Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah SWT karena atas petunjuk dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ilmiahini dengan baik dan seksama.Makalah yang berjudul “Metagonimus
yokogawai”ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Ujian Akhir Semester III Parasitologi,
Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Malang. Penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak dr. Widayat Samsul sebagai dosen mata kuliah
Parasitologi yang telah banyak membimbing selama 1 semester ini.Penulis menyadari bahwa karya
tulis ilmiahini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari kekurangan-kekurangan, baik dari
segi materi maupun teknis penulisan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari
rekan-rekan pembaca sangat dibutuhkan untuk penyempurnaanya. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat untuk rekan-rekan yang membaca.

Banda Aceh, 20 Oktober 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii

BABII PENDAHULUAN..............................................................................................................1

11. Latar Belakang.................................................................................................................1

1.2 Perumusan Masalah.........................................................................................................1

1.3 Tujuan..............................................................................................................................2

BAB II DASAR TEORI.................................................................................................................3

2.1 Distribusi Geografis dan Epidemiologi............................................................................3

2.1.1 Lokasi............................................................................................................................3

2.1.2 Penderita Laki-Laki atau Perempuan............................................................................3

2.1.3 Usia Penderita...............................................................................................................4

2.1.4 Status Sosial Ekonomi Penderita..................................................................................4

2.2 Anatomi Tubuh.....................................................................................................................4

2.3 Bentuk Kehidupan................................................................................................................6

2.4 Host.......................................................................................................................................8

2.5 Habitat...................................................................................................................................8

2.6 Gejala/Keluhan......................................................................................................................8

2.7 Transmisi/Penularan/Vektor...................................................................................................9

2.8 Diagnosa...............................................................................................................................10

2.9 Pengobatan...........................................................................................................................10

2.10 Komplikasi.........................................................................................................................14

2.11 Pencegahan.........................................................................................................................14

BAB III PENUTUP......................................................................................................................15

3.1Kesimpulan..........................................................................................................................15

3.2 Saran...................................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Trematoda adalah cacing yang termasuk ke dalam filum Platyhelmintes dan hidup
sebagai parasit. Berbagai hewan yang dapat berperan sebagai hospes definitif cacing trematoda
antara lain; kucing, anjing, kambing, sapi, babi, tikus, burung, luak, harimau dan manusia.
Pada umumnya cacing trematoda ditemukan di RRC, Korea, Jepang, Filipina, Thailand,
Vietnam, Taiwan, India dan Afrika. Berbagai spesies ditemukan di Indonesia seperti
Fasciolopsis buskidi Kalimantan, Echinostomadi Jawa dan Sulawesi, serta Heterophyidaedi
Jakarta.
Salah satu penyakit akibat cacing metagonimus ini adalah metagonimiasis. Penyakit ini endemis
di 19 negara yaitu antara lain RRC, Korea, Filipina, Thailand, Taiwan, Jepang, Indonesia, Spanyol,
Siberia. Saat ini merupakan infeksi parasit yang paling penting di Korea dan sekitar 240.000
warga Korea diyakini saat ini terinfeksi. Dari 240.000 diperkirakan terinfeksi, 120.000
disebabkan oleh M. yokogawai. Kejadian penyakit Jepang, dengan 10-15% tingkat prevalensi
pada populasi yang berbatasan sungai besar dan 150.000 diperkirakan terinfeksi.
Berdasarkan latar belakang diatas perlu adanya pembelajaran dan penjabaran mengenai penyakit
Metagonimiasis.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, dapat ditarik perumusan
masalah sebagai berikut:
1) Bagaimana distribusi geografis dan epidemiologi Metagonimus yokogawaibaik dari segi
lokasi, penderita, usia penderita dan status sosial ekonomi?
2) Bagaimana anatomi tubuh dari Metagonimus yokogawai?
3) Bagaimana bentuk kehidupan/Life Cycle dari Metagonimus yokogawai?
4) Apa saja host dari parasit Metagonimus yokogawai?
5) Dimana habitat parasit Metagonimus yokogawai?
6) Bagaimana gejala/keluhan yang dialami apabila terinfeksi Metagonimus yokogawai?
7) Bagaimana transmisi/penularan/vector penyakit yang disebabkan oleh parasit Metagonimus
yokogawai?
8) Bagaimana diagnosa yang dapat dilakukan terkait parasit Metagonimus yokogawai?
9) Apa pengobatan yang sesuai apabila teinfeksi Metagonimus yokogawai?
10) Apa saja komplikasi yang terjadi apabila terinfeksi Metagonimus yokogawai?
11) Bagaimana pencegahan yang dapat dilakukan terkait dengan parasit Metagonimus
yokogawai?

