Anda di halaman 1dari 16

Makalah study hadits

Disusun dan di ajukan sebagai salah satu syarat untuk melengkapi tugas mata
kuliah study hadist

Dosen pengampuh:
DR.DZIKRI DARUSSAMIN.M.A
Disusun oleh:
Rico Ferdiansyah 12130412734
Rnaldi 12130414975

Uin Sultan Syarif Kasim Riau


Uin Suska Riau
2021
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Setinggi puja sedalam syukur yang patut kita beri kepada Rabb semesta
alam Allah ‫ه‬..‫ل جالل‬..‫ ج‬dengan rahmat, hidayah dan inayahnya yang tak dapat
dibilang.Dia -lah Allah pencipta, pemilik, pengasuh dan pendidik seluruh
makhluk.Dengan izin nya serta usaha berupa tenaga dan pikiran, kami ucapkan
ahamdulillah.Akhirnya tugas makalah ini dapat diselasaikan dengan baik.
Shalawat berujungkan salam tiada pantas kita ucapkan kepada seorang
keteladanan umat beserta pengikutnya yang meniti jalan diatas sunnah-sunahnya,
Rasulullah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬bin Abdillah,putra semata wayang.Dialah tokoh paling
terkemuka tiada banding, dan pembawa risalah agung yang mampu menyinari
bumi, tanpa mengenal takut, lelah, serta putus asa. Kami sebagai pemakalah
sangat menyadari bahwa makalah ini masih banyak kecacatan dan kami tanpa rasa
malu meminta kritikan dan saran dari dosen pengampu dan teman teman sekalian
sehingga kami dapat menjadi yang lebih baik lagi.Akhir kata kami ucapkan terima
kasih dan semoga dengan izin Allah makalah ini sangat bermanfaat bagi kita
semua.

Wasalamualikum Warahamatullahi Wabarakatuh

Pekan Baru 12 November 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

Contents
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I...................................................................................................................................4
A.LATAR BELAKANG.......................................................................................................4
B.RUMUSAN MASALAH..................................................................................................5
C.TUJUAN PENULISAN....................................................................................................5
BAB 2..................................................................................................................................6
A.Hadits Muttashil..........................................................................................................6
B.Hadits Al-Musnad........................................................................................................7
D.Hadits Ali Dan Hadits Nazil........................................................................................11
BAB 3................................................................................................................................15
Kesimpulan...................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Hadis dan Sunnah, baik secara struktural maupun fungsional disepakati
oleh mayoritas kaum muslimin dari berbagai mazhab Islam sebagai sumber ajaran
Islam, karena dengan adanya hadis dan sunnah itulah ajaran Islam menjadi jelas,
rinci dan spesifik. Sepanjang sejarahnya, hadis-hadis yang tercantum dalam
berbagai kitab hadis yang ada berasal melalui proses penelitian ilmiah yang rumit,
sehingga menghasilkan kualitas hadis yang diinginkan oleh para penghimpunnya.
Implikasinya, telah terdapat berbagai macam kitab hadis yang sering kali dijumpai
keaneka ragaman redaksi (matan hadis) dan sanadnya, karena diantara kolektor
hadis tersebut memakai kriteria dan standar masing-masing. Disinilah letak
pentingnya pembelajaran hadis agar dapat diketahui bagaimana hadis tersebut
diteliti dan lebih dari itu bagaimana meneliti sehingga dapat diketahui tata cara
dengan benar pemakaian hadis sebagai dasar amalan.
Jadi, dengan adanya studi hadis, umat Islam dapat mengetahui hadis yang
Shahih, Hasan, Dha’if dan hadis-hadis palsu. Sebab tidak semua hadis itu boleh
diamalkan dan dijadikan sebagai dasar hukum yang baik. Setelah Nabi wafat,
banyak orang-orang yang membuat hadis-hadis palsu untuk kepentingan
golongannya atau untuk menjatuhkan penguasa. Artinya hadis-hadis diciptakan
untuk kepentingan politik semata.
Dengan adanya studi hadis, umat dengan mudah mendapatkan hadis-hadis
yang diperlukan sebagai sumber hukum yang sah setelah Al-Qur’an. Begitu juga
umat Islam dengan mudah membedakan antara lafaz Al-Quran dengan lafaz hadis,
karena sering sekali terjadi akhir-akhir ini yang hadis dikatakan AlQuran,
sebaliknya Al-Quran disebut hadis.
B.RUMUSAN MASALAH
1.Apa yang dimaksud dengan hadits muttashil,musnad,muan án,muannan,ali dan
nazil
2.Apa saja pembagian hadits muttashil,musnad,muan án,muannan,ali dan nazil
3.Bagaimana contoh hadits muttashil,musnad,muan án,muannan,ali dan nazil
C.TUJUAN PENULISAN
1.Mengetahui pengertian hadits muttashil,musnad,muan án,muannan,ali dan nazil
2.Mengetahui pembagian hadits muttashil,musnad,muan án,muannan,ali dan
nazil
3.Mengetahui contoh hadits muttashil,musnad,muan án,muannan,ali dan nazil
BAB 2
PEMBAHASAN
A.Hadits Muttashil
Hadits Al-Muttashil
Definisi:

