Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan sekolah dasar sebagai jenjang paling dasar pada pendidikan


formal mempunyai peran besar bagi keberlangsungan proses pendidikan
selanjutnya. Hal ini sesuai dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun
2003 pasal 17 ayat 1 yang menyebutkan bahwa “ Pendidikan dasar
merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan
menengah.” Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan untuk Satuan
Pendidikan Dasar (Tahun 2007 Semester I&II) dijelaskan bahwa “Tujuan
Pendidikan Dasar adalah meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlaq mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut.”
Sama halnya dengan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Pendidikan di
madrasah Ibtidaiyah (MI) bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar
“baca, tulis, hitung” belajar dan keterampilan dasar bermanfaat bagi semua
siswa dengan tingkat perkembangannya serta mempersiapkan mereka
untuk mengikuti pendidikan di SLTP. Terkait dengan tujuan memberikan
bekal kemampuan dasar “baca, tulis”, maka pengajaran bahasa indonesia
di MI menjadi sangat penting.

B. Rumusan Masalah

1. Apa tujuan pendidikan di SD/MI ?


2. Apa saja bahan atau materi pembelajaran di SD/MI ?
3. Apa metode pendidikan di SD/MI ?
4. Bagaimana Pendidik di SD/MI ?
5. Bagaimana Pebelajar di SD/MI ?
6. Bagaimana alat atau media pendidikan di SD/MI ?

1
7. Bagaimana lingkungan pendidikan di SD/MI ?

C. Tujuan

Adapun tujuan - tujuan dari pembuatan makalah “Mengindentifikasi


Permasalahan di SD/MI ” adalah sebagai berikut :
1) Memenuhi tugas mata kuliah Landasan Kependidikan.
2) Mengetahui apa tujuan pendidikan di SD/MI.
3) Mengetahui apa saja bahan atau materi pembelajaran di SD/MI.
4) Mengetahui apa metode pendidikan di SD/MI.
5) Mengetahui bagaimana Pendidik di SD/MI.
6) Mengetahui bagaimana Pebelajar di SD/MI.
7) Mengetahui bagaimana alat atau media pendidikan di SD/MI.
8) Mengetahui bagaimana lingkungan pendidikan di SD/MI.
9) Mengetahui komponen-komponen dalam system pendidikan di SD/MI beserta
permasalahannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI)

Pelajar sekolah dasar umumnya berusia 7-12 tahun. Di Indonesia,


setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar,
yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun. Berdasar pada amanat
Undang-undang Dasar 1945, maka pengertian pendidikan di sekolah dasar
merupakan upaya untuk mencerdaskan dan mencetak kehidupan bangsa
yang bertaqwa, cinta dan bangga terhadap bangsa dan negara, terampil,
kreatif, berbudi pekerti yang santun serta mampu menyelesaikan
permasalahan di lingkungannya. Pendidikan di sekolah dasar merupakan
pendidikan anak yang berusia antara 7 sampai dengan 13 tahun sebagai
pendidikan di tingkat dasar yang dikembangkan sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat
setempat bagi siswa.
Sedangkan Madrasah Ibtidaiyah yang kedudukannya setara dengan
Sekolah Dasar (SD) di Departemen Pendidikan Nasional dianggap sebagai
satu jenjang pendidikan formal yang paling penting dalam perkembangan
setiap individu. Jenjang pendidikan ini mengajarkan tentang dasar-dasar
ilmu pengetahuan, seperti membaca, menulis, dan berhitung serta
menanamkan dasar-dasar nilai moral kepada setiap anak. Merupakan
kewajiban para orangtua untuk mendorong anak-anak agar dapat
menyelesaikan jenjang pendidikan ini yang merupakan dasar penting
sebelum melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi untuk
meraih gelar-gelar terhormat dan prestasi-prestasi lainnya. Sama halnya
dengan Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah, dibagi menjadi Madrasah
IbtidaiyahNegeri (MIN) dan Madrasah IbtidaiyahSwasta (MIS). Yang

3
disebut terakhir pengelolaannya dapat dilakukan oleh perseorangan
maupun kelompok.

B. Mengidentifikasi Permasalahan di SD/MI Ditinjau dari 7 Komponen


dalam Sistem Pendidikan.

Komponen strategi belajar mengajar merupakan salah satu bagian


dari sebuah sistem lingkungan pendidikan yang berperan dalam
menciptakan proses belajar yang terarah pada tujuan tertentu. Keberhasilan
dalam pencapaian tujuan pengajaran tergantung pada mutu masing-masing
masukan dan cara memprosesnya dalam kegiatan belajar-mengajar. Oleh
karena itu, jika kita ingin mencapai suatu standar mutu yang sama, maka
perlu memperhatikan ketujuh komponen berikut :

1. Tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran merupakan acuan yang


dipertimbangkan untuk memilih strategi belajar-mengajar. Tujuan
pengajaran yang berorientasi pada pembentukan sikap tentu tidak akan
dapat dicapai jika strategi belajar-mengajar berorientasi pada dimensi
kognitif.
2. Guru. Masing-masing guru berbeda dalam pengalaman pengetahuan,
kemampuan menyajikan pelajaran, gaya mengajar, pandangan hidup,
maupun wawasannya. Perbedaan ini mengakibatkan adanya perbedaan
dalam pemilihan strategi belajar-mengajar yang digunakan dalam
program pengajaran.
3. Peserta didik. Di dalam kegiatan belajar-mengajar, peserta didik
mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Seperti lingkungan
sosial, lingkungan budaya, gaya belajar, keadaan ekonomi, dan tingkat
kecerdasan. Masing-masing berbeda-beda pada setiap peserta didik.
Makin tinggi kemajemukan masyarakat, makin besar pula perbedaan
atau variasi ini di dalam kelas. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam
menyusun suatu strategi belajar-mengajar yang tepat.