1.3Tujuan

Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1) Untuk menjelaskan distribusi geografis dan epidemiologi Metagonimus
yokogawaibaik dari segi lokasi, penderita, usia penderita dan status sosial ekonomi
2) Untuk mengetahui anatomi tubuh dari Metagonimus yokogawai
3) Untuk menjelaskan kehidupan/Life Cycle dari Metagonimus yokogawai
4) Untuk mengetahui host dari parasit Metagonimus yokogawai
5) Untuk mengetahui habitat parasit Metagonimus yokogawai
6) Untuk memaparkan gejala/keluhan yang dialami apabila terinfeksi
Metagonimus yokogawai
7) Untuk memaparkan transmisi/penularan/vector penyakit yang disebabkan oleh parasit
Metagonimus yokogawai
8) Untuk menjelaskan diagnosa yang dapat dilakukan terkait parasit
Metagonimus yokogawai
9) Untuk mengetahui pengobatan yang sesuai apabila teinfeksi Metagonimus yokogawai
10) Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi apabila terinfeksi Metagonimus.

BAB II
DASAR TEORI
2.1 Distribusi Geografis dan Epidemiologi

2.1.1 Lokasi
Metagonimus yokogawai, trematoda usus ini tersebar di Timur Jauh RRC, Korea, Filipina,
Thailand, Taiwan, Jepang, Siberia. Parasit ini terdapat juga di Indonesia serta ditemukan juga di
semenanjung Balkan, Yunan dan Spanyol. Di Indonesia, Lie Kian Joe pada tahun 1951 menemukan
cacing Haplorchis yokogawai pada autopsi tiga orang mayat. Infeksi manusia di luar daerah endemis
dapat terjadi dari menelan ikan acar atau sushi yang terbuat dari ikan yang diimpor dari daerah
endemis. (Garcia, 1996).
Metagonimiasis saat ini merupakan infeksi parasit yang paling penting di Korea dan sekitar 240.000
warga Korea diyakini saat ini terinfeksi. Dari 240.000 diperkirakan terinfeksi, 120.000 disebabkan
oleh M. yokogawai, 20.000 oleh M. takahashii dan 100.000 oleh M. miyatai. Tingkat nasional infeksi
di antara orang-orang yang dipilih secara acak adalah 1,2% pada tahun 1981, 1,0% pada tahun 1996
dan turun 0,5% pada tahun 2004. Infeksi M. yokogawai kebanyakan ditemukan di sekitar sungai
besar dan kecil dimana Sweetfish hidup dan telah diidentifikasi sebagai endemic focus.
Metagonimiasis juga umum di Jepang, dengan 10-15% tingkat prevalensi pada populasi yang
berbatasan sungai besar dan 150.000 diperkirakan terinfeksi. Trematoda usus yang paling umum di
daerah pedesaan, dimana kebiasaan makanan tradisional lebih diawetkan dan ikan mentah
dimasukkan ke dalam daftar menu diet (Natadisastra, 2009).
2.1.2 Penderita Laki-Laki atau Perempuan
Metagonimus yokogawai, trematoda usus ini secara umum diperantarai oleh beberapa jenis hewan
laut seperti siput dan ikan. Penyakit yang disebabkan oleh Metagonimus yokogawai ini biasa disebut
dengan metagonimiasis. Metagonimiasis menyerang perempuan dan laki-laki yang memiliki
kebiasaan mengkonsumsi ikan air tawar mentah (tidak melalui proses pemasakan terlebih dahulu)
terlebih untuk penduduk yang tinggal di daerah yang mayoritas penduduknya mengkonsumsi ikan
atau hewan laut mentah.
(7)
4
2.1.3 Usia Penderita
Dikarenakan metagonimiasis ini menyerang perempuan dan laki-laki yang memiliki
kebiasaan mengkonsumsi ikan mentah, tidak menutup kemungkinan bahwa penyakit yang
disebabkan oleh Metagonimus yokogawai ini menyerang manusia dari berbagai usia. Pada
tahun 1971, dari pemeriksaan tinja terdapat infeksi M.yokogawai sebanyak 53% dari 126
orang penduduk pada usia 7-70 tahun.
2.1.4 Status Sosial Ekonomi Penderita
