Anda di halaman 1dari 22

HADIS PENDIDIKAN

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Ulumul Hadis

Dosen Pengampu:
Dr. Pahrurroji, M.Ud

Disusun oleh:

Yuniarti (222430356)

STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA

1444 H/ 2023 M
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala rahmat-Nya.
Alhamdulliah kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Sholawat serta
salam senantiasa terlimpah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarganya dan
para sahabatnya.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Studi Ulumul Hadis Oleh
Dosen Pengampu Dr. Pahrurroji M.Ud dengan judul “Hadis”. Kami ucapkan terima kasih
kepada beliau atas bimbingan dan saran sehingga terwujudnya makalah ini.

Tiada yang sempurna di dunia ini kecuali Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang sifatnya membangun kami harapkan agar terciptanya pendekatan
kepada taraf yang sempurna. Dan semoga apa yang tersajikan dalam makalah ini berguna
bagi pembaca pada umumnya.

Koba, September 2023

Penyusun
1

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fungsi utama dari Hadis Nabi saw. adalah sebagai bayan terhadap Al-Quran. Dengan
fungsi bayan tersebut, maka matan Hadis-hadis Nabi sering kali datang sesuai dengan
konteks yang ada, yang menghendaki sifat Hadis tersebut adalah rinci dan operasional.
Hadis-hadis Nabi saw. dengan tema pendidikan, pada umumnya, sejalan dengan fungsi
Hadis sebagai bayan, memberikan penjelasan yang bersifat rinci dan operasional terhadap
masalah-masalah pendidikan yang ada ketika itu. Oleh karenanya, matan Hadis, terutama
dalalah matan-nya, sangat dipengaruhi oleh konteks ketika ia lahir, baik yang berhubungan
dengan tempat dan begitu juga dengan waktu atau masa, yang keduanya bersifat dinamis
dan senantiasa mengalami perubahan. Konteks turunnya hadis, yang di antaranya adalah
sebab- sebab lahirnya Hadis (asbab al-wurud), oleh karenanya, sangat diperlukan dalam
memahami dan merumuskan tema-tema pendidikan berdasarkan hadis, sejalan dengan
kecenderungan yang berkembang dalam penggunaan kaidah al-‘ibrah bi khusus al sabab la
bi ‘umum al-lafzi sebagai padanan terhadap kaidah al-‘ibrah bi ‘umum al-lafzi la bi khusus
al-sabab.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan hadis tentang Aqidah?
2. Bagaimana penjelasan hadis tentang Al-Qur’an?
3. Bagaimana penjelasan hadis tentang Ibadah?
4. Bagaimana penjelasan hadis tentang Fiqh?
5. Bagaimana penjelasan hadis tentang Ketrampilan?
C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui penjelasan hadis tentang Aqidah


2. Untuk mengetahui penjelasan hadis tentang Al-Qur’an
3. Untuk mengetahui penjelasan hadis tentang Ibadah
4. Untuk mengetahui penjelasan hadis tentang Fiqh
5. Untuk mengetahui penjelasan hadis tentang Ketrampilan
2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Aqidah

‫ إيِّن‬،‫ "َيا ُغالُم‬: ‫ َفَق اَل‬،‫ كنت خلف الَّنّيب صلى اهلل عليه وسلم يومًا‬: ‫ َقاَل‬،‫َعْن ابِن عباٍس رضي اهلل عنهما‬

،‫ وِإَذا اْس َتَعْنَت َفاْس َتِعْن باِهلل‬،‫ ِإَذا َس أْلَت َفاسَأِل اهلل‬، ‫ اْح َف ِظ اَهلل ِجَت ْد ُه َجُتاَه َك‬، ‫ اْح َف ِظ اَهلل ْحَيَف ْظَك‬: ‫أعِّلُم َك َك ِلَم اٍت‬

‫ َو ِإن اجَتَم ُعوا َعَلى أْن‬، ‫َو اْع َلْم أَّن اُألَّم َة َلْو اْج َتَم َعْت َعَلى أْن َيْنَف ُعوَك ِبَش يٍء ْمَل َيْنَف ُعوَك إَّال ِبَش يٍء َقْد َك َتبُه اُهلل َلَك‬
‫ِت‬ ‫ِف ِت‬ ‫ٍء‬ ‫ٍء‬
‫ ُر َع اَألْقَالُم َو َج َّف الُّص حُف‬، ‫َيُضُّر وَك ِبَش ي ْمَل َيُضُّر وَك إَّال ِبَش ي َقْد َك َتَبُه اُهلل َعَلْيَك‬

‫ َو اْع َلم أن َم ا َأخطأَك‬،‫ َتَعَّرْف إىل اِهلل يف الَّر خاِء َيعِر ْفَك يف الّش دِة‬، ‫ (ِاحفِظ اَهلل ٍجَت ْد ُه َأَم اَم َك‬: ‫َو يِف ِر َو اَيِة َغِرْي الِّتْر ِمِذّي‬

‫ َو َأَّن َمَع الُعسِر‬، ‫ َو َأَّن الَف َرَج َمَع الَك رِب‬، ‫ َو اْع َلْم أَّن الَّنْص َمَع الَّص ِرْب‬، ‫ َو َم ا َأَص اَبَك ْمَل َيُك ن ِلُيخِط ئَك‬، ‫ْمَل َيُك ن ِلُيصيبَك‬
‫َر‬
)‫ُيسرًا‬
Dari Abu Abbas, Abdullah bin Abbas RA, ia berkata “Pada suatu hari saya pernah
membonceng dibelakang Nabi beliau bersabda, " Wahai Anak muda aku akan mengajarkan
kepadamu beberapa kalimat “Jagalah Allah, niscaya Dia menjagamu; jagalah Allah, niscaya
kamu mendapati-Nya bersamamu; jika kamu mempunyai permintaan, mintalah kepada
Allah; jika kamu membutuhkan pertolongan, minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah,
seandainya seluruh manusia bersatu untuk memberi manfaat dengan sesuatu, mereka tidak
akan dapat melakukannya kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu; dan
jika mereka bersatu untuk mencelakakanmu dengan sesuatu, mereka tidak akan dapat
melakukannya kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu. Pena telah
diangkat dan lembaran-lembaran telah mengering" (H.R Tirmidzi).1
At-Tirmidzi berkata, “Hadist Hasan Shahih”. Dalam riwayat selain At-Tirmidzi
disebutkan “Jagalah Allah, pasti kamu mendapati-Nya dihadapanmu. Hendaklah kalian
mengingat Allah diwaktu lapang (senang), niscaya Allah akan mengingat kamu diwaktu
1
Shahih : Dikeluarkan oleh At-Tirmidzi (2518) begitu juga dikeluarkan oleh Ahmad (1/207) Syekh Al-
Albani Menshahihkannya dalam Shahih At-Tirmidzi
3

