Anda di halaman 1dari 5

Sungai Kapuas adalah salah satu sungai yang berada di wilayah Kalimantan

Barat, Indonesia. Sungai ini memiliki panjang sekitar 1.143 km,


menjadikannya sungai terpanjang di Indonesia dan sungai terpanjang
ketiga di dunia setelah Sungai Nil dan Sungai Amazon . Sungai Kapuas
1

mengalir dari Pegunungan Muller di Kabupaten Kapuas Hulu hingga Selat


Karimata di Kabupaten Kubu Raya, melewati beberapa kota dan kabupaten
seperti Sintang, Sanggau, Sekadau, Melawi, Landak, Pontianak, dan
Mempawah . Sungai Kapuas memiliki banyak daya tarik, baik dari segi
2

sejarah, budaya, maupun alam. Berikut adalah beberapa pembahasan yang


lengkap tentang Sungai Kapuas.

Asal Usul Nama Kapuas


Nama Kapuas berasal dari nama sebuah daerah di lokasi tersebut, yaitu
Kabupaten Kapuas Hulu. Daerah ini merupakan hulu sungai yang menjadi
sumber air bagi Sungai Kapuas. Nama Kapuas sendiri berarti “air yang
jernih” dalam bahasa Dayak Ngaju, salah satu suku yang mendiami daerah
tersebut . Sungai Kapuas juga kerap disebut Sungai Kapuas Buhang atau
3

Sungai Batang Lawai. Buhang berarti “sungai” dalam bahasa Melayu


Pontianak, sedangkan Lawai merujuk pada nama sebuah daerah yang kini
dikenal sebagai Kabupaten Melawi. Anak sungai yang mengalir dari
Kabupaten Melawi hingga muara disebut Sungai Batang Lawai. Batang
adalah kata dari bahasa Ibanik yang berarti “air”. Bahasa Ibanik merupakan
suatu bahasa yang dituturkan oleh masyarakat di bagian barat Pulau
Borneo.

Legenda Sungai Kapuas


Sungai Kapuas memiliki legenda yang menarik untuk diketahui. Dalam
legenda tersebut diceritakan sebuah kerajaan bernama Kerajaan Kahayan
Hilir. Kerajaan tersebut aman dan sejahtera karena berada di bawah
pimpinan raja yang adil dan bijaksana. Raja memiliki dua anak kembar yang
bernama Naga dan Buaya. Sifat kedua putranya itu bertolak belakang
sehingga sang raja menjadi ragu untuk menentukan penerus tahtanya.
Sebelum mengambil keputusan, raja pergi ke suatu tempat di luar istana
untuk menyepi. Urusan kerajaan diserahkan kepada kedua putranya.
Ternyata, Naga menyalahgunakan kekuasaannya sehingga ditegur oleh
Buaya. Hal ini membuat keduanya bertengkar hingga berperang. Raja yang
mendengar hal itu menjadi marah, lalu mengutuk kedua anaknya menjadi
binatang seperti nama mereka. Keduanya pun pergi dari istana dan tinggal
di Sungai Kapuas. Hingga saat ini, masyarakat lokal percaya bahwa Naga
dan Buaya menjadi penunggu Sungai Kapuas.

Peran Sungai Kapuas bagi Masyarakat


Sungai Kapuas memiliki peran penting bagi kehidupan masyarakat di
sekitarnya. Sungai ini menjadi sumber air, transportasi, perdagangan,
pertanian, perikanan, pariwisata, dan kebudayaan. Sungai Kapuas juga
menjadi pemisah antara wilayah Kota Pontianak. Kecamatan Pontianak
Timur dan Pontianak Utara berada di sisi yang berbeda dengan Kecamatan
Pontianak Kota. Untuk menghubungkan kedua sisi, terdapat beberapa
jembatan yang melintasi Sungai Kapuas, seperti Jembatan Kapuas 1,
Jembatan Kapuas 2, dan Jembatan Kapuas 3. Selain itu, terdapat juga
perahu-perahu yang berfungsi sebagai angkutan umum di Sungai Kapuas.
Salah satu yang terkenal adalah perahu klotok, yang merupakan perahu
kayu bermesin yang dapat menampung sekitar 20 orang. Perahu klotok
biasanya digunakan untuk mengantar penumpang dari satu tepian sungai
ke tepian lainnya, atau dari satu kota ke kota lainnya.

Daya Tarik Wisata Sungai Kapuas


Sungai Kapuas memiliki banyak daya tarik wisata yang dapat dinikmati oleh
para pengunjung. Salah satu yang paling populer adalah menonton
fenomena alam yang disebut Equinox. Equinox adalah saat matahari tepat
berada di atas garis khatulistiwa, sehingga tidak ada bayangan yang
terbentuk di bumi. Fenomena ini terjadi dua kali dalam setahun, yaitu pada
bulan Maret dan September. Saat Equinox, matahari akan terbenam tepat
di tengah Sungai Kapuas, menciptakan pemandangan yang indah dan
menakjubkan. Banyak orang yang datang ke Sungai Kapuas untuk
menyaksikan momen ini, baik dari tepian sungai maupun dari perahu-
perahu yang berlayar di sungai.