Secara Bahasa: Isim Fa’il (pelaku) dari kata kerja ‫( اَّتَص َل‬bersambung)
lawan dari kata kerja ‫( اْنَقَطَع‬terputus) dan jenis ini dinamakan juga dengan ‫الَم ْو ُصْو ل‬

Secara Istilah: Apa-apa (hadits) yang bersambung sanadnya dari awal sampai
penghujungnya (akhirnya), baik hadits tersebut Marfu’ (sampai kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam) atau Mauquf (yang berhenti pada Shahabat
radhiyallahu 'anhum).1

Contohnya

Contoh al-Muttashil al-Marfu:

‫َك ذَاَم اِلٌك َع ْن اْبِن‬: ‫َم اِلٌك َع ْن اْبِن ِشَهاب َع ْن َس اِلِم ْبِن َع ْبِد ِهَّللا َع ْن َأِبيِه َع ْن َر ُسوَل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل‬
‫َك ذَا‬: ‫ِشَهاب َع ْن َس اِلِم ْبِن َع ْبِد ِهَّللا َع ْن َأِبيِه َع ْن َر ُسوَل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل‬.. ”
(Imam) Malik dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar (radhiyallahu 'anhu), bahwasanya dia
berkata:”Seperti ini…”

Apakah Perkataan Tabi’in Dinamakan Muttashil?

Imam Al-‘Iraqiy rahimahullah berkata:”Dan adapun perkataan-perkataan Tabi’in


–jika sanadnya bersambung kepada mereka- maka dinamakan Muttashil secara
mutlak tanpa ada batasan, adapun jika disertai dengan pembatasan (Taqyiid) maka
boleh. Dan yang seperti itu (pemakaian kata Muttashil untuk ucapan Tabi’in) ada
1
Mahmud Thahan,taysiir mustholahul hadist,(maktabah al-maárif)hal.135
dalam ucapan-ucapan mereka. Seperti ucapan mereka:’Ini adalah Muttashil
sampai ke Sa’id bin al-Musayyib atau ke az-Zuhri atau ke Malik dan yang
lainnya.’ Ada yang mengatakan:’Dan yang tepat dalam masalah ini adalah
menamakannya dengan Maqaathi’. Dan pemberian nama Muttashil untuk hal
tersebut (ucapan Tabi’in) adalah seperti menyifati satu hal dengan lawan katanya
secara bahasa.

B.Hadits Al-Musnad

Definisi:

Secara Bahasa: al-Musnad adalah isim Maf’ul (objek) dari kata kerja ‫ َأْسَنَد‬yang
berarti menyandarkan atau menisbatkan.