4
4. Materi pelajaran. Materi pelajaran dapat dibedakan antara materi formal
dan materi informal. Materi formal adalah isi pelajaran yang terdapat
dalam buku teks resmi (buku paket) di sekolah, sedangkan materi
informal ialah bahan-bahan pelajaran yang bersumber dari lingkungan
sekolah yang bersangkutan. Bahan-bahan yang bersifat informal ini
dibutuhkan agar pengajaran itu lebih relevan dan aktual. Komponen ini
merupakan salah satu masukan yang tentunya perlu dipertimbangkan
dalam strategi belajar-mengajar.
5. Metode pengajaran. Ada berbagai metode pengajaran yang perlu
dipertimbangkan dalam strategi belajar-mengajar. Ini perlu, karena
ketepatan metode akan mempengaruhi bentuk strategi belajar-mengajar.
6. Media pengajaran. Media, termasuk sarana pendidikan yang tersedia,
sangat berpengaruh terhadap pemilihan strategi belajar-mengajar.
Keberhasilan program pengajaran tidak tergantung dari canggih atau
tidaknya media yang digunakan, tetapi dari ketepatan dan keefektifan
media yang digunakan oleh guru.
7. Lingkungan Pendidikan, lingkungan yang tidak bertanggung jawab
secara langsung terhadap kedewasaan anak didik, namun merupakan
faktor yang sangat menentukan yaitu pengaruhnya yang sangat besar
terhadap anak didik, sebab bagaimanapun anak tinggal adlam satu
lingkungan yang disadari atau tidak pasti akan mempengaruhi anak.
Pada dasarny lingkungan mencakup lingkungan didik, lingkungan
budaya, dan lingkungan sosial.

B.1. Tujuan Pendidikan di SD/MI

Tujuan pendidikan adalah seperangkat hasil pendidikan yang


dicapai oleh peserta didik setelah diselenggarakan kegiatan pendidikan.
Seluruh kegiatan pendidikan, yakni bimbingan pengajaran atau latihan,
diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan itu. Dalam konteks ini tujuan
pendidikan merupakan komponen dari sistem pendidikan yang menempati

5
kedudukan dan fungsi sentral. Itu sebabnya setiap tenaga pendidikan perlu
memahami dengan baik tujuan pendidikan (Suardi, 2010:7).
Tujuan pendidikan nasional dalam Pembukaan UUD 1945 adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa. Kecerdasan yang dimaksud disini bukan
semata-mata kecerdasan yang hanya berorientasi pada kecerdasan
intelektual saja, melainkan kecerdasan meyeluruh yang mengandung
makna lebih luas.
Tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UU No.20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 berbunyi :
”…bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Apakah tujuan pembelajaran di SD/MI sudah terealisasikan


(terwujud) ?

Berbicara tentang apakah tujuan pendidikan sudah tercapai atau


belum maka terlebih dahulu harus dipahami apakah indikator pencapaian
tujuan pendidikan tersebut. Untuk mengukur apakah tujuan pendidikan di
suatu negara sudah tercapai atau belum maka tujuan yang ideal itu perlu
dirincikan menjadi tujuan yang lebih sederhana lagi agar dapat diamati dan
diukur tingkat pencapaiannya. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa tujuan
pendidikan di Indonesia dapat dibagi dalam empat jenjang yakni tujuan
pendidikan nasoinal, tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan
instruksional. Tujuan suatu pembelajaran akan tercapai bila dipersiapkan
secara matang oleh pihak pendidik melalui suatu perencanaan
pembelajaran yang baik dan sistematis. Bila dilaksanakan dengan sebaik
mungkin maka tujuan pendidikan yang telah dirumuskan dalana tujuan
pembelajaran akan terwujud. Pembelajaran dikatakan berhasil bila tujuan
pembelajaran dapat dicapai dan dikuasai oleh peserta didik. Untuk dapat

6
mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi yang telah
diajarkan, perlu dilakukan evaluasi. Indikator keberhasilan ini dapat
diketahui dari hasil evaluasi. Jika sebagian besar peserta didik telah
menguasai dan memahami materri yang diajarkan maka dapat dikatakan
tujuan pembelajaran telah tercapai. Biasanya para pendidik mencantumkan
derajat tingkat keberhasilan dalam rencana pembelajarannya seperti
pembelajaran dikatakan berhasil jika 80 % peserta didik menguasai materi
yang diajarkan sebesar 75 %. Bila setiap pembelajaran yang berlangsung
dapat mewujudkan tercapainya tujuan pembelajaran secara optimal maka
tujuan kurikulernya telah tercapai pula. Dan bila seluruh lembaga
pendidikan dapat mewujudkan tujuan pendidikan pada masing-masing
lembaganya maka tujuan pendidikan yang diinginkan oleh negara tersebut
telah tercapai. Namun bila dalam pelaksanaannya tujuan pendidikan belum
tercapai optimal maka perlu dilakukan upaya tindak lanjut guna
memperbaikinya seperti adanya program remedial serta layanan belajar
lainnya. Selain melakukan upaya ini, rencana tindak lanjut dapat juga
berupa adanya revisi pada komponen-komponen yang terlibat dalam
aktivitas pembelajaran sehingga dapat berfungsi lebih efektif dan efisien.
Upaya revisi ini dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja seluruh
komponen agar dapat menghasilkan out put yang bermutu yang tanggap
terhadap perkembangan IPTEKS serta sesuai dengan kebutuhan
masyarakatnya.

