsum tulang belakang Pembesaran limfa Nyeri
dan hati tulang/persendian

Gagal atau terganggunya


produksi sel
Jika sudah kronis

Nyeri
Sel darah merah Trombosit Sel darah putih
menurun menurun normal menurun

Anemia Terjadi gangguan Kekebalan


pembekuan darah tubuh menurun

Pucat, lemah, lemas


Risiko Risiko
perdarahan infeksi
Intoleransi
aktivitas
Kehilangan darah dari internal
maupun eksternal tubuh

Risiko syok

Sumber : Davey. (2022), Yuniftiadi, et al (2022)


Gambar 1.1 Pathway Leukimia
7. Komplikasi
Menurut Zelly, 2022 komplikasi leukemia yaitu:
a. Trombositopenia
Berkurangnya jumlah trombosit pada leukemia akut biasanya
merupakan akibat infiltrasi sumsum tulang atau kemoterapi, selain itu
dapat juga disebabkan oleh beberapa faktor lain seperti koagulasi
intravaskuler diseminata, proses imunologis dan hipersplenisme
sekunder terhadap pembesaran limpa. Trombositopenia yang terjadi
bervariasi dan hampir selalu ditemukan pada saat leukemia
didiagnosis.
b. Koagulasi intravaskuler diseminata (KID)
Koagulasi intravaskuler diseminata (KID) adalah suatu sindrom
yang ditandai dengan aktivasi koagulasi intravaskuler sistemik berupa
pembentukan dan penyebaran deposit fibrin dalam sirkulasi sehingga
menimbulkan trombus mikrovaskuler pada berbagai organ yang dapat
mengakibatkan kegagalan multiorgan. Aktivasi koagulasi yang terus
berlangsung menyebabkan konsumsi faktor pembekuan dan trombosit
secara berlebihan sehingga mengakibatkan komplikasi perdarahan
berat. KID bukanlah suatu penyakit tetapi terjadinya sekunder terhadap
penyakit lain yang mendasari.
c. Fibrinolisis primer
Beberapa peneliti menemukan bahwa leukosit pada leukemia
akut memiliki aktivitas fibrinolitik yang dapat menyebabkan
fibrinolisis primer terutama pada leukemia promielositik akut. Pada
fibrinolisis primer, perdarahan disebabkan oleh degradasi faktor
pembekuan yang diinduksi plasmin seperti fibrinogen.
8. Pemeriksaan penunjang
a. Hitung darah lengkap (FBC) biasanya menunjukkan gambaran anemia
dan trombositopenia. Jumlah sel darah putih yang normal biasanya
berkurang dan jumlah sel darah putih total dapat rendah, normal, atau
meningkat. Apabila normal atau meningkat, sebagian besar selnya
adalah sel darah putih primitif (blas). (Patrick, 2021).
b. Leukemia limfoblastik akut
Pada kira-kira 50% pasien ditemukan jumlah leukosit melebihi
10.000/mm3 pada saat didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi
50.000/mm3. Neutropenia (jumlah neutrofil absolut kurang dari
500/mm3 [normalnya 1500/mm3] sering dijumpai. Limfoblas dapat
ditemukan di darah perifer, tetapi pemeriksa yang tidak berpengalaman
dapat melaporkan limfoblas tersebut sebagai limfosit atipik. (William,
2021)
c. Leukemia nonlimfositik akut
Evaluasi laboratorium secara tipikal menunjukkan adanya
neutropenia, anemia, da trombositopenia. Jumlah leukosit bervariasi,
walaupun pada saat didiagnosis kira-kira 25% anak memiliki jumlah
leukosit melebihi 100.000/mm3. Pada darah perifer dapat ditemukan
sel blas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan dilakukan pemeriksaan
aspirat sumsum tulang, yang menunjukkan adanya sel blas lebih dari
25%. Seperti pada leukemia limfoblastik akut, cairan spinal juga harus
diperiksa untuk menemukan bukti adanya leukemia. Mencapai 15%
pasien memiliki bukti sel blas pada cairan spinal pada saat didiagnosis.
(William, 2021).
d. Leukemia mielositik kronis
Evaluasi laboratorium secara tipikal memperlihatkan
leukositosis nyata, trombositosis, dan anemia ringan. Sumsum tulang
hiperselular tetapi disertai maturasi mieloid yang normal. Sel blas tidak
banyak dijumpai. Pada kira-kira 90% kasus, tanda sitogenik yang khas
pada leukemia mielositik kronis yang terlihat adalah: kromosom
Philadelphia. (William, 2021)
e. Pemeriksaan biokimia dapat menunjukkan adanya disfungsi ginjal,
hipokalemia, dan peningkatan kadar bilirubin. (Patrick, 2021)
f. Profil koagulasi dapat menunjukkan waktu protombin dan waktu
tromboplastin parsial teraktivasi (APPT) yang memanjang karena
sering terjadi DIC (disseminated intravaskular coagulation). (Patrick,
2021)
g. Kultur darah karena adanya risiko terjadi infeksi. (Patrick, 2021)
h. Foto toraks: pasien dengan ALL (acute tymphoblastic leukaemia) jalur
sel T sering memiliki massa mediastinum yang dapat dilihat pada foto
toraks. (Patrick, 2021)
i. Golongan darah karena cepat atau lambat akan dibutuhkan transfusi
darah dan trombosit. (Patrick, 2021)
j. Pemeriksaan penunjang diagnosis spesifik termasuk aspirasi sumsum
tulang yang memperlihatkan limfoblas lebih dari 25%, biopsi trephine,
penanda sel, serta pemeriksaan sitogenetik untuk membedakan ALL
(akut limfoblastik leukemia) dengan AML (akut mieloblastik leukemia)
secara akurat. Auer rod di sitoplasma sel blas merupakan tanda
patognomonik pada AML, namun hanya ditemukan pada 30% kasus.
Pemeriksaan penanda sel dapat membantu membedakan ALL jalur sel
B atau sel T dan juga membedakan subtipe AML yang berbeda-beda.
Ini berguna bagi hematolog untuk merancang terapi dan memperkirakan
prognosis. Analisis kromosom sel leukemia berguna untuk
membedakan ALL dan AML, dan yang penting adalah dapat
memberikan informasi prognosis. (Patrick, 2021)
k. Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat merupakan
tempat persembunyian penyakit ekstramedular. (Patrick, 2021)

