Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL)

RSUD IBU FATMAWATI SOEKARNO SURAKARTA

WIDAL TEST PADA PASIEN DEMAM TIFOID MENGGUNAKAN


METODE SEMI KUANTITATIF DI RSUD IBU FATMAWATI
SOEKARNO SURAKARTA

PERIODE

4 DESEMBER 2023 – 19 JANUARI 2024

OLEH :

DIMAS SURYO HANANTO

NIM. 1211027

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NASIONAL
SURAKARTA
2024
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan Laboratorium Kesehatan merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Laboratorium

klinik adalah laboratorium kesehatan yang melaksanakan pelayanan

pemeriksaan spesimen klinik untuk mendapatkan informasi tentang

kesehatan perseorangan terutama untuk menunjang upaya diagnosis

penyakit dan memulihkan kesehatan. Laboratorium klinik tempat yang

didalamnya terdapat instrument, peralatan, serta bahan dan reagen yang

digunakan untuk pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan spesimen

biologis sebagai penunjang diagnosis penyakit dan pemulihan kesehatan.

Profesi analis kesehatan harus senantiasa mengembangkan diri dalam

memenuhi kebutuhan masyarakat akan adanya jaminan mutu terhadap hasil

laboratorium sebagai penegak diagnosis penyakit. Melihat peran analis

kesehatan yang semakin penting, maka dibutuhkan adanya upaya

peningkatan mutu profesi analis kesehatan sebelum mahasiswa benar-benar

terjun ke lapangan kerja, salah satunya yaitu melalui Praktek Kerja Lapangan

(PKL). Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan suatu upaya

penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional yang dapat digunakan

dalam sarana belajar dan pengembangan kompetensi mahasiswa. Praktik

Kerja Lapangan diharapkan dapat memberikan kontribusi kompetensi kepada


mahasiswa mulai dari pemahaman persiapan pasien, keterampilan

phlebotomis melakukan prosedur kerja, melakukan pemeriksaan klinis,

belajar tentang hubungan kerja dan hubungan interpersonal antar rekan kerja

B. Tujuan

1. Praktik Kerja Lapangan dilaksanakan untuk memenuhi salah satu

persyaratan menyelesaikan program pendidikan Diploma Teknologi

Laboratorium Medis Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nasional

Surakarta.

2. Praktik Kerja Lapangan memberikan pelatihan kepada mahasiswa untuk

dapat mengimplementasikan teori yang telah didapatkan selama

menempuh pendidikan Diploma III Teknologi Laboratorium Medis

dengan dunia kerja sesungguhnya.

3. Meningkatkan kemampuan baik attitude (tata krama), knowledge


(pengetahuan) dan skill (keterampilan).

4. Menambah pengalaman bekerja baik secara mandiri maupun dalam tim

sehingga menumbuhkan sikap profesional dalam diri, tanggung jawab,

dan rasa kesejawatan dalam suatu tim kerja yang solid.

5. Sebagai sarana penerapan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh di

perkuliahan untuk menambah bekal saat memasuki dunia kerja.

6. Praktik Kerja Lapangan bertujuan juga dalam memperoleh ilmu baru

yang belum didapatkan dikampus dan lebih mengenal dunia kerja


C. Manfaat

1. Mewujudkan terjadinya kerja sama yang baik dunia pendidikan dengan

lahan praktik kesehatan khususnya rumah sakit.

2. Meningkatkan kemampuan prefesional mahasiswa dibidang

laboratorium rumah sakit.

3. Menghasilkan Ahli Madya Laboratorium medis atau Tenaga

Laboratorium yang mampu menjalankan peran dan fungsinya sesuai

dengan profesinya di bidang kesehatan, berdasarkan sumpah, kode etik,

dan peranan perundang undangan yang berlaku.

