Anda di halaman 1dari 9

LATAR BELAKANG

Kelapa merupakan tanaman yang memiliki peran sosial, budaya dan ekonomi
dalam kehidupan masyarakat Indonesia, karena hampir 98% diusahakan oleh rakyat.
Manfaat tanaman kelapa tidak hanya teradapat pada daging buahnya tetapi seluruh
bagian tanaman kelapa mempunyai manfaat besar. Sebegitu besarnya manfaat
tanaman kelapa bagi kehidupan manusia, sehingga ada yang menamakannya kelapa
sebagai pohon kehidupan.
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi cukup
tinggi dalam bidang pertanian, salah satuanya pada tanaman kelapa. Menurut data
BPS tahun 2022, produksi kelapa di Provinsi Jawa Barat mencapai 85.848 ton.
Sedangkan luas areal kelapa di Provinsi Jawa Barat mencapai 143.435 hektar tahun
2022. Adapun tiga daerah penghasil kelapa tertinggi di Jawa Barat menurut data BPS
tahun 2022 yaitu Kabupaten Tasikmalaya dengan produksi mencapai 27.655 ton,
Kabupaten Ciamis dengan produksi 17.131 ton dan Kabupaten Pangandaran sebesar
13.148 ton.
Dalam berbudidaya tanaman kelapa tentunya tidak selamanya mulus dan
mendapatkan hasil yang maksimum. Ada pengaruh dari lingkungan dan serangan OPT
yang tentunya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan dari
tanaman kelapa bahkan dapat menyebabkan terjadi penurunan hasil. Salah satu OPT
utama pada tanaman kelapa yang sering dijumpai dan sangat merugikan bagi petani
adalah hama ulat artona (Artona catoxantha).
Tahun 2022 lalu, Balai Perlindungan Perkebunan mendapatkan laporan
serangan dari petani di Kabupaten Ciamis bahwa tanaman kelapa mereka terserang
ulat pemakan daun. Akibat dari serangan ulat tersebut, mengakibatkan hanya tersisa
tulang daun saja pada tanaman kelapa, tentunya hal tersebut akan menghambat proses
fotosintesis tanaman dan menurunkan produksi kelapa sebab makanan untuk proses
pembentukan buah tidak ada.
Oleh karena itu, makalah ini dibuat guna untuk mengetahui hama ulat artona,
siklus hidup, kerugian yang ditimbulkan oleh ulat artona serta bagaimana cara
penanggulangan dan pengendalian hama ulat artona yang dapat dilakukan oleh petani
di lahan mereka.
PEMBAHASAN HAMA Artona catoxantha

1. Bioekologi Artona catoxantha


Siklus hidup A. catoxantha berlangsung 5 – 5,5 bulan di dataran rendah.
Ngengat betina meletakan telur berkelompok di permukaan bawah daun,
berukuran panjang 5 mm. Periode telur 3 -5 hari. Larvanya bewarna terang
dengan garis violet kehitaman di bagian dorsal, panjang tubuh maksimum 11
mm. Pupa berbentuk oval di dalam kokon berada di bawah daun. Ngengat
bewarna coklat kehitaman dengan panjang rentang sayap 13-16 mm (Sutiharni,
dkk., 2023).
Telur A. catoxantha berbentuk oval, bening, berwarna kuning, berukuran
0.6 x 0.5 mm, dan dapat ditemukan secara berkelompok sebanyak 3 – 13 butir
pada permukaan bawah daun. Seekor betina dapat menghasilkan telur 40 – 60
butir. Telur menetas antara 3 – 5 hari. Larva hampir sama dengan ulat siput (slug
caterpillar), terdapat garis memanjang berwarna hitam pada bagian dorsal dan
berwarna gelap pada bagian lateral. Kepala larva muda berwarna kuning dan
larva tua berwarna kuning merah. Panjang badan larva tua 11 – 12 mm.
Stadium larva 16-23 hari. Pupa muda berwarna kekuning-kuningan, sedangkan
pupa tua telah kelihatan bakal sayap dan mata yang berwarna hitam. Panjang
pupa 12-14 mm dan lebar 6-7 mm. Lama stadium pupa 8-13 hari. Imago
berwarna coklat kehitaman pada bagian dorsal dan kuning pada bagian ventral.
Rentangan sayap 13-16 mm. Imago mulai meletakkan telur setelah berumur
sekitar 2 hari. Di dataran rendah, perkembangan dari telur sampai imago selama
31-35 hari atau rata-rata 35 hari, sehingga dalam satu tahun dapat menghasilkan
sekitar 9 generasi.
Gambar 1. (a) Telur, (b) Larva, (c) Pupa, dan (d) Ngengat dari A.
catoxantha

