Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH TEORI KEPERAWATAN

HILEDEGARD PEPLAU

DISUSUN OLEH :

Nama : Indra Frana Jaya KK


Mata Kuliah : Sain Keperawatan
Program Studi : S2 Keperawatan

UNIVERSITAS PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI


PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya hanturkan kepada Allah SWT karna atas berkat, rahmat, serta izinNYA lah

saya dapat menyelesaikan makalah sains keperawatan dengan topik Analisis Teori keperawatan

menurut teori Helgerd Peplau ini. Perlu saya sadari bahwa teori ini bagian yang tidak dapat

dipisahkan dari suatu propesi, tidak terkecuali perawar. Masyarakat yang semakin sadar hukum,

globalisasi tenaga kesehatan, dan semakin bervariasinya masalah kesehatan di masyarakat semakin

menekankan urgensi dari pemahaman dan terapan falsafah keperawatan bagi setiap praktisi maupun

institusi kesehatan.

Saya menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kritik dan saran yang sifatnya

membangun akan sangat saya apresiasi. Meskipun demikian, saya sangat berharap semoga dengan

adanya makalah ini akan memberikan wawasan baru serta dapat membawa manfaat bagi siapapun

yang membacanya. Aamiin

Ttd

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................. 1
Biografi............................................................................................ 1
BAB 2 PEMBAHASAN................................................................. 3
Latar Belakang Teoris................................................................. 3
BAB 3 PARADIGMA DALAM KEPERAWATAN .................. 4
Paradigma.................................................................................... 4
BAB 4 ANALISA KASUS............................................................ 6
Pembahasan Kasus..................................................................... 6
Analisis Teori............................................................................ 6
BAB 5 KEUNGGULAN DAN KEKURANGAN........................ 10
BAB 6 DAFTAR PUSTAKA........................................................ 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 BIOGRAFI

Hildegard peplau( Hilda) di lahirkan di reading pennisylvia merupakan keluarga

imigran dari jerman. Dia merupakan anak kedua dari 6 bersaudara. Ayahnya seorang pekerja

keras sedangkan ibunya sangat perfeklsionis. Orangtuanya bernama gustav dan otilie peplau.

Meskipun dalam keluarga tidak pernah mendiskusikan tentang pendidikan tinggi, Hilda

mempunyai motivasi dan visi yang kuat untuk merubah wanita dari berpikiran tradisional

menjadi yang lebih modern. Dia mengiginkan kehidupan yang lebih baik dan mengenalkan

keperawatan sebagai karier wanita di masa datang. Peplau memulai karir keperawatan pada

tahun 1931 sebagai lulusan dari sekolah perawat Pottstown, PA school. Beliau kemudian

bekerja sebagai staff nurse di Pennsylvania dan New York city.Di Bennington college

vermant ia mendapat gelar bachelor degree jurusan psikologi interpersonal pada tahun 1943.

Peplau mendapatkan gelar master dan doctor dari universitas kolumbia jurusan ilmu

pengajaran. Dia juga mendapatkan sertifikat psikoanalisis di wiliam Alanson white institute

4
new York. Awal tahun 1950 mulai mengajar kelas pertamanya pada psikiatri keperawatan di

fakultas ilmu pendidikan.D R Peplau menjadi pengajar di fakultas keperawatan university

Rutgers dari 1954 – 1974. Peplau juga bekerja sebagai konsultan pada WHO, US air force,

US general surgeon. Setelah pensiun dari Universitas Rutgers ia bekerja sebagai professor

kunjungan di universitas Leuven Belgium tahun 1975 dan 1976.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Teoris

Pada awalnya, Peplau mengembangkan teorinya sebagai bentuk

keprihatinannya terhadap praktik keperawatan “Custodial Care”, sehingga sebagai perawat

jiwa, melalui tulisannya ia kemudian mempublikasikan teorinya mengenai hubungan

interpersonal dalam keperawatan. Dimana dalam memberikan asuhan keperawatan ditekankan

pada perawatan yang bersifat terapeutik. Aplikasi yang dapat kita lihat secara nyata yaitu pada

saat klien mencari bantuan, pertama perawat mendiskusikan masalah dan menjelaskan jenis

pelayanan yang tersedia. Dengan berkembangnya hubungan antara perawat dan klien bersama-

sama mendefinisikan masalah dan kemungkinan penyelesaian masalahnya. Dari hubungan ini

klien mendapatkan keuntungan dengan memanfaatkan pelayanan yang tersedia untuk

memenuhi kebutuhannya dan perawat membantu klien dalam hal menurunkan kecemasan

yang berhubungan dengan masalah kesehatannya. Artinya seorang perawat berusaha

mendorong kemandirian pasien. Tujuan Teori Peplau Untuk melatih dan mendidik pasien /

klien beserta keluarganya dan membantu pasien untuk mencapai kematangan kepribadian