D. Waktu Pelaksanaan

Praktik Kerja Lapangan (PKL) dengan periode 04 Desember 2023 –

19 Januari 2024 dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Ibu

Fatmawati Soekarno Surakarta, Alamat: Jl. Lettu Sumarto No.1,

Kedungupit, Kadipiro, Kec. Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah

57136
E. Lahan Profil

1. Sejarah Rumah Sakit Umum Daerah Ibu Fatmawati Soekarno

Surakarta

RSUD Ibu Fatmawati Soekarno didirikan pada tahun 1965 yang

pada awalnya dinamakan dengan rumah sakit bersalin Banjarsari lalu

berubah nama menjadi UPTD RSD Kota Surakarta di bawah pimpinan

dr. Enny Endah Agustiani dengan wewenang Dinas Kesehatan Kota

Surakarta sejak tahun 2001 hingga 2009. UPTD RSUD Kota

Surakarta kemudian berubah nama menjadi Satuan Kerja Perangkat

Desa (SKPD) pada tahun 2009. Berdasarkan Perda nomor 8 tahun

2008 tentang SOTK dengan pimpinan dr. Sumartono Kardjo

M.Kes.SK 445/41-A 2013 pada 10 Juni 2013 PENETAPAN PPK

BLUD dengan status BLUD penuh.

Berdasarkan SK nomor 821.2/0 07/2014 pada 2 Januari 2014

tentang Pengangkatan Pimpinan Badan Layanan Umum Daerah pada

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Surakarta, Rumah Sakit berada di

bawah kepemimpinan dr. Willy Handoko Widjaja, Mars, lalu Pada 31

Desember 2020, kepemimpinan beralih kepada Plt. Pemimpin BLUD

yaitu dr. Niken Yuliani Untari berdasarkan Surat Keputusan Walikota

Surakarta nomor 800/4700 tahun 2020 tentang Pengangkatan Plt

Pimpinan Badan Layanan Umum Daerah Pada Rumah Sakit Umum

Daerah. Setelah itu pada 30 Desember 2021 berubah nama lagi


menjadi RSUD Ibu Fatmawati Soekarno yang berada di bawah

kepemimpinan dr. Retno Erawati Wulandari, dilakukan perubahan

nama yang telah diresmikan oleh Walikota Surakarta yaitu Gibran

Rakabuming Raka dengan alasan untuk melengkapi RSUD yang

sudah ada dengan nama Bung Karno.

2. Visi Rumah Sakit Ibu Fatmawati Soekarno Surakarta

Pelayanan rumah sakit yang bermutu dan terpercaya untuk

mewujudkan Surakarta sebagai Kota budaya yang modern, tangguh,

gesit, kreatif dan sejahtera.

3. Misi

1) Meningkatkan kuantitas, kualitas, dan profesionalisme SDM.

2) Meningkatkan dan mengembangkan sarana dan prasarana sesuai

standar.

3) Meningkatkan pelayanan yang cepat, ramah dan inovatif.

4) Meningkatkan pelayanan yang bermutu dan terjangkau

4. Motto Rumah Sakit Umum Daerah Ibu Fatmawati Soekarno

Surakarta “Waras Sak Kabehe”


5. Nilai-nilai Rumah Sakit Umum Daerah Kota Surakarta

Menurut Peraturan Walikota Surakarta nomor 28-B tahun 2018

tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Pemerintah di

Lingkungan Pemerintah Kota Surakarta dalam rangka

menumbuhkembangkan etos kerja, tanggung jawab, etika, dan moral

aparatur pemerintah serta meningkatkan kinerja, pelayanan kepada

masyarakat. Melalui nilai-nilai SEPADAN DISINI, yaitu Selaras,

Profesional, Integritas, Disiplin, dan Keteladanan maka Pemerintah

Kota Surakarta berusaha mengembangkan aparatur Pemerintah yang

LURIK (Lurus dalam pengabdian, ikhlas dalam pelayanan) dan

senantiasa memegang 5 MANTAP yaitu Mantap Kejujuran, Mantap

Kedisiplinan, Mantap Pelayanan, Mantap Gotong Royong, dan Mantap

Organisasi.

6. Tujuan Rumah Sakit Ibu Fatmawati Soekarno Surakarta

RSUD Kota Surakarta bertujuan melaksanakan upaya kesehatan

secara terpadu dengan melaksanakan pelayanan yang bermutu serta

melaksanakan upaya rujukan, sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, serta dapat dipergunakan sebagai

tempat pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan dan

pelatihan bagi tenaga bidang kesehatan.

