Anda di halaman 1dari 21

Fakultas Teknik

Jurusan Teknik Kimia


Universitas Serang Raya

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah dan beraneka


ragam terutama dalam bidang pertanian salah satunya adalah tanaman pepaya
(Carica Pepaya L). Meskipun bukan berasal dari Indonesia tanaman pepaya dapat
dengan mudah tumbuh subur di Indonesia dan telah tersebar di seluruh daerah di
Indonesia. Sentra penanaman buah pepaya di Indonesia adalah daerah Jawa Barat
(Kabupaten Sukabumi), Jawa Timur (Kabupaten Malang), Sleman Jogjakarta,
Lampung Tengah, Sulawesi Selatan (Toraja), Sulawesi Utara ( Manado). Seluruh
bagian tanaman pepaya dapat dimanfaatkan dalam kehidupan mulai dari buah,
batang, daun hingga akarnya.
Daun pepaya merupakan bagian yang sering dimanfaatkan setelah
buahnya, di masyarakat daun pepaya dimanfaatkan sebagai bahan makanan untuk
dijadikan lalapan, bahan pelunak daging dan obat tradisional. Daun pepaya sendiri
mengandung berbagai senyawa bermanfaat salah satunya adalah tanin. Tanin
memiliki banyak manfaat yaitu sebagai pembasmi hama dan fungi pada
tumbuhan, anti bakteri, antioksidan, penawar racun dan penyamak kulit.
Kebutuhan akan tanin di Indonesia semakin meningkat. Kebutuhan ini
dicukupi dengan cara mengimpor tanin dari negara lain. Sementara Indonesia
sangat kaya akan tanaman yang memiliki kandungan tanin tinggi, contohnya dari
daun pepaya. Untuk itu dibutuhkan metode yang efektif untuk bisa mengekstrak
kandungan tanin di dalam daun pepaya.
Kandungan tanin dalam daun pepaya dapat dipisahkan dengan cara
merendam daun pepaya dalam air panas namun metode ini tidak menghasilkan
tanin dalam jumlah maksimal. Oleh karena itu penggunaan metode Ekstraksi
Padat – Cair dengan menggunakan pelarut etanol merupakan metode terbaik
dimana etanol dapat melarutkan tanin dengan cukup baik.
Melalui penelitian perolehan tanin dari daun pepaya ini diharapkan
kedepannya daun pepaya akan lebih bermanfaat lagi bagi masyarakat serta
menambah nilai ekonomis dari daun pepaya (Melati dkk, 2014).

1
Laporan Penelitian
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Serang Raya

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana proses ekstraksi tanin dari daun pepaya?


2. Berapa banyak tanin yang diperoleh dari ekstraksi daun pepaya?
3. Apakah volume pelarut dan lama waktu ekstraksi mempengaruh pada
kadar tanin?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui langkah-langkah proses ekstraksi tanin dari daun


pepaya.
2. Untuk mengetahui jumlah tanin yang diperoleh dari daun pepaya.
3. Untuk mengetahui pengaruh volume pelarut dan lama waktu ekstraksi
pada kadar tanin.

1.4 Urgensi (keutamaan) Penelitian


Untuk mengetahui berapa jumlah kandungan tanin dalam daun pepaya
dengan perbandingan volume pelarut dan lama waktu ekstraksi serta
memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat tanin yang
terkandung di dalam daun pepaya serta cara memperolehnya.

2
Laporan Penelitian
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Serang Raya

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pepaya
Pepaya (Carica papaya L.) adalah tumbuhan yang berasal dari Meksiko
bagian selatan dan bagian utara dari Amerika Selatan, dan kini menyebar luas dan
banyak ditanam di seluruh daerah tropis untuk diambil buahnya. Pepaya adalah
satu-satunya jenis dalam genus Carica. (Koehler’s Plants, 1887)

Gambar 2.1 Buah Pepaya

Buah pepaya dimakan dagingnya, baik ketika muda maupun masak.