Pelplau adalah seorang perawat yang sangat berpengalaman di rumah sakit dan pernah

bekerja di berbagai macam setting tempat perawatan di rumah sakit. Di samping itu Patricia

Benner juga seorang peneliti yang aktif dan telah mempublikasikan banyak sekali hasil

penelitiannya. Oleh karena kinerjanya yang baik dan kontribusinya yang signifikan terhadap

pengembangan ilmu keperawatan. Keperawatan didefinisikan oleh Peplau sebagai sebuah

prosesyang signifikan dan interpersonal. Konsep utama dalam proses interpersonal adalah

perawat, klien, tujuan kebutuhan manusia, kecemasan, ketegangan, dan frustasi. Peplau
6
kemudian membentuk model inter personal yang menekankan perlunya kemitraan antara

perawat dan klien sebagai lawan dari klien secara pasif menerima perawatan dan perawatan

secara pasif menjalankan perintah dari dokter. Tiga komponen teori tersebut adalah sebagai

berikut.

1. Orang : organisme berkembang yang mencoba mengurangii kecemasan yang

disebabkan oleh kebutuhan

2. Lingkungan : terdiri dari kekuatan yang ada diluar orang tersebut dan dimasukkan

dalam konteks budaya.

3. Kesehatan : simbol kata yang menyiratkan perkembangan progresif dari kepribadian

dan proses kemanusiaan.

Asumsi Teori Hildegard E. Peplau Menurut peplau, keperawatan adalah terapeutik yang

mempunyai seni penyembuhan dalam membantu orang yang sakit atau orang yang

membutuhkan perawatan kesehatan. Keperawatan dapat dianggap sebagai proses interpersonal

sebab melibatkan interaksi antara dua orang atau lebih individu dengan tujuan tertentu. Peplau

mengenal 4 fase dalam hubungan interpersonal perawat klien yang meliputi :

1. Fase orientasi Fokusnya adalah fase menentukan atau menemukan masalah. Pertama

kali perawat dan pasien bertemu masih sebagai orang yang asing satu sama lain,

pasien dan keluarganya memiliki perasaan butuh bantuan professional walaupun

kebutuhannya ini kadang-kadang tidak dapat dikenali atau dimengerti oleh mereka.

Pada fase ini paling penting adalah perawat bekerja sama secara kolaborasi dengan

dan keluarganya dalam bentuk menganalisa situasi yang kemudian bersama-sama

mengenali, memperjelas, dan menentukan masalah yang ada. Setelah masalahnya

diketahui, diambil keputusan bersama untuk menentukan tipe/jenis bantuan apa yang

7
diperlukan. Perawat sebagai fasilitator dapat merujuk klien keahli yang lain sesuai

dengan kebutuhannya.

2. Fase identifikasi Fase ini fokusnya memilih bantuan profesional yang sesuai. Pada

fase ini pasien merespon secara selektif ke orang-orang yang dapat memenuhi

kebutuhannya, setiap pasien mempunyai respon berbeda-beda pada fase ini. Seperti:

Seorang perawat memeriksa keaadaan pasien, memperoleh data mengenai kondisi

secara objektif dengan melakukan pemeriksaan tanda – tanda vital. Selain itu perawat

memperoleh data subjektif melalui apa yang dikeluhkan pasien. Respon pasien

terhadap keperawatan: 1.Berpartisipasi dan interdependen dengan perawat 2.Otonomi

dan independen dari perawat 3.Pasif dan dependen pada perawat c.

3. Fase eksploitasi Fase ini fokusnya adalah menggunakan bantuan professional untuk

alternative pemecahan masalah. Pelayanan yang diberikan berdasarkan minat dan

kebutuhan dari pasien, pasien mulai merasa sebagai bagian integral dari lingkungan

pelayanan. Pada fase ini pasien mulai menerima informasi- informasi yang diberikan

padanya tentang penyembuhannya, mungkin berdiskusi atau mengajukan

pertanyaan-pertanyaan pada perawat, mendengarkan penjelasan-penjelasan dari

perawat dan sebagainya.