Manusia, terutama pedagang ikan dan hewan lain seperti kucing, anjing, dapat merupakan
sumber infeksi bila menderita penyakit cacing tersebut, melalui tinjanya. Telur cacing dalam
tinja dapat mencemari air serta ikan yang hidup didalamnya. Hospes definitif mendapatkan
infeksi karena memakan daging ikan mentah yang mengandung metaserkaria hidup. Ikan
yang diproses kurang sempurna untuk konsumsi, seperti fessikh, dapat juga menyebabkan
infeksi. Metagonimus yang merupakan penyebab metagonimiasis telah menjadi infeksi bagi
masyarakat kelas sosial yang lebih tinggi di berbagai negara seperti Hongkong dan Jepang,
karena kebiasaan mereka mengkonsumsi mereka ikan mentah.
2.2 Anatomi Tubuh
(8)
5
(Metagonimus sp dewasa)
Metagonimus yokogawai merupakan salah satu cacing dari keluarga heterophydae. Cacing
dari keluarga heterophydae adalah Heterophyes heterophyes, Metagonimus yokogawai dan
Haplorchis yokogawai. Berikut taksonomi dari Metagonimus yokogawai :
 Kingdom : animalia  Phylum : platyhelminthes  Class : trematoda  Family :
heterophyidae  Ordo : protostomata  Genus : Metagonimus
 Species : Metagonimus yokogawai
Cacing dari keluarga Heterophyidae berukuran panjang antara 1-1,7 mm dan lebar antara
0,3-0,75 mm, kecuali genus Haplorcis yang jauh lebih kecil, yaitu panjang
(9)
0,41-6
0,51 mm dan lebar 0,24-0,3 mm di samping batil isap kelamin yang terdapat di sebelah kiri
belakang. Cacing ini mempunyai 2 buah testis yang lonjong, ovarium kecil yang agak bulat
dan 14 buah folikel vitelin yang letaknya lateral. Bentuk uterus sangat berkelok-kelok,
letaknya diantara kedua sekum. Telur berwarna agak coklat muda, mempunyai operkulum,
berukuran 26,5-30 x 15-17 mikron, berisi mirasidium. Mirasidium yang keluar dari telur,
menghinggapi keong air tawar/payau, seperti genus pirenella, Cerithidia, Semisulcospira,
sebagai hospes perantara I dan ikan dari genus Mugil, Tilapia, Aphanius, Achantogobius,
Clarias dan lain-lain sebagai hospes perantara II. Dalam keong, mirasidium tumbuh
menjadi sporokista, kemudian menjadi redia induk, berlanjut menjadi banyak serkaria.
Serkaria ini menghinggapi ikan-ikan tersebut menjadi metaserkaria. Untuk cacing dewasa,
berukuran ± 1 mm, mempunyai dua buah batil isap. serta ventral sucker terletak agak lateral.
Selain itu, organ reproduksi betina terdiri dari ovarium dan uterus berisi telur, organ
reproduksi jantan terdiri dari dua buah testis yang letaknya serong di bagian posterior tubuh
dan glandula vitellaria berbentuk folikel, terletak di sisi lateral kiri dan kanan di sepertiga
bagian posterior tubuh
(10)
7
Di sini, siklus hidup M.yokagawai, M.takahashii dan M.miyatai memiliki pola siklus hidup
yang sama. Ketiga spesies ini hermafrodit dan mampu melakukan pembuahan. Telur
berembrio yang masuk ke lingkungan perairan (air tawar atau payau) masing-masing berisi
sepenuhnya dikembangkan menjadi larva, yang disebut mirasidium. Perkembangan tidak
dapat dilanjutkan melewati tahap ini kecuali telur yang tertelan oleh perantara pertama yaitu
siput. Setelah siput memakan telur tersebut, mirasidia muncul dan menembus usus siput.
Dalam jaringan siput, miracidia berkembang menjadi sporokista, kemudian redia, dan
akhirnya muncul dari siput sebagai serkaria. Serkaria kemudian menembus kulit atau
menempel di bawah skala ikan air tawar atau payau sebagai metaserkaria dalam jaringan.
Jenis ikan yang berfungsi sebagai perantara kedua bervariasi berdasarkan lokasi. Ikan yang