Secara Istilah: Apa-apa (hadits) yang bersambung sanadnya, marfu’ kepada Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam. Ini adalah definisi yang dipilih oleh Imam al-Hakim,
dan disebutkan secara tegas oleh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Nukhbatul Fikar,
dan masih ada definisi-definisi yang lain untuk hadits al-Musnad ini.2

Contohnya

Apa yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari rahimahullah, dia berkata:

‫َح َّد َثَنا َع ْبُد ِهَّللا ْبُن ُيوُسَف َع ْن َم اِلٍك َع ْن َأِبي الِّز َناِد َع ْن اَأْلْع َر ِج َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َر ِض َي ُهَّللا َع ْنُه َأَّن َر ُسوَل ِهَّللا‬
)‫ إذا َش ِر َب الكلُب في إناء أحِد كم فْلَيْغ ِس ْله سبًعا (البخاري باب الماء الذي يغسل به‬: ‫َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل‬

”Telah mengabarkan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf, dari Malik, dari Abu az-
Zinnaad dari al-A’raj dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:”Apabila seekor anjing

2
Mahmud Thahan,taysiir mustholahul hadist,(maktabah al-maárif)hal.137
meminum di dalam bejana salah seorang di antara kalian, maka hendaklah dia
mencucinya tujuh kali.”(HR. al-Bukhari Bab al-Maa’u alladzi Yughsalu Bihi)

Maka hadits ini bersambung sanadnya dari awal sampai penghujungnya


(akhirnya), dan ia marfu’ kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

C. Hadits Mu’an’an dan Hadits Muannan


Dalam ilmu musthalahul hadits, dikenal istilah hadits mu’an’an (‫ )ُمَع ْنَع ن‬dan
hadits muannan (‫)ُم َٔو َّنن‬. Mu’an’an adalah suatu metode meriwayatkan hadits
dengan menggunakan kata ‘an (dari), seperti ‘an fulaanin, ‘an fulaanin, ‘an
fulaanin, tanpa menyebutkan kata-kata yang jelas dan meyakinkan sebagai
indikasi adanya mendengar, menceritakan, atau mengabarkan dari rawi
sebelumnya, namun disyaratkan harus tetap dengan menyebut nama rawi-
rawinya3. Jadi hadits mu’an’an adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi
dengan menggunakan kata ‘an (‫ )عن‬atau
‫الَحِد ْيُث الُمَع ْنَع ُن ُهَو اِال ْسَناُد اَّلِذ ى ِفْيِه ُفَالٌن َع ْن ُفَالٍن‬
Hadits Mu’an’an ialah hadits yang dalam mata rantai sanadnya ditemukan adanya
kalimat Fulan dari Fulan4.
Contohnya seperti hadist yang dikeluarkan Imam Bukhari melalui Ismail berikut
ini:
‫َح َد َثِنى َم اِلك َع ِن اْبِن ِشَهاٍب َع ْن َحِم ْيِد اْبِن َع ْبِد الَّرْح ٰم ِن َع ِن اْبِن ُهَر ْيَر َة َرِض َى ُهللا َع ْنُه َاَّن َر ُسْو ُل ِهللا َص َّلى ُهللا‬
‫ َم ْن َقاَم َر َم َض اَن ِاْيَم اًنا ًو اْح ِتَس اًبا ُغ ِفَر َلُه َم ا َتَقَّد َم ِم ْن َذْنِبِه‬: ‫َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل‬
Adapun hadist muannan adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang
rawi dengan menggunakan kalimat Haddatsanaa fulaanun anna fulaanan qaala…
(fulan telah bercerita kepadaku bahwasanya si fulan berkata….). Atau
…‫الَحِد ْيُث الُم َؤ َّنُن ُهَو َم ا ُيَقاُل ِفى َس َنِدِه َح ّدَث ُفَالٌن َاَّن ُفاَل ًنا َح َّد َثَنا ِبَك َذ ا‬
Hadits Muannan adalah hadits yang dalam mata rantai sanadnya ditemukan
ucapan Fulan menceritakan hadits kepadaku, sesungguhnya ia menceritakan
hadits demikian.