B.2. Permasalahan Ditinjau dari Pendidik/Guru di SD/MI

1. Guru tidak menekuni profesinya secara utuh, hal tersebut dapat terlihat
dari rendahnya profesionalisme guru. Masalah yang timbul adalah seorang
gur tidak bida mendidik anak didiknya dengan baik, misalnya malah
melakukan tindak kekerasan atau pelecehan seksual yang terjadi pada muri
sekolah dasar JIS.

7
2. Guru yang belum memiliki kompetensi yang cukup untuk mengajar,
dengan pemilikan kompetensi, guru dapat dilihat kemampuannya dalam
melaksanakan tugas-tugas dan tanggungjawabnya. Minimal untuk
mengajar di jenjang SD/MI adalah guru dengan lulusan pendidikan
minimal S1 agar berkompeten dalam mengajar peserta didiknya.
3. Guru yang menggunakan pola mengajar konvensional dari pada
berdasarkan kompetensi, sehingga bisa dipastikan siswa tidak dapat
berkembang sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya.
4. Beban kerja guru tinggi, sehingga akan berdampak pada kualitas materi
yang disampaikan guru kepada peserta didik. Karena terkadang para guru
memikirkan akan banyak tugas yang dijalaninya, akan dijadikan suat
beban, sehingga dalam proses pembelajaran anak SD/MI yang butuh
kesabaran lebih dalam mengajar tidak akan terealisasikan.
5. Masih ada guru yang mengabaikan aspek-aspek mengenai dasar-dasar
mengajar, sehingga siswa banyak yang dijadikan patung/bersifat pasif.
Biasanya permasalahannya berhubungan dengan caa mengajar yang tidak
tepat, misalnya metode pembelajarannya sehingga membuat anak didik
tidak berkembang.

B.3. Permasalahan Ditinjau dari Peserta Didik/Pebelajar di SD/MI

B.3.1. Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar (SD/MI)

1. Senang bermain.

Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan


kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih – lebih untuk
kelas rendah. Guru sd seyogiyanya merancang model pembelajaran
yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Guru
hendaknya mengembangkan model pengajaran yang serius tapi santai.
Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya diselang saling antara mata
pelajaran serius seperti ipa, matematika, dengan pelajaran yang

8
mengandung unsur permainan seperti pendidikan jasmani, atau seni
budaya dan keterampilan

2. Senang bergerak,

Orang dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan anak SD


dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena
itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang
memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk
duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai
siksaan.

3. Anak senang bekerja dalam kelompok.

Dari pergaulanya dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-


aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi
aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung
pada diterimanya dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab,
belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), mempelajarai
olah raga dan membawa implikasi bahwa guru harus merancang model
pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar
dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi. Karakteristik ini
membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran
yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok.
Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan
anggota 3-4 orang untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas
secara kelompok.

4. Senang merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu secara


langsung.

Ditinjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki


tahap operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia

9
belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep
lama. Berdasar pengalaman ini, siswa membentuk konsep-konsep
tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, jenis kelamin, moral,
dan sebagainya. Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran
akan lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri, sama halnya
dengan memberi contoh bagi orang dewasa. Dengan demikian guru
hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak
terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh anak akan
lebih memahami tentang solat jikalangsung dengan prakteknya.

B.3.2. Kebutuhan siswa

Bertolak dari kebutuhan peserta didik. Pemaknaan kebutuhan


siswa SD dapat diidentifikasi dari tugas-tugas perkembangannya. Tugas-
tugas perkembangan adalah.

”tugas-tugas yang muncul pada saat atau suatu periode tertentu dari
kehidupan individu, yang jika berhasil akan menimbulkan rasa bahagia
dan membawa arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas
berikutnya, sementara kegagalan dalam melaksanakan tugas tersebut
menimbulkan rasa tidak bahagia, ditolak oleh masyarakat dan kesulitan
dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya” .

Tugas-tugas perkembangan yang bersumber dari kematangan


fisik diantaranya adalah belajar berjalan, belajar melempar menangkap dan
menendang bola, belajar menerima jenis kelamin yang berbeda dengan
dirinya,. Beberapa tugas pekembangan terutama bersumber dari
kebudayaan seperti belajar membaca, menulis dan berhitung, belajar
tanggung jawab sebagai warga negara. Sementara tugas-tugas
perkembangan yang bersumber dari nilai-nlai kepribadian individu
diantaranya memilih dan mempersiapkan untuk bekerja.

10
Anak usia SD ditandai oleh tiga dorongan ke luar yang besar yaitu

1. kepercayaan anak untuk keluar rumah dan masuk dalam kelompok


sebaya
2. kepercayaan anak memasuki dunia permainan dan kegiatan yang
memperlukan keterampilan fisik, dan
3. kepercayaan mental untuk memasuki dunia konsep, logika, dan ligika
dan simbolis dan komunikasi orang dewasa.

Dengan demikian pemahaman terhadap karakteristik peserta


didik dan tugas-tugas perkembangan anak SD dapat dijadikan titik awal
untuk menentukan tujuan pendidikan di SD, dan untuk menentukan waktu
yang tepat dalam memberikan pendidikan sesuai dengan kebutuhan
perkembangan anak itu sendiri.