7. Tugas dan fungsi RSUD Fatmawati Soekarno Kota Surakarta

1) Penyelenggaraan tata usaha rumah sakit.

2) Pelaksanaan perencanaan evaluasi dan pengendalian.


3) Penyelenggaraan pelayanan.
BAB II

TINJAUAN PROSEDUR

A. Ilustrasi Prosedur

1. Definisi Widal Test

Pemeriksaan widal merupakan pemeriksaan aglutinasi yang

menggunakan suspensi bakteri Salmoella typhi dan Salmonella

paratyphi sebagai antigen untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap

Salmoella typhi atau Salmonella paratyphi dalam serum penderita.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan mencampur serum yang sudah

diencerkan dengan suspensi Salmonella mati yang mengandung

antigen O (somatik), H (flagel), AH, dan BH (Riswanto, 2013).

Demam tifoid atau typus abdomial merupakan infeksi bakteri

S.typhi yang menginfeksi pada saluran pencernaan terutama pada usus

halus. Merupakan suatu penyakit endemik dan masih menjadi masalah

besar dalam bidang kesehatan (Indang dkk, 2013 ; Velina, 2016).

Manusia merupakan reservoir untuk S.typhi. Bakteri tersebut dapat

bertahan hingga behari-hari di air tanah, air kolam atau air laut. Serta

dapat bertahan berbulan-bulan pada telur yang sudah terkontaminasi

(Nelwan, 2012). Demam tifoid sering menyerang pada anak usia 5-15

tahun. S.typhi merupakan bakteri yang memiliki suatu karakteristik

atau macam antigen yaitu antigen O, H, dan Vi (Rachman, 2011).


2. Patogenitas

Demam tifoid merupakan penyakit sistemik bersifat akut serta

patogen yang disebabkan oleh bakteri S.typhi, Salmonella serotype

paratyphi A, B dan C dengan membentuk inflamasi yang dapat

merusak usus dan hati (Sucipta, 2015). Penyakit ini khusus menyerang

pada manusia dengan penularan bakteri melaui makan dan minuman

yang terkontaminasi S.typhi oleh kotoran atau tinja seorang yang

mengidap penyakit demam tifoid (Darmawati.S, 2009). Masa inkubasi

S.typhi yang terjadi pada demam tifoid atau typhus abdominalis

selama 3-14 hari disertai dengan gejala yang berupa demam dengan

suhu tubuh yang tidak tentu atau naik turun, gelisah serta umumnya

penderita demam tifoid mengalami konstipasi (sulit buang air besar)

(Sinaga, 2016). Demam tifoid dapat mengalami kekambuhan apabila

bakteri S.typhi masih menetap dalam organ-organ retikuloendotenial

dan berpoliferasi kembali dengan menetapnya Salmonella pada tubuh

manusia sebagai pembawa bakteri atau carrier (Nelwan, 2012)

3. Gejala Klinik

Seorang dengan diagnosa demam tifoid mengalami demam

dengan suhu 39°C - 40°C dengan gejala khas yang timbul pada

penderita demam tifoid yaitu memiliki bintik – bintik merah. Masa

tunas yang timbul saat terinfeksi bakteri S.typhi berlangsung antara

10 – 14 hari (Sudoyo, 2010). Mual, muntah, diare, demam, serta


menurunnya nafsu makan merupakan gejala umum yang timbul pada

penderita demam tifoid yang terinfeksi oleh S.typhi (Priyanti, 2017).

B. Uraian Prosedur

Uji widal merupakan tes aglutinasi yang digunakan dalam

diagnosis demam tifoid. Prinsip pemeriksaan tes Widal adalah serum pada

pasien dengan demam tifoid atau demam enterik terdapat antibodi yang

dapat terjadi reaksi aglutinasi dengan antigen pada S.typhi yang terdapat

pada reagen. Uji widal tersebut merupakan suatu uji pemeriksaan yang

digunakan secara luas dengan alasan pemeriksaan tersebut cukup murah

dan waktu pemeriksaan yang cepat. Pemeriksaan dengan tes widal belum

ada kesepakatan mengenai standar aglutinasi untuk mendiagnosa demam

tifoid dengan nilai sensitivitas sekitar 70 % dan spesifisitas dengan nilai.

akuivasi yang rendah yaitu 50 % (Setiana dkk, 2017 ; Rachman dkk, 2011).