Selain itu, terdapat juga beberapa tempat wisata lain yang berada di sekitar
Sungai Kapuas, seperti Taman Alun Kapuas, Pelabuhan Dwikora, Tugu
Digulis, Masjid Mujahidin, Museum Negeri Pontianak, dan lain-lain. Taman
Alun Kapuas adalah taman yang berada di tepian Sungai Kapuas, yang
menjadi tempat rekreasi dan bersantai bagi masyarakat. Di sini, pengunjung
dapat menikmati pemandangan sungai, bermain perahu, bersepeda, atau
berjalan-jalan di sekitar taman.

Pelabuhan Dwikora adalah pelabuhan yang menjadi pusat aktivitas


perdagangan dan transportasi di Sungai Kapuas. Di sini, pengunjung dapat
melihat berbagai jenis perahu yang berlabuh, seperti perahu klotok, perahu
motor, perahu layar, dan perahu nelayan.

Tugu Digulis adalah monumen yang berbentuk perahu layar yang menjadi
simbol Kota Pontianak. Tugu ini terletak di persimpangan Jalan Ahmad Yani
dan Jalan Gajah Mada, yang merupakan titik nol kota. Masjid Mujahidin
adalah masjid yang menjadi pusat kegiatan keagamaan dan sosial di Kota
Pontianak. Masjid ini memiliki arsitektur yang megah dan menawan,
dengan menara yang tinggi dan kubah yang besar.

Museum Negeri Pontianak adalah museum yang menyimpan berbagai


koleksi sejarah, budaya, dan alam Kalimantan Barat. Di sini, pengunjung
dapat melihat berbagai benda-benda peninggalan kerajaan, senjata
tradisional, pakaian adat, kerajinan tangan, flora dan fauna, dan lain-lain.

Dalam kompleksitas sejarah Gunung Salak, terdapat fakta menarik mengenai asal-usul namanya
yang menyimpan keunikan tersendiri. Meskipun mungkin banyak yang mengira bahwa nama
"Salak" memiliki keterkaitan dengan buah salak, kenyataannya jauh berbeda.

Nama ini bukanlah sekadar penunjuk jenis tanaman, melainkan membawa unsur mistis dengan
berasal dari bahasa Sansekerta, yakni "salaka," yang menerjemahkan sebagai "perak." Ketika kita
menyelami makna ini, Gunung Salak tak lagi hanya menjadi ikon alam, tetapi juga mengandung
kemungkinan bahwa setiap puncak dan lekuknya menyimpan rahasia sejarah dan kehidupan yang
mungkin terlupakan.

2. Jejak Letusan Bersejarah


Gunung Salak menjadi saksi bisu perjalanan waktu sejak abad ke-16, menyimpan catatan jejak
letusan yang membentuk esensi dan karakternya. Seiring berjalannya waktu, letusan terbesar
yang tercatat pada tahun 1699 menandai momen dramatis dalam sejarah geologisnya. Tak hanya
merusak, letusan tersebut bersifat magmatis, menciptakan kawah-kawah yang kemudian dikenal
sebagai Kawah Ratu, Kawah Cikuluwung Putri, dan Kawah Hirup.

Jejak-jejak aktivitas vulkanis ini bukan hanya pemandangan dramatis yang dapat diamati, tetapi
juga merupakan arsip hidup tentang bagaimana Gunung Salak menjadi apa yang kita lihat hari
ini. Sebuah perjalanan melintasi lerengnya bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan
melintasi sejarah geologis yang kaya.

Gunung Salak, sebagai perwakilan keajaiban alam di Pulau Jawa, menjadi rumah bagi
keanekaragaman hayati yang memukau. Keseimbangan ekosistemnya menciptakan lingkungan
yang mendukung hidup lebih dari 232 jenis burung yang tercatat. Dalam eksplorasi alam Gunung
Salak, pengamat burung dapat menyaksikan keelokan elang jawa, kehadiran ayam-hutan merah
yang menarik, dan keunikan tringgiling yang melengkapi kekayaan biologis gunung ini.

Keberagaman hayati ini tidak hanya menjadi daya tarik bagi para pecinta alam, tetapi juga
memberikan nilai ekologis yang tinggi, menjadikan Gunung Salak sebagai lanskap yang
memainkan peran penting dalam menjaga keanekaragaman hayati di Pulau Jawa.