4. Fase resolusi Fokusnya adalah mengakhiri hubungan profesional. Pasien dan perawat

dalam fase ini perlu untuk mengakhiri hubungan terapeutik mereka.

8
BAB III

INTEGRITAS KONSEP TEORI MODEL KEPERAWATAN HILEGRAD PEPLAU


DALAM PARADIGMA DALAM KEPERAWATAN

3.1 Hubungan Model dengan Paradigma Keperawatan

Aplikasi Teori Hildegard E. Peplau Hildegard Peplau, seorang perawat psikiatri menerapkan

konsep interpersonalnya pada tahun 1952 dan melandaskan pada teorinya pada waktu itu :

teori psikoanalisis, prinsip pembelajaran social, dan konsep motivasi manusia serta

perkembangan kepribadian. Keperawatan psikodinamik didefenisikan sebagai pemahaman

prilaku sendiri untuk membantu orang lain mengidentifikasi kesulitan yang dirasakan dan

menerapkan prinsip hubungan manusia pada masalah yang muncul selama pengalaman

tersebut. Selama hubungan perawat – klien, perawat memiliki banyak peran . Peran – peran

tersebut adalah :

1. Peran orang asing (role of the stranger) Peplau mengatakan bahwa perawat dan klien

adalah orang asing satu sama lain, maka klien harus diperlakukan secara sopan, penuh

perasaan, dengan kata lain perawat tidak boleh melakukan penilaian terlebih dahulu,

namun harus menerima klien apa adanya.

2. Peran dari seorang narasumber (role of resource person) Perawat memberikan

jawaban-jawaban spesifik dari tiap pertanyaan klien, terutama mengenai informasi

kesehatan dan menginterpretasikan ke klien bagaimana perawatan dan rencana medis

untuk klien. Perawat harus menentukan jawaban atas pertanyaan klien apakah jenis

jawabannya untuk pembelajaran atau hanya sekedar saran-saran saja.

3. Peran pengajaran (teaching role) Peran pengajaran adalah kombinasi dari seluruh

peran dan selalu berasal dari apa yang diketahui klien dan dikembangkan dari

9
minatnya dalam menginginkan dan kemampuannya dalam menggunakan informasi.

4. Peran kepemimpinan (leadership role) Perawat membantu klien dalam mengerjakan

tugas-tugas yang diembannya melalui hubungan yang bersifat kooperatif partisipatif

5. Peran wali (surrogate role) Klien mengannggap perawat sebagai walinya, sikap dan

tingkah laku perawat menciptakan perasaan tertentu dalam diri klien yang bersifat

reaktif yang munculdari hubungan sebelumnya. Fungsi perawat adalah membimbing

klien dalam mengenali dirinya sendiri.

6. Peran penasehat (counseling role) Penasehat berfungsi dalam hubungan perawat klien

melalui cara perawat merespon kebutuhan klien.

Model konsep dan teori keperawatan yang dijelaskan oleh Peplau menjelaskan

tentang kemampuan dalam memahami diri sendiri dan orang lain yang menggunakan

dasar hubungan antar manusia yang mencakup 4 komponen sentral yaitu: klien, perawat

masalah kecemasan yang terjadi akibat sakit (sumber kesulitan), dan proses interpersonal.

Teori yang dikembangkan Hildegrad E. Peplau adalah perawatan psikodinamik yang

berfokus untuk memahami perilaku seseorang (pasien) sehingga dapat dudentifikasi

kesulitan-kesulitannya untuk selanjutnya dilakukan pendekatan dengan prinsip-prinsip

kemanusiaan yang berhubungan dengan masalah yang dialami Yang pada dasarnya

hubungan yang diterapkan Peplau adalah interpersonal dan terapeutik Penerapan

hubungan interpersonal terapeutik sampai saat ini masih digunakan dalam dunia

keperawatan khususnya untuk membangun hubungan kerjasama antara perawat Teon

keperawatan Hildegard E Peplau dipengaruhi oleh model hubungan interpersonal yang

bersifat terapeutik (significant therapeutic interpersonal process). Aplikasi dari teori ini

dapat di buktikan dengan diterapkannya komunikasi terapeutik. dan sampai saat ini

10
komunikasi terapeutik ini masih digunakan dan di aplikasikan direncanakan secara sadar,

bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuha

11
BAB IV

Analisis Kasus Penatalaksanaan Kasus Psikosis Akibat Zat


Menggunakan Teori Hubungan Interpersonal Peplau

Kasus :