Pepaya dimanfaatkan pula daunnya sebagai sayuran dan pelunak daging. Getah
pepaya (dapat ditemukan di batang, daun, dan buah) mengandung enzim papain,
semacam protease, yang dapat melunakkan daging dan mengubah protein lainnya.
Papain telah diproduksi secara masal dan menjadi komoditas dagang.

2.2 Kandungan Daun Pepaya


Daun pepaya merupakan salah satu jenis sayuran yang diolah pada saat
masih muda menjadi makanan yang lezat dan bergizi tinggi. Selain dapat diolah
menjadi makanan yang lezat, daun pepaya dapat pula dijadikan obat untuk
beberapa jenis penyakit.

3
Laporan Penelitian
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Serang Raya

Gambar 2.2 Daun Pepaya


Kandungan senyawa yang terdapat pada daun pepaya antara lain alkaloid,
carpaine, caricaksatin, flavonoid, papain, saponin, violaksatin dan tanin
sedangkan kandungan enzim yang terdapat pada daun pepaya antara lain adalah
glikosida, karposid, karpalin, kontinin, miosmin, nikotin, papain, dan
pseudokarpain. Serta terdapat juga kandungan antikoagulan dan antioksidan.
(Melati dkk, Bimbingan.org.2014)

Tabel 2.1 Kandungan Gizi Daun Pepaya

Komponen Komposisi

Energi 79 kkal

Protein 8 gr

Lemak 2 gr

Karbohidrat 11,9 gr

Kalsium 353 mg

Fosfor 63 mg

Zat besi 1 mg

Vitamin A 18250 IU

Vitamin B1 0,15 mg

Vitamin C 140 mg

Sumber: Kandungan Gizi, Organisasi.org


4
Laporan Penelitian
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Serang Raya

2.3 Tanin
Tanin merupakan senyawa kimia yang tergolong dalam senyawa polifenol.
Tanin mempunyai kemampuan mengendapkan protein, karena tanin mengandung
sejumlah kelompok ikatan fungsional yang kuat dengan molekul protein yang
selanjutnya akan menghasilkan ikatan silang yang besar dan komplek. Tanin
alami larut dalam air, dari warna terang sampai warna merah gelap atau coklat,
karena setiap tanin memiliki warna yang khas tergantung sumbernya (Ahadi,
2003).
Tanin adalah senyawa fenol yang memiliki berat molekul 500-3000 daltons
(Da). Tanin diklasifikasi atas dua kelompok atas dasar tipe struktur dan
aktivitasnya terhadap senyawa hidrolitik, yaitu tanin terkondensasi (condensed
tannin) dan tanin yang dapat dihidrolisis (hyrolyzable tannin) (Hagerman, 2002).
Tanin hidrolisis adalah tanin pada pemanasan dengan asam klorida atau
asam sulfat menghasilkan asam galat atau asam elagat. Tanin terkondensasi
adalah tanin pada pemanasan dengan asam klorida menghasilkan phlobaphenes
seperti phloroglucinol (Browning, 1966).
Berdasarkan kemampuan untuk dihidrolisa, senyawa tanin dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu tanin yang dapat dihidrolisa dan tanin yang tidak dapat
dihidrolisa (tanin yang terkondensasi).
1. Tanin yang dapat dihidrolisa (Hydrolyzable Tanin)
Tanin yang dapat terhidrolisa dibagi lagi menjadi dua golongan, yaitu:
- Gallotanin, tanin ini terdiri dari D-glukosa yang berikatan
dengan 5 sampai 9 senyawa asam gallat.

Gambar 2.3. Struktur Molekul Asam Galat


- Ellagitanin, terbentuk dari oksidasi sepasang unit asam
gallat sehingga membentuk ester dari hexahydroxy diphenic acid.

Gambar 2.4. Struktur Molekul Hexahydroxy Diphenic Acid


5
Laporan Penelitian
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Serang Raya

2. Tanin yang tidak dapat dihidrolisa ( Condensed Tanin )


Jenis yang paling banyak ditemui dari tanin ini adalah katekin dan
epikatekin.

