Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN HIPERTENSI

Disusun Oleh:
Chaerul Fahmi
02127011

Pembimbing :
Dr. Labora Sitinjak,SKp.,M.Kep

AKADEMI KEPERAWATAN HUSADA KARYA JAYA


Jl. Sunter Permai Raya, Sunter Agung Podomoro Jakarta Utara
14350 Telp.(021) 2660.8276 – 6530.8469 Fax. (021) 6530.8469
Email: akperhkj@husadakaryajaya.ac.id
Website : www.husadakaryajaya.ac.id
Tahun 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan “Tugas
Keperawatan Asuhan Keperawatan Gerontik dengan Hipertensi”. Tidak lupa saya
ucapkan kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan
dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari sempurna dan disana
sini masih banyak kekurangan dan, oleh sebab itu saya sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca.
Pada kesempatan ini juga kami tak lupa mengucapkan terima kasih. Dan semoga
dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-
teman.Amin.

Jakarta, 23 Januari 2024

Penulis

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi adalah penyakit yang dapat menyerang siapa saja, baik
muda maupun tua dengan nilai tekanan darah menunjukan sistolik > 140
mmHg dan diastolik > 90 mmHg. Hipertensi juga sering disebut sebagai silent
killer karena termasuk penyakit yang timbul hampir tanpa adanya gejala awal
namun penyakit ini dapat menyebabkan kematian dan membunuh secara
diam-diam. Bahkan hipertensi tidak dapat secara langsung membunuh
penderitanya, melainkan hipertensi memicu terjadinya penyakit lain yang
tergolong kelas berat dan mematikan serta dapat meningkatkan resiko
serangan jantung, stroke dan gagal ginjal (Pudiastuti 2013). Hipertensi juga
merupakan salah satu penyakit degeneratif, umumnya tekanan darah
bertambah secara perlahan dengan seiring bertambahnya umur (Triyanto,
2014).
Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup
berbahaya di seluruh dunia karena hipertensi merupakan faktor risiko utama
yang mengarah kepada penyakit kardiovaskuler seperti serangan jantung,
gagal jantung, stroke dan penyakit ginjal yang mana pada tahun 2016 penyakit
jantung iskemik dan stroke menjadi dua penyebab kematian utama di dunia
(WHO, 2018).
Data World Health Organization (WHO) lanjut usia dibagi menjadi
empat kriteria meliputi usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia
(elderly) 60-74 tahun, lanjut usia (old) 75-90 tahun, usia sangat tua (very old)
di atas 90 tahun jumlah penduduk lansia di indonesia terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI jumlah lansia di
Indonesia pada tahun 2017 diperkirakan sebanyak 23,66 juta jiwa. Diprediksi
jumlah lansia akan terus meningkat setiap tahunnya dimana diprediksi pada
tahun 2020 sebanyak 27,08 juta jiwa, tahun 2025 sebanyak 33,69 juta jiwa
dan tahun 2030 sebanyak 40,95 juta jiwa serta tahun 2035 sebanyak 48,19 juta
jiwa (Kemenkes RI, 2017).
Prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk
usia >18 tahun sebesar (34,1%) tertinggi di Kalimantan selatan (44,1%),
sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%). Estimasi jumlah kasus
hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang, sedangkan angka kematian
di Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian (Riskesdas, 2018).
Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru pada tahun 2017, penyakit hipertensi
termasuk kedalam sepuluh besar penyakit tidak menular yaitu berada pada
urutan pertama dari penyakit terbesar di seluruh puskesmas lima puluh dengan
jumlah 1760 orang, Puskesmas Sidomulyo dengan jumlah 603 orang,
puskesmas tenayan raya dengan jumlah 525 orang kasus hipertensi (Dinkes
Kota Pekanbaru, 2017).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Agustina (2015), faktor risiko
yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada penduduk usia produktif
(25-54 tahun) adalah faktor genetik, obesitas, kebiasaan merokok, konsumsi
garam, penggunaan minyak jelatah, dan stress. Sementara pada penelitian lain
yang dilakukan oleh Montol (2015) menyebutkan bahwa faktor risiko
hipertensi pada penduduk usia produktif (25-42 tahun) adalah kebiasaan
mengkonsumsi alkohol, kebiasaan alkohol, pola makan tinggi natrium dan
status gizi. Sehingga pada penelitian ini akan meneliti tentang faktor risiko
jenis kelamin, riwayat keluarga, konsumsi natrium (garam), konsumsi
potassium (sodium), obesitas, olahraga, merokok, konsumsi alkohol, stress
insomnia dan konsumsi kafein dengan kejadian hipertensi pada penduduk usia
produktif (15-64 tahun).
Lansia memiliki masalah yang berbeda-beda terhadap penyakit
hipertensinya, ada lansia yang tidak patuh minum obat dan tidak mengkontrol
tekanan darahnya secara rutin, dan ada juga lansia yang tidak mengontrol
makanan yang tinggi garam sehingga tekanan darah pada lansia meningkat,
dan juga lansia yang tidak membiasakan hidup sehat dengan olahraga dan
kurangnya pengetahuan terhadap cara mengontrol hipertensi. Faktor resiko
hipertensi dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu faktor resiko yang dapat
diubah dan faktor risiko yang tidak dapat diubah, faktor resiko yang tidak
dapat diubah yaitu umur, jenis kelamin dan keturunan. Faktor yang dapat
diubah yaitu obesitas, stress, merokok, kurang olahraga, mengkonsumsi
alkohol, konsumsi garam berlebih dan kelebihan lemak (Widyanto dkk,
2013).
Berdasarkan data di atas dan untuk mengaplikasikan mata kuliah
Gerontik penulis melakukan pengkajian di kelurahan pulau kelapa DKI
Jakarta. Dengan kewajiban mengambil 1 kasus, membawa kasus kelolaan
yang dibahas dari BAB 1- BAB 5 yang penulis angkat yaitu Asuhan
Keperawatan Gerontik Dengan Hipertensi Pada Ny. E di Kelurahan Koja.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan gerontik dengan hipertensi ?

C. Tujuan Penulis
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu untuk melakukan asuhan keperawatan gerontik dengan
hipertensi
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan gerontik
dengan hipertensi
b. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan gerontik
dengan hipertensi
c. Mahasiswa mampu membuat rencana keperawatan gerontik dengan
hipertensi
d. Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan gerontik
dengan hipertensi
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada klien dengan hipertensi
D. Ruang Lingkup

Dalam penulisan laporan ini, penulis membahas asuhan keperawatan keluarga


dengan gastritis di Papanggo

E. Metode Penulisan
Dalam penulisan laporan ini penulis menggunakan metode deskriptif dengan
pendekatan studi kasus yang menggunakan teknik:
1. Wawancara
2. Pemeriksaan fisik
3. Studi kepustakaan
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Lansia


1. Definisi Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Menua bukanlah penyakit, tetapi merupakan Proses yang berangsur-
angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses
menurunnya daya tahun tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam
dan luar tubuh (Kholifah, 2016). Menurut Nugroho (dalam Kholifah 2016)
menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan, yaitu anak, dewasa, dan tua.

2. Batasan Lansia
a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO (dalam Khushariyadi,
2012), ada empat tahapan yaitu :
1) Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun
2) Lanjut usia (elderly) : 60-75 tahun
3) Lanjut usia tua (old) : 75-90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) : >90 tahun
b. Menurut Alm. Prof. DR. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad (dalam
Khushariyadi, 2012), guru besar Universitas Gajah Mada Fakultas
Kedokteran, periodisasi biologis perkembangan manusia di bagi
menjadi:
1) Masa bayi (0-1 tahun)
2) Masa prasekolah (usia 1-6 tahun)
3) Masa sekolah (usia 6-10 tahun)
4) Masa pubertas (usia 10-20 tahun)
5) Masa setengah umur, presenium (usia 40-65 tahun)
6) Masa lanjut usia, senium (usia >65 tahun)
c. Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (dalam khushariyadi, 2012), psikologi
dari Universitas Indonesia Kedewasaan
1) Fase iuventus (usia 25-40 tahun)
2) Fase vertalitas (usia 40-50 tahun)
3) Fase presenium (usia 55-65 tahun)
4) Fase senium (usia 65 tahun hingga tutup usia)

3. Ciri-Ciri Lansia
Menurut Soejono 2000, dalam Ratnawati (2017) mengatakan bahwa
pada tahap lansia, individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik
maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan
kemampuan yang pernah dimilikinya.
Perubahan fisik yang dimaksud antara lain rambut yang mulai
memutih, muncul kerutan diwajah, ketajaman panca indra menurun, serta
terjadi kemunduran daya tahan tubuh. Dimasa ini lansia juga harus
berhadapan dengan kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta
perpisahan dengan orang yang dicintai. Maka dari itu, dibutuhkan
kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi
perubahan di usuia lanjut secara bijak.