3
Al-Maliki,Muhammad Alawi,Al-manhalu Al-lathifu fi ushuuli al-haditsi asy-ayariif :ilmu ushul
hadits(Yogyakarta,pustaka pelajar,2009)hal.103
4
Contohnya :
‫َح َد َثَنا ُع ْثمَاُن اْبُن َاِبى َشْيَبَة َح َد َثَنا ُمَع اِو َيُة اْبُن ِهَش اِم َح َد َثَنا ُاَس اَم ُة اْبُن َزْيِد َع ْن ُع ْثَم اِن اْبِن ُعْر َو َة َع ْن ُعْر َو َة َع ْن‬
‫ َقاَل َر ُسْو ُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ِاَّن َهللا َو َم َالِئَك َتُه يصلون علي ميا من الصفوف (رواه ابن‬: ‫َعاِئَشَة َقاَلْت‬
)‫ماجه‬
B. Persyaratan Mu’asharah dan Liqa’
Ulama’ ahli hadits berkomentar bahwa hadits yang dalam periwayatannya
menggunakan cara seperti hadits mu’an’an dan muannan, bisa berstatus sama
dengan hadits muttasil dengan adanya dua syarat, yaitu :
1) Isytirathul Mu’asharah (‫)اشتراط المعا صرة‬
Masing-masing perawi harus hidup segenerasi dengan perawi yang
menyampaikan hadits kepadanya. Maksudnya setiap tingkatan perawi harus
pernah hidup dalam satu kurun waktu dengan tingkatan perawi di atasnya.
Suatu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari tingkat tabi’in,
harus diteliti terlebih dahulu apakah beliau pernah hidup semasa dengan sahabat
yang dirawikan hadits tersebut kepadanya, demikian pula perawi dari tingkat di
bawahnya. Untuk itu, kita harus melihat biografi para perawi tersebut terlebih
dahulu.
Sebagai contoh, misalkan Sa’id Al-Musayyab perawi dari tingkat tabi’in
meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah seorang perawi dari tingkat sahabat.
Setelah diteliti, Sa’id Al-Musayyab hidup pada tahun 13 H – 94 H dan adapun
Abu Hurairah wafat pada tahun 57 H. Dari itu maka dapat diketahui bahwa kedua
perawi tersebut pernah hidup semasa, yakni di antara tahun 13 H – 57 H.
2) Isytirathul liqa’ (‫)اشتراط اللقاء‬
Selain para perawi pernah hidup dalam satu kurun waktu yang sama,
masing-masing perawi harus benar-benar pernah bertemu dengan perawi yang
menyampaikan hadist kepadanya.
Hal ini pun perlu diteliti kembali melalui riwayat hidup para perawinya,
apakah masing-masing tingkatan para perawi tersebut pernah bertemu atau tidak.
Jika setelah diteliti dan ternya kenyataannya bahwa tidak semua perawi itu pernah
bertemu, maka menurut Imam Bukhari hadits itu dianggap cacat dan tidak dapat
diterima untuk dijadikan sebagai hujjah.
Persyaratan mu’asharah dan liqa’ dalam periwayatan hadits sangat
berkaitan dengan ilmu rijalul hadits, yaitu suatu cabang ilmu hadits yang
mempelajari keadaan setiap perawi hadits, dari segi kelahirannya, wafatnya, guru-
gurunya, orang yang meriwayatkan darinya, negeri dan tanah air mereka, dan
yang selain dari itu yang ada hubungannya dengan sejarah perawi dan keadaan
mereka.
Oleh ulama hadits, salah satu alasan mereka lebih mengutamakan
keshahihan kitab Imam Bukhari dibandingkan kitab Imam Muslim ialah Imam
Bukhari mensyaratkan kedua persyaratan di atas dalam menyeleksi hadits-hadits
di dalam kitabnya, adapun Imam Muslim mencukupkan pada syarat
mu’asharahnya saja.
Suatu hadits Mu’an’an dan muannan dapat dikatakan setingkat dengan hadits
muttasil yaitu apabila memenuhi syarat mu’asharah dan liqa’.
2. Mua’syarah ialah setiap tingkatan perawi pernah hidup dalam satu kurun
waktu dengan tingkatan perawi di atasnya.
3. Liqa’ ialah setiap tingkatan perawi pernah bertemu dengan tingkatan perawi
di atasnya.
4. Imam Bukhari dalam kitab shahihnya mensyaratkan kedua syarat tersebut,
adapun Imam muslim mencukupkannya pada persyaratan mu’asharah saja.
5. Apabila suatu hadits memenuhi syarat mu’asharah dan liqa’ dalam
periwayatannya, maka hadits itu dapat diterima dan dijadikan hujjah. Jika tidak
memenuhi kedua syarat tersebut, maka hadits tersebut dianggap cacat dan
tertolak.
6. Apakah seorang perawi pernah hidup semasa atau bertemu dengan perawi
pada tingkatan di atasnya dapat diketahui dengan mempelajari ilmu rijalul hadits,
yakni ilmu yang mempelajari mengenai sejarah dan keadaan para perawi.