sempit (susah). Ketauhilah sesungguhnya sesuatu yang ditakdirkan Allah tidak akan
menimpa kamu, pasti tidak akan menimpamu, dan sesuatu yang ditakdirkan Allah akan
menimpamu niscaya tidak akan terhindar darimu. Ketauhilah sesungguhnya kemenangan
Bersama kesabaran dan sesungguhnya kemudahan itu Bersama kesusahan dan sesungguhnya
setelah kesulitan pasti ada kemudahan”. 2
Hadits ini, menurut Imam Hanbali, memuat wasiat-wasiat yang sangat agung dan kaidah-
kaidah yang sangat menyeluruh tentang ajaran agama yang sangat penting. Betapa tidak, di
dalamnya terkandung muatan akidah dan akhlak yang sangat kental. Abdullah bin Abbas
mendapatkan "mutiara" tatkala ia berjalan di belakang Rasulullah SAW. Saat itu usianya
masih sangat muda. Hal ini terlihat dari seruan Rasul padanya, "Yaa Ghulam; wahai anakku".
Dari redaksinya terlihat pula betapa besarnya perhatian Rasulullah SAW terhadap para
sahabatnya yang masih muda. Tampaknya, beliau menginginkan agar para sahabat mudanya
benar-benar paham akan konsep akidah yang paling dasar. Inilah pola kaderisasi Rasulullah
yang paling awal.
Hikmah yang dapat kita ambil dari hadis ini. Pertama, keharusan "menjaga" Allah.
"Jagalah Allah, maka Allah akan menjagamu; jagalah Allah, niscaya kamu akan mendapati-
Nya bersamamu". Menjaga Allah diartikan dengan selalu menjaga komitmen kita untuk
selalu taat pada-Nya, dalam hal apapun. Salah satunya adalah perintah shalat.
Dalam QS Al Baqarah ayat 238 diungkapkan, "Peliharalah segala shalat(mu), dan
(peliharalah) shalat wusthaa". Memelihara shalat dapat kita artikan dengan konsisten
menjalankannya dengan khusyuk, mematuhi syarat dan rukunnya, dan mengaplikasikan
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dalam tataran praktis. Bila kita "menjaga Allah",
maka Allah akan pula menjaga kita. Penjagaan Allah kepada kita, tentu berbeda dengan
"penjagaan" kita pada-Nya. Penjagaan Allah sangat luas, sangat sempurna, dan jangkauannya
meliputi dunia akhirat. Bentuk penjagaan Allah di dunia bermacam-macam. Di antaranya,
Allah akan menjaga kita dari hal-hal yang akan memudharatkan. Allah memberikan kita
kesehatan, kesempurnaan fisik, ilmu, ataupun fasilitas untuk semakin mengenal-Nya. Atau
pun ditundukkannya alam semesta untuk kita.
Sedang penjagaan Allah di akhirat berbentuk terbebasnya kita dari azab neraka. Allah
SWT berfirman:
2
Imam Nawawi ditakhrij oleh Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani dan Syaikh Muhammad bin
Shalih Al-Utsaimin, Terjemah Lengkap Riyadhus Shalihin, h. 103
4

‫َمْن َعِم َل َص اًحِلا ِم ْن َذَك ٍر َأْو ُأْنَثٰى َو ُه َو ُمْؤ ِم ٌن َفَلُنْح ِيَيَّنُه َحَياًة َطِّيَبًةۖ َو َلَنْج ِز َيَّنُه ْم َأْج َر ُه ْم ِبَأْح َس ِن َم ا َك اُنوا َيْع َم ُلوَن‬

"Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki ataupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik" (QS An Nahl [16]: 97).

Demikian pula bila kita menjaga Allah, maka Allah pun akan selalu menyertai kita.
Syaratnya, kita selalu mengingat Allah dalam keadaan senang ataupun susah, maka Allah akan
selalu mengingat kita dikala senang maupun susah. Menurut sebuah hadis qudsi, bila Allah
selalu bersama kita, maka apapun yang kita lakukan, hakikatnya Allah-lah yang "melakukan".

Kedua, keharusan bertawakal kepada Allah dalam segala hal. Adalah sesuatu yang wajar,
tatkala kita hanya menyembah Allah, kita pun akan meminta hanya kepada Allah. Inilah prinsip
akidah terpenting. Tidak ada yang digantungi, dimintai, dan diharapkan, kecuali Allah.

‫ِإَّياَك َنْعُبُد َو ِإَّياَك َنْسَتِع يُن‬

"Hanya kepada Engkaulah Kami menyembah, dan hanya kepada Engkaulah kami memohon
pertolongan" (QS Al Fatihah: 5).

Ketiga, keharusan untuk yakin bahwa tiada musibah dan kesenangan, melainkan atas
kehendak Allah. Aplikasinya, kita harus optimis dalam hidup dan tidak takut dengan apapun dan
siapapun, selain oleh Allah. Rasul bersabda, "Seandainya seluruh manusia bersatu untuk
memberi manfaat atau mudharat dengan sesuatu, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali
dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu".

B. Al-Qur’an

1. Penjelasan Hadis

‫ «َأَال ُأَعِّلُم َك‬: ‫ قال يل رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم‬:‫عن أيب سعيد رافع بن املعلى رضي اهلل عنه قال‬

‫ َيا َرُس وَل‬: ‫ ُقْلُت‬، ‫ َفَلَّم ا أَر ْد َنا أْن ْخَنُرَج‬،‫َأْع َظَم ُس وَر ٍة يف الُقْر آن َقْبَل أْن ْخَتُرَج ِم َن اْلَمْس ِج د؟» َفأَخ َذ ِبَيِدي‬
5

‫ ِه الَّس ْبُع ا َثايِن‬، ‫ «اَحلْم ُد ِهلل َر ِّب الَعاَلِم َني‬: ‫ ُألَعِّلَم َّنَك أْع َظ ُس وَر ٍة يف الُقْر آِن ؟ قاَل‬: ‫ إَّنَك ُقْلَت‬،‫اِهلل‬
‫َمل‬ ‫َي‬ ‫َم‬
‫ِظ ِذ ِت‬
‫َو الُقْر آُن الَع يُم اَّل ي ُأو يُتُه‬
[‫]صحيح[ ]رواه البخاري‬

Dari Abu Sa’id Rafi’ Al-Mualla, ia berkata Rasulullah SAW bersabda kepadaku :
“Maukah kamu aku ajari satu surat yang paling agung yang terdapat dalam Al-Qur’an
sebelum kamu keluar dari masjid? Lalu beliau memegang tanganku dan ketika kami
hendak keluar, aku berkata “Wahai Rasulullah sesungguhnya anda telah berkata
sungguh aku akan mengajarkan kepadamu suatu surat yang paling agung dari Al-
Qur’an. Beliau pun bersabda yaitu “ Alhamdulillahi Rabbil “Alamin” (Surat Al-Fatihah)
ia adalah Sabiul Al-Matsani dan Al-Qur’an yang agung yang telah diberikan kepadaku. 3
(H.R Bukhari)