4. Karakteristik Lansia
Menurut Kholifah tahun 2016, usia lanjut merupakan usia yang
mendekati akhir siklus kehidupan manusia di dunia. Tahap ini dimulai dari
60 tahun sampai akhir kehidupan. Lansia merupakan istilah tahap akhir
dan proses penuaan. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua
(tahap penuaan). Masa tua merupakan masa hidup yang terakhir, dimana
pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental, sosial
sedikit demi sedikit sehinggan tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari
(tahap penuaan). Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk
hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan
kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan
perubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-
paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan kemampuan regenaratif
yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sindroma
dan kesakitan dengan orang lain.

5. Masalah – Masalah Lansia


Masalah-masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia akibat
perubahan sistem, antara lain (Azizah, 2011):
a. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem pernapasan, antara lain
penyakit paru obstruksi kronik, tuberkulosis, influenza dan pneumonia.
b. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem kardiovaskuler, antara
lain hipertensi dan penyakit jantung koroner.
c. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem neurologi, seperti
cerebro vaskuler accident.
d. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem musculoskeletal, antara
lain: faktur, osteoarthritis, rheumatoid arthritis, gout artritis,
osteporosis.
e. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem endokrin, seperti DM.
f. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem sensori, antara lain:
katarak, glaukoma, presbikusis.
g. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem pencernaan, antara lain:
gastritis, hemoroid, konstipasi.
h. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem reproduksi dan
perkemihan, antara lain: menoupause, inkontinensia.
i. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem integument, antara lain:
dermatitis seborik, pruitis, candidiasis, herpes zoster, ulkus
ekstremitas bawah, pressure ulcers.
j. Lansia dengan masalah kesehatan jiwa, seperti demensia.

6. Proses Menua
Menua atau proses menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di
dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang
hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang
berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak,
dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun
psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya
kemunduran isik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut
memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan
semakin memburuk, gerakan lambat dan postur tubuh yang tidak
proporsional (Nugroho, 2012).

7. Perubahan – Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia


Berikut ini merupakan beberapa perubahan yang terjadi pada lansia
menurut Aspiani (2014).
a. Perubahan fisiologi pada lansia :
1) Perubahan sistem kardiovaskuler
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan
menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1%
setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan elastisitas
pembuluh darah, tekanan darah meningkat.
2) Perubahan sistem pernapasan
Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya aktivitas silia, paru-paru kehilangan elastisitas, alveoli
ukurannya melebar dan jumlahnya berkurang, kemampuan batuk
berkurang.
3) Perubahan sistem persyarafan
Berat otak menurun 10-20%, lambat dalam merespon dan waktu,
mengecilna saraf panca indera, kurang sensitif terhadap sentuhan.
4) Perubahan sistem gastrointestinal
Kehilangan gigi, indera pengecap menurun, esophagus melebar,
lambung: rasa lapar menurun, peristaltic lemah, fungsi absorbsi
melemah dan liver makin mengecil dan menurun.
5) Perubahan sistem urinaria
Fungsi ginjal menurun, otot-otot vesika urinaria lemah,
kapasitasnya menurun.
6) Perubahan sistem endokrin
Produksi dari hampir semua hormon menurun, fungsi parathyroid
dan sekresinya tidak berubah, menurunnya aktivitas tiroid,
menurunnya BMR (Basal Metabolic Rate).
7) Perubahan system indera
a) Sistem Pendengaran
Presbiakuisis (gangguan pendengaran), membrane timpani
menjadi atropi, terjadinya pengumpulan serumen, pendengaran
menurun.
b) Sistem Penglihatan
Hilangnya respon terhadap sinar, lensa keruh, daya adaptasi
terhadap kegelapan. Lebih lambat dan susah melihat dalam
cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang
pandang.
c) Sistem Perabaan
Indera peraba mengalami penurunan.
d) Sistem pengecap dan penciuman
Rasa yang tumpul menyebabkan kesukaan terhadap makanan
yang asin dan banyak berbumbu, penciuman menurun.
8) Perubahan sistem integumen
Kulit mengkerut atau keriput, permukaan kulit kasar dan bersisik,
menurunnya respon terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit
menurun, kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu,
pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku menjadi pudar, kurang
bercahaya.
9) Perubahan sistem musculoskeletal
Tulang kehilangan density (cairan) makin rapuh dan osteoporosis,
kifosis, discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek,
persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan
mengalami sclerosis.
10) Perubahan sistem reproduksi
Pada perempuan frekuensi sexual intercourse cenderung menurun
secara bertahap, menciutnya ovary dan uterus, atrofi payudara,
selaput lendir vagina menurun, produksi estrogen dan progesterone
oleh ovarium menurun saat menopause. Pada laki-laki penurunan
produksi spermatozoa, dorongan seksual menetap sampai usia di
atas 70 tahun. Dorongan dan aktivitas seksual berkurang tetapi
tidak hilang sama sekali.
b. Perubahan psikososial pada lansia
1) Pensiun
Nilai seseorang diukur oleh produktivitas dan identitas dikaitkan
dengan peranan dalam pekerjaannya. Jika seseorang pensiun, maka
akan mengalami kehilangan-kehilangan antara lain :
a) Kehilangan finansial (pendapatan berkurang).
b) Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan/posisi yang cukup
tinggi, lengkap dengan semua fasilitas).
c) Kehilangan teman/kenalan atau relasi.
d) Kehilangan pekerjaan/kegiatan
2) Merasakan atau sadar terhadap kematian.
3) Perubahan cara hidup (memasuki rumah perawatan, bergerak lebih
sempit).
4) Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan. Biaya
hidup meningkat dan penghasilan yang sulit, biaya pengobatan
bertambah.
5) Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan.
6) Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.
7) Gangguan saraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
8) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan
teman-teman dan keluarga.
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.
c. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin berintegrasi dalam kehidupan. Lansia
semakin teratur dalam kegiatan beribadah. Lansia cenderung tidak
terlalu takut terhadap konsep dan realitas kehidupan Azizah dalam
Zulmi (2016).
d. Perubahan pola tidur dan istirahat
Penurunan aliran darah dan perubahan dalam mekanisme
neurotransmitter dan sinapsis memainkan peran penting dalam
perubahan tidur dan terjaga yang dikaitkan dengan faktor pertambahan
usia. Faktor ekstrinsik seperti pensiun juga dapat menyebabkan
perubahan yang tiba-tiba pada kebutuhan untuk beraktivitas dan
kebutuhan energi sehari-hari serta mengarah perubahan pola tidur.
Keadaan sosial dan psikologis yang terkait dengan faktor predisposisi
terjadinya depresi pada lansia, kemudian mempengaruhi pola tidur
lansia. Pola tidur dapat dipengaruhi oleh lingkungan, dan bukan
sepenuhnya dipengaruhi oleh penuaan (Maas, 2011).

B. Konsep Penyakit Hipertensi


1. Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal dan
diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Seseorang dianggap
mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140/90
mmHg (Elizabeth dalam Ardiansyah M., 2012).
Menurut Price (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H. (2016), Hipertensi
adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau
tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi
menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti
penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah,
makin besar resikonya.
Sedangkan menurut Hananta I.P.Y., & Freitag H. (2011), Hipertensi
adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah
arteri secara terus-menerus lebih dari suatu periode. Hipertensi dipengaruhi
oleh faktor risiko ganda, baik yang bersifat endogen seperti usia, jenis kelamin
dan genetik/keturunan, maupun 11 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta yang
bersifat eksogen seperti obesitas, konsumsi garam, rokok dan kopi.
Menurut American Heart Association atau AHA dalam Kemenkes
(2018), hipertensi merupakan silent killer dimana gejalanya sangat bermacam-
macam pada setiap individu dan hampir sama dengan penyakit lain. Gejala-
gejala tersebut adalah sakit kepala atau rasa berat ditengkuk. Vertigo, jantung
berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga berdenging atau
tinnitus dan mimisan.
2. Jenis – Jenis Hipertensi
Hipertensi terbagi menjadi 2 jenis yakni hipertensi primer (esensial )
dan hipertensi sekunder. Adapun perbedaannya adalah (Ramdhani, 2014):
a. Hipertensi primer
Hipertensi primer disebut juga sebagai hipertensi idiopatik
karena hipertensi ini memiliki penyebab yang belum diketahui.
Penyebab yang belum jelas atau belum diketahui tersebut sering
dihubungkan dengan faktor gaya hidup yang kurang sehat.
Hipertensi primer merupakan hipertensi yang paling banyak
terjadi, yaitu sekitar 90 % dari kejadian hipertensi (Bumi, 2017).
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh
penyakit lain seperti penyakit ginjal, kelainan hormonal, atau
penggunaan obat tertentu (Bumi, 2017). Kondisi lain yang
mempengaruhi ginjal, arteri , jantung, atau system endokrin
menyebabkan 5-10 % kasus lainnya (hipertensi
sekunder).Beberapa tanda dan gejala tambahan dapat menunjukkan
hipertensi sekunder, yaitu hipertensi akibat penyebab yang jelas
seperti penyakit ginjal atau penyakit endokrin. Contohnya obesitas
pada dada dan perut , intoleransi glukosa , wajah bulat seperti
bulan , punuk kerbau. Penyakit tiroid dan akromegali juga dapat
menyebabkan hipertensi dan mempunyai gejala dan tanda yang
khas. Besar perut mungkin mengidikasikan stenosis arteri renalis
( Penyempitan arteri yang mengedarkan darah ke ginjal)
(Ramdhani, 2014).

3. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan (Ardiansyah
M., 2012) :
1) Hipertensi primer (esensial)
Hipertensi primer adalah hipertensi esensial atau hiperetnsi yang 90%
tidak diketahui penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga berkaitan
dengan berkembangnya hipertensi esensial diantaranya :
a) Genetik Individu dengan keluarga hipertensi memiliki potensi
lebih tinggi mendapatkan penyakit hipertensi.
b) Jenis kelamin dan usia Lelaki berusia 35-50 tahun dan wanita yang
telah menopause berisiko tinggi mengalami penyakit hipertensi.
c) Diit konsumsi tinggi garam atau kandungan lemak. Konsumsi
garam yang tinggi atau konsumsi makanan dengan kandungan
lemak yang tinggi secara langsung berkaitan dengan
berkembangnya penyakit hipertensi.
d) Berat badan obesitas Berat badan yang 25% melebihi berat badan
ideal sering dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi.
e) Gaya hidup merokok dan konsumsi alkohol Merokok dan
konsumsi alkohol sering dikaitkan dengan berkembangnya
hipertensi karena reaksi bahan atau zat yang terkandung dalam
keduanya.
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang diketahui
penyebabnya. Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa penyakit,
yaitu :
a) Coarctationaorta, yaitu penyempitan aorta congenital yang
mungkin terjadi beberapa tingkat pada aorta toraksi atau aorta
abdominal. Penyembitan pada aorta tersebut dapat menghambat
aliran darah sehingga terjadi peningkatan tekanan darah diatas area
kontriksi.
b) Penyakit parenkim dan vaskular ginjal. Penyakit ini merupakan
penyakit utama penyebab hipertensi sekunder. Hipertensi
renovaskuler berhubungan dengan penyempitan.
c) satu atau lebih arteri besar, yang secara langsung membawa darah
ke ginjal. Sekitar 90% lesi arteri renal pada pasien dengan
hipertensi disebabkan oleh aterosklerosis atau fibrous dyplasia
(pertumbuhan abnormal jaringan fibrous). Penyakit parenkim
ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi, serta perubahan struktur
serta fungsi ginjal.
d) Penggunanaan kontrasepsi hormonal (esterogen). Kontrasepsi
secara oral yang memiliki kandungan esterogen dapat
menyebabkan terjadinya hipertensi melalui mekanisme renin-
aldosteron-mediate volume expantion. Pada hipertensi ini, tekanan
darah akan kembali normal setelah beberapa bulan penghentian
oral kontrasepsi.
e) Gangguan endokrin. Disfungsi medulla adrenal atau korteks
adrenal dapat menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenalmediate
hypertension disebabkan kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan
katekolamin.
f) Kegemukan (obesitas) dan malas berolahraga.
g) Stres, yang cenderung menyebabkan peningkatan tekanan darah
untuk sementara waktu.
h) Kehamilan
i) Luka bakar
j) Peningkatan tekanan vaskuler
k) Merokok
Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin.
Peningkatan katekolamin mengakibatkan iritabilitas miokardial,
peningkatan denyut jantung serta menyebabkan vasokortison yang
kemudian menyebabkan kenaikan tekanan darah

4. Faktor Yang Mempengaruhi


Menurut Aulia, R. (2017), faktor risiko hipertensi dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu :
1) Faktor yang tidak dapat diubah Faktor yang tidak dapat berubaha
adalah :
a) Riwayat Keluarga
Seseorang yang memiliki keluarga seperti, ayah, ibu, kakak
kandung/saudara kandung, kakek dan nenek dengan hipertensi
lebih berisiko untuk terkena hipertensi.
b) Usia
Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya usia.
Pada laki-laki meningkat pada usia lebih dari 45 tahun sedangkan
pada wanita meningkat pada usia lebih dari 55 tahun.
c) Jenis Kelamin
Dewasa ini hipertensi banyak ditemukan pada pria daripada
wanita.
d) Ras/etnik
Hipertensi menyerang segala ras dan etnik namun di luar negeri
hipertensi banyak ditemukan pada ras Afrika Amerika daripada
Kaukasia atau Amerika Hispanik.
2) Faktor yang dapat diubah Kebiasaan gaya hidup tidak sehat dapat
meningkatkan hipertensi antara lain yaitu :
a) Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor penyebab hipertensi karena
dalam rokok terdapat kandungan nikotin. Nikotin terserap oleh
pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan ke otak. Di
dalam otak, nikotin memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk
melepas epinefrin atau adrenalin yang akan menyemptkan
pembuluh darah dan memaksa jantung bekerja lebih berat karena
tekanan darah yang lebih tinggi (Murni dalam Andrea, G.Y.,
2013).
b) Kurang aktifitas fisik
Aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh
otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Kurangnya
aktifitas fisik merupakan faktor risiko independen untuk penyakit
kronis dan secara keseluruhan diperkirakan dapat menyebabkan
kematian secara global (Iswahyuni, S., 2017).
c) Konsumsi Alkohol
Alkohol memiliki efek yang hampir sama dengan karbon
monoksida, yaitu dapat meningkatkan keasaman darah. Darah
menjadi lebih kental dan jantung dipaksa memompa darah lebih
kuat lagi agar darah sampai ke jaringan mencukupi (Komaling,
J.K., Suba, B., Wongkar, D., 2013). Maka dapat disimpulkan
bahwa konsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan darah.
d) Kebiasaan minum kopi
Kopi seringkali dikaitkan dengan penyakit jantung koroner,
termasuk peningkatan tekanan darah dan kadar kolesterol darah
karena kopi mempunyai kandungan polifenol, kalium, dan kafein.
Salah satu zat yang dikatakan meningkatkan tekanan darah adalah
kafein. Kafein didalam tubuh manusia bekerja dengan cara
memicu produksi hormon adrenalin yang berasal dari reseptor
adinosa didalam sel saraf yang mengakibatkan peningkatan
tekanan darah, pengaruh dari konsumsi kafein dapat dirasakan
dalam 5-30 menit dan bertahan hingga 12 jam (Indriyani dalam
Bistara D.N., & Kartini Y., 2018).
e) Kebiasaan konsumsi makanan banyak mengandung garam
Garam merupakan bumbu dapur yang biasa digunakan untuk
memasak. Konsumsi garam secara berlebih dapat meningkatkan
tekanan darah. Menurut Sarlina, Palimbong, S., Kurniasari, M.D.,
Kiha, R.R. (2018), natrium merupakan kation utama dalam cairan
ekstraseluler tubuh yang berfungsi menjaga keseimbangan cairan.
Natrium yang berlebih dapat mengganggu keseimbangan cairan
tubuh sehingga menyebabkan edema atau asites, dan hipertensi.
f) Kebiasaan konsumsi makanan lemak
Menurut Jauhari (dalam Manawan A.A., Rattu A.J.M., Punuh M.I,
2016), lemak didalam makanan atau hidangan memberikan
kecenderungan meningkatkan kholesterol darah, terutama lemak
hewani yang mengandung lemak jenuh. Kolesterol yang tinggi
bertalian dengan peningkatan prevalensi penyakit hipertensi.