D.Hadits Ali Dan Hadits Nazil

Hadits Ali
Secara etimologi ali isim fail dari kata ‫ اعلُو‬yang artinya, (‫علو‬,‫ يعلو‬,‫ )عال‬yang berarti
tinggi, luhur, mengungguli, menutupi. Sedangkan menurut terminology banyak
perbedaan dikalangan ulama, tapi pada intinya sama seperti yang dikemukakan
oleh Hafizh Haram Al Maudi dalam kitab mustholah hadits :

‫العالى ما قالت رجاله بالسبة الى السند احرير بذلك الحديث‬

“Hadits ali adalah hadits yang jumlah rawinya dalam sanad itu sedikit,
dibandingkan dengan jumlah rawi yang ada pada sanad lain yang menyebut hadits
yang lain.5

Dan menurut Fathurrohman mengemukakan bahwa hadits ali adalah hadits


dimana rawi-rawinya dalam reretif sedikit dan masih banyak pengertian yang
dikemukakan oleh para ulama. Tapi pada intinya bahwa hadits ali adalah hadits
yang diriwayatkan yang dimana rawinya sangat sedikit dan itu yang bisa penulis
simpulkan

Contoh Hadits ali

‫ ومن‬.‫ ومن كان يؤمن باهلل واليوم االخر فليكرم جاره‬.‫من كان يؤمن باهلل واليوم االخر فليقل خيرا أو ليصمت‬
‫كان يؤمن باهلل واليوم االخر فليكرم ضيفه‬.

"Siapa yang beriman kepada allah dan hari akhir, hendaklah berkata yang baik
atau berdiam diri; Siapa yang beriman kepada allah dan hari akhir, hendaklah
memuliakan tetangganya; dan Siapa yang beriman kepada allah dan hari akhir,
hendaklah memuliakan tamunya."

Hadits dari bukhary yang bersanad Qutaibah bin Sa'id, Abul-Akhwash, Abu
Hashin, Abu Shalih dan abu hurairah (5 orang) adalah hadits 'aly, karena sanadnya
lebih sedikit.

