Anda di halaman 1dari 18

RINGKASAN

Daun pepaya merupakan bagian yang sering dimanfaatkan setelah


buahnya. Di masyarakat daun pepaya dimanfaatkan sebagai bahan makanan
untuk dijadikan lalapan, bahan pelunak daging dan obat tradisional. Daun
pepaya mengandung berbagai senyawa bermanfaat salah satunya adalah
Tanin. Tanin merupakan senyawa turunan polifenol yang memiliki berat
molekul 500-3.000 dan memiliki gugus hidroksi fenolik yang dapat
membentuk ikatan silang yang stabil dengan protein dan biopolymer lainnya.
Dalam perkembangan teknologi tanin dapat digunakan sebagai pembasmi
hama dan jamur pada tanaman, penawar racun, anti oksidan, anti bakteri dan
juga sebagai penyamak kulit. Untuk memperoleh tanin dari daun pepaya
digunakan proses ekstraksi padat – cair dengan menggunakan pelarut
etanol. Daun pepaya dikeringkan dan dihaluskan lalu direndam dalam pelarut
etanol untuk memperoleh ekstrak daun pepaya, dipanaskan kemudian di
kocok dengan kloroform, dievaporasi lalu dilalukan pengujian kadar tanin.

Kata Kunci: tanin, daun pepaya, ekstraksi, etanol


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesi memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah dan


beraneka ragam terutama dalam bidang pertanian salah satunya adalah
tanaman pepaya (Carica Pepaya L) meskipun bukan berasal dari
Indonesia tanaman pepaya dapat dengan mudah tumbuh subur di
Indonesia dan telah tersebar di seluruh daerah di Indonesia. Sentra
penanaman buah pepaya di Indonesia adalah daerah Jawa Barat
(Kabupaten Suka Bumi), Jawa Timur (Kabupaten Malang), Pasar Induk
Keramat Jati Jakarta, Sleman Jogjakarta, Lampung Tengah, Sulawesi
Selatan (Toraja), Sulawesi Utara ( Manado). Seluruh bagian tanaman
pepaya dapat dimanfaatkan dalam kehidupan mulai dari buah, batang,
daun hingga akarnya.

Daun pepaya merupakan bagian yang sering dimanfaatkan setelah


buahnya, di masyarakat daun pepaya dimanfaatkan sebagai bahan
makanan untuk dijadikan lalapan, bahan pelunak daging dan obat
tradisional. Daun pepaya sendiri mengandung berbagai senyawa
bermanfaat salah satunya adalah Tanin. Tanin memiliki banyak manfaat
yaitu sebagai pembasmi hama dan fungi pada tumbuhan, anti bakteri,
antioksidan, penawar racun dan penyamak kulit.

Kebutuhan akan tanin di Indonesia semakin meningkat. Kebutuhan


ini dicukupi dengan cara mengimpor tanin dari negara lain. Sementara
Indonesia sangat kaya akan tanaman yang memiliki kandungan tanin
tinggi, contohnya dari daun pepaya. Untuk itu dibutuhkan metode yang
efektif untuk bisa mengekstrak kandungan tanin di dalam daun papaya
sehingga manfaatnya bisa dimasyarakatkan selain juga dikomersilkan.

Kandungan tanin dalam daun pepaya dapat dipisahkan dengan cara


merendam daun pepaya dalam air panas namun metode ini tidak
menghasilkan tanin dalam jumlah maksimal oleh karena itu penggunaan
metode Ekstraksi Padat– Cair dengan menggunakan pelarut etanol
merupakan metode terbaik dimana etanol dapat melarutkan tanin dengan
cukup baik.
Melalui penelitian perolehan tanin dari daun pepaya ini diharapkan
kedepannya daun pepaya akan lebih bermanfaat lagi bagi masyarakat
serta meambah nilai ekonomis dari daun pepaya.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana proses ekstraksi tanin dari daun pepaya?