5. Anatomi Fisiologi

Sistem peredaran darah manusia terdiri atas jantung, pembuluh darah,


dan saluran limfe. Jantung merupakan organ penting yang memompa
darah dan memelihara peredaran melalui saluran tubuh. Arteri membawa
darah dari jantung, Vena membawa darah ke jantung.
Kapiler menggabungkan arteri dan vena, terentang diantaranya dan
merupakan jalan lalu lintas antara makanan dan bahan buangan. Disini
juga terjadi pertukaran gas dalam cairan ekstra seluler atau intershil.
Saluran limfe mengumpulkan, menggiring dan menyalurkan kembali ke
dalam limfenya yang dikeluarkan melalui dinaing kapiler halus untuk
membersihkan jaringan. Saluran limfe ini juga dapat dianggap menjadi
bagian sistem peredaran.
Denyut arteri adalah suatu gelombang yang teraba pada arteri bila
darah dipompa keluar jantung. Denyut ini mudah diraba ditempat arteri
temporalis diatas tulang temporal atau arteri dorsalis pedis di belokan
mata kaki. Kecepatan denyut jantung dalam keadaan sehat berbeda-beda,
dipengaruhi penghidupan, pekerjaan, makanan, umur dan emosi. Irama
dan denyut sesuai dengan siklus jantung jumlah denyut jantung 70 berarti
siklus jantung 70 kali per menit.
Tekanan darah sangat penting dalam sirkulasi darah dan selalu
diperlukan untuk daya dorong yang mengalirkan darah didalam arteri,
arteriola, kapiler dan sistem vena sehingga darah didalam arteri, arteriola,
kapiler dan sistem vena sehingga terbentuk aliran darah yang menetap.
Jantung bekerja sebagai pemompa darah dapat memindahkan darah dari
pembuluh vena ke pembuluh arteri. Pada sirkulasi tertutup aktivitas
pompa jantung berlangsung dengan cara mengadakan kontraksi dan
relaksasi sehingga menimbulkan perubahan tekanan darah dan sirkulasi
darah. Pada tekanan darah didalam arteri kenaikan arteri pada puncaknya
sekitar 120 mmHg tekanan ini disebut tekanan stroke. Kenaikan ini
menyebabkan aorta mengalami distensi sehingga tekanan didalamnya
turun sedikit. Pada saat diastole ventrikel, tekanan aorta cenderung
menurun sampai dengan 80 mmHg. Tekanan ini dalam pemeriksaan
disebut dengan tekanan diastole.
Kecepatan aliran darah bergantung pada ukuran palung dari pembuluh
darah.Darah dalam aorta bergerak cepat, dalam arteri kecepatan berkurang
dan sangat lambat pada kapiler, dalam arteri kecepatan berkurang dan
sangat lambat pada kapiler. Faktor lain yang membantu aliran darah
kejantung maupun gerakan otot kerangka mengeluarkan tekanan diatas
vena, gerakkan yang dihasilkan pernafasan dengan naik turunnya
diafragma yang bekerja sebagai pemopa, isapan yang dikeluarkan oleh
atrium yang kosong sewaktu diastole menarik darah dari vena dan tekanan
darah arterial mendorong darah maju. Perubahan tekanan nadi pengaruhi
oleh faktor yang mempengaruhi tekanan darah, misalnya pengaruh usia
dan penyakit arteriosklerosis. Pada keadaan arteriosklorosis, olasitias
pembuluh darah kurang bahkan menghilang sama sekali, sehingga tekanan
nadi meningkat.
Kecepatan aliran darah dibagian tengah dan pada bagian tepi (ferifer)
yang dekat dengan permukaan bagian dalam dinding arteri adalah sama,
aliran bersifat sejajar yang konsentris dengan arah yang sama jika
dijumpai suatu aliran darah dalam arteri yang mengarah kesegala jurusan
sehingga memberikan gambaran aliran yang tidak lancar. Keadaan dapat
terjadi pada darah yang mengatur melalui bagian pembuluh darah yang
mengalami sumbatan atau vasokonstriksi.
6. Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak pada pusat vasomotor pada medulla di otak. Dari vasomotor
tersebut bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah korda
spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di
thorak dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui system saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetikolin
yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah.
Dengan dilepaskannya norepineprin akan mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor
(Ramdhani, 2014).
Seseorang dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal
mensekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid linnya, yang dapat memperkuat respon
vasokontriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal menyebabkan pelepasan rennin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II yang menyebabkan adanya sutu vasokontriktor yang kuat.
Hal ini merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal yang
mengakibatkan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung
menyebabkan hipertensi. Pada lansia, perubahan struktur dan fungsi pada
system pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah yang akan menurunkan kemampuan distensi daya regang
pembuluh darah. Hal tersebut menyebabkan aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ) sehingga terjadi penurunan
curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Ramdhani, 2014).

7. Pathway Hipertensi
8. Komplikasi Hipertensi
Hipertensi yang tidak di tanggulangu lama-kelamaan akan menyebabkan
rusaknya arteri didalam tubuh dan rusaknya organ yang mendapat suplai
darah dari arteri tersebut (Wijaya & Putri, 2014). Menyimpulkan
komplikasi terjadi pada organ-organ tubuh, diantaranya:
a. Jantung
Hipertensi dapat menyebabkan timbulnya gagal jantung dan penyakit
koroner. Individu yang menderita hipertensi, beban kerja jantung akan
meningkat, otot jantung akan mngendor dan berkurang elastisitasnya
yang disebut dekompensasi. Sehingga mengakibatkan jantung tidak
lagi mampu memompa sehingga banyaknya cairan yang tertahan di
paru dan jaringan tubuh yang menyebabkan sesak napas atau odema.
Keadaan ini disebut gagal jantung
b. Otak
Komplikasi hipertensi pada bagian otak dapat mengakibatkan resiko
stroke, apabila tidak diobati resiko terkena stroke 7 kali lebih besar.
c. Ginjal
Hipertensi dapat menyebabkan rusaknya ginjal, sehingga rusaknya
sistem penyaring di dalam ginjal karena tidak mampu membuang zat-
zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh yang masuk melalui aliran darah
dan terjadi penumpukan dalam tubuh.
d. Mata
Hipertensi dapat menyebabkan terjadinya retinopati hipertensi dan
dapat menyebabkan kebutaan.

9. Manifestasi Klinis
Hipertensi sering disebut sebagai pembunuh diam-diam karena sering
tanpa gejala yang memberi peringatan akan adanya masalah. Kadang-
kadang orang menganggap sakit kepala, pusing, atau hidung berdarah
sebagai gejala peringatan meningkatnya tekanan darah. Padahal hanya
sedikit orang yang mengalami perdarahan di hidung atau pusing jika
tekanan darahnya meningkat.
Pada sebagian besar kasus hipertensi tidak menimbulkan gejala
apapun, dan bisa saja baru muncul gejala setelah terjadi komplikassi pada
organ lian, seperti ginjal, mata, otak, dan jantung. Gejala seperti sakit
kepala, migrain sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi primer,
walawpun tidak jarang yang berlangsung tanpa adanya gejala. Pada survei
hipertensi di Indonesia,tercatat berbagai keluhan yang dikaitkan dengan
hipertensi, seperti sakit kepala, mudah marah, telinga berdengung, sukar
tidur, dan rasa berat di tengkuk. (Edi Junaedi, H. 8-9)

10. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum melakukan
terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor lain atau
mencari penyebab hipertensi, biasanya diperiksa unaralis darah perifer
lengkap kemih darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa,
kolestrol total, kolestrol HDI, dan EKG). Sebagai tambahan dapat
dilakukan pemeriksaan lain seperti klirens kreatinin protein urine 24 jam,
asam urat, kolestrol LDL, TSH dan ekokardiografi.(Sutanto,2010: 27).

11. Penatalaksanaan
Menurut (junaedi,Sufrida,&Gusti,2013) dalam penatalaksanaan hipertensi
berdasarkan sifat terapi terbagi menjadi 3 bagian, sebagai berikut:
a. Terapi non-farmakologi Penatalaksanaan non farmakologi merupakan
pengobatan tanpa obatobatan yang diterapkan pada hipertensi. Dengan
cara ini, perubahan tekanan darah diupayakan melalui pencegahan
dengan menjalani perilaku hidup sehat seperti :
1) Pembatasan asupan garam dan natrium
2) Menurunkan berat badan sampai batas ideal
3) Olahraga secara teratur
4) Mengurangi / tidak minum-minuman beralkohol
5) Mengurangi/ tidak merokok
6) Menghindari stres
7) Menghindari obesitas
b. Terapi farmakologi (terapi dengan obat) selain cara terapi non-
farmakologi, terapi dalam obat menjadi hal yang utama. Obat-obatan
anti hipertensi yang sering digunakan dalam pegobatan, antara lain
obat-obatan golongan diuretik, beta bloker, antagonis kalsium, dan
penghambat konfersi enzim angiotensi.
1) Diuretik merupakan anti hipertensi yang merangsang pengeluaran
garam dan air. Dengan mengonsumsi diuretik akan terjadi
pengurangan jumlah cairan dalam pembuluh darah dan
menurunkan tekanan pada dinding pembuluh darah.
2) Beta bloker dapat mengurangi kecepatan jantung dalam memompa
darah dan mengurangi jumlah darah yang dipompa oleh jantung.
3) ACE-inhibitor dapat mencegah penyempitan dinding pembuluh
darah sehingga bisa mengurangi tekanan pada pembuluh darah dan
menurunkan tekanan darah.
4) Ca bloker dapat mengurangi kecepatan jantung dan merelaksasikan
pembuluh darah.

BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lanjut Usia
Kegiatan ini menurut Depkes (1993 1b), dimaksudkan untuk memberikan
bantuan, bimbingan, pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut
usia secara individu maupun kelompok, seperti di rumah/lingkungan keluarga,
Panti Werda maupun Puskesmas, yang di berikan perawat. Untuk asuhan
keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas
sosial yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan latihan sebelumnya atau
bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan melakukan asuhan
keperawatan di rumah atau panti. (Depkes, 1993 1b).
Adapun asuhan keperawatan dasar yang di berikan, disesuaikan pada
kelompok lanjut usia, apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain:
1. Untuk lanjut usia yang masih aktif, asuhan keperawatan dapat berupa
dukungan tentang personal hygine, kebersihan lingkungan serta makanan
yang sesuai dan kesegaran jasmani.
2. Untuk lanjut usia yang telah mengalami pasif, yang tergantung pada orang
lain. Hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan
pada lanjut usia pasif pada dasarnya sama sama seperti pada lanjut usia
aktif, dengan bantuan penuh oleh anggota keluarga atau petugas.
Khususnya bagi yang lumpuh, perlu dicegah agar tidak terjadi dekubitus.
Lanjut usia mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus karena
perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia, antara lain:
1. Berkurangnya jaringan lemak subkutan.
2. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastisitas.
3. Menurunnya efisiensi kolateral kapital pada kulit sehingga kulit menjadi
lebih tipis dan rapuh.
4. Ada kecendrungan lansia imobisasi sehingga potensi terjadinya
dekubitus.
Disamping itu, faktor intrinsik (tubuh sendiri) juga berperan untuk terjadinya
dekubitus, yakni:
1. Status gizi
2. Anemia
3. Adanya hipoalbunemia
4. Adanya penyakit-penyakit neurologik
5. Adanya penyakit-penyakit pembuluh darah
6. Adanya dehidrasi
Faktor ekstrinsik, yakni:
1. Kurang kebersihan tempat tidur
2. Alat-alat tenun yang kusut dan kotoR
3. Kurangnya perawaatan yang baik dari perawatan

B. Pendekatan Keperawatan Lanjut Usia


1. Pendekatan fisik
Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan,
kejadian-kejadian yang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya,
perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa
dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah atau
ditekan progresivitasnya.
Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua
bagian, yakni:
a) Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih
mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhan
sehari-hari masih mampu melakukan sendiri.
b) Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan
fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. perawat harus
mengetahui dasar perawatan klien lanjut usia ini terutama tentang
hal-hal yang berhubunga dengan keberhasilan perorangan untuk
mempertahankan kesehatannya. kebersihan perorangan (personal
hygiene) sanga penting dalam usaha mencegah timbulnya
peradangan, mengingat sumber infeksi dapat timbul bila keberihan
kurang mendapat perhatian.
2. Pendekatan psikis
Di sini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan
pendekatan adukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan
sebagai supporter, interpreter terhaadap segala sesuatu yang asing,
sebagai penamung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab.
Perawat hendaknnya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam
memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima
berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat
harus selalu memegang prinsip “Triple S”, yaitu sabar, simpatik, dan
service.
Bila perawat ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka
terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan dan
bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka kea rah
pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak
menambah beban, bila perlu diusahakan agar dimasa lanjut usia ini
mereka dapat merasa pua dan bahagia.
3. Pendekatan social
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercarita merupakan salah satu
upaya perawat dalam pendekatan social. Memberi kesempatan untuk
berkumpul bersama dengan sesame klien lanjut usia berarti menciptakan
sosialisasi mereka. Pendekatan social ini merupakan suatu pegangan bagi
perawat bahwa orang yang dihadapinya adalh mahluk social yang
membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya perawat dapat
menciptakan hubungan social antara lanjut usia dan lanjut usia maupun
lanjut usia dan perawat sendiri.
Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lajut
usia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi, misalnya
jalan pagi, menonton film, atau hiburan-hiburan lain. Para lanjut usia
perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar, seperti menonton tv,
mendengar radio, atau membaca majalah dan surat kabar. Dapat disadari
bahwa pendekatan komunikasi dalam perawatan tidak kalah pentingnya
dengan upaya pengobatan medis dalam proses penyembuhan atau
ketenangan para klien lanjut usia.
4. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam
hubungannya dengan Tuhan atau agama yang di anutnya, terutamabila
klien lanjut usia dalam keadaan sakit atau mendekati kematian.
Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang
menghadapi kematian, DR. Tony Setyabudhi mengemukakan bahwa
maut seringkali menggugah rasa takut. Rasa takut semacam ini didasari
oleh berbagai macam factor, seperti tidakpastian akan pengalaman
selanjutnya, adanya rasa sakit / penderitaan yang sering menyertainya,
kegelisahan untuk tidak kumpul lagi dengan keluarga / lingkungan
sekitarnya.

C. Tujuan Asuhan Keperawatan Lanjut Usia


1. Agar lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari–hari secara mandiri
dengan:
a) Peningkatan kesehatan (Health Promotion).
b) Pencegahan penyakit
c) Pemeliharaan kesehatan.
Sehingga memiliki ketenengan hidup dan produktif sapai akhir hidup.
1) Mempertahankan kesehatan serta kemampuan dari mereka yang usianya
telah lanjut dengan jalan perawatan dan pencegahan.
2) Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau
semangathidup klien lanjut usia (Life Support ).
3) Menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit /
mengalami gangguan tertentu ( kronis maupun akut ).
4) Merangsang para petugas kesehatan ( dokter, perawat )untuk dapat
mengenal dan menegakkan diagnosa yang tepat dan dini, bila mereka
menjumpai suatu kelainan tertent.
5) Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang
menderita suatu penyakit / gangguan, masih dapat mempertahankan
kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu pertolongan (Memelihara
kemandirian secara maksimal ).

D. Fokus Asuhan Keperawatan Lanjut Usia


1. Peningkatan kesehatan (health promotion)
2. Pencegahan penyakit (preventif)
3. Mengoptimalkan fungsi mental.
4. Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.

E. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Tujuan:
a) Menentukan kemampuan klien untuk memelihara diri sendiri.
b) Melengkapi dasar – dasar rencana perawatan individu.
c) Membantu menghindarkan bentuk dan penandaan klien.
d) Memberi waktu kepada klien untuk menjawab.
Meliputi aspek:
a. Fisik
Wawancara
1) Pandangan lanjut usia tentang kesehatan.
2) Kegiatan yang mampu di lakukan lanjut usia.
3) Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri.
4) Kekuatan fisik lanjut usia: otot, sendi, penglihatan, dan
pendengaran.
5) Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, BAB/BAK.
6) Kebiasaan gerak badan / olahraga /senam lanjut usia.
7) Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang sangat bermakna
dirasakan.
8) Kebiasaan lanjut usia dalam memelihara kesehatan dan
kebiasaan dalam minum obat.
9) Masalah-masalah seksual yang telah di rasakan.
Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksanaan di lakukan dengan cara inspeksi, palpilasi,
perkusi, dan auskultasi untuk mengetahui perubahan sistem
tubuh.
2) Pendekatan yang di gunakan dalam pemeriksanaan fisik,yaitu:
a) Head to tea
b) Sistem tubuh
b. Psikologis
1) Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan.
2) Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak.
3) Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan.
4) Bagaimana mengatasi stress yang di alami.
5) Apakah mudah dalam menyesuaikan diri.
6) Apakah lanjut usia sering mengalami kegagalan.
7) Apakah harapan pada saat ini dan akan datang.
8) Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, proses
pikir, alam perasaan, orientasi, dan kemampuan dalam
penyelesaikan masalah.
c. Sosial ekonomi
1) Darimana sumber keuangan lanjut usia
2) Apa saja kesibukan lanjut usia dalam mengisi waktu luang.
3) Dengan siapa dia tinggal.
4) Kegiatan organisasi apa yang di ikuti lanjut usia.
5) Bagaimana pandangan lanjut usia terhadap lingkungannya.
6) Berapa sering lanjut usia berhubungan dengan orang lain di luar
rumah.
7) Siapa saja yang bisa mengunjungi.
8) Seberapa besar ketergantungannya.
9) Apakah dapat menyalurkan hoby atau keinginannya dengan
fasilitas yang ada.
d. Spiritual
1) Apakah secara teratur malakukan ibadah sesuai dengan
keyakinan agamanya.
2) Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam
kegiatan keagamaan, misalnya pengajian dan penyantunan anak
yatim atau fakir miskin.
3) Bagaimana cara lanjut usia menyelesaikan masalah apakah
dengan berdoa.
4) Apakah lanjut usia terlihat tabah dan tawakal.
e. Pemeriksaan fisik
1) Temperatur
Mungkin serendah 95° F(hipotermi) ±35°C dan lebih teliti di
periksa di sublingual.
2) Pulse (denyut nadi)
Kecepatan, irama, volume, Apikal, radial, pedal.
3) Respirasi (pernapasan)
Kecepatan, irama, dan kedalaman dan tidak teratutnya
pernapasan.
4) Tekanan darah
Saat baring, duduk, berdiri, Hipotensi akibat posisi tubuh,
5) Berat badan perlahan – lahan hilang pada tahun-tahun terakhir,
6) Tingkat orientasi, Memori (ingatan),
7) Pola tidur
8) Penyesuaian psikososial.
f. Pemeriksaan persistem
1) Sistem persyarafan
a) Kesemetrisan raut wajah, Tingkat kesadaran adanya
perubahan-perubahan dari otak, Tidak semua orang mnjadi
snile, Kebanyakan mempunyai daya ingatan menurun atau
melemah,
b) Mata: pergerakan, kejelasan melihat, adanya katarak
c) Pupil: kesamaan, dilatasi
d) Ketajaman penglihatan menurun karena menua: Jangan di
tes depan jendela, Pergunakan tangan atau gambar, Cek
kondisi mata
e) Sensory deprivation ( gangguan ssensorik )
f) Ketajaman pendengaran: Apakah menggunakan alat bantu
dengar, inutis, Serumen telinga bagian luar, jangan di
bersihkan
g) Adanya rasa sakit atau nyeri.
2) Sistem kardiovaskuler
a) Sirkulasi periper, warna, dan kehangatan
b) Auskultasi denyut nadi apikal
c) Periksa adanya pembengkakan veba jugularis
d) Pusing
e) Sakit
f) Edema
3) Sistem Gastrointestinal
a) Status gizi
b) Pemasukan diet
c) Anoreksia, tidak di cerna, mual, dan muntah
d) Mengunyah dan menelan
e) Keadaan gigi, rahang dan rongga mulut
f) Auskultasi bising usus
g) Palpasi apakah perut kembung ada pelebaran kolon
h) Apakah ada konstipasi (sembelit), diare, dan inkontinensia
alvi
4) Sistem Genitourinarius
a) Warna dan bau urine
b) Distensi kandung kemih, inkontinensia (tidak dapat
menahan untuk BAK )
c) Frekuensi, tekanan, desakan
d) Pemasukan dan pengeluaran cairan
e) Disuria
f) Seksualitas: Kurang minat untuk melaksanakan hubungan
seks, Adanya kecacatan sosial yang mengarah ke aktivitas
seksual
5) Sistem Kulit / Integumen
a) Kulit: Temperatur, tingkat kelembaban, Keutuhan luka,
luka terbuka, robekan, Perubahan pigmen
b) Adanya jaringan parut
c) Keadaan kuku
d) Keadaan rambut
e) Adanya gangguan-gangguan umum
6) Sistem Muskuloskeletal
a) Kontraktur: Atrofi otot, Mengecilkan tendo dan
Ketidakadekuatannya gerakan sendi
b) Tingkat mobilisasi: Ambulasi dengan atau tanpa bantuan /
peralatan, Keterbatasan gerak, Kekuatan otot dan
Kemampuan melangkah atau berjalan.
c) Gerakan sendi
d) Paralisis
e) kifosis
7) Psikososial
a) Menjauhkan tanda-tanda meningkatnya ketergantungan
b) Fokus-fokus pada diri bertambah
c) Memperlihatkan semakin sempitnya perhatian
d) Membutuhkan bukti nyata akan rasa kasih sayang yang
berlebihan

F. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan tahap selanjutnya setelah proses
pengkajian. Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan
rencana tindakan asuhan keperawatan. Diagnosa keperawatan adalah
keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga atau masyarakat sebagai akibat
dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial
dimana perawat dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara
pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan
merubah (Olfah, 2016).
1) Penurunan curah jantung b/d peningkatan afterload, vasokonstriksi,
hipertrofi/ rigiditas ventrikuler, iskemia miokard
2) Nyeri akut b/dpeningkatan tekanan vaskuler serebral dan iskemia
3) Kelebihan volume cairan
4) Intoleransi aktivitas b/d kelemahan ketidak seimbangansuplai dan
kebutuhan oksigen
5) ketidakan efektifan koping
6) Resiko ke tidak efektifan perpusi jaringan otak
7) Resiko cedera
8) Defisiensi pengetahuan
9) Ansietas
(Nanda Nic Noc Jilid 2. Januari 2015)

G. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah kegiatan penentuan langka-langkah untuk
mencegah, mengurangi, atau mengoreksipemecahan masalah dan prioritasnya,
perumusan tujuan, rencana tindakan dan penilaian asuhan keperawatan
terhadap klien berdasarkan anlisa data dan diagnosa keperawatan (Olfah,
2016).

H. Implementasi Keperawatan
Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan asuhan
keperawatan yang telah disusun perawat beserta keluarga dengan tujuan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan antara lain mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi
koping (Nadirawati, 2018).

I. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
berfungsi untuk mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan
tindakan keperawatan yang telah dilakukan apakah tujuan dari tindakan
keperawatan yang dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain (Olfah,2016).
Perumusan evaluasi formatif meliputi 4 komponen yang dikenal
dengan istilah SOAP (Subjektif, Objektif, Assesment, dan Planning), yakni:
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah tetap atau muncul masalah baru.
P : Perencanaan hasil dan analisa ulang data.
BAB IV
LAPORAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
b. Nama : Ny. R
c. Umur : 70 Tahun
d. Jenis Kelamin : Perempuan
e. Suku : Minang
f. Agama : Islam
g. Pendidikan : SR (Sekolah Rakyat)
h. Status Perkawinan : Cerai MatiTanggal MRS : -
i. Tanggal Pengkajian : 22 Januari 2024
j. Alamat : Jl.Warakas 1 gang 23 No 11
2. Status Kesehatan Saat ini
Ny. R mengatakan bila hipertensi kambuh akan merasakan pusing dan kepala
terasa berat. Ny. R mengatakan tangan kanan bagian pundak tidak terasa apa-
apa tetapi masih bisa di gerakkan.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Ny. R mengatakan pernah dirawat karena sakit stroke tahun 1998 dan pernah
dirawat karena diare tahun 2020.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ny. R mengatakan punya penyakit turunan hipertensi.
5. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
a. Tekanan darah : 140/90 mmHg
b. Nadi : 80 kali/menit
c. Suhu : 37.6 oC
d. Respirasi : 20 kali/menit
Kesadaran : CM
6. Genogram

Ket:
= Perempuan X = Meninggal = Klien ( istri )
= Laki - laki - - - - - = Tinggal serumah

= tinggal serumah

7. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
1) Kebersihan : Bersih
2) Kerontokan rambut : Ada
3) Warna : Putih
4) Keluhan : Tidak ada
b. Mata
1) Konjungtiva : Anemis
2) Sklera : Tidak ikterik
3) Strabismus : Tidak
4) Penglihatan : Penglihatan menurun dibuktikan
dengan klien tidak bisa membaca tulisan kecil dengan jelas jika tidak
memakai kacamata
5) Riwayat katarak :Ya
6) Pandangan kabur :Ya
7) Penggunaan kacamata :Ya
c. Hidung
1) Bentuk : Simetris
2) Peradangan : Tidak ada
3) Penciuman : Tidak terganggu
4) Pernafasan cuping hidung : Tidak ada
5) Nyeri tekan : Tidak
6) Obstruksi : Tidak
7) Keluhan : Tidak ada
d. Mulut dan tenggorokan
1) Kebersihan : Baik
2) Mukosa : Lembab
3) Peradangan/stomatitis : Tidak
4) Gigi geligi : Ompong
5) Radang gusi : Tidak
6) Kesulitan mengunyah : Ya
7) Kesulitan menelan : Tidak
8) Keluhan : Jika makan-makanan yang keras klien
tidak bisa mengunyah
e. Telinga
1) Kebersihan : Bersih
2) Peradangan : Tidak
3) Pendengaran : Terganggu
4) Jika terganggu, jelaskan :ketika diajak berbicara dengan volume
suara yang pelan kadang klien tidak bisa mendengar pertanyaan yang
diajukan oleh perawat sehingga perawat harus mengulangi
pertanyaan dengan volume suara agak keras dan sedikit mendekat
kepada klien.
f. Leher
1) Pembesaran kelenjar thyroid: Tidak ada
2) JVD : Tidak ada
3) Kaku kuduk : Tidak ada
4) Nyeri tekan : Tidak
5) Benjolan/massa : Tidak ada
6) Keluhan : Tidak ada
g. Dada
1) Bentuk dada : Normal chest
2) Retraksi : Tidak
3) Wheezing : - -
- -
4) Ronchi : - -
- -
5) Suara jantung tambahan : Tidak ada
6) Ictus cordis : (+), tidak ada pelebaran
7) Keluhan : Tidak ada
h. Abdomen
1) Bentuk : supel
2) Nyeri tekan : Tidak
3) Auskultasi : Tympani
4) Supel : Ya
5) Bising usus : Ada
6) Frekwensi : 18 kali/menit
7) Massa : Tidak ada
8) Keluhan : Tidak ada
i. Genetalia
Kebersihan : Tidak terkaji
Haemoroid : Tidak ada
Keluhan : Tidak ada
j. Ekstremitas
Kekuatan otot : 5 3
4 4

.
Postur tubuh : tegak
Rentang gerak : Maksimal
Deformitas : Tidak
Tremor : Tidak
Nyeri : Iya, pada pundak bagian kanan
Pembengkakan sendi : Tidak

Edema : - -
- -

Penggunaan alat bantu : Tidak


Refleks
Area Kanan Kiri
Biceps + +
Triceps + +
Knee + +
Achiles + +
Keterangan:
Refleks + : normal
Refleks - : menurun/meningkat
k. Integumen
Kebersihan : Baik
Warna : tidak ada kemerahan
Kelembaban : Lembab
Lesi : Tidak ada
Turgor : 2 detik
Akral : Hangat
Pruritus : Tidak ada
Perubahan tekstur : keriput
Gangguan pada kulit : Tidak ada

8. Pengkajian Psikososial & Spiritual


a. Psikososial
Keluarga Ny.R mengatakan bahwa klien tidak ada hambatan dalam
berhubungan dengan keluarga dan bersosialisasi.
b. Spiritual
Ny. R beragama islam dan rajin menjalankan solat 5 waktu. Ny. R selalu
meminta dukungan doa dari anak-anak dan keluarganya.