2. Gejala Serangan
Gejala serangan hama ini diketahui dari adanya kerusakan pada helaian
daun bersamaan dengan munculnya jendela-jendela kecl pada mesopil daun.
Pada tingkat serangan berat hampir seluruh daun menguning, kering seperti
terbakar dan gugur bahkan hanya menyisakan lidinya saja (Gambar 2).
Kemudian dikuti berturut-turut oleh buah muda dan buah yang lebih tua gugur.
Serangan hama ini dapat menurunkan produksi 90-97% (Ditjenbun, 2022 dalam
Sutiharni, dkk, 2023).
Pada tingkat serangan berat, tanaman yang terserang tidak mati
walaupun hampir seluruh daun menjadi kekuningan, kering dan gugur seperti
bekas terbakar, bahkan yang tertinggal hanya lidinya. Tetapi dua atau tiga bulan
kemudian buah muda mulai gugur kemudian diikuti oleh buah yang lebih tua.
Pada keadaan seperti ini, tanaman kelapa tidak berproduksi normal selama 1 –
1,5 tahun, dan apabila terjadi serangan pada musim kemarau, produksi kelapa
hanya sekitar 3 – 10% dari produksi normal.
a b

Gambar 2. (a) Gejela serangan dari A. catoxantha, (b) A. catoxantha yang


ditemukan pada daun (Dokumentasi Pribadi, 2022).

Gambar 2 diambil dari hasil pengamatan secara langsung di lapangan di


Kecamatan Rajadesa, Kabupatem Ciamis pada tahun 2022 lalu. Dari hasil
pengamatan yang telah dilakukan, serangan A. catoxantha menjadi explosif
disana disebabkan karena dalam 1 tanaman ditemukan berbagai stadia/siklus
hidup dari hama ini. Hal tersebut tentunya akan sangat berpengaruh terhadap
kerusakan yang semakin melebar ke tanaman lainnya. Stadia yang berbeda
dalam 1 tanaman akan berakibat tidak terputusnya siklus hidupnya terlebih
makanan yang tersedia masih ada. Sehingga kejadian eksplosif ini tidak bisa
dihindarkan. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, gejala lebih lanjut akibat dari
serangan A. catoxantha adalah daun seperti terbakar disemua daunnya dan ada
beberapa tanaman yang hanya menyisakan lidinya saja (Gambar 2a).

3. Cara Pengendalian
Pada prinsipnya pengendalian hama A. catoxantha sama halnya dengan
pengendalian OPT pada tanaman lainnya yaitu dengan penerapan PHT
(Pengendalian Hama Terpadu). Adapun cara pengendalian yang biasanya
dilakukan adalah sebagai berikut (Sutiharni, dkk, 2023) :
a. Sanitasi
Sanitasi dapat dilakukan dengan melakukan pembersihan gulma yang berada
disekitar tanaman kelapa dan sisa pelepah daun, sebab keduanya dapat
menjadi inang bagi hama ini.
b. Pengendalian secara hayati
Pengendalian dilakukan dengan mengkonservasi parasitoid seperti A.
artonae, E. viridiceps; N. bicarinatus. Menurut Astuti, dkk (2022) Setiap jenis
parasitoid hanya dapat memarasit stadia tertentu dari hama Artona
catoxantha, misalnya parasitoid Apanteles artonae Wlk., memarasit larva
instar 2, sedangkan Bessa remota (Aldr.) memarasit larva instar 3 sampai
larva instar 5. Pada waktu populasi Artona catoxantha berada pada generasi
sinkron, larva instar 2 hanya berlangsung dalam waktu yang pendek, karena
itu banyak parasitoid Apanteles artonae Wlk. akan mati sebelum generasi
berikutnya berkembang. Oleh karena itu jumlah parasitoid tidak pernah cukup
untuk mengendalikan Artona catoxantha.

Gambar 3. (a) Apanteles artonae, (b) Bessa remota dan (c) Callimerus
arcufer (Sumber : Hosang, 2021)

c. Pengendalian secara mekanis


Pengendalian secara mekanis dapat dilakukan dengan cara mengambil dan
mengumpulkan daun yang terserang A. catoxantha kemudian dimusnahkan
telur, larva dan pupa yang ada dengan cara membakarnya atau mengubur.
d. Pengendalian secara kimiawi
Pengendalian secara kimia merupakan alternatif terkhir karena dapat
menimbulkan dampak samping yang banyak. Di pembibitan dan pada
tanaman yang masih muda (rendah) aplikasikan insektisida racun
lambung/kontak memalui penyemprotan. Pada tanaman yang sudah tinggi
aplikasi insektisida melalui infus batang atau akar.
Berdasarkan tindakan yang telah dilakukan oleh Balai Besar Perbenihan
dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya (2023) praktek pengendalian
hama dilakukan dengan penyemprotan menggunakan mist blower dan injeksi
batang menggunakan injektor khusus (Arbor System) serta mesin bor. Mist
blower digunakan untuk pengendalian Artona sp. pada tanaman kelapa
dengan ketinggian kurang dari 10 m serta menggunakan insektisida kontak
dengan tujuan menghindari penumpukan residu pestisida pada pruduk
tanaman kelapa baik buah kelapa maupun nira. Aplikasi melalui injeksi
batang dilakukan apabila tinggi tanaman kelapa lebih dari 10 m dan
insektisida yang dipakai berupa insektisida sistemik.
Menurut Astuti, dkk (2022) Pendekatan Pengendalian Hama Terpadu
(PHT) dalam rangka pengendalian terhadap kejadian ledakan populasi
hama Artona catoxantha seperti tertera pada gambar 4.

Gambar 4. Skema pendekatan PHT dalam pengendalian ledakan


populasi Artona catoxantha (Sumber: Hosang, 2021)
Pengendalian dapat diintegrasikan dengan cara sebagai berikut:
1. Penggunaan perangkap cahaya lampu (light trap) pada malam hari untuk
menarik ngengat Artona catoxantha. Perangkap dilengkapi dengan ember
berisi air yang ditaruh di bawah cahaya lampu agar ngengat terjebak ke
dalam air dan mati.
2. Pemanfaatan musuh alami selain parasitoid (Apanteles artonae, Bessa
remota, Callimerus arcufer), antara lain: burung pemakan ulat,
predator Eucanthecona sp., dan jamur entomopatogen Beauveria bassiana.
3. Aplikasi pestisida nabati berupa ekstrak akar tuba pada konsentrasi 3 %
diaplikasi dengan cara penyemprotan.
4. Teknik Pengambilan Contoh di Lapangan
Menurut Astuti, dkk (2022) teknik pengambilan sampel tanaman terserang A.
catoxantha di lapangan guna mengetahui perlu dikendalikan atau tidak
dijelaskan sebagai berikut :
a. Pilih 2 pohon kelapa setiap hektar di daerah serangan A. catoxantha. Pohon
dipanjat kemudian dipotong 2 pelepah yaitu 1 pelepah daun tua tetapi masih
hijau dan yang lainnya diambil pada bagian tengah mahkota pohon. Kedua
pelepah daun tersebut diturunkan perlahan-lahan dengan tali.
b. Potong setiap anak daun ke 10 pada 1 sisi pelepah. Hitung jumlah telur, larva
muda (belum ada strip hitam), larva tua (ada strip hitam) dan kepompong.
Kepompong dibedah untuk mengetahui adanya parasitoid.
c. Apabila jumlah telur dan larva muda lebih dari 3 pada setiap anak daun,
dianjurkan pengendalian dengan menggunakan insektisida sistemik, Misal
insektisida berbahan aktif dimehipo dengan konsentrasi 10-15 ml pada setiap
pohon dengan injeksi batang untuk pohon tua atau infus akar untuk pohon
muda.
d. Apabila masih banyak ditemukan stadia Artona catoxantha yang masih hidup,
tetapi kurang dari 3 telur atau larva muda pada setiap anak daun, maka
dianjurkan untuk melakukan pengamatan ulang, tetapi jangan dilakukan
pengendalian. Waktu pengamatan tergantung stadia A. catoxantha yang
ditemukan, yaitu: (a) stadia telur atau larva muda, lakukan pengamatan
setelah 5 minggu; (b) stadia larva tua, lakukan pengamatan setelah 3 minggu;
dan (c) stadia kepompong, lakukan pengamatan setelah 2 minggu.
e. Apabila lebih dari separuh kepompong terserang parasitoid, maka serangan
kemungkinan akan berhenti. Petani dianjurkan untuk tidak melakukan
pengendalian, tetapi segera melapor apabila ada serangan baru.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Y., R. Wibawanti dan A. Asjayani. 2022. Ulat Pemakan Daun Artona catoxantha
Serang Ribuan Pohon Kelapa di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera
Selatan. https://ditjenbun.pertanian.go.id/ulat-pemakan-daun-artona-
catoxantha-serang-ribuan-pohon-kelapa-di-kabupaten-banyuasin-provinsi-
sumatera-selatan/. Diakses pada tanggal 14 Desember 2023.
Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Surabaya. 2023. Aksi SIANI Bantu
Petani Kendalikan Serangan Hama Artona sp. pada Tanaman Kelapa di
Kabupaten Blitar. https://balaisurabaya.ditjenbun.pertanian.go.id/aksi-siani-
bantu-petani-kendalikan-serangan-hama-artona-sp-pada-tanaman-kelapa-
di-kabupaten-blitar/. Diakses pada tanggal 15 Desember 2023.
Hosang, M.L.A. 2021. Pengenalan dan Pengendalian OPT Tanaman Kelapa dan Sagu.
Prasaran pada Pertemuan Pembuatan Buku Saku 2021 di Bogor. Balai
Penelitian Tanaman Palma. Manado
Sutiharni, N. Chairiyah, S. Wahyuni, Wilyus, L. Afifah, Nurmaisah, Sutiharni, S. Azis, R.
Syafutra dan Hayata. 2023. Hama Utama Perkebunan. Aceh. Yayasan
Penerbit Muhammad Zaini.

Anda mungkin juga menyukai