Pasien JA, 27 tahun dibawa oleh kakaknya ke unit gawat darurat Rumah Sakit
Rujukan Kabupaten Kakamega dengan dugaan kekerasan terhadap anggota keluarga. Dia
baik-baik saja sampai presentasinya di rumah sakit dan selanjutnya masuk rumah sakit. Dia
memiliki riwayat positif penyalahgunaan alkohol sejak usia 17 tahun. Ia berasal dari
keluarga poligami dengan dugaan ayahnya bunuh diri karena tidak mampu menafkahi kedua
keluarga. Dia memiliki tonggak perkembangan yang baik tanpa riwayat kesehatan yang
signifikan. Dia berprestasi baik di sekolah dan melanjutkan studinya di Universitas Negeri.
Dia adalah orang yang ramah dan suka berteman dan berpesta dengan sikap positif terhadap
kehidupan. Dia mudah tersinggung dan marah selama interaksi normal dengan teman dan
keluarga. Ia pernah ditangkap polisi karena berkelahi dengan siswa lain saat mabuk. Pada
penilaian mental, pasien mengalami halusinasi sentuhan yaitu ia melaporkan bahwa ia
merasakan laba-laba berjalan di tubuhnya. Dia tidak memiliki khayalan atau ilusi. Suasana
hatinya eutimik dengan pengaruh yang sesuai. Pada pemeriksaan fisik, terdapat bekas luka
di lengan kiri akibat perkelahian dengan orang tak dikenal saat dalam pengaruh alkohol.
Tidak ada temuan signifikan yang dicatat pada sistem lain. Kesan klinis psikosis akibat zat
dibuat dan pasien dirawat di unit psikiatri. Farmakoterapi dimulai dengan Klorpromazin
200mg, 12 jam per oral dan Karbamazepin 600mg sekali sehari per oral.

12
Pembahasan :

Penerapan Teori dalam Penatalaksanaan Pasien Psikosis Akibat Zat Kasus yang disajikan di

atas adalah seorang pasien yang mengalami gejala psikotik akibat penyalahgunaan zat psikoaktif saat

ini atau baru-baru ini. Dia memiliki riwayat penyalahgunaan alkohol yang efek fisiologis

langsungnya terlihat dari gejala yang dia alami. Pengobatan jangka pendek dengan antipsikotik

dimulai, meskipun fokus utama pengobatannya adalah pada manajemen penyalahgunaan zat. Kami

kemudian menyoroti penggunaan teori hubungan interpersonal Peplau sebagai kerangka dalam

menangani pasien ini.

1. Pada fase orientasi, peran asing perawat terjadi di bangsal psikiatri saat pertama kali bertemu
dengan pasien pada sesi terapi individu. Perawat memanggil nama pasien, memperkenalkan diri
sebagai perawat profesional yang berkualifikasi dan berpengalaman membantu pasien. Perawat
menyambut pasien ke tempat duduk dan duduk di sebelahnya. Mereka ramah satu sama lain
yang menandakan penerimaan. Dalam interaksi awal ini, perawat yang merasa prihatin bertanya
kepada pasien mengapa dia dirawat di unit tersebut. Pasien melaporkan telah melakukan
kekerasan terhadap beberapa anggota keluarga setelah meminum alkohol. Perawat diam-diam
mendengarkan narasi pasien dengan empati. Hal ini memfasilitasi kepercayaan awal dalam
hubungan perawat-pasien. Tujuan perawat dalam peran orang asing adalah untuk menciptakan
hubungan baik, membangun kepercayaan dan keyakinan dengan pasien. Menjalin hubungan
baik dengan pasien memungkinkan dia untuk bebas mengekspresikan perasaan, emosi, dan
pikirannya. Komunikasi verbal dan non-verbal yang penuh kasih sayang, pendekatan penuh
hormat dan perilaku tidak menghakimi diperlukan dalam peran orang asing .