9. Penatalaksanaan medis
a. Kemoterapi
Terapi definitive leukemia akut adalah dengan kemoterapi
sitotoksik menggunakan kombinasi obat multiple. Obat sitotoksik
bekerja dengan berbagai mekanisme namun semuanya dapat
menghancurkan sel leukemia. Tetapi dengan metode ini beberapa sel
normal juga ikut rusak dan ini menyebabkan efek samping seperti
kerontokan rambut, mual, muntah, nyeri pada mulut (akibat kerusakan
pada mukosa mulut), dan kegagalan sumsum tulang akibat matinya sel
sumsum tulan. Salah satu konsekuensi mayor dari neutropenia akibat
kemoterapi adalah infeksi berat. Pasien harus diterapi selama
berbulan-bulan (AML) atau selama 2-3 tahun (ALL).
Menurut Suriadi (20022 dan Yuliani (2022), fase
penatalakasanaan kemoterapi meliputi tiga fase yaitu fase induksi,
fase proflaksis, fase konsolidasi.
b. Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnose ditegakkan. Pada fase ini
diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vincristin, dan L
asparaginase. Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda
penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang
ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
c. Fase Profilaksis
Sistem saraf pusat, pada terapi ini diberikan metotreksat,
cytarabine dan hydrocortisone melalui intrathecal untuk mencegah
invasi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi cranial dilakukan hanya
pada pasien leukemia yang mengalami gangguan system saraf pusat.
d. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk
mempertahankan remisi dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang
beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan
dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum
tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi surpresi sumsum tulang,
maka pengobatan dihentikan sementra atau dosis obat dikurangi.
Penatalaksanaan medis dalam pemberian kemoterapi dan radioterapi:
a. Prednison untuk efek antiinflamasi
b. Vinkristin (oncovin) untuk antineoplastik yang menghambat
pembelahan sel selama metaphase
c. Asparaginase untuk menurunkan kadar asparagin (asam amino untuk
pertumbuhan tumor)
d. Metotreksat sebagai antimetabolik untuk menghalangi metabolism asam
folat sebagai zat untuk sintesis nucleoprotein yang diperlukan yang
diperlukan sel-sel yang cepat membelah
e. Sitarabin untuk menginduksi remisi pada pasien dengan leukemia
granulositik yang menekan sumsum tulang yang kuat.
f. Alopurinol sebagai penghambat produksi asam urat dengan
menghambat reaksi biokimia.
g. Siklofosfamid sebagai antitumor kuat.
h. Daurnorubisin sebagai penghambat pembelahan sel selama pengobatan
leukemia akut
i. Transplantasi sumsum tulang
Ini merupakan pilihan terapi lain setelah kemoterapi dosis tinggi
dan radioterapi pada beberapa pasien leukemia akut. Transplantasi
dapat bersifat autolog, yaitu el sumsum tulang diambil sebelum pasien
meneraima terapi dosis tinggi, disimpan, dan kemudian diinfusikan
kembali. Selain itu, dapat jug bersifat alogenik, yaitu sumsum tulang
berasal dari donor yang cocok HLA-nya. Kemoterapi dengan dosis
sangat tinggi akan membunuh sumsum tulang penderita dan hal tersebut
tidak dapat pulih kembali. Sumsum tulang pasien yang diinfusikan
kembali akan mengembalikan fungsi sumsum tulang pasien tersebut.
Pasien yang menerima transplantasi alogenik memiliki risiko rekurensi
yag lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang menerima
transplantasi autolog, karena sel tumor yang terinfusi kembali dapat
menimbulkan relaps. Pada transplantasi alogenik memiliki risiko
rekurensi yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang
menerima transplantsi autolog, karena sel tumor yang terinfusi kembali
dapat menimbulkan relaps. Pada transplantasi alogenik, terdapat bukti
kuat yang menunjukan bahwa sumsum yang ditransplantasikan akan
berefek antitumor yang kuat karena limfosit T yang tertransplantasi.
Penelitian-penelitian baru menunjukan bahwa transplantasi alogenik
menggunakan terapi dosis rendah dapat dilakukan dan memiliki
kemungkinan sembuh akibat mechanism imunologis.
j. Resusitasi
Pasien yang baru didiagnosis leukemia akut biasanya berada
dalam keadaan sakit berat dan renta terhadap infeksi berat dan atau
perdarahan. Prioritas utamanya adalah resusitasi mengguakan antibiotic
dosis tinggi intravena untuk melawan infeksi, transfusi trombosit atau
plasma beku segar (fresh frozen plasma) utuk mengatasi anmia.
Penggunaan antibiotic dalam situasi ini adalah tindakan yang tepat
walaupun demam yang terjadi ternyata merupakan akibat dari penyakit
itu sendiri dan bukan akibat infeksi. Lebih mudah menghentikan
pemberian antibiotic daripada menyelamatkan pasien dengan syok dan
septicemia yang telah diberikan tanpa terapi antibiotik. (Patrick, 2021).