4. Tantangan Pendakian yang Tinggi


Meskipun ketinggiannya relatif rendah, Gunung Salak menawarkan tantangan pendakian yang
tinggi bagi para petualang. Terlepas dari angka ketinggian puncak, medan yang sulit dan vegetasi
yang rapat menjadikan setiap langkah pendaki sebagai ujian keberanian dan keterampilan.

Keunikan pendakian di Gunung Salak bukan hanya terletak pada pemandangan indahnya, tetapi
juga pada keintensitasan pengalaman fisik yang ditawarkan. Dengan jalur-jalur yang beragam,
setiap pendaki memiliki kesempatan untuk menaklukkan Gunung Salak melalui rute yang sesuai
dengan tingkat keberanian dan ketrampilan mereka. Tantangan ini menciptakan pengalaman
mendalam yang menjadi cermin kegigihan dan ketangguhan di alam bebas.

4 dari 5 halaman

5. Catatan Kecelakaan Pesawat


Catatan hitam kecelakaan pesawat menjadi bayang-bayang yang mengikuti keelokan gunung ini.
Pada tahun 2012, tragedi menimpa kawasan ini ketika pesawat Sukhoi Superjet 100 mengalami
kecelakaan yang merenggut banyak nyawa. Kecelakaan ini, sayangnya, bukan yang pertama kali
terjadi di Gunung Salak.

Sebelumnya, pada tahun 2002 dan 1992, insiden pesawat lain juga menghantam kawasan ini
dengan kecelakaan yang mengejutkan. Nuansa misteri dan aura berbahaya melingkupi gunung
ini, menandakan bahwa kecantikan alamnya juga menyimpan peringatan tentang ketidakdugaan
dan tantangan yang mungkin dihadapi oleh mereka yang menjelajahinya.

6. Kawasan Konservasi Terluas di Pulau Jawa


Di balik tragedi dan misteri, Gunung Salak juga berperan sebagai penjaga keberagaman
ekosistem di Pulau Jawa. Menjadi bagian integral dari Taman Nasional Gunung Halimun-Salak,
gunung ini membentang ke luas sekitar 113.357 hektare. Taman nasional ini bukan hanya sekadar
kawasan konservasi, tetapi juga wilayah penting yang memelihara keberagaman flora dan fauna.
Dengan ekosistem hutan hujan tropisnya yang berlimpah, Gunung Salak menjadi penanda
keberhasilan upaya pelestarian alam.
Kawasan ini memberikan perlindungan bagi banyak spesies langka dan endemik, menciptakan
harmoni antara manusia dan alam. Sebagai kawasan konservasi terluas di Pulau Jawa, Gunung
Salak memberikan contoh nyata tentang bagaimana manusia dapat hidup berdampingan dengan
alam dan melestarikan keanekaragaman hayati untuk generasi mendatang.

5 dari 5 halaman

7. Tradisi dan Pantangan yang Dilestarikan


Desa Giri Jaya di lereng Gunung Salak bukan hanya tempat tinggal bagi warga, tetapi juga
menyimpan warisan tradisi yang telah terjalin selama ratusan tahun. Salah satu peristiwa yang
menarik adalah tradisi Seren Taun, sebuah perayaan kuno yang diperingati sebagai ungkapan
syukur atas hasil panen yang melimpah. Dalam setiap perayaan ini, masyarakat adat Sunda
dengan khidmat merayakan kesejahteraan yang diberikan oleh tanah subur di sekitar Gunung
Salak.

Tradisi ini bukan hanya sekadar acara ritual, tetapi juga bagian dari warisan budaya yang
dilestarikan dengan penuh kebanggaan, menciptakan ikatan kuat antara manusia dan lingkungan
sekitar yang penuh berkah. Namun, di tengah keindahan tradisi yang menghiasi lereng Gunung
Salak, juga terdapat pantangan-pantangan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat. Salah
satu larangan adalah memetik bunga anggrek secara sembarangan.

8. Tempat Kursus Alam Bebas dan Arena Berkemah


Gunung Salak bukan hanya destinasi wisata alam biasa, tetapi juga menyediakan tempat-tempat
yang cocok untuk kegiatan alam bebas. Cagar Alam Sukamantri menjadi tuan rumah bagi arena
pelatihan survival, di mana para pecinta petualangan dapat memperoleh pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan untuk bertahan di alam liar.

Sementara itu, di Batu Tapak, hutan lindung Bukit Cangkuang, tersedia arena berkemah yang
memanjakan para penggemar petualangan dengan pemandangan alam yang menakjubkan.
Kawasan ini tidak hanya menjadi ajang pembelajaran tentang kehidupan alam, tetapi juga
menjadi panggung di mana manusia dapat merasakan kehidupan sederhana di bawah langit
terbuka, menjalin koneksi yang lebih erat dengan alam.

Anda mungkin juga menyukai