Dari Abu Sa'īd Rāfi' bin Al-Mu'alla -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, "Rasulullah -
ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadaku, "Maukah," diucapkan untuk menarik
lawan bicara terhadap apa yang akan disampaikan kepadanya setelah itu. Sabdanya,
"Maukah engkau aku ajarkan surah yang paling agung di dalam Al-Qur`ān sebelum
engkau keluar masjid?" Sesungguhnya beliau mengatakan hal itu kepadanya tanpa lebih
dahulu memberitahukannya agar lebih mendorongnya untuk mencurahkan pikirannya
dalam menerima dan memperhatikannya secara total. Sabdanya, "Lalu beliau memegang
tanganku." Yakni, setelah mengatakan demikian dan kami sudah berjalan. Sabdanya,
"Ketika kami hendak keluar, aku berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau
mengatakan, "Aku akan mengajarkanmu surat yang paling agung di dalam Al-Qur`ān?"
Sabdanya, "Beliau menjawab, "Alḥamdulillāhi Rabbil 'Ālamīn (Segala puji bagi Allah
tuhan semesta alam)," Yakni, surah Al-Fātiḥah. Surah Al-Fātiḥah menjadi surat paling
agung karena menghimpun semua tujuan Al-Qur`ān. Karena itu, Al-Fātiḥah dinamakan
Ummul Qur`ān (induk Al-Qur`ān). Selanjutnya beliau memberi isyarat keunggulan Al-
Fātiḥah dari surah-surah lainnya sehingga menjadi surah paling agung, yaitu dengan
sabdanya, "Ia adalah As-Sab'u Al-Maṡānī (tujuh ayat yang diulang-ulang)," Yakni,
3
H.R Bukhari (4474), Nasa'i (21139), Ahmad (41211) dan lbnu Majah (774)
6

dinamakan demikian. Al-Maṡānī adalah bentuk jamak dari Muṡnātu yang berasal dari
kata At-Taṡniyah; atau karena ia diulang-ulang dalam salat di setiap rakaat; atau karena
surah ini diikuti oleh surah lainnya; atau dinamakan demikian karena mencakup dua
bagian: pujian dan doa; atau karena terkumpul di dalamnya kefasihan dalam struktur dan
balagah dalam makna; atau karena Al-Fātiḥah diulang-ulang sepanjang masa, ia diulang-
ulang sehingga tidak terputus dan dipelajari sehingga tidak musnah; atau karena
faedahnya yang terus baru dari waktu ke waktu sehingga tidak ada akhir baginya; atau
juga Al-Maṡānī adalah bentuk jamak dari Maṡnāhu yang berasal dari kata Aṡ-ṡanā`
(pujian), karena mencakup apa yang menjadi pujian kepada Allah -Ta'ālā-, seakan-akan
surat ini memuji Allah dengan nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya yang baik; atau juga
berasal dari kata Aṡ-ṡanāya, karena Allah mengecualikannya (mengkhususkannya)
untuk umat ini dan lain sebagainya. Sabdanya, "dan Al-Qur`ān Al-Aẓīm (Al-Qur`ān
yang agung)," yakni, ia juga dinamakan demikian. Sabdanya, "yang telah diberikan
kepadaku." Al-Fātiḥah dinamakan Al-Qur`ān Al-Aẓīm karena menghimpun semua yang
berkaitan dengan hal-hal yang ada di dunia dan akhirat, hukum-hukum, dan berbagai
keyakinan.

Hadis di atas menjelaskan bahwasannya surah al-Fātiḥah merupakan surah yang


paling agung dalam Al-Quran. Maksudnya agung disini dipahami sebagai keagungan
mendapatkan pahala yang bertingkat-tingkat bagi yang membacanya, meskipun ada
surah selain surah al-Fātiḥah yang lebih panjang ayatnya. Demikian juga surah al-
Fātiḥah meliliki keagungan yang mencakup makna-makna yang saling berkaitan dalam
Al-Quran.4

2. Keutamaan Surah Al-Fatihah

Surah Al-Fatihah adalah surah yang sangat mulia dan memiliki banyak kemuliaan. 5
Surat al-Fatihah adalah surat yang satu-satunya diwajibkan bagi kaum muslimin untuk
membacanya disetiap shalat. Surat yang selalu dibacakannya berulang-ulang disemua
rakaat dalam shalat yang menjadi bagian dari rukun shalat, sehingga mudah untuk
diingat dan dihafalkan bagi kaum muslimin, maka itulah salah satu nama lain dari surat
4
Ibnu Hajar al-Asqolani, Faṭḥ al-Bārī,Jil.10, (Mesir, Darul al-Hadīṡ, 2004), h.62.
5
Darwis Abu Ubaidah, Tafsir Al-Asas,(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), h. 14.
7

al-Fatihah adalah sab’ul matsani tujuh ayat yang terkandung di dalamnya senantiasa
dibacakan secara terus menerus dan berulang-ulang di dalam shalat sunnah atau pun
wajib.

‫ِظ‬
‫َو َلَقْد ٰاَتْيٰن َك َس ْبًعا ِّم َن اْلَم َثاْيِن َو اْلُقْر ٰاَن اْلَع ْيَم‬

“Dan sungguh, kami telah memberikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca
berulang-ulang dan Al-Qur’an yang agung”

Surah Al-Fatihah memiliki banyak keutamaan dan kelebihan yang sangat luar biasa.
Salah satu keutamaan yang dimiliki surah Al-Fatihah meliputi pokok-pokok Al-Qur’an
yakni pujian kepada Allah, Ibadah kepada Allah dengan melaksanakan segala perintah-
Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Sesuai dalam hadis shahih telah disebutkan
bahwa keutamaan dari surah Al-Fatihah diantaranya terdapat dalam sabda Rasulullah
saw , “Allah tidak menurunkan di dalam Taurat dan Injil sebuah surah seperti Ummul
Quran, dialāh sab‟ul, dan dia sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla dalam hadits
Qudsi terbagi asntara diri-Ku dan hamba-Ku, dan hamba-Ku berhak mendapatkan apa
pun yang ia minta.6” (H.R. Tirmidzi No. 3115)