memakan serkaria tersebut kemudian menjadi terinfeksi dan manusia pun ikut terinfeksi
setelah mengkonsumsi ikan tersebut baik matang, mentah, atau acar ikan yang mengandung
metaserkaria menular itu. Metaserkaria kemudian berkembang di usus kecil dari host
(manusia, mamalia atau burung), dan berkembang menjadi dewasa. Dalam usus kecil, cacing
dewasa menempel pada dinding dan mengembangkan telur baru.
(11)
8
Cacing dewasa melekat pada dinding mukosa usus kecil, telurnya mengandung embrio dan
dikeluarkan bersama tinja. Telurnya kecil, berwarna kuning-kecoklatan, mempunyai
operkulum dengan bahu operkulum yang jelas. Telur besarnya 26-28ԉm x 15-17ԉm. Cacing
dewasa Metagonimus sedikit lebih besar daripada Heterophyes dan mempunyai batil isap
perut yang letaknya lebih ke kanan dari aksis garis tengahnya. Lubang genitalianya melekat
pada tepi luar batil isap perutnya. Manusia, terutama pedagang ikan dan hewan lain seperti
kucing, anjing, dapat merupakan sumber infeksi bila menderita penyakit cacing tersebut,
melalui tinjanya. Telur cacing dalam tinja dapat mencemari air serta ikan yang hidup
didalamnya. Hospes definitif mendapatkan infeksi karena memakan daging ikan mentah yang
mengandung metaserkaria hidup. Ikan yang diproses kurang sempurna untuk konsumsi dapat
juga menyebabkan infeksi. Sebagai usaha untuk mencegah meluasnya infeksi cacing
heterophyidae, kebiasaan memakan daging ikan harus diubah (Natadisastra, 2009).
2.4 Host
Umumnya hospes definitif dari cacing ini merupakan mahkluk pemakan ikan ini seperti
manusia, kucing, anjing, rubah, dan jenis burung-burung tertentu. Hospes perantara : HP1-
keong air, HP2-ikan salem. Nama penyakitnya adalah Heterofiliasis.
Yang bertindak sebagai hospes perantara I adalah siput air tawar Semisulcospira libertine
atau spesies lain dari Semisulcospira dan Thiana granifera, sedangkan hospes perantara II
dari jenis ikan Plecoglossus altivelis, Odontobutis obscures, Salmo perryi dan Tribolodon
hakonensis.
2.5 Habitat
Metagonimus ini habitatnya terutama di Jejunum bagian atas dan tengah. Biasanya terdapat
pada lumen usus tetapi mungkin juga menembus di antara vili ataupun melekat pada mukosa
usus.
2.6 Gejala/Keluhan
Parasit ini menimbulkan penyakit yang disebut metagonimiasis pada mukosa usus terdapat
melekatnya cacing dan terjadi peradangan sedang. Sering kali diikuti nekrosis sel
(12)
9
mukosa. Batil isap dapat mengiritasi mukosa usus dan menimbulkan keluarnya lendir dalam
jumlah banyak disertai erosi sel mukosa. Sering kali terjadi infiltrasi kapiler dan limfatik.
Telur dapat terbawa ke miokardium, otak, medulla spinalis dan jaringan lainnya dan dibentuk
jaringan granulomatus.
Seringkali timbul gejala diare ringan, tetapi gejala ini ditentukan oleh jumlah cacing
dalamnya luka dan reaksi individual dari penderita. Selain itu juga gejala yang timbul antara
lain nyeri perut, payah jantung, perdarahan serebri dan spinal. Dalam metagonimiasis akut,
manifestasi klinis yang dikembangkan hanya 5-7 hari setelah terinfeksi. Infeksi berat juga
telah dikaitkan dengan epigastrik distremalaise. Masa inkubasi sekitar 14 hari dan cacing
dapat bertahan selama lebih dari 1 tahun. Gejala-gejala dan kelainan patologinya sama
seperti H. heterophyes, dan terutama tergantung dari jumlah cacing dalam hospes. Telur atau
cacing dewasa dapat bersarang di jaringan otak dan menybabkan kelainan disertai gejala-