B.3.3. Aplikasi Pemenuhan kebutuhan siswa disekolah

1. Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis

a. Menyediakan program makan siang yang murah atau bahkan gratis,


b. Menyediakan ruangan kelas dengan kapasitas yang memadai dan
temperatur yang tepat,
c. Menyediakan kamar mandi/toilet dalam jumlah yang seimbang.
d. Menyediakan ruangan dan lahan untuk istirahat bagi siswa yang
representatif

2. Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman:

a. Sikap guru menyenangkan, mampu menunjukkan penerimaan


terhadap siswanya, dan tidak menunjukkan ancaman atau bersifat
menghakimi.
b. Adanya ekspektasi yang konsisten

11
c. Mengendalikan perilaku siswa di kelas/sekolah dengan menerapkan
sistem pendisiplinan siswa secara adil.
d. Lebih banyak memberikan penguatan perilaku (reinforcement)
melalui pujian/ ganjaran atas segala perilaku positif siswa dari pada
pemberian hukuman atas perilaku negatif siswa.

3. Pemenuhan Kebutuhan Kasih Sayang atau Penerimaan:

a. Hubungan Guru dengan Siswa:


1) Guru dapat menampilkan ciri-ciri kepribadian : empatik, peduli
dan intereres terhadap siswa, sabar, adil, terbuka serta dapat
menjadi pendengar yang baik.
2) Guru dapat menerapkan pembelajaran individu dan dapat
memahami siswanya (kebutuhan, potensi, minat, karakteristik
kepribadian dan latar belakangnya)
3) Guru lebih banyak memberikan komentar dan umpan balik yang
positif dari pada yang negatif.
4) Guru dapat menghargai dan menghormati setiap pemikiran,
pendapat dan keputusan setiap siswanya.
5) Guru dapat menjadi penolong yang bisa diandalkan dan
memberikan kepercayaan terhadap siswanya.
b. Hubungan Siswa dengan Siswa:
1) Sekolah mengembangkan situasi yang memungkinkan
terciptanya kerja sama mutualistik dan saling percaya di antara
siswa
2) Sekolah dapat menyelenggarakan class meeting, melalui
berbagai forum, seperti olah raga atau kesenian.
3) Sekolah mengembangkan diskusi kelas yang tidak hanya untuk
kepentingan pembelajaran.
4) Sekolah mengembangkan bentuk-bentuk ekstra kurikuler yang
beragam.

12
4. Pemenuhan Kebutuhan Harga Diri:

a. Mengembangkan Harga Diri Siswa


1) Mengembangkan pengetahuan baru berdasarkan latar
pengetahuan yang dimiliki siswanya (scaffolding)
2) Mengembangkan sistem pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan siswa
3) Memfokuskan pada kekuatan dan aset yang dimiliki setiap
siswa
4) Mengembangkan strategi pembelajaran yang bervariasi
5) Selalu siap memberikan bantuan apabila para siswa mengalami
kesulitan
6) Melibatkan seluruh siswa di kelas untuk berpartisipai dan
bertanggung jawab.
7) Ketika harus mendisiplinkan siswa, sedapat mengkin
dilakukan secara pribadi, tidak di depan umum.
b. Penghargaan dari pihak lain
1) Mengembangkan iklim kelas dan pembelajaran kooperatif
dimana setiap siswa dapat saling menghormati dan
mempercayai, tidak saling mencemoohkan.
2) Mengembangkan program “star of the week”
3) Mengembangkan program penghargaan atas pekerjaan, usaha
dan prestasi yang diperoleh siswa.
4) Mengembangkan kurikulum yang dapat mengantarkan setiap
sisiwa untuk memiliki sikap empatik dan menjadi pendengar
yang baik.
5) Berusaha melibatkan para siswa dalam setiap pengambilan
keputusan yang terkait dengan kepentingan para siswa itu
sendiri.

13
c. Pengetahuan dan Pemahaman
1) Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk
mengeksplorasi bidang-bidang yang ingin diketahuinya.
2) Menyediakan pembelajaran yang memberikan tantangan
intelektual melalui pendekatan discovery-inquiry
3) Menyediakan topik-topik pembelajaran dengan sudut pandang
yang beragam
d. Estetik
1) Menata ruangan kelas secara rapi dan menarik
2) Menempelkan hal-hal yang menarik dalam dinding ruangan,
termasuk di dalamnya memampangkan karya-karya seni siswa
yang dianggap menarik.
3) Ruangan dicat dengan warna-warna yang menyenangkan
4) Memelihara sarana dan pra sarana yang ada di sekeliling
sekolah
5) Ruangan yang bersih dan wangi
6) Tersedia taman kelas dan sekolah yang tertata indah

5. Pemenuhan Kebutuhan Akatualisasi Diri

a. Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk melakukan hal


yang terbaiknya.
b. Memberikan kebebasan kepada siswa untuk menggali dan
menjelajah kemampuan dan potensi yang dimilikinya
c. Menciptakan pembelajaran yang bermakna dikaitkan dengan
kehidupan nyata.
d. Perencanaan dan proses pembelajaran yang melibatkan aktivitas
meta kognitif siswa.