9. Pengkajian Fungsional Klien


a. Katz Index
Tabel 1 : Pemeriksaan Katz Indeks

No. Kegiatan Mandiri Bantuan Bantuan


Sebagian Penuh
1. Mandi 
2. Berpakaian a.
3. Ke Kamar Kecil b.
4. Berpindah Tempat c.
5. BAK/BAB d.
6. Makan/Minum e.
Ny. R dapat beraktivitas secara mandiri meliputi kegiatan
aktivitas mandi, berpakaian, ke kamar kecil, berpindah tempat,
BAB/BAK, makan dan minum. Semua ADL dapat dilakukan
dengan baik dan mandiri.
b. Barther Index
Tabel 2 : Pemeriksaan Indeks Barthel
NO Kegiatan Dengan Mandiri
bantuan
1 Makan/Minum 0 10
2 Kebersihan diri (cuci muka, gosok 0 10
gigi, menyisir rambut)
3 Keluar masuk kamar mandi (menyeka 0 10
tubuh, menyiram, mencuci baju)
4 Mandi 0 10
5 Jalan – jalan di permukaan datar 0 10
6 Naik turun tangga 0 10
7 Memakai baju 0 10
8 Kontrol BAK 0 10
9 Kontrol BAB 0 10
10 Ke Kamar Mandi 0 10
Jumlah 100
Kesimpulan : ADL mandiri total
Jumlah skor 100 : klien selama kegiatan tidak meminta bantuan
kepada keluarga, klien melakukannya dengan mandiri
Keterangan :
0 – 20 : Ketergantungan penuh/total
21 – 61 : Ketergantungan berat
62 – 90 : Ketergantungan moderat
91 – 99 : Ketergantungan ringan
100 : Mandiri
10. Pengkajian Status Mental
Tabel 3 : Pemeriksaan Short Table Mental Status Questsionare
Benar Salah No. Pertanyaan
1 0 1. Tanggal berapa hari ini?
1 0 2. Hari apa sekarang?
1 0 3. Apa nama tempat ini?
1 0 4. Dimana alamat anda?
0 1 5. Berapa umur anda?
1 0 6. Kapan anda lahir?
1 0 7. Siapa presiden Indonesia sekarang?
1 0 8. Siapa presiden Indonesia sebelumnya?
1 0 9. Siapa nama ibu anda?
1 0 10. Kurangi 3 dari 20 & tetap pengurangan 3 dari
setiap angka baru, semua secara berurutan
9 1 Jumlah
Total Skor :
Salah : 1 Benar : 9
Fungsi kognitif klien mempunyai fungsi intelektual utuh
Keterangan :
Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh
Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
Salah 6-8 : kerusakan intelektual sedang
Salah 9-10: kerusakan intelektual berat

11. Pengkajian Keseimbangan Untuk Lansia


Tabel 4 : Tes Koordinasi/Keseimbangan
NO Aspek Penilaian Keterangan Nilai
1 Berdiri dengan postur normal 4
2 Berdiri dengan postur normal 4
(dengan mata tertutup)
3 Berdiri dengan satu kaki Kanan : 4
Kiri :
4 Berdiri fleksi trunk, dan berdiri ke 3
posisi netral
5 Berdiri, lateral dan fleksi trunk 3
6 Berjalan, tempatkan salah satu tumit 3
di depan jari kaki yang lain
7 Berjalan sepanjang garis lurus 4
8 Berjalan mengikuti tanda gambar 4
pada lantai
9 Berjalan mundur 3
10 Berjalan mengikuti lingkaran 3
11 Berjalan dengan tumit 2
12 Berjalan dengan ujung kaki 2
Jumlah 39

Kriteria penilaian:
4 : melakukan aktifitas dg lengkap
3 : sedikit bantuan (untuk keseimbangan)
2 : dengan bantuan sedang – maksimal
1 : tidak mampu melakukan aktivitas
Keterangan:
42 – 54 : Melakukan aktifitas dengan lengkap
28 – 41 : Sedikit bantuan (untuk keseimbangan)
14 – 27 : Dengan bantuan sedang sampai maksimal

12. Identifikasi Aspek Kognitif


a. MMSE (Minu Mental Status Exam)
Tabel 5 : Mini Mental Status Exam ( MMSE )
No Aspek Nilai Nilai Kriteria
Kognitif Maksimal Klien
1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar
Tahun : 2021
Musim : Hujan
Tanggal: 2
Hari : Selasa
Bulan : November
2 Orientasi 5 5 Dimana sekarang kita
berada?
Negara : Indonesia
Propinsi: DKI Jakarta
Kabupaten/kota: Jakarta
Utara
Kelurahan: Tugu Utara
Gang : Mawar III
3 Registrasi 3 3 Sebutkan 3 nama obyek
(misal: kursi, meja, lemari),
kemudian ditanyakan
kepada klien, menjawab:
a. Kursi
b. Meja
c. Lemari
4 Perhatian dan 5 5 Meminta klien berhitung
kalkulasi mulai dari 100 kemudian
kurangi 7 sampai 5 tingkat.
Jawaban:
a. 93
b. 86
c. 79
d. 72
e. 65
5 Mengingat 3 5 Minta klien untuk
mengulangi ketiga obyek
pada poin ke 3 (tiap poin
nilai 1).
a. Kursi
b. Meja
c. Lemari
6 Bahasa 9 2 a. Menanyakan pada
klien tentang benda
(sambil menunjukan
benda tersebut):
3 b. Minta klien untuk
mengulangi kata berikut:
Ada, Bukan, Dan
1 c. Minta klien untuk
mengikuti perintah
berikut yang terdiri 3
langkah:
1. Ambil kertas ditangan
anda
2. Lipat dua
3. Taruh di lantai
0 d. Perintahkan pada klien
untuk hal berikut (bila
aktifitas sesuai perintah
nilai satu poin).
e. Perintahkan kepada klien
untuk menulis kalimat
dan menyalin gambar.
Total nilai 30 29
Keterangan :
Skor 24-30 : normal
Nilai 18-23 : gangguan kognitif sedang
Nilai 0-17 : gangguan kognitif berat
Kesimpulan :
Dari ke 6 point yang diajukan, klien mendapatkan skor 29 yang artinya
klien tidak memiliki gangguan kognitif
b. IBD (Invebtaris Depresi Beck)
Tabel 6 : Inventaris Depresi Beck (IDB)
Sko Pernyataan
r
A. (Kesedihan):
3 Saya sangat sedih/tidak bahagia dimana saya tidak dapat
2 menghadapinya.
1 Saya galau/sedih sepanjang waktu dan tidak dapat keluar darinya.
0 Saya merasa sedih atau galau.
Saya tidak merasa sedih.

3 B. (Pesimisme):
2 Saya merasa bahwa masa depan adalah sia-sia dan sesuatu tidak dapat
1 membaik.
0 Saya merasa saya tidak mempuyai apa-apa untuk memandang ke
depan.
Saya merasa berkecil hati mengenai masa depan.
3 Saya tidak begitu pesimis atau kecil tentang masa depan.
2
C. (Rasa kegagalan):
1 Saya merasa saya benar-benar gagal sebagai seseorang (orang tua,
0 suami, istri).
Seperti melihat ke belakang hidup saya, semua yang dapat saya lihat
hanya kegagalan.
3 Saya merasa saya telah gagal melebihi orang pada umumnya.
2 Saya tidak merasa gagal.
1
0 D. (Ketidakpuasan):
Saya tidak puas dengan segalanya.
Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan dari apapun.
3 Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan.
2 Saya tidak merasa tidak puas.
1
0 E. (rasa bersalah):
Saya merasa seolah-olah saya sangat buruk atau tidak berharga.
Saya merasa sangat bersalah.
3 Saya merasa buruk atau tidak berharga sebagai bagian dari waktu
2 yang baik.
1 Saya tidak merasa benar-benar bersalah.
0
F. (Tidak menyukai diri sendiri):
Saya benci diri saya sendiri.
3 Saya muak dengan diri saya sendiri.
2 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri.
1 Saya tidak merasa kecewa dengan diri sendiri.
0
G. (Membahayakan diri sendiri):
Saya akan membunuh diri saya sendiri jika saya mempunyai
3 kesempatan.
Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri.
2 Saya merasa lebih mati.
Saya tidak mempunyai pikiran mengenai membahayakan diri sendiri.
1
0 H. (Menarik diri dari sosial):
Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak
peduli pada mereka semua.
3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan
2 mempunyai sedikit perasaan pada mereka.
1 Saya kurang berminat pada orang lain dari pada sebelumnya.
0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain.