gejalanya. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh infeksi berat cacing tersebut adalah mulas-
mulas atau kolik dan diare dengan lendir, serta nyeri tekan pada perut.
2.7 Transmisi/Penularan/Vektor
Cacing dewasa melepaskan sepenuhnya berembrio telur masing-masing dengan mirasidium
yang dikembangkan semua dan telur yang keluar dalam kotoran inang. Setelah konsumsi oleh
siput yang cocok (hospes perantara pertama), telur menetas dan melepaskan mirasidia yang
menembus usus siput. Siput dari genus semisulcospira adalah hospes perantara yang paling
sering untuk Metagonimus yokogawai. Mirasidia mengalami beberapa tahapan
perkembangan pada siput yaitu sporokista, rediae dan serkaria. Banyak serkaria yang
dihasilkan dari setia redia. Serkaria dilepaskan dari siput dan encyst sebagai metaserkaria
dalam jaringan ikan air cocok segar/payau (hospes perantara kedua). Host definitive
terinfeksi oleh ikan tawar yang mengandung metaserkaria. Setelah konsumsi, ikan yang telah
terinfeksi metaserkaria, menempati pada mukosa dan usus kecil dan tumbuh menjadi cacing
dewasa (berukuran 1,0mm sampai 2,5 mm; 0,4 mmsampai 0,75 mm). Selain manusia, ikan,
mamalia (misalnya kucing dan anjing) dan burung juga dapat terinfeksi oleh M. yokogawai.
(13)
10
(Semisulcospira sp)
2.8 Diagnosa
Diagnosis didasarkan atas ditemukannya telur dalam tinja. Karena telur dari M. yokogawai
ukuran dan bentuknya sama dengan H. heterophyes dan C. sinensis, diagnosis pasti harus
ditegakkan atas dasar gejala klinik, riwayat klinik, atau ditemukannya cacing dewasa.
Diagnosis spesifik biasanya dengan menemukan cacing setelah suatu pengobatan. Pada tahun
1993 dilakukan tes elisa untuk mendiagnosa metagonimiasis dengan hasil bahwa skrining
simultan spesifik antibodi untuk beberapa agen parasit penting dalam diagnosis serologi
penyakit parasit-parasit akut dan penelitian lebih lanjut harus dilakukan tentang kelebihan
metode-metode diagnosis. Diagnosis mungkin sulit karena kapasitas telur terbatas dan
prosedur konsentrasi sedimentasi mungkin diperlukan untuk menunjukkan telur pada infeksi
ringan, identifikasi spesies yang akurat juga sulit karena telur yang serupa dalam ukuran dan
morfologi, terutama yang dari Heterophydes heterophyes, Clonorchis dan Opishorchis. Hal
ini penting untuk dipertanyakan dimana orang tersebut mungkin telah tertular penyakit itu,
cari tahu apakah mereka telah ke daerah endemis dan memeriksa tanda-tanda dan gejala yang
mengakibatkan metagonimiasis.
2.9 Pengobatan
Seringkali berhasil dengan pemberian obat antelmentika. Tetrachloroethylen dengan
pemberian seperti pada pengobatan farciolopsiasis merupakan obat yang dianjurkan. Dosis
Tetrachloroethylene 0,1 mg/kg namun kurang efektif. Niclosamid
(14)
11
merupakan obat yang efektif, lebih baik dari Tetrachloroethylen, dengan sedikit efek
samping. Niclosamide 150 mg/kg/hari dosis tunggal selama 1-2 hari.. Namun Praziquantel
seperti pada pengobatan heterophyiasis merupakan obat pilihan (Tjay, 2015)
 Niclosamid
Niclosamide digunakan untuk mengobati infeksi cacing pita ikan, cacing pita kerdil, dan
cacing pita daging sapi. Niclosamide bekerja dengan membunuh cacing pita. Cacing yang
mati dan terkadang hancur dalam usus ini kemudian dibuang bersamaan dengan tinja.
Beberapa efek samping niclosamide mungkin tidak memerlukan perhatian medis. Tapi