2. Berapa banyak tanin yang diperoleh dari ekstraksi daun pepaya?
3. Apakah volume pelarut dan lama waktu ekstraksi mempengaruh pada
kadar tanin?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui langkah-langkah proses ekstraksi tanin dari


daun pepaya.
2. Untuk mengetahui jumlah tanin yang diperoleh dari daun pepaya.
3. Untuk mengetahui pengaruh volume pelarut dan lama waktu
ekstraksi pada kadar tanin.
1.4 Urgensi (keutamaan) Penelitian
Untuk mengetahui berapa jumlah kandungan tanin dalam daun
singkong degan perbandingan volume pelarut dan lama waktu ekstraksi
serta memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat
tanin yang terkandung di dalam daun singkong serta cara
memperolehnya
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pepaya

Pepaya (Carica papaya L.), atau betik adalah tumbuhan yang


berasal dari Meksiko bagian selatan dan bagian utara dari Amerika
Selatan, dan kini menyebar luas dan banyak ditanam di seluruh daerah
tropis untuk diambil buahnya. C. pepaya adalah satu-satunya jenis dalam
genus Carica. (Wikipedia, 2015)

Gambar 2.1 Buah Pepaya

Buah pepaya dimakan dagingnya, baik ketika muda maupun masak.


Pepaya dimanfaatkan pula daunnya sebagai sayuran dan pelunak daging.
Getah pepaya (dapat ditemukan di batang, daun, dan buah) mengandung
enzim papain, semacam protease, yang dapat melunakkan daging dan
mengubah konformasi protein lainnya.Papain telah diproduksi secara
massal dan menjadi komoditas dagang.
2.2 Kandungan Daun Pepaya

Daun pepaya merupakan salah satu jenis sayuran yang diolah pada
saat masih muda menjadi makanan yang lezat dan bergizi
tinggi.Disamping dapat diolah menjadi makanan yang lezat, daun pepaya
dapat pula dijadikan obat untuk beberapa jenis penyakit.

Gambar 2.2 Daun Pepaya

Kandungan senyawa yang terdapat pada daun pepaya antara lain


alkaloid, carpaine, caricaksatin, flavonoid, papain, saponin, violaksatin dan
tanin sedangkan kandungan enzim yang terdapat pada daun pepaya
antara lain adalaah, glikosida, karposid, karpalin, kontinin, miosmin,
nikotin, papain, dan pseudokarpain. Serta terdapat juga kandungan
antikogulan dan antioksidan. (Bimbingan.org)
Tabel 2.1 Kandungan Gizi Daun Pepaya per 100 gr

Komponen Komposisi

Energi 79 kkal

Protein 8 gr

Lemak 2 gr

Karbohidrat 11,9 gr

Kalsium 353 mg

Fosfor 63 mg

Zat besi 1 mg

Vitamin A 18250 IU

Vitamin B1 0,15 mg

Vitamin C 140 mg

Sumber: Organisasi.org, 2013

2.2 Tanin
Tanin merupakan senyawa kimia yang tergolong dalam senyawa polifenol.
Tanin mempunyai kemampuan mengendapkan protein, karena tanin mengandung
sejumlah kelompok ikatan fungsional yang kuat dengan molekul protein yang
selanjutnya akan menghasilkan ikatan silang yang besar dan komplek. Tanin alami
larut dalam air ,dari warna terang sampai warna merah gelap atau coklat, karena
setiap tanin memiliki warna yang khas tergantung sumbernya (Ahadi, 2003).
Tanin adalah senyawa fenol yang memiliki berat molekul 500-3000 daltons
(Da). Tanin diklasifikasi atas dua kelompok atas dasar tipe struktur dan aktivitasnya
terhadap senyawa hidrolitik,yaitutanin terkondensasi (condensed tannin) dan tanin
yang dapat dihidrolisis (hyrolyzable tannin) (Hagerman, 2002).
Tanin hidrolisis adalah tanin pada pemanasan dengan asam klorida atau asam
sulfat menghasilkan asam galat atau asam elagat. Tanin terkondensasi adalah tanin
pada pemanasan dengan asam klorida menghasilkan phlobaphenes seperti
phloroglucinol (Browning, 1966).
Berdasarkan kemampuan untuk dihidrolisa, senyawa tanin dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu tanin yang dapat dihidrolisa dan tanin yang tidak dapat
dihidrolisa (tanin yang terkondensasi).
1. Tanin yang dapat dihidrolisa (Hydrolyzable Tanin)
Tanin yang dapat terhidrolisa dibagi lagi menjadi dua golongan, yaitu:
- Gallotanin, tanin ini terdiri dari D-glukosa yang berikatan dengan
5 sampai 9 senyawa asam gallat.