Surah al-Fātiḥah memiliki kedudukan yang agung dalam Al-Quran. Surah al-
Fātiḥah disebut dengan Fātiḥah al-Kitāb (pembuka kitab), karena surah al-Fātiḥah
dicantumkan di awal mushaf dalam Al-Qur’an Ia juga merupakan Umm al-Qur’ān
(Induk Al-Qur’an) karena seluruh intisari Al-Qur’an terdapat di dalam Surah al-Fātiḥah.
Ia juga merupakan al-Qur’ān al-Aẓīm (Al-Qur’an yang Agung), karena surah ini
mencakup semua pengetahuan Al-Qur’an, mencakup semua sanjungan kepada Allah
lengkap dengan sifat-sifat kesempurnaan dan kemulian-Nya, mencakup perintah untuk
beribadah dan ikhlas kepada-Nya, mencakup atas ketidak mampuan kecuali dengan
pertolongan-Nya, mencakup pemenuhan kebutuhan orang-orang yang membatalkan
janji setelah ditetapkan, dan mencakup penjelasan tentang akibat yang diterima oleh
seseorang yang ingkar.7
6
Idrus Abidin, Tafsir Surah Al-Fatihah , (Jakarta: AMZAH, 2015), 12.
7
Syaikh Imam Qurtubi, Tafsir al-Qurtubi, Terj.Fathurahman, dkk, Jil.1, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2010), h.287-290
8

a) Al-Fatihah adalah surah yang terbaik dalam Al-Qur’an

Sebagaimana hadis yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad. Dari Abdullah bin
Jabir; sungguh Rasulullah saw pernah bersabda kepadanya : Maukah engkau,
aku beritahu dengan surat yang terbaik dalam al-Qur‟an? saya menjawab :
Tentu Ya Rasulullah. Beliau bersabda :”Bacalah al-Hamdulillahi rabbil alamin
sampai selesai suratnya”. 8

b) Surah Al-Fatihah mengandung obat hati dan badan

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziah dalam kitabnya “


Madarijul as-Salikin “. Ibnu Qayyim berkata bahwa : Al-Fatihah mengandung
obat penyakit hati dengan kandungan yang paling sempurna, karena penyakit
hati berkisar pada dua pokok, yaitu kerusakan hati dan kerusakan tujuan. Kedua
kerusakan ini menimbulkan dua macam penyakit yang mematikan, yaitu dhalal
(kesesatan) dan ghadhab (marah). Kesesatan merupakan akibat dari kerusakan
ilmu, dan amarah merupakan akibat dari kerusakan tujuan. Kedua penyakit ini
merupakan raja semua penyakit hati. Karena itu hidayah ke jalan yang lurus
(Shiratal Mustaqim) mengandung pengobatan dari penyakit kesesatan. Oleh
karena itu, memohon hidayah ini adalah merupakan doa yang paling wajib bagi
setiap orang untuk dipanjatkan setiap hari dan setiap malam, dan pada setiap
kali shalat, mengingat sangat penting dan perlunya kepada hidayah yang
diminta itu. Dan doa ini ini tidak dapat digantikan dengan doa apapun.
Merealisasikan iyyaka na‟budu wa iyya ka nastain (hanya kepada-Mu kami
beribadah dan hanya kepad-Mu kami memohon pertolongan) dalam ilmu dan
ma‟rifah, amal dan keadaan (sikap), mengandung pengobatan dari penyakit
kerusakan hati dan tujuan, karena kerusakan hati berhubungan langsung dengan
tujuan dan wasilah.9

8
Muhammad Sayyid Tanthawi, Tafsir al-Wasit Lilqur’anil Karim, (Kairo: Dar-Assa’adah, 2007), h. 14
9
Ibnu Qayyim Al-Jauzi, Madarijul As-Salikin, Jenjang Spritual Para Penempuh Jalan Ruhani, Penerjemah:
Abu Sa;id al-Falahi, (Jakarta: Rabbani Press, 1998), h. 84
9

C. Ibadah

1. Penjelasan Hadis

‫وعن أىب هريرة رضي اهلل عنه أن فقراء املهاجرين اتوا رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم‬

‫يصلون‬: ‫ وماذاك ؟ فقالوا‬: ‫ فقال‬، ‫ ذهب أهل الدثور بالدرجات العلى والنعيم املقيم‬: ‫فقالوا‬

‫ فقال‬، ‫ ويعتقون وال نعتق‬، ‫ ويصومون كما نصوم ويتصدقون وال نتصدق‬، ‫كما نصلي‬

‫ أفال أعلمكم شيئا تدركون به من سبقكم وتسبقون به من‬: ‫رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم‬

‫ بلى يا رسول‬: ‫بعدكم وال يكون احد افضل منكم إال من صنع مثل ما صنعتم ؟ فقالوا‬

‫ فرجع فقراء‬، ‫ تسبحون وتكربون وحتمدون دبر كل صالة ثالثا وثالثني مرة‬: ‫ فقال‬، ‫اهلل‬

‫ مسع اخواننا أهل األموال مبا فعلنا فقالوا‬: ‫احملاجرين إىل رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم فقالوا‬

‫ (روه البخارى‬.‫ ذلك فضل اهلل يؤتيه من يشاء‬: ‫ فقال رسول اهلل (صلى اهلل عليه وسلم‬، ‫مثله‬

‫ومسلم‬
10

Hadits ini adalah hadis shahih dan telah ditakhrijkan oleh : Bukhori (843),
Muslim (595), An-Nasa’i dalam amalul yaumi wal-lailati (146), Abu I’waana (no.
II/248), Ibnu Khazimah (749), Ibnu Hibban (2014), Baihaqi (II/186), dan Tabhrani
dalam kitab ad-dua’u (722), dari Abidullah ibnu Umar dari Sumi’a dari Abi Sholih dari
Abu Hurairah.11

Dari Abu Hurairah r.a bahwasanya sahabat-sahabat Muhajirin yang miskin datang
kepada Rasulullah Saw dan mereka berkata : Wahai Rasulullah saw, orang-orang kaya

10
Yahya ibnu Syarif An-nawawi, Riyadussholihin, (Surabaya: Dar nasyri masriyah).h. 284
11
Ibnu Hajar Al-Asqalani, 1449, fathul bari bisyarhi shahih Al-Bukhari, Mesir : jilid 2 hal 383
10

dan lapang, telah mengalahkan kebaikan dan pahala kami dengan derajat yang tinggi
dan kemewahan yang banyak. Rasulullah saw lalu bertanya : Bagaimana bisa demikian?
Mereka menjawab : Mereka melakukan shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa
sebagaimana kami juga berpuasa, mereka dapat bersedekah harta namun kami tidak
dapat bersedekah, mereka dapat membebaskan budak belian, sementara kami tidak
dapat melakukannya. Rasulullah saw lalu bersabda kembali : Maukah aku ajarkan
kepada kalian sesuatu di mana kamu dapat mendahului, mengalahkan (pahala dan
kebaikan) orang-orang sebelum kalian dan sesudah kalian, dan tidak akan ada seorang
pun yang dapat mengalahkan kebaikan kalian kecuali orang tersebut melakukan
sebagaimana yang kalian lakukan? Mereka menjawab: Tentu mau ya Rasulullah.
Rasulullah saw bersabda kembali : Bacalah tasbih (subhanallaah), tahmid
(alhamdulillah) dan takbir (Allahu akbar) setiap selesai shalat (wajib) sebanyak tiga
puluh tiga kali. Kemudian Orang-orang miskin dari kelompok muhajirin lalu kembali
lagi menghadap Rasulullah saw sambil berkata: Kami mendengar bahwa orang-orang
kaya itu juga melakukan apa yang telah kami lakukan ya Rasulullah. Rasulullah saw lalu
bersabda kembali: Itu adalah karunia dari Allah, yang Allah berikan kepada orang yang
dikehendaki-Nya. (HR. Bukhari Muslim).