Gambar 2.5. Struktur Molekul Katekin dan Epikatekin

Sebagai senyawa metabolit sekunder, tanin memiliki banyak manfaat


antara lain sebagai anti hama dan untuk mencegah serangga dan fungi pada
tumbuhan, sebagai adstrigensi pada kulit, sebagai antiseptic serta sebagai
penyamak kulit.

Tanin dapat dijumpai pada hampir semua jenis tumbuhan, baik


tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan kadar dan kualitas
yang berbeda-beda. Sumber tanin antara lain diperoleh dari jenis bakau-
bakauan atau jenis-jenis dari tumbuhan seperti akasia (Acacia sp), ekaliptus
(Eucalyptus sp), pinus (Pinus sp) dan sebagainya. Tanin selama ini banyak
digunakan sebagai bahan perekat tipe eksterior, yang terutama terdapat pada
bagian kulit kayu. Tanin memiliki sifat antara lain dapat larut dalam air atau
alkohol karena tanin banyak mengandung fenol yang memiliki gugus OH,
dapat mengikat logam berat, serta adanya zat yang bersifat anti rayap dan
jamur (Carter et al., 1978).

2.3.1 Sifat Tanin


Untuk membedakan tanin dengan senyawa metabolit sekunder
lainnya, dapat dilihat dari sifat-sifat dari tanin itu sendiri. Sifat-sifat tanin,
antara lain:
1. Sifat Fisika.
Sifat fisika dari tanin adalah sebagai berikut :
- Apabila dilarutkan ke dalam air, tanin akan membentuk koloid
dan akan memiliki rasa asam dan sepat.
6
Laporan Penelitian
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Serang Raya

- Apabila dicampur dengan alkaloid dan glatin, maka akan


terbentuk endapan.
- Tanin tidak dapat mengkristal.
- Tanin dapat mengendapkan protein dari larutannya dan
bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi
oleh enzim protiolitik.

2. Sifat Kimia
Sifat kimia dari tanin adalah sebagai berikut :
- Tanin merupakan senyawa kompleks yang memiliki bentuk
campuran polifenol yang Sulit untuk dipisahkan sehingga sulit
membetuk kristal.
- Tanin dapat diidentifikasi dengan menggunakan kromotografi
Senyawa fenol yang ada pada tanin mempunyai aksi
adstrigensia, antiseptic dan pemberi warna.

3. Sifat sebagai pengkhelat logam.


Fenol yang ada pada tanin, secara biologis dapat berguna
sebagai khelat logam. Mekanisme atau proses pengkhelatan akan
terjadi sesuai dengan pola subtitusi dan pH senyawa fenol itu sendiri.
Hal ini biasanya terjadi pada tanin terhidrolisis, sehingga memiliki
kemampuan untuk menjadi pengkhelat logam.
Khelat yang dihasilkan dari tanin ini dapat memiliki daya khelat
yang kuat dan dapat membuat khelat logam menjadi lebih stabil dan
aman di dalam tubuh. Namun, dalam mengkonsumsi tanin harus
sesuai dengan kadarnya, karena apabila terlalu sedikit (kadarnya
rendah) tidak akan memberikan efek, namun apabila mengkonsumsi
terlalu banyak (kadar tinggi) dapat mengakibatkan anemia karena zat
besi yang ada dalam darah akan dikhelat oleh senyawa tanin tersebut.

2.3.2 Kegunaan Tanin

Tanin memiliki beberapa kegunaan ( Nadjeeb, 2009 ) diantara lain


yaitu:

7
Laporan Penelitian
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Serang Raya

1. Sebagai pelindung pada tumbuhan pada saat masa


pertumbuhan bagian tertentu pada tanaman, misalnya buah
yang belum matang, pada saat matang taninnya hilang.
2. Sebagai anti hama bagi tanaman sehingga mencegah serangga
dan fungi.
3. Digunakan dalam proses metabolisme pada bagian tertentu
tanaman.
4. Efek terapinya sebagai adstrigensia pada jaringan hidup
misalnya pada gastrointestinal dan pada kulit.
5. Efek terapi yang lain sebagai anti septic pada jaringan luka,
misalnya luka bakar, dengan cara mengendapkan protein.
6. Sebagai pengawet dan penyamak kulit.
7. Reagensia di Laboratorium untuk deteksi gelatin, protein dan
alkaloid.
8. Sebagai antidotum (keracunan alkaloid) dengan cara
mengeluarkan asam tamak yang tidak larut.

2.4 Ekstraksi Padat – Cair (Leaching)


Ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat dengan pelarut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Teknik
ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih, baik untuk zat
organik atau anorganik, untuk analisis makro maupun mikro. Selain untuk
kepentingan analisis kimia. Tujuan ekstraksi ialah memisahkan suatu komponen
dari campurannya dengan menggunakan pelarut.
Proses ekstraksi padat - cair dari padatan ke cairan berlangsung melalui dua
tahapan proses yaitu difusi dari dalam padatan ke permukaan padatan ke cairan
karena butiran padatan cukup kecil, maka diambil asumsi bahwa konsentrasi solut
dalam padatan selalu homogen atau serba sama, jadi dalam hal ini tidak ada
gradient konsentrasi dalam padatan.
Ekstraksi Padat Cair atau Leaching adalah transfer difusi komponen terlarut
dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat
fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula
tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padatan dapat
dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalalm solven pengekstraksi.
Pada proses pengambilan tanin dari daun singkong digunakan ekstraksi padat –
cair karena bahan yang digunakan merupakan padatan dan dengan menggunakan
pelarut etanol.
8
Laporan Penelitian
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Serang Raya

Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses leaching adalah jumlah


konstituen (solute) dan distribusinya dalam padatan, sifat padatan, dan
ukuran partikel. Mekanisme proses leaching dimulai dari perpindahan solven dari
larutan ke permukaan solid (adsorpsi), diikuti dengan difusi solven ke dalam solid
dan pelarutan solut oleh solven, kemudian difusi ikatan solut-solven ke
permukaan solid, dan desorpsi campuran solut-solven dari permukaan solid
kedalam badan pelarut. Pada umumnya perpindahan solven ke permukaan terjadi
sangat cepat di mana berlangsung pada saat terjadi kontak antara solid dan
solvent, sehingga kecepatan difusi campuran solut-solven ke permukaan solid
merupakan tahapan yang mengontrol keseluruhan proses leaching.
Kecepatan difusi ini tergantung pada beberapa faktor yaitu : temperatur,
luas permukaan partikel, pelarut, perbandingan solut dan solven, kecepatan dan
lama pengadukan. Untuk memisahkan minyak dari pelarutnya, dilakukan dengan
cara distilasi (Pramudono dkk, 2008).

2.4.1 Soxhletasi
Soxhletasi adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mengisolasi minyak lemak. Soxhletasi merupakan ekstraksi padat cair
berkesinambungan, disebut ekstraksi padat cair karena substansi yang
diekstrak terdapat di dalam campuran yang berbentuk padat, sedangkan
disebut berkesinambungan karena pelarut yang sama dipakai berulang-ulang
sampai proses ekstraksi selesai. Keuntungan dari metode ini antara lain
menggunakan pelarut yang lebih sedikit karena pelarut tersebut akan dipakai
untuk mengulang ekstraksi dan uap panas tidak melalui serbuk simplisa,
tetapi melalui pipa samping. Metode ini juga memiliki beberapa kelemahan
antara lain, tidak dapat digunakan pada bahan yang mempunyai tekstur yang
keras, selain itu pengerjaannya rumit dan agak lama, karena harus diuapkan
di rotavapor untuk memperoleh ekstrak kental.