I. (Keragu-raguan):
3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali.
2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan.
Saya berusaha mengambil keputusan.
1 Saya membuat keputusan yang baik.
0
J. (Perubahan gambaran diri):
Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikkan.
3 Saya merasa bahwa ada perubahan yang permanen dalam penampilan
2 saya, dan ini membuat saya tidak menarik.
1 Saya kuatir bahwa saya tampak tua atau tidak menarik.
0 Saya tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk dari pada
sebelumnya.
3 K. (Kesulitan kerja):
2 Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali.
1 Saya telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk
0 melakukan sesuatu.
Ini memerlukan upaya tambahan untuk mulai melakukan sesuatu.
Saya dapat bekerja kira-kira sebaik sebelumnya.

L. (Keletihan):
Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu.
Saya lelah untuk melakukan sesuatu.
Saya lelah lebih dari yang biasanya.
Saya tidak lebih lelah dari biasanya.

M. (Anoreksia):
3 Saya tidak lagi mempunyai nafsu makan sama sekali.
2 Nafsu makan saya sangat memburuk sekarang.
1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya.
0 Nafsu makan saya tidak buruk dari yang biasanya.
Penilaian:
0-4 Depresi tidak ada atau minimal.
5-7 Depresi ringan.
8-15 Depresi sedang.
≥16 Depresi berat.
Kesimpulan :
Dari beberapa pertanyaan diatas tentang depresi didapatkan nilai 2
yang artinya klien tidak mengalami depresi atau depresi minimal
B. Analisa Data
No Analisa Data Masalah
1 DS : Resiko tinggi
Klien mengatakan bila hipertensinya peningkatan penyakit
kambuh akan mengalami pusing sampai hipertensi b.d pola
kepala terasa berat makan kurang sehat
Klien mengatakan suka mengkonsumsi ikan
asin
DO :
- TD : 140/90 mmHg
- ND : 80x/menit
- RR : 20x/menit
- S : 37,5 derajat celcius
2 DS : Kurangnya pengetahuan
Klien mengatakan “ saya tidak tahu apa itu penyakit yang diderita
hipertensi dan apa penyebab dari hipertensi klien
itu ”
DO :
- Sering menanyakan buah
apa yang baik untuk
hipertensi
- Usia 70 tahun
- Klien bertanya bagaimana
cara mencegah hipertensi

C. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi peningkatan penyakit hipertensi b.d pola makan kurang sehat
2. Kurangnya pengetahuan penyakit yang diderita klien b.d kurangnya informasi
mengenai penyakit hipertensi
D. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Kriteria hasil intervensi paraf
1 Resiko tinggi setelah 1. klien dapat 1.Berikan penjelasan
peningkatan dilakukan mengetahui berapa banyak
penyakit tindakan makanan apa konsumsi garam
hipertensi b.d pola keperawata saja yang bisa di perhari F
makan kurang n Ny. R konsumsi bagi 2. Jelaskan makanan A
sehat mengetahui penderita yang baik bagi H
pola makan hipertensi penderita hipertensi M
sehat untuk 2. klien dapat 3. Jelaskan bahaya I
hipertensi mengetahui bila mengonsumsi
seberapa banyak garam berlebihan
garam di 4. Anjurkan klien
konsumsi untuk mengkontrol
perharinya makanan yang
mengandung garam
tinggi
2 Kurangnya Setelah 1. Klien dapat 1. Kaji pengetahuan
pengetahuan dilakukan menjawab klien mengenai
penyakit yang tindakan pertanyaan yang penyakit hipertensi F
diderita klien b.d keperawata diberikan 2.Berikan penjelasan A
kurangnya n klien 2. Klien dapat mengenai penyakit H
informasi dapat mengenal hipertensi kepada M
mengenai mengetahui penyakit yang klien I
penyakit penyakit dialaminya 3. Demonstrasikan
hipertensi yang 3. Tampak minuman untuk
dideritanya kooperatid dan hipertensi
tidak binggung 4.Evaluasi
pengetahuan klien
mengenai hipertensi

E. Implementasi dan Evaluasi


Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
24 Januari Resiko tinggi peningkatan 1.Memberikan S: Ny. R
2024 penyakit hipertensi b.d pola penjelasan berapa mengatakan sudah
makan kurang sehat banyak konsumsi mengetahui berapa
garam perhari banyak
2.Menjelaskan mengonsumsi garam
makanan yang baik bagi penderita
bagi penderita hipertensi. Ny. R
hipertensi mengatakan sudah
3.Menjeelaskan mengetahui
bahaya bila makanan apa saja
mengonsumsi garam yang bisa
berlebihan dikonsumsi bagi
4.Menganjurkan klien penderita hipertensi
untuk mengkontrol O: klien menjawab
makanan yang pertanyaan tentang
mengandung garam berapa banyak
tinggi mengonsumsi garam
perhari dan
menjawab
pertanyaan tentang
makanan apa saja
yang bisa di makan
bagi penderita
hipertensi
A: Intervensi
teratasi
P: Intervensi
dihentikan
25 Januari Kurangnya pengetahuan 1.Mengkaji S: Ny.R
2024 penyakit yang diderita klien b.d pengetahuan klien mengatakan sudah
kurangnya informasi mengenai mengenai penyakit mengerti tentang
penyakit hipertensi hipertensi hipertensi dan sudah
2.Memberikan mengerti bagaimana
penjelasan mengenai cara membuat jus
penyakit hipertensi belimbing dan
kepada klien kandungan yang ada
3.Mendemonstrasikan di belimbing
minuman jus O: klien menjawab
belimbing untuk 2 pertanyaan yang
hipertensi diberikan yaitu
4.Mengevaluasi tanda gejala dan
pengetahuan klien penyebab hipertensi
mengenai hipertensi Klien menjawab
paham tentang
materi yang
diberikan dan
bagaimana cara
membuat juas
belimbing
A: Intervensi teratas
P: Intervensi
dihentikan
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang
cukup berbahaya di seluruh dunia karena hipertensi merupakan faktor
risiko utama yang mengarah kepada penyakit kardiovaskuler seperti
serangan jantung, gagal jantung, stroke dan penyakit ginjal yang mana
pada tahun 2016 penyakit jantung iskemik dan stroke menjadi dua
penyebab kematian utama di dunia (WHO, 2018).
Data World Health Organization (WHO) lanjut usia dibagi
menjadi empat kriteria meliputi usia pertengahan (middle age) 45-59
tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia (old) 75-90 tahun,
usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun jumlah penduduk lansia di
indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI jumlah lansia
di Indonesia pada tahun 2017 diperkirakan sebanyak 23,66 juta jiwa.
Diprediksi jumlah lansia akan terus meningkat setiap tahunnya dimana
diprediksi pada tahun 2020 sebanyak 27,08 juta jiwa, tahun 2025
sebanyak 33,69 juta jiwa dan tahun 2030 sebanyak 40,95 juta jiwa
serta tahun 2035 sebanyak 48,19 juta jiwa (Kemenkes RI, 2017).
Prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada
penduduk usia >18 tahun sebesar (34,1%) tertinggi di Kalimantan
selatan (44,1%), sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%).
Estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620
orang, sedangkan angka kematian di Indonesia akibat hipertensi
sebesar 427.218 kematian (Riskesdas, 2018).
B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan bagi pembaca khususnya
mahasiswa/i Jurusan Keperawatan akper Husada Karya Jaya, hendaknya
memberikan asuhan 55 keperawatan lansia dengan benar dan tepat
sehingga dapat sesuai dengan evaluasi yang diharapkan.
PENKES
DAFTAR PUSTAKA

Ardiyaningsih. 2018. Gambaran Kadar Kolestreol Total Pada Penderita Hipertensi Di


Puskesmas Abiansemal III diakses 5 November 2021 melalui :
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/199/
Buana Dewi, Anggun. 2019. Gambaran Sikap Keluarga Terhadap Lansia Dengan
Hipertensi di Desa Tirtonirmolo Kasihan bantul diakses 5 November 2021
melalui :
Bumi, M. (2017).Berdamai Dengan Hipertensi. Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku
Bumi Medika
Carlson, W. (2016).Mengatasi Hipertensi. Cetakan I . Bandung : Penerbit Buku
Nuansa Cendekia.
Dewi. 2019. Konsep Dasar Lansia Penderita Hipertensi diakses 6 November 2021
melalui : http://eprints.umpo.ac.id
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3657/
Kholifah, S. N. 2016. Keperawatan Gerontik. Pusat Pendidikan Sumber Daya
Manusia Kesehatan Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia Kesehatan. Jakarta: Badan PPSDM Kesehatan.
Khushariyadi, 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba
Medika.
Novanto, Risky. 2020. Asuhan Keperawatan Gerontik diakses 5 November 2021
melalui: http://repository.pkr.ac.id/957/\
Ratnawati, Emmelia 2017. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press
Richardus Nahak, Gonzaga. 2019. Asuhan Kepeawatan Pada Tn.C dengan Hipertensi
diakses 6 November 2021 melalui : http://respository.poltekkes-kaltim.ac.id
Sya’diyah, Hidayatus. 2018 Keperawatan Lanjut Usia. Sidoarjo: Indomedia Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai