Anda di halaman 1dari 2

Esensi Tilawah Al-Qur'an

Pendahuluan

Al-Qur'an memiliki kaitan yang erat dengan membaca dalam artianya, sebagaimana jumhur ulama
berpendapat bahwa akar kata Al-Qur'an adalah qara’a, walaupun kalimat yang sering kali
dagantungkan dengan kitab yang agung tersebut adalah tilawah, yang merupakan sinonim dari kata
qara'a. Namun, Al-Qur'an tidak diturunkan hanya sekedar untuk dibaca tanpa disertai dengan
pengamalan setelahnya. Sebagaimana salah satu maksud diturunkanya Al-Qur'an untuk tadabbur,
ulama-ulama ahli Qira'at, yaitu mereka yang ahli dalam ulum Al-Qur'an meiliki cara tersendiri dalam
menegakkan maksud tersebut, dengan salah satu wasilahnya yaitu tilawah. Husnul Ada' adalah cara
ulama Ahli Qira'at dalam mensy'arkan Al-Qur'an, agar selanjutnya qari' atau orang yang melantunkan
Al-Qur'an dapat memperhatikan makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur'an.

Pembahasan

Imam Syafi'i memiliki pendapat bahwa kata Al-Qur'an yang digunakan dalam bentuk ma'rifah ( kata
yang menggunakan alif dan lam), bukanlah berasal dari kata ‫قرأ‬. Akan tetapi merupakan nama dari
suatu kitab suci yang di turunkan kepada Baginda Nabi Muhammad shallahu 'alaihi wa sallam.
Karena jika Al-Qur'an berasal dari kata ‫قرأ‬, maka setiap yang dibaca dapat disebut dengan Al-Qur'an.
Namun pendapat ini bukanlah pendapat yang terpilih di antara para ulama sebagaimana yang
diungkapkan oleh Abu Syuhbah, bahwasanya Al-Qur'an akar katanya ialah masdar dari kata ‫قرأ‬.
secara umum dalam penggunaanya, kata-kata yang memili arti qara'a terbagi menjadi tiga tingkatan
dalam penggunaanya. Pertama, atau yang paling umum dan dapat dikaitkan dengan segala isim adalah
qaraa. Qira'atul Qur'an berarti membaca Al-Qur'an, baik dalam khutbah atau ketika di hadapan guru
dalam majlis sanad Al-Qur'an. Kedua, adalah tilawah. Ketika seseorang mebaca Al-Qur'an secara
konsisten, pengertian disini tidak dapat dikatakan qira'atul Qur'an. Berbeda halnya dengan seseorang
yang melantunkan Firman Allah subhanahu wa ta'ala dalam sebuah khutbah dengan tempo bacaan
qur'an yang tidak konsisten, maka hal tersebut wajar saja jika dikatakan Qira'atul Qur'an. Ketiga atau
terakhir, yaitu Ada'. Kalimat ini sangat asing didengar kecuali dalam ranah Qooriil Qur'an, yang
memiliki konsistensi penuh dalam kesehariannya dengan Qur'an dan keaslian kualitas mereka dalam
tilawah Al-Qur'an atau yang akrab disebut dengan sanad. Ulama kontemporer membangun sebuah
wasilah dalam menggapai makna-makna yang terkandung dalam Al-Qur'an, yaitu Husnul Ada',
dengan cara seorang menyetorkan hafalan qur'annya kepada seorang masyayikh agar pembaca atau
qari’ memiliki pemahaman yang baik dari ayat yang dibaca.

Kesimpulan

Al-Qur'an tak ubahnya matai air bagi kehidupan manusia, bahkan alam semesta. Denganya dapat
diraih segala kebahagian, keadilan, dan kebenaran. Oleh karena itu, dalam penegakkanya
dibutuhkanlah tadabbur dengan segala rukun dan syaratnya agar dapat diraih mutiara yang jernih
dalam makna-makna yang tersimpan dalam luasnya hikmah Al-Qur'an. Maka para ulama mu'asirin
atau yang akrab disebut dengan ulama kontemporer membangun sebuah wasilah dalam menggapai
makna-makna yang terkandung dalam Al-Qur'an, yaitu Husnul Ada'. Dengan cara seorang
menyetorkan hafalan qur'annya kepada seorang masyayikh agar terjamin kualitas yang murni, runtut
kepada Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam.

Anda mungkin juga menyukai