jangan ragu untuk menghubungi dokter jika mengalami kram atau nyeri perut, diare,
kehilangan selera makan, mual atau muntah, pusing, kantuk, gatal di daerah dubur, ruam
kulit. Dosis Niclosamide 150 mg/kg/hari dosis tunggal selama 1-2 hari.
 Praziquantel (Biltricide, Droncit)
Merupakan obat yang cukup efektif. Dosis yang diberikan adalah 40 mg/kg dosis tunggal,
diminum setelah makan malam untuk menghindari pusing. Dosis bisa dimodifikasi menjadi 2
x 20 mg, selisih waktu 4-6 jam, ternyata memberikan efek terapeutik yang sama (Tjay, 2015)
Indikasi
Infeksi cacing cestoda (cacing pita) seperti taenia saginata, taenia solium, hymenolepsis nana,
skistosomiasis, infeksi trematoda serta trematoda usus seperti Metagonimus yokogawai
(15)
12 Kontraindikasi
Hipersensitivitas, Sistiserkosis mata, kehamilan dan menyusui (tidak dianjurkan menyusui
selama 72 jam pasca pengobatan)
Efek samping
Mayoritas efek samping berkembang karena pelepasan isi parasit karena mereka dibunuh dan
akibatnya tuan reaksi kekebalan. Makin berat beban parasit, lebih berat dan lebih sering efek
samping yang terjadi. Efek samping diantaranya yaitu: mual, muntah, sakit/nyeri perut atau
kram, diare bercampur darah, pusing/vertigo, sakit kepala, kantuk, berkeringat, reaksi alergi
(ruam kulit, gatal), peningkatan asimtomatik di hati, nyeri punggung bawah. Dilaporkan
peningkatan minimal enzim hati pada bebera. Efek samping yang paling sering adalah nyeri
kepala, pusing, mengantuk dan kelelahan, efek lainnya meliputi mual, muntah, nyeri
abdomen, feses yang lembek, pruritus, urtikaria, artalgia, myalgia, dan demam berderajat
rendah pada pasien. Beberapa hari setelah memulai prazikuantel, dapat terjadi demam
berderajat rendah, pruritus, dan ruam kulit (macular dan urticarial) yang kadang terkait
dengan eosinophilia yang mempuruk, hal ini mungkin disebabkan oleh pelepasan protein dari
cacing yang sekarat ketimbang akibat toksisitas obat langsung. Intensitas dan frekuensi efek
simpang meningkat dengan dosis, sedemikian rupa sehingga insidennya mencapai 50 % pada
pasien yang mendapat dosis 25 mg/ kg tiga kali sehari. Kortikosteroid umumnya digunakan
bersama prazikuantel dalam terapi neurosistiserkosis untuk mengurangi reaksi inflamasi,
tetapi hal ini menjadi perdebatan karena kortikosteroid diketahui menurunkan kadar
prazikuantel dalam plasma hingga sebesar 50 %. Interaksi obat: - Karbamazepin -
Deksametason - Fosphenytoin - Phenobarbital - Fenitoin - Rifampin - Klorokuin -
Ketoconazole
(16)
13 Dosis lazim: 150 dan 600 mg setelah makan malam
Dosis Normal untuk Orang Dewasa Penderita Metagonimus Yokogawai (Fluke Usus) - 75
mg / kg / hari diminum langsung terbagi ke dalam 3 dosis
- Durasi terapi: 1 hari
Dosis Normal Praziquantel untuk Anak-Anak Penderita Metagonimus Yokogawai (Fluke
Usus)
- Usia 4 tahun atau lebih: 75 mg / kg / hari diminum langsung terbagi dalam 3 dosis - Durasi
terapi: 1 hari
Peringatan dan Perhatian
Prazikuantel meningkatnkan angka aborsi pada tikus sehingga tidak boleh digunakan pada
kehamilan jika mungkin. Karena obat ini memicu rasa pusing dan mengantuk, pasien tidak
poleh mengemudi selama menjalani terapi dan harus ndiperingatkan agar hati-hari ketika
melakukan aktivitas yang ememrlukan koordinasi fisik khusus atau kewaspadaan.
Penyimpanan
Disimpan pada suhu ruangan, jauhkan dari cahaya langsung dan tempat yang lembap.
Penggunaan