10. Penatalaksanaan keperawatan


a. Lakukan manajemen nyeri non farmakologi (teknik relaksasi nafas
dalam, distraksi masase)
b. Anjurkan pasien untu membatasi aktivitas
c. Pemberian transfusi komponen darah
d. Perawatan di ruang yang bersih
e. Mengajarkan cara cuci tangan yang benar
f. Kebersihan oro-anal (mulut dan anus)

11. Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian Biodata pasien
1) Mengkaji secara umum dari status keadaan klien
2) Mengkaji riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis, adanya
faktor herediter misal kembar (monozigot)
3) Mengidentifikasi penyebab masalah keperawatan
4) Merencanakan cara mengatasi permasalahan yang ada, serta
menghindari masalah yang mungkin akan terjadi. Fokus pengkajian
pada pasien leukimia adalah:
5) Kaji adanya tanda – tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat,
sakit kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat
6) Kaji adanya tanda – tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala
infeksi pernafasan atas, infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat
timbul kemerahan atau hitam tanpa pus
7) Kaji adanya tanda – tanda trombositopenia : ptechiae, purpura,
perdarahan membran mukosa, pembentukan hematoma, kaji adanya
tanda – tanda invasi ekstra medulla; limfadenopati, hepatomegali,
splenomegali.
8) Kaji adanya pembesaran testis, hematuria, hipertensi, gagal ginjal,
inflamasi di sekitar rektal dan nyeri.