Dalam salah satu riwayatnya Muslim menambahkan: "Lalu orang-orang fakir


muhajirin kembali menemui Rasulullah dan berkata: Saudara-saudara kami (orang-
orang kaya) mendengar apa yang kami kerjakan lalu mereka mengerjakan apa yang
kami kerjakan?" Kemudian Rasulullah bersabda: Itulah keutamaan yang diberikan Allah
kepada siapa saja yang Dia kehendaki.

2. Keutamaan zikir

Zikir menurut bahasa berasal dari bahasa Arab dzakara, yaitu mengingat,
sedangkan secara istilah adalah membasahi lidah dengan pujian kepada Allah. Menurut
Imam Al-ghazali, dalam kitabnya Ihya Ulumuddin mengatakan bahwa dzikir adalah
hiasan bagi kaum sufi yang merupakan syarat utama bagi kaum sufi untuk menempuh
jalan Allah SWT. Hal senada di ungkapkan oleh Ibnu At-Thaillah al-Sakarandy dzikir
11

yaitu mengulang nama Allah SWT dalam hati maupun secara lisan dan melepaskan diri
dari kelalaian.12

Dzikir juga merupakan salah satu bentuk ibadah makhluk kepada Allah swt.
Dengan cara mengingatnya. Salah satu manfaat berzikir adalah untuk menarik energi
positif dan atau energi zikir yang bertebaran di udara agar energi zikir dapat masuk
tersikulasi ke seluruh bagian tubuh pelaku zikir. Manfaat utama energi zikir pada tubuh
adalah untuk menjaga keseimbangan suhu tubuh,agar tercipta suasana kejiwaan yang
tenang,damai,dan terkendali.hal yang demikian insya allah akan menentukan kualitas
ruh kita.13

Dzikir bila dikaji secara mendalam termasuk “Tauhid Uluhiyah” atau tauhid ibadah,
bila ditinjau dari ilmu tasawuf ini adalah madzhab untuk mencapi ma’rifatullah dengan
pendekatan melalaui dzikir. Pada hakikatnya orang yang sedang berhubungan dengan
Allah SWT merupakan orang yang senantiasa mengajak orang lain untuk kembali
kepada Allah SWT akan melakukan dzikir lebih dari seorang muslim biasa. Karena pada
dasarnya, ia ingin menghidupkan kembali hati mereka yang mati, akan tetapi jika ia
tidak menghidupkan hatinya terlebih dahulu, keinginan untuk menghidupkan hati yang
lain tidak akan mampu dilakukan.

a) Terlindung dari bahaya godaan setan

Orang yang senantiasa berdzikir mereka mempunyai iman yang kuat sehingga
tidak terpengaruh dari godaan setan. Menurut Nawawi dalam jurnal medina,
Heriyadi bahwa dengan membaca Al-qur’an dan berdzikir serta mempunyai
iman yang kuat merupakan modal utama dalam menjalani kehidupan. Iman
yang kuat dapat menjadi benteng untuk melakukan perbuatan maksiat, karena
dengan menjaga iman dapat menjadikan selalu berfikir positif dan kita dapat
terhidar dari godaan setan maupun melakukan perbuatan maksiat.14

12
A. Fatoni, Integrasi Dzikir dan Pikir Dasar Perkembangan Pendidikan Islam, Lombok: Forum Pemuda
Aswaja, 2020. h, 1
13
Amin Syukur, kuberserah, (Bandung, Hikmah, 2007). H, 101
14
Heryadi, Tinjauan Al-Qur’an Terhadap Godaan Iblis Dan Setan Menurut Hamka Dalam Tafsir Al-Azhar,
Jurnal: Medina, Vol.16 No.1, 2017, H, 93.
12

b) Memberikan ketenangan jiwa dan hati

Hati yang lemah dan tidak bisa menanggung beban hidup akan menimbulkan
rasa gelisah hal itu dapat timbul karena sering berbuat dosa. Karena itu, untuk
meraih ketenangan jiwa di anjurkan untuk memperbanyak berdzikir. Hal yang
menjadikan dzikir dapat menentramkan jiwa yaitu orang yang melakukan dzikir
ingat kepada Allah SWT tanpa memikirkan hal lain termasuk dunia, jadi segala
fikiran dan jiwanya hanya ditujukan kepada Allah SWT.15

c) Mendapatkan kasih sayang dari Allah Swt

Seseorang yang melakukan dzikir dengan ikhlas karena Allah SWT akan
mendapatkan kasih sayang, cinta yang hanya dirasakan diri sendiri serta
mendapatkan manisnya iman. Orang yang sudah sampai pada tingkat mahabbah
akan mempunyai keteguhan jiwa yang kuat. Rasulullah menjelaskan bahwa jika
Allah Sudah mencintai seseorang, maka seluruh langit akan mencintainya.16

D. Fiqh

1. Penjelasan Hadis

‫ِه‬ ‫ِه‬ ‫ِهلل‬ ‫ِض‬


‫ َمْن ُيِر ْد الَّلُه ِب َخ ْيًر ا ُيَف ِّق ْهُه‬: ‫ َقاَل َرُسْو ُل ا َص َّلى اُهلل َعَلْي َو َس َّلَم‬: ‫َعْن ُمَعاِو َيَة َر َي اُهلل َعْنُه َقاَل‬
‫يِف الِّديِن‬
Dari Mu’awiyah radiyallahu ‘anhu dia berkata, “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, ‘Siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, maka Allah
menjadikannya paham dalam perkara agama.’’
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhari (71) dan Muslim (1037) dari jalur Ibnu Syihab,
dari Humaid bin Abdurrahman bin ‘Auf, dari Mu’awiyah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Hadis ini diriwayatkan oleh Mu’awiyah ketika beliau sedang berkhutbah.