Macam-macam hadits 'Ali

5
Fadlil Sail.ilmu mustolahul hadits(Surabaya:Al-hidayah,1999)hal.38
Hadits 'ali itu ada 5 macam, yakni :

1. 'Aly mutlak, yaitu hadits yang lebih dekat para perawinya dalam sanad dengan
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam karena lebih sedikit jumlahnya
dibandingkan dengan sanad lain pada hadits yang sama. 'Aly mutlak ini yang
paling tinggi diantara macam-macam 'aly apabila ia memiliki sanad yang shahih 6

2. 'Aly-Nisby, yaitu bila ukuran dekatnya (karena rawinya sedikit jumlahnya) itu
bukan kepada Nabi, tetapi kepada imam-imam hadits yang mempunyai sifat-sifat
tinggi mengenai kehafalannya, kedlabithannya, kemasyhurannya dan lain
sebagainya. Seperti Ibnu Juraij, Az-Zuhry, Syu'bah, Malik, Asy-Syafi'I, Al-
Bukhary, Muslim dan lain sebagainya, walaupun kadang-kadang sanad antara
imam-imam tersebut dengan Nabi, banyak jumlahnya. Misalnya :

‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ان من اعظم الفرى ان يدعى الرجل الى غير ابيه اويرى عينه مالم تراو‬
‫يقول على رسول هللا صلى هللا عليه وسلم مالم يقل‬.

"Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.bersabda : "Sebesar-besar" dusta ialah


mendakwakan ayah kepada yang bukan ayahnya, memperlihat-lihatkan apa yang
tidak dilihat oleh matanya atau mengatakan atas nama Rasulullah apa yang tidak
beliau katakan".

3. 'Aly-Tanzil. Yakni bila ukuran dekatnya itu dinisbatkan kepada suatu kitab dari
kitab-kitab yang mu'tamad. Seperti kedua kitab shahih bukhary dan muslim, kitab-
kitab sunan dan kitab musnad imam ahmad.7

'Aly Tanzil ini ada 4 macam yaitu :

Muwafaqah, yaitu jika melalui sanad syaikh (guru) salah seorang penghimpun
hadits ke dalam kitab hadits lebih dekat atau lebih sedikit daripada melalui sanad
penghimpun tersebut. Misalnya kata Ibnu hajar sebagaimana yang dikutip oleh
6
Abdul Majid Khon,Ulumul Hadits(Jakarta:Amzah,2008)hal,243
7
Fahturrohman.ikhtisarur mustolahul hadits
Ajaj al-Khatib dan Ath-Thabah, bahwa sanad sebuah hadits yang diriwayatkan al-
Bukhary dari Qutaibah dari Malik, jarak antara kita dan Qutaibah sebanyak 8
orang. Sedangkan sanad hadits yang sama melalui Abu Al-Abbas As-Siraj dari
Qutaibah antara kita dan Qutaibah terdapat 7 orang. Berarti terjadi adanya
kecocokan (muwafaqoh) bagi kita dengan al-Bukhari pada syaikhnya dan sanad
kita lebih sedikit ('aly).

Badal, yaitu jika melalui sanad syaikhnya syaikh (gurunya guru) salah seorang
penghimpun kitab hadits lebih dekat atau lebih sedikit daripada melalui sanad
penghimpun tersebut. Contohnya seperti isnad al-Bukhary di atas dengan melalui
isnad dari al-Qa'nabi sebagai pengganti (badal) dari Qutaibah. Al-Qa'nabi adalah
syaikhnya syaih al-Bukhari.

Musawah, yaitu adanya persamaan jumlah isnad dari seorang perawi sampai
akhir dengan isnad salah seorang penghimpun ke dalam buku hadits. Misalnya
seperti kata ibnu hajar, jika An-Nasa'I meriwayatkan sebuah hadits dari Nabi Saw
jarak antara keduanya sebanyak 11 orang, sementara hadits yang sama melalui
sanad lain antara kita dan nabi juga 11 orang, berarti adanya persamaan
(Musawah) jumlah bilangan periwayat antara kita dan an-Nasa'i.