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul berdasarkan SDKI :
1) Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (leukimia) (D.0077)
2) Intoleransi aktivitas b/d kelemahan (D.0056)
3) Risiko perdarahan (D.0149)
4) Risiko syok (D.0039)
5) Risiko infeksi (D.0142)
C. RENCANA KEPERAWATAN
N DIAGNOSA SLKI SIKI
O KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agen Tujuan pengalaman sensorik atau Manajemen Nyeri (I.08238)
pencedera fisiologis emosional yang berkaitan dengan Definisi mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau
(leukimias) ( D.0077) kerusakan jaringan aktual atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional
fungsional, dengan onset dengan onset mendadak atau lambat dan berinensitas ringan hingga
mendadak atau lambat dan berat dan konstan
berintensitas ringan hingga berat Observasi
dan konstan menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
Kriteria Hasil: intensitas nyeri.
Tingkat nyeri (L.08066) 2. Identifikasi skala nyeri
Setelah dilakukan tindakan 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
keperawatan selama 1x15 menit 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
diharapkan nyeri dapat teratasi 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
dengan kriteria hasil 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 7. Monitor efek samping penggunaan analgetik
2. Meringis menurun Terapeutik
3. Gelisah menurun 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kesulitan tidur menurun 2. Kontrol lingkungan yang dapat memperberat rasa nyeri (misalkan
5. Frekuensi nadi membaik suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan tekhnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi dalam pemberian analgetic

2 Intoleransi aktivitas b/d Tujuan : respon Manjemen energi (I.05178)


kelemahan (D.0056) fisiologis aktivitas yang Definisi mengidentifikasi dan mengelola penggunaan energi
membutuhkan tenaga untuk mengatasi atau mencegah kelelahan dan
meningkat mengoptimalkan proses pemulihan
Kriteria hasil : Observasi:
Toleransi aktivitas 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
(L.05047) 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
Setelah dilakukan tindakan 3. Monitor pola dan jam tidur
keperawatan diharapkan status 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
toleransi aktivitas meningkat Terapeutik:
dengan kriteria hasil: 1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya,
1. Kemudahan dalam melakukan suara, kunjungan)
aktivitas sehari hari meningkat 2. Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
2. Kekuatan tubuh bagian atas 3. Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
meningkat 4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
3. Kekuatan tubuh bagian bawah atau berjalan
meningkat Edukasi:
4. Keluhan lelah menurun 1. Anjurkan tirah baring
5. Perasaan lemah menurun 2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi:
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan

3 Risiko perdarahan (D.0149) Tujuan : kehilangan Pencegahan perdarahan (I.02067)


darah baik internal Definisi mengidentifikasi dan menurunkan risiko atau komplikasi
(terjadi didalam tubuh) stimulus yang menyebabkan perdarahan atau risiko perdarahan
maupun eksternal (terjadi Observasi
diluar tubuh) menurun 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
Kriteria Hasil : 2. Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan setelah
Tingkat perdarahan (L. kehilangan darah
02017) 3. Monitor tanda-tanda vital ortostatik
Setalah dilakukan 4. Monitor koagulasi (mis. Prothrombin time (PT), partial
tindakan keperawatan thromboplastin (PTT), fibrinogen, degradasi fibrin dan/atau
diharapkan risiko platelet)
perdarahan dapat teratasi Terapeutik
dengan kriteria hasil: 1. Pertahankan bed rest selama perdarahan
1. Kelembapan membran 2. Batasi tindakan invasif, jika perlu
mukosa meningkat 3. Gunakan kkasur pencegah dekubitus
2. Kelembapan kulit meningkat 4. Hindari pengukuran suhu rektal
3. Hemoptosis menurun Edukasi
4. Hematemesis menurun 1. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
5. Hemoglobin membaik 2. Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
6. Hematoktrit membaik 3. Anuurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari
konstipasi
4. Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
5. Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
6. Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jka perlu
2. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
4 Risiko syok (D.0039) Tujuan : ketidakcukupan aliran Pencegahan syok (I.02068)
darah ke jaringan tubuh, yang Mengidentifikasi dan menurunkan risiko terjadi ketidakmampuan
dapat mengakibatkan disfungsi tubuh menyediakan oksigen dan nutrien untuk mencukui kebutuhan
seluler yang mengancam jiwa jaringan
menurun Observasi
Kriteria hasil: 1. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi,
Tingkat syok (L.03032) frekuensi napas, TD, MAP)
Setelah dilakukan tindakan 2. Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)
keperawatan, diharapkan masalah 3. Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
keperawatan risiko syok menurun 4. Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
dengan kriteria hasil : 5. Periksa Riwayat alergi
1. Kekuatan nadi meningkat Terapeutik
2. Akral dingin menurun 1. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%
3. Pucat menurun 2. Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu
4. Mean arterial pressure 3. Pasang jalur IV, jika perlu
membaik 4. Pasang kateter urin untuk menilai produksi urin, jika perlu
5. Pengisian kapiler membaik 5. Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
6. Tekanan darah sistolik Edukasi
membaik 1. Jelaskan penyebab/faktor risiko syok
7. Tekanan darah diastolik 2. Jelaskan tanda dan gejala awal syok
membaik 3. Anjurkan melapor jika menemukan/merasakan tanda dan gejala
awal syok
4. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
5. Anjurkan menghindari alergen
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu

5 Risiko infeksi (D.0142) Tujuan derajat infeksi berdasarkan Pencegahan infeksi (I.14539)
observasi atau sumber informasi Definisi mengidentifikasi dan menurnkan risiko terserang organisme
menurun patogenik
Kriteria hasil : Observasi
Setelah dilakukan tindakan Monitor tandaa dan gejala infeksi lokal dan sistemik
keperawatan selama 2x24 jam Terapeutik
diharapkan risiko infeksi dapat 1. Batasi jumlah pengunjung
teratasi dengan kriteria hasil : 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
1. Demam menurun 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
2. Kemerahan menurun lingkungan pasien
3. Nyeri menurun 4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
4. Bengkak menurun Edukasi
5. Kadar sel darah putih 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
membaik 2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society: Fakta dan Statistik


Kanker. https://www.cancer.org/research/cancer-facts-statistics.html
Corwin, Elizabeth J. 2021. Patofisiologi: Buku Saku Edisi 3. Jakarta: EGC.

Davey, Patrick. 2022. At a glance Medicine. Jakarta: EGC.

Hasdianah, Suprapto (2018). Patologi Dan Patofisiologi Penyakit, Yogyakarta:


Nuha Medika

Ningsih, E. W., Kustiningsih, M. K., An, S. K., & Rahmadewi, T. (2022).


Hubungan dukungan keluarga dengan kecemasan pada anak yang
menderita kanker darah (leukimia): literature review.

Penyami, Y., Hartono, M., Ns, M. K., Kp, M. P. A. S., Aprilia, S., & Rohmah, M.
N. (2021). Complementary And Alternative Medicine (Cam) Pada Anak
Dengan Leukemia (Literature Review). Jurnal Lintas Keperawatan, 2(2).

Rovinda Dia Zelly (2022). Kelainan Hemostatis Pada Leukemia. Bagian Patologi
Fakultas Kedokteran UNAND

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1 Cetakan 1. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Yanti, D. A., Sembiring, I. M., Ginting, J. I. S. B., & Yusdi, S. (2021). Pengaruh
Fototerapi Terhadap Penurunan Tanda Ikterus Neonatorum Patologis Di
Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam. Jurnal Keperawatan Dan Fisioterapi
(JKF), 4(1), 16-21.

Yuliana, F., Hidayah, N., & Wahyuni, S. (2018). Hubungan Frekuensi Pemberian
Asi Dengan Kejadian Ikterus Pada Bayi Baru Lahir Di Rsud Dr. H. Moch.
Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2017. Dinamika Kesehatan, 9, 526–534.

Yuniftiadi, F., Sudarmanto, B., & Muryawan, M. H. M. (2022). Hubungan Berat


Lahir dan Faktor Perinatal terhadap Kejadian Leukemia pada Anak. Sari
Pediatri, 24(2), 69-74.

Anda mungkin juga menyukai