13
2. Fase Identifikasi, Perawat kemudian bertanya kepada pasien apakah dia dapat mengizinkannya
mendiskusikan lebih lanjut masalah alkoholismenya. Hal ini memungkinkan terjadinya diskusi
timbal balik mengenai masalah alkoholisme baik oleh perawat maupun pasien. Ini juga
merupakan kesempatan bagi perawat untuk memahami pengalaman hidup pasien dan dampak
alkoholisme terhadap hidupnya. Pasien wajib dan menceritakan pengalamannya dengan
alkoholisme sementara perawat mendengarkan secara aktif. Berfokus pada hubungan
interpersonal cenderung mengarahkan perawat dari fokus reduksionis pada penyakit dan
pengobatan menuju pandangan yang lebih inklusif tentang pengalaman penyakit pada individu,
keluarga dan sistem kesehatan di mana mereka menemukan ekspresi perasaan dan
keyakinannya sendiri ketika berhadapan dengan pasien. Dari dialog tersebut, baik perawat
maupun pasien sepakat dan mendefinisikan masalah pasien sebagai alkoholisme. Pasien merasa
menyesal dan meminta bantuan untuk berhenti menyalahgunakan alkohol. Dia melaporkan
bahwa penyalahgunaan alkoholnya disebabkan oleh pengaruh teman sebaya karena teman
dekatnya juga menyalahgunakan alkohol dan obat-obatan lainnya. Pengaruh teman sebaya telah
didokumentasikan dalam beberapa penelitian sebagai kontributor utama penyalahgunaan zat.
Pengembangan hubungan saling percaya dengan pasien meningkatkan kemampuan perawat
untuk menawarkan pendidikan, dukungan dan keahlian profesional. Perawat memberi tahu
pasien bahwa dia telah memahami kekhawatirannya dan bersedia memberikan bantuan
profesional karena mereka juga mencari sumber bantuan lain yang tersedia untuknya. Perawat
dan pasien pada titik ini akrab, percaya dan menghormati satu sama lain. Setelah menyepakati
tujuan bersama dengan pasien, pertemuan berikutnya membuat perawat berperan sebagai guru,
pemimpin, dan narasumber dalam fase kerja. Perawat menjelaskan kepada pasien efek fisiologis
alkohol dan pengobatan apa yang ada untuk mengatasi masalah alkoholisme. Informasi tentang
dampak negatif penyalahgunaan zat dapat memberdayakan pasien untuk membuat keputusan
yang tepat mengenai perubahan perilaku mereka. Tujuan utama dari peran guru dan narasumber
adalah untuk membantu pasien memperoleh pengetahuan dan informasi untuk membantunya
lebih memahami status kesehatannya. Perawat selanjutnya mengklarifikasi harapannya dari
pasien sehubungan dengan pantangan alkoholnya. Pasien menyatakan memahami dampak
alkoholisme dan bersedia mematuhi bimbingan perawat untuk menyelesaikan masalahnya.

3. Tahap Selanjutnya Eksploitasi, Dia sekarang menjadi peserta aktif dalam sesi terapi kelompok
dan kegiatan rekreasi lainnya di rumah sakit tanpa perawat. Pasien juga menerima anggota
keluarga untuk diikutsertakan dalam proses terapi sesuai permintaan perawat. Dia lebih optimis
dalam menyelesaikan masalah kecanduan alkoholnya dan menyatakan keinginannya untuk
melanjutkan studinya di universitas untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik. Perawat

14
dalam menjalankan peran kepemimpinannya berdiskusi dengan pasien dan anggota keluarga
tentang perlunya melibatkan profesional lain yang akan berharga dalam proses terapeutik.
Setelah menyetujui saran perawat, seorang konselor dan pekerja sosial diperkenalkan kepada
pasien saat masih di rumah sakit. Konselor membantu pasien mengidentifikasi aktivitas
produktif yang akan dia lakukan selama waktu luangnya untuk mengurangi tekanan dari teman-
temannya. Pasien menyatakan keinginannya untuk bergabung dengan tim sepak bola
lingkungan setelah keluar dari rumah sakit. Konselor juga akan membantu pasien dalam
memilih dan mempertahankan teman yang tidak menyalahgunakan zat. Hal ini akan
membantunya menjauh dari teman-temannya yang menyalahgunakan narkoba dan
meminimalkan peluang untuk terpengaruh lagi. Pekerja sosial mengunjungi rumah pasien dan
berdiskusi dengan anggota keluarga lainnya mengenai dukungan yang dibutuhkan pasien dalam
perawatannya. Dia juga menghubungkan pasien tersebut dengan kelompok pendukung pecandu
alkohol yang bertemu setiap bulan. Pasien membuat janji sendiri dengan konselor sebelum dia
keluar dari unit. Hal ini terjadi setelah konselor setuju untuk melanjutkan sesi konseling
mingguan dengan pasien sebagai pasien rawat jalan setelah pulang.