Mushafahah, yaitu persamaan jumlah para perawi dalam sanad dari seorang
perawi sampai akhir dengan isnad murid salah seorang penghimpun kitab hadits.
Dinamakan mushafahah karena pada umumnya kedua belah pihak antara perawi
sebuah hadits dengan murid salah seorang penghimpun hadits tersebut berjabat
tangan.[4]

4. 'Aly bitaqdimi'l-wafat. Misalnya suatu hadits yang diriwayatkan dari dua orang,
dari al-Baihaqy dari al-Hakim adalah lenih tinggi daripada hadits yang
diriwayatkan dari tiga orang, dari Abu bakar bin khalaf dari al-Hakim. Karena al-
Baihaqy lebih dahulu meninggal daripada Abu bakar bin khalaf.
5. 'Aly bitaqdimis-sama'. Misalnya suatu hadits yang diriwayatkan oleh seorang
yang lebih dulu mendengarnya dari seorang guru adalah lebih 'aly daripada hadits
yang diriwayatkan oleh kawannya yang mendengar kemudian dari guru tersebut.
[5]

Hadits Nazil

Hadis Nazil adalah hadis yang jumlah rawi dan sanadnya banyak. Pembagian
hadis nazil ada lima. Untuk mengetahuinya, cukup memahami kebalikan
pembagian hadis ‘Aly. Aly Mutlaq melawan Nazil mutlaq.

Contoh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh imam Muslim dan Imam Al-Bukhari
dengan sanad berbeda. Berikut perbandingannya;

Sanad muslim adalah Harmalah bin Yahya, Ibnu Wahb, Yunus, Ibnu Syihab, Abu
Salamah dan Abu Hurairoh (6 orang) adalah hadis nazil. Sedangkan riwayat
Bukhari bersanad Quthaibah bin Sa’id, Abul Akhwash, Abu Hasin, Abu Shalih,
dan Abu Hurairoh (5 orang) adalah hadis ‘Aly karena sanadnya lebih sedikit
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Dengan ditulisnya makalah ini semoga kita dapat menambah sedikit
banyaknya pengetahuan kita tentang hadits muttashil,musnad,muán-
an,muánnan,áli,nazil,

DAFTAR PUSTAKA

‫تيسير مصطلح الحديث‬


karya Dr. Mahmud ath-Thahhan, Maktabah al-Ma’arif hal 135-137.
Diterjemahkan dan diposting oleh Abu Yusuf Sujono)
Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihathadits&id=322
Al-Maliki, Prof. Dr. Muhammad Alawi. 2009. Al-Manhalu Al-lathiifu fi Ushuuli
Al-Haditsi Asy-Syariif : Ilmu Ushul Hadis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Al-Khattan, Manna’ Khalil. 2004. Mabahits fi Ulumil Hadits (Pengantar Studi
Ilmu Hadits). Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
http://okuje-oku.blogspot.com/2010_01_01_archive.html. Diakses pada
tanggal 2 November 2010.
http://salehon.blogspot.com/2010/10/ulumul-hadits.html. Diakses pada tanggal
2 November 2010.
http://alatsari.wordpress.com/2007/11/05/ilmu-musthalah-hadits-bag-16/.
Diakses pada tanggal 23 November 2010.

Al-Maliki, Prof. Dr. Muhammad Alawi. 2009. Al-Manhalu Al-lathiifu fi


Ushuuli Al-Haditsi Asy-Syariif : Ilmu Ushul Hadis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Hal. 103
http://okuje-oku.blogspot.com/2010_01_01_archive.html. Diakses pada
tanggal 2 November 2010.
Al-Maliki, Prof. Dr. Muhammad Alawi. 2009. Al-Manhalu Al-lathiifu fi
Ushuuli Al-Haditsi ……. Hal. 104
.
http://salehon.blogspot.com/2010/10/ulumul-hadits.html. Diakses pada tanggal
2 November 2010
Al-Khattan, Manna’ Khalil. 2004. Mabahits fi Ulumil Hadits (Pengantar Studi
Ilmu Hadits). Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Hal 119

Anda mungkin juga menyukai