15
Ahmad Asmuni, Zikir dan Ketenangan Jiwa Manusia (Kajian Tentang Sufistik-Psikologik), Jurnal
Prophetic Vol.1 No.1, 2018, H, 37
16
Miswar, Ahwal-At-Tasawuf (Buah Tasawuf), ISSN:1979-8075, Vol.6 No.1, 2017, H, 84
13

Dalam hadis tersebut dikemukakan bahwa siapa saja yang dikehendaki bagi dirinya
kebaikan oleh Allah maka Allah akan memberinya pemahaman mendalam tentang agama.
Hadis ini menunjukkan agungnya kedudukan ilmu agama dan keutamaan yang besar bagi
orang yang mempelajarinya. Imam Nawawi dalam syarahnya terhadap Shahih Muslim
berkata bahwa hadis ini menunjukkan keutamaan ilmu, keutamaan mempelajarinya, serta
anjuran untuk menuntut ilmu. 17
Seorang ulama sufi, Imam al-Ghazali mengemukakan bahwa ilmu pengetahuan itu indah,
mulia dan utama. Akan tetapi, selama keutamaan itu sendiri masih belum dipahami, dan
yang
diharapkan dari keutamaan itu masih belum terwujud, maka tidak mungkin diketahui bahwa
ilmu adalah utama. Imam al-Mawardi juga mengatakan bahwa keutamaan dan pentingnya
ilmu dapat diketahui oleh semua orang, yang tidak dapat mengetahuinya hanya orang-orang
bodoh. Perkataan ini merupakan petunjuk sekaligus mempertegas keutamaan ilmu tersebut.
Keutamaan ilmu hanya dapat diketahui oleh orang berilmu itu sendiri. Ketika seseorang
yang tidak berilmu ingin mengetahui keutamaan ilmu, maka ia meremehkan ilmu,
menganggap hina para pemiliknya, dan menyangka bahwa hanyalah kekayaan dunia yang
akan mengantarkannya kepada sebuah kebahagiaan. 18
Jika manusia berhenti belajar sementara zaman terus berkembang maka manusia akan
tertinggal oleh zaman sehingga tidak dapat hidup layak sesuai dengan tuntutan zaman,
terutama pada zaman sekarang ini, zaman yang disebut dengan era globalisasi, orang
dituntut untuk memiliki bekal yang cukup banyak berupa ilmu pengetahuan. Ayat-ayat dan
hadis Nabi saw. serta nasehat ulama tersebut di atas jelas merupakan perintah kepada
ummat Islam untuk giat belajar serta menjadi sumber motivasi untuk tidak pernah berhenti
menuntut ilmu. Berbeda dengan ayat Al-Qur’an yang nilai keautentikannya sudah pasti,
harus diterima, dipercayai sehingga dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, hadis Nabi
perlu diteliti dan dipilah dalam penerimaannya. Apabila hadis tersebut bukan berasal dari
periwayat yang adil dan dhabit (tsiqah), yaitu periwayat yang memiliki tingkat kualitas
kepribadian yang tinggi serta kualitas intelektual yang juga tinggi atau bukan hadis shahih

17
Abu Zakariya Al-Nawawi, Syarh al-Nawawi ala Shahih Muslim, Juz VII (Beirut : Dar Ihya al-Turas al-
Arabi, 1392 H), h. 128
18
Al-Mawardi, Adab al-Dun-ya wal al-Din (Beirut: Dar Iqra’, 1985), h. 37
14

atau hasan, tetapi hadis daif maka tidak boleh diterima dan tidak boleh dijadikan sebagai
dasar amalan dalam kehidupan
sehari-hari seorang muslim.
Substansi dari hadis ini tidaklah mengajarkan manusia untuk menyerahkan segala urusan
kepada Allah saja, tanpa disertai ikhtiar belajar sedikit pun. Kemudian, berharap Allah akan
memberikan pemahaman ilmu agama kepadanya secara cuma-cuma. Akan tetapi, hadis ini
justru mengajarkan kita agar bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu agama, baik yang
Usul maupun yang Furuk. Karena ilmu agama merupakan penuntun menuju ketakwaan
kepada Allah Swt.. Lebih dari itu, orang yang enggan belajar ilmu agama akan berpotensi
tidak mendapatkan kebaikan.
Qadhi Abu Ya’la—seorang mujadid dan ulama besar mazhab Hambali—mengutip
sebuah hadis dari sahabat Muawiyah Ra.. Rasulullah Saw. bersabda:
‫َف َّق يِف الِّديِن اِل الَّل ِبِه‬
‫ْمَل ُيَب ُه‬ ‫َو َمْن ْمَل َيَت ْه‬
“Barang siapa yang tidak mau memahami ilmu agama, maka Allah tidak akan
memedulikannya.”
Dari penjelasan di atas, bisa kita simpulkan bahwa hadis ini tidak mengajarkan kita
menjadi orang yang bersifat pasif; hanya berharap agar Allah memberi pemahaman tanpa
disertai ikhtiar belajar. Hadis ini justru menekankan agar kita bersifat aktif; bersungguh-
sungguh dalam memahami ilmu agama, yang mana hal ini akan menjadi wasilah menuju
takwa kepada Allah Swt.

Tidak ada perbedaan antara mujahid yang membawa persenjataannya dan penuntut ilmu
yang berusaha membahas permasalahan ilmu dari kitab-kitab induk agama Islam, karena
masing-masing dari mereka beramal dan bekerja di jalan Allah. Orang yang pertama
berjihad menegakkan dan membela agama Allah, sedangkan yang kedua berusaha
menjelaskan syariat Allah kepada seluruh hamba Allah. Oleh karena itu, Imam an-Nawawi
rahimahullah dalam kitabnya, Riyadhush Shalihin, meletakkan Bab Ilmu setelah Bab Jihad;
sebagai penjelasan bahwa ilmu semisal dengan jihad. Bahkan, sebagian ulama lebih
mengutamakan Ilmu di atas jihad fi sabilillah. Namun pendapat yang benar adalah dengan
perincian dan dengan mempertimbangkan keadaan; di antara kaum Muslimin ada yang jihad
lebih sesuai dan utama baginya, dan di antara mereka ada yang menuntut ilmu lebih baik
15

baginya. Maka, jika seorang Muslim memiliki kekuatan dan keberanian yang unggul, akan
tetapi di dalam ilmu ia sangat kurang atau pas-pasan saja, sedikit hafalan ilmunya, sulit
memahami ketika mempelajari ilmu, maka di sini kita katakan, berjihad (berperang di jalan
Allah) lebih utama baginya. Namun jika keadaan seorang Muslim sebaliknya, ia tidak
memiliki kekuatan tubuh yang prima, atau tidak memiliki keberanian hati yang kokoh, akan
tetapi ia memiliki kekuatan hafalan, pemahaman dan kesungguhan yang baik dalam
menuntut ilmu; maka menuntut ilmu lebih utama baginya. Namun jika kedua sisinya sama,
maka di antara ulama ada yang tetap lebih mengutamakan menuntut ilmu. Karena menuntut
ilmu merupakan dasar dan landasan utama setiap Muslim. Juga, dengan ilmu semua orang
dapat merasakan manfaatnya, orang yang jauh maupun yang dekat, orang yang hidup saat
itu dan orang yang dilahirkan kemudian. Bahkan akan bermanfaat bagi penuntutnya di masa
hidupnya dan setelah matinya. 19Sebagaimana Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‫ أو ولٍد صالٍح يدعو له‬. ‫ أو علٍم ينتفُع به‬. ‫ إال من صدقٍة جاريٍة‬: ‫إذا مات اإلنساُن انقطع عنه عمُله إال من ثالثٍة‬

“Jika manusia meninggal dunia terputuslah darinya seluruh amalannya, kecuali tiga
hal; sedekah yang terus menerus, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang
mendoakannya” (HR. Muslim (1631) (14)).