14
B.4. Permasalahan Ditinjau dari Materi Pembelajaran di SD/MI

A. Kurikulum di MI
Pada dasarnya kurikulum di MI sama dengan kurikulum di
sekolah dasar, hanya saja pada MI terdapat porsi lebih banyak mengenai
pendidikan agama islam. Selain mengajarkan mata pelajaran sebagaimana
sekolah dasar, juga ditambah dengan pelajaran-pelajaran seperti Alquran
dan Hadis, Akidah dan Akhlak, fiqih, sejarah kebudayaan islam dan
bahasa arab.
Sebagai gambaran berikut ini disajikan tabel struktur program
madrasah ibtidaiyah.
STRUKTUR KURIKULUM
MADRASAH IBTIDAIYAH

KOMPONEN KELAS dan ALOKASI WAKTU


I II III IV V VI
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama Islam
(PAI)
a. Al-Qur’an Hadis 1 1 1 1 1 2
b. Akidah Akhlak 2 2 2 1 1 2
c. Fiqih 2 2 2 2 2 2
d. Sejarah Kebudayaan Islam - - 2 2 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 5 5 5 5 5 8
4. Bahasa Arab 1 1 1 2 2 2
5. Matenatika 5 5 5 5 5 8
6. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 2 2 2 3 4 5
7. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 2 2 2 3 3 4
8. Seni Budaya dan Ketrampilan 3 3 3 3 3 3

15
9. Pendidikan Jasmani, 3 3 3 3 3 3
Olahraga,dan Kesehatan
B. Muatan Lokal
1. Bahasa Inggris 1 1 1 1 1 1
2. Bahasa Daerah/Jawa 1 1 1 1 1 1
3.Aswaja/ke-Nu-an - - - 1 1 1
4. Komputer - - - - - -
5. Pengembangan Diri 2 2 4 4 4 2
6. Al Qur’an Metode Qiraati 8 8 8 8 8 -
Jumlah 40 40 46 46 46 46

B. Kurikulum di SD
Sebagai lembaga formal yang bernaung di bawah Depdiknas,
kurikulum yang digunakan oleh SD adalah kurikulum nasional yang
ditetapkan Depdiknas yang berlaku saat ini yaitu Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Berdasarkan rambu-rambu yang ditetapkan
Depdiknas tersebut kemudian dijabarkan ke dalam program-program
pembelajaran yang disesuaikan dengan visi dan misi sekolah.

C. Perbandingan Kurikulum di MI dan SD


Dari uraian di atas kita dapat mengetahui kurikulum di MI dan
SD dengan beberapa perbedaan sebagai berikut:
1. Pada kurikulum di MI Pendidikan Agama dibedakan menjadi beberapa
mata pelajaran diantaranya: Sejarah Kebudayaan Islam, Aqidah Akhlak,
Qur’an Hadist, Bahasa Arab, Fiqih. Sedangkan di SD hanya ada mata
pelajaran Pendidikan Agama.
2. Pada kurikulum di MI terdapat banyak jam pembelajaran dibanding SD.
3. Muatan local MI berbasis Islam sedangkan SD bersifat umum seperti
Komputer, dan sebagainya.

16
B.5. Permasalahan Ditinjau dari Metode Pembelajaran di SD/MI

Mengajar anak Sekolah Dasar (SD) tentunya akan lebih sulit, karena
pada tahap ini mereka mengalami masa transisi di mana baru memasuki
proses belajar yang serius. Menjadi seorang guru SD tentunya banyak hal
yang harus diperhatikan agar pembelajaran menjadi efektif, seperti : suara
yang lantang dan juga intonasi yang beragam, selain itu dibutuhkan juga
waktu untuk beristirahat dengan menyediakan ice breaker mengingat bahwa
waktu konsentrasi mereka cenderung singkat. Berikut adalah beberapa teknik
mengajar anak SD :

1. Teknik Individual, terdiri dari:


a. Directive counseling

Guru membuka jalan pemecahan karena anak yang belum matang


mendiagnosis sendiri sukar memecahkan masalahnya, tanpa bantuan
dari pihak lain yang berpengalaman.

b. Non-directive counseling

Fokus pada anak yang bermasalah dan sang anak yang menentukan
sendiri apakah dia membutuhkan pertolongan dari pihak lain.

c. Eclective counseling

Masalah yang dihadapi itulah yang harus ditangani. Merupakan teknik


bimbingan kelompok yang bertujuan secara luwes, sehingga tentang
apa yang dipergunakan setiap waktu dapat diubah kalau memang
diperlukan.

2. Teknik Kelompok, terdiri dari:


a. Home room

17
Agar para guru atau pertugas bimbingan dapat mengenal murid-
muridd secara lebih tepat sehingga dapat membantunya secara lebih
efektif (Eddy Hendrarno, dkk; 2003). Jumlah anggota kelompok dapat
berupa kelompok kecil (5-10 orang) maupun kelompok besar (25-30
orang). Tujuan teknik home room, selain untuk mengidentifikasikan
masalah dapat pula membantu siswa untuk mampu menghadapi dan
mengatasi masalahnya
b. Field drip (karya wisata)
Kegiatan karyawisata selain mrupakan kegiatan rekreasi ataupun salah
satu metode mengajar, dapat pula difungsikan sebagai salah satu
teknik dalam bimbingan kelompok (Djumhur dalam Eddy Hendrarno,
dkk;2003). Melalui kegiatan karyawisata pertugas bimbingan dapat
mengarahkan murid untuk belajar melakukan penyesuaian diri dalam
kehidupan kelompok.. Tujuan teknik ini adalah pemberian informasi,
pembentukan sikap dan pengembangan bakat serta minat.
c. Group discussion
Bimbingan kelompok yang dilakukan dalam kelompok kecil (5-10
orang). Pada umumya diskusi kelompok berlangsung antara 30-60
menit.
d. Pelajaran bimbingan
Bimbingan dilakukan dalam kelompok-kelompok
Diskusi kelompok merupakan salah satu teknik kelas yang telah ada.
Pembimbing masuk dalam kelas seperti guru biasa, tidak mengajarkan
mata pelajaran seperti dalam silabus, melainkan menyampaikan dan
membahas masalah bimbingan.
e. Kelompok bekerja
Kelompok kerja dibentuk dengan memperhatikan tingkah laku
kemampuan, jenis kelamin, tempat tinggal dan jalinan hubungan
social. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan belajar,
menyalurkan bakat dan minat, membentuk sikap kooperatif dan