Gambar 2.3. Struktur Molekul Asam Galat


- Ellagitanin, terbentuk dari oksidasi sepasang unit asam
gallat sehinggamembentuk ester dari hexahydroxy diphenic acid.

Gambar 2.4. Struktur molekul hexahydroxy diphenic acid


2. Tanin yang tidak dapat dihidrolisa ( Condensed Tanin )
Jenis yang paling banyak ditemui dari tanin ini adalah katekin dan
epikatekin.
Gambar 2.5. Struktur molekul katekin dan epikatekin
Sebagai senyawa metabolit sekunder, tanin memiliki banyak manfaat
antara lain sebagai anti hama dan untuk mencegah serangga dan fungi pada
tumbuhan, sebagai adstrigensi pada GI dan dan kulit, sebgai antiseptic serta
sebagai penyamak kulit.
Tanin dapat dijumpai pada hampir semua jenis tumbuhan, baik tumbuhan
tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan kadar dan kualitas yang berbeda-beda.
Sumber tanin antara lain diperoleh dari jenis bakau-bakauan atau jenis-jenis dari
tumbuhan seperti akasia (Acacia sp), ekaliptus (Eucalyptus sp), pinus (Pinus sp) dan
sebagainya. Tanin selama ini banyak digunakan sebagai bahan perekat tipe eksterior,
yang terutama terdapat pada bagian kulit kayu. Tanin memiliki sifat antara lain dapat
larut dalam air atau alkohol karena tanin banyak mengandung fenol yang memiliki
gugus OH, dapat mengikat logam berat, serta adanya zat yang bersifat anti rayap dan
jamur (Carter et al., 1978).
2.2.1 Sifat Tanin
Untuk membedakan tanin dengan senyawa metabolit sekunder lainnya,
dapat dilihat dari sifat-sifat dari tanin itu sendiri. Sifat-sifat tanin, antara lain:
1. Sifat Fisika.
Sifat fisika dari tanin adalah sebagai berikut :
- Apabila dilarutkan ke dalam air, tanin akan membentuk koloid dan
akan memiliki rasa asam dan sepat.
- Apabila dicampur dengan alkaloid dan glatin, maka akan terbentuk
endapan.
- Tanin tidak dapat mengkristal.
- Tanin dapat mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa
dengan protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim
protiolitik.

2. Sifat Kimia
Sifat kimia dari tanin adalah sebagai berikut :
- Tanin merupakan senyawa kompleks yang memiliki bentuk
campuran polifenol yang Sulit untuk dipisahkan sehingga sulit
membetuk kristal.
- Tanin dapat diidentifikasi dengan menggunakan kromotografi
Senyawa fenol yang ada pada tanin mempunyai aksi adstrigensia,
antiseptic dan pemberi warna.
-
3. Sifat sebagai pengkhelat logam.
Fenol yang ada pada tanin, secara biologis dapat berguna sebagai
khelat logam. Mekanisme atau proses pengkhelatan akan terjadi sesuai
dengan pola subtitusi dan pH senyawa fenol itu sendiri. Hal ini biasanya
terjadi pada tanin terhidrolisis, sehingga memiliki kemampuan untuk
menjadi pengkhelat logam.
Khelat yang dihasilkan dari tanin ini dapat memiliki daya khelat
yang kuat dan dapat membuat khlelat logam menjadi lebih stabil dan
aman di dalam tubuh. Namun, dalam mengkonsumsi tanin harus sesuai
dengan kadarnya, karena apabila terlalu sedikit (kadarnya rendah) tidak
akan memberikan efek, namun apabila mengkonsumsi terlalu banyak
(kadar tinggi) dapat mengakibatkan anemia karena zat besi yang ada
dalam darah akan dikhelat oleh senyawa tanin tersebut.
2.2.2 Kegunaan Tanin

Tanin memiliki beberapa kegunaan ( Nadjeeb, 2009 ) diantara lain yaitu:


1. Sebagai pelindung pada tumbuhan pada saat masa pertumbuhan
bagian tertentu pada tanaman, misalnya buah yang belum matang,
pada saat matang taninnya hilang.
2. Sebagai anti hama bagi tanaman sehingga mencegah serangga dan
fungi.
3. Digunakan dalam proses metabolisme pada bagian tertentu
tanaman.
4. Efek terapinya sebagai adstrigensia pada jaringan hidup misalnya
pada gastrointestinal dan pada kulit.
5. Efek terapi yang lain sebagai anti septic pada jaringan luka,
misalnya luka bakar, dengan cara mengendapkan protein.
6. Sebagai pengawet dan penyamak kulit.
7. Reagensia di Laboratorium untuk deteksi gelatin, protein dan
alkaloid.
8. Sebagai antidotum (keracunan alkaloid) dengan cara
mengeluarkan asam tamak yang tidak larut.

2.3 Ekstraksi Padat – Cair (Leaching)


Ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat dengan pelarut sehingga terpisah
dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Teknik ekstraksi
sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih, baik untuk zat organic
atau anorganik, untuk analisis makro maupun mikro.Selain untuk kepentingan
analisis kimia. Tujuan ekstraksi ialah memisahkan suatu komponen dari
campurannya dengan menggunakan pelarut.
Proses ekstraksi padat cair, dari padatan ke cairan berlangsung melalui dua
tahapan proses yaitu difusi dari dalam padatan ke permukaan padatan ke cairan
karena butiran padatan cukup kecil, maka diambil asumsi bahwa konsentrasi solut
dalam padatan selalu homogen atau serba sama, jadi dalam hal ini tidak ada
gradient konsentrasi dalam padatan.
Ekstraksi Padat Cair atau Leaching adalah transfer difusi komponen terlarut
dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat
fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula
tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padatan dapat
dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalalm solven pengekstraksi.
Pada proses pengambilan tanin dari daun singkong digunakan ekstraksi padat –
cair karena bahan yang digunakan merupakan padatan dan dengan menggunakan
pelarut etanol.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses leaching adalah: jumlah konstituen
(solute) dan distribusinya dalam padatan, sifat padatan, dan ukuran partikel.
Mekanisme proses leaching dimulai dari perpindahan solven dari larutan ke
permukaan solid (adsorpsi), diikuti dengan difusi solven ke dalam solid dan
pelarutan solut oleh solven, kemudian difusi ikatan solut-solven ke permukaan solid,
dan desorpsi campuran solut-solven dari permukaan solid kedalam badan pelarut.
Pada umumnya perpindahan solven ke permukaan terjadi sangat cepat di mana
berlangsung pada saat terjadi kontak antara solid dan solvent, sehingga kecepatan
difusi campuran solut-solven ke permukaan solid merupakan tahapan yang
mengontrol keseluruhan proses leaching.
Kecepatan difusi ini tergantung pada beberapa faktor yaitu : temperatur, luas
permukaan partikel, pelarut, perbandingan solut dan solven, kecepatan dan lama
pengadukan. Untuk memisahkan minyak dari pelarutnya, dilakukan dengan cara
distilasi (Pramudono dkk, 2008).
2.3.1 Soxhletasi
Soxhletasi adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mengisolasi minyak lemak. Soxhletasi merupakan ekstraksi padat cair
berkesinambungan, disebut ekstraksi padat cair karena substansi yang diekstrak
terdapat di dalam campuran yang berbentuk padat, sedangkan disebut
berkesinambungan karena pelarut yang sama dipakai berulang-ulang sampai
proses ekstraksi selesai. Keuntungan dari metode ini antara lain menggunakan
pelarut yang lebih sedikit karena pelarut tersebut akan dipakai untuk mengulang
ekstraksi dan uap panas tidak melalui serbuk simplisia, tetapi melalui pipa
samping. Metode ini juga memilki beberapa kelemahan antara lain, tidak dapat
digunakan pada bahan yang mempunyai tekstur yang jeras, selain itu
pengerjaannya rumit dan agak lama, karena harus diuapkan di rotavapor untuk
memperoleh ekstrak kental.

Gambar 2.6. Alat Soxhle


Jika suatu komponen dari campuran merupakan padatan dan
sangat larut dalam pelarut tertentu dan komponen yang lain secara
khusus tidak larut, maka proses pemisahan dapat dilakukan dengan
pengadukan sederhana dan dengan pelarut tertentu yang diikuti dengan
proses penyaringan. Akan tetapi bila komponen terlarut sangat sedikit
larut atau disebabkan oleh bentuknya sehingga proses pelarutan sangat
lambat, maka perlu dilakukan pemisahan dengan ekstaksi soxhlet
(Rudi,2010).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Kimia, Fakultas Teknik -
Universitas Serang Raya dengan waktu penelitian selama 3 bulan, dari
bulan November 2018 sampai Januari 2019.

3.2 Alat dan Bahan


a. Alat: b. Bahan:
 Blender  Daun Pepaya
 Soxhlet  Aquadest
 Erlenmeyer  Etanol 96%
 Gelas ukur  Indigocarmin
 Kertas saring  KMnO4
 Labu ukur  FeCL3
 Oven  Kloroform
 Corong  Gelatin
 Neraca analitik  Etil asetat
 Gelas Kimia  Fomadehide
 Titrasi  Asam clorida
 Destilasi  Asam Sulfat
 Heater  Asam Oksalat

3.3 Prosedur Penelitian


a. Proses Ektraksi

Daun pepaya dibersihkan dari kotoran, dipotong kecil- kecil


kemudian dikeringkan lalu dihaluskan

Dioven pada suhu 60⁰C selama 6 jam


Timbang 50 gram bubuk daun pepaya yang telah dihaluskan
kemudian dimasukkan ke dalam soxhlet

Sample A : Masukkan etanol sebanyak 300 ml dan lakukan


ekstraksi dengan waktu 3 jam, dan 4 jam

Ekstrak dikocok dengan klorofom kemudian etil asetat


untuk menghilangkan pengotor.

Destilasi ekstrak yang diperoleh

Ulangi pada langkah ke 4 untuk variabel sampel B: Etanol


sebanyak 400 ml dan sampel C sebanyak etanol 500 ml
dengan waktu yang sama sampai destilat ekstrak diperoleh

b. Uji Kualitatif Ekstrak Daun Pepaya

Setiap ekstrak dimasukkan kedalam 6 wadah, dan


diberi tanda sample A I , A I I , B I , B I I , C I , C I I

Sample ditetesi FeCL3 apabila warnanya berubah menjadi


hijau kehitaman atau biru kehitaman maka positive
mengandung tanin

Ulangi pada langkah pertama lalu untuk pengujian yang


kedua: sample ditambahkan formaldehide dan asam
klorida lalu dipanaskan, apabila terbentuk endapan merah
muda maka merupakan tanin kotekol
c. Menghitung Kadar Tanin

Ditimbang 1,5 gr tanin, kemudian dimasukkan kedalam


gelas piala 100 ml lalu ditambahkan aquadest 50 ml.
dipanaskan pada suhu 40 – 60⁰C selama 30 menit. Setelah
dingin larutan disaring ke dalam labu ukur 250 ml, lalu
ditambahkan dengan Aquadest sampai tanda garis.

Dari larutan di atas diambil 25 ml dimasukan


kedalam Erlenmeyer ditambahkan 20 ml larutan
indigocarmin kemudian dititrasi dengan larutan KMnO4
0,1 N (yang telah di standarisasi degan asam oksalat
dan asam sulfat), tiap kali penambahan sebanyak 1 ml
KMnO4 hingga warna berubah dari biru menjadi hijau
selanjutnya titrasi dilakukan tetes demi tetes hingga
warna hijau menjadi warna kuning emas. Catat volume
titran (A).

Penetapan blanko dilakukan dengan memipet


20 ml larutan indigocarmin kedalam erlemneyer dan
ditambahkan air lalu dititrasi seperti langkah ke 2,
kemudian catat volume titran (B).
kadar tanin dapat di hitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:

Keterangan:
A: Volume Titrasi Tanin
B: Volume Titrasi Blanko
N: Normalitas KMnO4 Standar
10 Merupakan Faktor Pengenceran

Anda mungkin juga menyukai