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah ar-Rajihi rahimahullah berkata dalam kitabnya al-
Ifham fi Syarhi Bulughil Maram min Adillatil Ahkam, “Hadits ini adalah dalil yang
menunjukkan keagungan tafaqquh fid din (menuntut ilmu agama). Dan ilmu ini tidaklah
diberikan kecuali kepada orang yang Allah kehendaki kebaikan padanya dan tafaqquh fid
din; maksudnya adalah mempelajari kaidah-kaidah (dasar-dasar) Islam, dan berupaya
mengetahui (hukum) halal dan haram dari alquran dan sunnah”.
Faedah dari Hadis diatas:

1. Di dalam hadis ini terdapat dalil kemuliaan belajar agama serta anjuran
kepadanya.
2. Istilah fikih memiliki dua bentuk pemakaian. Pertama: ilmu tentang hukum-
hukum agama yang bersifat rinci berdasarkan dalil-dalilnya yang rinci pula. Kedua: ilmu
tentang agama Allah -Ta'ālā- secara umum; tentang pokok-pokok iman, syariat-syariat
Islam, hakikat-hakikat ihsan, dan mengenal yang halal dan haram.
19
Arif Budiman, Standar Kebaikan di Sisi Allah, artikel Muslim. or.id
16

3. Juga dapat disimpulkan dari hadis ini bahwa orang yang meninggalkan belajar
agama menunjukkan bahwa Allah -Ta'ālā- tidak menginginkan kebaikan untuknya.
4. Siapa yang bersemangat menuntut ilmu menunjukkan Allah mencintainya, karena
Allah -Ta'ālā- sedang menginginkan kebaikan untuknya dengan diberikan taufik agar
belajar agama.
5. Belajar agama merupakan tindakan terpuji. Adapun belajar selain ilmu agama
maka tidak dipuji dan tidak dicela, kecuali hal itu merupakan sarana kepada urusan
terpuji maka dia terpuji pula, dan jika hal itu merupakan sarana kepada perkara tercela
maka dia tercela pula.

E. Ketrampilan

‫َأْخ َبَر َنا اَحْلَسُن ْبُن ِإَمْسِعيَل ْبِن َجُماِلٍد َقاَل َح َّد َثَنا ِعيَس ى ْبُن ُيوُن َعْن َعْبِد الَّر َمْحِن ْبِن َيِز يَد ْبِن َج اِبٍر َقاَل َح َّد َثيِن‬
‫َس‬
‫َأُبو َس اَّل ٍم الِّد َم ْش ِق ُّي َعْن َخ اِلِد ْبِن َيِز يَد اُجْلَه ِّيِن َقاَل َك اَن ُعْق َبُة ْبُن َعاِم ٍر ُمَيُّر يِب َفَيُقوُل َيا َخ اِلُد اْخ ُر ْج ِبَنا َنْر ِم ي‬
‫ِه‬ ‫ِه‬ ‫ِل‬ ‫ٍم‬
‫َفَلَّم ا َك اَن َذاَت َيْو َأْبَطْأُت َعْنُه َفَق اَل َيا َخ ا ُد َتَعاَل ُأْخ ْرِب َك َمِبا َقاَل َرُس وُل الَّل َص َّلى الَّلُه َعَلْي َو َس َّلَم َفَأَتْيُتُه‬
‫يِف‬ ‫ِن ِس‬ ‫ِخ ِب ِم ِح ِد‬ ‫ِإ‬ ‫ِه‬ ‫ِه‬
‫َفَق اَل َقاَل َرُس وُل الَّل َص َّلى الَّلُه َعَلْي َو َس َّلَم َّن الَّلَه ُيْد ُل الَّس ْه اْلَو ا َثاَل َثَة َنَف ٍر اَجْلَّنَة َص ا َعُه ْحَيَت ُب‬
‫ْنِعِه اَخْل الَّر اِم ِبِه َنِّبَل ا وا ا َك وا َأْن وا َأ ُّب ِإَّيَل ِم َأْن َك وا َل الَّل ِإاَّل يِف َثاَل َثٍة‬
‫ْن َتْر ُب َو ْيَس ْه ُو‬ ‫ْيَر َو َي َو ُم ُه َو ْر ُم َو ْر ُب َو َتْر ُم َح‬ ‫ُص‬

‫َتْأِد يِب الَّر ُج ِل َفَر َس ُه َو ُماَل َعَبِتِه اْم َر َأَتُه َو َر ْم ِيِه ِبَق ْو ِس ِه َو َنْبِلِه َو َمْن َتَر َك الَّر ْم َي َبْع َد َم ا َعِلَم ُه َر ْغ َبًة َعْنُه َفِإَّنَه ا ِنْع َم ٌة‬

‫َك َف َر َه ا َأْو َقاَل َك َف َر َهِبا‬

Telah mengabarkan kepada kami [Al Hasan bin Isma'il bin Mujalid] berkata; telah
menceritakan kepada kami [Isa bin Yunus] dari ['Abdurrahman bin Yazid bin Jabir]
berkata; telah menceritakan kepadaku [Abu Salam Ad Dimasyqi] dari [Khalid bin Yazid
Al Juhani] berkata; ['Uqbah bin 'Amir] melewatiku dan berkata, "Wahai Khalid,
keluarlah bersama kami untuk melempar." Kemudian pada suatu hari aku
memperlambat jalan darinya, kemudian ia berkata, "Wahai Khalid, kemarilah. Aku
kabarkan kepadamu apa yang telah disabdakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam."
17

Kemudian aku datang kepadanya dan ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi


wasallam bersabda: "Sungguh, dengan satu anak panah Allah memasukkan tiga orang ke
dalam Surga; yaitu pembuatnya yang dalam membuatnya mengharapkan kebaikan,
orang yang memanah dan orang yang mengambilkan anak panah. Panah dan berkudalah,
dan kalian memanah lebih aku sukai daripada kalian berkuda. Tidak ada hiburan kecuali
dalam tiga hal; seorang laki-laki yang melatih kudanya, candaan seorang terhadap
isterinya, dan lemparan anak panahnya. Dan barangsiapa yang tidak melempar setelah ia
mengetahui ilmunya karena tidak menyenanginya, maka sesungguhnya hal itu adalah
kenikmatan yang ia kufuri."

Kandungan Bab:

1. Larangan keras melupakan ilmu memanah setelah mempelajarinya. An-Nawawi


berkata dalam Syarh Shahih Muslim (XIII/65), "Ini merupakan ancaman keras
melupakan keahlian memanah setelah mempelajarinya, hukumnya sangat makruh
bagi yang meninggalkannya tanpa udzur." Al-Munawi berkata dalam Faidhul Qadiir
(VI/181), "Barangsiapa mengetahui ilmu memanah kemudian ia meninggalkannya,
maka ia bukanlah orang yang berakhlak dengan akhlak Islam, bukan termasuk orang
yang mengamalkan Sunnah Nabi atau ia tidak ada hubungannya dengan kaum
Muslimin dan tidak termasuk golongan mereka. Ini lebih berat daripada orang yang
tidak mempelajarinya, karena ia tidak termasuk dalam golongan mereka. Adapun
orang ini telah masuk golongan mereka kemudian keluar. Seolah-olah ia
melecehkannya. Dan termasuk mengkufuri nikmat yang sangat penting ini. Oleh
karena itu, sangat makruh hukumnya disebabkan ancaman yang sangat keras
tersebut."
2. Anjuran mempelajari ilmu memanah, berlomba memanah dan adu keberanian serta
serius menekuninya karena hal itu termasuk bukti keinginan diri untuk berjihad fi
sabilillah. Dan juga ilmu tersebut dapat melumpuhkan musuh dan termasuk sebaik-
baik alat bantu dalam peperangan meskipun jihad belum lagi hidup sekarang ini di
tengah ummat. Sebagaimana disebutkan dalam hadits 'Uqbah bin Amir r.a, ia berkata,
"Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Akan dibukakan untuk kalian negeri-
18

negeri dan Allah akan memenangkan kalian, maka janganlah kalian merasa lemah
20
untuk bermain dengan panah-panahnya'," (HR Muslim [1918]).

BAB III
KESIMPULAN
1. Hadits ini, menurut Imam Hanbali, memuat wasiat-wasiat yang sangat agung dan kaidah-
kaidah yang sangat menyeluruh tentang ajaran agama yang sangat penting. Betapa tidak, di
dalamnya terkandung muatan akidah dan akhlak yang sangat kental. Abdullah bin Abbas
mendapatkan "mutiara" tatkala ia berjalan di belakang Rasulullah SAW. Saat itu usianya
masih sangat muda. Hal ini terlihat dari seruan Rasul padanya, "Yaa Ghulam; wahai
anakku". Dari redaksinya terlihat pula betapa besarnya perhatian Rasulullah SAW terhadap
para sahabatnya yang masih muda. Tampaknya, beliau menginginkan agar para sahabat
mudanya benar-benar paham akan konsep akidah yang paling dasar. Inilah pola kaderisasi
Rasulullah yang paling awal.
2. Hadis di atas menjelaskan bahwasannya surah al-Fātiḥah merupakan surah yang paling
agung dalam Al-Quran. Maksudnya agung disini dipahami sebagai keagungan
mendapatkan pahala yang bertingkat-tingkat bagi yang membacanya, meskipun ada surah
selain surah al-Fātiḥah yang lebih panjang ayatnya. Demikian juga surah al-Fātiḥah
meliliki keagungan yang mencakup makna-makna yang saling berkaitan dalam Al-Quran.

3. Hadis ini menjelaskan tentang Dzikir bila dikaji secara mendalam termasuk “Tauhid
Uluhiyah” atau tauhid ibadah, bila ditinjau dari ilmu tasawuf ini adalah madzhab untuk
mencapi ma’rifatullah dengan pendekatan melalui dzikir.
4. Hadis ini menjelaskan bahwa siapa saja yang dikehendaki bagi dirinya kebaikan kebaikan
oleh Allah maka Allah akan memberinya pemahaman mendalam tentang agama. Hadis ini
menunjukkan agungnya kedudukan ilmu agama dan keutamaan yang besar bagi orang yang

20
Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau
Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006),
hlm. 2/472-473.
19

mempelajarinya. Imam Nawawi dalam syarahnya terhadap Shahih Muslim berkata bahwa
hadis ini menunjukkan keutamaan ilmu, keutamaan mempelajarinya, serta anjuran untuk
menuntut ilmu
5. Hadis ini menjelaskan tentang Anjuran mempelajari ilmu memanah, berlomba memanah
dan adu keberanian serta serius menekuninya karena hal itu termasuk bukti keinginan diri
untuk berjihad fi sabilillah.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Idrus Tafsir Surah Al-Fatihah. Jakarta: AMZAH, 2015


Abu Ubaidah, Darwis, Tafsir Al-Asas. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012
Al-Asqalani, Ibnu Hajar, 1449, fathul bari bisyarhi shahih Al-Bukhari, Mesir : jilid 2
Al-Asqolani, Ibnu Hajar, Faṭḥ al-Bārī,Jil.10, Mesir, Darul al-Hadīṡ, 2004
Al-Jauzi, Ibnu Qayyim, Madarijul As-Salikin, Jenjang Spritual Para Penempuh Jalan Ruhani,
Penerjemah: Abu Sa;id al-Falahi. Jakarta: Rabbani Press, 1998
Al-Mawardi, Adab al-Dun-ya wal al-Din. Beirut: Dar Iqra’, 1985
Al-Nawawi, Abu Zakariya, Syarh al-Nawawi ala Shahih Muslim, Juz VII. Beirut : Dar Ihya
al-Turas al-Arabi, 1392 H
Asmuni, Ahmad, Zikir dan Ketenangan Jiwa Manusia (Kajian Tentang Sufistik-Psikologik),
Jurnal Prophetic Vol.1 No.1, 2018
Azzam, 2010
Fatoni, Integrasi Dzikir dan Pikir Dasar Perkembangan Pendidikan Islam, Lombok: Forum
Pemuda Aswaja, 2020.
H.R Bukhari (4474), Nasa'i (21139), Ahmad (41211) dan lbnu Majah (774)
Heryadi, Tinjauan Al-Qur’an Terhadap Godaan Iblis Dan Setan Menurut Hamka Dalam
Tafsir Al-Azhar, Jurnal: Medina, Vol.16 No.1, 2017
Imam Nawawi ditakhrij oleh Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani dan Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Terjemah Lengkap Riyadhus Shalihin
Miswar, Ahwal-At-Tasawuf (Buah Tasawuf), ISSN:1979-8075, Vol.6 No.1, 2017
Sayyid Tanthawi, Muhammad , Tafsir al-Wasit Lilqur’anil Karim. Kairo: Dar-Assa’adah,
2007
20

Shahih : Dikeluarkan oleh At-Tirmidzi (2518) begitu juga dikeluarkan oleh Ahmad (1/207)
Syekh Al-Albani Menshahihkannya dalam Shahih At-Tirmidzi
Syaikh Imam Qurtubi, Tafsir al-Qurtubi, Terj.Fathurahman, dkk, Jil.1. Jakarta: Pustaka
Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-
Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj.
Abu Ihsan al-Atsari. Pustaka Imam Syafi'i, 2006.
Syarif An-nawawi, Yahya ibnu , Riyadussholihin. Surabaya: Dar nasyri masriyah
Syukur Amin, kuberserah, Bandung, Hikmah, 2007

Anda mungkin juga menyukai