Gambar 2.6. Alat Soxhletasi


9
Laporan Penelitian
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Serang Raya

Jika suatu komponen dari campuran merupakan padatan dan sangat


larut dalam pelarut tertentu dan komponen yang lain secara khusus tidak
larut, maka proses pemisahan dapat dilakukan dengan pengadukan
sederhana dan dengan pelarut tertentu yang diikuti dengan proses
penyaringan. Akan tetapi bila komponen terlarut sangat sedikit larut atau
disebabkan oleh bentuknya sehingga proses pelarutan sangat lambat, maka
perlu dilakukan pemisahan dengan ekstaksi soxhlet (Rudi,2010).

10
Laporan Penelitian
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Serang Raya

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Kimia, Fakultas Teknik -
Universitas Serang Raya dengan waktu penelitian selama 3 bulan, dari bulan April
2019 sampai Juni 2019.

3.2 Alat dan Bahan

a. Alat: b. Bahan:
 Blender Daun Pepaya
 Soxhlet Aquadest
 Erlenmeyer Etanol 96%
 Gelas ukur Indigocarmin
 Kertas saring KMnO4
 Labu ukur FeCL3
 Oven Kloroform
 Corong Gelatin
 Neraca analitik Etil Asetat
 Gelas Kimia Fomadehide
 Titrasi Asam Clorida
 Destilasi Asam Sulfat
 Heater Asam Oksalat

3.3 Prosedur Penelitian

a. Proses Ektraksi

11
Laporan Penelitian
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Serang Raya

Daun pepaya dibersihkan dari kotoran, dipotong kecil- kecil


kemudian dikeringkan lalu dihaluskan

Dioven pada suhu 60oC selama 6 jam

Timbang 50 gram bubuk daun pepaya yang telah dihaluskan


kemudian dimasukkan ke dalam soxhlet

Sample A : Masukkan etanol sebanyak 300 ml dan lakukan


ekstraksi dengan waktu 3 jam dan 4 jam

Ekstrak dikocok dengan klorofom kemudian etil asetat


untuk menghilangkan pengotor.

Destilasi ekstrak yang diperoleh

Ulangi pada langkah ke 4 untuk variabel sampel B: Etanol


sebanyak 400 ml dan sampel C sebanyak etanol 500 ml
dengan waktu yang sama sampai destilat ekstrak diperoleh

b. Uji Kualitatif Ekstrak Daun Pepaya

Setiap ekstrak dimasukkan kedalam 6 wadah, dan


diberi tanda sample A I , A I I , B I , B I I , C I , C I I

Sampel ditetesi FeCl3 apabila warnanya berubah menjadi


hijau kehitaman atau biru kehitaman maka positif
mengandung tanin

12
Laporan Penelitian
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Serang Raya

c. Menghitung Kadar Tanin

Ditimbang 1,5 gr tanin, kemudian dimasukkan kedalam


gelas piala 100 ml lalu ditambahkan aquadest 50 ml.
dipanaskan pada suhu 40 – 60oC selama 30 menit. Setelah
dingin larutan disaring ke dalam labu ukur 250 ml, lalu
ditambahkan dengan Aquadest sampai tanda garis.

Dari larutan di atas diambil 25 ml dimasukan


kedalam Erlenmeyer ditambahkan 20 ml larutan
indigocarmin kemudian dititrasi dengan larutan KMnO4
0,1 N (yang telah di standarisasi degan asam oksalat
dan asam sulfat), tiap kali penambahan sebanyak 1 ml
KMnO4 hingga warna berubah dari biru menjadi hijau
selanjutnya titrasi dilakukan tetes demi tetes hingga
warna hijau menjadi warna kuning emas. Catat volume
titran (A).

Penetapan blanko dilakukan dengan memipet


20 ml larutan indigocarmin kedalam erlemneyer dan
ditambahkan air lalu dititrasi seperti langkah ke 2,
kemudian catat volume titran (B).

Kadar tanin dapat di hitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

10 (A-B) x N x 0,00416
% Tanin = x 100 %
Sampel (g)

Keterangan:
A: Volume Titrasi Tanin
B: Volume Titrasi Blanko
N: Normalitas KMnO4 Standar
10: Merupakan Faktor Pengenceran

13
Laporan Penelitian
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Serang Raya

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Penelitian


Pada penelitian ini variabel yang diuji adalah volume pelarut dan lamanya
waktu ekstraksi, dengan menggunakan pelarut Etanol 96% sebanyak 300 ml, 400
ml dan 500 ml dengan durasi waktu 3 jam dan 4 jam.
Berdasarkan hasil penelitian ekstraksi daun pepaya dengan pelarut etanol
diperoleh kadar tanin sebagai berikut:

Tabel 4.1 Data Hasil Penelitian

Hasil uji Kadar Tanin


Sampel Volume Waktu
kualitatif (%)
I 3 jam positif 3,404
A 300 ml
II 4 jam positif 3,120
I 3 jam positif 2,927
B 400 ml
II 4 jam positif 2,395
I 3 jam positif 1,423
C 500 ml
II 4 jam positif 1,148

4
% kadar tanin

0
1 2 3
3 jam 3.404 2.927 1.423
4 jam 3.12 2.395 1.148

Gambar 4.1 Grafik Kadar Tanin

14
Laporan Penelitian
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Serang Raya

4.2 Pembahasan

a. Uji Kualitatif

1. Uji Kualitatif Tanin


Setelah hasil ektraksi didapat lalu setiap ekstrak dimasukkan
kedalam 6 wadah yang sudah diberi tanda sampel, kemudian tiap
sampel ditambahkan beberapa tetes FeCl3 dimana larutan yang semula
berwarna hijau tua berubah menjadi hijau kehitaman yang
menandakan terbentuknya senyawa kompleks antara tanin dan Fe3+
dan memberikan indikasi perubahan warna. Uji fitokimia dengan
menggunakan FeCl3 digunakan untuk menentukan apakah sampel
mengandung gugus fenol. Adanya gugus fenol ditunjukkan dengan
warna hijau kehitaman atau biru tua setelah ditambahkan dengan
FeCl3, sehingga apabila uji fitokimia dengan FeCl3 memberikan hasil
positif dimungkinkan dalam sampel terdapat senyawa fenol dan
dimungkinkan salah satunya adalah tanin karena tanin merupakan
senyawa polifenol. Terbentuknya warna hijau kehitaman disebabkan
oleh reaksi tanin dan Fe+3 yang membentuk senyawa kompleks.
Dari hasil pengujian kualitatif yang sudah dilakukan pada
keseluruhan sampel saat ditetesi dengan FeCl3 dimana berubah warna
dari hijau tua menjadi hijau kehitaman maka bisa dikatakan ekstrak
daun pepaya positif mengandung tanin.

2. Uji Kuantitatif Tanin


Berdasarkan data Tabel 4.1 maka lama pemanasan 3 jam dengan
volume pelarut 300 ml menghasilkan kadar tanin aktif tertinggi yaitu
sebesar 3,404 % dan terendah 1,148%. Perbedaan lama pemanasan
dalam proses ekstraksi mempengaruhi kadar tanin aktif yang
dihasilkan, namun dengan semakin lamanya pemanasan kadar tanin
aktifnya semakin menurun dan jauh dari kadar tanin aktif pada awal
pemanasan (Gambar 4.1). Hal ini diperkuat dengan pendapat (Ansori
dkk, 1997) yang menyatakan bahwa lama pemanasan yang berbeda-
beda cenderung memberikan kadar tanin yang berbeda dan jika
dinaikkan pada tahap tertentu maka kadar tanin cenderung menurun.
Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa kadar tanin aktif
15
Laporan Penelitian
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Serang Raya

yang diperoleh berkisar 1,148% - 3,404%. Dibandingkan dengan


beberapa tanaman lain seperti kulit kayu bakau yang diekstraksi
dengan lama pemanasan 2 jam menghasilkan kadar tanin tertinggi
sebesar 14,23% (Ansori dkk, 1997) dan kulit kayu tancang (Bruguiera
gymnorrizha) yang diekstraksi dengan suhu 80°C dan ukuran serbuk
100 mesh menghasilkan kadar tanin tertinggi sebesar 20,07% (Sahala,
1999) maka kadar tanin aktif daun pepaya tergolong rendah. Kadar
tanin aktif yang diperoleh dari ekstrak daun pepaya menunjukkan
bahwa hasil ekstraksi tidak murni mengandung tanin. Menurut Pizzi
(1983) suatu ekstrak tidak 100% murni mengandung tanin karena
selain terdiri dari tanin ada juga zat-zat non tanin seperti glukosa dan
hidrokoloid yang berberat molekul tinggi. Diba dan Lidiawati (2000)
menyatakan bahwa ekstrak yang mengandung tanin biasanya masih
merupakan campuran beberapa zat yang heterogen dimana dalam
campuran tersebut mungkin terdapat tanin murni, semi tanin, dan non
tanin.

16
Laporan Penelitian
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Serang Raya

BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian dapat disimpulkan: Bahwa daun pepaya terbukti positif
mengandung tanin, dengan menggunakan variable volume pelarut 300 ml, 400 ml,
500 ml dan lama waktu ektraksinya yaitu 3 jam dan 4 jam.
Perbedaan lama pemanasan dalam proses ekstraksi mempengaruhi
kereaktifan tanin, semakin lamanya pemanasan kadar tanin aktifnya semakin
menurun dan jauh dari kadar tanin aktif pada awal pemanasan.
Dari hasil penelitian ini diperoleh kadar tanin aktif tertinggi dari ekstrak
daun pepaya dihasilkan pada lama waktu ekstraksi 3 jam dengan volume pelarut
300 ml sebesar 3,404%.

17
Laporan Penelitian
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Serang Raya

DAFTAR PUSTAKA

Ahadi, 2003. Kandungan Tanin Terkondensasi dan Laju Dekomposisi. Bogor:


Institut Pertanian Bogor.
Ansori, Y., 1997 . Ekstraksi Tanin dari Kulit Kayu Bakau untuk Penyamakan
Kulit. Samarinda: Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Kalimantan
Timur.
Browning, B.L. 1966. Methods of Wood Chemistry. Vol 1, II. New York:
Interscience Publishers.
Carter, F. L, A. M. Carlo and J. B Stanley., 1978. Termiticidal Components of
Wood Extracts. Journal Agricultural Food Chemistry.
Diba, F. dan Lidiawati, I. 2000. Ekstraksi Tanin dari Limbah Kulit Kayu Accacia
Mangium sebagai Perekat. Pontianak: Fakultas Kehutanan Untan.
Hagerman, A.E. 2002. Condensed Tannin Structural Chemistry. Department of
Chemistry and Biochemistry, Miami University, Oxford.
Koehler’s Plants, 1887. Papaya Tree and Fruit. New York: Columbia University.
Melati dkk.2014. Mengenal Kandungan Tanin dalam Daun Pepaya
http://www.bimbingan.org/mengenal-kandungan-tanin-dalam-daun-
pepaya.htm
Nadjeeb, 2009. Kegunaan Tanin. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Organisasi.org.2012. Kandungan Gizi daun Pepaya
http://www.organisasi.org/1970/01/isi-kandungan-gizi-daun-pepaya-
komposisi-nutrisi-bahan-makanan.html .
Pizzi, A., 1983. Wood Adhesives, Chemistry and Technology. New York: Marcel
Dekker.

18
Laporan Penelitian
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Serang Raya

LAMPIRAN

Daun Pepaya sebelum dikeringkan Daun Pepaya sudah dikeringkan

Daun Pepaya yang sudah dihaluskan

19
Laporan Penelitian
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Serang Raya

Proses Soxhletasi Hasil dari Proses Soxhletasi

Proses Destilasi Hasil dari Proses Destilasi + FeCl3

20
Laporan Penelitian
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Serang Raya

Proses Penyaringan & Titrasi

Hasil dari Proses Titrasi


21
Laporan Penelitian

Anda mungkin juga menyukai