3 kali sehari (4 sampai 6 jam terpisah) untuk 1 hari. Jangan mengunyah atau menghisap tablet
karena praziquantel memiliki rasa pahit dan dapat menyebabkan tersedak atau muntah.
(17)
14
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi akibat parasit Metagonimus yokogawai ini adalah obstruksi
intestinal, baik partial maupun total. Obtruksinya biasanya terjadi di daerah ileocecal.
2.11 Pencegahan
Pada dasarnya pemberantasan cacing ini, sama dengan pemberantasan trematoda usus lainnya
yaitu mengurangi sumber infeksi dengan mengobati penderita serta menghindari penularan
dari hospes perantara dengan cara mencuci ikan yang akan dikonsumsi dan memasak ikan
dengan baik sebelum dikonsumsi. Saat ini banyak orang yang terkena metagonimiasis karena
makan ikan mentah atau acar sebagai bagian dari diet susu tradisional.
Selain itu menerapkan kondisi sanitasi air yang baik untuk mengurangi perkembangan telur
secara menerus dari sumber air, sehingga dapat memutus siklus hidup cacing. Penggunaan
molluscidals juga dapat diterapkan yaitu untuk mengontrol hospes perantara (siput).
Pencegahan penyakit oleh trematoda dapat di lakukan beberapa hal yaitu pengobatan
penderita sebagai sumber infeksi, desinfeksi dan sanitasi pembuangan tinja, urine atau
sputum, kampanye antimolusca (pemberantasan keong air tawar). Serta pendidikan terutama
menyangkut mandi serta makan.
(18)
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1) Metagonimus yokogawai tersebar di Timur Jauh RRC, Korea, Filipina, Thailand, Taiwan,
Siberia. Ditemukan juga di Indonesia serta di semenanjung Balkan, Yunan dan Spanyol,
menyerang manusia yang gemar mengkonsumsi ikan mentah.
2) Host definitif dari M. yokogawai merupakan mahkluk pemakan ikan seperti manusia,
kucing, anjing, rubah, dan jenis burung-burung tertentu. Hospes perantara : HP1- keong air,
HP2-ikan salem
3) Diagnosa terhadap M. yokogawai ini biasanya ditegakkan berdasarkan ditemukannya telur
cacing dalam tinja.
4) Pengobatan yang sesuai untuk penyakit yang disebabkan oleh M. yokogawai adalah
Tetrachloroethylene, Niclosamid dan Praziquantel
3.2 Saran
1) Masyarakat harus mencuci ikan dan memasaknya hingga matang untuk tindakan
preventif/pencegahan
2) Perlunya sumber informasi yang lebih untuk penyakit yang disebabkan oleh M. yokogawai
(19)
16
DAFTAR PUSTAKA
Craig and Faust’s. 1974. Clinical Parasitology Eight Edition. London : Great Britain Garcia,
Lynne S & David A. Bruckner. 1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Hello Sehat. 2016. Praziquantel. https://hellosehat.com/obat/praziquantel/ Diakses 1 Januari
2017
Hidajati, Sri dkk. 2014. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC Natadisastra, Djaenudin & Agus Ridad. 2009. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari
Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta : Buku Kedokeran EGC
Prianyo, Juni & Tjahaya P.U Darwanto. 2006. Atlas Parasitologi Kedokteran.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Scribd. 2016. Metagonimiasis all. https://www.scribd.com/doc/313708494/Metagonimiasis-
All. Diakses 30 Desember 2016
Tjay, Tan Hoon dan Kirana, Raharja. 2002.Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya. Jakarta : PT Elex Media Komputindo Kelompok
Referensi
Melihat
Bebas - Unduh sekarang ( PDF - 19 Halaman - 1.12MB )
Dokumen terkait
Korelasi Antara Nilai Matematika Dan Nilai Fisika Dari Mahasiswa PMDK Tahun
1987 di Universitas Andalas.