4. Fase Resolution Perawat dan pasien meninjau rencana pemulangan mereka termasuk
menghadiri pertemuan dukungan bulanan dan sesi konseling rawat jalan mingguan, melanjutkan
studi di universitas, dan identifikasi dua teman yang tidak menyalahgunakan alkohol. Ia
mengucapkan terima kasih kepada perawat, konselor, dan pekerja sosial dengan keyakinan
bahwa ia akan mendapatkan manfaat yang sangat besar dari dukungan mereka. Perawat
menghargai hubungan mereka dan kerja samanya dalam perawatan. Perawat mengakhiri
hubungan. Pasien keluar dari rumah sakit setelah 12 hari rawat inap.

Kesimpulan Teroi Peplau dalam Kasus Diatas

Teori hubungan interpersonal Peplau memberikan proses terapeutik di mana perawat dalam

kemitraan dengan pasien dapat secara mutual dan kolaboratif menyelesaikan masalah kesehatan

yang disepakati. Masalah kesehatan sebagian besar pasien tidak hanya bersifat fisik tetapi juga

psikologis, sosial dan spiritual. Penerapan teori ini di bangsal psikiatri tepat dalam memfasilitasi

proses keperawatan perawatan psikososial. Hubungan perawat-pasien memungkinkan pasien untuk

bebas mengekspresikan emosi, perasaan dan pikirannya mengenai suatu masalah kesehatan yang

15
diberikan. Hal ini meningkatkan pemahaman tentang masalah kesehatan dan membimbing perawat

untuk membantu pasien memenuhi kebutuhan individu mereka. Praktik keperawatan harus fokus

pada penguatan hubungan interpersonal dengan pasien untuk meningkatkan hasil kesehatan.

16
BAB V

KEUNGGULAN DAN KEKURANGAN

Tabel 3.1 Keunggulan dan Kelemahan Teori Hiledegard Peplau

TEORI KEUNGGULAN KELEMAHAN

Peplau a. Dapat meningkatkan a. Hanya berfokus pada


kejiwaan pasien dalam
kejiwaan pasien untuk
penyembuhannya
lebih baik.
b. Dapat menurunkan
kecemasan klien dalam
teori keperawatan.
c. Dapat memberikan
asuhan keperawatan
yang lebih baik.
d. Dapat medorong pasien
untuk lebih mandiri.

17
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

Hochberger JM, Lingham B. Utilizing Peplau’s Interpersonal Approach to Facilitate


Medication Self-Management for Psychiatric Patients. Arch Psychiatr Nurs.
2017; 31(1): 122-124. doi:10.1016/j.apnu.2016.08.006.
Forchuk, C., et al (1989). Incorporating Peplau’s Theory and Case Management.
Journal of Psychosocial Nursing, 27: 35-38.
Fawcett J. (2005). Peplau’s theory of interpersonal relations. In
DaCunha J. (Ed.), Contemporary nursing knowledge (2nd ed.,
pp. 528-552). Philadelphia, PA: F. A. Davis
Kapborg I. 2003. The Phenomenon of Caring From The Novice Student Nurse’s
Perspective: A Qualitative Content Analysis ? International Nursing Review.
Vol. 50 Issue 3 Page 129- 192 September. (elektronic). http://www.blackwell-
synergy.com. Diakses 24 Januari 2023.
Odejide, A. O. (2006). Status of drug use/abuse in Africa: A review. International
Journal of Mental Health and Addiction. http://doi.org/10.1007/s11469-006-
9015-y.
Rounsaville BJ. DSM-V research agenda: Substance abuse/psychosis comorbidity.
Schizophr Bull. 2007; 33(4): 947-952. doi:10.1093/schbul/sbm054.
Tailor, C. 2002. Assesing Patient’s Needs: Does The Same Information Guide Expert
And Novice Nurses? International Nursing Review. Vol. 49 Issue 1 Page 1-64
March. (electronic). http://www.blackwell-synergy.com. Diakses 23 Januari
2023.

Tomey, A.M., Alligood, M.R. (2006). Nursing Theorists and Their Work. Six
edition. Missouri Mosby Elsevie
Whiteford, H. A., et al. (2013). Global burden of disease attributable to mental and
substance use disorders: Findings from the Global Burden of Disease Study
2010. The Lancet, 382(9904), 1575–1586. http://doi.org/10.1016/S0140-6736
(13)61611-6.

18

Anda mungkin juga menyukai