18
kompetitif yang sehat, meningkatkan penyesuaian social, yang
kesemuanya akan mengarahkan pada perkembangan murid.
f. Pengajaran remidi
Pengajaran remidi diberikan kepada murid-murid yang mengalami
kesulitan belajar.
g. Organisasi murid
Pembimbing sekolah dapat mengarahkan agar murid dapat mengenal
berbagai aspek kehidupan social, mengembangkan sikap
kepemimpinan dan kerjasama, rasa tanggung jawab dan harga diri.
Tujuannya antara lain menyangkut penyesuaian diri, sikap
kepemimpinan dan kerjasama dan pemecahan masalah.
h. Sosiodrama dan psikodrama
Bedanya, terletak pada jenisnya cerita yang dimainkan dan tekanan
masalah yang hendak diceritakan. Pada sosiodrama lebih menekankan
pada masalah psikis. Meskipun demikian antara keduanya sagat erat
hubunganya dan kadang-kadang sulit dibedakan.

B.6. Permasalahan Ditinjau dari Media Pembelajaran di SD/MI


A. Pentingnya Pemilihan Media Pembelajaran
Dalam hubungannya dengan pentingnya penggunaan media, maka
dapat disimpulkan bahwa pentingnya pemilihan media yakni sebagai
berikut:
1. Perhatian siswa terhadap pengajar sudah berkurang akibat kebosanan
mendengarkan guru.
2. Bahan pengajaran siswa yang dijelaskan guru kurang dipahami siswa.
3. Guru tidak bergairah untuk menjelaskan bahan pengajaran melalui
penuturan kata kata akibat kelelahan dalam mengajar.
4. Alat untuk memperjelas bahan pengajaran pada saat guru
menyampaikan pelajaran.
5. Alat untuk mengangkat atau menimbulkan persoalan untuk dikaji lebih
lanjut dan dipecahkan oleh siswa dalam proses pelajaranya.

19
6. Sumber belajar bagi siswa sehingga banyak membantu siswa dalam
menyelesaikan tugas dan belajar.

B. Jenis-jenis Pemilihan Media Pembelajaran


Apabila dilihat dari bentuknya, jenis-jenis pemilihan media dapat
dikelompokan menjadi tiga model, yaitu :
1. Model flowchart yang menggunakan system pengguguran atau eliminasi
dalam pengambilan keputusan pemilihan.
2. Model matriks yang menangguhkan proses pengambilan keputusan
pemilihan sampai seluruh kriteria pemilihannya diidentifikasi.
3. Model check list yang juga menangguhkan keputusan pemilihan sampai
semua kriterianya dipertimbangkan.
Adapun jenis-jenis media pembelajaran banyak sekali jenis dan
macamnya. Mulai yang paling kecil sederhana dan murah hingga media yang
canggih dan mahal harganya. Ada media yang dapat dibuat oleh guru sendiri,
ada media yang diproduksi pabrik. Ada media yang sudah tersedia di
lingkungan yang langsung dapat kita manfaatkan, ada pula media yang secara
khusus sengaja dirancang untuk keperluan pembelajaran
Secara garis besarnya, media pembelajaran terbagi menjadi 10
golongan, yaitu sebagai berikut :
No Golongan Media Contoh dalam Pembelajaran

1 Audio Kaset audio, siaran radio, CD,


telepon

2 Cetak Buku pelajaran, modul, brosur,


leaflet, gambar

3 Audio-cetak Kaset audio yang dilengkapi bahan


tertulis

20
4 Proyeksi visual diam Overhead transparansi (OHT),
Film bingkai (slide)

5 Proyeksi Audio visual diam Film bingkai (slide) bersuara

6 Visual gerak Film bisu

7 Audio Visual gerak film gerak bersuara, video/VCD,


televisi

8 Obyek fisik Benda nyata, model, specimen

9 Manusia dan lingkungan Guru, Pustakawan, Laboran

10 Komputer CAI (Pembelajaran berbantuan


komputer), CBI (Pembelajaran
berbasis komputer)

C. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran


Dalam menggunakan media pembelajran guru tidak serta merta
menggunakannya. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan ketika akan
menggunakan media pembelajaran. Secara ringkas cara memilih media
pembelajaran dapat dilihat berikut ini sebagaimana yang diungkapkan oleh
Soeparno (1987:10), yakni:
1. Hendaknya mengetahui karakteristik setiap media.
2. Hendaknya memilih media yang sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai.
3. Hendaknya memilih media yang sesuai dengan metode yang kita
pergunakan.