[r]

PENGARUH PENAMBAHAN CORE STABILITY EXERCISE PADA 12 BALANCE


EXERCISE MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DINAMIS LANSIA NASKAH
PUBLIKASI - PENGARUH PENAMBAHAN CORE STABILITY EXERCISE PADA
12 BALANCE EXERCISE MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DINAMIS
LANSIA - DIGILIB UNISAY

Adapun peran fisioterapi yang dapat dilakukan untuk kasus gangguan keseimbangan pada
lansia adalah dengan menggunakan intervensi yaitu core stability exercise dan 12

LAPORAN INDIVIDU PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) DI SMA


NEGERI 5 YOGYAKARTA.

Sebelum melaksanakan pengajaran di kelas, mahasiswa harus melakukan observasi atas


proses pembelajaran yang ada di sekolah yang telah dipilih. Mengetahui secara

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN

Menurut Asian Development Bank (2017) pertumbuhan sektor keuangan di Kawasan Asia
khususnya China, India, Indonesia, Korea, Malaysia, Filipina, Thailand, and Vietnam

Pengembangan Buku Ajar Akidah Akhlaq Dengan Menggunakan Metode Inkuiri Pada
Siswa kelas 2 di Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum

Bahan ajar merupakan salah satu fasilitas yang memudahkan proses pembelajaran dan acuan
dalam kegiatan belajar mengajar yang sangat dominan. Hal ini menunjukkan bahwa

PENGARUH PERMAINAN NET TERHADAP KETEPATAN JUMPING SMASH


SEKOLAH BULUTANGKIS PAMUNGKAS YOGYAKARTA.

5 rep x 8 set Keterangan: : raket : shuttlecock : peserta Peserta memulai dari belakang garis
lapangan kemudian menyentuh shuttlecock yang ada

Lesson 6. Dasar-dasar Presentasi

Atau jika anda ingin menyimpan dengan nama ekstensi yang lain (.pptx atau.potx untuk jenis
umum powerpoint template), kita bisa menyimpannya dengan melakukan Save As pada

POTENSIAL LISTRIK DI SUATU MEDIA SKRIPSI


Kepadatan arus listrik pada suatu media yang dialiri arus listrik searah merupakan fungsi
bernilai vektor dari suatu vektor posisi, sehingga dapat

Apakah Anda tertarik untuk menghasilkan pendapatan pasif? Mari kita mulai bersama kami.
Jual sekarang

Semakin banyak dokumen yang Anda bagikan, semakin banyak uang yang Anda hasilkan!

Dokumen terkait

Metadata, citation and similar papers at core.ac.uk


9
0
0

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN.


komunikasi berbagai hierarki jabatan dalam suatu perusahaan, dari mulai
11
0
0

EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN


6
2
0

CERPEN HISTOIRE D UNE FILLE DE FERME DALAM PERSPEKTIF


STRUKTURALISME GREIMAS SKRIPSI
47
1
0
Penurunan Ion Ca 2+ pada Air dari Sumber Mata Air Citta Kabupaten Soppeng dengan
Menggunakan Zeolit Alam Toraja (Zeolit Mordenit)
11
1
0

1.3.1.4. Kegiatan Pagi Hari


6
14
1
[4] RPP SD KELAS 3 SEMESTER 1 Ringan Sama Dijinjing Berat
33
36
5

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perusahaan dalam Melakukan Auditor Switch


pada Perusahaan Jasa Komunikasi Properti dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
28
0
0

Perusahaan

 Tentang kami
 Sitemap
Kontak & Membantu

 Hubungi kami
 Tanya Jawab
 Tanggapan

Hukum

 Syarat Penggunaan
 Kebijakan
 Kebijakan penjual

Ikuti Kami

 Linkedin
 Facebook
 Twitter
 Pinterest

Dapatkan aplikasi gratis kami

SekolahTopik

Bahasa: Bahasa Indonesia

Hak Cipta 123dok.com © 2023


V

Anda mungkin juga menyukai