Pemeriksaan widal merupakan uji aglutinasi yang menggunakan

suspensi bakteri Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi sebagai

antigen untuk mendeteksi terhadap antibodi Salmonella typhi atau

Salmonella paratyphi di dalam serum pasien. Sampel yang digunakan pada

uji tifoid adalah serum darah (Kalma et al., 2014). Pemeriksaan widal

menggunakan antigen Salmonella jenis O (Somatik) dan H (Flagella) untuk

menentukan tinggi rendahnya titer antibodi pada penderita infeksi tifoid

dan akan meningkat pada minggu ke dua. Titer antibodi O akan menurun

setelah beberapa bulan, dan titer antibodi H akan menetap sampai beberapa
tahun (biasanya 2 tahun). Titer antibodi O meningkat setelah demam,

menunjukkan adanya infeksi Salmonella strain O, demikian juga untuk H

(Kalma et al., 2014)

1. Prinsip Pemeriksaan

Prinsip pemeriksaan widal adalah pasien tifoid akan memiliki

antibodi didalam serumnya yang mana dapat bereaksi dengan antigen

Salmonella enterica serotype typhi yang meghasilkan aglutinasi.

Dengan kata lain suspensi bakteri yang membawa antigen akan

bereaksi dengan antibodi terhadap organisme Salmonella typhi

(Wardana, dkk, 2011).

2. Cara Kerja Widal

1) Pra Analitik (Siregar., dkk, 2018)

a) Menggunakan APD sesuai SOP.

b) Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan.

c) Melakukan pengambilan sampel darah vena menggunakan

tabung warna kuning

d) Biarkan darah membeku terlebih dahulu pada suhu kamar.

e) Kemudian disentrifugasi selama 15 menit dengan kecapatan

3500 rpm.

f) Pisahkan serum dan sel darah. Pemisahan serum dilakukan

paling lambat dalam waktu 2 jam setelah pengambilan

spesimen.
2) Analitik

a) Letakkan serum pasien menggunakan 8 lingkaran pada

slide dengan volume berturut-turut: 80 µl, 40µl, 20µl,

10µl dan 5µl. Titer 1/20, 1/40, 1/80, 1/160 dan 1/320.

b) Tambahkan satu tetes reagen widal yang sesuai keatas

lingkaran yang mengandung serum pasien.

c) Campur semua isi dari lingkaran menggunakan stik

pengaduk sampai mengenai sisi lingkaran.

d) Goyangkan slide kedepan dan kebelakang selama 1 menit,

dan perhatikan adanya aglutinasi.

3) Pasca Analitik (Depkes, 2013)

a) Pembacaan hasil dan pastikan bahwa pembacaan hasil

sudah dilakukan dengan benar.

b) Membersihkan alat dan meja kerja.

c) Melepas APD sesuai SOP.

d) Mencuci tangan sesuai prosedur.

e) Pelaporan hasil dan pastikan bahwa tulisan terbaca

dengan jelas dan tidak terdapat kecenderungan hasil


3. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Widal

Hasil pemeriksaan test widal dianggap positif mempunyai arti

klinis sebagai berikut : (Kosasih, 2014)

a) Titer antigen O sampai 1/180 pada awal penyakit berarti suspek

demam tifoid, kecuali pasien yang telah mendapat vaksinasi.

b) Titer antigen O diatas 1/160 berarti indikasi kuat terhadap demam

tifoid.

c) Titer antigen H sampai 1/40 berarti suspek terhadap demam tifoid

kecuali pada pasien yang divaksinasi jauh lebih tinggi.

d) Titer antigen H diatas 1/180 memberi indikasi adanya demam

tifoid

Gambaran pembacaan hasil aglutinasi titer

Antibodi Negatif 1/80 1/160 1/320

Terjadi Terjadi Terjadi


Tidak aglutinasi aglutinasi aglutinasi
O/H terjadi butiran pasir butiran butiran
aglutinasi tipis pasir pasir

4. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Hasil Pemeriksaan

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan yaitu

penundaan pemeriksaan dalam waktu yang lama pada suhu yang tidak

sesuai sehingga membuat serum rusak. Jika dilakukan penundaan

maka disimpan pada suhu 18 – 30°C selama 3 hari. Pada suhu 4°C

selama 1 minggu. Darah yang belum membeku dengan baik kemudian


disentrifugasi menyebabkan darah lisis sehingga menyulitkan

pembacaan karena sampel menjadi keruh (Rizkiawati., et al, 2019).

C. Identifikasi Masalah

Pembuatan laporan PKL (Praktik Kerja Lapangan) ini

dimaksudkan untuk mengetahui tahap pemeriksaan Widal Test pada pasien

demam tifoid menggunakan metode semi kuantitatif serta mengetahui

kelebihan dan kekurangan metode tersebut di RSUD Ibu Fatmawati

Soekarno Surakarta.

E. Pembatasan Masalah

Masalah yang dibahas dalam laporan ini mengenai tahap

pemeriksaan Widal Test pada pasien demam tifoid menggunakan metode

semi kuantitatif.

F. Rumusan Masalah

Bagaimana tahap pemeriksaan Widal Test pada pasien Demam

Tifoid menggunakan metode Semi Kuantitatif di RSUD Ibu Fatmawati

Soekarno Surakarta?
BAB III

ANALISIS PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

Demam tifoid (Typhus abdominalis) adalah salah satu penyakit

infeksi pada usus halus disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi dan

Salmonella paratyphi A, B, C, yang masuk ke dalam tubuh melalui

makanan dan minuman yang tercemar. Gejala klinik penyakit ini ditandai

dengan timbul demam, sakit kepala, mual, muntah, suhu tubuh naik, diare,

hati dan limpa membesar, serta perforasi usus. Salah satu pemeriksaan

laboratorium untuk deteksi demam tifoid adalah Widal Slide Test. Metode

penelitian berdasarkan hasil Praktek Kerja Lapangan di Rumah Sakit

Umum Daerah Ibu Fatmawati Soekarno Surakarta, serta ditunjang dengan

studi pustaka yang telah dipublikasikan. Pemeriksaan uji Serologis Widal

Slide Test dengan menggunakan sampel serum dengan prinsip reaksi

aglutinasi secara imunologis antara antibodi dalam serum dengan suspensi

bakteri sebagai antigen yang homolog.(Kosasih, 2014)

Deteksi dini penyakit tifus juga dapat dilakukan melalui

pemeriksaan widal dengan menentukan titer aglutinasi yang terdapat

dalam serum penderita terhadap antigen O dan H Salmonella typhi atau

Salmonella paratyphi, interpretasi hasil pemeriksaan ini umumnya baru

dapat dilakukan terhadap sepasang bahan pemeriksaan yang diambil

dengan interval waktu 1minggu, bila hasil pemeriksaan ke-2 menunjukkan


kenaikan titer 4 kali dari bahan pemeriksaan pertama maka dinyatakan

tifus positif. Tetapi apabila pada pemeriksaan pertama baik titer terhadap

antigen O dan/atau H ≥ 160(1/160) maka sudah dapat dinyatakan tifus

positif. Pemeriksaan widal walaupun praktis dan hasilnya cepat diperoleh

tetapi pemeriksaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, sehingga

spesifitas dan sensitivitasnya hanya berkisar 60- 80% (Sudoyo, 2014).