21
4. Hendaknya memilih media yang sesuai dengan materi yang sesuai dengan
yang akan dikomunikasikan.
5. Hendaknya memilih media yang sesuai dengan keadaan siswa, jumlah,
usia maupun tingkat pendidikannya.
6. Hendaknya memilih media yang sesuai dengan situasi dan kondisi
lingkungan tempat media dipergunakan.
7. Janganlah memilih media dengan alasan dengan alasan bahan tersebut
satu-satunya yang kita miliki.
Namun demikian juga harus menjadi pertimbangan dalam memilih
dan menentukan media pembelajaran adalah: situasi pemebelajaran, atau
memperhatikan bagaimana kecocokan media yang akan digunakan dari sudut
kemampuan media itu untuk menyampaikan komunikasi yang diinginkan.
Sedangkan dalam pandangan Tim Applied Approach Peningkatan
Rancangan Pengajaran Universitas Brawijaya (1993:33) ada beberpa langkah
dalam memilih media yang sesuai dengan situasi dan kondisi:
1. Biaya yang murah, baik saat pembelian, dalam pengoperasian, dan
pemeliharaan.
2. Kesesuaian dengan metode pengajaran yang digunakan, kajilah kelainan
teknisnya.
3. Kesesuian dengan karakteristik peserta didik.
4. Pertimbangan praktis, kemudahan, keamanan, kesesuaian, dengan
fasilitas yang ada, keawetan dan kemudahan pemeliharaan.
5. Ketersediaan media, berikut suku cadangannya di pasaran.
Mengingat begitu banyaknya media yang bisa kita pilih (pakai) sesuai
dengan kriteria tersebut diatas, namun pada dasarnya kita bisa memilih media
berdasarkan tiga kriteria:
1. Kelaikan praktis, hal ini berhubungan dengan keakraban pengajar dengan
media, ketersediaan media setempat, ketersediaan waktu untuk
mempersiapkan, ketersediaan sarana dan fasilitas pendukung.
2. Kelaikan Teknis, hal ini berkaitan dengan terpenuhinya persyaratan
bahwa media yang dipilih mampu untuk merangsang dan mendukung

22
proses belajar peserta didik. Dalam hal ini terdapat dua macam mutu yang
perlu deipertimbangkan. Pertama kualitas pesan , yang meliputi relevansi
dengan tujuan belajar , kejelasan dengan struktur pengajaran, kemudahan
untuk dipahami, sistematika yang logis. Kedua kualitas visual, hal ini
megikuti prinsip-prinsip visualisasi seperti keindahan (menarik
membangkitkan motivasi), kesederhanaan (sederhana jelas terbaca),
penonjolan (penekanan pada hal yang penting), keutuhan (kesatuan
konseptual) keseimbangan (seimbang dan harmonis).

D. Prinsip-prinsip Pemilihan Media Pembelajaran


Dari segi teori belajar, berbagai kondisi dan prinsip psikologi yang
perlu mendapat pertimbangan dalam pemilihan dan penggunaan media adalah
sebagai berikut:
1. Motivasi. Harus ada kebutuhan, minat, atau keinginan untuk belajar dari
pihak siswa sebelum meminta perhatiannya untuk mengerjakan tugas dan
latihan. Lagi pula,pengalaman yang dialamai siswa harus relevan dengan
dan bermakna baginya. Oleh karena itu, perlu untuk melahirkan minat itu
dengan perlakuan yang memotivasi dari informasi yang terkandung
dalam media pembelajaran itu.
2. Perbedaan individual. siswa belajar dengan cara dan tingkat kecepatan
yang berbeda-beda. Factor – factor seperti kemampuan intelegensia,
tingkat pendidikan, kepribadian, dan gaya belajar mempengaruhi
kemampuan dan kesiapan siswa untuk belajar. Tingkat kecepatan
penyajian informasi melalui media harus berdasarkan kepada tingkat
pemahaman.
3. Tujuan pembelaran. Jika siswa diberitahukan apa yang diharapkan
mereka pelajari melalui media pembelajaran itu, kesempatan untuk
berhasil dalam pembelajaran semakin besar. Di samping itu pernyataan
mengeanai tujuan belajar yang ingin di capai dapat menolong perancag
dan penulis materi pelajaran. Tujuan ini akan menentukan bagian isi yang

23
mana yang harus mendapatkan perhatian pokok dalam media
pembelajaran.
4. Organisasi isi. Pembelajran akan lebih mudah jika isi dan prosedur atau
ketrampilan fisik yang akan dipelajarai diatur dan diorganisasikan
kedalam urutan-urutan yang bermakna. Siswa akan memahami dan
mengingat lebih lama materi pelajaran yang secara logis disusun dan di
urut-urutkan secara teratur. Disamping itu, tingkatan materi yang akan
disajikan tetap berdasarkan kompleksitas dan kesulitan isi materi.
5. Persiapan sebelum belajar. Siswa sebaiknya telah menguasai secara baik
pelajaran dasar atau memilki pengalaman yang diperlukan secara
memadai yang mungkin merupakan prasyarat untuk penggunaan media
dengan sukses.
6. Emosi. Pelajaran yang melibatkan emosi dan perasaan pribadi serta
kecakapan amat berpengaruh dan bertahan. Media pembeljaran adalah
cara yang sangat baik untuk menghasilkan respon emosional. Seperti rasa
takut, cemas, empati, cinta kasih, dan kesenangan.
7. Partisipasi. Agar pembelajaran berlangsung dengan baik, sorang siswa
harus mengintenalisasi informasi, tidak sekedar di beritahuakan
kepadanya. Oleh karena itu, belajar memerlukan kegiatan.
8. Umpan Balik. Hasil belajar dapat apabila secara berskala siswa
diinformasikan kemjuan belajarnya. Pengetahuan tentang hasil belajar,
pekerjaan yang baik, atau kebutuhan untuk perbaikan pada sisi – sisi
tertentu akan memberikan sumbangan terhadap motivasi belajar yang
berkelanjutan.
9. Penguatan (reinforcement). Apabila siswa berhasil belajar, ia harus
didorong untuk terus belajar. Pembelajaran yang didorong oleh
keberhasilan amat bermanfaat, dapat membangun kepercayaan diri, dan
secara positif mempengaruhi perilaku di masa- masa yang akan dating.
10. Latihan dan pengulangan. Sesutau hal baru jarang sekali dapat dipelajari
hanya dengan sekali jalan. Agar suatu pengetahuan atau ketrampilan
dapat menjadi bagian kompetensi atau kecakapan intelektual seseorang,

24
haruslah pengetahuan atau ketrampilan itu sering diualngi dan dilatih
dalam berbagai konteks. Dengan demikian ia dapat tinggal dalam ingatan
dalam jangka panjang.
11. Penerapan. Hasil belajar yang diinginkan adalah kemampuan seseorang
untuk menerapkan atau mentransfer hasil belajar pada masalah atau
situasi baru.

B.7. Permasalahan Ditinjau dari Lingkungan Pendidikan di SD/MI

Dilihat dari segi anak didik, tampak bahwa anak didik secara tetap
hidup di dalam lingkungan masyarakat tertentu tempat ia mengalami
pendidikan. Menurut Ki Hajar Dewantara lingkungan tersebut meliputi
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah an lingkungan masyarakat, yang
disebut tripusat pendidikan.

1. Keluarga

Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal,


yang pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan
yang bersifat kodrati orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat,
melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang dengan
baik. Pendidikan keluarga berfungsi:

1. Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak


2. Menjamin kehidupan emosional anak
3. Menanamkan dasar pendidikan moral
4. Memberikan dasar pendidikan sosial
5. Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak

Tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak ialah, merupakan


peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan.
Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan
dari anggota keluarga yang lain. Mengenai penanaman pandangan hidup

25
keagamaan, masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik. Masa
kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk meresapkan dasar-dasar
hidup beragama. Dalam hal ini biasakanlah anak-anak untuk pergi ke
gereja/masjid untuk bersama-sama menjalankan ibadah, mendengarkan
khutbah-khutbah atau ceramah-ceramah agama. Jangan hendaknya
penanaman dasar-dasar hidup beragama ini ditunda-tunda, dinanti sampai
anak mencapai kedewasaan, dan dibiarkan memilih agama mana yang
disukai.

2. Sekolah

Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua


dalam keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai
macam keterampilan. Oleh karena itu dikirimkan anak ke sekolah. Di
sekolah, anak bercampur dan bergaul dengan anak-anak lain, yang tidak
ada hubungan kodrati. Bercampur dan bergaul dengan anak-anak lain,
yang bermacam-macam sifat dan perangainya. Bercampur dan bergaul
dengan anak-anak lain, yang mempunyai hak-hak yang sama dengan
dirinya. Di sekolah anak tidak mempunyai “hak-hak istimewa” seperti
halnya dalam keluarga di rumah. Semua anak mempunyai hak yang sama.
Semua anak mempunyai kewajiban yang sama. Semua anak diperlakukan
yang sama. Di sinilah anak diperkenalkan dengan prinsip-prinsip
kehidupan demokratis. Anak-anak dilatih untuk belajar hidup secara
demokratis.

Di sekolah, di bawah asuhan guru-guru, anak-anak memperoleh


pengajaran dan pendidikan. Anak-anak belajar berbagai macam
pengetahuan dan ketrampilan, yang akan dijadikan bekal untuk
kehidupannya nanti di masyarakat. Memberikan bekal ilmu pengetahuan
dan ketrampilan kepada anak untuk kehidupannya nanti. Inilah sebenarnya
tugas utama dari sekolah. Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan
anak-anak selama mereka diserahkan kepadanya. Karena itu sebagai

26
sumbangan sekolah sebagai lembaga terhadap pendidikan, diantaranya
sebagai berikut:

1. Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang


baik serta menanamkan budi pekerti yang baik.
2. Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam
masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan di rumah.
3. Sekolah melaqtih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan
seperti membaca, menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu
lain sifatnya mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan.
4. Di sekolah diberikan pelajaran etika, keagamaan, estetika,
membenarkan benar atau salah, dan sebagainya.

3. Masyarakat

Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan


lingkungan keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam
masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah
lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah.
Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut tampaknya lebih
luas. Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam
masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan
kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertia-pengertian (pengetahuan),
sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.

Pengaruh-pengaruh dari masyarakat ini ada yang bersifat positif


terhadap pendidikan anak, tetapi sebaliknya banyak pula yang bersifat
negatif. Yang dimaksud dengan pengaruh yang bersifat positif di sini ialah,
segala sesuatu yang membawa pengaruh baik terhadap pendidikan dan
perkembangan anak. Yaitu pengaruh-pengaruh yang menuju kepada hal-
hal yang baik dan berguna bagi anak itu sendiri, maupun baik dan berguna
bagi kehidupan bersama.

27
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Permasalahan-permasalahan di SD/MI dapat ditinjau dari Tujuan


Pendidikannya, Pendidik/guru SD/MI, Peserta Didiknya, metode
pembelajarannya, media pembelajarannya, materi pembelajarannya, hingga
lingkungan pendidikannya. Adapaun tujuan pendidikan adalah untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Selanjutnya Peserta didik dan pendidik memiliki kesinambungan, karena
satu sama lain berkaitan. Adapun dengan metode, materi, dan media dalam
pembelajarannya berpengaruh pada hasil atau output anak didik di jenjang SD/MI
tersebut.

28
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. dan Nur Uhbiyati. 1991. Ilmu Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Suardi, M. 2010. Pengantar pendidikan teori dan aplikasi. Jakarta : PT Indeks.
Suwarno. 1992. Pengantar Umum Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Roesmaningsih, dan Lamijan Hadi. 2015. Teori dan Praktek Pendidikan.
Surabaya: FIP Universitas Surabaya.

29

Anda mungkin juga menyukai