B. Analisis SWOT

Berdasarkan Pengamatan lahan PKL, penulis melakukan analisis

SWOT (Strenght, Weaknes, Opportunity, Threat) terhadap pemeriksaan

Uji Widal metode semi kuantitatif:

a. Strength (Kekuatan) pemeriksaan Uji Widal metode semi kuantitatif

memiliki kelebihan proses pemeriksaannya cenderung lebih cepat,

relatif murah dan mudah untuk dikerjakan.

b. Weaknes (Kelemahan) pemeriksaan Uji Widal metode semi

kuantitatif memiliki kelemahan sensitivitas dan spesifitas rendah.

c. Opportunity (Peluang) pemeriksaan Uji Widal metode semi

kuantitatif pemeriksaannya cenderung lebih cepat sehingga dengan

kelebihan ini dapat meningkatkan kualitas pelayanan di laboratorium

d. Threat (Ancaman) pemeriksaan Uji Widal metode semi kuantitatif

dapat menimbulkan beberapa anacaman diantaranya keterampilan

ATLM yang kurang cekatan dan terampil dapat mengancam hasil

pemeriksaan
C. Pembahasan

Uji widal merupakan uji serologi yang paling banyak digunakan di

laboratorium rumah sakit untuk mendiagnosis demam tifoid. Tetapi hingga

saat ini masih mengundang kontraversi dalam interpretasi hasil, berbagai

penelitian memperlihatkan bahwa nilai normal uji widal sangat bervariasi

diantara beberapa laboratorium dan ini mungkin disebabkan karena jenis

antigen dan teknik pengerjaan. Uji widal mempunyai prinsip Antibodi

salmonella dalam serum penderita bereaksi dengan antigen salmonella

membentuk komplek yang dapat di lihat berupa adanya aglutinasi. Awal

pengerjaan serum diteteskan dengan menggunakan reagen Remel yang

waktu inkubasi 50°C selama 4 jam, kemudian interprestasi uji widal harus

dilakukan dengan cermat karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi

hasil pemeriksaan antara lain: stadium penyakit, pemberian antibiotik,

vaksinasi, aglutinasi silang, konsentrasi suspensi antigen, strain salmonela

yang digunakan untuk suspensi antigen. Beberapa faktor pra analitik yang

mempengaruhi lainnya bisa saja terjadi karena terkontaminasi oleh

mikroba pada wadah yang ditempati untuk serum yang mengakibatkan

pereaksi dalam hal ini ialah reagen mengalami kerusakan struktur dan

jumlahnya menjadi sedikit, sehingga menjadi penurunan konsentrasi

antigen terhadapkonsentrasi antibodi karena reaksi antigen dan antibodi

selain sangat peka terhadap waktu inkubasi, suhu inkubasi dan pH, reaksi

juga sangat dipengaruhi oleh antigen dan antibodi itu sendiri.


Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan yaitu

penundaan pemeriksaan dalam waktu yang lama pada suhu yang tidak

sesuai sehingga membuat serum rusak. Jika dilakukan penundaan maka

disimpan pada suhu 18 – 30°C selama 3 hari. Pada suhu 4°C selama 1

minggu. Darah yang belum membeku dengan baik kemudian

disentrifugasi menyebabkan darah lisis sehingga menyulitkan pembacaan

karena sampel menjadi keruh (Rizkiawati., et al, 2019)


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pemeriksaan widal sering digunakan untuk mendiagnosis karena tes

tersebut memiliki beberapa kelebihan, antara lainlebih cepat, metodenya

lebih sederhana, dan lebih murah untuk dilakukan

Meski begitu, pemeriksaan widal tipes dinilai tidak cukup akurat

untuk mendiagnosis penyakit tersebut. Pasalnya tes ini tidak spesifik untuk

demam tifoid dan bisa menunjukan hasil positif ketika seseorang tidak

memiliki infeksi

Berikut beberapa kekurangan tes widal

a. Hasil tes Widal bisa menunjukkan positif palsu pada pasien

yang pernah mendapatkan vaksinasi atau infeksi S. typhi

sebelumnya

b. Hasil tes Widal juga bisa menunjukkan positif palsu pada kasus

pasien dengan malaria falciparum akut (terutama anak-anak),

penyakit hati kronis, dan gangguan seperti rheumatoid arthritis,

myelomatosis dan sindrom nefrotik.

B. Saran

1. Memperhatikan riwayat penyakit pasien dengan detail

2. Memperhatikan gejala klinis pasien


3. Disarankan untuk dikombinasikan dengan tes kultur

Anda mungkin juga menyukai